Anda di halaman 1dari 17

BAB III

KRITERIA PERENCANAAN

3.1 Unit Pengolahan Pendahuluan


Pengolahan pendahuluan atau preliminary treatment merupakan pengolahan awal yang
bertujuan untuk memisahkan berdasarkan jenisnya. Dengan kata lain, menyisihkan
material padatan besar seperti ranting, kayu dan benda-benda lainnya dari air yang dapat
merusak unit pengolahani selanjutnya (Tchobanoglous dan Burton, 2004). Beberapa unit
yang terdapat dalam pengolahan pendahuluan adalah sumur pengumpul, saringan (Bar
Screen), pencacah (Comminutor), bak penangkap pasir (Grit Chamber) dan tangki
ekualisasi.

3.1.1 Sumur Pengumpul


Unit sumur pengumpul atau Lift Station merupakan bangunan pengolahan yang berfungsi
untuk menampung air limbah domestik dari jaringan pengumpul yang memiliki elevasi
lebih rendah. Sumur pengumpul dapat dilengkapi dengan pompa dan bak penangkap
lemak. Sumur pengumpul terdiri dari sumur basah dan sumur kering. Unit sumur
pengumpul dapat dilengkapi dengan pompa dan bak penangkap lemak (PermenPUPR No.
4 Tahun 2017).

Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah gambar sumur pengumpul.

Untuk menghasilkan unit pengolahan yang berfungsi sebagaimana yang direncanakan


maka terdapat kriteria-kriteria desain yang harus dipenuhi. Seperti yang dapat dilihat di
tabel berikut ini.
Tabel 3. 1 Kriteria Desain Sumur Pengumpul
Faktor Desain Simbol Kriteria Desain
Waktu Detensi Td 5 – 30 menit (1)
Kecepatan Aliran v 1 – 1,5 m/detik (2)
Slope Bak Pengumpul S 1 : 0,1 (1)
Sumber : (1) PerMen PUPR No. 04 Tahun 2017
(2) Metcalf dan Eddy, 2014
3.1.2 Screening
Unit Screening (Bar Screen) berfungsi untuk mencegah masuknya sampah atau benda
berukuran besar kedalam unit pengolahan air limbah domestik. Unit ini dapat terbuat dari
bahan kawat atau plat berlubang (PermenPUPR No. 4 Tahun 2017).

Penggunaan bar screen sangat membantu untuk menghindari gangguan pada unit
pengolahan selanjutnya, terutama pada unit pompa. Saringan ini biasanya terbuat dari baja
anti karat (stainless steel), berbentuk batangan dan disusun sejajar yang telah diperkuat
(Metcalf dan Eddy, 2014).

Berikut ini tabel kriteria desain bar screen.


Tabel 3. 2 Kriteria Desain Unit Screening

Faktor Desain Simbol Bar Screen Manual Bar Screen Mekanik

Kecepatan aliran melalui


V 0,3-0,6 0,6-1
celah (m/detik)
Lebar batang (mm) W 4-8 8-10
Tebal batang (mm) L 25-50 50-75
Jarak bersih antar dua
B 25-75 10-50
batang (mm)
Kemiringan terhadap
 45-60 75-85
horizontal (derajat)
Kehilangan tekanan lewat
HL bukaan 150 150
celah (mm)
Kehilangan tekan Max
HL max 800 800
(cloging) (mm)
Sumber : PerMen PUPR No. 4 Tahun 2017

3.1.3 Comminutor
Comminutor digunakan pada instalasi pengolahan air limbah berskala kecil kurang dari 0,2
m3/s (5 mgal/day). Comminutor dipasang di saluran air aliran air limbah dari screen dan
menghancurkan material dengan ukuran 6-20 mm (0,25-0,77 inch). Comminutor umumnya
menggunakan layar horizontal yang stasioner untuk menahan aliran berputar atau
berisolasi, dan dilengkapi dengan pemotong yang bertautan dengan layar. Partikel-partikel
yang telah terpotong akan melewati layar dan masuk ke saluran (Tchobanoglous, 2014).

