Anda di halaman 1dari 14

ANALISIS KASUS KEBIJAKAN PENDIDIKAN: DESENTRALISASI DAN

PENDANAAN PENDIDIKAN DI INDONESIA

Dosen pengampu:

Dr. Abd. Madjid, M.Ag.

Disusun oleh Kelas A:

Ari Nur Fadilah (20210720018)

Isnaini Nurul Fadlilah (20210720023)

Ananda Citra Yusdiva (20210720030)

Dyka Aditya Putra (20210720032)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2023
A. DESENTRALISASI PENDIDIKAN
Definisi dari desentralisasi adalah transfer kekuasaan pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah dimana pemerintah daerah masing-masing diberi wewenang untuk
bisa mengatur daerahnya. Pendidikan merupakan salah satu bidang yang masuk pada
tanggung jawab daerah masing-masing. Hal ini biasa disebut sebagai desentralisasi
pendidikan. Otoritas transformasi manajemen pendidikan dari yang semulanya
sentralisasi ke sistemasi desentralisasi pendidikan. Desentralisasi dalam pendidikan
memberikan sebuah kebebasan yang luas kepada daerah untuk bisa merencanakan
maupun membuat sebuah keputusan untuk memecahkan sebuah persoalan yang
dihadapi (Galih W. Pradana, 2020, pp. 40-41).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 mengenai kewenangan


pemerintah pusat dan kewenangan pemerintah provinsi yang merupakan daerah
otonom, dalam kelompok bidang pendidikan dan kebudayaan disebutkan beberapa
kewenangan dari pemerintah sebagai berikut:

1. Menetapkan seberapa standar kompetensi dari peserta didik.


2. Mengatur sebuah kurikulum serta mengatur bagaimana pedoman dari
pelaksanaan kurikukum nasional.
3. Menetapkan standar dari materi yang akan dipelajari.
4. Menetapkan bagaimana pedoman dari pembiayaan dalam pelaksanaan
pendidikan.
5. Menetapkan apa saja yang menjadi syarat orang untuk bisa medapatkan sebuah
gelar akademik.
6. Menetapkan apa saja yang menjadi syarat penerimaan, kepindahan, serta
sertifikasi baik itu pelajar, mahasiswa maupun warga belajar.
Sedangkan kewenangan yang merupakan menjadi wewenang dari pemerintah
provinsi adalah sebagai berikut:
1. Menetapkan apa yang menjadi sebuah persyaratan dari penerimaan siswa maupun
mahasiswa yang berasal dari golongan yang bukan mayoritas, ataupun golongan
yang kurang mampu.
2. Penyediaan sumber daya pendidikan baik itu buku mata pelajaran atau modul-
modul ajar untuk semua tingkatan pendidikan baik itu TK, SD, SMP, SMA, baik
itu sekolah reguler atau berkebutuhan khusus.
3. Memberi dukungan dengan wujud membantu terselenggaranya pendidikan tinggi.
4. Mempertimbangkan pembukaan maupun penutupan kampus/ perguruan tinggi.
5. Mengadakan sekolah bagi anak berkebutuhan khusus atau sring disebut juga
dengan sekolah luar biasa serta mengadakan balai latihan bagi guru.
6. Mengadakan fasilitas edukasi yang berbasis rekreasi seperti sebuah museum,
serta mengembangkan budaya dan bahasa daerahnya masing-masing.

Desentralisasi bidang pendidikan memilliki kebijakan otonomi pada latar


belakang otonomi daerah, yaitu:

