Anda di halaman 1dari 26

BAB VII

KERANGKA IMPLEMENTASI
BAB VII
KERANGKA IMPLEMENTASI

A. STRATEGI PEMBIAYAAN PENDIDIKAN

UUD RI 1945 dalam Pasal 31 ayat (4) mengamanatkan Negara


memprioritaskan  anggaran  pendidikan  sekurangkurangnya  dua  puluh
persen  dari  anggaran  pendapatan  dan  belanja  negara  serta  dari
anggaran  pendapatan  dan  belanja  daerah  untuk  memenuhi  kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional. Sebagai implementasi dari amanat
UUD tersebut UU Sisdiknas 20/2003 mengamanatkan bahwa pendanaan
pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah
daerah, dan masyarakat. Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung
jawab menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal
31 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan,
kecukupan, dan keberlanjutan. Pemerintah, pemerintah daerah, dan ma-
syarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pengelolaan dana pendidikan berda-
sarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik.

Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan


dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD). Gaji guru dan dosen yang diangkat oleh
Pemerintah dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN).Dana pendidikan dari Pemerintah dan pemerintah daerah untuk
satuan pendidikan diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.Dana pendidikan dari Pemerintah kepada
pemerintah daerah diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Untuk melaksanakan amanat UUD RI 1945 dan UU Sisdiknas 20/2003 perlu


dirumuskan strategi pembiayaan pendidikan yang mencakup: Fungsi dan
Tujuan Pembiayaan Pendidikan; Prioritas Pembiayaan Pendidikan; dan
Pembiayaan Pendidikan Berbasis Kinerja. Penjelasan Lengkap dari strategi
pembiayaan sebagai berikut:

1. Fungsi dan Tujuan Pembiayaan Pendidikan 2010 – 2014

Pembiayaan pembangunan pendidikan disusun dalam rangka melaksanakan


ketentuan perundangan serta kebijakan Pemerintah dalam kurun waktu lima
tahun ke depan. Pembiayaan pendidikan dalam kurun waktu 2010-2014,
disusun dalam rangka melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut :

a. Memperjelas Pemihakan terhadap Masyarakat Miskin

79
Pemihakan terhadap masyarakat miskin dilakukan untuk menghilangkan
berbagai hambatan biaya (cost barrier) bagi peserta didik untuk dapat
mengikuti dan menamatkan pendidikan dasar pada sekolah, madrasah, atau
melalui jalur pendidikan noformal. Hambatan biaya tersebut terdiri atas tiga
jenis pembiayaan pendidikan yang selama ini dibebankan kepada orangtua
peserta didik, yaitu biaya operasi satuan pendidikan, biaya pribadi, dan biaya
investasi. Dengan semakin kecilnya hambatan biaya khususnya bagi keluarga
miskin, diharapkan seluruh anak usia sekolah dapat mengikuti pendidikan
paling tidak menamatkan pendidikan dasar sembilan tahun.

b. Penguatan Desentralisasi dan Otonomi Pendidikan

Fungsi dan tujuan pembiayaan pendidikan dalam kerangka desentralisasi dan


otonomi pendidikan dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas pengelolaan dan penyelenggaraan urusan pendidikan. Seperti
ditetapkan dalam UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
sektor pendidikan adalah salah satu yang menjadi urusan wajib pemerintah
daerah. Depdiknas akan membantu provinsi dan kabupaten/kota dalam
pembiayaan pembangunan sektor pendidikan melalui pola pendanaan DAK,
dekonsenrasi, tugas perbantuan, dan pembiayaan besama untuk mengatasi
kekurangan kemampuan pembiayaan bagi sektor pembangunan pendidikan,
sampai tercapainya kondisi pemerintah daerah mampu memenuhi kebutuhan
pembiayaan pendidikan sesuai standar nasional pendidikan melalui
peningkatan PAD, dan/atau peningkatan alokasi DAU.

c. Insentif dan Disinsentif bagi Peningkatan Akses, Mutu, dan Tata Kelola

Pembiayaan pendidikan harus mampu menjadi insentif dan disinsentif bagi


upaya peningkatan akses, mutu, dan tata kelola. Kapasitas pemerintah
daerah dan satuan pendidikan dalam mengelola sumber-sumber daya
pendidikan sangat menentukan keberhasilan peningkatan akses, mutu, dan
tata kelola. Fungsi insentif dan disinsentif bagi peningkatan akses, mutu, dan
tata kelola akan dilakukan oleh pemerintah pusat untuk mendorong
tumbuhnya prakarsa, kreativitas, dan aktivitas pemerintah daerah dan satuan
pendidikan dalam meningkatkan akses, mutu, dan tata kelola.

Insentif dan disinsentif diberikan dalam bentuk hibah (block grant)


berdasarkan kriteria peningkatan akses, mutu, dan tata kelola pendidikan
dengan menggunakan indikator-indikator yang mengacu pada standar
nasional pendidikan.

2. Prioritas Pembiayaan Pendidikan

Pendanaan pendidikan nasional disusun dengan mengacu pada peraturan


perundangan yang berlaku, termasuk kebijakan Menteri Pendidikan Nasional
yang memberikan arah dan landasan program dan kegiatan pembangunan
pendidikan dan sasarannya, serta implementasinya dalam dimensi ruang dan

80
waktu. Strategi pembiayaan pendidikan disusun untuk menyiasati
keterbatasan sumber daya agar pelaksanaan program pembangunan
pendidikan dapat memberikan andil yang signifikan terhadap pencapaian
tujuan pendidikan nasional seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003.

Sesuai fungsi dan tujuan utama pembiayaan pendidikan sertakomitmen


pemerintah yang dituangkan dalam RPJM 2010-2014, prioritas pembiayaan
pendidikan diberikan pada upaya untuk:
a. memenuhi kebutuhan pendidikan pada daerah miskin, daerah terpencil,
derah perbatasan, dan daerah yang terkena konflik dan bencana alam;
serta kelompok/masyarakat termarginalkan dan pendidikan inklusif;
b. memperkuat pelaksanaan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan
pada tingkat kabupaten/kota dengan kemampuan fiskal yang rendah;
c. pemberdayaan satuan pendidikan yang belum menenuhi standar nasional
pendidikan;
d. pemberdayaan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan dan
pengelolaan pendidikan melalui perangkat organisasi komite
sekolah/madrasah dan dewan pendidikan; serta
e. melaksanakan komitmen internasional di bidang pendidikan dalam
kerangka mencapai tujuan pembangunan milenium (Millenium
Development Goals/MDG), pendidikan untuk semua (Education For
All/EFA), dan pengarusutamaan gender serta program lainnya.

3. Pendanaan Pendidikan Berbasis Kegiatan

Ada dua konsep tentang nilai ekonomis dari kegiatan pendidikan yaitu
pendidikan sebagai investasi dan pendidikan sebagai konsumsi yang
mendasari strategi pembiayaan pendidikan. Pendidikan dikatakan sebagai
investasi karena melalui pendidikan seseorang memperoleh kompetensi yang
digunakan sebagai modal dasar dalam menciptakan penghasilan di dunia
kerja di masa yang akan datang. Biaya pendidikan (education costs)
merupakan investasi yang akan menghasilkan keuntungan (economic
returns) dengan tingkat yang lebih tinggi dibandingkan dengan perolehan dari
bunga bank. Pendidikan dikatakan sebagai konsumsi apabila melalui
pendidikan seseorang bukan untuk memperoleh kompetensi untuk modal
kerja tetapi untuk kepuasan, kenikmatan, dan kebanggaan selama mengikuti
pendidikan. Terlepas dari anggapan bahwa pendidikan sebagai investasi
ataupun konsumsi, pendidikan merupakan kegiatan produksi kompetensi
yang dilakukan oleh peserta didik dengan menggunakan sumber daya
pendidikan yang mencakup sumber belajar (guru, kurikulum, dan bahan ajar),
sarana dan fasilitas belajar (ruangan tempat belajar, komputer, sarana
praktek, laboratorium, dan perpustakaan), serta dukungan administrasi dan
manajemen. Untuk menyediakan layanan pendidikan yang bermutu baik
sebagai investasi ataupun konsumsi diperlukan dukungan sumber daya
pendidikan yang memenuhi persyaratan standar nasional pendidikan agar

81
dapat terjadi proses pembelajaran yang efektif, produktif, menyenangkan, dan
memberdayakan peserta didik.

Persyaratan sumber daya pendidikan yang diperlukan untuk


penyelenggaraan pendidikan baik sebagai investasi maupun konsumsi
dengan standar nasional atau internasional mempunyai implikasi terhadap
sistem pendanaan pendidikan. Selain untuk menjaga mutu layanan
pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, sistem pendanaan pendidikan
harus memperhatikan prinsip-prinsip keadilan, kecukupan, keberlanjutan,
efisiensi, efektivitas, dan transparansi dalam penyediaan, pengelolaan,
pengalokasian, dan penggunaan dana pendidikan (UU Sisdiknas, 2003, Pasal
47, 48, dan 49). Prinsip keadilan berupa kebijakan tentang keberpihakan dan
keringanan bagi masyarakat kurang mampu dalam membiayai pendidikan.
Prinsip kecukupan berupa kebijakan tentang pendanaan pendidikan yang
sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pendidikan dengan mutu sesuai
standar nasional pendidikan. Prinsip keberlanjutan adalah sistem pendanaan
pendidikan yang menjamin keberlangsungan proses pendidikan sehingga
peserta didik dapat menyelesaikan program pendidikan sesuai waktu yang
telah ditentukan. Prinsip-prinsip efisiensi, efektivitas, dan transparansi
mengacu pada sistem pengelolaan dan penggunaan dana pendidikan yang
menjamin dicapainya hasil pendidikan yang dapat dipertanggung jawabkan
baik secara teknis pedagogik maupun finansial.

