Anda di halaman 1dari 7

UJIAN AKHIR SEMESTER

SEMESTER GENAP T.A. 2022/2023

Nama : Muhamad Rafi Muharrom


NIM : 1203050092
Mata Kuliah : Hukum Hak Kekayaan Intelektual
Jurusan/Semester : Ilmu Hukum/VI
Kelas :B
Hari/Tanggal : Senin, 26 Juni 2022
Waktu : 1 Pekan
Dosen Penguji : Ikhwan Aulia Fatahillah, S.H., M.H.
SifatUjian : Close Book

Soal-soal :

1. Mahasiswa dipersilahkan membuat analisis berkenaan dengan Putusan Pengadilan


berkenaan dengan Sengketa Hak Kekayaan Intelektual yang sudah memiliki atau
belum memiliki keputusan tetap.
2. Analisis Putusan dibuat dalam file PDF.
3. Dalam pembuatan analisisnya, mahasiswa diminta untuk menyertakan Putusan
Pengadilannya serta analisis berkenaan dengan apakah putusan hakim dalam memutus
perkara sudah tepat atau tidaknya menurut aturan hukum.
4. Diupload ke LMS/e Knows.

Terima kasih
Analisis Yuridis Terhadap Peniruan Merek Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor
502 K/Pdt.Sus-HKI/2013
Pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung memeriksa sebuah perkara perdata khusus hak
atas kekayaan intelektual (merek) antara Eddy Tedjakusuma sebagai Penggugat, Andi Johan
sebagai Tergugat I, dan Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Hukum &
HAM RI melalui Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) melalui Direktorat
Merek sebagai Tergugat II.
Penggugat, Eddy Tedjakusuma, memiliki alamat di Jl. Taman Sari VIII No.96 RT.010
RW.06, Maphar, Kecamatan Taman Sari, Jakarta Barat, namun memilih domisili hukum di
kantor kuasanya, Law Offices Ludiyanto, SH & Associate, yang berkedudukan di Jl. Hayam
Wuruk No. 31 & j, Jakarta Pusat 10120. Penggugat didasarkan pada Surat Kuasa Khusus.
Tergugat I, Andi Johan, memiliki alamat di Jl. Anggrek No.6 RT.013 RW.013 RW.002, Kel.
Cengkareng Barat, Kec. Cengkareng, Jakarta Barat.
Tergugat II adalah Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Hukum &
HAM RI melalui Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) melalui Direktorat
Merek. Alamatnya terletak di Jl. Daan Mogot Km.24, Tangerang 15119.
Analisis penyusun terhadap sengketa peniruan merek yang teliti dimulai dengan
mengevaluasi putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat sebelum
memasuki analisis putusan Mahkamah Agung. Dalam putusannya, majelis hakim di
Pengadilan Niaga mengabulkan seluruh gugatan yang diajukan oleh penggugat. Keputusan
ini diambil karena penggugat merasa bahwa tergugat memiliki itikad tidak baik dalam
melakukan peniruan merek.
Saya setuju dengan alasan yang digunakan oleh majelis hakim dalam putusannya. Ini
menunjukkan bahwa hakim menemukan bukti yang kuat atau argumen yang meyakinkan dari
penggugat untuk mendukung tuntutan mereka. Keputusan tersebut menunjukkan bahwa
hakim di Pengadilan Niaga menganggap adanya pelanggaran hak kekayaan intelektual yang
dilakukan oleh tergugat. Hal lain yang membuat saya setuju adalah karena tergugat
melanggar Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan
Indikasi Geografis yang menyatakan:
Pasal 21
(2) Permohonan ditolak jika Merek tersebut:
a) merupakan atau menyerupai nama atau singkatan nama orang terkenal, foto, atau
nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari
yang berhak;
b) merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau
simbol atau emblem suatu negara, atau lembaga nasional maupun internasional,
kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang; atau
c) merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan
oleh negara atau lembaga Pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang
berwenang.
Berdasarkan Pasal yang disebutkan, dapat disimpulkan bahwa merek INX memiliki
kemiripan dengan merek INK. Oleh karena itu, putusan hakim yang mengabulkan gugatan