1. Pada umumnya, otonomi dalam pendidikan mengarah kepada bagaimana cara


perbaikan pendidikan dari segi kualitas dimana membenahi kesalahan-kesalahan
selama 20 tahun terakhir.
2. Dalam sisi otonomi daerah, otonomi pendidikan mengarah pada berkurangnya
atau penipisan kewenangan-kewenangan pemerintah dalam pendidikan yang
selain itu juga harus diimbangi dengan adanya pemberdayaan masyarakat serta
adanya partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat.
3. Munculnya sebuah potensi dimana akan terjadi tarik menarik antar otonomi
dalam pendidikan ketika menetapkan sebuah kepentingan ekonomi serta finansial
sebagai kekuatan tarik menarik antara lembaga pendidikan dengan pemerintahan
pada daerah otonom.
4. Jelasnya tempat dari lembaga-lembaga pendidikan perlu direncanakan dengan
matang agar pelaksanaan dari otonomi pendidikan dapat terlaksana dengan baik
dan berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan.
5. Di level sekolah, otonomi pendidikan harus beroperasi sesuai dengan prinsip
desentralisasi.
6. Desentralisasi dalam bidang pendidikan harus diprioritaskan, terutama yang
memiliki kaitan dengan pendanaan.
7. Pata tingkatan kampus atau perguruan tinggi, kebijakan otonomi harus tetap ada
pada kerangka otonomi pendidikan.
8. Kebijakan otonomi dalam perguruan tinggi pada latar belakang otonomi daerah
tidak hanya dapat diprioritaskan di atas kepntingan daerah, akan tetapi fakta
bahwa perguruan tinggi merupakan salah satu aset bangsa.
9. Dalam tingkat makro, kampus atau perguruan tinggi yang merupakan aset bangsa
harus menonjolkan sebuah keunggulan.
Desentralisasi dalam ranah pendidikan memiliki perbedaan dengan
desentralisasi bidang-bidang lainnya. Desentralisasi pada bidang pemerintahan
biasanya berhenti di pemerintahan kabupaten, hal itu berbeda dengan desentralisasi
bidang pendidikan dimana desentralisasi bidang pendidikan tidak berhenti pada
pemerintahan tingkat kabupaten, melainkan sampai ke lembaga-lembaga pendidikan
yang dijadikan sebagai ujung tombak terlaksananya suatu pendidikan. Disisi lain
adapun menurut Depdiknas menyampaikan fungsi-fungsi yang bisa disentralisasikan
kesekolah yaitu sebagai berikut (Galih W. Pradana, Desentralisasi Pendidikan, 2020,
pp. 43 - 44).
1. Evaluasi serta perencanaan suatu program dalam sekolah
Sekolah memiliki tanggung jawab dalam mengformulasikan apa saja yang
memang menjadi kebutuhannya, sebagai contoh adalah kebutuhan dalam rangka
meningkatka mutu sekolah. Selain perencanaan, sekolah juga diberi kewenangan
dalam mengevaluasi , khususnya yaitu mengevaluasi sekolah itu sendiri.
2. Pengelolaan Kurikulum
Sekolah boleh menambahkan kurikulum, akan tetapi tidak diperbolehkan
untuk mengurangi kurikulum yang berlaku secara nasional dimana kurikulum
tersebut merupakan kurikulum yang dibuat dan dikembangkan oleh pemerintah
pusat. Selain sekolah juga diberi tanggung jawab untuk mengatur dan
meningkatkan kurikulum lokalnya masing-masing.

B. PENDANAAN PENDIDIKAN
1. Landasan Hukum Pendanaan Pendidikan di Indonesia
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menetapkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak memperoleh Pendidikan
dan wajib mengikuti Pendidikan dasar, dan pemerintah wajib menyediakan dana
untuk itu. Dalam hal ini pemerintah mengeshkan dan menyelenggarakan satu
system Pendidikan nasional untuk memajukan keimanan, ketakwaan dan akhlak
mulia untuk mencerdaskan bangsa, negara mengutamakan anggaran Pendidikan
setidaknya menyumbang 20 persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara
(APBN) dan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) menyesuaikan
dengan kebutuhan penyelenggaraan Pendidikan nasional. Pemerintah mendorong
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjujung tinggi nilai-nilai
agama dan bangsa untuk kemajuan peradaban dan kesejahteraan umat manusia
(Rahmawati, 2015, p. 2).

Disebutkan secara khusus dana Pendidikan bahwa selain gaji pendidik dan
biaya Pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20 persen dari anggaran APBN
dari sektor Pendidikan dan minimal 20 persen dari APBD. Distribusi gaji guru dan
dosen PNS dalam APBN dan APBD. Pembiayaan penyelenggaraan pendidikan
masyarakat dapat berasal dari penyelenggara, masyarakat, pemerintah, pemerintah
daerah atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Pembiayaan pendidikan di Indonesia, undang-undang
mengatur sebagai berikut:

a. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 11 Ayat 2


b. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 12 ayat 1
c. UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 13

Dalam undang-undang pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar


Nasional Pendidikan pada Bab IX Pasal 62 Ayat (1) s/d (5) tentang ruang lingkup
Standar pembiayaan. Pasal 62 disebutkan bahwa:

a. Pendanaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya
operasional.
b. Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana disebutkan pada ayat (1)
meliputi pendanaan penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan SDM
dan modal kerja tetap.
c. Pembiayaan personal sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) meliputi yang
harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk mengikuti pembelajaran secara
teratur dan berkelanjutan.
d. Biaya operasi satuan Pendidikan sebagaimana disebutkan pada ayat (1)
meliputi:
1) Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang
melekat pada gaji.
2) Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai.
3) Biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa
telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur,
transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya.
e. Standar biaya operasi satuan pendidikan ditetapkan dengan Peraturan Menteri
berdasarkan usulan BSNP.

