Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

MODUL 1, MODUL 2, DAN MODUL 3


PEMBELAJARAN PKn DI SD

Disusun oleh :
KELOMPOK I
1. Nadia Punky U.M ( NIM : 857980918 )
2. Eli Ruwanto ( NIM : 857981135 )
3. Tri Susilowati ( NIM : 857983669 )
4. Wasilatun Najati ( NIM : 857984503 )
5. Tika Dwi Nur Atin ( NIM : 857981103 )
6. Nurul Khoiriah ( NIM : 857981221 )

UNIVERSITAS TERBUKA
UPBJJ UT YOGYAKARTA
POKJAR WONOSOBO 2
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat
rahmat-Nyalah tulisan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penulisan makalah
Modul 1, Modul 2, dan Modul 3 ini dalam rangka salah satu tugas mata kuliah
Pembelajaran PKn di SD.
Penulis Menyadari bahwa tulisan ini tidak luput dari kekurangan- kekurangan.
Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang penulis
miliki. Oleh karena itu, semua kritik dan saran pembaca akan penulis terima dengan
senang hati demi perbaikan naskah penelitian lebih lanjut.
Tulisan ini dapat penulis selesaikan berkat adanya bimbingan dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah sepantasnyalah pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak, terutama rekan- rekan dosen
Pembelajaran PKn di SD yang telah memberikan masukan demi kelancaran dan
kelengkapan naskah tulisan ini. Akhirnya, semoga tulisan yang jauh dari sempuma ini
ada manfaatnya.

Banjarnegara, April 2023

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Judul ………………………………………………………………………… i


Kata Pengantar ………………………………………………………………………… ii
Daftar Isi ………………………………………………………………………………. iii
Bab I. Pendahuluan
1. Latar Belakang ………………………………………………………………… 1
2. Rumusan masalah ……………………………………………………………... 1
3. Tujuan …………………………………………………………………………. 1
Bab II. Pembahasan
1. Hakikat, Fungsi, dan Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan di SD …………… 2

a. Hakikat, Fungsi, dan Tujuan PKn di SD …………………………………... 2

b. Ruang lingkup PKn di SD …………………………………………………. 3

c. Tuntutan Pedagogis PKn di SD …………………………………………… 4

2. Karakteristik PKn sebagai Pendidikan Nilai dan Moral ………………………. 5

a. Pendidikan PKn sebagai Pendidikan Nilai dan Moral di SD ……………… 5

b. Pendidikan Nilai dan Moral dalam Standar Isi PKn di SD ………………... 9

c. Hubungan Interaktif Pengembangan Nilai dan Moral dalam PKn SD ……. 10

3. Keterkaitan Pendidikan Kewarganegaraan dengan IPS dan Mata Pelajaran


Lain ……………………………………………………………………………. 13

a. Gambaran Umum dan Karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan serta


14
Mata pelajaran IPS dan Mata Pelajaran Lainnya di SD ……………………
19
b. Keterkaitan Pendidikan Kewarganegaraan dengan IPS ……………………
c. Hubungan Bidang Studi Pendidikan Kewarganegaraan dengan Mata
22
Pelajaran Lainnya ………………………………………………………….
Bab III. Penutup
23
1. Kesimpulan …………………………………………………………………….
23
2. Saran …………………………………………………………………………...
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pemahamam terhadap hakikat, fungsi, dan tujuan PKn di SD sangatlah penting
bagi guru SD untuk mengetahui betul tentang apa, mengapa, dan untuk apa PKn di SD.
Pengertian semua itu merupakan modal dasar dalam pelaksanaan tugas professional
guru. Guru akan merasa yakin dan percaya diri dalam mengajarkan PKn di SD. Dan
belajar tentang karakteristik PKn sebagai Pendidikan Nilai dan Moral.
Dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, khususnya pada jenjang
pendidikan dasar sekolah sebagai bagian integral dari masyarakat yang dikembangkan
sebagai pusat pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang mampu memberi
keteladanan, membangun kemauan dan mengembangkan kreativitas peserta didik
dalam proses pembelajaran demokratis. Mata pelajaran PKN berfungsi sebagai wahana
pengembangan karakter yang demokratis dan bertanggung jawab, serta melalui PKN
sekolah dikembangkan sebagai pusat pengembangan wawasan, sikap, dan keterampilan
hidup dalam kehidupan demokratis.
Pengetahuan dan kemampuan sangat penting bagi setiap guru sekolah dasar guna
mengetahui sejauh mana seorang siswa benar-benar telah mencapai tujuan pengajaran
PKN di sekolah dasar. Pendidikan tidak dapat lepas dari sebuah proses dimana guru
membantu dalam perubahan siswa ke arah yang dianggap baik.

1.2. Rumusan Masalah


1) Apa hakikat, fungsi, dan tujuan PKn di Sekolah Dasar ?
2) Apa saja karakteristik PKn sebagai Pendidikan Nilai dan Moral ?
3) Apa keterkaitan pendidikan kewarganegaraan dengan IPS dan mata pelajaran lain?

1.3. Tujuan
1) Dapat mengetahui hakikat, fungsi, dan tujuan PKn di SD.
2) Dapat mengetahui karakteristik PKn sebagai Pendidikan Nilai dan Moral
3) Dapat mengetahui keterkaitan pendidikan kewarganegaraan dengan IPS dan mata
pelajaran lain.
BAB II
PEMBAHASAN

I. HAKIKAT, FUNGSI, DAN TUJUAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN


DI SD
1. Hakikat, Fungsi, dan Tujuan PKn di SD
a. Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan
Dalam kurikulum 1946, kurikulum 1957, dan kurikulum 1961 tidak dikenal
adanya mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan. Baru dalam kurikulum SD
tahun 1968 dikenal mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara (PKN).
Menurut kurikulum SD 1968 Pendidikan Kewargaan Negara (PKN) mencakup
Sejarah Indonesia, Geografi, dan Civics yang diartikan sebagai pengetahuan
Kewargaan Negara. Menurut kurikulum SPG 1969 PKN mencakup Sejarah
Indonesia, UUD, Kemasyarakatan, dan Hak Asasi Manusia (HAM). Dalam
Kurikulum Proyek perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) 1973 terdapat mata
pelajaran Pendidikan Kewargan Negara (PKN) dan pengetahuan Kewargaan
Negara. Menurut kurikulum PPSP diperkenalkan mata pelajaran Pendidikan
Kewargaan Negara / Studi Sosial untuk SD 8 Tahun yang berisikan integrasi
materi ilmu pengetahuan sosial.
b. Funsi dan Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara sekolah sebagai wahana
pengembangan warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab, secara
kurikuler Pendidikan Kewarganegaraan harus menjadi wahana psikologis-
pedagogis yang utama.
Ada beberapa ketentuan perundang-undangan yang mengandung amanat tersebut,
sebagai berikut :
1) Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan
Perubahannya ( UUD 1945 dan Perubahnnya ) khusunya alinea ke-4.
2) Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas) khusunya :
a) Pasal 3
b) Pasal 4
c) Pasal 37 ayat (1)
d) Pasal 38
3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan (PP RI No. 19 Tahun 2005 tentang SNP) Pasal
6 ayat (1) yang menyatakan bahwa Kurikulum SD/MI/SDLB/Paket A,
SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C atau bentuk lain
yang sedarajat terdiri dari :
a) Kelompok mata pelajaran keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia.
b) Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian
c) Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi
d) Kelompok mata pelajaran estetika
e) Kelompok mata pelajaran jasamani
4) Pasal 6 ayat (4)
5) Pasal 7 ayat (2)

Pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, sekolah seyogianya


dikembangkan sebagai pranata atau tatanan social-pedagogis yang kondusif atau
memberi suasana bagi tumbuh kembangnya berbagai kualitas pribadi peserta
didik. Dan mata pelajaran PKn harus berfungsi sebagai wahana kurikuler
pengembangan karakter warga negara Indonesia yang demokratis dan
bertanggung jawab.
Pentingnya peran PKn dalam prose pembudayaan dan pemberdayaan peserta
didik sepanjang hayat, melalui pemberian keteladanan, pembangunan kemauan,
dan pengembangan kreativitas pserta didik dalam proses pembelajaran maka
melalui PKn sekolah perlu dikembangkan sebagai pusat pengembangan wawasan,
sikap, dan keterampilan hidup dan berkehidupan yang demokratis untuk
membangun kehidupan demokrasi.

2. Ruang Lingkup PKn di SD


Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang
memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu
melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang
cerdas, teramplil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
Secara umum PKn di SD bertujuan untuk mengembangkan kemampuan :
a. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu
kewarganegaraan
b. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara
cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan benegara, serta
antikorupsi.
c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan
karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan
bangsa-bangsa lainnya.
d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara
langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi
Struktur kurikulum SD/MI meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam
satu jenjang pendidikan selama enam tahun mulai kelas I sampai dengan kelas
VI. Struktur kurikulum SD/MI disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan
dan standar kompetensi mata pelajaran.
Berdasarkan Permendiknas No. 22 Tahun 2006 Ruang Lingkup mata pelajaran
Pendidikan kewarganegaraan untuk pendidikan dasar dan menengah secara
umum meliputi aspek-aspek sebagai berikut :
a. Persatuan dan kesatuan bangsa
b. Norma, hukum, dan peraturan
c. Hak asasi manusia
d. Kebutuhan warga negara
e. Konstitusi Negara
f. Kekuasaan dan politik
g. Pancasila
h. Globalisasi

3. Tuntutan Pedagogis PKn di SD


Setiap substansi PKn memiliki tuntunan pedagogis berupa pengalaman belajar
(learning experiences) yang diperlukan untuk mencapai tujuan pendidikan
kewarganegaraan, dalam pengertian ketuntasan penguasaan kompetensi
kewarganegaraan yang tersurat dan tersirat dalam lingkup isi dan kompetensi dasar.
Pada dasarnya PKn menuntut terwujudkannya pengalaman belajar yang bersifat
utuh memuat belajar kognitif, belajar nilai dan sikap, dan belajar perilaku.
Proses pendidikan yang dituntut dan menjadi kepedulian PKn adalah pendidikan
yang terpadu utuh, yang juga disebut sebagai bentuk confluent education. Tuntutan
pedagogis memerlukan Persiapan mental, profesionalitas, dan hubungan sosial guru-
murid yang kohesif. Guru seyogianya siap memberi contoh dan menjadi contoh.
Dalam PKn berlaku pada postulat bahwa Value is neither tought now cought, it is
learned. Postulat tersebut mengandung makna bahwa nilai tidak bias diajarkan
ataupun ditangkap sendiri tetapi dicerna melalui proses belajar.
Secara singkat PKn dinilai sebagai mata pelajaran yang mengusung misi
pendidikan nilai dan moral, alasannya sebagai berikut :
a. Materi PKn adalah konsep-konsep nilai Pancasila dan UUD 1945
b. Sasaran akhir belajar PKn adalah perwujudan nilai-nilai tersebut dalam
perilaku nyata kehidupan sehari-hari.
c. Proses pembelajarannya menuntut terlibatnya emosional, intelektual, dan
social dari peserta didik dan guru.
PKn merupakan mata pelajaran dengan visi utama sebagai pendidikan demokrasi
yang bersifat multidimensional karena merupakan pendidikan nilai demokrasi,
pendidikan moral, pendidikan social, dan masalah pendidikan politik. Namun, yang
paling menonjol adalah sebagai pendidikan nilai dan pendidikan moral.
PKn merupakan program pembelajaran nilai dan moral Pancasila dan UUD 1945
yang bermuara pada terbentuknya watak Pancasila dan UUD 1945 dalam diri peserta
didik. Watak ini pembentukannya harus dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi
keterpaduan konsep moral, sikap moral dan perilaku moral demokrasi yang
bersumber dari Pancasila dan UUD 1945.

II. KARAKTERISTIK PKN SEBAGAI PENDIDIKAN NILAI DAN MORAL


KEGIATAN BELAJAR 1
( Pendekatan PKn sebagai Pendidikan Nilai dan Moral di SD )
Apakah sesungguhnya Pendidikan Nilai? Hermann (1972) mengemukakan suatu
prinsip yang mendasar yaitu “… value is neither taught nor cought, it is learned”
yang artinya substansi nilai tidaklah semata-mata ditangkap dan diajarkan tetapi lebih
jauh, nilai dicerna dalam arti ditangkap, diinternalisasi, dan dibakukan sebagai bagian
yang melekat dalam kualitas pribadi seseorang melalui proses belajar. Proses
pendidikan pada dasarnya merupakan proses pembudayaan atau enkulturasi untuk
menghasilkan manusia yang berkeadaban dan berbudaya.
Berkaitan dengan nilai-nilai dalam masyarakat, proses “indiginasi” yakni
pemanfaatan kebudayaan daerah untuk pembelajaran mata pelajaran lain dengan
tujuan untuk mendekatkan pelajaran itu dengan lingkungan sekitar siswa menjadi
sangat penting, hasil belajar akan lebih bermakna sebagai wahana pengembangan
watak individu sebagai warganegara. Dalam pengertian generik, konsep dan proses
pendidikan merupakan proses yang sengaja dirancang dan dilakukan untuk
mengembangkan potensi individu dalam interaksi dengan lingkungannya sehingga
menjadi dewasa dan dapat mengarungi kehidupan dengan baik. Pada dasarnya
pendidikan mempunyai dua tujuan besar yakni mengembangkan individu dan
masyarakat yang “smart and good” (Lickona, 1992:6). Secara elaboratif dimensi
tujuan ini oleh Bloom dkk (1962) dirinci menjadi pengembangan kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
Dalam pasal 1 butir 1 UU Sidikan 20/2003 ditegaskan bahwa pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan
akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara. Selanjutnya sebagai prinsip pendidikan ditegaskan hal-hal sebagai berikut :
1. Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak
diskriminatif dan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai kultural, dan
kemajemukan bangsa.
2. Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistematik dengan sistem
terbuka dan multimakna
3. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
4. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan,
dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran
5. Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis,
dan berhitung bagi segenap warga masyarakat
6. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen
masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu
layanan pendidikan (Pasal 4)
Bagaimana PKn sebagai Mata Pelajaran yang Memiliki MIsi adalah Pendidikan
Nilai dan Moral?

