Anda di halaman 1dari 25

Lo

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji kami panjatkan kepada allah SWT berkat ridha dan
inayahnya kami dapat menyusun makalah sejarah peradaban islam yang
berjudul KETELADANAN RASULULLAH SAW PERIODE MADINAH. Taklupa
salawat serta salam semoga tetap terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad
SAW,keluargannya,dan sahabatnya.
Sebagai seorang muslim patut dan sepantasnya kita mengetahui sejarah Nabi
kita semua. Yang kita jadikan panutan dalam kehidupan sehari-hari. Namun
pertanyaannya apakah kita mengetahui siapa rasulullah itu? Bagaimana sejarah
hidupnya?. Bagaimana mau mencontohnya kalau tidak mengetahuinya.
Maka daripada itu, dalam makalah ini sistem dakwah yang digunakan ketika di
Madinah. Kami berharap makalah ini bisa bermaanfaat bagi kita semua. Sebagai
pengingat dan sebagai bahan kajian bagi kita semua.
Tentu dalam penulisan ini tidak kami kupas secara komprehenship dikarenakan
keterbatasan kami semua. Tentu juga tidak akan lepas dari kesalahan penulisan.
Mohon krtik dan sarannya untuk kemajuan dan perbaikan kami semua.

SIBOLGA,19 MEI 2013

                                                                                                        Penulis

                                                                                (…………………………………
)

                                                                                                                                
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR   ..............................................................................................
........   I
DAFTAR ISI   ..........................................................................................................
............   II
BAB I  : PENDAHULUAN   ......................................................................................
........   1
1.1.Latar Belakang   ................................................................................................
...............   2
1.2.Rumusan Masalah   ..........................................................................................
................   2
1.3.Tujuan pembahasan   .......................................................................................
.................   2
1.4.Manfaat dan kegunaan pembahasan  
BAB II : PEMBAHASAN
2.1. SEJARAH DAKWAH RASULULLAH SAW PERIODE MADINAH
2.1.1        Arti Hijrah dan Tujuan Rasulullah SAW dan Umat Islam Berhijrah
2.1.2        Dakwah Rasulullah SAW Periode Madinah
2.1.3        Dakwah Islamiah Keluar Jazirah Arabiah
2.2. STRATEGI DAKWA RASULULLAH SAW PERIODE MADINAH
BAB III  : PENUTUP
3.1.Kesimpulan
3.2.Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