Biaya satuan pendidikan adalah rata-rata biaya yang diperlukan untuk


terselenggaranya pendidikan yang bermutu per peserta per tahun. Istilah
biaya satuan pendidikan digunakan pula untuk satu siklus jenjang pendidikan
yaitu rata-rata biaya pendidikan yang diperlukan untuk menyelesaian
pendidikan dasar, menengah, atau tinggi Jika lama penyelesaian melebihi
waktu nomal bagi penyelesaian satu siklus pendidikan dikatakan telah terjadi
pemborosan biaya pendidikan. Oleh karena itu analisis efektivitas biaya
satuan pendidikan mencakup kajian terhadap struktur biaya (cost structure)
dalam rumus pendanaan pendidikan dan dasar perhitungan harga sumber
daya (kualitas dan jumlah) yang harus memenuhi kaedah-kaedah pedagogik
dan ekonomi dalam penyelenggaraan kegiatan dan pengelolaan
pendidikansesuai dengan standar nasional pendidikan.

Sistem pendanaan dan penggaran pendidikan yang sesuai dengan upaya


untuk menyelenggarakan pendidikan yang bermutu serta memenuhi prinsip-
prinsip keadilan, kecukupan, keberlanjutan, efisiensi dan efektivitas dalam
pengadaan, pengalokasian, penggunaan, dan pengelolaan pendanaan
menuntut perlu dikembangkannya rumus penganggaran pendidikan yang
visioner. Rumus pendanaan pendidikan yang visioner memuat komponen
pembiayaan dan biaya satuan pendidikan yang memungkinkan dicapainya
mutu layanan pendidikan berdasarkan standar dan indikator kinerja kunci
(IKK) yang telah ditetapkan secara nasional atau internasional, serta
memudahkan penggunaannya oleh penyelenggara pendidikan pada tingkat
satuan pendidikan, dan pengelola pendidikan pada kabupaten/kota, propinsi,
dan nasional. Rumus pendanaan merupakan acuan dalam pengalokasian
anggaran dan kontrak antara penyelenggara dan pengelola pendidikan untuk

82
menghasilkan layanan pendidikan sesuai standar kinerja yang telah
ditentukan.

Strategi pembiayaan pendidikan nasional mencakup penerapan rumus


pendanaan berbasis kegiatan (actvity-led funding system) dalam
penyelenggaraan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, serta
penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan pada tingkat kabupaten/kota,
provinsi, dan nasional. Penerapan rumus pendanaan berbasis kegiatan
merupakan aplikasi dari prinsip penganggaran berbasis kinerja yang akan
diterapkan dalam pengalokasian anggaran untuk mendukung pelaksanaan
kebijakan, program dan kegiatan pembangunan pendidikan dalam Renstra
Depdiknas 2010-2014.

a. Pendanaan Pada Tingkat Satuan Pendidikan

Dengan mengacu pada rumus yang dikembangkan oleh McMahon (2001),


Balitbang (2005) mensimulasikan pengembangan rumus pendanaan
pendidikan berbasis kegiatan untuk penyelenggaraan pendidikan pada tingkat
satuan.Biaya penyelenggaraan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan
terdiri dari dua komponen yaitu: 1) biaya penyelenggaraan kegiatan pokok
pendidikan, dan 2) biaya kompensasi kerena faktor kemiskinan dan
rendahnya mutu hasil belajar yang dapat dicapai peserta didik. Kegiatan
pokok pendidikan mencakup penyelenggaraan pembelajaran (kegiatan
belajar mengajar – KBM) oleh guru, pengadaan sarana, dan penunjang
administrasi pendidikan. Sedangkan biaya kompensasi terdiri atas biaya
kompensasi kemiskinan, yaitu jumlah siswa dari dari keluarga prasejahtera,
dan komensasi mutu pendidikan, yaitu jumlah siswa yang memiliki prestasi
belajar lebih rendah dari standar nilai ujian nasional.

Biaya operasi pengadaan guru ditentukan berdasarkan persyaratan


kurikulum, beban tugas penuh pegawai negeri per minggu (FTE) yaitu 40 jam
kerja (yang dikonversikan kedalam jumlah jam-pelajaran), tingkat gaji,
tunjangan kesejahteran, dan asuransi sebagai pendidik profesional. Dengan
menggunakan asumsi tersebut tidak perlu lagi disediakan anggaran untuk
honor kelebihan mengajar, pemeriksaan hasil belajar, kegiatan ekstra
kurikuler, ataupun bimbingan belajar. Semuanya sudah diperhitungkan
sebagai beban kerja penuh guru (FTE), dan sebagai dasar penentuan tingkat
gaji, tunjangan kesejahteran dan asuransi sebagai maslahat tambahan (fringe
benefits) guru.

Biaya investasi untuk pengadaan sarana dan prasarana pendidikan


ditentukan berdasarkan harga sewa atau nilai depresiasi untuk masa kurun
waktu 3, 5, 15 atau 25 tahun sesuai masa penggunaannya. Sistem sewa-beli
diperhitungkan berdasarkan nilai depresiasi akan mencakup biaya perbaikan,
pemeliharaan, dan pengadaan sarana pendidikan baru yang harus diganti
karena telah ketinggalan teknologinya atau habis masa pakainya. Sedangkan
biaya untuk pengadaan sarana penunjang administrasi dan operasi
ditentukan berdasarkan rasio jumlah guru dan siswa yang dilayani, beban
kerja penuh waktu (full time equivalent/FTE) tenaga teknis adminsitratif, harga

83
pasar bahan habis pakai dan ATK, serta lumpsum untuk perjalanan dinas
guru, kepala sekolah, tenaga administrasi dan tenaga kependidikan.

Komponen kedua dari anggaran penyelenggaran pendidikan pada tingkat


satuan pendidikan adalah dana kompensasi kemiskinan dan mutu. Anggaran
untuk dana kompensasi kemiskinan diperhitungkan berdasarkan proporsi
siswa dari keluarga prasejahtera dan dana yang diperlukan siswa untuk
membeli pakaian seragam alat tulis, buku, transportasi, dan makan siang di
sekolah. Anggaran untuk kompensasi mutu pendidikan diperhitungkan
berdasarkan proporsi siswa yang memiliki hasil belajar berada pada
peringkat mutu pendidikan kurang dari rata-rata nasional.

Biaya satuan penyelenggaraan pendidikan dihitung berdasarkan asumsi dan


kriteria SD dan SMP memiliki 300 siswa, 12 rombongan belajar, 20 guru mata
pelajaran, dan 10 tenaga penunjang administrasi KBM dan TU. Dengan
menggunakan asumsi dan kriteria dalam pengembangan rumus pendanaan
pendidikan berbasis kegiatan (activity-led funding system), diperoleh biaya
satuan penyelenggaraan pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs) masing-
masing Rp 9,44 juta dan Rp 9,99 juta seperti dirangkum dalam Tabel 7.1.
Biaya satuan untuk penyelenggaraan pendidikan menengah (SMA, SMK, MA,
dan MAK) dapat dihitung dengan menggunakan metode yang sama.

Tabel 7.1: Rangkuman biaya satuan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan

Komponen Rumus Pendanaan Biaya Satuan Pendidikan Asumsi/Kriteria


SD/MI SMP/MTs
Tingkat Satuan Pendidikan:
1. Guru: Rp 3.24 jt Rp 3.6 jt
- Gaji 2.59 2.88 60%FTE
- Tunjangan kesejahteraan 0.65 0.72 15%FTE
2. Sarana Pendidikan: Rp 1.67 jt Rp 1.67 jt
- Ruangan belajar 0.73 0.73 5 m2/siswa
- Mebiler 0.25 0.25 Jml rk/kntr
- Labbhs,IPA,komp/mdi 0.33 0.33 Jml siswa
- Buku teks + perpust 0.29 0.29 5-7bk per 3 th
- Lahan tanah 0.07 0.07 15 m2/siswa
3. Admin KBM, TU, operasi Rp 1.54 jt Rp 1.54 jt
- TU, pust, labor, jaga 1.44 1.44 Jml guru/siswa
- Daya listrk, tilp, air, ATK, perjalanan 0.1 0.1 paket daya
4. Kegiatan Ekur Rp 1.73 jt Rp 1.92 jt 40% FTE
5. Biaya dasarF Rp 8.18 jt Rp 8.73 jt
6. Dana Kompensasi: Rp 1.26 jt Rp 1.26 jt
- Kemiskinan (1-α)Iks 0.54 0.54 30%*IKs Nas
- Mutu Pendd (1-β)Ims 0.72 0.72 25%FTE,30%ss
Biaya satuan pada tingkat satuan pendidikan Rp 9.44 jt Rp 9.99 jt

b. Pendanaan Pada Tingkat Kabupaten dan Kota

Sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan tentang pemerintahan


daerah, pendanaan pendidikan pada tingkat kabupaten/kota dinyatakan
sebagai biaya daerah, terdiri dari dua komponen yaitu 1) pembiayaan pokok
untuk satuan pendidikan, dan 2) biaya pengawasan dan biaya manajemen
daerah kabupaten/kota. Komponen biaya pengawasan mencakup gaji, sarana
pengawasan, dan perjalanan bagi pengawas; sedangkan komponen biaya
untuk manajemen, mencakup gaji pegawai adaministrasi, biaya operasional

84
(lsitrik, air, tilpon, perjalanan pegawai, perawatan, ATK, dll) pada tingkat
kabupaten/kota.