2. Standar Pendanaan Pendidikan di Indonesia


Standar pembiayaan pendidikan diatur dalam Permendiknas No. 41 Tahun
2007. yang dimaksud dengan standar pembiayaan pendidikan ialah biaya minimal
yang digunakan dalam satuan pendidikan agar kegiatan pendidikan dapat
terlaksana selama kurun waktu satu tahun. Biayanya mencakup biaya operasional,
biaya investasi, dan biaya personal. Di dalam Permendiknas memuat standar
pembiayaan yang disebut dengan istilah indeks biaya. Indeks biaya merupakan
nilai angka untuk menunjukkan perbandingan standar pembiayaan di daerah satu
dengan daerah yang lainnya. Pembiayaan operasi nonpersonal mencakup: biaya
alat tulis (ATS), biaya bahan dan alat habis pakai (BAHP), biaya pemeliharaan
dan peraikan ringan, biaya daya dan jasa, biaya transportasi atau perjalanan dinas,
biaya konsumsi, biaya asuransi, biaya pembinaan siswa atau ekstrakurikuler, biaya
uji kompetensi, biaya praktek kerja industry, dan biaya pelaporan.

3. Sistem Pendanaan Pendidikan di Indonesia


Sistem pembiayaan pendidikan adalah proses memperlancar pembentukan
dan penyelenggaraan sekolah. Ini berasal dari kondisi operasi sekolah, yang
meliputi kebijakan geografis, politik, pendidikan, dan administrasi, serta program
pendidikan.

Cara yang bisa dilakukan agar dapat melihat apakah cara tersebut
memuaskan atau tidak dengan melakukan:
a. Menentukan berbagai proporsi berdasarkan jenis kelamin, usia dan tingkat
melek huruf.
b. Pendistribusian sumber daya pendidikan secara efektif dan merata.
Pemerintah pusat mensubsidi sektor pendidikan dibandingkan dengan
sektor lain karena kewajiban.

Pembiayaan sekolah adalah proses pemanfaatan pendapatan dan sumber


daya yang tersedia untuk mendirikan dan mengoperasikan sekolah di berbagai
tingkat pendidikan dan lokasi geografis. Untuk menentukan perlu tidaknya
pemerintah terlibat dalam masalah pembiayaan pendidikan, ada tiga aspek
yang harus dikaji, yaitu:
a. Kebutuhan pendidikan terkait bagian Pendidikan dapat dianggap sebagai
perdagangan dan kebutuhan akan pendanaan dalam SDM atau human
capital.
b. Hak orang tua untuk memilih menyekolahkan atau tidak menyekolahkan
anaknya, yang berdampak pada manfaat sosial secara keseluruhan, terkait
dengan pembiayaan pendidikan Pengaruh variabel politik dan moneter
terhadap porsi pelatihan.
c. Dampak faktor politik dan ekonomi terhadap bagian pendidikan.

Pembiayaan pada bidang kependidikan terdiri dari biaya investasi,


operasional, serta biaya opsional.

a. Biaya yang terkait dengan investasi pendidikan meliputi penyediaan


sarana, prasarana, pengembangan sumber daya alam, dan modal kerja
tetap.
b. Biaya individu, dimana biaya ini termasuk biaya yang harus dikeluarkan
oleh siswa untuk mengikuti pengalaman yang berkembang pada premis
yang maju dan normal.
c. Yang dimaksud dari biaya operasional satuan pendidikan adalah sebagai
berikut:
1) Gaji pendidik dan tenaga kependidikan lainnya semuanya terkait
dengan pendapatan.
2) Bahan serta segala sesuatu termasuk peralatan yang dipakai dalam
pendidikan.
3) Biaya operasional tidak langsung untuk pendidikan. Biasanya
dalam bentuk pengeluaran untuk air, layanan telekomunikasi,
pemeliharaan infrastruktur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi,
dan hal-hal serupa lainnya.
Perhitungan dalam biaya pendidikan, didasarkan oleh beberapa faktor
sebagai berikut:
a. Besarnya sebuah institusi pendidikan.
b. Jumlah dari peserta didik.
c. Tingkat gaji dari pendidik.
d. Rasio perbandingan jumlah guru dengan siswa.
e. Kualifikasi pendidik.
f. Tingkat pertumbuhan dan perkembangan dari populasi penduduk khususnya
di negara yang masih tergolong sebagai negara berkembang.
g. Perubahan dari pendapatan