 Rencana hijrah Rasulullah diawali karena adanya perjanjian antara Nabi
Muhammad SAW dengan orang-orang Yatsrib yaitu suku Aus dan Khazraj saat
di Mekkah yang terdengar sampai ke kaum Quraisy hingga Kaum Quraisy pun
merencanakan untuk membunuh Nabi Muhammad SAW. Pembunuhan itu
direncanakan melibatkan semua suku. Setiap suku diwakili oleh seorang
pemudanya yang terkuat. Rencana pembunuhan itu terdengar oleh Nabi SAW,
sehingga ia merencanakan hijrah bersama sahabatnya, Abu Bakar. Abu Bakar
diminta mempersiapkan segala hal yang diperlukan dalam perjalanan, termasuk
2 ekor unta. Sementara Ali bin Abi Thalib diminta untuk menggantikan Nabi SAW
menempati tempat tidurnya agar kaum Quraisy mengira bahwa Nabi SAW masih
tidur.
 Pada malam hari yang direncanakan, di tengah malam buta Nabi SAW keluar
dari rumahnya tanpa diketahui oleh para pengepung dari kalangan kaum
Quraisy. Nabi SAW menemui Abu Bakar yang telah siap menunggu. Mereka
berdua keluar dari Mekah menuju sebuah Gua Tsur, kira-kira 3 mil sebelah
selatan Kota Mekah. Mereka bersembunyi di gua itu selama 3 hari 3 malam
menunggu keadaan aman.
 Pada malam ke-4, setelah usaha orang Quraisy mulai menurun karena mengira
Nabi SAW sudah sampai di Yatsrib, keluarlah Nabi SAW dan Abu Bakar dari
persembunyiannya. Pada waktu itu Abdullah bin Uraiqit yang diperintahkan oleh
Abu Bakar pun tiba dengan membawa 2 ekor unta yang memang telah
dipersiapkan sebelumnya. Berangkatlah Nabi SAW bersama Abu Bakar menuju
Yatsrib menyusuri pantai Laut Merah, suatu jalan yang tidak pernah ditempuh
orang.
 Setelah 7 hari perjalanan, Nabi SAW dan Abu Bakar tiba di Quba, sebuah desa
yang jaraknya 5 km dari Yatsrib. Di desa ini mereka beristirahat selama beberapa
hari. Mereka menginap di rumah Kalsum bin Hindun. Di halaman rumah ini Nabi
SAW membangun sebuah masjid yang kemudian terkenal sebagai Masjid Quba.
Inilah masjid pertama yang dibangun Nabi SAW sebagai pusat peribadatan.
 Tak lama kemudian, Ali menggabungkan diri dengan Nabi SAW. Sementara itu
penduduk Yatsrib menunggu-nunggu kedatangannya. Menurut perhitungan
mereka, berdasarkan perhitungan yang lazim ditempuh orang, seharusnya Nabi
SAW sudah tiba di Yatsrib. Oleh sebab itu mereka pergi ke tempat-tempat yang
tinggi, memandang ke arah Quba, menantikan dan menyongsong kedatangan
Nabi SAW dan rombongan.
 Akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Dengan perasaan bahagia,
mereka mengelu-elukan kedatangan Nabi SAW. Mereka berbaris di sepanjang
jalan dan menyanyikan lagu Thala' al-Badru, yang isinya:
 Telah tiba bulan purnama, dari Saniyyah al-Wadâ'i (celah-celah bukit). Kami
wajib bersyukur, selama ada orang yang menyeru kepada Ilahi, Wahai orang
yang diutus kepada kami, engkau telah membawa sesuatu yang harus kami taati.
Setiap orang ingin agar Nabi SAW singgah dan menginap di rumahnya.
 Tetapi Nabi SAW hanya berkata,
 "Aku akan menginap dimana untaku berhenti. Biarkanlah dia berjalan
sekehendak hatinya."
 Ternyata unta itu berhenti di tanah milik dua anak yatim, yaitu Sahal dan Suhail,
di depan rumah milik Abu Ayyub al-Anshari. Dengan demikian Nabi SAW memilih
rumah Abu Ayyub sebagai tempat menginap sementara. Tujuh bulan lamanya
Nabi SAW tinggal di rumah Abu Ayyub, sementara kaum Muslimin bergotong-
royong membangun rumah untuknya.
 Sejak itu nama kota Yatsrib diubah menjadi Madînah an-Nabî (kota nabi). Orang
sering pula menyebutnya Madînah al-Munawwarah (kota yang bercahaya),
karena dari sanalah sinar Islam memancar ke seluruh dunia.

1.2.  Perumusan Masalah


Perumusan Masalah Dari latar belakang masalah diatas dapat kami rumuskan
permasalahan    yang akan kami bahas dalam makalah ini diantaranya :
1.2.1.      Apa pengertian dari hijrah serta apa yang menjadi tujuan Rasulullah
SAW beserta umat Islam berhijrah?
1.2.2.      Bagaimana dakwah Rasulullah SAW pada periode Madinah?
1.2.3.      Bagaimana strategi dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW pada
periode Madinah?
1.3. Tujuan Pembahasan
Tujuan pembahasan makalah ini yakni :
1.3.1.      Untuk mengetahui riwayat hidup nabi muhammad SAW.
1.3.2.      Untuk mengetahui peran Nabi Muhammad SAW pada periode Madinah.

1.4  Manfaat dan Kegunaan Pembahasan


1.4.1        Manfaat dari pembahasan makalah yanng berjudul Nabi Muhammad
ini yakni untuk lebih mengetahui dan memahami sejarah/ siroh yang dapat kita
ambil ‘ibrah dalam kehidupan zaman sekarang ini.
1.4.2.      kegunaan pembahsan ini yakni untuk menambah hasanah keilmuan
dan kami gunakan sebagai materi dalam diskusi kelas pada mata kuliah sejarah
peradaban islam.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. SEJARAH DAKWAH RASULULLAH SAW PERIODE MADINAH

2.1.1. Arti Hijrah dan Tujuan Rasulullah SAW dan Umat Islam Berhijrah

         Setidaknya ada dua macam arti hijrah yang harus diketahui oleh umat
Islam. Pertama hijrah berarti meninggalkan semua perbuatan yang dilarang dan
dimurkai Allah SWT untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, yang
disuruh Allah SWT dan diridai-Nya.
           Arti kedua hijrah ialah berpindah dari suatu negeri kafir (non-Islam),
karena di negeri itu umat Islam selalu mendapat tekanan, ancaman, dan
kekerasan, sehingga tidak memiliki kebebasan dalam berdakwah dan beribadah.
Kemudian umat Islam di negeri kafir itu, berpindah ke negeri Islam agar
memperoleh keamanan dan kebebasan dalam berdakwah dan beribadah.
            Arti kedua dari hijrah ini pernah dipraktikkan oleh Rasulullah SAW dan
umat Islam, yakni berhijrah dari Mekah ke Yastrib pada tanggal 12 Rabiul Awal
tahun pertama hijrah, bertepatan dengan tanggal 28 Juni 622 M.

