Anda di halaman 1dari 36

AJARAN KESELAMATAN KRISTEN

(SOTERIOLOGI)

Teologia Reformed

PENDAHULUAN:

Kata soteriologi berasal dari bahasa Yunani soteria berarti keselamatan. Kata
soteria berasal dari kata soter yang artinya juruselamat.

Pembahasan doktrin / ajaran keselamatan ini mencakup:

§ Ajaran keselamatan Kristen berhubungan erat dengan Karya Roh Kudus.


Dalam bebarapa buku dogmatika pembahasan bagian ini dimulai dengan karya
Roh Kudus itu (Lih. C.J Haak, fasal 11; lihat juga hoekema, fasal 3, tentang
peranan Roh Kudus). Hal tidak dibahas dalam diktat ini, karena karya Roh
Kudus ini dibicarakan dalam pneumatologi.

§ Doktrin / ajaran keselamatan dapat dianggap sebagai hasil karya Kristus.


Dialah juruselamat (Lukas 2:1; Titus 2:13). Karya-Nya disebut keselamatan
(Yohanes 4:22; Kisah Para Rasul 4:12; Efesus 1:13). Jadi walaupun ada
hubungan yang erat dengan Roh Kudus, pekerjaan Yesus juga penting sekali
(Lih. Hoekma Fasal 4, tentang kesatuan dengan Kristus).

§ Dalam soteriologi tidak berarti hanya dibahas bahwa keselamatan


diaplikasikan oleh Roh Kudus kepada kita, tetapi juga tentang keselamatan itu
sendiri, mengenai Apakah keselamatan yang dikerjakan Yesus Kristus, dan yang
kita peroleh melalui Roh Kudus?

§ Menurut Berkhof soteriologi berkaitan dengan penerapan dari karya Roh


Kudus[1]. Yang dibahas disini adalah isi dan arti keselamatan itu.

§ Menurut Hoekma, Soteriologi hanya mencakup studi mengenai penerapan


berkat-berkat keselamatan di dalam diri umat Allah, dan pemulihan diri mereka
sehingga diperkenan oleh Allah dan berada dalam hidup persekutuan dengan
Allah di dalam Kristus.

Hubungan dengan doktrin-doktrin lain


Doktrin Keselamatan / Soteriologi memiliki hubungan erat dengan doktrin-
doktrin lain seperti:

Allah yang berdaulat menyelamatkan kita dari dosa, tetapi Ia tidak meniadakan
tanggung jawab manusia. Doktrin pemilihan sejak kekal juga sangat
mempengaruhi soteriologi. Karena itu Grudem membahas pokok itu dalam
rangka soteriologi (Bab 32, hal. 669-691). Tetapi pada umumnya ajaran
pemilihan dibicarakan dalam doktrin Allah.

Doktrin manusia

Natur manusia setelah kejatuhannya mengalami kerusakan total dan


menyeluruh (sehingga manusia pada naturnya mati di dalam dosa). Memang
manusia masih sadar akan Allah yang menciptakan alam semesta. Adanya
kesadaran religius. Itu berarti : pengetahuan tentang sesuatu norma hidup,
hubungan dengan suatu kuasa yang lebih tinggi, pikiran tentang suatu
keselamatan, dan kesadaran akan bimbingan hidup. Tetapi kesadaran ini tidak
dapat menyelamatkan orang. Semen religionis (benih keagamaan) tidak dapat
membawa kepada pengetahuan yang benar tentang Allah.

Menurut Calvin kesadaran atau benih itu tidak bisa memaafkan kita, melainkan
justru mempersalahkan kita (lih. Roma 1:20). Kesadaran atau benih itu tidak
bisa menjadi tempat untuk berpaut bagi anugerah Tuhan. Walaupun gambar/
rupa Allah masih kelihatan sedikit dalam manusia yang berdosa, namun natur
manusia rusak total. Tidak ada sisa yang bisa dipakai Tuhan. Setiap orang harus
dilahirkan kembali sebelum dia masih memperlihatkan gambar/rupa Allah.
Manusia harus diperbaharui secara total.

Menurut Katekismus Heidelberg (minggu ke-3) kita begitu rusak, sehingga kita
sama sekali tidak sanggup berbuat apapun yang baik, dan kita hanya cenderung
pada yang jahat saja, kecuali jika kita dilahirkan kembali oleh Roh Allah.

Memang manusia masih bisa berbuat yang baik, tetapi manusia tidak dapat
mendirikan Firdaus di bumi ini. Walaupun ada keinginan seperti itu, usaha itu
akan tetap gagal. Beruntung manusia masih dapat berbuat yang baik, kalau
tidak kehidupan dibumi ini akan menjadi neraka. Tetapi hal-hal yang baik itu
masih ada bukan karena manusia adalah baik, melainkan karena kebaikan
Tuhan, Dialah yang menahan dosa, sehingga kehidupan manusia tidak menjadi
rusak total, dan masih ada hal-hal yang baik. Kalau Tuhan tidak menahan dosa
tidak mungkin kita dapat hidup lagi.

Dalam buku Grudem Hal. 657-665 dan juga dalam buku tulisan Berkhof hal.
43-76, memakai istilah anugerah umum (common grace). Anugerah umum
adalah anugrah Allah yang dengannya Dia memberikan banyak berkat kepada
manusia yang bagian bagian dari keselamatan common grace mencyangkut
bidang :

1. Fisik (Matius 5:44-45; Lukas 6:35-36; Kejadian 39:5; Mazmur 45:9; 15-16

2. Intelektual (Roma 1:21; Kisah Para Rasul 17:22-33

3. Moral (Roma 2:14-15; Roma 1:32; Lukas 6:33)

4. Kreatif

5. Masyarakat : contohnya keluarga (Kejadian 4:17;19,26; 5:4, Pemerintah


(Roma 13:1-7
6. Agama (Matius 5:44; 1 Timotius 2:1-2; Lukas 4:40; Yeh. 33:11; 1 Timotius 2:4.

Allah menunjukkan anugrah umum itu untuk

· Menyelamatkan orang pilihan (2 Petrus 3:9-10)

· Mendemonstrasikan kebaikan dan anugrah-Nya (Mazmur. 145:9)

· Keadilan-Nya (Roma 2:5; 3:9

· Kemulian-Nya.

Selain itu, inti dosa adalah tidak mengasihi Tuhan. Walaupun ada hal-hal yang
baik dalam hidup kita, namun tidak pernah kasih kita sempurna kepada Tuhan.
Dari diri kita sendiri tidak bisa mengasihi Tuhan Allah yang kita kenal Yesus
Kristus. Untuk dapat mengasihi Tuhan terlebih dahulu kita harus menjadi
manusia baru. Penyataan ini menunjukkan bahwa kita diselamatkan bukan
karena berbuat baik melainkan hanya karena anugrah Allah.

Kristologi

Kita harus menerima keilahian Kristus untuk dapat memahami doktrin


keselamatan dalam pengertian yang alkitabiah, dan juga kemanusiaan Kristus
yang sejati. Kita juga harus memahami karya pendamaian Kristus, dan
perantaraan-Nya yang terus menerus bagi orang percaya. Di samping itu hidup
dalam persekutuan dengan Kristus adalah penting (lih. Hoekma fasal 4)

Pneumatologi.

Keseluruhan proses yang dibahas dalam soteriologi merupakan karya Roh


Kudus (Lih. Hoekma, Pasal 3)

Eskatologi

Berkat-berkat soteriologi yang kita terima saat ini merupakan antisipasi


terhadap berkat-berkat lebih besar yang kita nantikan akan direalisasikan
dimasa yang akan datang (Hoekma, hlm. 21). Walaupun kita pada saat ini
benar-benar adalah pribadi yang baru sepenuhnya (lih. Hoekma, hlm. 22).

Istilah lain yang dipakai untuk bidang dogmatika ini adalah dalam bahasa latin
Ordo salutis yang artinya : urutan keselamatan

Ada dua aspek dalam istilah ini :

o Keselamatan yang Kristus kerjakan bagi kita (Kristus pro nobis bagi kita)

o Kristus membuat kita mengambil bagian dalam keselamatan itu oleh Roh
Kudus (Kristus in nobis, di dalam kita)

Dalam pembahasan ordo salutis dibahas hasil karya Kristus, dan juga apa yang
dikerjakan Roh Kudus di dalam kita. Kita tidak mulai dengan manusia dan
pengalamannya, ataupun dengan kepastian yang dia cari atau peroleh.
Melainkan kita mulai dengan Kristus sebagai juruselamat dan apa yang
dikerjakan-Nya bagi kita, dengan cara apa Kristus memberikan keselamatan itu
kepada kita.

Ordo salutis tidak berarti bahwa adanya urutan kronologis tertentu, atau urutan
satu-satunya dalam penghayatan keselamatan. Kata ordo mengacu kepada
hubungan antara aspek-aspek keselamatan masing-masing dengan Kristus, kita
peroleh semuanya berdasarkan anugerahkan-Nya.

Ordo salutis memang ada tetapi belum adanya urutan yang kronologis. Yang
harus diperhatikan dalam ordo salutis adalah : pengudusan tidak mendahului
pembenaran, melainkan menyusul. Pertobatan terjadi sesudah panggilan.
Ketekunan bukan hal yang pertama melainkan hal yang terakhir. Aspek-aspek
ini tidak boleh dibahas dalam urutan sembarangan, karena ada kaitan teologis.
Ordo salutis ini alkitab tidak mencatat secara eksplisit, namun Alkitab
memberikan kita dasar yang cukup untuk urutan tertentu[2]. Di dalam Roma
8:29,30, juga Kisah Para Rasul 26:17-18. Alkitab tetap melakukan dua hal yang
memungkinkan kita menyusun suatu urutan tertentu[3]

1) Alkitab memperlengkapi kita dengan penjelasan yang penuh dan lengkap


mengenai pekerjaan Roh

2) Kudus dalam menerapkan karya Kristus bagi orang berdosa secara individu
dan juga Alkitab menjelaskan berkat-berkat keselamatan yang dicurahkan atas
mereka. Banyak istilah yang dipakai Alkitab.

3) Alkitab menunjukkan hubungan dimana berbagai gerakan dalam karya


penebusan saling berkaitan dalam berbagai ayatnya dan dengan berbagai cara
Roma:3:30; 5:1; Galatia 2:16-20 (dibenarkan hanya melalui iman); Roma
6:18-22 (dibebaskan dari dosa untuk menjadi hamba-hamba kebenaran, dan
beroleh buah pengudusan); Roma 8:15-17; Galatia 4:4-6 (kita diangkat menjadi
anak, dan karena itu kita juga adalah ahli waris); Roma 10:17 (iman timbul akan
pendengaran akan Firman Tuhan); Efesus 1:13-14 (ketika kita percaya, kita
dimeteraikan dengan Roh Kudus); Efesus 4:1-2 kita sangat perlu berjalan dalam
panggilan); 1 Petrus 1:23 (kita dilahirkan kembali oleh Firman Tuhan). Ayat ini
menunjukkan hubungan dari berbagai gerakan karya penebusan antara yang
satu dengan yang lain dan dengan demikian memberikan dasar bagi
penyusunan suatu ordo salutis[4]

Hoekma menekankan bahwa berbagai fase dari jalan keselamatan itu tidak
boleh dipikirkan sebagai serangkaian langkah-langkah yang bertahap, dimana
langkah yang satu menggantikan langkah sebelumnya, sebaliknya harus
dipikirkan berbagai aspek yang terjadi secara simultan dari suatu proses
keselamatan, yang mana setelah dimulai aspek-aspek tersebut berjalan secara
berdampingan[5]. Lihat bagan pada halaman 30 Tulisan Hoekma.

Hoekema Menyebut 5 penekanan dalam soteriologi Reformed:[6]

1) Walaupun manusia harus mengambil keputusan, namun faktor utama yang


menentukan siapa yang diselamatkan dari dosa adalah kedaulatan anugrah
Allah.

2) Akar penerapan keselamatan adalah ketetapan kekal Allah, berdasarkan


kerelaan kehendak-Nya, bukan berdasarkan kebaikan manusia yang dipilih-Nya.

3) Semua orang dengan sungguh-sungguh dipanggil untuk menerima Injil,


namun anugerah Allah bersifat partikuler (tertentu) yaitu yang dikaruniakan
kepada kaum pilihan Allah.

4) Itu berarti bahwa Allah tidak akan membiarkan kaum pilihan-Nya kehilangan
keselamatan mereka. Karena itu jaminan rohani orang-orang percaya
tergantung terutama kepada pegangan Allah terhadap mereka, dan bukannya
atas pegangan mereka kepada Allah.
5) Dalam penerapan keselamatan memang kehendak dan karya manusia
memainkan peranan, tetapi penerapan itu terutama adalah karya Roh Kudus.
Kedaulatan Allah tidak meniadakan tanggung jawab manusia. Di dalam
beberapa aspek keselamatan (pertobatan, iman, pengudusan progresif, dan
ketekunan). Allah berkarya dan kita berkarya. Pengudusan kita misalnya pada
saat yang sama adalah seratus persen karya Allah juga seratus persen karya kita
(lih Filipi 2:2:12-13).

Lima Pokok Calvinis

Dalam buku Edwin Palmer (5 Pokok Calvinis) dibahas lima pokok yang sangat
penting dalam ajaran Reformed. Dalam bahasa Inggris dipakai Singkatan TULIP
yaitu :

1. Total depravity (kerusakan total)

2. Unconditional election (pemilihan tak bersyarat)

3. Limitid atonement (penebusan terbatas)

4. Irresistible grace (anugrah yang tak dapat ditolak)

5. Perseverance of the saints (ketekunan orang-orang kudus)

Kelima pokok Calvinis ini akan diberikan keterangan singkat mengenai kelima
pokok ini (lihat tulisan Reymond, hal. 1123-1126)

1) Kerusakan total : oleh karena dosa turunan dan dosa-dosa manusia sendiri
semua manusia kecuali Yesus Kristus adalah mengalami kerusakan total dan
jahat secara total, walaupun mereka, oleh karena anugerah Allah yang bersifat
umum, ditahan sehingga mereka tidak melakukan kejahatan tanpa batas.
Mereka tidak mampu sama sekali untuk menyelamatkan diri sendiri.

2) Pemilihan tak bersyarat : sebelum dunia dijadikan, Allah memilih banyak


orang berdosa untuk diselamatkan secara total, hanya oleh karena anugerah dan
kasih-Nya yang berdaulat. Mereka dipilih bukan atas dasar iman atau perbuatan
baik yang akan mereka lakukan. Pemilihan ini tidak bersyarat, tetapi hanya
berdasarkan kasih Allah, bukan berdasarkan orang-orang pilihan itu sendiri.

3) Penebusan terbatas : kematian Kristus hanya menyelamatkan orang-orang


pilihan, walaupun kematian-Nya cukup untuk dosa semua orang, dan walaupun
Allah menuntut pertobatan dan kepercayaan dalam Kristus dari semua orang,
sehingga Injil harus diberitakan kepada semua orang. Mungkin penebusan
tertentu, pertikuler, atau efektif lebih cocok dari pada istilah penebusan
terbatas. Kata terbatas dapat disalah pahami, dan baik kaum Calvinis maupun
kaum Armenian setuju dengan kata terbatas, walaupun pemahamannya berbeda
(Calvinis : terbatas karena hanya yang dimaksudkan bagi kaum pilihan;
sedangkan Armenian : terbatas karena tidak semua orang menerima Injil Yesus
Kristus).

