1. Pengujian peraturan perundang-undangan dibagi menjadi tiga bagian besar, yakni
legislative review, executive review dan judicial review. Di Indonesia, legislative review dan executive review merupakan pengujian dilakukan oleh lembaga yang membentuk peraturan itu sendiri. Misalnya pengujian Peraturan Presiden dilakukan oleh Presiden sendiri sebagai lembaga pembentuknya. Demikian juga halnya dengan sebuah Undang-Undang yang diubah atau dicabut oleh lembaga yang membentuknya sendiri yakni DPR dan Presiden. Pengujian legislative review dan executive review ini sendiri dianggap memiliki kelemahan-kelamahan. Pertanyaan: a. Berikan analisis Saudara hal-hal apa saja yang menjadi kelemahan pengujian peraturan perundang-undangan melalui legislative review dan executive review! Jawaban : Hal-hal yang menjadi kelemahan terhadap pengujian peraturan perundang-undangan melalui legislative review dan executive review, sebagai berikut: 1. Legislative review, merupakan bagian proses politik dibidang peraturan perundang-undangan yang dipengaruhi oleh faktor politik sehingga proses perubahan produk hukum tersebut tidak dilakukan secara judicial yang dijalankan oleh kekuasaan kehakiman. Selain itu, tidak menutup kemungkinan bahwa beberapa produk hukum dengan menggunakan pengujian secara legislative review bersifat elitis dan memihak kepentingan penguasa. Hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa produk hukum yang bertentangan dengan UUD 1945 yang diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1964 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1965 Tentang Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Mahkamah Agung. Kedua undang-undang tersebut lahir pada masa pemerintahan Soekarno yang didalamnya tidak ada mekanisme control normative dan wewenang presiden dalam pembentukan UU sehingga dibuatnya undang-undang tersebut hanya untuk kepentingan kekuasaan Soekarno. 2. Executive review, merupakan pengujian peraturan perundang-undangan oleh lembaga eksekutif. Segala bentuk produk hukum pihak executive diuji oleh executive baik kelembagaan dan kewenangan yang bersifat hierarkis. Kelemahan dari pengujian menggunakan executive review tidak jauh berbeda dengan pengujian secara legislative review yang pada dasarnya bersifat elitis dan memihak kepentingan penguasa. Dengan tidak dilakukannya pengujian secara judicial review, sehingga pengujian yang dilakukan secara intern dan kedalam akan memudahkan pihak-pihak yang memiliki kepentingan dalam pengujian peraturan perundang-undangan dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan sebagai executive. b. Berdasarkan kelemahan-kelemahan dalam soal nomor 1, analisis pula pentingnya judicial review sebuah peraturan perundang-undangan! Jawaban : Judicial review sangat penting dilakukan untuk menjamin konsistensi terhadap isi undang-undang. dalam keinginan membangun dan menegakkan sistem hukum perlunya langkah pembentukan hukum dalam semua hierarkinya (peraturan perundang-undangan) harus sesuai dengan desain tujuan negara yang kemudian melahirkan sisten hukum itu. Dasar-dasar dari sistem tersebut biasanya diletakkan di dalam UUD atau konstitusi. Judicial review merupakan cara untuk membenarkan agar semua produk hukum sesuai dengan sistem hukum yang hendak dibangun. Judicial review yakni pengujian yang dilakukan oleh lembaga yudisial atas suatu peraturan perundang-undangan agar sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang secara hierarki lebih tinggi. Pengujian judicial review oleh lembaga yudisial berhak untuk menyatakan bahwa suatu peraturan perundang-undangan batal atau dibatalkan karena isinya bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, penting dilakukan pengujian dengan melakukan judicial review. 2. Setiap putusan Mahkamah Agung dalam menguji peraturan perundang-undangan, khususnya Peraturan Presiden memiliki implikasi hukum. Pertanyaan: Berikan analisis Saudara, implikasi apa yang terjadi jika permohonan pengujian Peraturan Presiden dikabulkan, ditolak atau tidak diterima oleh Mahkamah Agung! Jawaban : Berdasarkan analisis saya, dalam hal Mahkamah Agung berpedapat bahwa permohonan keberatan beralasan karena Perpres bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi maupun karena pembentukannya tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku maka Mahkamah Agung mengabulkan permohonan keberatan tersebut. Mahkamah Agung, dalam amar putusannya menyatakan secara tegas bahwa materi muatan ayat, pasal dan/ atau bagian dari peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi. Oleh Mahkamah Agung Perpres yang dimohonkan keberatan tersebut akan dinyatakan sebagai tidak sah atau tidak berlaku untuk umum serta memerintahkan kepada instansi yang bersangkutan segera mencabutnya. Putusan tersebut harus dimuat dalam Berita Negara atau Berita Daerah paling lama 30 hari kerja terhitung sejak tanggal putusan diucapkan. Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa pemohon atau pemohon atau permohonannya tidak memenuhi syarat, amar putusannya menyatakan permohonan tidak dapat diterima. Akan tetapi jika Mahkamah Agung menilai peraturan perundang-undangan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/ atau tidak bertentangan dalam pembentukannya, maka amar putusan menyatakan permohonan ditolak.