C. KASUS PENDANAAN PENDIDIKAN di INDONESIA


Pendidikan merupakan dasar untuk meningkatkan kualitas manusia. Dari
pendidikan, manusia akan memiliki kemampuan berpikir dan adaptasi yang baik
terhadap perkembangan zaman, karena jika bangsa ingin maju, maka sudah tentunya
tidak mengabaikan pendidikan untuk anak-anak demi kemajuan bangsanya. Terkait
dengan daya pendanaan, di sebagian wilayah masyarakat Indonesia terlihat masih
belum memadai yang diakibatkan dari pendapatan yang tidak pasti. Dalam kebijakan
pendanaan pendidikan, di Indonesia sudah ada kritikal isu yang mengatakan apakah
anggaran 20% pada APBN dan APBD pemerintah tidak cukup untuk mendanai
pendidikan? (Tamam, 2018, p. 36).
Terdapat juga fenomena yang belum lama ini terjadi, yaitu tentang pendaftaran
siswa baru di sekolah-sekolah yang membuat orang tua siswa meradang dengan biaya
pendidikan untuk menyekolahkan anaknya. Lalu, apakah dana BOS untuk jenjang SD
dan SMP dari pemerintah juga dapat dikatakan berhasil mengurangi peningkatan anak
putus sekolah yang diakibatkan kurang mampu? (Fironika, 2011, p. 45). Kemudian,
kasus pungutan liar di sekolah-sekolah yang terjadi pada sekitar tahun 2016 lalu
dengan alasan meminta sumbangan kepada orang tua siswa untuk kemajuan sekolah
akan tetapi ternyata itu hanyalah pungutan liar semata (Musfah, 2018, pp. 213-219).