Pada umumnya comminutor diletakkan sejalalur dengan lajur aliran dan mencacah padatan
kasar menjadi lebih kecil, berukuran kurang lebih 8mm (Peavy, Rowe, dan
Tchobanoglous, 1985).

Kriteria desain dari comminutor sendiri dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3. 3 Kriteria Desain Comminutor


Kapasitas (mgd)
Ukuran
No Controlled
Motor Free Discharge
Discharge
1
7B 0 – 0,35 0 – 0,3
4
1
10 A 0,17 – 1,10 0,17 – 0,82
2
3
15 M 0,4 – 2,3 0,4 – 1,4
4
1
25 M 1 1,0 – 6,0 1,0 – 3,6
2
1
25 A 1 1,0 – 11,0 1,0 – 6,5
4
36 A 2 1,5 – 25,0 1,5 – 9,6
54 A Desain ditentukan oleh jenis pekerjaan
Sumber : Elwyn E. Seelyem, 1960

3.1.4 Grit Chamber


Unit bak penangkap pasir atau Grit Chamber berfungsi untuk memisahkan kandungan
pasir dengan mengendapkannya secara gravitasi dari aliran air limbah domestik dengan
kecepatan horizontal. Unit bak penangkap pasir dirancang untuk memiliki kecepatan aliran
tertentu sehingga dapat mengendapkan pasir (PerMen PUPR Nomor 4 Tahun 2017).

Berikut ini merupakan kriteria desain Grit Chamber.


Tabel 3. 4 Kriteria Desain Grit Chamber
Faktor rencana Kriteria Desain Keterangan
Dimensi 1. Jika diperlukan untuk menangkap pasir
Faktor rencana Kriteria Desain Keterangan
Kedalaman (m) 2,5 halus (0,21 mm), gunakan td yang lebih
Panjang (m) 7,5 - 20 lama.
Lebar (m) 2,5 - 7 2. Lebar disesuaikan juga untuk peralatan
Rasio lebar/dalam 1:1-5:1 pengeruk pasir mekanik, jika terlalu
lebar dapat menggunakan buffle
Rasio panjang/lebar 2,5 : 1 - 5 : 1 pemisah aliran untuk mencegah aliran
pendek.
Kecepatan aliran 0,6 - 0,8 Di permukaan air.
(m/detik)
Waktu detensi pada 2-5 -
aliran puncak (menit)
Suplai udara (l/dtk.m 5 - 12 Jika menggunakan aerated grit chamber.
panjang tangki)
Sumber : PerMen PUPR No. 4 Tahun 2017

3.1.5 Bak Ekualisasi


Bak ekualisasi atau tangki aliran rata-Rata (TAR) adalah peredam variasi aliran untuk
mencapai aliran konstan atau hampir konstan dan dapat diterapkan dalam beberapa situasi
yang berbeda, tergantung pada karakteristik dari sistem pengumpulannya (Tchobanoglous
dan Burton, 2004).

Kriteria desain dan gamber bak ekualisasi dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3. 5 Kriteria Desain Bak Ekualisasi


Parameter Simbol Kriteria Desain
Waktu Detensi td < 2 jam
Kecepatan Aliran v 0,3 – 3 (m/detik)
Slope Bak S 1:1
Kedalaman H 1-3 (m)
Sumber : PerMen PUPR No. 4 Tahun 2017

3.2 Unit Pengolahan Primer


Pengolahan primer atau primary treatment adalah tahap pengolahan utama limbah cair
yang sebagian besar adalah berupa proses pengolahan secara fisika yang bertujuan untuk
mengendapkan materi / bahan yang mengapung dan tersuspensi dalam air limbah
(Tchobanoglous dan Burton, 2004).

