Anda di halaman 1dari 3

TUGAS 3

Nama : Muhammad Agung Putra P


NPM 042180061
Mata Kuliah : Teori Perundang-Undangan (HKUM 4404)

1. Dalam prinsip pembagian kekuasaan negara kekuasaan tidak dibagi habis kepada
lembaga negara yang ada, melaikan kekuasaan itu dibagi oleh lembaga yang oleh
konstitusi diberikan kewenangan untuk membagi kekuasaan negara. Dalam prinsip
pembagian kekuasaan lebih mengedepankan adanya kekuasan tertinggi yang mengatur
dan meneria pertanggungjawaban ata spelaksanaan kekuasaan yag diberikan. Salah
satunya adalah Undang-Undang Dasar 1945 menganut prinsip pembagian kekuasaan
yang mengedepankan supremasi parlemen, maka prinsip kekuasaan kehakiman yang
bebas dan mandiri sebagaimana yang diatur dalam Pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945.
 Berdasarkan pada uraian di atas, analisislah pemaknaan kebebasan kekuasaan
kehakiman.
Jawab:
Pernyataan tersebut menekankan prinsip pembagian kekuasaan negara, di
mana kekuasaan tidak dibagi habis kepada lembaga negara, melainkan dibagi oleh
lembaga yang diberikan kewenangan oleh konstitusi. Dalam konteks kehakiman,
prinsip ini mengandung makna bahwa kehakiman harus memiliki kebebasan dan
kemandirian dalam menjalankan fungsi dan tugasnya. Supremasi parlemen,
sebagaimana disebutkan, tidak seharusnya mereduksi kebebasan dan kemandirian
kehakiman.
Kebebasan kekuasaan kehakiman, seperti yang diatur dalam Pasal 24
Undang-Undang Dasar 1945, menunjukkan bahwa lembaga kehakiman harus
dapat bertindak secara bebas dan mandiri tanpa adanya pengaruh yang tidak sah
dari kekuasaan eksekutif atau legislatif. Hal ini penting agar lembaga kehakiman
dapat memainkan peranannya sebagai penegak hukum dan penjaga konstitusi
dengan adil dan tanpa campur tangan yang tidak sesuai.
 Berikan analisis pengujian perundang-undangan dalam perspektif pembagian
kekuasaan.
Jawab:
Pengujian perundang-undangan merupakan salah satu aspek yang
mencerminkan pembagian kekuasaan di dalam sistem hukum. Dalam perspektif
pembagian kekuasaan, pengujian perundang-undangan dapat dianalisis sebagai
berikut:
- Pengujian oleh Mahkamah Konstitusi (MK): Mahkamah Konstitusi memiliki
peran penting dalam pengujian perundang-undangan. MK dapat menguji
apakah suatu undang-undang sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 atau
tidak. Jika ditemukan inkonstitusional, undang-undang tersebut dapat
dinyatakan tidak berlaku. Ini adalah contoh nyata bagaimana kehakiman dapat
mengontrol keabsahan peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh
lembaga legislatif.
- Pengujian oleh Pengadilan Umum: Pengadilan Umum juga memiliki peran
dalam menguji perundang-undangan dalam kasus konkret. Pengadilan dapat
menilai apakah suatu undang-undang atau peraturan diterapkan secara adil
dan sesuai dengan hukum dalam kasus tertentu. Ini mencerminkan upaya
kehakiman dalam menjaga agar penerapan undang-undang tidak melanggar
prinsip-prinsip keadilan.
Dengan demikian, pengujian perundang-undangan oleh lembaga
kehakiman adalah salah satu mekanisme yang memastikan bahwa kekuasaan
legislatif tidak berlebihan dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip konstitusi,
sehingga menjaga keseimbangan dalam pembagian kekuasaan antar lembaga
negara.
2. Putusan Mahkamah Agung RI tanggal 9 September 2002 No. 05.G/HUM/2001 tentang
permohonan uji materiil yang diajukan Para Pemohon Drs.Ec.H. Arwan Karsi MK, Ms dkk.
(Ketua dan para wakil Ketua DPRD Propinsi sumatera Barat), terhadap PP No. 110 Tahun
2000 tentang kedudukan keuangan DPRD. Para Pemohon mendalilkan bahwa PP tersebut
bertentangan dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 1999 tentang Susduk MPR, DPR,
DPRD Pasal 34 ayat (2), (3), (5) serta Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah, Pasal 19 dan 2l yang mengatur tentang penentuan anggaran DPRD
adalah merupakan wewenang DPRD yang bersangkutan, bukan diatur dengan PP.
Permohonan ini dikabulkan dengan menyatakan batal PP No. 110 Tahun 2000.
Berdasarkan pernyataan di atas, uraikan kedudukan perkara berdasarkan;
 pihak pemohon dan termohon
 perihal yang menjadi dasar permohonan
 hal-hal yang diminta untuk diputus
Jawab:
Berdasarkan pernyataan tersebut, kita dapat merinci kedudukan perkara sebagai berikut:
1) Pihak Pemohon dan Termohon:
- Pihak Pemohon:
Para pemohon dalam perkara ini adalah Drs.Ec.H. Arwan Karsi MK, Ms, dan
beberapa orang lainnya yang merupakan Ketua dan wakil Ketua DPRD
Provinsi Sumatera Barat.
- Termohon:
Pihak yang menjadi termohon adalah pemerintah, yang dalam konteks ini
dapat mencakup pemerintah pusat atau lembaga terkait yang terlibat dalam
penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) No. 110 Tahun 2000.
2) Perihal yang Menjadi Dasar Permohonan:
- Dasar permohonan para pemohon adalah Peraturan Pemerintah (PP) No.
110 Tahun 2000 tentang kedudukan keuangan DPRD.
- Pemohon mengajukan permohonan uji materiil dengan alasan bahwa PP
tersebut dianggap bertentangan dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 1999
tentang Susduk MPR, DPR, DPRD Pasal 34 ayat (2), (3), (5), serta Undang-
Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, Pasal 19 dan 21.
3) Hal-hal yang Diminta untuk Diputus:
- Pemohon meminta Mahkamah Agung untuk memutuskan bahwa PP No.
110 Tahun 2000 tersebut batal atau tidak berlaku.
- Pemohon mendalilkan bahwa PP tersebut tidak sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang No. 4 Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 22 Tahun
1999 yang mengatur tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPRD,
serta pemerintahan daerah.
Hasilnya, Mahkamah Agung pada tanggal 9 September 2002 memutuskan untuk
mengabulkan permohonan para pemohon dengan menyatakan bahwa PP No. 110 Tahun
2000 batal atau tidak berlaku. Dengan demikian, PP tersebut dinyatakan tidak memiliki
keberlakuan hukum karena dianggap bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam
undang-undang yang dijadikan dasar permohonan.

REFERENSI:
- https://putusan3.mahkamahagung.go.id/search.html?q=%22Judicial+review%22&p
age=2&courtos=4
- https://mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=11768

Anda mungkin juga menyukai