4) Anugerah yang tak dapat ditolak : itu berarti bahwa orang yang tidak dipilih
tidak dapat menolak anugerah ini, karena anugerah yang menyelamatkan itu
tidak diberikan kepada mereka (Lih. Kis. 7:51: Hai orang-orang yang keras
kepala dan yang tidak bersunat hati dan telinga, kamu selalu menentang Roh
Kudus, sama seperti nenek moyangmu, demikian juga kamu). Tetapi kaum
pilihan tidak dapat menolak anugerah ini terus menerus. Pada waktu yang
ditentukan Allah, orang-orang pilihan akan ditarik kepada Allah, dengan
meninggalkan permusuhan mereka dan membuat mereka bersedia untuk
memeluk Kristus.

5) Ketekunan orang-orang Kudus : Kaum pilihan mendapat kepastian yang


kekal dalam Kristus, karena Dia memegang dan memberi kekuatan kepada
mereka untuk bertekun di dalam Dia sampai pada kesudahan. Tetapi orang-
orang Kristen yang menjadi murtad ( 1 Timotius 4:1) keluar dari jemaat, tetapi
mereka tidak sungguh-sungguh termasuk kepada kita ( 1Yohanes 2:19).

(Lihat Tulisan Berkhof hal. 11-12)

Di samping pandangan Reformed ada beberapa pandangan lain :

1) Pandangan Lutheran : walaupun orang Lutheran tahu bahwa pelaksanaan


subyektif dari karya penebusan dalam hati orang berdosa adalah karya anugerah
Ilahi, namun mereka memberikan tekanan utama pada apa yang dilakukan
dipihak manusia dan bukan pada apa yang dilakukan pada pihak Tuhan.
Walaupun mereka tahu bahwa iman mula-mula adalah anugerah Tuhan, mereka
menjadikan iman (sebagai prinsip aktif dalam diri manusia dan sebagai
tindakan manusia) sebagai faktor yang paling menentukan dalam urutan
keselamatan mereka.

Itulah akibat dari kenyataan bahwa dalam reformasi Lutheran doktrin


pembenaran karena iman sangat ditekankan. Kaum Lutheran mengambil titik
berangkatnya dari kenyataan bahwa di dalam Kristus, Allah diperdamaikan
dengan dunia, panggilan, iluminasi, pertobatan dan kelahiran kembali
sesungguhnya hanya merupakan persiapan, bukan berkat-berkat perjanjian
anugerah. Dalam hal ini manusia diberikan iman yang menyelamatkan yang
olehnya manusia memperoleh pengampunan atau pembenaran yang secara
obyektif diberikan dalam Kristus, diadopsi sebagai anak Allah, disatukan dengan
Kristus dan menerima roh pembaharuan dan penyucian, prinsip-prinsip yang
taat. Jika manusia terus percaya, ia akan mendapatkan damai dan sukacita,
hidup dan keselamatan, tetapi jika ia tidak beriman lagi semua ini akan
meragukan, tidak pasti, dan mungkin tidak berguna lagi.

2) Pandangan Roma Katolik: seorangpun dapat dibenarkan tanpa anugerah


Ilahi. Kehendak bebas tidak ditiadakan sesudah jatuh ke dalam dosa. Jadi
manusia ada kemungkinan dan keharusan untuk kerjasama dengan anugerah
Allah. Seseorang harus mengamini anugerah dan bekerjasama dengannya, baru
seseorang dibenarkan. Pembenaran ini adalah pengampunan dosa dan juga
pengudusan dan pembaharuan dari batin manusia melalui menerima secara
sukarela anugerah dan karunia-karunia. Pembenaran adalah satu proeses
penyucian dan pembenaran. Pembenaran tidak diberikan, tetapi diterima oleh
anugerah dan juga oleh persiapan. Pembenaran bertumbuh oleh perbuatan-
perbuatan baik. Ukuran dari pengampunan dosa berhubungan dengan derajat
dimana dosa sesungguhnya diatasi. Anugerah terikat kepada sakramen-
sakramen. Anugerah adalah obyektif, dan dalam kerjasama manusia dengan
anugerah menjadi subyektif. Akibatnya bahwa tidak ada kepastian tentang
keselamatan. Anugerah pembenaran dapat hilang, bukan saja tentang ketidak-
percayaan tetapi juga oleh dosa yang mendatangkan maut.

3) Pandangan Armenian : keselamatan adalah karya Allah, namun bergantung


pada sikap dan pekerjaan manusia. Allah membuka kemungkinan keselamatan
bagi manusia tetapi bergantung kepada manusia apakah ia mau meningkatkan
kemungkinan itu. Menurut Armenian manusia secara naturnya tidak mengalami
kerusakan total. Kendatipun natur manusia terluka dan rusak sebagai akibat
kejatuhan manusia ke dalam dosa, manusia masih mampu oleh naturnya
melakukan apa yang secara spiritual baik dan dapat berbalik kepada Allah. Akan
tetapi karena dibengkokkan oleh Iblis dan juga oleh kelambanan natur manusia
yang berdosa. Allah memberikan pertolongan kepada manusia. Ia mencurahkan
anugerah yang cukup pada semua manusia untuk memampukan mereka, jika
mereka memilih untuk itu, untuk memperoleh kepenuhan berkat rohani dan
dengan demikian menerima keselamatan.

Menurut Armenian pengampunan dosa didasarkan pada jasa Kristus, tetapi


penerimaan oleh Tuhan bersandar pada ketaatan manusia pada hukum atau
ketaatan pada Injil. Iman bukan saja membenarkan, tetapi juga melahirbarukan
orang berdosa. Akan tetapi, anugerah Allah selalu dapat diterima dan ditolak.

Wesleyan Armenian atau Armenian Injili berbeda sedikit dengan Armenianisme


abad ke-17, dan lebih dekat dengan Calvinisme dari pada Armenian yang asli,
tetapi mereka tidak konsisten. Menurut mereka kesalahan dosa Adam
dijatuhkan pada seluruh keurunannya, tetapi juga semua manusia dibenarkan
dalam Kristus dan dengan demikian kesalahan itupun segera disingkirkan, pada
waktu ia dilahirkan. Mereka mengakui keseluruhan kerusakan moral manusia
dalam keadaan naturnya, tetapi juga berpendapat bahwa tidak ada seorang pun
yang tetap ada dalam keadaan natur, sebab ada penerapan universal dari karya
Kristus melalui Roh Kudus, yang olehnya orang berdosa dimungkinkan bekerja
sama dengan anugerah Allah. Mereka mengajarkan doktrin kesempurnaan
Kristen atau penyucian secara keseluruhan dalam hidup dimasa sekarang.

Konsep Paradoks

Kalau kita berbicara tentang kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia,
maka menemukan suatu paradoks, yaitu suatu kombinasi dari dua pemikiran
yang tampaknya berkontradiksi satu sama lain. (Hoekma, hlm. 16).

Tetapi kedua-duanya harus dipertahankan, karena dua-duanya diajarkan oleh


Alkitab:

1) Kedaulatan Allah : Amsal 21:1; Efesus 1:11; Roma 9:21

2) Tanggung jawab manusia : Yohanes 3:36; Matius 16:27; Wahyu. 22:12

Hoekma (hlm. 17) menunjuk kepada dua nas dimana kedua aspek itu muncul
bersamaan: Lukas 22:22 dan Kisah Para Rasul 2:23

Karena kedua aspek ini diajarkan oleh Alkitab, kita harus menegaskan baik
kedaulatan Allah maupun tanggung jawab manusia; baik anugerah Allah yang
berdaulat maupun partisipasi aktif kita di dalam proses keselamatan (Hoekma,
hal. 19).

Pembahasan Soteriologi

1. Panggilan

Pada umumnya panggilan dibedakan dua macam : panggilan Injil, dan


panggilan efektif. Panggilan injil berarti bahwa semua orang yang mendengar
Injil sungguh-sungguh dipanggil untuk percaya kepada Kristus. Sedangkan
panggilan efektif berarti bahwa panggilan Injil itu hanya menjadi efektif atau
hanya berhasil dalam kehidupan orang-orang pilihan.

Menurut beberapa teolog seperti Van Genderen/ Velema (hlm 527) dan Berkhof
(hlm. 101-105) menyebut panggilan secara umum, atau panggilan realis.
Panggilan datang kepada manusia melalui penyataan umum seperti penciptaan,
pemeliharaan dan pemerintahan dunia ini). Panggilan ini tidak membawa
manusia kepada keselamatan. Allah menyatakan diri kepada semua orang ini
yang disebut penyataan umum, dan juga Allah menyatakan secara khusus hanya
bagi orang yang percaya kepada-Nya sebagai Allah yang penuh anugrah.
Pemeliharaan Allah menciptakan kemungkinan untuk memberikan anugrah-
Nya, dan karya penebusan Kristus membuat dunia ini, menjadi dunia baru
dimana terdapat kebenaran ( 2 Petrus 3:13).

1 Panggilan Injil

Dalam panggilan injil ini semua orang harus mendengar injil yaitu injil Yesus
Kristus bukan kepada sejumlah orang tertentu. Hal ini sesuai dengan amanat
agung : pergilah, jadikanlah semua bangsa muridku (Matius 28:19). Kita sebagai
pemberita Injil tidak boleh membedakan orang yang satu harus mendengar Injil,
yang lain tidak. Kita berupaya supaya semua orang harus mendengar Injil.

Walaupun Allah telah memilih sejumlah besar dari umat manusia untuk
diselamatkan, namun pemberitaan injil tidak boleh dibatasi kepada sejumlah
orang tertentu. Dalam hal pemberitaan injil kita tidak boleh memandang muka.
Dalam pemberitaan Injil Allah yang mengerjakan pertobatan dan iman, tetapi
kita wajib menjelaskan injil kepada semua orang, mengundang mereka untuk
menerima Yesus, supaya dosa mereka diampuni dan mereka menerima hidup
yang kekal.

Hoekema memberikan definisi mengenai panggilan Injil yakni: penawaran


keselamatan dalam Kristus kepada orang-orang, yang dibarengi dengan
undangan untuk menerima Kristus dalam pertobatan dan iman, agar mereka
boleh menerima pengampunan atas dosa-dosa dan kehidupan kekal.[7]

Panggilan injil ini bersifat universal, sehingga semua orang yang mendengar injil
sungguh-sungguh diundang untuk bertobat dan percaya kepada Yesus Kristus.
Ada 2 nas yang sering disebut tentang ini yakni: Matius 22:1-14 dan Lukas
14:16-24 yaitu perumpamaan tentang perjamuan kamin. Yang diperdebatkan
dalam ke-2 nas ini adalah apakah kedua perumpamaan ini merupakan dua versi
dari satu perumpamaan yang berbeda-beda. Jelas bahwa perbedaan antara
kedua perumpaan ini cukup besar.

Dalam kedua perumpamaan ini, ada orang dipanggil atau diundang datang
tetapi mereka menolak panggilan itu. Kelompok pertama ini menunjuk kepada
orang Yahudi yang menolak Yesus. Kelompok kedua yang diundang adalah
orang-orang yang dianggap rendah (miskin, cacat, buta,lumpuh, semua orang
yang dijumpainya dijalan). Kelompok ketiga hanya disebutkan di Lukas 14:23,
melambangkan orang-orang bukan Yahudi yang akan dijangkau oleh Injil
kemudian mereka berada diluar kota. Sedangkan kelompok kedua berada di
dalam kota). Dari beberapa ayat ini menunjukkan bahwa semua orang dipanggil
walaupun hanya sebagian yang meresponi panggilan itu. Jadi, kalau kita
memberitakan injil, kita memberitakan kepada semua orang yang kita jumpai.
Dan kita betul-betul mempunyai keinginan supaya semua orang yang
mendengarkan injil itu akan bertobat dan percaya kepada Yesus, sehingga
mereka diselamatkan.

Bukti-bukti Alkitab menjelaskan bahwa Allah sangat serius keselamatan semua


orang yang mendengarkan injil : Yehezekiel 18:23; 33:11, Matius 23:37, 2 Petrus
3:9; 2 Korintus 5:20. melalui ayat ini jangan melarang kita mengambil
kesimpulan bahwa injil hanya ditawarkan kepada kaum pilihan dan bukan
kepada orang-orang yang tidak dipilih, tetapi beberapa ayat ini menunjukkan
bahwa panggilan injil kepada semua orang.

Antara doktrin pemilihan dengan panggilan injil seakan-akan paradoks bagi


pikiran kita, namun kita tetap mempertahankan sebab dua-duanya ajaran
alkitab. Hoekma menekankan bahwa kita harus menghindari solusi yang
rasionalis[8].

Kalau kita kita mencari solusi dari paradoks ini maka kita mengabaikan salah
satu dari kebenaran ini:

1) Kalau kita mengabaikan doktrin pemilihan, kita mengorbankan panggilan


injil. Kedua ajaran ini harus tetap dipertahankan karena ajaran alkitab

2) Kalau Armenian mengutamakan pangilan Injil yang ditawarkan kepada


semua orang, maka memperlemah kedaulatan Allah.

Kedua solusi ini tidak bisa diterima, sebab tidak sesuai dengan ajaran Alkitab.
Logika kita harus takluk kepada hikmat Allah dan apa yang tertulis di dalam
Alkitab.

2 Panggilan efektif

Panggilan efektif ini menurut orang Semi-Pelagian dan Armenian menyatakan


bahwa setiap orang memiliki kemampuan untuk meresponi secara positif
kepada panggilan injil. Pernyataan ini menunjukkan bahwa hasil panggilan Injil
mutlak tergantung kepada kehendak manusia. ketika manusia mendengar Injil
dan mengambil keputusan untuk bertobat dan percaya atau tidak percaya,
bukan karena Allah yang berdaulat.

Pendapat ini Agustinus (354-430) tidak menyetujui. Agustinus berpendapat


bahwa bahwa kemampuan untuk menerima panggilan Injil terdapat dalam
anugrah Allah yang berdaulat, bukan kehendak manusia. alasannya karena
manusia telah mengalami kerusakan total ketika jatuh ke dalam dosa, itulah
yang menyebabkan tidak memiliki kemampuan untuk menerima Injil dan
menjadi percaya kepada Yesus dengan kekuatannya sendiri.

Dalam katekismus Heidelberg minggu ke-3 dijelaskan bahwa kita begitu rusak,
sehingga kita sama sekali tidak sanggup untuk berbuat apa pun yang baik, dan
hanya cenderung pada yang jahat saja, kecuali kita dilahirkan kembali oleh Roh
Allah. Roh Kudus harus membuka hati untuk mendengar Injil, hanya dengan
demikian panggilan Injil dapat menjadi efektif atau berhasil.

1. Panggilan efektif menurut Alkitab

Paulus menulis bahwa manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari
Roh Allah ( 1 Kor. 2:14). Manusia itu harus dilahirkan kembali dahulu, sehingga
dia menjadi manusia rohani. Respons terhadap panggilan Injil tidak mungkin
kalau manusia tidak diperbaharui lebih dahulu. Manusia duniawi itu hanya
mengikuti keinginan daging yang adalah seteru Allah (Roma 8:7). Manusia yang
belum dilahirkan kembali itu adalah mati karena palanggaran dan dosa-dosa
(efesus 2:1,5). Sehingga dia mati secara rohani. Kita harus lahir dari atas, atau
dilahirkan dari air dan Roh (Yohanes 3:3,5) dan kita harus ditarik oleh Bapa
(Yohanes 6:44), dan dihidupkan bersama-sama dengan Kristus (Efesus 2:4-5)
oleh kasih karunia Allah.