Unit bak pengendapan I berfungsi untuk mengendapkan partikel diskrit melalui


pengendapan bebas dan pengurangan BOD/COD dari air limbah domestik. Unit ini dapat
mengendapkan 50 – 70% padatan yang tersuspensi dan mengurangi BOD 30 – 40%.
(PerMen PUPR No. 4 Tahun 2017)

Terdapat 3 tipe unit bak pengendap I yang biasa digunakan yaitu :

A. Aliran Horizontal (horizontal flow)


Merupakan unit bak pengendap I berbentuk persegi panjang, contoh unit bak pengendapan
I dengan tipe aliran horizontal dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 3. 1 Unit Bak Pengendap I Horizontal Flow


Sumber : PerMern PUPR No. 4 Tahun 2017

B. Aliran Radial (radial flow)


Merupakan unit bak pengendapan I berbentuk bak sirkular, dengan aliran air dari tengah
menuju pinggir, contoh unit bak pengendapan I dengan tipe aliran radial dapat dilihat pada
gambar berikut ini.
Sumber : PerMern PUPR No. 4 Tahun 2017

C. Aliran ke Atas (upward flow)


Merupakan unit bak pengendapan I berbentuk bak kerucut terbalik, dengan aliran air dari
bawah keatas, contoh unit bak pengendapan I dengan tipe aliran ke atas dapat dilihat pada
gambar berikut ini.

Gambar 3. 3 Unit Bak Pengendap I Upward Flow


Sumber : PerMern PUPR No. 4 Tahun 2017

Pelaksanaan perencaan unit bak pengendapan I dilaksanakan berdasarkan kriteria teknis


berikut.

Tabel 3. 6 Kriteria Desain Bak Pengendap I


Tipe Bak Pengendap
Parameter
Persegi Panjang Aliran Radial Aliran ke Atas
Debit Perencanaan Q Peak
Tipe Bak Pengendap
Parameter
Persegi Panjang Aliran Radial Aliran ke Atas
Surface loading (Beban
30-45 pada aliran 45 pada aliran ±30 pada aliran
Permukaan) (m3/m2
maksimum maksimum maksimum
hari)
2, pada aliran 2, pada aliran 2-3 pada aliran
Waktu Detensi (jam)
maksimum maksimum maksimum
P/L = 4:1, dalam 1,5 Piramid dengan sudut 60o
Dalam 1/6 s/d
Dimensi m Kerucut.
1/10 diameter
P/L 2:1 dalam 3 m Sudut 45o
Weir over flow rate
V-notch weir di
(beban pelimpah) 300 V-notch weir di sisi luar
sisi luar
(m3/m.hari)
Kinerja penyisihan 40-50%, sludge 50-70%, sludge 3
65%, sludge 3-4%
untuk SS > 100 mg/ltr 3-7% - 6,5%
Sumber : PerMen PUPR No. 4 Tahun 2017

3.3 Unit Pengolahan Sekunder


Tahap pengolahan sekunder merupakan proses pengolahan secara biologis,yaitu dengan
melibatkan mikroorganisme yang dapat mengurai / mendegradasi bahan - bahan organik.
Mikroorganisme yang digunakan umumnya adalah bakteri aerob (Nelwan, dkk. 2003).

Pengolahan biologis merupakan pengolahan beban organik yang terkandung dalam air
limbah domestik dengan memanfaatkan bakteri, sehingga beban organic tersebut menjadi
unsur-unsur yang lebih sederhana sehingga aman untuk dibuang ke lingkungan.
Pengolahan limbah secara biologis terutama memanfaatkan kerja mikroorganisme. Dalam
pengolahan ini, bahan pencemar organik yang degradable (mudah diuraikan) dapat segera
dihilangkan karena merupakan makanan bagi bakteri, dan menghasilkan lumpur biologis
sebagai endapan. Pemilihan metode pengolahan yang akan digunakan tergantung tingkat
pencemaran yang harus dihilangkan, besaran beban pencemaran, beban hidrolis dan
standar buang (effluent) yang diperkenankan ( PerMen PUPR No.4 Tahun 2017).