         Tujuan hijrahnya Rasulullah SAW dan umat Islam dari Mekah (negeri kafir)
ke Yastrib (negeri Islam) adalah:
ü  Menyelamatkan diri dan umat Islam dari tekanan, ancaman dan kekerasan
kaum kafri Quraisy. Bahkan pada waktu Rasulullah SAW meninggalkan
rumahnya di Mekah untuk berhijrah ke Yastrib (Madinah), rumah beliau sudah
dikepung oleh kaum Quraisy dengan maksud untuk membunuhnya.
ü  Agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam berdakwah serta
beribadah, sehingga dapat meningkatkan usaha-usahanya dalam berjihad di
jalan Allah SWT, untuk menegakkan dan meninggikan agama-Nya (Islam). (lihat
dan pelajari Q.S. An-Nahl, 16: 41-42)

  2.1.2.  Dakwah Rasulullah SAW Periode Madinah


                                                     
     Dakwah Rasulullah SAW periode Madinah berlangsung selama sepuluh
tahun, yakni dari semenjak tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijriah sampai
dengan wafatnya Rasulullah SAW, tanggal 13 Rabiul Awal tahun ke-11 hijriah.
     Materi dakwah yang disampaikan Rasulullah SAW pada periode Madinah,
selain ajaran Islam yang terkandung dalam 89 surat Makiyah dan Hadis periode
Mekah, juga ajaran Islam yang terkandung dalm 25 surat Madaniyah dan hadis
periode Madinah. Adapaun ajaran Islam periode Madinah, umumnya ajaran
Islam tentang masalah sosial kemasyarakatan.
      Mengenai objek dakwah Rasulullah SAW pada periode Madinah adalah
orang-orang yang sudah masuk Islam dari kalangan kaum Muhajirin dan Ansar.
Juga orang-orang yang belum masuk Islam seperti kaum Yahudi penduduk
Madinah, para penduduk di luar kota Madinah yang termasuk bangsa Arab dan
tidak termasuk bangsa Arab.
     Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT bukan hanya untuk bangsa Arab,
tetapi untuk seluruh umat manusia di dunia, Allah SWT berfirman: yang Artinya:
“Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat   bagi
semesta alam.” (Q.S. Al-Anbiya’, 21: 107)
     Dakwah Rasulullah SAW yang ditujukan kepada orang-orang yang sudah
masuk Islam (umat Islam) bertujuan agar mereka mengetahui seluruh ajaran
Islam baik yang diturunkan di Mekah ataupun yang diturunkan di Madinah,
kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka
betul-betul menjadi umat yang bertakwa. Selain itu, Rasulullah SAW dibantu oleh
para sahabatnya melakukan usaha-usaha nyata agar terwujud persaudaraan
sesama umat Islam dan terbentuk masyarakat madani di Madinah.
       Mengenai dakwah yang ditujukan kepada orang-orang yang belum masuk
Islam bertujuan agar mereka bersedia menerima Islam sebagai agamanya,
mempelajari ajaran-ajarannya dan mengamalkannya, sehingga mereka menjadi
umat Islam yang senantiasa beriman dan beramal saleh, yang berbahagia di
dunia serta sejahtera di akhirat.
     
     Tujuan dakwah Rasulullah SAW yang luhur dan cara penyampaiannya yang
terpuji, menyebabkan umat manusia yang belum masuk Islam banyak yang
masuk Islam dengan kemauan dan kesadarn sendiri. namun tidak sedikit pula
orang-orang kafir yang tidak bersedia masuk Islam, bahkan mereka berusaha
menghalang-halangi orang lain masuk Islam dan juga berusaha melenyapkan
agama Isla dan umatnya dari muka bumi. Mereka itu seperti kaum kafir Quraisy
penduduk Mekah, kaum Yahudi Madinah, dan sekutu-sekutu mereka.
     Setelah ada izin dari Allah SWT untuk berperang, sebagaimana firman-Nya
dalam surah Al-Hajj, 22:39 dan Al-Baqarah, 2:190, maka kemudian Rasulullah
SAW dan para sahabatnya menusun kekuatan untuk menghadapi peperangan
dengan orang kafir yang tidak dapat dihindarkan lagi Peperangan-peperangan
yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para pengikutnya itu tidaklah bertujuan
untuk melakukan penjajahan atau meraih harta rampasan pernag, tetapi
bertujuan untuk:
·         Membela diri, kehormatan, dan harta.
·         Menjamin kelancaran dakwah, dan memberi kesempatan kepada mereka
yang hendak menganutnya.
·         Untuk memelihara umat Islam agar tidak dihancurkan oleh bala tentara
Persia dan Romawi.