Biaya pengawasan diperhitungkan sesuai kebutuhan mobilitas dan jumlah


pengawas untuk menyelenggarakan kegiataan pembinaan akademik dan
administrasi dalam wilayah kabupaten. Kebutuhan mobilitas mencakup biaya
transportasi dan konsumsi selama mengunjungi sekolah, dan kelayakannya
ditentukan oleh jarak waktu serta keterpencilan sekolah dari domisili
pengawas di kota kabupaten. Jika pengawas harus menginap berarti harus
ada kompensasi biaya perjalanan untuk akomudasi, meskipun pengawas
harus tinggal dirumah penduduk atau guru karena memang tidak ada
penginapan di kecamatan/ desa. Gaji pengawas menggunakan standar gaji
guru (karena pengawas adalah guru yang bertugas sebagai pengawas)
termasuk hak untuk memperoleh dana kesejahteraan.

Penyelenggaraan pendidikan di tingkat kabupaten/kota dikelola oleh Dinas


Pendidikan Kabupaten/Kota. Kegiatan pengelolaan mencakup menajemen
dan administrasi semua kegiatan pendidikan di tingkat kabupaten/kota. Biaya
manajemen dan administrasi pada tingkat kabupaten/kota diperhitungkan
mencakup dana untuk melaksanakan fungsi manajemen yaitu perencanaan,
pengorganisasian, pengadaan staf, pembinaan, dan pengawasan. Kegiatan
manajemen di kabupaten memerlukan sumber daya manusia, fasilitas kerja,
dan dana operasional.

c. Pendanaan Pada Tingkat Provinsi

Pendanaan pendidikan pada tingkat propinsi, pada prinsipnya mecakup


kegiatan penyelenggaraan dan pengelolaan untuk mendukung penyeleng-
garaan pendidikan pada lingkup wilayah propinsi. UU Sisdiknas 20/2003
Pasal 50 ayat 4 menetapkan Pemerintah Propinsi melakukan koordinasi atas
penyelenggaraan pendidikan, pengembangan tenaga kependidikan, dan
penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah
kabupaten/kota untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah. Sedangkan
Pasal 50 ayat 3 mengamanatkan bahwa Pemerintah Propinsi bersama
Pemerintah dan Pemerintah Kabupaten/Kota menyelenggarakan sekurang-
kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk
dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional.

Biaya untuk pendidikan dan pengmbnan (penataran) guru mencakup biaya


untuk penyelenggaraan Kelompok Kerja Guru (KKG) untuk guru SD/MI dan
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) untuk guru SMP/MTs dan
SMA/MA/SMK dan sertifikasi yang diperhitungkan berdasarkan pertimbangun
untuk meningkatkan kinerja dan profesionalitas guru serta jumlah guru yang
belum memenuhi persyaratan kualifikasi pendidikan sarjana.

Biaya untuk kegiatan koordinasi pengembangan kurikulum sesuai kebutuhan


pembinaan dan kharakteristik kurikulum satuan pendidikan diperhitungkan
berdasarkan jumlah mata pelajaran pokok untuk setiap jejang dan jenis
pendidikan dasar dan menengah serta sejumlah nara sumber yang akan
diikutsertakan dalam membantu kabupaten/kota mengembangkan kurikulum

85
satuan pendidikan. Kegiatan koordinasi dan pengembangan kurikulum
mencakup pengembangan standar pelayanan minimal pendidikan ditingkat
propinsi melalui rapat kerja, lokakarya, pengumpulan data lapangan, dan
seminar dengan melibatkan pakar pendidikan dari perguruan tinggi, penye-
lenggara pendidikan, tokoh masyarakat, unit kerja terkait, dan para guru.

Biaya untuk penyelenggaran satuan pendidikan khusus dan layanan khusus,


satuan pendidikan bertaraf internasional dan unggulan lokal, diperhitungkan
berdasarkan kebutuhan kebutuhan daerah untuk meningkatkan layanan
pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan fisik dan mental,
peningkatan mutu pendidikan hingga bertaraf iknternasional, dan menjadikan
satuan pendidikan untuk menunjang program pembangunan yang menjadi
unggulan daerah. Untuk efektivitas, penyelenggaraan satuan pendidikan
bertaraf internasional dan unggulan lokal perlu bekerjasama dengan
perguruan tinggi setempat.

Kegiatan manajemen di tingkat propinsi mencakup koordinasi


penyelenggaraan penataran guru dan tenaga kependidikan lainnya,
koordinasi pengembangan kurikulum dan standar pelayanan minimal sebagai
pelaksanaan penegendalian mutu pendidikan berdasarkan standar nasional
pendidikan, penyediaan fasilitas pendidikan lintas daerah yaitu pengelolaan
satuan pendidikan bertaraf interasional, satuan pendidikan berbasis unggulan
lokal, satuan pendidikan khusus dan layanan khusus. Biaya manajemen
mencakup gaji staf, tenaga administratif, serta biaya operasional dan ATK unit
kerja pengelola pendidikan pada tingkat propinsi.

d. Pendanaan Pendidikan Pada Tingkat Nasional

Pendanaan pendidikan pada tingkat nasional, pada prinsipnya untuk


mendukung penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan dengan lingkup
nasional. UU Sisdiknas Pasal 50 ayat 1 menetapkan bahwa Menteri
Pendidikan Nasional bertanggungjawab atas penyelenggaraan sistem
pendidikan nasional. Pasal 50 ayat 2 menegaskan bahwa Pemerintah
menentukan kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan untuk
menjamin mutu pendidikan nasional. Pasal 50 ayat 3 menetapkan Pemerintah
juga bertanggung jawab menyelenggarakan pendidkan bertaraf internasional.
Selanjutnya Pasal 38 ayat 1 mengamanatkan bahwa Pemerintah menetapkan
kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah.
Sedangkan Pasal 59 ayat 1 mengamanatkan Pemerintah dan Pemerintah
Daerah melakukan evaluasi terahadap pengelola, satuan, jalur, jenjang dan
jenis pendidikan.

Untuk melaksanakan amanat UU Sisdiknas tersebut pendanaan pendidikan


pada tingkat nasional dipusatkan pada pembiayaan atas kegiatan
perencanaan, penganggaran dan pengalokasian dana pendidikan secara
nasional, pengendalian mutu pendidikan nasional berupa penelitian dan
pengembangan standar nasional pendidikan (standar isi, proses, kompetensi
lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, manajemen,
pendanaan, dan evaluasi), melakukan penelitian dan pengembangan
pendidikan, serta melakukan monitoring dan evaluasi atas penyelenggaraan

86
dan hasil pendidikan secara nasional. Pemerintah juga berkewajiban
menyediakan dana untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan bertaraf
internasional dan unggulan lokal bersama Pemerintah Daerah dan/atau
masyarakat terutama dalam kerangka penelitian dan pengembangan melalui
studi banding atau pilot project. Dalam konteks penerapan standar nasional
pendidikan Permerintah bertanggung jawab untuk menyediakan dana
kompensasi kemiskinan untuk peserta didik dari keluarga prasejahtera, dan
kopensasi mutu pendidikan yang diperuntukan bagi satuan pendidikan untuk
meningkatkan mutu pendidikan hingga mencapai standar yang ditetapkan
secara nasional. Kebutuhan pendanaan pendidikan pada tingkat nasional
mencakup dana manajemen pada Departemen Pendidikan Nasional dan
Departemen lain seperti Departemen Agama yang mengelola pendidikan
madrasah dan pendidikan keagamaan.

Pendanaan kegiatan perencanaan pada tingkat nasional mencakup strategi


untuk pemerataan partisipasi, mutu, relevansi, dan efisiensi pendidikan.
Sasaran dalam aspek partisipasi pendidikan adalah semua anak usia 7
hingga 15 tahun mengikuti program wajib belajar pendidikan dasar; sasaran
tentang mutu pendidikan dinyatakan oleh tingkat keberhasilan peserta didik
(dan lulusan) mencapai standar kompetensi yang dipersyaratkan secara
nasional atau internasional; sasaran relevansi pendidikan dinyatakan dengan
kesesuian proses pendidikan dengan potensi dan kebutuhan pertumbuhan
peserta didik, persyaratan melanjutkan pendidikan ketingkat yang lebih tinggi,
dan/atau kesesuaian pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja; dan efisiensi
pendidikan yang dinyatakan dengan kesesuaian antara biaya yang
dikeluarkan dengan persyaratan sarana, proses, dan hasil pendidikan baik
dalam aspek paedagogik maupun finansial sehingga peserta didik dapat
menyelesaikan program pendidikannya tepat waktu.Pembiayaan untuk
pengendalian standar nasional pendidikan pada tingkat nasional mencakup
strategi untuk mengendalikan mutu pendidikan nasional. Kegiatan pengen-
dalian mutu mencakup pengembangkan standar pelayanan minimal (SPM)
pendidikan, akreditasi progam dan satuan pendidikan, evaluasi hasil belajar
peserta didik, lembaga, dan program pendidikan, serta sertifikasi pendidik.

