Disusun oleh :
KELOMPOK I
1. Nadia Punky U.M ( NIM : 857980918 )
2. Eli Ruwanto ( NIM : 857981135 )
3. Tri Susilowati ( NIM : 857983669 )
4. Wasilatun Najati ( NIM : 857984503 )
5. Tika Dwi Nur Atin ( NIM : 857981103 )
6. Nurul Khoiriah ( NIM : 857981221 )
UNIVERSITAS TERBUKA
UPBJJ UT YOGYAKARTA
POKJAR WONOSOBO 2
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat
rahmat-Nyalah tulisan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penulisan makalah
Modul 1, Modul 2, dan Modul 3 ini dalam rangka salah satu tugas mata kuliah
Pembelajaran PKn di SD.
Penulis Menyadari bahwa tulisan ini tidak luput dari kekurangan- kekurangan.
Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang penulis
miliki. Oleh karena itu, semua kritik dan saran pembaca akan penulis terima dengan
senang hati demi perbaikan naskah penelitian lebih lanjut.
Tulisan ini dapat penulis selesaikan berkat adanya bimbingan dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah sepantasnyalah pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak, terutama rekan- rekan dosen
Pembelajaran PKn di SD yang telah memberikan masukan demi kelancaran dan
kelengkapan naskah tulisan ini. Akhirnya, semoga tulisan yang jauh dari sempuma ini
ada manfaatnya.
Penulis
DAFTAR ISI
1.3. Tujuan
1) Dapat mengetahui hakikat, fungsi, dan tujuan PKn di SD.
2) Dapat mengetahui karakteristik PKn sebagai Pendidikan Nilai dan Moral
3) Dapat mengetahui keterkaitan pendidikan kewarganegaraan dengan IPS dan mata
pelajaran lain.
BAB II
PEMBAHASAN
Ketiga domain moralita tersebut satu dan lainnya memiliki keretkaitan substantif
dan fungsional, artinya bahwa wawasan, perasaan, sikap, dan perilaku moral
merupakan tiga hal yang secara psikologis bersinergi.
Dari bahasan terhadap konsep, isi dan strategi pendidikan nilai di dunia Barat
lebih cenderung bersifat sekuler dan berpijak serta bermuara pada perkembangan
moral kognitif, kiranya dapat beberapa hal yang diadaptasikan bagi kepentingan
pendidikan di Indonesia. Secara konstitusional demokrasi Indonesia adalah demokrasi
yang Theistis atau demokrasi yang ber Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu
pendidikan nilai bagi Indonesia berpijak pada nilai keagamaan, nilai demokrasi yang
ber Ketuhanan Yang Maha Esa, dan nilai sosial-kultural yang ber Bhineka Tunggal
Ika.
Dalam konteks itu teori perkembangan moral dari Piaget dan Kohlberg yang
dapat diadaptasikan adalah terhadap nilai moral sosial-kultural selain nilai yang
berkenaan dengan aqidah keagamaan yang tidak selamanyadapat atau boleh
dirasionalkan.
KEGIATAN BELAJAR 2
1. Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan, Cinta
lingkungan,Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi dalam pembelaan negara,Sikap
positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan
keadilan
2. Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan keluarga,Tata
tertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat, Peraturan-peraturan daerah,
Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Sistim hukumdan
peradilan nasional, Hukum dan peradilan internasional
3. Hak asasi manusia meliputi: Hak dan kewajiban anak, Hak dan kewajiban
anggota masyarakat, Instrumen nasional dan internasional HAM, Pemajuan,
penghormatan dan perlindungan HAM
4. Kebutuhan warga negara meliputi: Hidup gotong-royong, Harga diri sebagai
warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan mengeluarkan
pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri, Persamaan kedudukan
warga negara
5. Konstitusi Negara meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang
pertama, Konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, Hubungan
dasar negara dengan konstitusi
6. Kekuasaan dan Politik, meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan,Pemerintahan
daerah dan otonomi-Pemerintah pusat, Demokrasi dan sistem politik, Budaya
politik,Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem pemerintahan, Pers
dalam masyarakat demokrasi
7. Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi
negara, Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, Pengamalan nilai-nilai
Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka
8. Globalisasi meliputi: Globalisasi di lingkungannya, Politik luar negeri
Indonesiadi era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan internasional dan
organisasi internasional, dan Mengevaluasi globalisasi.”
KEGIATAN BELAJAR 3
Seperti dikutip oleh Lickona (1992) Theodore Roosevelt (mantan Presiden USA)
dan Bill Honing (Superintendent of Public Instruction, California) memberi landasan
pentingnya pendidikan nilai di Amerika. Roosevelt, mengatakan bahwa “Mendidik
orang, hanya tertuju pada pikirannya dan bukan moralnya, sama dengan mendidikkan
keburukan kepada masyarakat". Lebih jauh juga Lickona (1992:6-7) melihat bahwa
para pemikir dan pembangun demokrasi, sebagai paradigma kehidupan di dunia
Barat, berpandangan bahwa pendidikan moral merupakan aspek yang esensial bagi
perkembangan dan berhasilnya kehidupan demokrasi. Hal itu sangatlah beralasan,
karena demokrasi pada dasarnya merupakan suatu sistem pemerintahan dari, oleh dan
untuk rakyat.