D. ANALISIS KASUS PENDANAAN PENDIDIKAN di INDONESIA


Berkaitan dengan pendanaan pendidikan, kita sebagai masyarakat Indonesia
sudah pasti selalu mengharapkan pemerintah agar cekat dalam menanggapi masalah
dan tidak turun tangan. Karena sudah seharusnya penyelenggara pendidikan negara
mempunyai kesadaran akan pentingnya pendidikan untuk kemajuan bangsa. Jika
dilihat kenyataannya, biaya untuk pendidikan memang mahal. Bahkan ada yang tidak
mampu untuk membiayai kebutuhan pendidikannya sendiri maupun anak-anaknya.
Oleh karena itu, di sebuah negara harus mempunyai manajemen publik demi untuk
mewujudkan pendidikan yang layak maka harus dimulai dari negara itu sendiri.
Pertanyaan pertama, tentang apakah anggaran 20% pada APBN dan APBD
pemerintah tidak cukup untuk mendanai pendidikan? Jawabannya adalah belum
semuanya cukup untuk mendanai pendidikan. Departemen pendidikan nasional
menyediakan dana yang masih kurang untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan. Dari situ, maka dapat dilihat bahwa tanggung jawab pemerintah untuk
melaksanakan UUD 1945 pasal 31 ayat (1 s/d 3 dan 5) belum semuanya dapat
terlaksana. Sebelumnya sudah ditetapkan aturan pada pasal 31 ayat (4) yang
kemudian ditafsirkan oleh UU No. 20 Tahun 2003 pasal 49 ayat (1), berbunyi: “Dana
pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan pada
sektor pendidikan minimal 20% dari APBN (Anggaran Ppendapatan dan Belanja
Negara) dan minimal 20% dari APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah).”
Dari pernyataan tersebut maka terdapat pihak yang dirugikan apabila ketentuan
tersebut tidak dilaksanakan adalah:
1. Yang dirugikan pertama kali yaitu pemerintah Republik Indonesia karena biaya
kegiatan pendidikan di berbagai sektor wajib dibiayai pemerintah dan pemerintah
juga tidak mungkin dapat melaksanakan tanggung jawab seperti yang tertuang
dalam undang- undang, seperti halnya kewajiban pemerintah guna mendanai
pendidikan dasar yang wajib kepada setiap warga negaranya, memajukan IPTEK,
dan menetapkan standar nasional pendidikan di sekolah-sekolah.
2. Rakyat dan bangsa. Tanpa bantuan dari pemerintah, maka kondisi pendidikan
masyarakat jauh dari kata sejahtera. Jika dilihat dari ketentuan UUD 1945 pasal
31 ayat (4) yang berbunyi “mencerdaskan kehidupan bangsa” pada hakikatnya
adalah sudah merupakan sebuah amanat pemerintah untuk kesejahteraan
pendidikan masyarakat. Akan tetapi pada kenyataannya adalah pemerintah belum
mampu memberikan dananya secara keseluruhan di bidang pendidikan. Sehingga
dikhawatirkan cita-cita negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang
bermartabat belum tercapai hingga paling bahayanya akan dapat menjadi bangsa
kuli diantara bangsa-bangsa lain.
3. Para pendidik. Pendidik tersebut meliputi para guru dan dosen. Guru memperoleh
gaji kurang dari 10% daripada anggota DPR. Akan tetapi mengapa pemerintah
memberikan dana yang dialokasikan ke pendidikan tidak berjumlah sebanding
dengan kebutuhan sekolah-sekolah di daerah penjuru nusantara? Karena
akibatnya adalah tidak semua sekolah mempunyai infrastruktur dan sarana
prasarana yang cukup memadai.
Sehingga dari pernyataan di atas, dapat dipahami bahwa anggaran 20% pada
APBN dan APBD pemerintah belum sepenuhnya cukup untuk mendanai semua
fasilitas pendidikan di Indonesia. Anggaran pendidikan sebesar 20% tersebut di luar
gaji guru dan biaya kedinasan. Oleh karena itu, pemerintah akan sangat
mengupayakan untuk memberikan pendanaan pada pendidikan. Dengan
dikeluarkannya dana dari pemerintah untuk pendidikan, maka mutu pendidikan
nasional dapat meningkat. Karena kita sebagai masyarakat Indonesia menyadari dan
berusaha membuktikan untuk mewujudkan cita-cita bangsa. Dan kewajiban
pemerintah untuk mendanai pendidikan dasar yang wajib bagi setiap warga
negaranya.
Pertanyaan selanjutnya, tentang pendaftaran siswa baru di sekolah-sekolah
yang membuat orang tua siswa meradang dengan biaya pendidikan untuk
menyekolahkan anaknya. Lalu, apakah dana BOS untuk jenjang SD dan SMP dari
pemerintah juga dapat dikatakan berhasil mengurangi peningkatan anak putus sekolah
yang diakibatkan kurang mampu? Kemudian, kasus pungutan liar di sekolah-sekolah
yang terjadi pada sekitar tahun 2016 lalu dengan dalil meminta sumbangan kepada
orang tua siswa untuk kemajuan sekolah akan tetapi ternyata itu hanyalah pungli
semata.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka kita perlu memikirkan dan
mengulas masalah pendanaan pendidikan. Sudah kita ketahui Bersama bahwa
pemerintah bertanggung jawab untuk membiayai anak-anak sekolah untuk
memperoleh pendidikan dasar. Akan tetapi jika melihat kenyataannya, pemerintah
tidak sepenuhnya taat terhadap aturan tersebut. Sudah terdapat berbagai macam kasus
korupsi maupun penggelapan dana pendidikan. Sehingga hal tersebut berdampak juga
pada pendanaan pendidikan, seperti dana BOS tidak semuanya dapat digunakan.
Terkait dengan permasalahan mengenai apakah dana BOS mengurangi anak putus
sekolah? Jawabannya adalah tidak pasti. Karena sudah terdapat bukti dari tahun ke
tahun bahwa anak sekolah yang putus sekolah semakin meningkat. Sehingga, berarti
dana BOS tidak bisa menjamin sejahteranya para siswa karena dana yang diberikan
hanya terbatas tidak sebanding dengan yang dibutuhkan. Jika disinggung lebih jauh
berarti pemerintah terlihat seperti tidak berkomitmen terhadap kemajuan pendidikan.
Hal tersebut dapat terlihat dari maraknya kasus korupsi dan tidak ada respon positif
mengenai putusan dana pendidikan.
Selanjutnya mengenai pungutan liar di sekolah-sekolah. Dalam praktiknya,
sulit membedakan antara pungutan yang dilarang dengan sumbangan yang
diperbolahkan demi kemajuan sekolah. Pada umumnya pungutan itu sifatnya wajib,
mengikat, dan dalam jangka waktu yang hanya ditentukan oleh sekolah. Sedangkan
sumbangan sebaliknya. Sekolah yang berkomitmen pada mutu tidak akan mungkin
melakukan pungutan liar dikerenakan dana pemerintah sendiri sudah tidak memadai.
Terkait dengan kasus pemungutan liar, saber pungli sudah menangkat para oknum
staff dan guru di berbagai sekolah yang melakukan aksi pemungutan liar pada
orangtua atau wali siswa. Sehingga dampak positifnya adalah para pihak pendidikan
dan sekolah langsung mengambil tindakan untuk meniadakan pemungutan secara
total dan apabila hendak melakukan pungutan harus seizin pihak komite sekolah.
Lepas daripada itu, sekolah-sekolah sangat memerlukan partisipasi dari orang tua
untuk meningkatkan kualitas mutu pendidikan sehingga diadakanlah sumbangan
kepada orang tua demi memajukan kualitas pendidikan di sekolah. Program
sumbangan diadakan karena pemerintah tidak menanggung seluruh biaya fasilitas dan
satuan pendidikan di sekolah. Sekolah akan mengajukan sumbangan diawali dengan
rapat komite sekolah dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan biaya pendidikan dan
kegiatan sumbangan tersebut sudah seperti tradisi di sejumlah sekolah.
Dari analisis kasus di atas, seperti yang tertera dalam UUD 1945 sangat
menyimpan harapan besar bagi kemajuan pendidikan nasional dan bangsa kita. Dalam
pendanaan pendidikan, kita sebagai warga negara sekaligus masyarakat selalu
mengharapkan akan komitmen dari pemerintah dalam pendanaan pendidikan maupun
yang lainnya untuk tidak mudah lepas tangan. Karena kesadaran tentang pentingnya
pendidikan itu harus dimiliki oleh seluruh warga negara dengan berusaha
mewujudkan cita-cita nasional bangsa melalui pendidikan. Hasil yang diperoleh dari
pendidikan pun tidak dapat dinikmati begitu saja, diperlukan kerja sama antar
penyelenggara dan juga masyarakatnya.