Penyelengggaraan pendidikan nasional memerlukan dukungan kegiatan


penelitian dan pengembangan yang diperlukan sebagai dasar penyusunan
kebijakan nasional dalam mengimplementasikan visi, misi, dan strategi
pendidikan nasional sebagaimana diamanatkan UU Sisdiknas. Pembiayaan
kegiatan penelitian dan pengembangan mencakup biaya penelitian dan peng-
embangan kebijakan nasional, menyusun kerangka dasar dan struktur kuri-
kulum, pengembangan sistem penilaian nasional, pelaksanaan inovasi
model-model pendidikan dan pembelajaran, serta penyediaan data
pendidikan.

Dengan menggunakan asumsi tentang tugas dan fungsi unit pengelolaan


pendidikan pada tingkat wilayah kabupaten/kota, provinsi, dan nasional
(departemen) biaya satuan penyelenggarfaan dan pengelolaan pendidikan
per peserta didik adalah Rp 10,44 juta untuk SD/MI dan Rp 10,99 juta untuk
SMP/MTs seperti dirangkum dalam Tabel 7.2.

87
Tabel 7.2: Rangkuman biaya satuan pendidikan pada tingkat satuan
pendidikan, kabupaten, provinsi, dan nasional
Komponen Rumus Biaya Satuan Pendidikan Asumsi/Kriteria
Pendanaan SD/MI SMP/MTs
Biaya satuan pada tingkat Rp 9.44 jt Rp 9.99 jt
satuan pendidikan
Tingkat Kabupaten/Kota:
- Pengawasan (Pw) 0,015 0,015 Jml sekolah (per 25)
- Manajemen Kab/Kot (Md) 0,099 0,099 Jumlah staff
Biaya satuan pengelolaan Rp 0,114 jt Rp 0,114 jt
tingkat kab/kota
Tingkat Provinsi:
- Penataran Guru (Tr) 0,829 0,829 Juml guru
-Koord Bang Kur (Kr) 0,002 0,002 Unit kerja, dan pakar
- Peddk/Lyn Khus, Intrns, UL* * * Juml sekolah
- Manjemen Prov (Mp) 0,019 0,019 Jumlah staff
Biaya satuan pengelolaan Rp 0,850 jt Rp 0,850 jt
tingkat provinsi
Tingkat Nasional:
-Perencanaan (Re) 0,001 0,001 Jml unit/dinas terkait
- Pengendalian Standar (Sn) 0,009 0,009 Tuntutan SNP
- Litbang (Pe) 0,003 0,003 Jml kebijakan/inovasi
- Monitoring & Eval (Me) 0,001 0,001 Wilayah monev
- Komp Miskin/Mutu (IKm/IMn) 0,018 0,018 Jml sw mskn/lls dibw std
- Manajemen Nasional (Mn) 0,003 0,003 Jml unit terkait
Biaya satuan pengelolaan Rp 0,035 jt Rp 0,035 jt
tingkat nasional
Total biaya satuan per Rp 10,439 jt Rp 10,494 jt
peserta didik per tahun
Sumber: Balitbang (2005), Studi Pengembangan Rumus Pendanaan Pendidikan Dasar dan
Menengah.

e. Biaya Satuan Pendidikan Tinggi

Biaya satuan pendidikan pada tingkat pendidikan tinggi dihitung berdasarkan


jenis pengeluaran seperti ITB adalah berkisar antara Rp 10,8 juta (faktual)
hingga Rp 18,1 juta (ideal). Kegiatan pendidikan yang menjadi komponen
rumus pembiayaan pada ITB mencakup biaya peronil (PS), fasilitas dan
sarana pendidikan (FP), manajemen struktural (MS), tugas pembelajaran
(TB), tugas penelitian (TP), dan tugas jasa layanan (TJ). Masing-masing
kegiatan menerapkan indikator pembiayaan efisiensi, efektivitas,
produktivitas, relevansi, leadership dan stustainability yang berbeda. Biaya
personil menggunakan indicator efisiensi, produktivitas, efektivitas, relevansi,
leadership, dan sustainability. Biaya pengadaan fasilitas perndidikan
menggunakan keriteria produktivitas, efisiensi, dan relevansi. Biaya
manajemen structural menggunakan indikator produktivitas, dan
sustainability. Sedangkan biaya untuk pelaksanaan tugas pembelajaran
menggunakan indikator produktivitas, relevansi, dan efisiensi.

Profil anggaran belanja dan biaya satuan pendidikan di ITB faktual Rp10,8
juta dan ideal Rp18,1 juta seperti dirangkum dalam Tabel 7.3. Dari tabel
tersebut proporosi komponen biaya untuk peronil secara ideal adalah 45,6%
ketimbang kondidisi sekarang yaitu 65%, sedangkan untuk fasiltas pendidikan
adalah 19,7% ketimbang hanya 4%. Demikian pula halnya dengan proporsi

88
biaya untuk pelaksanaan tugas pembelajaran harus diubah dari 9% menjadi
14% dari total biaya penyelenggaraan pendidikan.

Tabel 7.3 Profil Anggaran Belanja ITB Tahun 2002


Berdasarkan Komponen Biaya Satuan Pendidikan Tinggi (BSPT)

Subkomponen BSPT Faktual (Rp) % Ideal (Rp) %


1. Personil (PS) 109,919,145,659 65.0 86,836,125,600 45.6
2. Fasilitas Pendidikan 6,067,620,513 4.0 37,514,729,700 19.7
FP) 9,109,722,770 5.0 7,998,064,200 4.2
3. Manajemen 14,547,710,333 9.0 27,612,364,200 14.5
Struktural(MS) 13,677,200,996 8.0 18,281,289,600 9.6
4. Tugas Pembelajaran 14,930,648,502 9.0 12,187,526,400 6.4
(TB)
5. Tugas Penelitian
(TP)
6. Tugas Jasa Layanan
(TJ)
Total 166,252,048,773 100.0 190,430,100,000 100.0
Jumlah Mahasiswa 10,521 10,521
BSPT per mhs, per tahun 10,801,925 18,100,000
Sumber: Balitbang (2005), Studi Pendanaan Pendidikan Tinggi, yang dirangkum dari Biro
Keuangan, Model Perhitungan Biaya Satuan Pendidikan Tinggi (BSPT) Program Pendidikan
Sarjana (S1) Tahun 2002, Depdiknas, 2002, hal. 59

Berdasarkan kebutuhan penyelenggaraan pendidikan sesuai mutu lulusan


yang diharapkan dari IPB sebagai perguruan tinggi unggulan pada tahun
2020, satuan biaya per mahasiswa untuk Fakultas Kedokteran Hewan adalah
Rp 20 juta, sedangkan untuk fakultas lainnya Rp 15 juta per tahun (Balitbang,
2005,Strategi Pengembangan SDM dan Pendanaan Institut Pertanian Bogor).

4. Rencana Pembiayaan

Renstra 2010-2014 yang disusun oleh Departemen Pedidikan Nasional untuk


dijabarkan dan dilaksanakan oleh unit utama di lingkungan Depdiknas
menjadi Renstra unit utama untuk lima tahun ke depan. Sebagai rencana
strategis pendidikan nasional, Renstra Depdiknas merupakan acuan bagi
Departemen terkait, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota
dalam menyusun rencana strategis pendidikan.

Departemen terkait seperti Departemen Agama yang mengelola madrasah


dan pendidikan tinggi agama, Departemen Kesehatan, Departemen Petanian,
Departemen Perhubungan yang menyelenggarakan pendidikan vokasi dan
kedinasan menyusun program dan anggaran pendidikannya sesuai dengan
tugas dan fungsinya dalam penyelenggaraan pendidikan sesuai standar
nasional yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional.

Pemerintah daerah menyusun rencana pembangunan pendidikan daerah


(Renstra SKPD bidang Pendidikan) berdasarkan kebijakan dan target
program pembangunan pendidikan nasional yang dituangkan dalam Renstra
Depdiknas. Berdasarkan Renstra SKPD tersebut, pemerintah daerah
membuat perencanaan pembiayaan pembangunan pendidikan untuk lima

89
tahun ke depan untuk mencapai target-target program di daerahnya hingga
tahun 2014. Strategi pembiayaan disusun dengan memperhitungkan proyeksi
(a) pendapatan asli daerah (PAD); (b) dana perimbangan yang meliputi dana
bagi hasil, dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus (DAK); (c)
dana otonomi khusus dan penyeimbang; dan (d) perkiraan alokasi belanja
pemerintah pusat berupa dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan
(DTP).