3.3.1 Lumpur Aktif


Unit lumpur aktif merupakan unit reaktor yang terdiri dari tangki aerasi dan tangki
pengendap (clarifier).Unit ini menggunakan mikroorganisme aerobik untuk
menghilangkan beban organik dalam air limbah domestik dan menghasilkan air limbah
olahan yang berkualitas tinggi ( PerMen PUPR No.4 Tahun 2017).

Unit lumpur aktif terdapat beberapa jenis, salah satunya ialah CMAS (Complete-Mix
Activated Sludge). Dalam proses pengolahan CMAS dilakukan pengadukan secara kontinu
dalam tangki aerasi, sehingga beban organik, konsentrasi Mixed Liquor Suspended Solid
(MLSS) dan kebutuhan oksigen diseluruh tangki menjadi seragam. Berikut ini merupakan
gambar unit lumpur aktif CMAS.

Gambar 3. 4 Unit Complete-Mix Activated Sludge (CMAS)


Sumber : PerMern PUPR No. 4 Tahun 2017

Adapun kriteria desain unit lumpur aktif CMAS yang dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3. 7 Kriteria Desain Unit Complete-Mix Activated Sludge

Waktu Rasio RAS


Total
tinggal Muatan (Return
Proses Rasio F/M MLSS waktu
padatan Volumeric Activated
hidrolis
hari Sludge)

Kg BOD/
Kg BOD /
Hari Kg mg/l Jam % Influen
m3.hari
MLVSS.hari

CMAS 3 – 15 0,2 – 0,6 0,3 – 1,6 1500 – 4000 3–5 25 – 100


Sumber : PerMen PUPR No. 4 Tahun 2017

3.3.2 Aerated Lagoon


Aerated Lagoon merupakan prasarana pengolahan air limbah secara secara aerobik yang
menggunakan peralatan aerator mekanik berupa surface aerator yang digunakan untuk
membantu mekanisme suplai oksigen terlarut dalam air (PerMen PUPR No 4 Tahun
2017) .

Adapun kriteria desain aerated lagoon yang disajikan dalam tabel dibawah ini.

Tabel 3. 8 Kriteria Desain Aerated Lagoon


Tipe Aerated Lagoon
No. Kategori Satuan Aerobic Flow Aerobic With
Fakultatif
Through Solid Recycling
1 TSS mg/l 50 – 200 100 – 400
2 VSS/TSS - 50 – 80 70 – 80
Hangat : 10 – 20
Waktu detensi
3 Hari b
3 – 6c Sedang : 20 – 30
padatan
Dingin : > 30
Waktu detensi
4 Hari 4 – 10 3 – 6c 0,25 – 0,2
hidrolis
Kecepatan
5 Hari -1 0,5 – 0,8 d 0,5 – 1,5 d e

penyisihan BOD
6 Keofisien suhu - 1,04 1,04 1,04
7 Kedalaman m 2–5 2–5 2–5
Sistem Pengadukan Pengadukan Pengadukan
8
pengadukan sebagian sebagian sempurna
9 Energy minimum kW / 103 m3 1 - 1,25 5,0 – 8,0 16 – 20
Kondisi padatan Tersuspensi
10 Tersuspensi Tersuspensi
tersuspensi sebagian
Lumpur Lumpur
Lumpur
Pengendapan terakumulasi di terakumulasi di
11 terkumpul di
lumpur tangki tangki
dalam lagoon
pengendapan pengendapan
Tidak
Prasarana Membutuhkan Membutuhkan
membutuhkan
12 pendukung tangki tangki tangki
tangki
pengendapan pengendapan pegendapan
pengendapan
Resirkulasi Tidak Tidak
13 Dapat disirkulasi
lumpur disirkulasi disirkulasi
Sumber : PerMen PUPR No. 4 Tahun 2017
3.3.3 Oxidation Ditch
Unit Parit oksidasi merupakan unit pengolahan yang merupakan pengembangan metode
pengolahan extended aeration yang diterapkan pada saluran sirkular dengan kedalaman 1
s/d 1.5 m, yang dibangun dengan pasangan batu. Unit parit oksidasi berfungsi
untukmenurunkan konsentrasi BOD, COD, dan nutrien dalam air limbah domestik.