penggugat sudah sesuai dengan regulasi yang berlaku. Hal ini menunjukkan adanya itikad
tidak baik dari pihak yang meniru merek, yang dapat dilihat dari kesamaan konsep penamaan
dan ciri-ciri dari kedua merek tersebut. Apabila kita merujuk pada Pasal 21 ayat (2) yang
disebutkan, jelas bahwa tindakan yang dilakukan telah melanggar ketentuan yang tercantum
dalam pasal tersebut. Oleh karena itu, putusan hakim tersebut sesuai dengan aturan yang telah
dijelaskan dalam undang-undang.
Setelah merasa dirugikan oleh putusan sebelumnya, penggugat mengajukan kasasi ke
Mahkamah Agung melalui kuasa hukumnya. Permohonan kasasi tersebut diterima oleh
Mahkamah Agung dengan Nomor Register Perkara 502 K/Pdt.SusHKI/2013. Dalam
putusannya, Mahkamah Agung, dengan kewenangan Judex Facti-nya, menyatakan bahwa
putusan yang diberikan oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat telah sesuai dengan aturan yang
berlaku. Hal ini dapat dilihat dari pertimbangan-pertimbangan yang diungkapkan oleh hakim
Mahkamah Agung sebelum menjatuhkan putusannya.
Dengan demikian, Mahkamah Agung setuju dengan putusan Pengadilan Niaga dan
membenarkan bahwa tindakan peniruan merek yang dilakukan oleh tergugat merupakan
pelanggaran yang sesuai dengan regulasi yang berlaku. Keputusan ini menunjukkan bahwa
Mahkamah Agung memahami dan mempertimbangkan argumen yang diajukan dalam kasus
ini, serta melihat kesesuaian putusan dengan hukum yang berlaku. Pertimbangan-
pertimbangan tersebut antara lain:
Setelah melakukan penelitian secara menyeluruh terhadap memori kasasi tanggal 8
April 2013 dan kontra memori kasasi tanggal 19 April 2013, serta mempertimbangkan
pendapat Judex Facti, ternyata Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak
melakukan kesalahan dalam menerapkan hukum dengan pertimbangan-pertimbangan berikut:
1. Merek penggugat/termohon kasasi, yaitu merek INK, telah terdaftar antara tahun 2000
hingga 2004 berdasarkan pengalihan hak/untuk kelas 09. Sementara itu, merek pemohon
kasasi/tergugat, yaitu merek INX, terdaftar pada tahun 2009 untuk kelas yang sama dan
ternyata memiliki kesamaan dalam fonetik sehingga dapat membingungkan konsumen.
2. Merek penggugat/termohon kasasi merupakan merek dari kelas 09 yang menjadi "first to
file" sebagai pendaftar pertama.
3. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, dapat disimpulkan bahwa putusan
Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara ini tidak
melanggar hukum dan/atau undang-undang. Oleh karena itu, permohonan kasasi yang
diajukan oleh pemohon kasasi Andi Johan harus ditolak.
Hal ini menunjukkan bahwa Mahkamah Agung setuju dengan pertimbangan yang
digunakan oleh Pengadilan Niaga dan membenarkan keputusan yang telah diambil. Putusan
ini didasarkan pada pertimbangan mengenai kesamaan merek, prioritas pendaftaran, dan
kepatuhan terhadap hukum yang berlaku.
Saya setuju dengan penolakan yang dilakukan oleh majelis hakim. Penolakan tersebut
didasarkan pada ketentuan yang terdapat dalam Bab IV Bagian Kesatu Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Undang-undang tersebut
mengatur mengenai merek yang tidak dapat didaftarkan atau ditolak. Saya juga setuju dengan
alasan sosiologis yang menjadi pertimbangan hakim, yaitu menjaga keamanan dan
kenyamanan konsumen sebagai pembeli dan pengguna barang, serta mencegah terjadinya
kebingungan.
Hal ini menunjukkan bahwa penolakan terhadap kasasi tersebut sejalan dengan
perlindungan terhadap hak-hak konsumen dan mengutamakan kejelasan dan keamanan dalam
penggunaan merek. Kesesuaian dengan undang-undang dan kepentingan masyarakat
merupakan faktor penting dalam menentukan putusan dalam sengketa hak kekayaan
intelektual seperti ini.