Bukti Alkitab yang menunjukkan kata ‘panggilan’ atau ‘memanggil’ menunjuk


kepada panggilan efektif yaitu panggilan yang diterima oleh manusia dan
membuat dia bertobat dan menjadi percaya.

Bukti Alkitab yang dimaksud adalah sbb:

· 1 Korintus 1:22-24 : Kristus yang disalibkan adalah kekuatan Allah dan hikmat
Allah untuk mereka yang dipanggil. Mereka yang dipanggil itu tidak
menganggap suatu kebodohan. Mereka telah dipanggil secara efektif. Dalam
Matius 22:1-14 kata panggilan Injil yang ditujukan kepada semua orang tetapi
hanya menjadi efektif bagi orang pilihan.

· Roma 8:28-30 : mereka yang dipanggil sesuai rencana Allah (ay. 28) yang
mengasihi Dia. mereka yang dipanggil-Nya dalam ayat 30 menunjuk kepada
panggilan efektif, karena mereka juga dibenarkan-Nya dan dimuliakan-Nya

· Hoekma menyebut beberapa nas Alkitab selain kedua ayat di atas : 1 Korintus
1:9; Roma. 1:7; 9:23-24; Galatia 1:15; Efesus 4:1,4; 1 Petrus 2:9; 2 Petrus 1:10;
Yudas 1;Wahyu 17:14.

2. Panggilan efektif menurut pengakuan iman Reformed

Dalam pengakuan iman Reformed menjelaskan mereka yang diselamatkan oleh


Kristus, Allah memutuskan untuk memberikan orang-orang pilihan itu kepada-
Nya untuk memanggil serta menarik mereka dengan efektif oleh Firman dan
pada persekutuan dengan Roh-Nya.

Sejak semula orang-orang kepunyaan-Nya telah dipilih-Nya dalam Kristus,


demikian juga mereka dipanggil-Nya secara efektif dalam hidup ini. Dia
mengaruniakan kepada mereka iman dan pertobatan, dan setelah melepaskan
mereka dari kuasa kegelapan memindahkan mereka ke dalam kerajaan Anak-
nya. Hal ini jelas bahwa panggilan hanya menjadi efektif dalam kehidupan
orang-orang yang dipilih, hanya oleh karena kasih karunia saja.

3. Defenisi Panggilan efektif

Menurut Hoekma defenisi panggilan efektif adalah : tindakan Allah yang


berdaulat melalui Roh Kudus-Nya dimana Dia memampukan pendengar
panggilan Injil untuk meresponi panggilan-Nya dengan pertobatan, iman, dan
ketaatan.[9]

4. Panggilan efektif dan pemilihan

Orang-orang yang dipanggil secara efektif adalah orang-orang pilihan. Mereka


telah dipilih Allah sebelum dunia dijadikan (Efesus 1:4) untuk menjadi percaya
dan hidup kudus dan tak bercacat dihadapan-Nya.

Hubungan antara panggilan efektif dan pemilihan menjadi jelas dalam Matius
22:14 “sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih”. Kita sudah
melihat bahwa panggilan yang dimaksudkan dalam nas ini adalah panggilan
yang ditujukan kepada semua orang. banyak orang mendengar pemberitaan
injil, tetapi hanya sebagian yang meresponi secara positif terhadap panggilan
injil itu.

Latar belakang kedua reaksi yang berbeda ini adalah pemilihan Allah. Dalam
kehidupan orang pilihan Allah mengerjakan jawaban positif terhadap panggilan
Injil. Itulah karya Allah semata-mata. Sedangkan penolakan panggilan Injil
disebabkan oleh ketidakpercayaan manusia sendiri. Panggilan efektif
merupakan anugrah Tuhan. Penolakan Injil adalah kesalahan manusia sendiri.

Kesimpulan dari Matius 22:14 menurut Van Genderen/Velema adalah :

a. Pemilihan tidak membatasi atau memperlemah panggilan

b. Panggilan dimaksudkan Allah secara serius. Karena itu menolak panggilan


Injil merupakan kesalahan manusia. Jadi bukan Allah yang dipersalahkan kalau
manusia tidak menjadi percaya. Lihat Yohanes 5:39-40 “kamu tidak mau datang
kepada-Ku untuk memperoleh itu; “kamu tidak mau (Mat. 23:27); karena kamu
menolaknya (Kisah Para Rasul 13:46). Banyak orang yang dipanggil oleh
pelayanan Injil tidak datang dan tidak bertobat. Kesalahannya tidak dapat
ditimpahkan kepada Injil, atau kepada Kristus dan juga kepada Allah yang
memanggil orang melalui injil dan bahkan memberikan karunia kepada mereka
yang dipanggil-Nya. Kesalahan terletak dalam diri mereka. Sebagai bukti kita
dapat melihat perumpamaan tentang benih (Matius 13:1-23; Markus 4:1-20;
Lukas 8:4-15).

c. Pemilihan dan panggilan tidak terjadi bersamaan waktu. Sejumlah besar


manusia dipilih sejak kekal, sedangkan panggilan terjadi dalam hidup ini. Tetapi
kita dipanggil dahulu, dan baru dari respons yang positif terhadap panggilan itu
kita bisa menarik kesimpulan bahwa kita ternyata dipilih sejak kekal.

5. Penginjilan dan kedaulatan Allah

Dalam buku Penginjilan dan Kedaulatan Allah, yang ditulis Packer menjelaskan
bahwa kedaulatan Allah dalam memilih dan memanggil secara efektif tidak
berarti mengabaikan tugas penginjilan. Dalam kedaulatan Allah justru
menentukan bahwa orang yang dipilih akan dipanggil secara efektif melalui
pemberitaan Injil oleh hamba Tuhan dan orang Kristen. Menurut Packer
“kedaulatan Allah justru menjadi dorongan yang kuat untuk memberitakan Injil.

1) Kedaulatan Allah tidak mengurangi sama sekali kewajiban kita untuk


memberitakan Injil (Rm. 10:12-14; Matius 22:1-14) Allah mengutus kita sebagai
mata rantai yang penting dalam rencana-Nya untuk menyelamatkan orang
pilihan. Kaum pilihan diselamatkan melalui tindakan orang-orang Kristen yang
mengundang mereka. Dengan demikian penginjilan mutlak perlu. Selain ayat di
atas ayat lain yang dipakai oleh Packer (Lukas 13:3,5; Kolose 1:28; Yohanes
6:37-40; Yeh. 18:31; 5:40).

2) Kedaulatan Allah dalam anugrah memberikan satu-satunya pengharapan atas


keberhasilan dalam penginjilan. Jadi penginjilan bukan usaha yang sia-sia sebab
manusia tidak mampu bertobat dan percaya denga kekuatannya karena dosa (
1Korintus 2:14; Roma 8:7-8; Ef:1-2; 2 Korintus 4:4) kita diselamtkan oleh
anugrah (Filipi 1:29; Efesus 2:8; Kisah Para Rasul 5:31; 11:18; Kolose 1:13) tidak
mungkin pemberitaan injil tidak berhasil dan sia-sia (Yesaya 55:10-11).

6. Tujuan panggilan efektif

Menurut Hoekma (hlm. 124) tujuan panggilan efektif ini menunjuk kepada apa
yang disebutkan dalam alkitab yakni dipanggil :

· Ke dalam persekutuan dengan Yesus Kristus ( 1 Korintus 2:9)

· Kepada hidup yang kekal (1 Timotius 6:12)

· Kepada kerajaan dan kemuliaan Allah ( 1 Tesalonika 2:12)

· Kepada hidup yang kudus ( 1 Tesalonika 4:7)

· Kepada penderitaan karena hidup kudus ( 1 Ptr. 2:21)

· Kepada kebebasan Kristen ( Galatia 5:13)

· Untuk memperoleh hadiah yaitu keselamatan ( Flilipi 3:14)

7.Dalam panggilan efektif tidak ada kerjasama antara Allah dan manusia.

Apakah panggilan efektif ini memperlakukan kita sebagai robot atau sebagai
pribadi? [11] bukankah manusia terlibat dalam proses keselamatan? Untuk
menjawab menjawab pertanyaan ini, kita harus menyadari ketidakmampuan
rohani dari manusia yang berada dalam dosa yang telah rusak total. Itu berarti
bahwa kebebasan sejati (kehendak bebas) tidak ada lagi. Hoekma membahas
pokok ini dalam bukunya Manusia: Ciptaan menurut gambar Allah hlm.
293-314. kebebasan sejati ini telah hilang ketika manusia jatuh ke dalam dosa.

Agustinus membedakan empat macam situasi dalam kehidupan umat manusia:

1. Sebelum manusia jatuh ke dalam dosa, dia diciptakan baik, dalam kebenaran
dan kekudusan yang sesungguhnya (Efesus 4:24). Waktu itu manusia berada
dalam kondisi Bisa tidak berdosa. Di sini kebebasan sejati.

2. Tetapi setelah manusia jatuh ke dalam dosa, mereka menjadi budak dosa dan
masuk ke dalam kondisi “tidak bisa tidak berdosa”. Hoekema menunjuk kepada
Yohanes 8:34 ‘setiap orang yang berbuat dosa adalah hamba dosa’ dan roma
6:6,7,19,20 “dahulu kamu memang hamba dosa”

3. Ketika sudah dilahirkan kembali, orang tersebut dimampukan untuk


berpaling kepada Allah di dalam pertobatan dan iman, dan untuk melakukan
apa yang benar-benar menyenangkan dalam pandangan Allah. orang yang telah
lahir baru itu berada dalam kondisi ‘bisa tidak berdosa’ dia bukan lagi budak
dosa (Yohanes 8:36) jadi apabila anak itu dimerdekakan kamu, kamu pun
benar-benar merdeka ( Galatia 5:1,16; 2 Korintus 3:17; Rm. 6:4,6,14,18,22). Jadi
seorang Kristen yang mengalami proses pembaharuan di dalam kehidupan
sekarang ini, benar-benar bebas secara total[12].

4. Suatu hari kelak, pada saat kita dimuliakan dan disempurnakan, kita akan
bebas secara sempurna. Itulah kondisi “tidak bisa berdosa”. Pada saat itu semua
semua dosa, penyakit, kelemahan, bahkan kematian tidak ada lagi ( 1 Korintus
15:42-43; wahyu 21:14). Situasi itulah yang disebut Paulus ‘kemerdekaan
kemuliaan anak-anak Allah (Roma 8:21), dan pengangkatan sebagai anak yaitu
pembebasan tubuh kita (Roma 8:23).

2. Kelahiran Kembali

Kelahiran kembali (regenerasi) tidak disebut sebagai pokok tersendiri. Dalam


pembahasan panggilan efektif juga diberi perhatian kepada kelahiran kembali.
Panggilan efektif dan kelahiran kembali merupakan dua aspek dari keselamatan
yang menunjuk kepada dua hal yang sama. Namun karena Alkitab menekankan
pokok ini maka kelahiran kembali harus dibedakan dengan panggilan efektif.

2.1 Apa itu kelahiran kembali

Kelahiran kembali yang dimaksud dalam doktrin Soteriologi diberi dua arti yang
berbeda:

Permulaan kehidupan rohani yang baru, yang ditanamkan dalam diri kita oleh
Roh Kudus membuat kita bertobat dan percaya.[13]

Manifestasi pertama dari hidup yang telah ditanamkan[14] atau hasil dari
regenerasi itu (buah Roh).

Dalam pengertian kedua ini, kalahiran kembali bukan saja menunjuk kepada
perkembangan kehidupan yang baru. Kelahiran kembali tidak berbeda jauh
dengan pengudusan, menurut Calvin meliputi konversi. Karena itu Haak
membahas kelahiran kembali dibahas di bawah aspek pengudusan.

Defenisi kelahiran kembali dalam arti yang lebih sempit itu dapat dirumuskan
sebagai berikut: karya Roh Kudus yang mula-mula membawa orang-orang ke
dalam kesatuan yang hidup dengan Kristus, mengubah hati mereka yang
dulunya mati secara rohani, dan sekarang berkemampuan dan berkehendak
untuk bertobat dari dosa, mempercayai Injil dan melayani Tuhan. Defenisi ini
menegaskan kita harus bertitik tolak dari situasi kerusakan total manusia yang
telah jatuh ke dalam dosa, dan ketidakmampuannya untuk hidup bergaul
dengan Tuhan. Kebebasan sejati yang telah hilang dipulihkan kembali, sehingga
manusia yang mati dalam dosa, menjadi hidup hidup secara rohani lagi dan
dimampukan lagi untuk mengasihi dan melayani Allah.

2.2 Ajaran Alkitab mengenai kelahiran kembali

Dalam PL kita sudah belajar tentang kelahiran kembali sebagai perubahan


radikal yang hanya dapat disebabkan oleh Allah saja (Ulangan 30:6; Allah harus
menyunati bangsa Israel dan hati keturunan mereka, sehingga mereka dapat
mengasihi Allah dengan segenap hati mereka;Yeremia 31:33 ‘Aku akan menaruh
taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka, maka
Aku akan menjadi Allah dengan segenap hati mereka; Yeh.36: 26 ‘hati yang
baru, roh yang baru, menjauhkan dari tubuh hati yang keras).

Dalam PB pengajaran kelahiran kembali kita lebih banyak mendapatkan nas


yang menjelaskan tentang kelahirran kembali:

Matius 15:13 “setiap tanaman yang ditanam oleh Bapa-Ku yang di sorga akan
dicabut dengan akar-akarnya”,

Yohanes 3:3-8 ‘Jika seorang tidak dilahirkan kembali (dari atas’ anothen), ia
tidak mendapat kerajaan Allah. Artinya peristiwa itu adalah tunggal (Aorist),
dan kita bersifat pasif. Dalam kelahiran natural kita secara total pasif. Demikian
juga dengan kelahiran rohani kita. Dalam ayat 5 ‘jika seorang tidak dilahirkan
kembali ia tidak masuk ke dalam kerajaan Allah’. Air merujuk kepada
pemurnian rohani bukan kepada baptisan, seperti dalam PL. Dilahirkan dari
Roh artinya pelaku kelahiran baru ini adalah Roh Kudus. kelahiran kembali
mutlak perlu untuk semua orang. Dalam Titus 3:5 Paulus menggunakan kata
Palingenesia (permandian kelahiran kembali), kata ini merujuk kepada awal
kehidupan rohani baru. Pembaharuan rohani yang dikerjakan Roh Kudus
menjadi nyata dalam proses pengudusan.
Paulus juga memakai istilah-istilah lain untuk kelahiran kembali : Pertama,
Allah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, walaupun kita telah
mati karena dosa (Efesus 2:5; bnd.Kolose 2:13). Kedua, orang-orang yang
percaya kepada Kristus disebut ciptaan baru (2 Korintus 5:17; Galatia 6:15).
Kemudian Petrus dan Yakobus menyatakan Allah yang melahirkan kita kembali,
oleh Firman Allah yang hidup dan yang kekal (1 Petrus 1:23) dan yang
menjadikan kita oleh Firman kebenaran (Yakobus 1:18). Allah telah melahirkan
kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati ( 1 Petrus
1:3).

Dalam surat 1 Yohanes menjadi jelas bahwa kelahiran kembali akan menjadi
nyata dalam kehidupan dan perbuatan-perbuatan kita: berbuat kebenaran (1
Yohanes 2:29), tidak berbuat dosa lagi (1 Yohanes 3:9) yaitu tidak akan terus
menerus hidup dalam dosa, mengasihi saudara (1 Yohanes 4:7), memiliki iman
(1 Yohanes 5:1) dalam arti iman merupakan bukti yang kelihatan dari regenerasi
yaitu percaya bahwa Yesus adalah Kristus, mengalahkan dunia (1 Yohanes 5:4),
kita dilindungi Allah (1 Yohanes 5:18) sehingga kita tidak akan berpaling dari
iman dan dari anugrah.