Karena keterbatasan keuangan pemerintah pusat dan juga kendala daerah


meningkatkan PAD, kesenjangan pendanaan (fiscal gap) di daerah akan
sangat mungkin terjadi. Terjadinya kesenjangan itu diakibatkan oleh tidak
terpenuhinya kebutuhan pendanaan untuk mencapai target-target program
yang telah ditentukan. Untuk menutup kesenjangan pendanaan, pemerintah
daerah perlu memperhitungkan sumber-sumber pendanaan lain yang
mungkin dapat diupayakan, seperti bantuan luar negeri (donor) dan kontribusi
masyarakat yang harus ditelaah per program. Semua kemungkinan skenario
pembiayaan tersebut harus tertuang dalam Renstra SKPD 2010-2014,
sebagai pedoman pelaksanaan program pembangunan pendidikan di
daerahnya, dalam rangka mendukung pencapaian target-target nasional
program pembangunan jangka menengah 2010-2014.

Rencana pembiayaan yang akan dijelaskan dalam bagian ini mencakup


pendanaan pendidikan untuk melaksanakan pembangunan
pendidikannasional, baik yang diselenggarakan di lingkungan Depdiknas,
Departemen terkait, pementah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan
pendidikan yang diselengaakan oleh masyarakat sesuai dengan RPJM.
Skenario pendanaan pendidikan nasional untuk pembiayaan pembangunan
pendidikan serta untuk memenuhi amanat UUD RI 1945 pasal 31 ayat (4)
menggunakan APBN dan APBD sesuai dengan RPJMN 2010-2014.

a. Sumber Pendanaan Pembangunan Pendidikan


UUD RI 1945 dan UU Sisdiknas 20/2003 mengamanatkan agar negaa
memberikan prioritas sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD
dialokasikan untuk pembiayaan pembangunan pendidikan nasional.Dengan
menggunakan pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi yang ditargetkan
pemerintah dalam RPJMN 2010-2014, total anggaran pendidikan pada tahun
2014 akan mencapai ??? triliun atau setara dengan ??? % dari PDB pada
tahun yang sama. Anggaran sektor pendidikan pada pemerintah pusat pada
tahun 2014 akan mencapai ??? triliun, sedangkan anggaran sektor
pendidikan pada pemerintah daerah akan mencapai ??? triliun. Persentase
anggaran sektor pendidikan pemerintah pusat terhadap belanja pemerintah
pusat, tumbuh sesuai dengan kesepakatan antara Pemerintah dan DPR yaitu
dari ??? % pada tahun 2010 menjadi ??? % pada tahun 2014 untuk

90
memenuhi amanat UUD 1945 pasal 31 ayat (4). Skenario pendanaan
pendidikan nasional selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 7.2.

Tabel 7.2
Skenario Pendanaan Pendidikan Nasional

Keterangan 2010 2011 2012 2013 2014


Pertumbuhan Ekonomi (APBN 2010 dan
1
RPJM, dalam %)
2 Inflasi (APBN 2010 dan RPJM, dalam %)
3 PDB (dalam trilyun Rp)
Belanja Pemerintah Pusat dalam APBN
4
(dalam trilyun Rp)
Belanja Pemerintah Daerah dalam APBN
5
(dalam trilyun Rp)
Anggaran Sektor Pendidikan Pemerintah
6
Pusat (dalam trilyun Rp)
Anggaran Sektor Pendidikan Pemerintah
7
Daerah (dalam trilyun Rp)
Total Anggaran Sektor pendidikan (dalam
8
trilyun Rp)
Persentase Anggaran Sektor Pendidikan
9
terhadap PDB

Besarnya pembiayaan pembangunan pendidikan nasional selama lima tahun


(2010-2014) dihitung berdasarkan biaya satuan penyelenggaraan dan
pengelolaan pendidikan untuk mencapai target angka partisipasi pendidikan
(APK), mutu lulusan minimal sesuai SNP, dan akunbilitas tata kelola
pendidikan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.Dengan mengacu
pada hasil simulasi Balitbang (2005) dan Studi Biro Keuangan (2002) biaya
satuan penyelenggaraan kegiatan pokok penddikan pada masing-masing
satan pendidikan formal adalah seperti dirangkum dalam Tabel 7.3

Tabel 7.3
Perkiraan Biaya Satuan Kegiatan Pokok Pendidikan (BSPP) Faktual
Masing-masing Satuan Pendidikan Tahun 2010-2014
(Dalam Juta)

No Jenjang Pendidikan Biaya


Satuan
1. PAUD 9,00
2. SD/MI dan sederajat 9,50
3 SMP/MTs dan sederejat 10,00
5. SMA/MA dan sederajat 12,50
7. SMK/MAK dan sederajat 15,00
8. Pendidikan Tinggi 20,00

91
Rata-rata biaya penyelenggaraan pendidikan BSPP bertaraf internasional
antara 1,50 kali sampai dengan 2,00 kali rata BSPP standar nasional.
Perhitungan biaya operasional untuk tahun 2009 menggunakan besarnya
biaya satuan per siswa per tahun menurut jenjang pada sekolah dengan mutu
sesuai SNP. Total biaya pengelolaan pendidikan pada tingkat kabupaten/kota
dan propinsi untuk penyelenggaraan pendidikan dasar dan mengengah, dan
biaya pengelolaan untuk penyelenggaaan pendidikan dasar, menengah, dan
tinggi diperkirakan sebesar 15% dari biaya penyelengaraan kegiatan pokok
pendidikan pada masing-masing jenjang dan jenis pendidikan.

Perkiraan biaya penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan untuk


pendidikan anak usia dini (PAUD), pendidikan dasar (SD, MI, dan yang
sederajat, serta SMP, MTS, dan yang sederajat), pendidikan menengah
(SMA, MA, SMK, dan MAK), dan pendidikan tinggi adalah seperti dirangkum
dalam Tabel 7.4

Table 7.4 Rangkuman Kebutuhan Biaya Penyelenggaraan dan Pengelolaan


Pendidikan Tahun 2009/2010 – 2014/2015

Tahun Anggaran
Komponen Satuan
2010/2011 2011/2012 2012/2013 2013/2014 2014/2015
Penduduk 5-6 th Orang 8,235,800 8,253,400 8,277,800 8,298,200 8,314,400
APS 5-6 th % 68 69 70 71 72
Penduduk 7-12 th Orang 23,828,000 23,989,500 24,156,000 24,321,200 24,479,300
APS 7-12 th % 100 99 99 98 98
Penduduk 13-15 th Orang 12,319,500 12,244,000 12,172,000 12,101,600 12,030,900
APK SMP, MTs % 102 103 103 103 104
Penduduk 16-18 th Orang 13,127,200 12,918,600 12,626,300 12,334,100 12,042,000
APK SM % 68.03 71.95 75.93 79.97 84.08
APK SMK % 33.81 37.93 42.11 46.36 50.67
Penduduk 19-24 th Orang 25,382,600 25,459,300 25,543,100 25,630,500 25,713,400
APK PT % 20 21 22 23 24

Peserta Didik
PAUD 11,126,304 11,329,032 11,551,368 11,766,890 11,985,212
TKLB/TKkh 13,873 15,260 16,786 18,465 20,311
SD/MI 23,793,201 23,777,283 23,799,387 23,798,305 23,893,847
SDLB/SDKh 56,505 59,862 63,417 67,188 71,175
SMP/MTs 12,627,308 12,576,566 12,483,446 12,449,932 12,501,385
SMPLB/SMPKh 15,543 17,082 18,773 20,632 22,674
SMA/MA 3,306,326 3,234,947 3,163,567 3,092,188 3,020,808
SMK/SMK 4,392,963 4,890,770 5,388,578 5,886,385 6,384,193
SMALB/SMAKh 7,633 8,777 10,094 11,608 13,349
PT 5,200,021 5,425,201 5,662,923 5,913,145 6,174,643

Kebutuhan Dana BSPP


9.00
PAUD 100,136,736 101,961,288 103,962,312 105,902,010 107,866,908
9.50
SD/MI 226,035,410 225,884,189 226,094,177 226,083,898 226,991,547

92
Tahun Anggaran
Komponen Satuan
2010/2011 2011/2012 2012/2013 2013/2014 2014/2015
10.00
SMP/MTs 126,273,080 125,765,660 124,834,460 124,499,320 125,013,850

SMA/MA 12.50 41,329,075 40,436,838 39,544,588 38,652,350 37,760,100


SMK/SMK 15.00 65,894,445 73,361,550 80,828,670 88,295,775 95,762,895
SLB/SKh/PK dan PLK
962,375,850 1,143,318,015 1,287,235,445 1,527,324,994 1,700,849,585
(Semua Jenjang)
20.00
PT 104,000,420 108,504,020 113,258,460 118,262,900 123,492,860
Total 851,693,579 866,241,499 878,412,679 888,271,144 899,470,606