E. KESIMPULAN
Masalah pendidikan tidak ada habisnya. Terkhusus dalam kasus pembiayaan
pendidikan. Hal tersebut dapat dilihat dari semakin tingginya biaya yang diperlukan
untuk menempuh tingkat pendidikan yang semakin tinggi pada saat ini. Benar adanya
bahwa pendidikan yang bermutu dibutuhkan biaya yang lebih. Tetapi kenyataannya,
sumber finansial setiap masyarakat di Indonesia masih belum cukup membiayai
tingkat pendidikan akibat sumber penghasilan yang tidak tentu.
Sistem pendanaan pendidikan di Indonesia banyak dipengaruhi oleh kebijakan
yang dibuat pemerintah, seperti adanya sistem sentralisasi dan desentralisasi.
Kenyataan yang ada ialah biaya pendidikan di Indonesia sangatlah mahal dan hal
tersebut tidak seimbang dengan penghasilan rata-rata masyarakat yang lebih kecil dari
keperluan kesehariannya. Tetapi saat ini para pendidik mulai terbantu dengan adanya
lebijakan mengenai kenaikan dan kesejahteraan pendidik. Pada tahun 2011
pemerintah sudah melaksanakan ketentuan UUD 1945 pasal 31 tentang alokasi APBN
untuk pendidikan sebanyak 20%. Oleh sebab itu, adanya biaya dalam menambah
pendapatan pendidik terutama pegawai negeri sipil yang memiliki pangkat rendah
yang belum berumah tangga dengan masa jabatan 0 tahun dengan sekurang
kurangnya 2 juta perbulan.
DAFTAR PUSTAKA
Fironika, R. (2011). Pembiayaan Pendidikan di Indonesia. Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar,
45.

Galih W. Pradana, M. F. (2020). Desentralisasi Pendidikan. Surabaya: Unesa University


Press.

Musfah, J. (2018). Analisis Kebijakan Pendidikan Mengenai Krisis Karakter Bangsa. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.

Rahmawati, S. (2015). Analisis Kebijakan Pendanaan Pendidikan. Repository Universitas


PGRI Yogyakarta, 2.

Tamam, B. (2018). Reorientasi Pendanaan Pendidikan Dalam Membangun Mutu Sekolah.


Misykat Al-Anwar Jurnal Kajian Islam Dan Masyarakat, 36.
LAMPIRAN
Lampiran Hasil Turnitin

Anda mungkin juga menyukai