Dalam konteks kehidupan masyarakat masih tanpak besarnya kesenjangan antara


konsep dan muatan nilai yang tercermin dalam sumber-sumber normatif
konstitusional dengan fenomena sosial, kultural, politik, ideologis dan religiositas
dalam kehidupan bermasyarakat sampai saat ini, kita masih sering menyaksikan
kondisi paradoksal antara nilai dan fakta seperti kekerasan, pelanggaran lalu lintas,
korupsi kolekti dan lainnya.

Alisyahbana (1976) mengatakan bahwa Nilai merupakan kekuatan perekat-


pemersatu dalam diri, masyarakatdan kebudayaan, namun tampaknya sampai saat ini
kita sedang dalam salah satu dimensi krisis multidimensi yakni krisis nilai dan moral.
Dalam kehidupan bermasyarakat masih banyak dijumpai fenomena yang justru
potensial memperlemah komitmen nilai-nilai tersebut.

Dalam Pembukaan UUD 1945 alinea empat, dinyatakan bahwa Pemerintah


Negara Indonesia dibentuk untuk “mencerdaskan kehidupan bangsa” . Secara
psikologis dan sosial yang dimaksud cerdas bukan hanya cerdas secara rasional tetapi
juga secara emosional, sosial, dan spiritual (Sanusi: 1998, Winataputra: 2001).
Berkaitan dengan hal tersebut (UU Nomor 20/2003, Sisdiknas) dengan tegas
menyatakan bahwa “pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan
dan pemberdayaan peserta didik sepanjang hayat”, dan seyogyanya bukan hanya
proses berpikir tetapi juga pendidikan nilai dan watak serta perilaku.

Menurut Lickona (1992: 53-63) yang perlu dikembangkan dalam rangka


pendidikan nilai adalah nilai karakter yang baik (good character) yang didalamnya
mengandung tiga dimensi nilai moral sebagai berikut :

Dimensi Wawasan Moral

1. Wawasan Moral (Moral Knowing) yang mencakup:


2. Kesadaran Moral (Moral Awareness)

Dimensi Perasaan Moral

1. Perasaan Moral (Moral Feeling) yang mencakup:


2. Kata hati atau nurani (Conscience)
3. Harapan diri sendiri (Self-esteem)
4. Merasakan diri orang lain ( Emphaty)
5. Cinta kebaikan (Loving the good)
6. Kontrol diri ( Self-control)
7. Merasakan diri sendiri (Humility)

Dimensi Perilaku Moral

1. Perilaku Moral (Moral Action) yang mencakup:


2. Kompetensi (Competence)
3. Kemauan (Will)
4. Kebiasaan (Habit)

Ketiga domain moralita tersebut satu dan lainnya memiliki keretkaitan substantif
dan fungsional, artinya bahwa wawasan, perasaan, sikap, dan perilaku moral
merupakan tiga hal yang secara psikologis bersinergi.

Mengapa pendidikan nilai/ moral perlu diberikan di sekolah-sekolah Indonesia?

Dalam dunia pendidikan di Indonesia pendidikan moral secara formal


kurikuler terdapat dalam mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
(Kurikulum 1994) atau Pendidikan Kewarganegaraan (UU RI Nomor 20 Tahun 2003)
dan Pendidikan Bahasa dan Agama. Ketiga mata pelajaran tersebut mengemban misi
yang sama yang mengandung ubsur yang pokok sebagai pendidikan moral-sosial/etis
(PKn), nilai religius (Pendidikan Agama) dan nilai etis (Bahasa).

Dari bahasan terhadap konsep, isi dan strategi pendidikan nilai di dunia Barat
lebih cenderung bersifat sekuler dan berpijak serta bermuara pada perkembangan
moral kognitif, kiranya dapat beberapa hal yang diadaptasikan bagi kepentingan
pendidikan di Indonesia. Secara konstitusional demokrasi Indonesia adalah demokrasi
yang Theistis atau demokrasi yang ber Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu
pendidikan nilai bagi Indonesia berpijak pada nilai keagamaan, nilai demokrasi yang
ber Ketuhanan Yang Maha Esa, dan nilai sosial-kultural yang ber Bhineka Tunggal
Ika.

Dalam konteks itu teori perkembangan moral dari Piaget dan Kohlberg yang
dapat diadaptasikan adalah terhadap nilai moral sosial-kultural selain nilai yang
berkenaan dengan aqidah keagamaan yang tidak selamanyadapat atau boleh
dirasionalkan.

Konsepsi pendidikan nilai moral Piaget menitikberatkan pada pengambilan


keputusan dab memecahkan masalah moral dalam kehidupan dapat diadaptasikan
dalam pendidikan nilai di Indonesia. Konsepsi pendidikan nilai moral Kohlberg
menitikberatkan pada penalaran moral melalui pendekatan klarifikasi nilai yang
memberi kebebasan pada individu peserta didik untuk memilih posisi moral, dapat
digunakan dalam konteks pembahasan nilai selain nilai aqidah sesuai dengan
keyakinan agama masing-masing. Konseptual komponen Good Character dari
Lickona yang membagi karakter menjadi wawasan moral, perasaan moral, dan
perilaku moral dapat dipakai untuk mengklasifikasikan nilai moral dalam pendidikan
nilai di Indonesia.

Kesemua teori pendidikan nilai Barat tersebut dapat digunakan sebagai


sumber akademis dalam membangun desain pendidikan nilai di Indonesia dengan cara
megambil secara adaptif sesuai dengan konteks sosial-kultural dan sosil-religius
masyarakat Indonesia.

KEGIATAN BELAJAR 2

( Pendidikan Nilai dan Moral dalam Standar Isi PKn di SD )

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 "Mata


Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang
memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu
melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia
yangcerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD
1945.”Selanjutnya digariskan dengan tegas bahwa PKn bertujuan “ agar peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut :

1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu


kewarganegaraan
2. Partisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam
kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi
3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan
karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-
bangsa lainnya
4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung
atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.”