Kesimpulan: kelahiran kembali merupakan suatu perubahan radikal dari


kematian rohani menjadi hidup secara rohani yang : dikerjakan oleh Roh Kudus
(kita sepenuhnya pasif), merupakan anugrah Allah yang berdaulat, terjadi di
dalam persekutuan dengan Kristus.[15]

2.3 Kelahiran kembali bersifat Supra-Natural

Menurut Grudem apa persis yang terjadi di dalam kelahiran kembali bersifat
supranatural.[16] Dia menunjuk kepada Yohanes 3:8 “angin bertiup kemana ia
mau, dan engkau mendengar bunyinya, tetapi engkau tidak tahu dari mana ia
datang atau kemana ia pergi. Demikian halnya dengan tiap-tiap orang yang lahir
dari Roh.

Meskipun kelahiran kembali bersifat supra-natural namun ada beberapa ciri


khasnya:

1. Kelahiran kembali bukan suatu proses yang berlanjut seumur


hidup.

Alasan : karena kelahiran kembali bukanlah seperti pengudusan yang berlanjut


seumur hidup, tetapi kelahiran kembali hanya terjadi sekali,[17] Sebab kelahiran
kembali terjadi secara seketika bagi orang percaya.

2. Kelahiran kembali mempengaruhi keseluruhan


pribadi, maksudnya: bukan saja hati kita dan roh kita yang dahulu mati,
melainkan kita sebagai pribadi yang utuh (dahulu mati karena pelanggaran dan
dosa-dosa Efesus 2:1). Kemudian Allah menghidupkan kita menyangkut
keseluruhan pribadi bersama dengan Kristus (efesus 2:5). Pemberian hati yang
baru berarti pusat dari seluruh aktivitas manusia diperbaharui (seluruh hidup
manusia diperbaharui).

2.4 Kelahiran kembali dan hubungannya dengan doktrin-doktrin lain

kelahiran kembali sangat berhubungan erat dengan panggilan efektif karena


kedua-duanya menunjuk kepada permulaan hidup yang baru dan merupakan
karya Allah semata-mata. Hoekema mengatkan kedua hal ini identik sebab
mendeskripsikan perubahan dari kematian rohani kepada kehidupan
rohani[18]. Sedangkan Berkhof berpendapat bahwa panggilan efektif kadang-
kadang mengikuti kelahiran kembali
2.5 Kelahiran kembali dan pemberitaan Injil

Dalam pemberitaan Injil kita tidak menyuruh orang untuk lahir kembali, karena
dalam kelahiran kembali manusia pasif, namun kita tetap memanggil orang
untuk bertobat dan percaya kepaya Yesus. Menurut hoekema kelahiran kembali
dikejarkan langsung Roh Kudus di dalam diri kita tanpa perantara dan juga
tanpa pemberitaan Injil. Yang disebabkan oleh pemberitaan Injil adalah
kelahiran kembali dalam arti luas yaitu manisfestasi pertama dari kehidupan
rohani baru.[19]

Dalam Pasal-pasal ajaran Dodrech III/IV :17, menjelaskan karya Allah yang
supranatural dan ajaib olehnya kita dilahirkan kembali, tetapi tidak mencegah
kita untuk meniadakan pemakaian Injil yang telah ditentukan Allah itu menjadi
benih kelahiran kembali dan makanan bagi jiwa. Jadi, Roh Kudus memakai
Firman Allah untuk mengerjakan kelahiran kembali, dengan kata lain Roh
Kudus memakai Firman sebagai sarana. Hal ini menjadi dorongan yang kuat
untuk tetap memberitakan Injil, walaupun pemberitaan Injil tidak dapat
menuntut kelahiran kembali dari para pendengar, namun harus memangil
pendengar untuk beriman kepada Injil dan bertobat dari dosa, sambil kita
percaya bahwa Allah akan memberikan kepada para pendengar kemampuan
untuk bertobat dan percaya.[20]

3.Konversi (Iman dan pertobatan)

Konversi merupakan suatu bukti yang kelihatan dan regenerasi[21] dan


mencakup dua aspek keselamatan yang sangat berkaitan erat, yaitu pertobatan
dan iman.

Konversi adalah tindakan yang dilakukan secara sadar oleh seseorang yang telah
mengalami regenerasi dimana dia berpaling kepada Allah di dalam pertobatan
dan iman.[22]

Dalam Konversi ada dua hal :

Menjauhkan diri dari dosa yaitu iluminasi pada pikiran dimana dosa dikenali
dalam pengertian yang sesungguhnya; penyesalan yang sungguh atas dosa;
pengakuan yang rendah hati akan dosa; membenci dosa, yang mencakup
keputusan yang tegas untuk meninggalkannya.

Mengarahkan diri kepada Allah dalam pelayanan artinya kembali kepada Allah
dengan iman bahwa Dia akan mengampuni dosa kita; sukacita yang penuh di
dalam Allah melalui Kristus; kasih yang murni kepada Allah dan sesama beserta
kesukaan di dalam melayani Allah.

Konversi : Karya Allah dan aktivitas manusia

Di dalam konversi kita menemukan suatu paradoks yang tidak dapat


diselesaikan dengan akal budi orang percaya tetapi tidak boleh dihilangkan,
sebab di dalam konversi ada karya Allah dan aktivitas manusia. Di bagian ini
kita akan menemukan penjelasan dengan memperhatikan apa yang dikatakan
Alkitab.

Konversi sebagai karya Allah:

Iman : Tidak ada seorang pun dapat datang kepada-Ku, kalau Bapa tidak
mengaruniakannya (Yohanes 6:65); semua orang yang ditentukan Allah untuk
hidup yang kekal, menjadi percaya (Kisah Para Rasul 13:48); tidak ada seorang
pun, yang dapat mengaku: Yesus adalah Tuhan, selain oleh Roh Kudus (I
Korintus 12:3); sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman, itu
bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah (Efesus 2:8); kepada kamu
dikaruniakan... untuk percaya kepada Kristus (Filipi. 1:29); Yesus adalah
pencipta dan penyempurnaan iman kita (Ibrani 12:2); setiap orang yang
percaya, bahwa Yesus adalah Kristus, lahir dari Allah ( I Yohanes 5:1). Jadi iman
kita menyatakan bahwa kita telah diperanakan oleh Allah dan masih berada di
dalam kondisi itu.

Pertobatan : Ya Allah, pulihkanlah kami, buatlah wajahMu bersinar, maka kami


akan selamat (Mazmur 80:3,8,20); Bawa aku kembali, supaya aku berbalik,
sebab Engkaulah TUHAN Allahku (Yeremia 31:18); Bawalah kami kembali
kepada-Mu, ya TUHAN, maka kami akan kembali ((Yeremia 31:18)); di luar
kamu tidak dapat berbuat apa-apa (Yohanes 15:5); untuk memberikan
pertobatan dan pengampunan dosa kepada Israel (Kis. 5:31); Kis. 11:18; 2
Timotius 2:25.

Konversi sebagai aktivitas manusia.

Iman : supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah dan supaya
kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya (Yohanes 20:31)
percayalah kepada Tuhan Yesus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi
rumahngmu (Kisah Para Rasul 16:9); sebab jika kamu...percaya dalam hatimu
bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan
diselamatkan (Rm. 10:9); jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran
oleh Firman Kristus (Rm. 10:17); dan inilah kemenangan yang mengalahkan
dunia : iman kita (I Yohanes 5:4).

Pertobatan : baik orang fasik meninggalkan jalannya....baik ia kembali kepada


Tuhan, maka Dia akan mengasihinya (Yes. 55:7); Bertobatlah, bertobatlah dalam
hidupmu yang jahat itu (Yes. 33:11); Bertobatlah, sebab kerajaan Sorga sudah
dekat (Matius 4:17); bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi
dirimu di baptis (Kis. 2:38); karena itu sadarlah dan bertobatlah, supaya
dosamu dihapuskan (Kisah Para Rasul 3:19); maka sekarang Allah
memberitakan kepada manusia, bahwa dimana-mana semua mereka harus
bertobat (Kisah Para Rasul 17:30); bahwa mereka harus bertobat dan berbalik
kepada Allah (Kisah Para Rasul 26:20).

Kedua hal ini terdapat suatu paradoks sebab Allah harus membuat kita bertobat
dan percaya dan disisi lain kita juga harus bertobat dan percaya. Para pemberita
Injil harus orang-orang yang mendengarkan pemberitaannya untuk bertobat
dan percaya, dan sekaligus kita harus menyadari bahwa tidak ada seorang pun
yang dapat bertobat dan percaya, kalau Allah tidak mengaruniakannya (Yohanes
6:65).

Dalam ajaran Dodrech III/IV :12, menekankan karya Allah dalam kelahiran
kembali, juga mengungkapkan aktivitas manusia dalam pertobatan dan iman
mereka: ‘kehendak yang telah diperbaharui tidak hanya digerakkan dan di
dorong Allah karena setelah digerakkan Allah maka kehendak itu sendiri juga
bergerak. Dengan demikian juga dapat dikatakan bahwa oleh karunia yang telah
diterimanya, manusia sendiri percaya dan bertobat.

Hoekema membedakan beberapa jenis konversi[23]

1.Konversi sejati, hanya dapat terjadi satu kali dalam kehidupan seseorang
misalnya Rasul Paulus.

2.Koversi nasional, artinya seluruh bangsa (Israel) kembali kepada Allah,


misalnya: bangsa Israel di bawah pimpinan Hizkia dan Yosia, dan bangsa
Niniwe. Konversi ini tidak berarti bahwa setiap anggota bangsa itu bertobat.

3. Konvensi sementara, yaitu konversi yang tidak sejati, seperti dalam


perumpamaan penabur benih (mat. 13:20-21)

Konversi kedua, yaitu seseorang percaya sejati yang jatuh dalam dosa tertentu
atau hanya menjadi orang Kristen nominal untuk sementara waktu, yang
kemudian kembali lagi kepada Allah, yang kaya akan rahmat, sesuai dengan
rencana pemilihan yang tidak berubah-rubah, tidak menjauhkan sama sekali
Roh Kudus dari orang-orang milik-Nya, bahkan mereka tidak sampai jatuh ke
dalam dosa yang menyedihkan.

Iman

Dalam pengkuan iman wesminter pada bab 14 membahas iman yang


menyelamatkan : iman yang dianugrahkan membuat orang-orang terpilih
sanggup menjadi percaya demi keselamatan jiwanya. Dengan Roh Kudus
bekerja di dalam hati setiap orang terpilih juga lewat pekerjaan pelayanan
Firman. Melalui pelayanan Firman serta doa maka iman bertambah besar dan
kuat.

Pada Katekismus Heidelberg (minggu 25) menjelaskan bahwa iman yang


membuat kita mendapat bagian dalam Kristus dan segala anugerah-Nya, datang
dari Roh kudus yang bekerja menciptakan iman itu di dalam hati kita melalui
pemberitaan Injil yang kudus dan yang menguatkannya melalui penerimaan
sakramen.

Dengan iman yang menyelamatkan secara umum kita percaya bahwa apa pun
yang dinyatakan dalam Firman adalah benar (Yohanes 2:22; 4:50; 5:46-47;
12:38; Kisah Para Rasul 24:14). Dengan iman yang menyelamatkan secara
khusus kita menyambut dan meraih Kristus serta bertumpu pada Dia demi
pembenaran, pengudusan, dan kehidupan kekal yang diperoleh melalui
perjanjian anugerah (Yohanes 1:12; Kis. 15:11; 16:31; Galatia 2:20).

Pentingnya iman

Iman merupakan aspek yang esensial dari konversi, bersamaan dengan


pertobatan, keduanya merupakan keharusan dalam keselamatan. tanpa iman
kata penulis kitab Ibrani mustahil orang dapat berkenaan kepada Allah (Ibrani
11:6) iman merupakan karya luar biasa yang dituntut Allah dari diri kita
(Yohanes 6:29); iman adalah sarana yang dengannya kita diselamatkan (Ibrani
11:1) (bnd. Yoh. 3:23; Yohanes 20:31; Rm. 10:9; 1 Ptr. 1:5; Galatia 5:6; Kis. 2:44)

Dalam PL ada tiga kata yang paling umum dipakai untuk iman adalah[26]

He’emin : menyebabkan untuk mendukung, menyebabkan menjadi teguh,


mempercayakan diri kepada seseorang (Kejadian 15:6)

Batach : yakin, bersandar, mempercayai (Mzm. 25:2; 13:6a; 84:13; Ams. 16:20;
Yes. 26: 3-4)

Chasah : mencari perlindungan (Mzm. 2:12; 25:20; 31:2; 57:2; 91:4).

Menurut Paulus zaman PB dapat di cirikhaskan sebagai zaman dimana iman itu
telah datang (Gal. 3:25). Maksud Paulus bahwa objek dari iman kita adalah
Yesus Kristus, telah menyatakan diri-Nya.

Kata pistis secara umum dipakai dalam arti iman yang dengannya kita
mempercayai (lih. Kis. 11:24; Rm. 3:28; Ef. 2:8). Namun kata pistis kadang-
kadang dapat berarti iman yang diyakini yaitu isi dari apa yang dipercayai (lih.
Yud. 3; Gal. 1:23; 1 Tim. 4:1).

Kata pisteuein memiliki arti :

1) berpikir bahwa sesuatu adalah benar (Mat. 24:23)

2) menerima pesan Allah (Kis. 24:14)

3) menerima Yesus sebagai Mesias (Yoh. 3:16).

Jadi, iman bukan saja berarti mempercayai kebenaran yang disampaikan oleh
para rasul atau orang lain, melainkan juga suatu kepercayaan pribadi kepada
Kristus sebagai juruselamat.

iman menurut Alkitab

Iman merupakan inti dari kehidupan umat Allah baik di dalam PL maupun
PB[27] (lih. Kej. 3:15; Ibr. 11:4-7). Abraham adalah bapa semua orang percaya
yang tidak bersunat dan yang bersunat (Rm. 4:11-12), dan mereka yang hidup
dari iman adalah anak-anak Ambraham (Gal. 3:7). Iman juga memainkan peran
yang penting dalam kitab Mazmur dan kitab nabi-nabi. Dalam PL iman adalah
mengucapkan Amin kepada Allah, sedangkan di dalam PB iman adalah
mengucapkan Amin kepada Injil.[28]

Kata Pisteuein hampir 100 kali di dalam Injil Yohanes. Penekanannya lebih
kepada iman yang menyelamatkan (Yoh. 3:16,18,36; 6:47; 7:8; 11:25-26).
Artinya mengakui Yesus Kristus sebagai juruselamat yang diutus oleh Bapa ke
dalam dunia, berserah kepada-Nya dan mempercayai-Nya

Iman dalam Kisah Rasul adalah pertama, penerimaan terhadap kesaksian rasuli
tentang Kristus. Kedua, kepercayaan secara pribadi kepada Kristus untuk
keselamatan.

Bagi Paulus iman adalah : Pertama, kita hanya dibenarkan oleh iman (Rm.
3:28). Kedua, kesatuan kita dengan Kristus dialami dan dipertahankan melalui
iman (Ef. 3:17). Ketiga, iman harus menyatakan dirinya di dalam kasih dan
kehidupan yang benar (Gal. 5:6).Yakobus menekankan “iman tanpa perbuatan
adalah mati” (Yakobus 2:26).