Akibat Hukum Peniruan Merek Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 502
K/Pdt.Sus-HKI/2013
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pendaftaran merek hanya diizinkan jika
dilakukan oleh pemilik merek yang memiliki niat baik. Tujuan utama dari persyaratan ini
adalah untuk melindungi merek dagang dari tindakan pembajakan oleh pihak-pihak yang
memiliki niat jahat. Untuk mencapai tujuan ini, ada peraturan-peraturan yang tegas dan
sanksi yang ditegakkan dalam perundang-undangan yang berlaku.
Dengan adanya persyaratan ini, diharapkan merek-merek dagang dapat terlindungi
dan pemiliknya dapat memperoleh hak-hak yang sah terkait dengan merek tersebut. Aturan
dan sanksi yang ada bertujuan untuk memberikan pengamanan hukum kepada pemilik merek
dan memberikan hambatan serta konsekuensi yang jelas bagi pihak-pihak yang mencoba
membajak atau menyalahgunakan merek orang lain.
Untuk dapat mendaftarkan merek, terdapat persyaratan penting yang harus dipenuhi,
salah satunya adalah itikad baik. Persyaratan itikad baik berarti bahwa pemohon merek harus
memiliki niat baik dalam mendaftarkan mereknya. Artinya, pemohon tidak boleh
menggunakan atau mendaftarkan merek yang mirip atau serupa dengan merek milik orang
lain. Persyaratan ini juga menuntut bahwa merek tersebut digunakan dalam perdagangan
barang dan/atau jasa.
Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 mengatur bahwa
permohonan pendaftaran merek dapat ditolak jika diajukan oleh pemohon yang beritikad
tidak baik. Selain itu, merek juga tidak dapat didaftarkan jika bertujuan untuk menghalangi
pesaing masuk ke pasar lokal atau memperluas jaringan usahanya.
Jadi, persyaratan itikad baik memiliki tiga komponen utama, yaitu: (1) merek harus
digunakan dalam perdagangan barang dan/atau jasa, (2) tidak boleh menyerupai atau
mengatasnamakan merek milik orang lain, dan (3) tidak boleh menghalangi pesaing masuk
ke pasar lokal atau memperluas jaringan usahanya.
Jika dianalisis berdasarkan uraian di atas mengenai merek "INK" dan merek "INX",
dapat dilihat bahwa keduanya digunakan dalam perdagangan barang kelas 09, yaitu topi
pengaman (helm). Pemilik merek "INK", yaitu Eddy Tedjakusuma, memiliki hak eksklusif
atas merek tersebut, sehingga dia adalah pemilik tunggal merek "INK". Demikian pula,
merek "INX" dengan pemilik Andi Johan juga memiliki hak eksklusif atas merek "INX",
sehingga keduanya memiliki merek yang berbeda dengan pemilik masing-masing.
Namun, ketika kedua merek tersebut ditinjau kembali, terdapat kemiripan pada dua
huruf awal merek mereka, yaitu huruf "I" dan "N". Hal ini menunjukkan adanya kesamaan
fonetik antara kedua merek tersebut.
Selanjutnya, putusan Majelis Hakim menyatakan bahwa merek "INX" memiliki
persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan merek "INK". Oleh karena itu, putusan
tersebut menyatakan bahwa pendaftaran merek "INX" tidak beritikad baik. Penyusun sepakat
dengan putusan Majelis Hakim yang memenangkan penggugat, yaitu pemilik merek helm
"INK". Hal ini juga diperjelas dengan Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) yang menyatakan:
 Pasal 21 ayat (1): "Permohonan pendaftaran merek ditolak jika merek yang diajukan
oleh pemohon sama atau sejenis dengan merek milik orang lain yang telah terdaftar
terlebih dahulu untuk jenis barang atau jasa yang sama atau sejenis."
 Pasal 21 ayat (2): "Permohonan pendaftaran merek juga ditolak jika diajukan oleh
pemohon yang tidak beritikad baik atau mengajukan permohonan dengan itikad
buruk."
Melalui putusan Mahkamah Agung tersebut, konsekuensinya adalah pembatalan
merek helm "INX". Pembatalan merek tersebut diatur dalam Pasal 68 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis yang menyatakan
bahwa gugatan pembatalan merek terdaftar dapat diajukan oleh pihak yang memiliki
kepentingan berdasarkan alasan yang diatur dalam Pasal 20 dan/atau Pasal 21.
Selain pembatalan merek melalui putusan Mahkamah Agung tersebut, akibat hukum
yang timbul dari sengketa peniruan merek dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Gugatan Perdata
Dalam Undang-Undang Merek tahun 1992 disebutkan mengenai gugatan ganti rugi,
yang terbagi menjadi dua jenis yaitu ganti rugi material dan ganti rugi immaterial. Ganti rugi
material merujuk pada kerugian yang dapat diukur secara nyata dengan nilai uang.
Contohnya, jika penggunaan merek tersebut mengakibatkan penurunan penjualan produk
karena konsumen membeli produk yang menggunakan merek palsu yang diproduksi oleh
pihak yang tidak berhak, maka ini dapat dianggap sebagai kerugian material. Dalam
pemeriksaan kasus, hakim memiliki wewenang untuk memerintahkan tergugat untuk
menghentikan produksi, peredaran, dan perdagangan barang atau jasa yang menggunakan
merek tanpa hak. Putusan sementara ini diberikan atas permohonan pemegang hak merek
atau penggugat untuk mencegah terjadinya kerugian yang lebih besar. Hakim juga dapat
memerintahkan penyerahan barang atau nilai barang tersebut setelah putusan pengadilan
memiliki kekuatan hukum tetap.
Kasasi adalah satu-satunya bentuk gugatan yang dapat diajukan terhadap putusan
Pengadilan Niaga. Selain itu, pemegang merek juga dapat melakukan gugatan perdata sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 83 ayat (1), yang menyatakan:
Pasal 83
1) Pemilik Merek terdaftar dan/atau penerima Lisensi Merek terdaftar dapat mengajukan
gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai
persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang dan/atau jasa yang sejenis
berupa:
a) gugatan ganti dan/atau
b) penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan Merek tersebut.
2. Gugatan Pidana
Pemegang hak atas merek juga memiliki opsi untuk mengajukan gugatan pidana
terhadap pelanggaran hak atas merek. Hal ini didasarkan pada Pasal 100 Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.

Anda mungkin juga menyukai