Dalam ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk pendidikan


dasar dan menengah, menurut Permendiknas NO. 22 Tahun 2006 secara umum
meliputi substansi kurikuler yang di dalamnya mengandung nilai dan moral sebagai
berikut.

1. Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan, Cinta
lingkungan,Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi dalam pembelaan negara,Sikap
positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan
keadilan
2. Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan keluarga,Tata
tertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat, Peraturan-peraturan daerah,
Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Sistim hukumdan
peradilan nasional, Hukum dan peradilan internasional
3. Hak asasi manusia meliputi: Hak dan kewajiban anak, Hak dan kewajiban
anggota masyarakat, Instrumen nasional dan internasional HAM, Pemajuan,
penghormatan dan perlindungan HAM
4. Kebutuhan warga negara meliputi: Hidup gotong-royong, Harga diri sebagai
warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan mengeluarkan
pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri, Persamaan kedudukan
warga negara
5. Konstitusi Negara meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang
pertama, Konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, Hubungan
dasar negara dengan konstitusi
6. Kekuasaan dan Politik, meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan,Pemerintahan
daerah dan otonomi-Pemerintah pusat, Demokrasi dan sistem politik, Budaya
politik,Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem pemerintahan, Pers
dalam masyarakat demokrasi
7. Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi
negara, Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, Pengamalan nilai-nilai
Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka
8. Globalisasi meliputi: Globalisasi di lingkungannya, Politik luar negeri
Indonesiadi era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan internasional dan
organisasi internasional, dan Mengevaluasi globalisasi.”

KEGIATAN BELAJAR 3

( Hubungan Interaktif Pengembangan Nilai dan Moral dalam PKn SD )

Hubungan interaktif proses pengembangan nilai dan moral dengan proses


pendidikan di sekolah harus dilihat dalam paradigma pendidikan nilai secara
konseptual dan operasional. Konsep-konsep “values education, moral education,
education forvirtues" yang secara teoritik, oleh Lickona (1992) diperkenalkan sebagai
program dan proses pendidikan yang tujuannya selain mengembangkan pikiran, atau
menurut Bloom untuk mengembangkan nilai dan sikap.

Seperti dikutip oleh Lickona (1992) Theodore Roosevelt (mantan Presiden USA)
dan Bill Honing (Superintendent of Public Instruction, California) memberi landasan
pentingnya pendidikan nilai di Amerika. Roosevelt, mengatakan bahwa “Mendidik
orang, hanya tertuju pada pikirannya dan bukan moralnya, sama dengan mendidikkan
keburukan kepada masyarakat". Lebih jauh juga Lickona (1992:6-7) melihat bahwa
para pemikir dan pembangun demokrasi, sebagai paradigma kehidupan di dunia
Barat, berpandangan bahwa pendidikan moral merupakan aspek yang esensial bagi
perkembangan dan berhasilnya kehidupan demokrasi. Hal itu sangatlah beralasan,
karena demokrasi pada dasarnya merupakan suatu sistem pemerintahan dari, oleh dan
untuk rakyat.

Sejak dini sekolah diharapkan mampu mengambil peran yang aktif dalam
merancang dan melaksanakan pendidikan nilai moral yang bersumber dari kebajikan
dan keadaban demokrasi. Dengan kata lain pendidikan nilai dalam dunia barat adalah
pendidikan nilai yang bertolak dari dan bermuara pada nilai-nilai sosial-kultural
demokrasi. Sedangkan nilai yang bersumber dari agama bukanlah tanggung jawab
negara, karena memang dunia barat yang sekuler dengan tegas memisahkan urusan
agama sebagai urusan pribadi,bukan urusan publik.
Jean Piaget pada masa hidupnya pernah menjadi Wakil Direktur “Institute of
Educational Science” dan sebagai Guru Besar (Profesor) Psikologi Eksperimental
pada university of Geneva. Ia dengan tekun melakukan penelitian mengenai
perkembangan struktur kognitif (cognitive structure) anak dan kajian moral (moral
judgement) anak selama 40 tahunan. Penelitiannya itu didasarkan pada sikap verbal
anak (childrenverbal attitudes) terhadap berbagai aturan permainan, perilaku sehari-
hari, mencuri,dan membohong. Ia mengidentifikasi bahwa ada dua tingkat
perkembangan moral pada anak usia antara 6-12 tahun yakni heteronomi dan
autonomi.

Secara teoritik nilai moral berkembang secara psikologis dalam diri individu
mengikuti perkembangan usia dan konteks sosial. Dalam kaitannya dengan usia,
Piaget merumuskan perkembangan kesadaran dan pelaksanaan aturan sebagai berikut.
Piaget membagi beberapa tahapan dalam dua domain yakni kesadaran mengenai
aturan dan pelaksanaan aturan.

Tahapan pada domain kesadaran mengenai aturan:

1. Usia 0-2 tahun: Pada usia ini aturan dirasakan sebagai hal yang tidak bersifat
memaksa
2. Usia 2-8 tahun: Pada usia aturan disikapi sebagai hal yang bersifat sakral dan
diterima tanpa pemikiran
3. Usia 8-12 tahun: Pada usia ini aturan diterima sebagai hasil kesepakatan

Tahapan pada domain pelaksanaan aturan:

1. Usia 0-2 tahun: Pada usia ini aturan dilakukan sebagai hal yang hanya bersifat
motorik saja
2. Usia 2-6 tahun: Pada usia ini aturan dilakukan sebagai perilaku yang lebih
berorientasi diri sendiri
3. Usia 6-10 tahun: Pada usia ini aturan diterima sebagai perwujudan darik
esepakatan
4. Usia 10-12 tahun: Pada usia ini aturan diterima sebagai ketentuan yang sudah
dihimpun

Bertolak dari teorinya itu Piaget menyimpulkan bahwa pendidikan sekolah


seyogianya menitikberatkan pada pengembangan kemampuan mengambil keputusan
(decision making skills) dan memecahkan masalah (problem solving) dan membina
perkembangan moral dengan cara menuntut para peserta didik untuk mengembangkan
aturan berdasarkan keadilan/kepatutan (fairness).

Di lain pihak, Lawrence Kohlberg, Professor pada Harvard University, USA,sejak


tahun 1969 selama 18 tahun ia mengadakan penelitian tentang perkembanganmoral
berlandaskan teori perkembangan kognitif Piaget. Ia mengajukan postulat
atauanggapan dasar bahwa anak membangun cara berpikir melalui pengalaman
termasukpengertian konsep moral seperti keadilan, hak, persamaan, dan kesejahteraan
manusia.Penelitian yang dilakukannya memusatkan perhatian pada kelompok usia di
atas usiayang diteliti oleh Piaget.