Penulis Ibrani mau menghindari bahwa para pembaca suratnya akan menjadi
murtad dan kembali kepada hukum taurat tanpa Kristus. Teladan-teladan
pahlawan iman merupakan dorongan bagi mereka untuk berlomba dengan
tekun dalam perlombaan yang telah diwajibkan bagi kita (Ibr. 12:1). Di dalam
kitab Ibrani iman digambarkan sebagai dinamika kehidupan Kristen, yang
dengannya kita mampu untuk bertekun sampai akhir.

Dalam surat Petrus “iman dikaikan dengan pengharapan” (1 Ptr. 1:5,21)

Yohanes menekankan bahwa iman sejati membawa serta pengetahuan ( 1 Yoh.


5:13)

Kesimpulan : keselamatan hanya di dapatkan melalui iman yang hidup pada


Kristus.

Di samping deskripsi-deskripsi iman yang disebutkan di atas kita dapat


menyebutkan deskripsi-deskripsi yang berikut ini: “iman adalah dasar dari
segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita
liha”. Menurut Hoekema kata yang diterjemahkan dengan “dasar” (hupostasis)
artinya surat bukti hak milik, dan kata yang diterjemahkan dengan “bukti”
(elenchos) berarti bukti yang meyakinkan tentang realitas yang tidak realitas.
Dengan iman seperti itu kita dapat bertekun melawan segala cobaan.[29]

Deskripsi-deskripsi lain yang Hoekma sebut :[30]

§ Tindakan untuk datang kepada Yesus (Yoh. 6:37)

§ Memakan Kristus (Yoh.6:51) artinya menerima segala sesuatu dari Kristus

§ Meminum Kristus (Yoh. 4:14), Kehausan rohani kita telah terpuaskan untuk
selama-lamanya

§ Tinggal di dalam Kristus (Yoh. 15:5). Yaitu berdiam di dalam Kristus,


bersandar kepada-Nya, mendapatkan kekuatan dari-Nya, dan hidup dalam
persekutuan terus menerus.

Dalam beberapa deskrispsi ini, jelas bahwa iman tidak bersifat sementara, dan
melibatkan seluruh kehidupan kita. Ini berarti melebihi intelektual seseorang.

Konsep iman

Iman yang menyelamatkan dapat didefenisikan sebagai suatu respon terhadap


panggilan Allah melalui penerimaan akan Kristus dengan keseluruhan pribadi
yaitu dengan keyakinan yang pasti mengenai kebenaran Injil dan penyerahan
penuh keyakinan pada Allah di dalam Kristus tentang keselamatan kita, serta
dengan komitmen sejati kepada Kristus dan untuk melayani-Nya.[31]

Aspek-aspek dari iman yang tidak bisa dipisahkan namun dapat dibedakan:

§ Pengetahuan (knowledge) maksudnya bahwa tidak mungkin kita mempercayai


seseorang yang kita tidak kenal atau kita tidak ketahui sama sekali, artinya yang
kita percayai kita tahu. Walaupun kita tidak bisa memahami Allah sampai
tuntas, kita bisa mengenal Allah dan mendapat pengetahuan tentang
keselamatan yang sedang dikerjakan oleh Allah.

Konsep pengetahuan tentang iman berbeda dengan pengetahuan di dalam sains


matematika. Alkitab dengan jelas mengajarkan bahwa tanpa iman mustahil
terdapat iman yang sejati. Untuk itu kita harus memiliki pengetahuan yang
cukup untuk mengetahui siapa yang kita percaya dan apa yang telah Kristus
lakukan bagi kita.

Hal yang harus disadari adalah Allah tidak terbatas, dan karena iman
mempercayai Allah dan karya keselamatan dari-Nya, maka pengetahuan yang
tercakup di dalam iman bukanlah pemahaman secara total, artinya Allah tidak
dapat dipahami sampai tuntas.

§ Persetujuan (assent) : maksudnya suatu tindakan yang dengannya secara


teguh menerima bahwa ajaran Firman Allah adalah benar. Persetujuan seperti
ini harus melibatkan keseluruhan diri kita, kita menerima sebagai hal yang
benar apa yang diajarkan oleh Alkitab kepada kita mengenai dosa, Kristus,
keselamatan, dan tujuan Allah bagi hidup kita. Jika pengetahuan yang terlibat di
dalam iman kita tidak mencakup adanya persetujuan ini, maka iman kita
bukanlah iman yang sejati.

§ Kepercayaan (trust). Aspek ini adalah puncak dari iman. Bahwa iman sejati
meliputi kepercayaan adalah hal yang sudah jelas kata-kata yang dipergunakan
untuk iman di dalam Alkitab, dari gambaran-gambaran yang dipergunakan
Alkitab untuk mendeskripsikan iman, dan dari natur tindakan-tindakan yang
terlibat di dalam iman. Iman adalah berpaling dari diri sendiri, dan bersandar
secara penuh kepada Kristus untuk keselamatan.[32] Hal sama dijelaskan dalam
katekismus Heidelberg Minggu ke-7, iman adalah kepercayaan yang teguh yang
dikerjakan dalam hatiku oleh Roh Kudus, melalui Injil. Isinya adalah bahwa
pengampunan dosa dan kebenaran serta keselamatan yang kekal telah
dikeruniakan tidak hanya kepada orang lain saja, tetapi juga kedaku, oleh
rahmat Tuhan semata-mata, hanya berdasarkan jasa-jasa Kristus saja.

Kepastian keselamatan.

Kepastian keselamatan tidak terletak dalam iman atau perbuatan kita,


“meskipun kita melakukan perbuatan baik, kita tidak menjadikan dasar
keselamatan kita, sebab kita tidak dapat melakukan satu perbuatan pun yang
tidak tercemar oleh kedagingan kita dan patut mendapat hukuman” jadi, kita
akan selalu bimbang, terombang ambing, tanpa kepastian, dan hati nurani kita
yang malang akan tersiksa secara terus menerus jika tidak didasarkan pada jasa
dari penderitaan dan kematian juruselamat kita (PGIB). Hal yang sama
ditekankan dalam KH minggu 23 “layaklah imanku membuat Allah berkenan
kepadaku? Tidak, melainkan hanya pelaksanaan pelunasan oleh Kristus,
kebenaran-Nya dan kesucian-Nya semata-mata merupakan kebenaranku
dihadapan Allah. Namun tanpa iman tidak mungkin kuterima dan kuraih
semuanya.

Kalau seseorang diselamatkan oleh anugerah, maka dapat meyakini akan


keselamatan dirinya, walaupun dia mungkin tidak selalu memiliki keyakinan itu
secara penuh. Karena itu kepastian keselamatan bukan saja mungkin tetapi juga
merupakan esensi dari iman dan bukan sesuatu yang ditambahkan kepada
iman. Calvin tidak menyangkal bahwa orang-orang percaya mungkin
kekurangan kepastian keselamatan. Tetapi mereka harus berjuang melawan
keraguan dan mendapatkan kepastian yang semakin besar.[33]

Dalam hal ini Calvin tidak sependapat dengan Katholik Roma yang menyatakan
bahwa orang percaya tidak dapat memiliki kepastian keselamatan kecuali
dengan wahyu khusus. Karena tidak seorang pun yang dapat mengetahui
dengan kepastian iman, yang tidak dapat salah, bahwa dirinya telah
mendapatkan anugerah Allah. Menanggapi hal ini berkouwer menyatakan
penolakan Katolik Roma terhadap kepastian keselamatan adalah konsisten
dengan konsep mereka tentang natur keselamatan yaitu melihat keselamatan
sebagai upaya bersama Allah dengan manusia. Pernyataan ini dikutip dari
tulisan Hoekema (hlm.207).

Tentang kepastian keselamatan kita melihat apa yang diajarkan oleh


Alkitab:[34]

§ Secara ideal iman seharusnya membawa serta keyakinan di dalamnya. Lihat


Ibrani 11:1 “menurut ayat ini membawa kepastian akan keselamatan yang
diharapkan, 1 Yoh. 5:13 “supaya kamu yang percaya kepada nama Anak Allah
tahu bahwa kamu memiliki hidup yang kekal”,

§ Orang-orang percaya sejati suatu waktu dapat saja kekurangan keyakinan.


Lihat Lukas 12:28 “hai orang yang kurang percaya”, Lukas 17:5 “tambahkan
iman kami”, Markus 9:24 “ tolonglah aku yang tidak percaya ini” Ibrani 3:12
yang dibicarakan dalam ayat ini bahwa orang percaya terkadang dapat saja tidak
memiliki kepastian penuh akan keselamatan, dan bahwa mereka dapat
kehilangan rasa kepastian setelah menikmatinya untuk suatu waktu.

§ Perlu memupuk kepastian keselamatan. Lihat 2 Petrus 2:1-10 “karena itu


saudara-saudara, berusahalah sungguh-sungguh supaya panggilan dan
pilihanmu makin teguh.

Kesimpulan :Alkitab mengajarkan kepada kita bahwa secara ideal iman


seharusnya membawa kepastian yang penuh akan keselamatan, meskipun
bahwa orang-orang percaya dapat saja untuk suatu waktu kekurangan kepastian
ini, karena itu, kita harus berupaya memelihara kepastian keselamatan yang
semakin besar dan berdoa agar kita dapat membedakan dengan semakin jelas
kesaksian Roh yang meneguhkan bahwa kita adalah anak-anak Allah.[35]

Keyakinan tentang keselamatan juga ditekankan dalam pengakuan-pengakuan


iman Reformed “ barang siapa memiliki Yesus Kristus oleh iman mempunyai
kepastian keselamatan. Hal sama ditekankan dalam ajaran Dordrech : kepastian
itu tidak timbul dari salah satu penyataan khusus, yang berlangsung tanpa atau
di luar Firman tetapi dari kepercayaan kepada janji Allah yang telah dinyatakan-
Nya dengan begitu berlimpah dalam Firman-Nya demi penghiburan kita, dan
dari kesaksian Roh Kudus yang bersaksi bersama dengan roh kita bahwa kita
adalah anak-anak Allah dan ahli waris kerajaan Allah.

Iman sebagai alat

Dalam PGIB menjelaskan “kita tidak beranggapan seolah-seolah iman sendirilah


yang membenarkan kita dalam arti yang sesungguhnya, sebab iman itu hanya
alat yang dengannya kita memeluk Kristus yang adalah kebenaran kita. Maksud
iman hanya sekedar alat adalah menunjukan bahwa bukan iman kita yang
menyelamatkan kita, melainkan Kristus sendiri. Kristus adalah keselamatan
kita, sedangkan iman alat yang membuat kita tetap berada bersama Dia dalam
persekutuan dengan-Nya. Hal ini ditambahkan Van Genderen/Velema bahwa
iman adalah alat, karena bukan iman itu sendiri yang menyelamatkan kita,
namun tidak berati bahwa iman itu kosong. Iman bukan alat mekanis melainkan
alat untuk berhubungan dengan Allah. Dalam hubungan itu seorang percaya
menyangkal dirinya dan hidup dari apa yang Allah berikan kepadanya melalui
Kristus. Karena itu iman sangat penting sebab syarat untuk memegang anugerah
Allah dan oleh iman yang dianugerahkan kita memperoleh kebenaran
Kristus.[36]

BACA JUGA: KONVERSI: IMAN DAN PERTOBATAN

Menurut Reymond, fungsi iman ini menyatakan tiga hal:

· Iman bersifat anugerah yang menyelamatkan, pemberian (Kisah Para Rasul


13:46-48; 16:14; Efesus 2:8; Filipi 1:29)

· Iman itu berhadapan dengan menaati hukum (taurat). Untuk mendapatkan


keselamatan, kita tidak mengharapkan sedikit pun dari usaha kita sendiri
(menaati hukum taurat), tetapi kita mengharapkan segala sesuatu dari Kristus
saja (Roma. 3:20-22, 28; 4:5,14; 10:4; Galatia 2:16, 3:11; Filipi 3:9).

· Iman merupakan respon yang satu-satunya terhadap panggilan Allah yang


sesuai dengan anugerah Allah. (Roma 4:16; 11:6; Galatia 5:4).

Pertobatan

Pertobatan adalah tindakan yang secara sadar dilakukan oleh seorang yang telah
diregenerasikan untuk berbalik dari dosa kepada Allah di dalam suatu
perubahan kehidupan sepenuhnya, yang dinyatakan di dalam bentuk suatu cara
berpikir, merasa dan berkehendak yang baru.

Dalam pertobatan meliputi tiga aspek yaitu: Pertama, pikiran (intelektual) :


yang menunjuk kepada pengenalan akan Allah, kesadaran akan dosa, dan
pemahaman akan karya keselamatan Allah. Kedua, emosi atau perasaan :
sukacita ( 2 Korintus 7:10) karena pengampunan dosa dan ketaatan kepada
kehendak Allah. Ketiga, kehendak : menunjuk kepada perubahan dalam tujuan
dan motivasi kita[24].

Pertobatan yang sejati melibatkan komitmen total, seperti yang dijelaskan


dalam Matius 10:37-39 “Barang siapa mengasihi bapa atau ibunya, atau anaknya
laki-laki atau perempuan, atau tidak memikul salibnya, atau mempertahankan
nyawanya...... lebih dari pada-KU ia tidak layak bagi-Ku. Pertobatan sejati juga
dapat kita lihat pada penyesalam Petrus (Mat. 26:75) dia menangis dengan
sedih. Penyesalan ini membawa kepada pengampunan dan pemulihan.
Sedangkan penyesalan Yudas membuat dia menggantung diri (Matius 27:3-5).
Kedua penyesalan ini ada perbedaan, karena dukacita menurut kehendak Allah
menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan sedangkan dukacita dari
dunia menghasilkan kematian ( 2 Korintus 7:10).

Pertobatan sejati sangat perlu sebab tanpa pertobatan dan penyesalan iman kita
bersifat dangkal. Meskipun pertobatan dan penyesalan bukan cara untuk
melunasi dosa sebab yang melanasi dosa adalah tindakan Allah di dalam
Kristus, namun penyesalan itu sangat perlu bagi semua orang berdosa karena
tanpa itu tidak seorang pun dapat mengharapkan pengampunan. Tentang ini
dalam PIW XV:4 : menjelaskan sebagaimana dosa yang paling kecil pun patut di
ganjar dengan hukuman kekal, begitu pula dosa yang paling besar pun tidak
dapat mendatangkan hukuman kematian kekal atas orang-orang yang sungguh-
sungguh menyesal.

3.1. Hubungan pertobatan dengan iman

Pada pembahasan konversi sebelumnya telah dijelaskan bahwa pertobatan dan


iman berkaitan erat, kedua-duanya tidak dapat dipisahkan sebab pertobatan dan
iman adalah hasil dari kelahiran kembali. Meskipun demikian kita harus tetap
membedakan. Menurut Hoekema yang dikutip dari tulisan John Murray
menyatakan “iman yang memimpin kepada keselamatan adalah iman yang
menyesali dosa-dosanya, dan pertobatan yang membawa kepada kehidupan
adalah pertobatan yang mempercayai Allah”. Tidak mungkin kita percaya tanpa
adanya pertobatan, dan tidak mungkin juga kita bertobat tanpa percaya kepada
Yesus Kristus.

3.2. Jenis kata pertobatan dalam Alkitab.

Dalam PL dua kata yang dipakai untuk pertobatan:

Nicham : Menyesal. Kata ini sering dipakai untuk suatu perubahan dalam
rencana-rencana Allah (Kej. 6:6-7; Keluaran 32:12,14; Hab. 2:18 (berbelas
kasihan), tetapi kadang-kadang juga dipakai untuk mendeskripsikan penyesalan
atas dosa di dalam diri manusia; Ayub. 42:6; Yeremia 31:19.