Unit pengolahan Oxydation Ditch merupakan unit yang menggunakan extended aeration
yang semula dikembangkan berdasarkan saluran sirkular dengan kedalaman 1 – 1.5 m.

Lumpur tinja yang masuk dialirkan berputar mengikuti saluran sirkular yang cukup
panjang dengan tujuan terjadinya proses aerasi. Alat aerasi yang digunakan berupa alat
mekanik rotor berbentuk tabung dengan sikat baja. Rotor diputar melalui poros (axis)
horizontal dipermukaan air yang disebut cage rotor (PerMen PUPR No 4 Tahun 2017).

Perencanaan Oxydation Ditch dilaksanakan berdasarkan kriteria desain yang tertera pada
tabel berikut ini.

Tabel 3. 9 Kriteria Desain Oxydation Ditch


Parameter Simbol Besaran Satuan
Rasio BOD dan BOD
- 85 – 90 %
removal
Rasio removal SS - 80 – 90 %
Rasio removal
- 70 % %
nitrogen
Letak aerator (pada
- 1,0 – 1,3 meter
kedalaman )
Rasio sludge
generated (dari BOD - 75 %
atau SS removal)
Kecepatan rata-rata
dalam saluran vmin 0,3 m / detik
minimum
Rasio F/M 0,03 – 0,15
Konsentrasi lumpur
3000 – 6000 mg / liter
dalam bak aerasi
Sumber : PerMen PUPR No. 4 Tahun 2017
3.3.4 Bak Pengendap II
Unit bak pengendapan II berfungsi untuk tempat terjadinya pengendapan material
flocculant (hasil proses flokulasi atau proses sintesa oleh bakteri). Material flocculant yang
diutamakan untuk diendapkan dalam Unit bak pengendapan II yaitu MLSS (Mixed Liquor
Suspended Solid) yang dihasilkan dari proses pengolahan Lumpur Aktif (Activated Sludge)
yang memiliki konsentrasi tinggi (5000 mg/l). Unit bak pengendapan II merupakan
pengendapan terakhir yang disebut juga final sedimentation (PerMen PUPR No 4 Tahun
2017).

Pelaksanaan perencanaan unit bak pengendapan II dilaksanakan berdasarkan kriteria teknis


berikut.

Tabel 3. 10 Kriteria Desain Bak Pengendapan II


Faktor Perencanaan Kriteria Desain Keterangan
Surface loading (Q/A)
30 – 40
(m3/m2.hari)
Debit perencanaan Q peak atau QR
Kedalaman bak minimal
3
dari pelimpah (weir)(m)
2 Perhitungan dengan Q peak
Waktu detensi (td) (jam)
4,5 – 6 Perhitungan dengan QR
Weir loading rate
124
(m3/m.hari)
Sumber : PerMen PUPR No. 4 Tahun 2017

Adapun gambar unit bak pengendap II seperti gambar dibawah ini.

Gambar 3. 5 Bak Pengendap II


Sumber : PerMern PUPR No. 4 Tahun 2017

3.4 Unit Pengolahan Primer Lanjutan ( Advanced Primary Treatment)


Proses ini merupakan proses lanjutan dari primary treatment dimana bahan kimia terlebih
dahulu ditambahkan untuk meningkatkan pembuangan padatan tersuspensi (suspended
solids) dan padatan terlarut (dissolved solid). Pada unit ini umumnya merupakan proses
desinfeksi yaitu pemusnahan komponen biotik dalam air (mikroorganisme). Desinfeksi
merupakan benteng manusia terhadap paparan mikroorganisme patogen penyebab
penyakit, termasuk di dalamnya virus, bakteri dan protozoa parasit (Bitton, 1994).