Biaya Pemerintah %
PAUD 0.20 20,027,347 20,392,258 20,792,462 21,180,402 21,573,382
SD/MI 0.75 169,526,557 169,413,141 169,570,632 169,562,923 170,243,660
SMP/MTs 0.75 94,704,810 94,324,245 93,625,845 93,374,490 93,760,388
SMA/MA 0.50 20,664,538 20,218,419 19,772,294 19,326,175 18,880,050
SMK/SMK 0.50 32,947,223 36,680,775 40,414,335 44,147,888 47,881,448
PT 0.35 36,400,147 37,976,407 39,640,461 41,392,015 43,222,501
Penyelenggaraan 80% 383,113,470 387,545,072 390,919,768 393,444,224 396,905,590
Pengelolaan 20% 76,622,694 77,509,014 78,183,954 78,688,845 79,381,118
Toral Biaya
Pendidikan 478,891,838 484,431,340 488,649,710 491,805,280 496,131,987

Dengan menggunakan biaya satuan pendidikan seperti dirangkum dalam


Tabel 7.4 perkiraan kebutuhan biaya penyelenggaraan kegiatan pokok
pendidikan dari tingkat pendidikan dasar termasuk PAUD hingga pendidikan
tinggi adalah Rp851,7 triliun pada tahun 2010/2011 dan Rp899,5 triliun pada
tahun 2014/2015. Dari jumlah tersebut biaya pembangunan pendidikan yang
ditanggung oleh pemerintah adalah Rp478,9 triliun dan Rp496,1 dengan
biaya pengelolaan masing-masing Rp76,6 triliun dan Rp79,4 tiriliun.
Perhitungan biaya pembangunan pendidikan yang ditanggung pemerintah
berdasarkan asumsi besarnya kontribusi masyarakat dalam membiayai
pendidikan yaitu: 80% biaya PAUD, 25% biaya pendidikan dasar, 50% biaya
pendidikan menengah, dan 65% biaya pendidikan tinggi.Sedangkan biaya
pengelolaan pendidikan dari tingkat kabupaten/kota, provinsi dan pendidikan
tinggi dihitung 20% dari keseluruhan biaya pembangunan pendidikan.Apabila
kemampuan pendanaan (anggaran) pemerintah (APBN dan APBD) tidak
dapat memenuhi kebutuhan pembiayaan pendidikan, maka porsi kontribusi
masyarakat harus ditingkatkan, atau harus dipenuhi melalui pinjaman asing
maupun domestik, atau sumber lain yang sah.

Biaya penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan mencakup biaya


investasi lahan dan non lahan, biaya operasi personel (gaji guru, dosen,
tenaga kependidikan, staf administrasi) dan nonpersonil (barang dan jasa),
dan bantuan pendidikan dan beasiswa sebagaimana diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nonor 48 tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan. Skenario

93
pendanaan pendidikan oleh pemerintah adalah seperti dirangkum dalam
Tabel 7.5

Tabel 7.5
Skenario Pendanaan Pendidikan Nasional
(dalam Trilyun Rupiah)

Keterangan 2010 2011 2012 2013 2014


1 Jumlah Kebutuhan Pembiayaan Pendidikan
2 Pendanaan Pendidikan oleh Masyarakat
3 Anggaran Pemerintah Pusat
I. Gaji dan Tunjangan Pendidik (Guru dan Dosen)
  terdiri atas:
  a. Gaji Pendidik
b. Tunjangan Fungsional Dosen Swasta dan
  Negeri
c. Tunjangan Fungsional Guru Swasta dan
  Negeri
  d. Tunjangan Profesi Pendidik Guru
  e. Tunjangan Profesi Pendidik Dosen
  f. Tunjangan Pendidik Daerah Khusus
II. Anggaran Pendidikan diluar Gaji dan Tunjangan
  Pendidik (Guru dan Dosen) terdiri atas:
  a. Anggaran Operasional non Gaji Pendidik
  b. Dana Diskresi termasuk investasi

Rincian pengalokasian anggaran pembangunan pendidikan pada Departemen


Pendidikan Nasional, Departemen Agama, dan Departemen lain serta anggaran
pendidikan yang dialokasikan ke daerah propinsi dan kabupaten/kota melalui
DAU ataupun DAK sebaai tugas perbantuan adalah sepert dirangkum dalam
Tabel 7.6

Tabel 7.6
Perkiraan Alokasi Dana Pendidikan sebagai Belanja Pusat dan Belanja
Daerah untuk ahun 2010-2014

No Keterangan 2010 2011 2012 2013 2014


1 Total Anggaran Pendidikan
2 Depdiknas
3 Departemen Agama
4 Departemen Lain
5 DAU Kabupaten/Kota
6 DAK/Tugas Perbantuan
Kekurangan dana

94
b. Rencana Pembiayaan Program Prioritas

Program PAUD dianggarkan bagi kebijakan strategis yang termasuk dalam


tema pemerataan dan perluasan akses, yaitu perluasan akses PAUD.
Program pendidikan dasar mengutamakan pelaksanaan dan penuntasan
Wajar Dikdas 9 Tahun yang bermutu dengan mengutamakan penyediaan
sarana dan prasarana pendidikan. Penyediaan sarana dan prasarana SD
/SDLB/SD Khusus (SDKh) / MI / sederajat dan SMP/SMPLB/SMP Khusus
(SMPKh)/MTs/sederajat.

Program pendidikan menengah dianggarkan antara lain untuk membiayai


pemerataan dan perluasan akses pendidikan,peningkatan mutu, relevansi,
dan daya saing.Program pendidikan dasar dan menengah termasuk
perintisan dan pengembangan satuan pendidikan menengah bertaraf
internasional dan berbasis keunggulan lokal sertaakselerasi jumlah program
studi kejuruan, vokasi, dan profesi.

Program pendidikan tinggi dalam tema pemerataan dan perluasan akses


yaitu program perluasan daya tampung PT dan pemanfaatan TIKsebagai
media pembelajaran jarak jauh, serta pengembangan program studi untuk
masuk dalam 500 besar perguruan tinggi tingkat internasional.

Program pendidikan non-formal antara lain digunakan untuk perluasan akses


pendidikan wajar nonformal dan Pendidikan Keaksaraan bagi penduduk usia
15tahun ke atas, perluasan pendidikan kecakapan hidup, pendidikan buta
bahasa Indonesia dan buta pengetahuan dasar, mengikuti pendidikan
keaksaraan fungsional.

Program peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan, selain untuk


rekrutmen guru dalam rangka program Wajar Dikdas, juga akan digunakan
untuk pengembangan guru sebagai profesi dan pengembangan kompetensi
pendidik dan tenaga kependidikan serta pengembangan organisasi profesi
pendidik dan tenaga kepemendidikan. Adapun alokasi perinciannya adalah
untukpeningkatan kualifikasi, sertifikasi profesi pendidikan dan tenaga
kependidikan serta pembayaran tunjangan profesi, tunjangan fungsional dan
tunjangan khusus.

Program manajemen pelayanan pendidikan dianggarkan untuk peningkatan


kapasitas dan kompetensi aparat dalam perencanaan dan penganggaran
serta peningkatan kapasitas dan kompetensi manajerial aparat. Program
peningkatan pengawasan difokuskan pada peningkatan SPI yang
berkoordinasi dengan BPKP dan BPK,peningkatan kapasitas dan kompetensi
pemeriksaan aparat,pelaksanaan Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang
Percepatan Pemberantasan KKN,intensifikasi tindakan-tindakan

95
preventif,serta intensifikasi dan ekstensifikasi pemeriksaan dan penyelesaian
tindak lanjut temuan-temuan pemeriksaan Itjen, BPKP, dan BPK.

Program penelitian dan pengembangan difokuskan pada kegiatan penelitian


dan pengembangan keibijakan untuk mempecapat dan meningkatkan
pencapaian delapan standar nasional pendidikan (SNP), pengembangan
pola-pola pendanaan pendidikan berbasis otonomi pengelolaan satuan
pendidikan, perintisan dan pengembangan satuan pendidikan bertaraf
internasional dan berbasis keunggulan lokal, pengembangan strategi
pemberdayaan peranserta masyarakat dalam penyeleggaraan pendidikan,
serta pengembangan sistem layanan pendidikansebagai pranata sosial
sebagaimana diamanatkan oleh UU Sisdiknas.

Kebijakan pendanaan pendidikan dalam bentuk bantuan operasional sekolah


(BOS) akan terus ditingkatkan pelaksnaaannya sebaai strategi pendanaan
pendidikan berbasis kinerja. Komponen pembiayaan yang termasuk dalam
BOS adalah uang formulir pendaftaran, buku, pemeliharaan, ujian sekolah
dan ulangan, honor guru/tenaga kependidikan honorer, serta kegiatan
kesiswaan. Secara bertahap, BOS dikembangkan menjadi school funding
formula yang memperhitungkan kemampuan masyarakat kaya dan miskin,
serta harga setempat. Dengan kebijakan BOS tersebut, pemerintah akan
mewujudkan pendidikan dasar bebas biaya. Selain itu, pemerintah tetap akan
memberikan bantuan biaya personal bagi siswa dan bagi sekolah yang
sebagian besar siswanya berasal dari keluarga miskin dan daerah
bermasalah.