Shubh : berbalik, Pergi kearah yang berlawanan. Pertobatan berarti perubahan


dalam arah dari jalan yang salah ke jalan yang benar ( I Raj. 8:35; Ayub. 36:10;
Maz. 51:15; Mal. 3:7)

Dalam penjelasan nas ini jelas bahwa dalam pertobatan ini hati kita terlibat,
bnd. Yoel 2:12-13: “berbalik kepada-Ku dengan segenap hatimu, dengan
berpuasa, dengan menangis dan dengan mengaduh.

Dalam PB pertobatan terutama dijelaskan dengan memakai dua kata:

· Metanoia (pertobatan) 22 kali dan Metanoeo (bertobat) 34 kali. Ini menunjuk


kepada suatu perubahan pikiran hati. Hoekma menekankan bahwa Metanoia
mencakup suatu perubahan dari suatu pribadi secara utuh seperti perubahan
pikiran, perasaan, kehendak dan di kelakuan (lih. Mat. 3:2; 4:17; Luk. 24:46-47;
Kis. 17:30.

· Epistrepho (dari kata epistrophe hanya dipakai satu kali, Kis. 15:3). Strepho
artinya berputar kembali atau berbalik arah (lih. Kis. 15:19; 26:18; 1 Tesalonika
1:9; 1 Ptr. 2:25.

Di samping kedua kata ini masih ada kata lain kadang-kadang digunakan yaitu
metamelomai yang berarti mengubah keputusan (mat. 21:30,32) atau menyesal
yang tidak membawa kepada kehidupan (Ma. 27:3).

3.2 Pertobatan sehari-hari

Dalam tulisan Calvin dia menjelaskan tentang pertobatan yang berkelanjutan


(lih. Mat. 16:24, Rm. 12:2). Fakta ini mempunyai 3 implikasi[25] :

Ada perbedaan pertobatan awal dan pertobatan yang berlanjut disepanjang


hidup kita.

Pertobatan sehari-hari ini (berlanjut) secara mendasar sama dengan aspek


pengudusan progresif yang berlajut terus dalam kehidupan ini.

Pertobatan sehari-hari tidak pernah sempurna dikerjakan oleh kita. Katekismus


Heidelberg menjelaskan “bahkan orang yang paling suci pun selama hidup di
dunia ini, baru berada pada taraf permulaan ketaatan. Kita terus menerus
membutuhkan pengampunan untuk dosa-dosa kita, dan untuk ketidak-
sempurnaan pertobatan kita. Di sini menjadi nyata bahwa kita tidak
diselamatkan oleh perbuatan kita, tetapi karena kasih karunia Allah yang
melimpah (ef. 2:7-9).

4. PEMBENARAN.

Martin Luther sangat bergumul dengan kalimat keadilan Allah, karena dia
berpikir bahwa keadilan itu bersifat penghukuman. Dia tidak percaya bahwa
keadilan itu dapat menyelamatkan orang seperti yang tertulis dalam Mazmur
31:2 “luputkanlah aku oleh karena keadilanmu. Setelah Luther membaca dan
memahami Roma 1:16-17 (sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang
bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis : orang
benar akan hidup oleh iman), ia menjadi sadar bahwa kebenaran Allah bukanlah
keadilan yang menghukum orang-orang berdosa, melainkan suatu kebenaran
yang Allah berikan kepada orang-orang berdosa yang membutuhkannya, dan
yang dapat mereka terima dengan iman.[37]

1. Istilah pembenaran dalam Alkitab

Istilah Ibrani untuk kata membenarkan adalah hitsdig dari kata tsadag artinya
menjadikan benar atau berbalik kepada kebenaran (Dan. 12:3). Kata ini juga
dipakai dalam pengertian forensik atau legal, yaitu menyatakan atau
mendeklarasikan secara Yudisial bahwa seseorang adalah sesuai dengan hukum
misalnya: Ulangan 25:1 “Apabila ada perselisihan.....maka hakim membenarkan
pihak yang benar dan menyatakan salah pihak yang bersalah.[38]
Dalam PL terdapat juga istilah keadilan Allah. inilah keadilan yang menghukum,
misalnya : Mzm. 7:12; 11:5-7; Dan. 9:14. keadilan Allah juga dipakai dalam doa
sebagai dasar memohon pertolongan dan keselamatan (Mzm. 31:2; 71:2;
143:1,11). Keadilan Allah berarti Tuhan selalu melakukan apa yang dikatakan-
Ny, dan setia terhadap Firman-Nya ( 1 Samuel 15:29; Mzm. 89:35). Jadi apa
yang dikatakan Allah baik hukuman maupun janji-Nya selalu Dia lakukan.

Istilah Yunani kata membenarkan adalah dikaioo artinya menyatakan atau


mendeklarasikan seseorang sebagai yang benar ( Lukas 18:14; Kis. 13:39).
Dalam tulisan-tulisan Paulus kata ini berarti menyatakan orang-orang berdosa
benar ( Roma 4:5). Selain kata dikaioo, dalam PB kita menemukan kata
dikaiosune yang artinya kebenaran (Roma 3:21-22), atau keadilan (Roma
3:25-26). Kata ini menunjuk kepada aktivitas Allah untuk membenarkan orang-
orang berdosa (Roma 3:21-22), dan juga menunjuk kepada keadilan Allah
artinya Allah selalu bertindak sesuai dengan sifat-Nya sebagai Allah yang adil.
Allah tetap adil ketika Dia membenarkan orang-orang berdosa, dan Dia
menempati janji-Nya mengenai keselamatan. jadi, anugerah-Nya tidak
menggantikan keadilan, melainkan anugerah itu direalisasikan melalui keadilan
Allah.

Kebenaran yang dikerjakan Kristus, yang diperhitungkan kepada orang-orang


berdosa yang percaya kepada-Nya.

Keadilan Allah, selalu melakukan apa yang Dia katakan atau janjikan.

Kebenaran yang dilakukan oleh Kristus, menaati kehendak Allah secara


sempurna, dan juga harus dilakukan oleh setiap orang percaya.

1 Dasar Alkitab

Pembenaran karena iman dengan jelas diajarkan di dalam PB, tetapi juga
sebelumnya sudah dijelaskan di dalam PL. Di dalam PL ayat yang paling
menonjol adalah dalam Kejadian 15:6 “lalu percayalah Abraham kepada Tuhan,
maka Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran. Abraham
dibenarkan karena iman. Memang Abraham belum dapat percaya kepada Yesus
yang telah menjadi manusia, tetapi dia sudah percaya kepada Mesias yang akan
datang. Paulus mengutip Kejadian 15:6 di dalam Roma 4:3,22 dan Galatia 3:6
untuk menunjukkan bahwa Abraham, bapa orang percaya, dibenarkan oleh
iman dan bukan oleh perbuatan. Yakobus juga menggunakan Kejadian 15:6 di
dalam Yakobus 2:23, merujuk kepada pembenaran atas Abraham, meskipun
tujuan Yakobus mengutip bagian ini berbeda dengan tujuan Paulus.

Walaupun pembenaran karena iman belum diajarkan secara jelas dalam PL,
namun pengampunan dosa nyata sekali dalam PL. Misalnya : Mazmur 10 3:8-12,
dikatakan Allah tidak melakukan kepada kita setimpal dengan kesalahan kita,
tetapi kasih setia-Nya besar sekali, dan Dia menjauhkan pelanggaran kita dari
pada kita. Dalam Mazmur ini, kata pembenaran tidak dipakai, tetapi
pembenaran itu dengan jelas diajarkan dalam Mikha 7:18-19; Yesaya 53:6,11.

Dalam PB pembenaran karena iman jelas sekali diajarkan Paulus dalam Roma
3:21-28. tentang ini Hoekema menyimpulkan sebagai berikut:[39]

Pembenaran berakar di dalam PL (21) : yang disaksikan dalam kitab Taurat dan
kitab para nabi. Maksud Paulus adalah alkitab PL.

Pembenaran ini diterima manfaatnya dengan iman (ay,22): kebenaran ini


merupakan karunia Allah yang diterima oleh iman.
Keharusan, pembenaran ini ditekankan dalam ayat 22b-23. dalam ayat 23 dua
hal yang ditekankan : (1) semua orang telah berbuat dosa (hemarton) kata ini
berbetuk aorist :telah berbuat dosa. Kata ini menggambarkan situasi semua
orang sekarang akibat pelanggaran Adam dan Hawa. (2) terus menerus
kehilangan atau kekurangan kemuliaan Allah (husterountai) kata ini berbentuk
present tense. Maksudnya kekurangan di dalam mempermuliakan Allah dengan
cara menjalankan kehendak-Nya secara tidak sempurna.

Dasar bagi pembenaran adalah karya pendamaian Yesus Kristus. Ada dua kata
yang perlu perhatian khusus yakni (1) pertama, apolutrosis artinya penebusan
(ay. 24), yang diartikan membeli kembali budak dan memberikannya
kemerdekaan melalui pembayaran sejumlah tebusan. Gambaran ini yang
diterapkan kepada karya Kristus. (2) hilasterion diterjemahkan pendamaian
artinya Kritus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena
iman, dalam darah-Nya (ay.25) keadilan dari pembenaran kita.

Keadilan Allah tidak dikorbankan. Allah melakukan segala sesuatu dengan adil
dan benar. Tidak ada pertentangan dengan anugerah-Nya. Allah menyediakan
korban oleh anugerah-Nya dan Kristus menanggung hukuman atas dosa-dosa
kita . ayat 25 menjelaskan dosa-dosa orang percaya pada zaman PL dapat secara
adil dibiarkan (tidak dihukum) dengan memandang kepada pengorbanan yang
akan dilakukan Kristus. Ayat 26, menjelaskan saat ini Allah dapat secara adil
membenarkan orang berdosa karena Kristus telah secara sempurna memenuhi
tuntutan keadilan Allah bagi umat-Nya.

Hoekema menyimpulkan pembahasan ini dengan mengatakan bahwa manusia


dibenarkan karena iman, bukan karena perbuatan (Roma 3:28). Nas-nas lain
yang mendukung kesimpulan ini : Galatia 2:16 dan Filipi 2:8b-9. maka
kebenaran Allah yang kita peroleh melalui iman merupakan harta yang tidak
ternilai sehingga segala hal yang dibandingkan dengannya dilihat sebagai
kerugian.

Bagaimana dengan ajaran Yakobus tentang pembenaran? Ketika kita


membandingkan perkataan Yakobus (2:14-16) dengan ajaran Paulus, maka
terdapat kontrakdiksi yang nyata diantara mereka. Paulus berkata tidak seorang
pun dibenarkan oleh karena melakukan hukum taurat sedangkan Yakobus
berkata manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya
karena iman.

Untuk memahami perbedaan ini dan bukan pertentangan kita harus


memperhatikan dua hal yakni latar belakang kedua surat dan arti yang
diberikan kepada istilah iman dan perbuatan.

Pertama, Masalah yang dihadapi Paulus adalah ia harus menjelaskan kepada


orang-orang Kristen bukan Yahudi bahwa iman dalam Yesus sudah cukup, dan
bahwa mereka tidak boleh berpikir bahwa sebagai ganti perbuatan
penyembahan berhala, mereka memerlukan perbuatan-perbuatan berdasarkan
hukum taurat untuk mendapatkan keselamatan (seperti yang dilakukan Paulus
sendiri sewaktu dia masih menjadi seorang Farisi). Sedangkan masalah yang
dihadapi Yakobus adalah sedang menghadapi orang-orang yang cenderung
berpendapat bahwa kepercayaan kepada kebenaran kekristenan secara
intelektual semata-mata sudah mencukupi untuk mendapatkan keselamatan.
Perhatikan Yakobus 2:24 ”apa gunanya jika seorang mengatakan bahwa ia
mempunyai iman pada hal ia tidak mempunyai perbuatan?.

Kedua, iman menurut Paulus adalah penerimaan Injil dan penyerahan pribadi
kepada Dia yang diberitakan. Sedangkan perbuatan baginya adalah perbuatan-
perbuatan untuk melakukan hukum taurat yang menjadi dasar kemegahan
terhadap hasil pekerjaan yang baik. Sedangkan iman menurut Yakobus adalah
ketika mengutip Kejadian 5:16 adalah iman yang disempurnakan, sedangkan
perbuatan yang ia maksud adalah perbuatan mengasihi sebagai seorang Kristen
atau perbuatan yang menggenapi hukum utama yaitu tentang mengasihi
sesama. Ketika Yakobus berkata bahwa seseorang tidak dapat dibenarkan oleh
iman yang tidak memiliki perbuatan, maka dia sebenarnya tidak menyatakan
sesuatu yang berbeda dari Paulus karena Paulus sendiri menyatakan
pemikirannya di banyak bagian lain misalnya Galatia 5:6. Maksud yang
disampaikan Yakobus

Baik Paulus maupun Yakobus pasti akan menyetujui pendapat Calvin “hanya
iman saja yang membenarkan, akan tetapi iman yang membenarkan itu
bukanlah iman yang tanpa perbuatan.[40]

2 Pandangan Katolik Roma tentang pembenaran[41]

pembenaran bukan deklarasi (seorang percaya dinyatakan benar), melainkan


suatu penamaan anugerah yang mengakibatkan suatu perubahan di dalam natur
rohani dan moral manusia dan bukan suatu deklarasi, dimana Allah
mengimputasikan kebenaran Kristus kepada orang percaya.

Iman tidak memiliki signifikansi di dalam pembenaran, tetapi menempati


tempat lebih rendah. Bagi mereka Roma 3:28, Trent menyatakan kita dapat
dibenarkan melalui iman dalam pengertian bahwa iman disini adalah awal dari
keselamatan manusia, dasar dan sumber dari semua pembenaran. Jadi
pembenaran bukan melalui iman melainkan jika seseorang menerima anugerah
yang ditanamkan melalui sakramen baptisan.

Anugerah pembenaran ini masih dapat hilang. Yang menyebabkan bisa hilang
bukan hanya karena ketidak percayaan, tetapi juga oleh setiap dosa maut (dosa
yang sangat parah melanggar perintah Allah dan yang disengaja). Dengan
melakukan dosa seperti ini , maka orang tersebut telah mati dari kedudukannya
sebagai anak Allah karena kasih Allah telah dipadamkan olehnya.

Pembenaran memampukan orang percaya mendapatkan pahala untuk


menjadikan dia berhak memperoleh kehidupan yang kekal. Pandangan ini
bertentangan dengan ajaran Alkitab dalam Roma 4:5-6 “bahwa manusia
dibenarkan karena kebenaran Kristus yang diperhitungkan kepadanya.
Demikian juga dalam Efesus 2:8-9 “karena kasih karunia kita diselamatkan
bukan karena perbuatan kita....

3. Konsep Pembenaran.

Pembenaran dapat didefenisikan sebagai tindakan anugerah dan yudisial Allah


yang dengannya Dia menyatakan orang-orang berdosa yang percaya sebagai
benar berdasarkan kebenaran Kristus yang diperhitungkan kepada mereka,
mengampuni semua dosa mereka, mengadopsi mereka sebagai anak-anak-Nya
dan memberikan kehidupan kekal kepada mereka.[42]

Dalam doktrin pembenaran ada beberapa hal yang penting:

Doktrin pembenaran mempresaposisikan adanya pengakuan atas realitas


mengenai murka Allah. Allah yang kita hadapi adalah Allah yang kudus, yang
pasti Allah pasti murka terhadap dosa kita(Hab. 1:13); murka Allah ada di atas
orang-orang yang tidak taat kepada Anak (Yoh. 3:36), Paulus mengatakan pada
dasarnya kami adalah orang-orang yang harus dimurkai (Ef. 2:3, 5:6); karena
murka ini kita jauh dari Allah (Kol. 1:21); berada dibawah kutuk Allah (Gal.
3:10).