Metode desinfeksi yang umum digunakan adalah secara kimia yaitu dengan penambahan
desinfektan berupa zat kimia (klor), lebih tepatnya dengan metode khlorinasi. Kriteria
desain unit pengolahan desinfeksi dengan khlorinasi dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3. 11 Kriteria Desain Unit Desinfeksi


Parameter Kriteria Desain
Dosis klorinasi untuk effluent dari pengolahan
2 – 8 mg / l
activated sludge
Waktu kontak 15 – 45 menit
Gradien kecepatan 1500 – 3000 s-1
Rasio panjang terhadap lebar bak kontak ( P :
10 : 1 – 40 : 1
L)
Kecepatan Horizontal 2 – 4,5 m/ menit
Sumber : Tchobanoglous dan Burton, 2004

3.5 Unit Pengolahan Lumpur


Unit Pengolahan Lumpur merupakan bagian terakhir dari proses pengelolaan air limbah.
Lumpur yang dihasilkan dari unit pengolahan air limbah masih perlu diolah agar aman
bagi lingkungan. Pada dasarnya lumpur hasil pengendapan dari baik pengendap pertama
memiliki kadar air yang tinggi dengan bagian padat berkisar (0,5% – 4%). Lumpur hasil
pengolahan air limbah domestik skala kecil cukup dengan disalurkan ke drying bed atau
pengering lumpur, kemudian lumpurnya dibuang. Sedangkan untuk pengolahan air limbah
skala besar juga akan menghasilkan lumpur yang banyak, sehingga perlu dilakukan
tambahan unit pengolah lumpur agar lumpur tidak mencemari lingkungan (PerMen PUPR
No.4, 2017).
Karakteristik lumpur yang dihasilkan dari prasarana pengolahan air limbah dapat dilihat
pada tabel dibawah ini.

Tabel 3. 12 Karakteristik Lumpur Hasil Pengolahan Air Limbah


No. Unit Pengolahan Kadar Lumpur
1. Lumpur bak sedimentasi I 45 – 50%
Lumpur bak sedimentasi I dan lumpur
2. 45 – 50%
aktif segar
3. Lumpur aktif segar 50%
4. Lumpur dari digester dan lumpur aktif 45 – 50%
Sumber : PerMen PUPR No. 4 Tahun 2017

3.5.1 Unit Pemekatan (Thickening)


Unit pemekatan berfungsi untuk memekatkanlumpur yang dihasilkan oleh IPALD, dengan
cara memisahkan lumpur dengan supernatant sehingga siap untuk diolah dalam
digestersecara lebih efektif. Lumpur yang diolah merupakan lumpur yang berasal dari
tangki pengendapan pertama (lumpur fisik) dan kelebihan lumpur yang dihasilkan dalam
tangki pengendapan kedua (lumpur biologis).

Pemekatan lumpur dapat dibedakan menjadi empat jenis metode, yaitu ; pengentalan
secara gravitasi (gravity thickening), pengentalan secara sentrifugal (centrifugal
thickening), secara pengapungan (floatation thickening) atau dengan menggunakan filter
bertekanan (belt filter press thickening). Jika konsentrasi solid dalam lumpur semula
sebesar 2% maka setelah proses pemekatan, konsentrasi padatan dalam lumpur akan
bertambah menjadi 5%, sehingga terjadi pengurangan volume lumpur sebesar 100 % -
(200/5) % = 60%. Proses pengolahan lumpur dengan cara thickening dibagi menjadi tiga
proses, yaitu gravity, flotation, dan centrifuge (PerMen PUPR No. 4 Tahun 2017).

3.5.2 Stabilisasi Lumpur (Sludge Digester)


Unit stabilisasi lumpur atau Sludge Digester diterapkan dengan tujuan untuk mengurangi
bakteri pathogen, mengurangi bau yang menyengat dan mengendalikan pembusukan zat
organik.