Perkiraan anggaran prioritas dalam rangka pembangunan pendidikan nasional


adalah seperti dirangkum dalam Tabel 7.6

Tabel 7.6 : Perkiraan Anggaran Prioritas Pendidikan Nasional


Periode 2010-2014
(dalam jutaan rupiah)
Anggaran Tahun:
No Prioritas Program 2010-
2010 2011 2012 2013 2014 2014
1 PAUD        

2 Wajar DIKDAS            
3 DIKMEN            
4 DIKTI            
5 NONFORMAL            
6 PMPTK
MANAJEMEN
7
PELAYANAN
PENELITIAN DAN
8
PENGEMBANGAN

96
PENDANAAN
9
BOS

B. Koordinasi Nasional, Tata Kelola,dan Pengendalian

Renstra Pendidikan Nasional memuat strategi pembangunan pendidikan yang


mempunyai karekteristik (a) merupakan strategi berfikir kedepan, (b)
mengendalikan masa depan, (c) pemilihan keputusan, (d) pengambilan
keputusan terpadu, dan (e) prosedur formal untuk menghasilkan keputusan.
Renstra Pendidikan Nasional memuat kebijakan, program dan kegiatan
pembangunanyang memperhitungkan kondisi masa depan; merespon
terhadap perubahan lingkungan (sosial, ekonomi, budaya, dsb) secara
terkendali,; memuat alternatif pilihan dan prioritas, kriteria keberhasilan, dan
resources terbaik; merupakan proses intelektual yang digunakan oleh
pengambil keputusan/organisasi tentang masa depan secara terpadu,
sinergik dalam satu kurun waktu tertentu;dan merupakan prosedur formal
untuk menghasilkan keputusanyang sistemik dan berkesimbungan, sebagai
suatu proses analisis dan sintesis.

Tujuan penyusunan Renstra adalah: (a) memberikan arah kebijakan dimasa


yang akan datang; (b) manjadi pembimbing penentuan prioritas dalam
penggunaan sumberdaya organisasi; (c) menentukan standards of excellence
(sebagai kriteria keberhasilan KPI); (d) mengatasi perubahan dan ketidak-
pastian kondisi lingkungan; dan (e) memberikan basis yang objektif dalam
pengendalian dan evaluasi hasil program dan kegiatan organisasi.

Renstra Pendidikan Nasional disusun sebagai acuan dari Departemen


Pendidikan Nasional, Departemen Agama, Departemen lain, pemerintah
daerah provinsi, kabupaten dan kota serta satuan pendidikan dalam
penyelenggaraan dan pengeloaan kegiatan pembangunan pendidikan.
Keberhasilan dalam mengimpmentasikan Renstra akan sangat tergantung
pada komitmen dalam proses penyusunan dan penjabarannya oleh
pengambil keputusan dalam kebijakan, program dan kegiatan institusi, serta
penerimaan dari pemangku kepentingan (stakeholders). Untuk mencapai
tujuan pembangunan yang dituangkan dalam Renstra perlu dilakukan
koordinasi, penataan sistem tata kelola, dan pengendalian mulai dari tahap
penyusunan hingga implementasi Renstra secara nasional, regional, dan/atau
antarlembaga dan antarinstansi terkait.

Forum koordinasi penyusunan Renstra Pendidikan Nasional mencakup


kegiatan rembuk nasional dan musyawarah perencanaan nasional yang
melibatkan untuk perencana pendidikan dari Depdiknas, Depag, Dertemen
lain penyelenggaran pndidikan kedinasan, Departemen Keuangan,
Bappenas, pemerintah provinsi, pemerintah kabupatan/kota, dan perguruan
tinggi yang menyusun Renstra pendidikan secara otonomi. Kegiatan rembuk
nasional dan musyawarah perencanaan nasional diselenggarakan untuk
menyelaraskan kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan nasional
sehingga tidak terjadi tumpang tindih dan dicapai sinergi dalam
pelaksanaannya. Termasuk untuk dibahas dalam forum tersebut adalah

97
kesepakatan tentang target dan sasaran (milestones) untuk masing-masing
lembaga/instansi baik di tingkat pusat (nasional), provinsi, maupun daerah
kabupaten/kota.

Penyusunan tata kola pelaksanaan dan pengendalian Renstra mencakup


kegiatan penyusunan standar operasi dan prosedur (SOP) dalam
penyusunan dan imlementasi dan sosialisasi Renstra kepada pemangku
kepentingan pendidikan nasional. Kegiatan penyusunan tata kelola dan
pengendalaian Renstra diwujudkan dalam bentuk lokakarya penyusunan
SOP, pelatihan dalam bidang perencanaan dan penganggaran untuk para
perencana pendidikan. Kegiatan sosialiasi Renstra kepada para pemangku
kepentingan pendidikan dilakukan melalui penyelenggaraan forum
komunikasi melalui pertemuan-pertemuan termbuka maupun melalui jalur
portal internet, dan media lainnya.
C. Pemantauan dan Evaluasi

Sistem pemantauan dan evaluasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan


dari implementsi Renstra. Pementauan dan evaluasi bertujuan untuk
mengetahui tingkat pencapaian dan kesesuaian antara rencana yang telah
ditetapkan dalam Renstra Depdiknas 2010-2014 dengan hasil yang dicapai
berdasarkan kebijakan yang dilaksanakan melalui kegiatan dan/atau program
pendidikan nasional di setiap satuan, jenjang, jenis, dan jalur pendidikan
secara berkala.

Pemantauan dan evaluasi dilakukan oleh unit utama di lingkungan


Departemen Pendidikan Nasional, dinas pendidikan provinsi, dinas
pendidikan kabupaten/kota, cabang dinas pendidikan kecamatan, satuan
pendidikan, BSNP, BAN-SM, dan LPMP.

Acuan utama dalam mengukur kesesuaian standarisasi yang tercantum


dalam Renstra Depdiknas dan/atau Renstra SKPD 2010-2014 adalah
Standar Nasional Pendidikan. Apabila dalam pelaksanaan pemantauan dan
evaluasi ditemukan masalah atau penyimpangan, maka secara langsung
dapat dilakukan bimbingan, saran-saran dan cara mengatasinya serta
melaporkannya secara berkala kepada stakeholders.

Stakeholders pendidikan nasional adalah pemerintah pusat, pemerintah


daerah, orangtua siswa, masyarakat luas, dewan pendidikan, komite
sekolah, satuan pendidikan, LSM, dan para donatur baik pemerintah maupun
swasta dan birokrat dari berbagai tingkat pemerintahan serta dari luar negeri.
Melalui pemantauan dan evaluasi dapat diketahui berbagai hal yang berkaitan
dengan tingkat pencapaian tujuan (keberhasilan), ketidakberhasilan,
hambatan, tantangan, dan ancaman tertentu dalam mengelola dan
menyelenggarakan sistem pendidikan nasional di tingkat pusat, provinsi,
kabupaten/kota, kecamatan dan satuan pendidikan.

98
Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip
sebagai berikut (1) kejelasan tujuan dan hasil yang diperoleh dari
pemantauan dan evaluasi; (2) pelaksanaan dilakukan secara objektif; (3)
dilakukan oleh petugas yang memahami konsep, teori dan proses serta
berpengalaman dalam melaksanakan pemantauan dan evaluasi agar
hasilnya sahih dan terandal; (4) pelaksanaan dilakukan secara terbuka
(transparan), sehingga pihak yang berkepentingan dapat mengetahui dan
hasilnya dapat dilaporkan kepada stakeholders melalui berbagai cara; (5)
melibatkan berbagai pihak yang dipandang perlu dan berkepentingan secara
proaktif (partisipatif); (6) pelaksanaannya dapat dipertanggungjawabkan
secara internal dan eksternal (akuntabel); (7) mencakup seluruh objek agar
dapat menggambarkan secara utuh kondisi dan situasi sasaran pemantauan
dan evaluasi (komprehensif); (8) pelaksanaan dilakukan sesuai dengan
jadwal yang telah ditetapkan dan pada saat yang tepat agar tidak kehilangan
momentum yang sedang terjadi; (9) dilaksanakan secara berkala dan
berkelanjutan; (10) berbasis indikator kinerja, yaitu kriteria/indikator yang
dikembangkan berdasarkan tiga tema kebijakan Depdiknas; dan (11) efektif
dan efisien, artinya target pemantauan dan evaluasi dicapai dengan
menggunakan sumber daya yang ketersediaannya terbatas dan sesuai
dengan yang direncanakan.

Kegiatan pemantauan bertujuan untuk mengarahkan para pemimpin dalam


membentuk (shape), menyelaraskan (align), dan menyetel (attune) eksistensi
organisasi dengan kebijakan, program, dan kegiatan yang dituangkan dalam
Renstra. Pemaknaan yang sama atas visi, misi, nilai-nilai, strategi, gaya,
infrastruktur, dan hasil yang akan dicapai dalam Renstra menjadi pemersatu
dan pemberi semangat bagi semua orang dan lembaga/instansi terkait.

Evaluasi hasil menunjukkan perlunya dilakukan salah satu dari tiga jenis
transformasi (retooling), revitalisasi, dan redirection. Retooling dilakukan
ketika penelaahan terhadap hasil yang dicapai organisasi menemukan bahwa
infrastruktur dan gaya kepemimpinan menjadi kunci utama. Revitalisasi
dilakukan apabila strategi dan tata nilai organisasi perlu untuk ditinjau ulang
agar mendapatkan hasil yang lebih maksimal. Redirection hanya dilakukan
apabila dianggap keberadaan organisasi perlu dikaji lebih lanjut.

Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi mencakup aspek (1) penjaminan


mutu, relevansi, dan daya saing; (2) pemerataan dan perluasan akses
pendidikan menengah dan tinggi; (3) peningkatan tata kelola, akuntabilitas,
dan kemitraan pendidikan. Pemantauan dan evaluasi dapat dilakukan oleh
pemerintah, BSNP, LPMP, dinas pendidikan provinsi, dinas pendidikan
kabupaten/kota, cabang dinas pendidikan kecamatan, dan satuan

99
pendidikan. Skema mekanisme pelaksanaan mencakup siklus perencanaan,
pemantauan, dan evaluasi seperti pada Grafik 6.2 berikut.

Grafik 6.2

Siklus Perencanaan, Pementauan, dan Evaluasi

Departem en Unit Utama Departem en Dinas Satuan


Depdiknas Terkait/ Dinas Pendidikan Pendidikan
Pe re n can aan

Pendidikan Kabupaten/
Provinsi Kota
RPJP

RPJM RENSTRADA

RKAKL& SRAA & TUGAS BLOCK


RENSTRA GRANT
DIPA DIPA PERBANTUAN

Implementasi Tahun Berjalan


Pe m an tau an
& Evalu asi

Anggaran Anggaran Anggaran Anggaran Anggaran

Indikator Indikator Indikator Indikator Indikator


Kunci Kunci Kunci Kunci Kunci

Standarisasi &
Mutu Tenaga
Kependidikan

BSNP, BAN, BAD & LPMP

1. Pemantauan dan Evaluasi oleh Pemerintah


Sesuai dengan undang-undang dan peraturan pemerintah, pemantauan dan
evaluasi dilaksanakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah serta institusi
lain yang berkompeten. Dalam konteks pemerintah, pemantauan dan evaluasi
dimaksudkan untuk menggali masukan, data, dan informasi yang dijadikan
dasar dalam perumusan kebijakan nasional. Kebijakan nasional itu terutama
yang berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut:
a. pengembangan dan penetapan acuan nasional untuk penyusunan
kurikulum;
b. pengembangan dan perumusan standarisasi mutu dan relevansi
pendidikan;

100
c. pengembangan dan pelaksanaan pemeratan serta perluasan
kesempatan memperoleh pendidikan;
d. peningkatan daya saing keluaran pendidikan di tingkat regional
maupun internasional;
e. pengembangan dan perumusan kebijakan mekanisme
pemantauan dan evaluasi;
f. pemberian masukan bagi Pemda tentang kelebihan dan
kekurangan dalam implementasi kebijakan nasional yang tertuang dalam
Renstrada 2010-2014;
g. peningkatan kapabilitas dan kapasitas aparat daerah dalam
menjabarkan Renstra Depdiknas menjadi Renstrada 2010-2014, yang
implementasinya disesuaikan dengan kondisi, potensi, dan kebutuhan
daerah;
h. penyusunan anggaran pendidikan yang memihak pada orang
miskin dan satuan pendidikan;
i. perwujudan aparatur pemerintah, pemerintah daerah dan satuan
pendidikan yang bebas dari KKN, yang ditandai oleh menurunnya jumlah
kasus KKN yang terjadi; dan
j. peningkatan citra publik pemerintah Indonesia terutama dalam bidang
pendidikan.

Selain itu, hasil pemantauan dan evaluasi juga dapat digunakan sebagai
masukan bagi BSNP, BAN-SM, BAN-PT, BAN-PNF, dan lembaga sertifikasi
kompetensi untuk meningkatkan kinerja badan-badan tersebut dalam
melaksanakan standarisasi, akreditasi, penjaminan dan pengawasan mutu,
pemantauan dan evaluasi program, kegiatan serta hasil belajar tingkat
nasional.

2. Pemantauan dan Evaluasi oleh Dinas Pendidikan Tingkat Provinsi


Pemantauan dan evaluasi oleh pemerintah provinsi digunakan untuk (a)
mengukur tingkat pencapaian target pembangunan pendidikan provinsi
bersangkutan sesuai dengan Renstrada 2010-2014; (b) memperbaiki kinerja
aparatur Pemda kabupaten/kota, kecamatan, dan satuan pendidikan agar
kapabilitas dan kapasitas dalam penyelenggaraan pendidikan makin
meningkat; (c) meningkatkan kemampuan dan kesanggupan aparatur Pemda
provinsi dalam melaksanakan tugas pemantauan dan evaluasi.

Pemantauan dan evaluasi terhadap peningkatan mutu dan relevansi yang


dicapai oleh setiap kabupaten/kota dilaksanakan oleh BAN-SM, BAN-PNF,
yang difasilitasi oleh dinas pendidikan provinsi dan dewan pendidikan tingkat
provinsi. Acuan utama dalam melaksanakan standarisasi, akreditasi,
penjaminan mutu, pengawasan mutu dan pemantauan dan evaluasi adalah

101
Standar Nasional Pendidikan (Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005)
beserta peraturan pemerintah lainnya yang telah dijelaskan di atas.

Tim pemantauan dan evaluasi tingkat provinsi merupakan unsur utama dalam
pengembangan dan implementasi sistem informasi pendidikan provinsi, yang
juga merupakan bagian dari jaringan sistem informasi pendidikan nasional.

3. Pemantauan dan Evaluasi oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota


Pemantauan dan evaluasi yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota bertujuan untuk (a) mengukur tingkat pencapaian target
pembangunan pendidikan pada Kabupaten/Kota tersebut sesuai dengan
Renstra SKPD Kabupaten/Kota kurun waktu 2010-2014; (b) memperbaiki
kinerja aparatur Pemda kecamatan dan satuan pendidikan agar kapabilitas
dan kapasitas dalam penyelenggaraan pendidikan makin meningkat; (c)
meningkatkan kemampuan dan kesanggupan aparatur Pemda
kabupaten/kota dalam melaksanakan tugas pemantauan dan evaluasi.
Dinas pendidikan secara berkala melakukan pemantauan implementasi
kebijakan teknis dan administratif bidang pendidikan, sehingga diketahui
secara cepat berbagai hal yang terjadi di wilayahnya. Dalam melaksanakan
pemantauan dan evaluasi dinas pendidikan perlu menyertakan berbagai
pihak yang terkait, seperti dewan pendidikan, para camat, dan komite seko-
lah/PLS dalam kabupaten/kota tersebut. Dinas pendidikan kabupaten/kota
juga berkewajiban untuk melaporkan hasil pemantauan dan evaluasi dan mem-
berikan saran-saran untuk perbaikan yang dipandang perlu kepada bupati/wali-
kota, stakeholders dan pihak lain yang terkait. Pemantauan dan evaluasi
tingkat kabupaten/kota harus mampu menyajikan data, informasi dan peta
pendidikan secara aktual, lengkap dan rinci di setiap kecamatan maupun
informasi dan data pendidikan secara keseluruhan di kabupaten/kota tersebut.

Tim pemantauan dan evaluasi tingkat kabupaten/kota merupakan unsur pen-


ting dalam penyusunan dan implementasi sistem informasi pendidikan
kab/kota dan merupakan bagian dari sistem informasi pendidikan provinsi yang
secara proaktif dan berkala memberikan data ke sistem informasi provinsi.

4. Pemantauan dan Evaluasi oleh Satuan Pendidikan


Peran satuan pendidikan dalam pemantauan dan evaluasi, yaitu (a) pelaku
utama dalam mengevaluasi satuan pendidikan yang hasilnya dikemas dalam
bentuk perkembangan data dan informasi pendidikan; (b) pemberi masukan
dan penyusun laporan kepada dinas pendidikan kecamatan tentang kondisi di
satuan pendidikannya; dan (c) pelaku utama dalam menindaklanjuti hasil
pemantauan dan evaluasi dalam bentuk program di satuan pendidikan. Fungsi
pemantauan dan evaluasi dalam satuan pendidikan adalah untuk mengetahui
kelebihan dan kekurangan pada satuan pendidikan secara berkala, yang
hasilnya dapat digunakan untuk memperbaiki kinerja.

102
5. Pemantauan dan Evaluasi oleh Badan Standar Nasional Pendidikan
dan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan
Badan Standarisasi Nasional Pendidikan (BSNP) merupakan mitra sejajar
Departemen Pendidikan Nasional dalam pengembangan, pemantauan, dan
pengendalian mutu pendidikan nasional. BSNP merupakan badan independen
dan mandiri yang berkedudukan di pusat yang bertugas melaksanakan
penilaian pencapaian standar nasional pendidikan melalui ujian nasional.

Pemantauan yang dilakukan BSNP bertujuan untuk mengevaluasi capaian


Standar Nasional Pendidikan. Sedang pemantauan dan evaluasi yang
dilakukan oleh Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan adalah untuk
mendapatkan pemetaan capaian standar nasional yang dijadikan dasar dalam
mengembangkan model interfensi, untuk meningkatkan kualitas pendidikan
sehingga mencapai standar nasional serta membantu BAN-SM, BAN- PNF ,
dan BAN-PT dalam mengakreditasi satuan pendidikan.

103

Anda mungkin juga menyukai