Pembenaran merupakan suatu tindakan deklaratif dan yudisial Allah dan bukan
merupakan suatu proses. Dengan deklarasi ini kita diselamatkan dari murka
Allah, dan diperdamaikan dengan-Nya (Kolose 1:21-22).

Pembenaran diterima hanya oleh iman, dan tidak pernah merupakan pahala
bagi perbuatan kita (Roma 3:28). Walaupun masih ada dosa dan kecenderungan
untuk berdosa, namun kepastian akan pembenaran kita tidak ditiadakan. Dan
pembenaran yang telah kita terima dengan iman mempunyai implikasi bahwa
kita tidak mengalaminya secara aktual, (Pendapat Hendrikus Berkhof dalam
tulisan Hoekema hlm. 242), tetapi yang diperhitungkan kepada kita kebenaran
secara sempurna, akan dialami di saat kita membiarkan diri kita diberitahu
yaitu sebagai suatu perasaan yang terbebaskan, sukacita dan jaminan,
walaupaun kita belum benar secara sempurna.

pembenaran berakar dalam kesatuan dengan Kristus.

Pembenaran didasarkan kepada karya substitusi (penggantian) Kristus bagi kita.


Ini melibatkan tindakan Kristus mengambil tempat kita dan menanggung bagi
kita murka Allah terhadap dosa-dosa kita yang sebenarnya kita yang
menanggung. Hal ini telah diajarkan di Yesaya 53 “Tuhan telah menimpakan
kepada-Nya kejahatan kita sekalian; Yes, 53:12; Ibr, 9:28; 1 Petrus 2:24; Matius
20:28; 2 Korintus 5:21; Galatia 3:13.

Kebenaran Kristus diperhitungkan (logizomai) kepada kita. Ini disebut


pengimputasian. imputasi adalah istila legal atau yudisial yang artinya mengakui
suatu hal sebagai berlaku bagi orang lain. Kata ini digunakan dalam tiga
hubungan di dalam PB, yakni pengimputasian dosa Adam kepada keturunannya
(Roma. 5:12-21, pengimputasian umat Allah kepada Kristus (2 Korintus :21),
dan pengimputasian kebenaran Kristus kepada umat-Nya ( 1Korintus 1:30).

Di dalam pembenaran kasih karunia dan keadilan Allah dinyatakan bersama-


sama. Alkitab sering menyatakan kedua aspek ini misalnya Habakuk 3:20;
Roma 11:22; 1 Yohanes 1:9; Roma 3:24-26 “ keadilan Allah telah dipuaskan
secara sempurna oleh pendamaian Kristus” dan di kayu salib keadilan dan kasih
Allah dinyatakan secara bersama-sama.

Pembenaran memiliki sisi negatif (pengampunan dosa) dan sisi positif


(pengadopsian kita sebagai sebagai anak-anak Allah dan penerimaan oleh kita
untuk memiliki hidup yang kekal).

Pembenaran memiliki implikasi eskatologi artinya keputusan yang akan


dijatuhkan Allah kepada kita di hari penghakiman telah dinyatakan kepada kita
pada saat ini. Kita yang percaya kepada Kristus telah berpindah dari kematian
kepada Kehidupan (Yohanes 5:24; Roma 8:23; Yohanes 11:25-26).

Pembenaran yang telah diterima tidak akan hilang.

Pembenaran harus dibedakan (bukan dipisahkan) dari pengudusan

Pembenaran menghapus kesalahan dosa, sedangkan pengudusan menghapus


pencemaran dosa dan memampukan orang percaya untuk bertumbuh di dalam
keserupaan di dalam Kristus

Pembenaran diluar diri orang percaya, sedangkan pengudusan terjadi di dalam


diri orang percaya dan bersifat progresif.
Pembenaran terjadi satu kali untuk selamanya, sedangkan pengudusan
merupakan suatu proses yang berkelanjutan sepanjang hidp.

Pembenaran adalah karya Allah semata, sedangkan pengudusan (progresif)


manusia menjadi aktif

Pembenaran sudah sempurna sedangkan pengudusan selama dalam hidup ini


belum sempurna

5. PENGADOPSIAN KITA MENJADI ANAK-ANAK ALLAH.

Menurut Hoekema pengadopsian ini sebagai sisi positif dari pembenaran ,


sehingga ia membahas dalam topik pembenaran. Sisi positif ini dijelaskan
dengan membedakan ketaatan Kristus yang pasif (ketaatan penderitaan), dan
ketaatan Kristus yang aktif (ketaatan memenuhi hukum taurat). [43] melalui
ketaatan-Nya yang pasif Ia telah menanggung dosa dan kutuk bagi kita (Gal.
3:13; Rm.3:24-26; 5:8-10), dengan demikian Kristus mengerjakan
pengampunan bagi dosa kita. Sedangkan ketaatan aktif-Nya kita diberikan hak
untuk diadopsi sebagai anak-anak Allah, dan melalui ketaatan aktif ini kita
diperhitungkan pembenaran bagi kita (Roma 5:18-19; Filipi 3:8-9; 2Korintus
5:21; 1 Korintus 1:30).

Dasar Alkitab bagi doktrin adopsi ini : Efesus 1:5-6; Yohanes 1:12; Roma 8:14-17;
9:8; Galatia 3:26; 1 Yohanes 3:1-2 Melalui adopsi orang tebusan diangkat
menjadi anak-anak Tuhan Allah yang Mahakuasa.[44] Mereka diperkenalkan
sebagai keluarga Allah dan mendapat bagian di dalamnya. Ayat yang
menyatakan secara tegas sifat khusus dari adopsi ini adalah Yohanes 1:12,
“Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi
anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya.”

Sebagaimana halnya dengan pembenaran, kebenaran tentang adopsi pantas


untuk disampaikan kepada orang yang sudah percaya maupun yang belum
percaya. Kepada mereka yang telah percaya, kebenaran ini mempertegas
kembali status dan relasi mereka yang baru dengan Tuhan. Dengan status
sebagain anak-anak Allah ini mereka mendapatkan rasa aman dan damai
bersama Allah. Dan kepada mereka yang belum percaya, kebenaran ini
memberikan jaminan kepada mereka bahwa mereka akan diberi kuasa menjadi
anak-anak Allah jika mereka menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat
satu-satunya.

Manfaat-manfaat pengapdosian kita menjadi anak-anak Allah adalah

Kita memiliki hak untuk datang menghadap takhta anugerah dengan keberanian
(Ibrani 4:16; 1 Yoh. 5:14)

Kita menikmati berkat perlindungan dan pemeliharaan Allah (Matius 6:25-34; 1


Petrus 5:7)

kesulitan-kesulitan yang masih kita lalui bukan lagi merupkan hukuman atas
dosa-dosa kita, melainkan disiplin dari Bapa (Ibrani 12:5-11)

Kita dimeteraikan oleh Roh Kudus dan dengan demikian kita dijaga oleh kuasa
Allah ( 2 Korintus 1:22; Efesus 1:13; 4:30)

6.PENGUDUSAN

Pengudusan adalah sebagai karya yang penuh anugerah dari Roh Kudus, yang
melibatkan tanggungjawab kita untuk berpartisipasi, yang dengan Roh Kudus
melepaskan kita dari pencemaran dosa, memperbaharui keseluruhan natur kita
menurut gambar Allah, dan memampukan kita untuk menjalankan kehidupan
yang diperkenan oleh Allah.[45]

Konsep pengudusan ini dalam Teologi Reformed pada umumnya menegaskan


bahwa pengudusan berlanjut sepanjang hidup orang percaya (pengudusan
progresif), hal mana berbeda dari pembenaran yang merupakan tindakan
defenitif Allah dan hanya terjadi sekali untuk selamanya. Pengertian
pengudusan progresif adalah karya yang penuh anugerah dari Roh Kudus, yang
melibatkan tanggung jawab kita untuk berpartisipasi, yang dengannya Roh
Kudus melepaskan kita dari pencemaran dosa, memperbaharui keseluruhan
natur kita menurut gambar Allah, dan memampukan kita untuk menjalankan
kehidupan yang berkenan oleh Allah.

Walaupun dalam PB sering mendeskripsikan pengudusan progresif tetapi juga


terdapat suatu pengertian dimana para penulis melukiskan pengudusan sebagai
suatu tindakan Allah yang defenitif, yang terjadi pada saat kita percaya kepada
Yesus Kristus. Pernyataan ini kita dapat melihat dalam 1 Korintus 1:2, kata
Yunani yang Yunani yang dipakai adalah perfect tense yang menggambarkan
suatu tindakan yang telah selesai tetapi dengan hasil yang berkelanjutan..

Pengudusan definitif disetararakan dengan pembenaran sebagai suatu tindakan


Allah. Misalnya 1 Korintus 6:11 “kamu telah memberi dirimu dibaptis, kamu
telah dikuduskan, kamu telah dibenarkan” Ketiga kata kerja ini adalah aorist
tense yang biasanya mendeskripsikan tindakan yang instan, sebagaimana orang
percaya ini telah dibenarkan sekali untuk selamanya pada suatu waktu tertentu,
kata Paulus juga terdapat suatu pengertian bahwa mereka telah dikuduskan
sekali untuk selamanya. bnd. Kisah Para Rasul 20:32; Roma 6:1-11.

Melalui Roma 6:2 dapat kita defeniskan pengudusan defenitif yaitu : seseorang
yang telah berada di dalam Kristus telah membuat suatu pemutusan hubungan
terhadap wilayah dimana dosa berkuasa dan tidak dapat ditarik kembali, sebab
jika kita berada di dalam Kristus manusia lama kita telah disalibkan bersama
dengan-Nya, sehingga dosa tidak berkuasa atas diri kita, karena kita sekarang
berada di bawah tahta anugerah

Dalam doktrin pengudusan ini ada tiga tahap yang perlu diperhatikan yaitu :

a. Kelahiran kembali merupakan awal proses pengudusan. Melalui kelahiran


kembali terjadi suatu perubahan yang membuat kita menjadi kudus
(pengudusan defenitif).

b. Pengudusan progresif. Tahap kedua ini adalah proses yang tidak pernah
selesai sebelum berpaling dari tubuh ini. Sebab dosa masih ada dalam hidup
orang percaya (Roma 3:22-23; Mazmur. 19:12; 143:2; Yesaya 64:6; Yakobus 3:2;
1 Yohanes 1:8), karena itu kita harus mematikan dalam diri kita segala sesuatu
yang duniawi.

c. Pengudusan diselesaikan pada saat meninggalkan tubuh yang fana ini. Atau
pada saat kedatangan Kristus yang kedua kali.

Setelah kita melihat tahap-tahap dalam pengudusan, maka yang menjadi


pertanyaan dengan cara bagaimana kita dikuduskan? Kita di kuduskan melalui :

a. Persekutuan dengan Kristus (Roma 6:1-11; Kolose 3:1; Efesus 15-16; dll)

b. sarana kebenaran, misalnya Yohanes 17:17 “ kuduskanlah mereka dalam


kebenaran.
c. Iman. Oleh iman kita berpegang terus kepada kesatuan kita dengan Kristus,
kemudian oleh iman juga yakin bahwa kita tidak akan dikuasai oleh dosa lagi
(Roma 6:14), serta oleh iman yakin bahwa Roh Kudus menolong kita untuk
hidup bagi Allah (Roma 8:13; Galatia 5:16,22-23 dll).

1 Konsep Alkitab tentang kekudusan

Dalam PL kita melihat apa yang diajarkan mengenai kekudusan. Kata utama
kudus dalam bahasa Ibrani adalah qadosh. Pengertian mendasar dari kata ini
adalah memisahkan dari hal-hal lainnya, yaitu menempatkan sesuatu atau
seseorang dalam lingkungan atau kategori yang terpisah dari yang biasa atau
duniawi.

Kekudusan umat Allah dalam PL biasanya didefenisikan dalam istilah-istilah


seremonial: kekudusan dideskripsikan sebagai cara dimana imam-imam harus
dipisahkan untuk pelayanan khusus mereka atau cara yang dengannya umat
Allah harus menyucikan diri mereka melalui ketaatan seremonial tertentu.

Pada kitab Mazmur dan kitab nabi-nabi mendeskripsikan kekudusan umat Allah
terutama di dalam pengertian etis, seperti melakukan hal yang benar, berbicara
yang benar, bertindak secara adil,mencintai kemurahan, dan hidup dalam
kerendahan hati bersama Allah. (Mazmur. 15:1-2; Mik. 6:8). Jadi yang
terkandung dalam kata qadosh adalah bahwa umat Allah dipisahkan untuk
melayani Allah dan bahwa mereka harus menghindari segala sesuatu yang tidak
berkenan kepada Allah.

Dalam PB kata kudus dalam bahasa Yunani adalah hagios. Kata ini sering
dipakai untuk mendeskripsikan pengudusan orang-orang percaya, seperti di
Efesus 5:25-26 “Kristus telah mengasihi jemaat dan menyerahkan diri-Nya bagi-
Nya untuk menguduskan-Nya. Dalam pengertian ini kekudusan memiliki dua
arti : pertama, pemisahan dari perbuatan-perbuatan dosa dari dunia saat ini.
Kedua, pengudusan bagi pelayanan kepada Allah.

2. Pertanyaan mengenai perfeksionisme

Pada bagin pengudusan telah dijelaskan sebelumnya bahwa pengudusan


merupakan suatu proses yang tidak akan pernah diselesaikan dalam hidup ini.
Tetapi sejumlah aliran Kristen meyakinidak bahwa orang-orang Kristen bisa
mencapai kesempurnaan dalam kehidupan sekarang ini. Denominasi yang
mengajarkan pandangan ini, misalnya Wesleyan Methodist Church, Free
Methodist Church dll.

Pertanyaan apakah yang diajarkan kelompok ini dengan pengertian


“kesempurnaan (perfection)” yaitu :

suatu karya personal dan defenitif dari anugerah pengudusan Allah yang
dengannya perang di dalam diri seseorang akan berhenti dan hatinya akan
sepenuhnya terlepas dari pemberontakan menjadi kasih yang sepenuh hati
kepada Allah dan sesama. Kemudian terjadi kematian total terhadap dosa dan
pembaharuan menyeluruh di dalam gambar Allah.

Suatu pengalaman berbeda dan terjadi setelah pembenaran yaitu bahwa


seseorang bisa saja tidak dikuduskan secara menyeluruh sampai bertahun-
bertahun setelah pembenaran. Maka di gereja ini yang mengajarkan ini ada dua
jenis orang Kristen : orang –orang percaya yang hanya dibenarkan, dan orang-
orang percaya yang sekaligus dibenarkan dan dikuduskan.

Pengalaman seketika yang diterima dengan iman. Orang-orang percaya mampu


untuk menyatakan sejenis kesempurnaan Kristen : suatu kehidupan yang
mengasihi Allah dan sesama dengan sepenuh hati.

Meliputi penghancuran natur berdosa kita. Semua dosa dalam batin kita
disingkirkan (John Wesley). Kita dijadikan bebas dari dosa asal .