Stabilisasi lumpur dilakukan dengan proses kimia,fisika dan biologi yang disebut
anaerobic digester.Pengoperasian sludge digester dilaksanakan pada temperatur
pengoperasian 35°C s/d 55°C. Pada kondisi tersebut bakteri thermophilic memegang
peranan penting untuk proses pengeraman, yang dapat meningkatkan laju pengolahan
dalam digester menjadi lebih tinggi. Untuk kawasan tropis pada umumnya tidak
memerlukan pemanasan tambahan. Perencanaan sludge digester dilaksanakan berdasarkan
kriteria desain yang terdapat pada tabel dibawah ini (PerMen PUPR No. 4 Tahun 2017).

Tabel 3. 13 Kriteria Desain Anaerobic Sludge Digester


Parameter Standard Rate High Rate
Lama Pengeraman (SRT), hari 30 – 60 10 – 30
Sludge Loading, Kg VS/m3.hari 0,64 – 1,60 2,40 – 6,41
Kriteria Volume
Pengendapan I, m3/capita 0,03 – 0,04 0,02 – 0,03
Pengendapan I+II (dari activated sludge) ,
0,06 – 0,08 0,02 – 0,04
m3/kapita
Pengendapan I+II (trickling filter), m3/kapita 0,06 – 0,14 0,02 – 0,04
Konsentrasi solid (lumpur kering) yang masuk, % 2–4 4–6
Konsentrasi setelah pengeraman 4-6 4-6
Sumber : PerMen PUPR No. 4 Tahun 2017

3.5.2 Pengeringan Lumpur (Dewatering)


Pengeringan lumpur bertujuan untuk mengurangi kadar kelembaban lumpur dan
memudahkan pembuangan lumpur. Salah satu jenis unit pengeringan lumpur adalah
Sludge Drying Bed.

Sludge drying bed berfungsi untuk mengeringkan lumpur yang telah stabil. Lumpur yang
telah dikeringkan pada sludge drying bed diharapkan sudah memiliki kandungan padatan
yang tinggi (70% solid). Sludge drying bed terdiri dari:
 Bak pengering, berupa bak dangkal berisi pasir sebagai media penyaring dan batu
kerikil sebagai penyangga pasir.
 Saluran air tersaring (filtrat) yang terdapat di bagian dasar bak.

Adapun kriteria perencanaan Sludge Drying Bed sebagai berikut.

Tabel 3. 14 Kriteria Desain Sludge Drying Bed


Parameter Keterangan
Ukuran bak (m3)
Lebar bak (m) 8
Panjang bak (m) 30
Area yang dubutuhkan
SDB tanpa penutup atap 0,14 – 0,28 m3/kapita
SDB dengan penutup atap 0,10 – 0,20 m3/kapita
Parameter Keterangan
Sludge loading rate
SDB tanpa penutup atap 100 – 300 Kg lumpur kering/m2.tahun
SDB dengan penutup atap 150 – 400 Kg lumpur kering/m2. tahun
Sludge Cake 20 – 40% padatan
Kemiringan dasar 1 : 20
Kemiringan dasar pipa 1%
Sumber : PerMen PUPR No. 4 Tahun 2017
BAB IV
PERENCANAAN IPAL

4.1 Pemilihan Teknologi IPAL


Dari hasil analisis kualitas air limbah domestik yang tercantum pada sub bab sebelumnya
dan juga berdasarkan hasil study literatur, maka dapat ditentukan alternatif unit pengolahan
limbah domestik. Kemudian setelah mengetahui kelebihan dan kekurangan dari masing-
masing alternatif, maka ditentukan pilihan sebagai berikut.

4.1.1 Alternatif 1

Pra Aerated
Bar screen Grit Chamber Sedimentasi Sedimentasi Effluen
Lagoon

Thickener Sludge Drying


Pembuangan
Digester Bed
Sludge

4.1.2 Alternatif 2
Pra Oxydation
Bar screen Grit Chamber Sedimentasi Sedimentasi Effluen
Ditch

Thickener Sludge Drying


Pembuangan
Digester Bed
Sludge

4.1.3 Alternatif 3
Pra
Bar screen Grit Chamber Sedimentasi Effluen
Sedimentasi
CMAS

Thickener Sludge Drying


Pembuangan
Digester Bed
Sludge

Anda mungkin juga menyukai