Setelah Rasulullah SAW dan para pengikutnya mampu membangun suatu negar
yang merdeka dan berdaulat, yang berpusat di Madinah, mereka berusaha
menyiarkan dan memasyhurkan agama Islam, bukan saja terhadap para
penduduk Jazirah Arabia, tetapi juga keluar Jazirah Arabia, maka bangsa
Romawi dan Persia menjadi cemas dan khawatir kekuaan mereka akan tersaingi.
Oleh karena itu, bangsa Romawi dan bangsa Persia bertekad untuk menumpas
dan menghancurkan umat Islam dan agamanya.
Untuk menghadapi tekad bangsa Romawi Persia tersebut, Rasulullah SAW dan
para pengikutnya tidak tinggal diam sehingga terjadi peperangan antara umat
Islam dan bangsa Romawi, yaitu:
1.      Perang pertama Perang Mut’ah pada tahun 8 H, di dekat desa Mut’ah,
bagian utara jazirah Arabia.
2.      Perang kedua perang Tabuk pada tahun 9 H di kota Tabuk, bagian utara
Jazirah Arabia.
Sedangkan Persia selalu mengadakan penyerangan kepada wilayah kekuasaan
umat islam.

Peperangan lainnya yang dilakukan pada masa Rasulullah SAW seperti:


1.      Perang Badar Al-Kubra, terjadi pada tanggal 17 ramadhan tahun 2 H di
sebuah tampat  dekat Perigi Badar, yang letaknya antara Mekah dan Madinah.
Peperangan ini terjadi antara Rasulullah SAW dan para pengikutnya dengan
kaum kafir Quraisy yang telah mengusir kaum Muslimin penduduk Mekah untuk
pindah ke Madinah dengan meninggalkan rumah dan harta benda. Mereka
masih tetap bertekad untuk menghancurkan islam da kaum Muslimin di Madinah.
Dalam perang badar ini kaum muslimin memperoleh kemenangan yang gilang-
gemilang.
2.      Perang Uhud, terjadi pada pertengahan sya’ban tahun 3 H. Pada
peperangan ini kaum Muslimin mengalami kekalahan.
3.      Perang Ahzab (Khandaq), terjadi pada bula syawal 5 H. Ahzab artinya
golongan-golongan, yaitu gabungan kaum kafir Quraisy, kaum Yahudi, Bani
Salim, Bani Asad, Gathfan, Bani Murrah dan Bani Asyja, sehingga berjumlah
10.000 lebih. Pasukan Ahzab ini menyerbu Madinah untuk menumpas Islam dan
Kaum Islam. Atas inisiatif Salman Al-Farisi, untuk mempertahankan kota
Madinah di buat parit yang dalam dan lebar. Berkat inisiatif itu, kekompakan umat
islam dan pertolongan Allah SWT, dalam Perang Ahzab ini umat islam
memperoleh kemenangan.