Sejak dini sekolah diharapkan mampu mengambil peran yang aktif dalam
merancang dan melaksanakan pendidikan nilai moral yang bersumber dari kebajikan
dan keadaban demokrasi. Dengan kata lain pendidikan nilai dalam dunia barat adalah
pendidikan nilai yang bertolak dari dan bermuara pada nilai-nilai sosial-kultural
demokrasi. Sedangkan nilai yang bersumber dari agama bukanlah tanggung jawab
negara, karena memang dunia barat yang sekuler dengan tegas memisahkan urusan
agama sebagai urusan pribadi,bukan urusan publik.
Jean Piaget pada masa hidupnya pernah menjadi Wakil Direktur “Institute of
Educational Science” dan sebagai Guru Besar (Profesor) Psikologi Eksperimental
pada university of Geneva. Ia dengan tekun melakukan penelitian mengenai
perkembangan struktur kognitif (cognitive structure) anak dan kajian moral (moral
judgement) anak selama 40 tahunan. Penelitiannya itu didasarkan pada sikap verbal
anak (childrenverbal attitudes) terhadap berbagai aturan permainan, perilaku sehari-
hari, mencuri,dan membohong. Ia mengidentifikasi bahwa ada dua tingkat
perkembangan moral pada anak usia antara 6-12 tahun yakni heteronomi dan
autonomi.
Secara teoritik nilai moral berkembang secara psikologis dalam diri individu
mengikuti perkembangan usia dan konteks sosial. Dalam kaitannya dengan usia,
Piaget merumuskan perkembangan kesadaran dan pelaksanaan aturan sebagai berikut.
Piaget membagi beberapa tahapan dalam dua domain yakni kesadaran mengenai
aturan dan pelaksanaan aturan.
1. Usia 0-2 tahun: Pada usia ini aturan dirasakan sebagai hal yang tidak bersifat
memaksa
2. Usia 2-8 tahun: Pada usia aturan disikapi sebagai hal yang bersifat sakral dan
diterima tanpa pemikiran
3. Usia 8-12 tahun: Pada usia ini aturan diterima sebagai hasil kesepakatan
1. Usia 0-2 tahun: Pada usia ini aturan dilakukan sebagai hal yang hanya bersifat
motorik saja
2. Usia 2-6 tahun: Pada usia ini aturan dilakukan sebagai perilaku yang lebih
berorientasi diri sendiri
3. Usia 6-10 tahun: Pada usia ini aturan diterima sebagai perwujudan darik
esepakatan
4. Usia 10-12 tahun: Pada usia ini aturan diterima sebagai ketentuan yang sudah
dihimpun
Dari penelitiannya itu Kohlberg merumuskan adanya tiga tingkat (level) yang terdiri
atas enam tahap (stage) perkembangan moral seperti berikut.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Pentingnya peran PKn dalam prose pembudayaan dan pemberdayaan peserta
didik sepanjang hayat, melalui pemberian keteladanan, pembangunan kemauan, dan
pengembangan kreativitas pserta didik dalam proses pembelajaran maka melalui PKn
sekolah perlu dikembangkan sebagai pusat pengembangan wawasan, sikap, dan
keterampilan hidup dan berkehidupan yang demokratis untuk membangun kehidupan
demokrasi.
Dalam konteks kehidupan masyarakat masih tanpak besarnya kesenjangan antara
konsep dan muatan nilai yang tercermin dalam sumber-sumber normatif
konstitusional dengan fenomena sosial, kultural, politik, ideologis dan religiositas
dalam kehidupan bermasyarakat sampai saat ini, kita masih sering menyaksikan
kondisi paradoksal antara nilai dan fakta seperti kekerasan, pelanggaran lalu lintas,
korupsi kolekti dan lainnya.
Mata pelajaran Pendidikan kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang memang
mengalami perubahan nama dengan sangat cepat karena mata pelajaran tersebut
sangat rentan terhadap perubahan politik, namun ironisnya nama berubah berkali-kali
tetapi isi secara umum serta pendekatan dan system penyampaiannya kebanyakan
tidak berubah. Dari sisi isi, lebih menekankan pada pengetahuan untuk dihafal dan
bukannya materi pembelajaran yang mendorong berpikir apalagi berpikir kritis. Dari
segi pendekatan maka yang lebih ditonjolkan adalah pendekatan politis dan
kekuasaan. Dari segi proses pembelajaran atau system penyampaiannya, lebih
menekankan pada pembelajaran satu arah dengan dominasi guru yang menonjol
sehingga hasilnya sudah dapat diduga, yaitu verbalisme yang memang selama ini
telah dianggap sangat melekat pada Pendidikan umumnya di Indonesia.
2. Saran
Tulisan hanyalah bersifat pendahuluan. Untuk itu perlu dilakukan penyempurnaan
oleh semua pihak yang berkecimpung dalam bidang akademik. Demikian pula
penyempurnaan dari segala aspek perlu dilakukan demi kesempurnaan tulisan ini.