Dari penelitiannya itu Kohlberg merumuskan adanya tiga tingkat (level) yang terdiri
atas enam tahap (stage) perkembangan moral seperti berikut.

1. Tingkat I: Pra konvensional (Pre conventional)


a. Tahap 1: Orientasi hukuman dan kepatuhan. Ciri moralita pada tahap ini
adalah apapun yang pada akhirnya mendapat pujian atau dihadiahi adalah baik,
dan apapun yang pada akhirnya dikenai hukuman adalah buruk.
b. Tahap 2: Orientasi instrumental nisbi. Ciri moralita pada tahap ini adalah
seseorang berbuat baik apabila orang lain berbuat baik padanya, dan yang baik
itu adalah sesuatu bila satu sama lain berbuat hal yang sama
2. Tingkat II: Konvensional (Conventional)
a. Tahap 3: Orientasi kesepakatan timbal balik. Ciri utama moralita pada tahap
ini adalah bahwa sesuatu hal dipandang baik dengan pertimbangan untuk
memenuhi anggapan orang lain baik atau baik karena memang disepakati.
b. Tahap 4: Orientasi hukum dan ketertiban. Ciri utama moralita pada tahap ini
adalah bawa sesuatu hal yang baik itu adalah yang diatur oleh hukum dalam
masyarakat dan dikerjakan sebagai pemenuhan kewajiban sesuai dengan
norma hukum tersebut.
3. Tingkat III: Pos konvensional (Post conventional)
a. Tahap 5: Orientasi kontrak sosial legalistik. Ciri utama moralita adalah bahwa
sesuatu dinilai baik bila sesuai dengan kesepakatan umum dan diterima oleh
masyarakat sebagai kebenaran konsensual.
b. Tahap 6: Orientasi prinsip etika universal. Ciri utama moralita pada tahap ini
adalah bahwa sesuatu dianggap baik bila telah menjadi prinsip etika yang
bersifat universal dari mana norma dan aturan dijabarkan.
Dengan kata lain,pendekatan pendidikan nilai yang ditawarkan oleh Kohlberg sama
dengan yang ditawarkan Piaget dalam hal fokusnya terhadap perilaku moral yang
dilandasi oleh penalaran moral, namun berbeda dalam hal titik berat pembelajarannya

III. KETERKAITAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DENGAN IPS DAN


MATA PELAJARAN LAIN
Modul ini akan membahas tentang keterkaitan Pendidikan Kewarganegaraan
dengan IPS dan mata pelajaran lain. Hubungannya dengan mata pelajaran lain adalah
dimaksudkan agar mempelajarai Pendidikan Kewarganegaraan tidak dibangun atas
dasar-dasar pengetahuan yang luas. Keterkaitannya dengan demikian tidak terbatas
hanya antarmata pelajaran serumpun (Ilmu-ilmu sosial), tetapi juga dengan lintas
rumpun, misalnya rumpun humaniora (bahasa dan seni, pendidikan agama) dan juga
dengan rumpun Ilmu Pengetahuan Sosial (IPA).
Oleh karena Pendidikan Kewarganegaraa dikembangkan dari kelompok ilmu-
ilmu sosial maka yang menjadi tekanan utama keterkaitan adalah IPS yang dikenal
sekarang ini dengan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS). Dengan demikian,
keterkaitan yang akan dibahas di modul 3 adalah :
1. Gambaran umum dalam karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan dan mata
pelajaran SD lainnya;
2. Keterkaitan Pendidikan Kewarganegraan dengan IPS;
3. Keterkaitan Pendidikan Kewarganegaraan dengan mata pelajaran lainnya.
Guna memahami atau keterkaitan itu maka yang perlu dikaji terlebih dahulu
adalah hakikat dan karakteristik mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan serta
mata pelajaran yang memiliki keterkaitan, yaitu Bahasa Indonesia, Pendidikan
Agama, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Kurikulum
Muatan Lokal. Kesemua mata pelajaran yang disebutkan disini tidak dimaksudkan
untuk mengesampingkan kemungkinan hubungan antar mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan dengan mata pelajaran lain yang tidak disebutkan. Jika ditelusuri
pada dasarnya tidak ada mata pelajaran yang tidak berkaitan dengan Pendidikan
Kewarganegraan. Sebab, tujuan Pendidikan kewarganegaraan pada akhirnya adalahb
membentuk warga negara Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, yang memiliki pengatahuan dan kemampuan dasar berkenan dengan
hubungan antar warga negara dengan negara dan antara warga negara yang diatur oleh
hukum serta Pendidikan pengetahuan bela negara agar menjadi warga negara yang
mengetahui, memahami, dan mengamalkan nilai-nilai moral Pancasila dalam
kehidupan sebagai warga negara dan warga masyarakat yang dapat diandalkan oleh
bangsa dan Negara Indonesia.
A. Gambaran Umum dan Karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan serta Mata
Pelajaran IPS dan Mata Pelajaran Lainnya di SD.
Pembahasan tentang hubungan atau keterkaitan antarmata pelajaran di SD,
khususnya antara mata pelajaran lainnya, seperti Bahasa Indonesia, Pendidikan
Agama, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, dengan IPA dan dengan Kurikulum
Muatan Lokal, ada baiknya jika hal itu diawali dengan membahas terlebih dahulu
gambaran atau karakteristik mata-mata pelajaran lain.
Dengan diperolehnya gambaran seperti itu diharapkan dalam melakukan upaya
keterkaitan, tidak terdapat kesan adanya keterkaitan atau hubungan yang “terpaksa
atau dipaksakan” sebab yang terbaik dalam melaksanakan keterkaitan itu adalah
keterkaitan itu Nampak sebagai keterkaitan yang bersifat alami. Keterkaitan yang
alami akan lebih mampu mengakomodasi kepentingan siswa dan memberi
kemungkinan bagi pengembangan materi pelajaran yang lebih bermakna bagi
kehidupan anak kelak di masyarakat. Untuk memenuhi tuntutan itu maka uraian
berikut akan dimulai dengan gambaran umum atau karakteriktik mata pelajaran PKN,
kemudian tentang mata pelajaran lainnya yang relevan.
1. Gambaran Umum, Hakikat, dan Karakteristik Pendidikan Kewarganegraan
Pembaruan dan inovasi dalam Pendidikan kewarganegraan (Pendidikan
kewarganegraan) serta keterkaitan dan aplikasinya menjadi sebuah pembelajaran
yang kreatif, produktif yang bersifat kooperatif dan kolaboratif, menuntun konsep
pembelajran terpadu melalui pengkajian dan pelatihan yang berwawasan
demokrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM).
Pendidikan kewarganegaraan sebagai salah satu bidang kajian (undang-
undang system pemdidikan No.20 tahun 2003) dan program studi, yang fungsi
dan perannya antara lain sebagai Pendidikan hukum, Pendidikan politi dan
Pendidikan kewarganegaraan sendiri. Pendidikan sebagaimana diketahui sejak
diberlakukannya kurikulum sekolah tahun 1975 adalah mata kuliah yang berdiri
sendiri yang tujuan utamanya adalah membentuk warga negara yang baik.
Kemudian, dalam perkembangannya menjadi bidang studi Pendidikan Moral
Pancasila ( PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN) yang lebih menekankan
kepada penanaman nilai-nilai moral Pancasila yang selama ini telah dikenal lewat
pedoman penghayatan dan pengalaman Pancasila (P4) dan BP7 untuk
masyarakat.
Mata pelajaran Pendidikan kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang
memang mengalami perubahan nama dengan sangat cepat karena mata pelajaran
tersebut sangat rentan terhadap perubahan politik, namun ironisnya nama berubah
berkali-kali tetapi isi secara umum serta pendekatan dan system penyampaiannya
kebanyakan tidak berubah. Dari sisi isi, lebih menekankan pada pengetahuan
untuk dihafal dan bukannya materi pembelajaran yang mendorong berpikir
apalagi berpikir kritis. Dari segi pendekatan maka yang lebih ditonjolkan adalah
pendekatan politis dan kekuasaan. Dari segi proses pembelajaran atau system
penyampaiannya, lebih menekankan pada pembelajaran satu arah dengan
dominasi guru yang menonjol sehingga hasilnya sudah dapat diduga, yaitu
verbalisme yang memang selama ini telah dianggap sangat melekat pada
Pendidikan umumnya di Indonesia.
Tujuan mata pelajaran kewarganegaraan adalah untuk mengembangkan
kemampuan sebagai berikut:
a. Berpikir secara kritis, rasioanl, dan kreatif dalam menanggapi dalam isu
kewarganegaraan.
b. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab serta bertindak secara
cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan
pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama
dengan bangsa-bangsa lainnya.
d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia serta
langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi.
2. Hakikat dan Karakteristik Bidang Studi Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan kewarganegaraan adalah program Pendidikan berdasarkan nilai-
nilai Pancasila sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai
luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia yang diharapkan
dapat menjadi jati diri yang diwujudkan dalam bentuk perilaku dalam kehidupan
sehari-hari baik sebagai individu, sebagai calon guru/pendidik, anggota
masyarakat dan makhluk cipataan Tuhan yang Maha Esa.
Dengan demikan dapat disimpulkan bahwa hakikat Pendidikan
kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada
pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosial kultural, Bahasa, usia,
dan suku bangsa. Untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil
dan berkarakter yang dilandasi oleh Pancasila dan UUD 1995.
Melalui penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa secara umum tujuan
Pendidikan kewarganegaraan adalah:
a. Memberikan penegertian, pengetahuan dan pemahaman tentang Pancasila
yang benar dan sah.
b. Meletakkan dan membentu pola piker yang sesuai dengan Pancasila dan ciri
khas serta watak ke-Indonesiaan.
c. Menananmkan nilai-nilai moral Pancasila ke dalam diri
d. Menggugah kesadaran sebagai warga negara dan masyarakat Indonesia untuk
selalu mempertahankan dan melestarikan nilai-nilai moral Pancasila.
e. Memberikan motivasi agar dalam setiap langkah laku lampahnya bertindak
dan berperilaku sesuai dengan nilai, moral dan Norma Pancasila.
f. Mempersiapkan untuk menjadi warga negara dan warga masyarakat
Indonesia yang baik dan bertanggung jawab serta mencintai bangsa dan
negaranya.
Sejalan dengan uraian diatas pada bagian hakikat bidang studi Pendidikan
kewarganegaraan maka berikut ini akan diuraikan pula tentang karakteristik atau
spesifikasi atau ciri uatama Bidang studi prndidikan kewarganegaraan. Melalui
mata pelajaran Pendidikan kewarganegaraan menuntut lahirnya warga negara dan
warga masyarakat yang Pancasila, beriman dan bertakwa terhadap Tuhan yang
Maha Esa. Menyadari betapa pentingnya melaksanakan kewajiban yang didasari
oleh kesadaran dan tanggung jawabnya sebagai warga negara, dapat membuat
keputusan secara tepat dan cepat, baik bagi dirinya maupun bagi orang lain, tidak
mencemari air dan tidak merusak lingkungan. Warga yang dimaksud adalah
warga negara dan warga masyarakat yang juga mandiri, bertanggung jawab,
mampu berpikir kritis dan kreatif atau yang secara umum oleh Lawrence Senesh
seperti yang dikemukakan oleh Murphy (1997:57) dengan sebutan desirable socio
civic behavior atau warga negara yang mampu tink globally while act locally kata
Rene Dubois.
Warga negara yang memiliki pandangan seperti ini disebut cosmopolitan
stance atau sikap mental atau pendirian yang disebut cosmopolitan. Mereka
adalah warga negara yang dapat menggunakan sumber daya dunia dan
mengakumulasikan kebijakan dan kearifan dalam melahirkan tindakan bersama
terhadap masalah yang dihadapi setiap orang dimana saja. Warga negara dengan
pandangan global memahami saling ketergantungan, kemajemukan nilai dan
menemukannya bukan hanya dalam kelompok budaya mereka sendiri sebagai
suatu bangsa negara tetapi juga masyarakat dunia secara keseluruhan.
Sehubungan denagn penggambaran seperti diatas mengarahkan kita pada
landasan konsep yang mendasari Pendidikan kewarganegaraan tersebut, yaitu
manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan dan insan sosial politik yang terorganisasi
dengan tujuan agar manusia Indonesia memiliki kemauan dan kemampuan untuk:
a. Sadar dan patuh terhadap hukum (melek hukum)
b. Sadar dan bertanggungjawab dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
(melek politik)
c. Memahami dan berpartisipasi dalam pembangunan nasional (insane
pembangunan)
d. Cinta bangsa dan tanah air (memiliki sikap heroism dan patriotism)
Karakteristik Pendidikan kewarganegaraan dengan paradigma baru, yaitu bahwa
Pendidikan kewarganegaraan merupakan suatu bidang kajian ilmiah dan program