Pada taun keenam hijriah Rasulullah SAW dan para pengikutnya umat Islam
penduduk
Madinah yang berjumlah 1.000 orang berangkat menuu Mekah untuk melakukan
umrah. Agar kaum kafir Quraisy tidak menduga bahwa kedatangan kaum
muslimin ke Mekah itu untuk memerangi mereka maka jauh sebelum mendekati
kota Mekah umat islam sudah menggunakan pakaian ihram, tidak membawa
alat-alat perang, kecuali pedang dalam sarungnya, sekadar untuk menjaga diri di
perjalanan.
      Rombongan kaum Muslimin tiba di suatu tempat yang bernama “Al
Hudaibiyah”, yang letaknya beberapa kilometer dari kota Mekah, dengan maksud
selain untuk beristirahat, juga untuk melihat situasi. Sebenarnya saat itu
termasuk bulan yang disucikan oleh bangsa Arab sebelum Islam. Mereka
dilarang melakukan peperrangan di dalamnya. Namun dalam kenyataannya,
kaum kafir Quraisy telah menempatkan sejumlah bala tentara yang cukup besar
di perbatasan kota Mekah, siap untuk melakukan peperangan.
      Membaca situasi yang demikianlah, Rasulullah SAW mengutus saudara
Utsman bin Affan memasuki kota Mekah untuk menemui pimpinan kaum kafir
Quraisy dan menjelaskan kepadanya, bahwa kedatangan mereka ke Mekah
bukan untuk berperang, tetapi semata-mata untuk melakukan ibadah umrah.
Namun kaum kafir Quraisy bersikeras tidak mengizinkan kaum Muslimin
memasuki kota Mekah, dengan alasan akan menjatuhkan kewibawaan kaum
kafir Quraisy pada pandangan bangsa Arab.
      Sahabat utsman di tahan oleh kaum kafir Quraisy, bahkan tersiar kabar
bahwa beliau telah di bunuh. Menyikapi kabar tersebut kaum Muslimin telah
bersepakat mengadakan sumpah “sumpah setia” (bai’at), untuk berperang
melawan kafir Quraisy, sampai meraih kemenangan. Sumpah setia itu di sebut
“Baiatur Ridwan”.
      Untunglah di saat-saat penting seperti itu sahabat Utsman bin Affan muncul,
membawa berita akan di adakannya perundingan antara kaum kafir
Quraisydengan kaum Muslimin. Maka terjadilah perundingan antara delegasi
kaum kafir Quraisy yang dipimpin oleh Suhail Ibnu Umar dan delegasi umat Islam
yang di pimpin oleh Nabi Muhammad SAW.
      Perundingan tersebut melahirkan kesepakatan antara dua belah pihak, dan
melahirkan sebuah perjanjian, yang di kenal dalam sejarah sebagai Perjanjian
Hudaibiyah (Sulhul Hudaibiyah).
Isi perjanjian tersebut sebagai berikut :
1.      Selama sepuluh tahun diberlakukan gencatan senjata antara kaum Quraisy
penduduk Mekah dan umat Islam penuduk Madinah.
2.      Orang Islam dari kaum Quraisy yang datang kepada umat Islam, tanpa
seizin walinya hendaklah ditolak oleh umat Islam.
3.      Kaum Quraisy, tidak akan menolak orang-orang Islam yang kembali dan
bergabung degan mereka.
4.      Tiap kabilah yang ingin masuk dalam persekutuan dengan kaum Quraisy,
atau dengan kaum Muslimin dibolehkan dan tidak akan mendapat rintangan.
5.       Kaum Muslimin tidak jadi mengerjakan umrah saat itu, mereka harus
kembali ke Madinah, dan boleh mengerjakan umrah di tahun berikutnya, dengan
persyaratan:
·         Kaum Muslimin memasuki kota Mekah setelah penduduknya untuk
sementara keluar dari kota Mekah.
·         Kaum Muslimin memasuki kota Mekah, tidak boleh membawa senjata.
·          Kaum Muslimin tidak boleh berada di dalam kota Mekah lebih dari tiga
hari-tiga malam.

     Tujuan Nabi SAW membuat perjanjian tersebut sebenarnya adalah berusaha


merebut dan menguasai Mekah, untuk kemudian dari sana menyiarkan Islam ke
daerah-daerah lain.
 Ada 2 faktor utama yang mendorong kebijaksanaan ini :
1.      Mekah adalah pusat keagamaan bangsa Arab, sehingga dengan melalui
konsolidasi bangsa Arab dalam Islam, diharapkan Islam dapat tersebar ke luar.
2.      Apabila suku Quraisy dapat diislamkan, maka Islam akan memperoleh
dukungan yang besar, karena orang-orang Quraisy mempunyai kekuasaan dan
pengaruh yang besar di kalangan bangsa Arab.