Dosa- yang tidak ada lagi dalam kehidupan seseorang yang telah dikuduskan
secara total adalah pelanggaran-pelanggaran yang disengaja terhadap hukum
taurat yang diketahui (John Wesley). Implikasinya adalah hanya jika kita
mengenali sesuatu sebagai dosa maka itu dosa, dan jika kita melakukan dosa
tanpa sadar itu bukanlah dosa.

Dasar bagi ajaran perfeksionisme:

Contoh-contoh dari Alkitab yang dianggap sebagai orang-orang sempurna


misalnya : Nuh, Ayub, Zakharia dan elisabet, Natanael, 1 Korintus 2:6 (mereka
telah matang), Filipi 3:15 “kita yang sempurna”, keberatan : Ayub telah dengan
menyesal duduk dalam debu dan abu (Ayub 42:6), Nuh telah mabuk (Kej. 9) .
mereka yang sempurna (Filipi 3:15) justru harus menyadari bahwa mereka
belum memperoleh kesempurnaan

1 Yohanes 3:9; 5:18 “tidak berbuat dosa lagi. Maksud ayat ini dia tidak hidup lagi
di dalam dosa, atau menggambarkan suatu ideal (bukan suatu fakta), atau tidak
memberontak terhadap Allah.

1 Tesalonika 5:23 “menguduskan kamu seluruhnya” . maksudnya supaya tak


bercacat dihadapan Allah Bapa kita pada waktu kedatangan Yesus dengan
semua orang kudus-Nya. Doa ini mengimplikasikan bahwa kesempurnaan
mereka tidak akan sempurna sampai Kristus datang kembali.

Matius 5:48 : “haruslah kamu sempurna”, Kolose 1:28 “ untuk memimpin tiap-
tiap orang kepada kesempurnaan “. Maksud dalam Matius 5:48 sempurna dalam
arti matang, untuk menunjukkan keserupaan kita dengan Allah. Di sini Yesus
menunjukkan suatu kematangan Kristen yang ideal di dalam kasih bahkan
kepada musuh.

Argumentasi terhadap pandangan perfeksionisme (ajaran Wesleyan)

Melemahkan defenisi mengenai dosa. Dosa adalah setiap hal yang tidak sesuai
dengan pelanggaran terhadap hukum Tuhan. Sedangkan pandangan Wesleyan,
dosa adalah suatu pelanggaran secara sengaja terhadap hukum taurat yang
diketahui. Defenisi ini bertentangan dengan ajaran Alkitab seperti dalam
Mazmur 19:13 “siapa yang mengetahui kesesatan”, 1 Korintus 4:4 “sebab
memang aku tidak sadar akan sesuatu” jadi dosa yang disengaja dengan yang
tidak disengaja adalah tetap dosa.

Melemahkan konsep tentang kesempurnaan. Sebab menurut Wesleyan


kesempurnaan yang dapat dicapai dalam hidup ini, tidak melenyapkan
ketidaktahuan, dan kesalahan, dan kekeliruan lainnya. Pandangan ini tidak
dapat disebut kesempurnaan, karena sempurna berarti seluruh totalitas
kehidupan tidak ada kesalahan atau cacat cela.

Mengklaim bahwa natur keduniawian, terhapus di dalam pengudusan


menyeluruh. Karena dalam Galatia 5:16-17 menyatakan orang percaya memiliki
pergumulan terus melawan kedagingan atau natur dosa. Demikian dalam Kolose
3:5; 2 Kor. 7:1; Roma. 7:7; Yakobus 1:14; 1 Petrus 2:11; 1 Yohanes 2:16.

Ajaran Wesleyan mengenai pengudusan menyeluruh merupakan anugerah


kedua setelah pembenaran. Ajaran ini sangat ditentang oleh Alkitab sebab
dalam 1 Kor. 1:30 menjelaskan bahwa pembenaran dan pengudusan defenitif
terjadi pada waktu bersamaan. Tetapi pengudusan progresi berlanjut seumur
hidup. Jadi pengudusan bukanlah anugerah kedua setelah pembenaran. Tetapi
yang diperhatikan setelah pengudusan adalah pembaharuan, pertumbuhan,
terus menerus (Rom. 12:2; Efesus. 4:15; 1 Petrus 2:2; 2 Petrus. 3:18).

Ajaran Alkitab yang berlawanan dengan pandangan Wesleyan :

Tidak seorang pun bisa mengklaim dirinya bebas dari dosa )1 Raja-raja 8:46;
Mzm. 103:3; Amsal 20:9; Roma 3;23; Yakobus 1:8.)

orang-orang percaya harus mengakui dosa dan berdoa memohon pengampunan


(Ayub. 42:6; Mzm. 32:5; 130:3-4; Yes. 6:5; 64:6; Dan. 9:15-16; Mik. 7:18-19; 1
Tim. 1:15; 1 Yoh. 1:9). Dalam 1 Yohanes 1:9 kalimat kita mengakui itu adalah
bentuk present artinya mengakui dosa terus menerus, maka Ia setia dan adil....

di dalam diri orang percaya tetap ada pergumulan antara keinginan daging
dengan keinginan roh (Galatia 5:16-17,24; Roma 6:12.

3. Pengudusan dan Hukum Taurat

Hoekema mengatakan banyak orang Kristen mengklaim bahwa ketika seseorang


menjadi orang percaya, dia tidak lagi memiliki keterkaitan apa pun dengan
hukum Taurat. [47] dasar pemikiran ini terdapat dalam Roma 6:14 “....kamu
tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia. Yang
dimaksud dalam ayat ini adalah kita tidak lagi berada di bawah hukuman karena
kegagalan kita untuk menaati hukum Taurat. Hal ini ditambahkan Van Brugen
“kita tidak berada di bawah kutuk atau hukuman kekal. Kemudian Paulus
menunjukkan Di Galatia 3:10-14 dalam pengertian bahwa orang-orang percaya
tidak perlu lagi melakukan keseluruhan hukum Taurat untuk mendapatkan
keselamatan, sebab orang-orang percaya telah dibebaskan.

Akan tetapi dalam pengertian lain orang-orang percaya tidak dibebaskan dari
hukum Taurat. Mereka harus secara mendalam memperhatikan ketaatan
terhadap hukum Taurat sebagai perwujudan rasa syukur mereka kepada Allah
karena karunia keselamatan yang telah diberikan-Nya (Kel. 20:2); kemudian
Mazmur mengungkapkan kesukaan orang-orang percaya yaitu hukum Taurat (
1;2; 19:8-9; 119:35), dalam Mazmur ini Taurat berarti memberi bimbingan bagi
kehidupan orang percaya. Hal yang sama ditekankan dalam PB misalnya Matius
5:19 “siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum
Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam kerajaan sorga.
Kemudian Roma 8:3-4 “hukum Taurat masih berlaku untuk orang-orang
Kristen dan Roma 13:8-10 “kasih adalah kegenapan hukum Taurat.

Jadi bagi orang-orang percaya, ketaatan terhadap hukum Taurat merupakan


ungkapan kasih Kristen dan jalan menuju kemerdekaan Kristen. Ini sama
artinya dengan hidup menurut Roh. Hukum Taurat merupakan salah satu
sarana terpenting yang dengannya Allah menguduskan kita.

7. KETEKUNAN ORANG KUDUS

Sekali diselamatkan, selamanya diselamatkan. Ini merupakan penjelasan yang


paling sederhana dan singkat mengenai ketekunan orang kudus. 48 Ketekunan
orang kudus adalah pekerjaan Roh Kudus di dalam diri orang percaya, yang oleh
anugerah Allah bekerja di dalam hati orang percaya sejak awal dan terus
menerus bekerja sampai proses keselamatan selesai dengan
sempurna.49 Dengan demikian, seseorang yang telah mendapatkan anugerah
keselamatan tidak akan pernah kehilangan keselamatannya (Yoh. 10:28). Sebab
Roh Kuduslah yang bekerja sejak awalnya, dan terus menerus bekerja
memelihara hatinya hingga keselamatannya sempurna.

Pengajaran mengenai kenyataan “sekali diselamatkan, tetap diselamatkan”


merupakan salah satu pengajaran Alkitab yang paling agung. Pengajaran ini
memberi sukacita karena kita mengetahui bahwa kita diselamatkan untuk
selama-lamanya.

Namun doktrin ketekunan orang kudus jangan disalah mengeri bahwa setiap
orang yang mengaku beriman di dalam Kristus dan menerima-Nya sebagai
orang percaya di dalam persekutuan orang kudus, dijamin di dalam kekekalan
mendapatkan jaminan keselamatan yang kekal. Sebab Alkitab sendiri telah
memberikan peringatan akan bahaya kemurtadan. “Sebab mereka yang pernah
diterangi hatinya, yang pernah mengecap karunia sorgawi, dan yang pernah
mendapat bagian dalam Roh Kudus, dan yang mengecap firman yang baik dari
Allah dan karunia-karunia dunia yang akan datang, namun yang murtad lagi,
tidak mungkin dibaharui sekali lagi sedemikian, hingga mereka bertobat, sebab
mereka menyalibkan lagi Anak Allah bagi diri mereka dan menghina-Nya di
muka umum.” (Ibrani 6:4-6) Mereka dapat dipersamakan seperti perumpamaan
benih yang jatuh di tanah yang berbatu-batu, yaitu orang yang menerima firman
dengan sukacita dan masih terus bersukacita untuk waktu tertentu. Namun
sesungguhnya imannya tidak pernah berakar di dalam Kristus. Imannya hanya
sampai pada taraf persetujuan pemikiran. Ia setuju pada fakta bahwa Yesus
adalah Tuhan dan Juruselamat, namun imannya tidak sampai bersandar
sepenuhnya kepada Kristus.

Pemuliaan adalah fase terakhir dari penerapan penebusan. Fase ini


menyempurnakan seluruh proses yang dimulai dengan panggilan efektif dan
merupakan akhir dari seluruh proses penebusan. Pemuliaan berarti tercapainya
tujuan akhir dari setiap umat pilihan Allah yang telah dipilih seturut maksud
kekal Bapa, dan melingkupi penggenapan penebusan yang dijamin dan kerjakan
oleh karya pengorbanan Kristus.

Pemuliaan merupakan puncak dan kesempurnaan penebusan dari keseluruhan


pribadi, yaitu ketika integritas tubuh dan roh umat Allah telah diubahkan
seturut gambar dari Penebus yang telah bangkit, yang telah ditinggikan dan
dipermuliakan. Hal itu terjadi ketika setiap tubuh kehinaan mereka diubah
seperti tubuh kemuliaan Kristus.[50]

DAFTAR PUSTAKA

Berkhof Lois, Teologi Sistimatika 4, (Jakarta : LRII, 1997)

Hoekma, Anthony, Diselamatkan oleh Anugrah, (Surabaya : Momentum)

Packer, J.I Penginjilan dan Kedaulatan Allah, (Surabaya: Momentum 2003)

Grudem, Wayne, Sistimatic Theology. An introduction to Biblical Doctrin


(Leicester/Grand Rapids:InterVasity Press/ Zondervan, 1994)

Genderen, J. Van, Velema, W.H, Beknopte Gereformerde Dogmatiek, Kampen,


1992.

Henry C. Thiessen, Teologi Sistimatika, (Jakarta : Gandum Mas)

Edwin Palmer, Lima Pokok Calvinisme (Jakarta: Lembaga Reformed Injili


Indonesia, 1996)
Louis Berkhof, Summary of Christian Doctrine

John Murray, Penggenapan dan Penerapan Penebusan (Jakarta: Momentum,


1999)

Edwin Palmer, Lima Pokok Calvinisme (Jakarta: Lembaga Reformed Injili


Indonesia, 1996)

[1] Berkhof Lois, Teologi Sistimatika 4, (Jakarta : LRII, 1997) hal. 6

[2] Berkhof Lois, Teologi Sistimatika 4, (Jakarta : LRII, 1997) hal. 8

[3] Berkhof Lois, Teologi Sistimatika 4, (Jakarta : LRII, 1997) hal. 9-10

[4] Berkhof Lois, Teologi Sistimatika 4, (Jakarta : LRII, 1997) hal. 10

[5] Hoekma, Anthony, Diselamatkan oleh Anugrah, (Surabaya : Momentum)


hal. 29

[6] Hoekma, Anthony, Diselamatkan oleh Anugrah, (Surabaya : Momentum)


hal. 14-15

[7] Hoekma, Anthony, Diselamatkan oleh Anugrah, (Surabaya : Momentum)


hal. 99-100

[8] Hoekma, Anthony, Diselamatkan oleh Anugrah, (Surabaya : Momentum)


hal. 113-114

[9] Hoekma, Anthony, Diselamatkan oleh Anugrah, (Surabaya : Momentum)


hlm. 124

[10] Packer, J.I Penginjilan dan Kedaulatan Allah, (Surabaya: Momentum 2003)
hlm. 73-103

[11] Hoekma, Anthony, Diselamatkan oleh Anugrah, (Surabaya : Momentum)


hlm. 129

[12] Hoekma, Anthony, Manusia: Ciptaan menurut Gambar Allah, (Surabaya :


Momentum 2003) hlm. 304

[13] Hoekma, Anthony, Diselamatkan oleh Anugrah, (Surabaya : Momentum)


hlm. 133-134

[14] Hoekma, Anthony, Diselamatkan oleh Anugrah, (Surabaya : Momentum)


hlm. 134

[15] Hoekma, Anthony, Diselamatkan oleh Anugrah, (Surabaya : Momentum)


hlm. 143g

[16] Grudem, Wayne, Sistimatic Theology. An introduction to Biblical Doctrin


(Leicester/Grand Rapids:InterVasity Press/ Zondervan, 1994) hlm.701-702).

[17] Op. Cit hlm.145.

[18] Hoekma, Anthony, Diselamatkan oleh Anugrah, (Surabaya : Momentum)


hlm. 150.

[19] Op. Cit hlm. 155.


[20] Op. Cit hlm. 156.

[21] Op. Cit hlm. 159

[22] Op. Cit, hlm. 160

[23] Op. Cit, hlm. 163-165

[24] Op. Cit, hlm. 180

[25] Op. Cit, hlm. 183-185

[26] Op. Cit, hlm. 188-189

[27] Op. Cit, hlm. 190

[28] Op. Cit, hlm. 191

[29] Op. Cit, hlm. 193

[30] Ibid

[31] Op. Cit. hlm. 197-198

[32] Op. Cit. hlm. 200

[33] Op. Cit hlm-208-209

[34] Op. Cit. hlm. 210

[35] Ibid

[36] Genderen, J. Van, Velema, W.H, Beknopte Gereformerde Dogmatiek,


Kampen, 1992. hlm. 544

[37] Hoekma, Anthony, Diselamatkan oleh Anugrah, (Surabaya : Momentum)


hlm. 214

[38] Op. Cit, hlm. 215-216.

[39] Op. Cit, hlm. 219-222

[40] Op. Cit, hlm. 227

[41] Op. Cit, hlm. 228-231

[42] Op. Cit, hlm. 240

[43] Op. Cit, hlm.252-256

[44] John Murray, Penggenapan dan Penerapan Penebusan (Jakarta:


Momentum, 1999), hal. 165

[45] Hoekma, Anthony, hlm, 267

[46] Hoekma, Anthony, hlm. 267

[47] Hoekma, Anthony,. hlm. 313

[48] Edwin Palmer, Lima Pokok Calvinisme (Jakarta: Lembaga Reformed Injili
Indonesia, 1996), hal. 107.

[49] Louis Berkhof, Summary of Christian Doctrine, hal. 145.

Anda mungkin juga menyukai