Pendidikan disekolah dan diterima sebagai wahana utama serta esensi Pendidikan
demokrasi di Indonesia yang dilaksanakan sebagai berikut:
a. Civic Intelligence, kecerdasan dan daya nalar warga negara baik dalam
dimensi spriritual, rasional, emosional maupun sosial.
b. Civic Responsibility, kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara
yang bertanggung jawab.
c. Civic Participation, kemampuan berpartisipasi warga negara atas dasar
tanggung jawabnya, baik secara individual, sosial maupun sebagai pemimpin
hari depan.
Sejalan dengan itu kompetensi yang hendak diwijudkan melalui mata pelajaran
pendidikan kewarganegaraan dibagi kedalam 3 kelompok, yaitu:
a. Kompetensi untuk menguasai pengetahuan kewarganegaraan
1) Memahami tujuan pemerintah dan prinsip dasar konstitusi pemerintahan
republik Indonesia.
2) Mengetahui struktur, fungsi dan tugas pemerintah daerah dan nasional
serta bagaimana keterlibatan warga negara membentuk kebijaksanaan
public
3) Mengetahui hubungan negara dan bangsa Indonesia dengan negara dan
bangsa lain berserta masalah-masalah dunia internasional.
b. Kompetensi untuk menguasai keterampilan kewarganegaraan
1) Mengambil atau menetapkan keputusan yang tepat melalui proses
pemecahan masalah dan inkuiri.
2) Mengevaluasi kekuatan dan kelemahan suatu isu tertentu
3) Menentukan atau mengambil sikap guna mencapai suatu posisi tertentu.
4) Membela atau mempertahankan posisi dengan mengemukakan argument
yang kritis, logis, dan rasioanal.
5) Memaparkan suatu informasi yang penting kepada khalayak umum
6) Membangun koalisi, kompromi, negosiasi dan consensus.
c. Kompetensi untuk menguasai karakter kewarganegaraan
1) Memberdayakan dirinya sebagai warga negara yang independent, aktif,
kritis, well informed, dan bertanggung jawab untuk berpartisipasi secara
efektif dan efisien dalam berbagai aktivitas masyarakat, politik dan
pemerintahan pada semua tingkat daerah dan nasional.
2) Memahamu bagaimana warga negara melaksanakan peranan, hak dan
tanggung jawab personal untuk berpartisipasi dalam kehidupan
masyarakat pada semua tingkat daerah dan nasional
3) Memahami, menghayati, dan menerapkan nilai budi pekerti, demokrasi,
hak asasi manusia dan nasionalisme dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
4) Memahami dan menerapkan prinsip hak asasi manusia dalam kehidupan
sehari-hari.
3. Bidang Studi Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Kurikulum S1 PGSD
Salah satu pembaruan kurikulum Tahun2006 adalah digantikannya mata pelajaran
Pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan menjadi Pendidikan
kewarganegaraan. Landasan konsep yang mendasari Pendidikan
kewarganegaraan tersebut diatas, yaitu manusia adalah makhluk ciptaan tuhan
dan sebagai insan sosial dan politik yang terorganisasi melahirkan fungsi dan
peran, serta tujuan Pendidikan kewarganegaraan. Berdasarkan landasan konsep
Pendidikan kewarganegaraan tersebut maka fungsi dan peran serta tujuan
Pendidikan kewarganegaraan secara umum adalah:
a. Pendidikan nilai dan moral Pancasila serta Undang-Undang dasar 1945
b. Pendidikan politik
c. Pendidikan kewarganegaraan
d. Pendidikan hukum dan kemasyarakatan.
B. Keterkaitan Pendidikan Kewarganegaraan dengan IPS
Dalam kegiatan belajar 2 ini ada beberapa yang perlu dibahas terlebih dahulu antara
lain (1) Keterkaitan Pendidikan Kewarganegaraan dengan IPS dan bagaimana
keterkaitan itu terjadi (2) konsep pembelajaran terpadu dan (3) pembelajaran terpadu
dalam Pendidikan kewarganegaraan.
1. Keterkaitan Pendidikan Kewarganegaraan dengan IPS serta Keterkaitan Itu
Terjadi
Bidang studi Pendidikan kewarganegaraan sesuai dengan hakikat dan
karakteristiknya memiliki keterkaitan dengan bidan studi lainnya khususnya
dengan IPS. Pendidikan kewarganegaraan menurut sejarah perkembangannya
sampai terbentuk bidang studi Pendidikan kewarganegaraan seperti sekarang ini
secara historis memiliki keterkaitan yang kuat dengan IPS, dikatakan demikian
karena sebelum menjadi bidang studi Pendidikan kewarganegaraan yang menurut
kurikulum tahun 1994 diberi nama bidang studi Pendidikan Pancasila dan
kewarganegaraan sebagai upaya mewujudkan pesan UU Sistem Pendidikan
Nasional No.2 tahun 1989 khususnya pasal 39 ayat (2) dan (3), Bidang studi
pendidikan kewarganegaraan adalah bagian dari Bidang studi IPS.
Dengan pemikiran berupa pemisahan antara aspek yang menyangkut disiplin
geografi, ekonomi dan sejarah menjadi bidang studi IPS dengan bagian materi
pelajaran yang erat kaitannya dengan Pancasila dan undang-Undang Dasar 1945
adalah hal yang menyangkut warga negara serta pemerintahan jelas bahwa telah
terjadi pemisahan antara materi pengajaran yang terdiri atas disiplin ilmu-ilmu
sosial (IPS) dengan materi pengajaran yang kemudian dikenal bidang studi
Pendidikan moral Pancasila tersebut. Dimana setelah pemisahan itu mata pelajaran
Pendidikan moral Pancasila terdapat lagi dalam kurikulum tahun1975 dan 1984.
2. Konsep Pembelajaran Terpadu
Konsep pembelajaran terpadu bukanlah hal yang baru khususnya dalam
kurikulum sekolah di Indonesia. Konsep dalam bentuk sederhana dianjurkan
dalam kurikulum 1968 dengan pendekatan korelasi. Contohnya korelasi adalah
menghubungkan dua atau lebih mata pelajaran saat menjelaskan suatu mata
pelajaran. Misalnya, saat menejelaskan tentang konsep geografi maka pada saat itu
pula penjelasan konsep geografi tersebut dihubungkan dengan konsep mata
pelajaran lainnya seperti pelajaran sejarah ataupun ekonomi.
Pembelajaran terpadu lebih luas daripada mengintegrasi beberapa mata
pelajaran atau konsep dari beberapa mata pelajaran sekaligus. Karena itu
pembelajaran terpadu disebut juga pendekatan terpadu (integrated approach) atau
pendekatan antar disiplin (interdisc/inariapproach.
Tujuan dari pendekatan ini adalah agar pengajaran yang disampaikan dapat
lebih menarik bagi siswa menumbuhkan kreativitas mengajar bahkan dapat
menumbuhkan kerja sama antar siswa. Dalam menggunakan pendekatan
pembelajaran terpadu berbagai media dapat diguanakan agar konsep keterpaduan
dalam pembelajaran dapat dilaksanakan dengan baik antara lain melalui tema,
topik dan masalah.
Pengertian pembelajaran terpadu dapat dilihat sebagai berikut:
a. Pembelajaran yang beranjak dari suatu tema tertentu sebagai pusat perhatian
(center of interest) yang digunakan untuk memahami gejala dan konsep lain,
baik yang berasal dari bidang studi yang bersangkutan maupun bidang studi
lainnya.
b. Suatu pendekatan pembelajaran yang menghubungkan berbagai bidang studi
yang mencerminkan dunia nyata disekeliling dan dalam rentang dan
kemampuan perkembangan anak.
c. Suatu cara untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan anak secara
simultan.
d. Merakit dan menggabungkan sejumlah konsep dalam beberapa bidang studi
yang berbeda, dengan harapan anak belajar dengan lebih baik dan bermakna.
Sebagai suatu proses, pembelajaran terpadu memiliki Karakteristik sebagai
berikut:
a. Berpusat pada anak (child centered).
b. Memberi pengalaman langsung kepada anak
c. Pemisahan antara bidang studi tidak begitu jelas
d. Menyajikan konsep dari berbagai bidang studi dalam suatu proses pembeljaran
e. Bersifat luwes
f. Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan anak.
3. Pendidikan Kewarganegaraan dan Pembelajaran Terpadu
Pendekatan terpadu bukan merupakan hal baru, khususnya dalam bidang studi
Pendidikan kewarganegaraan terutama jika hal itu dihubungkan dengan hubungan
historis dan akademik dengan studi sosial atau sekarang di Indonesia dikenal
dengan Ilmu Pengetahuan Sosial. Akan lebih jelas bila dihubungkan dengan
hakikat pembelajaran terpadu, khususnya tentang dasar pertimbangan
pengembangan program pembelajaran terpadu berikut ini:
a. Karakteristik anak SD.
b. Konsep disiplin ilmu.
c. Standar kompetensi, kompetetensi dasar dan indicator.
d. Lingkungan belajar anak.
e. Bahan atau sumber -sumber penunjang.
Selain itu juga dengan memperhatikan pengembangan pembelajaran terpadu
khususnya tentang perancangan pembelajaran terpadu. Bidang studi Pendidikan
kewarganegaraan dilihat dari hakikat dan sifat sebagai program Pendidikan
memnag telah memilihi sifat keterpaduan. Pertama Pendidikan kewarganegaraan
sendiri adalah mata pelajaran yang memang merupakan gabungan dari dua mata
pelajaran atau bidang studi yang sebelumnya dikenal dengan bidang studi
Pendidikan kewarganegaraan yang dalam mata pelajaran ini dinamakan
Pendidikan Pancasila muatan utamanya nilai-nilai moral Pancasila, sedangkan
bidang studi pendididkan kewarganegaraan yang menurut kurikulum Sekolah
dasar tahun 1968 adalah gabungan antara ilmu bumi, sejarah dan civics memiliki
unsur keterpaduan bahkan jika dihubungkan dengan tradisi pelajaran studi sosial.
C. Hubungan Bidang Studi Pendidikan Kewarganegaraan dengan Mata Pelajaran
Lainnya
Sebagaimana telah diutarakan bahwa bidang studi Pendidikan kewarganegaraan
selain memiliki hubungan dengan mata pelajaran IPS bidang studi tersebut juga twlah
mengandung elemen-elemen untuk dipadukan atau memiliki kemungkinan untuk
disajikan secara terpadu, dengan bidang studi lainnya seperti Bahasa Indonesia,
matematika, Pendidikan jasmani dan Kesehatan, ilmu pengetahuan alam, serta
kesenian.
Keterkaitan antara Pendidikan kewarganegaraan dengan bidang studi lainnya
dapat dilihat dari berbagai model kurikulum terpadu. Ada beberapa model yang dapat
diterapkan dalam pembelajaran terpadu yaitu model connected, model webbed, dan
model integrated. Dari ketiga model pembelajaran terintegrasi semuanya dapat
digunakan dalam pembelajaran Pendidikan kewarganegaraan yang dihubungkan
dengan bidang studi lainnya.
Keterkaitan antara Pendidikan kewarganegaraan dengan Bahasa Indonesia,
Pendidikan jasmani dan Kesehatan, IPA, matematika dan Bahasa Indonesia. Jika yang
dihubungkan dua atau lebih mata pelajaran maka dapat menggunakan metode
sequenced, shared, webbed, threaded, integrated. Yang terpenting dalam
menggunakan model ini adalah melibatkan sebanyak mungkin konsep dari setiap
disiplin untuk mengkaji secara tuntas dan komprehensif tema yang ditetapkan tentu
saja dengan tingkat perkembangan siswa SD.

BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Pentingnya peran PKn dalam prose pembudayaan dan pemberdayaan peserta
didik sepanjang hayat, melalui pemberian keteladanan, pembangunan kemauan, dan
pengembangan kreativitas pserta didik dalam proses pembelajaran maka melalui PKn
sekolah perlu dikembangkan sebagai pusat pengembangan wawasan, sikap, dan
keterampilan hidup dan berkehidupan yang demokratis untuk membangun kehidupan
demokrasi.
Dalam konteks kehidupan masyarakat masih tanpak besarnya kesenjangan antara
konsep dan muatan nilai yang tercermin dalam sumber-sumber normatif
konstitusional dengan fenomena sosial, kultural, politik, ideologis dan religiositas
dalam kehidupan bermasyarakat sampai saat ini, kita masih sering menyaksikan
kondisi paradoksal antara nilai dan fakta seperti kekerasan, pelanggaran lalu lintas,
korupsi kolekti dan lainnya.
Mata pelajaran Pendidikan kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang memang
mengalami perubahan nama dengan sangat cepat karena mata pelajaran tersebut
sangat rentan terhadap perubahan politik, namun ironisnya nama berubah berkali-kali
tetapi isi secara umum serta pendekatan dan system penyampaiannya kebanyakan
tidak berubah. Dari sisi isi, lebih menekankan pada pengetahuan untuk dihafal dan
bukannya materi pembelajaran yang mendorong berpikir apalagi berpikir kritis. Dari
segi pendekatan maka yang lebih ditonjolkan adalah pendekatan politis dan
kekuasaan. Dari segi proses pembelajaran atau system penyampaiannya, lebih
menekankan pada pembelajaran satu arah dengan dominasi guru yang menonjol
sehingga hasilnya sudah dapat diduga, yaitu verbalisme yang memang selama ini
telah dianggap sangat melekat pada Pendidikan umumnya di Indonesia.

2. Saran
Tulisan hanyalah bersifat pendahuluan. Untuk itu perlu dilakukan penyempurnaan
oleh semua pihak yang berkecimpung dalam bidang akademik. Demikian pula
penyempurnaan dari segala aspek perlu dilakukan demi kesempurnaan tulisan ini.

Anda mungkin juga menyukai