     Kaum kafir Quraisy mengetahui, bahwa perjanjian Hudaibiyah itu sangat


menguntungkan kaum Muslimin. Umat Islam semakin kuat, karena hampir
seluruh semenanjung Arab, termasuk suku-suku bagsa Arab yang paling selatan
telah menggabungkan diri kepada Islam. Sejumlah orang dari Bani Khuza’ah
yang berada di bawah perlindungan Islam. Sejumlah orang dari Bani Khuza’ah
mereka bunuh dan selebihnya mereka cerai-beraikan. Bani Khuza’ah segera
mengadu kepada Rasulullah SAW dan mohon keadilan.
     Mendapat pengaduan seperti itu kemudian Rasulullah SAW dengan 10.000
bala tentaranya berangkat menuju kota Mekah untuk membebaskan kota Mekah
dari para penguasa kafir yang zalim, yang telah melakukan pembunuhan secara
kejam terhadap umat Islam dari Bani Khuza’ah.
     Rasulullah SAW sebenarnya tidak menginginkan terjadinya peperanagn, yang
sudah tentu akan menelan banyak korban jiwa. Untuk itu, Rasulullah SAW dan
bala tentaranya berkemah di pinggiran kota Mekah dengan maksud agar kaum
kafir Quraisy melihat sendiri, kekuatan besar dari bala entara kaum Muslimin.
     Taktik Rasulullah SAW seperi itu ternyata berhasil, sehingga dua orang
pemimpin Quraisy yaitu Abbas (paman Rasulullah SAW) dan Abu Sufyan
(seorang bangsawan Quraisy yang lahir tahun 567 M dan wafat tahun 652 M)
datang menemui Rasulullah SAW dan menyatakan diri masuk Islam.
     Dengan masuk Islamnya kedua orang pemimpin kaum kafir Quraisy itu, dan
bala tentaranya dapat memasuki kota Mekah dengan aman dan memebebaskan
kota itu dari para penguasa kaum kafir Quraisy yang zalim. Pembebasan kota
Mekah ini terjadi pada tahun 8 H secara damai tanpa adanya pertumpahan
darah.
     Bahkan setelah itu kaum Quraisy berbondong-bondong menyatakan diri
masuk Islam, menerima ajakan Rasulullah dengan kerelaan hati. Kemudian
bersama-sama bala tentara Islam mereka membersihkan Ka’bah dari berhala-
berhala dan menghancurkan berhala-berhala itu.
     Kaum Muslimin masih menghadapai kaum musyrikin, yang semula bersekutu
dengan kaum kafir Quraisy yang telah masuk Islam itu, yaitu: Bani Saqif, Bani
Hawazin, Bani Nasr, dan Bani Jusyam. Kaum musyrikin tersebut bersatu di
bawah pimpinan Malik bin Auf (Bani Nasr) berangkat menuju Mekah untuk
menyerang kaum Muslimin, yang telah menghancurkan behala-berhla yang
mereka semba.
     Mendengar berita bahwa kaum musyrikin itu akan menyerang umat Islam,
Nabi mengerahkan kira-kira 12.000 tentara menuju Hunain untuk menghadapi
mereka. Pasukan ini dipimpin langsung oleh beliau sehingga umat Islam
memenangkan pertempuran dalam waktu yang tidak terlalu lama. Dengan
ditaklukkannya Bani Tsaqif dan Bani Hawazin, seluruh Jazirah Arab berada di
bawah kepemimpinan Nabi. Rasulullah dan umat Islam memperoleh
kemenangan  yang gilang-gemilang. Perang Hunaian ini terjadi dua minggu
setelah peristiwa pembebasan kota Mekah.
   Pada ttahun ke-9 dan 10 H berbagai kabilah bangsa Arab seperti Bani Tamim,
Bani Amr, Bani Sa’ad, dan Bani Abdul Harisdatang ke Madinah menghadap
Rasulullah SAW untuk menyatakan dukungannya.
   Dengan demikian seluruh Jazirah Arabia telah masuk Islam, dan masuk
wilayah pemerintahan Islam yang berpusat di Madinah. Rasulullah SAW dan
umat Islam memperoleh kemenangan yang gilang-gemilang (lihat dan pelajari
Q.S. An-Nasr, 110: 1-3).

                     
2.1.3.  Dakwah Islamiah Keluar Jazirah Arabiah
       Rasulullah SAW menyeru umat manusia di luar Jazirah Arab agar memeluk
agama Islam, dengan jalan mengirim utusan untuk menyampaikan surat dakwah
Rasulullah SAW kepada para penguasa atau para pembesar mereka.
       Para penguasa atau para pembesar negar yang dikirimi surat dakwah
Rasulullah SAW itu seperti:
1.      Heraclius, Kaisar Romawi Timur.
Yang menerima surat dakwah Rasulullah, melalui utusannya Dihijah bin Khalifah.
Heraclius tidak menerima seruan dakwah Rasulullah itu, karena tidak mendapat
persetujuan dari para pembesar negara dan para pendeta. Namun surat dakwah
itu dibalasnya dengan tutur kata sopan, di samping mengirimkan hadiah untuk
Rasulullah SAW.
2.      Muqauqis, Gubernur Romawi di Mesir.
Rasulullah SAW mengirim surat dakwah kepada Muqauqis melalui utusannya
yang bernama Hatib. Setelah surat itu dibaca Muqauqis belum bisa menerima
seruan untuk masuk Islam, namun dia menyampaikan surat balasan kepada
Rasulullah SAW dan mengirim hadiah-hadiah berupa seorang budak wanita,
kuda, keledai, dan pakaian-pakaian.
3.      Syahinsyah, Kaisar Persia.
Syahinsyah adalah penguasa yang lalim dan sombong. Karena
kesombongannya surat dakwah Rasulullah SAW itu dirobek-robeknya.
Mengetahui surat dakwah itu dirobek-robek, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa
Syahinsyah yang sombong itu akan dibunuh oleh anaknya sendiri pada malam
Selasa tanggal 10 Jumadil Awal tahun ke-7 hijriah. Apa yang diucapkan
Rasulullah SAW ternyata sesuai dengan kenyataan. Syahinsyah dibunuh oleh
anaknya sendiri Asy-Syirwaih karena kelalimannya.
           
Kemudian surat dakwah Rasulullah SAW dikirimkan pula kepada An-Najasyi
(Raja Ethiophi), Al-Munzir bin Sawi (Raja Bahrain), Hudzah bin Ali (Raja
Yamamah), dan Al-Haris (Gubernur Romawi di Syam). Di antara. Penguasa-
penguasa tersebut yang menerima seruan dakwah Rasulullah SAW, hanyalah
Al-Munzir bin Sawi penguasa Bahrain yang menyatakan masuk Islam dan
mengajak para pembesar negara dan rakyatnya agar masuk Islam.

2.2.        STRATEGI DAKWAH RASULULLAH SAW PERIODE MADINAH

Pokok-pokok pikiran yang dijadikan strategi dakwah Rasulullah SAW periode


Madinah   adalah:
1)      Berdakwah dimulai dari diri sendiri, maksudnya sebelum mengajak orang
lain meyakini kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya, maka terlebih
dahulu orang yang berdakwah  itu harus meyakini kebenaran Islam dan
mengamalkan ajarannya.
2)      Cara (metode) melaksanakan dakwah sesuai dengan petunjuk Allah SWT
dalam Surah An-Nahl, 16: 12.
Yang Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk.” (Q.S. An-Nahl, 16: 125).
3)      Berdakwah itu hukumnya wajib bagi Rasulullah SAW dan umatnya sesuai
dengan petunjuk Allah SWT dalam Surah Ali Imran, 3: 104.  
Yang Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari
yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ali Imran, 3: 104).
4)      Berdakwah dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah SWT semata, bukan
dengan untuk memperoleh popularitas dan keuntungan yang bersifat
materi.Umat Islam dalam melaksanakan tugas dakwahnya, selain harus
menerapkan pokok-pokok pikiran yang dijadikan sebagai strategi dakwah
Rasulullah SAW, juga hendaknya meneladani strategi Rasulullah SAW dalam
membentuk masyarakat Islam tau masyarakat madani di Madinah.
Masyarakat Islam atau masyarakat madani adalah masyarakat yang menerapkan
ajaran Islam pada seluruh aspek kehidupan, sehingga terwujud kehidupan
bermasyarakat yang baldatun tayyibatun wa rabbun gafur, yakni masyarakat
yang baik, aman, tenteram, damai, adil, dan makmur di bawah naungan rida
Allah SWT dan ampunan-Nya.

Usaha-usaha Rasulullah SAW dalam mewujudkan masyarakat Islam seperti


tersebut adalah:
a. Membangun Masjid
Masjid yang pertama kali dibangun oleh Rasulullah SAW di Madinah ialah Masjid
Quba, yang berjarak ± 5 km, sebelah barata daya Madinah. Masjid Quba
dibangun pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijrah (20 September 622
M).
Setelah Rasulullah SAW menetap di Madinah, pada setiap hari Sabtu, beliau
mengunjungi Masjid Quba untuk salat berjamaah dan menyampaikan dakwah
Islam.
Masjid kedua yang dibangun oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya adalah
Masjid Nabawi di Madinah. Masjid ini dibangun secara gotong-royong oleh kaum
Muhajirin dan Ansar, yang peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Nabi
Muhammad SAW dan peletakan batu kedua, ketiga, keempat dan kelima
dilaksanakan oleh para sahabat terkemuka yakni: Abu Bakar r.a., Umar bin
Khatab r.a., Utsman bin Affan r.a. dan Ali bin Abu Thalib k.w.

Mengenai fungsi atau peranan masjid pada masa Rasulullah SAW adalah
sebagai berikut:
1.      Masjid sebagai sarana pembinaan umat Islam di bidang akidah, ibadah,
dan akhlak
2.      Masjid merupakan saran ibadah, khususnya salat lima waktu, salat Jumat,
salat Tarawih, salat Idul Fitri, dan Idul Adha.
3.      Masjid merupakan tempat belajar dan mengajar tentang agama Islam yang
bersumber kepada Al-Qur;an dan Hadis
4.      Masjid sebagai tempat pertemuan untuk menjalin hubungan persaudaraan
sesama Muslim (ukhuwah Islamiah) demi terwujudnya persatuan
5.      Menjadikan masjid sebagai sarana kegiatan sosial. Misalnya sebagai
tempat penampungan zakat, infak, dan sedekah dan menyalurkannya kepada
yang berhak menerimanya, terutama para fakir miskin dan anak-anak yatim
terlantar.
6.      Menjadikan halaman masjid dengan memasang tenda, sebagai tmpat
pengobatan para penderita sakit, terutama para pejuang Islam yang menderita
luka akibat perang melawan orang-orang kafir. Sejarah mencata adanya seorang
perawat wanita terkenal pada masa Rasulullah SAW yang bernama “Rafidah”     
Rasulullah SAW menjadikan masjid sebagai tempat bermusyawarah dengan
para sahabatnya. Masalah-masalah yang dimusyawarahkan antara lain: usaha-
usaha untuk memajukan Islam, dan strategi peperangan melawan musuh-musuh
Islam agar memperoleh kemenangan.

b.  Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan Ansar


Muhajirin adalah para sahabat Rasulullah SAW penduduk Mekah yang berhijrah
ke Madinah. Ansar adalah para sahabat Rasulullah SAW penduduk asli Madinah
yang memberikan pertolongan kepada kaum Muhajirin.
Rasulullah SAW bermusyawarah dengan Abu Bakar r.a. dan Umar bin Khatab
tentang mempersaudarakan antara Muhajirin dan Ansar, sehingga terwujud
persatuan yang tangguh. Hasil musyawarah memutuskan agar setiap orang
Muhajrin mencari dan mengangkat seorang dari kalangan Ansar menjadi
saudaranya senasab (seketurunan), dengan niat ikhlas karena Allah SWT.
Demikian juga sebaliknya orang Ansar.

Rasulullah SAW memberi contoh dengan mengajak Ali bin Abu Thalib sebagai
saudaranya. Apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dicontoh oleh seluruh
sahabat misalnya:
ü  Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Rasulullah SAW, pahlawan Islam yang
pemberani bersaudara dengan Zaid bin Haritsah, mantan hamba sahaya, yang
kemudian dijadikan anak angkat Rasulullah SAW
ü  Abu Bakar ash-Shiddiq, bersaudara dengan Kharizah bin Zaid
ü  Umar bin Khattab bersaudara denga Itban bin Malik al-Khazraji (Ansar)
ü  Abdurrahman bin Auf bersaudara dengan Sa’ad bin Rabi (Ansar)

 Demikianlah seterusnya setiap orang Muhajirin dan orang Ansar, termasuk


Muhajirin setelah hijrahnya Rasulullah SAW, dipersaudarakan secara sepasang-
sepasang, layaknya seperti saudara senasab.
Persaudaraan secara sepasang–sepasang seperti tersebut, ternyata
membuahkan hasil sesama Muhajirin dan Ansar terjalin hubungan persaudaraan
yang lebih baik. Mereka saling mencintai, saling menyayangi, hormay-
menghormati, dan tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.
Kaum Ansar dengan ikhlas memberikan pertolongan kepada kaum Muhajirin
berupa tempat tinggal, sandang-pangan, dan lain-lain yang diperlukan. Namun
kaum Muhajirin tidak diam berpangku tangan, mereka berusaha sekuat tenaga
untuk mencari nafkah agar dapat hidup mandiri. Misalnya, Abdurrahman bin Auf
menjadi pedagang, Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Ali bin Abu Thalib menjadi
petani kurma.

Kaum Muhajirin yang belum mempunyai tempat tinggal dan mata pencaharian
oleh Rasulullah SAW ditempatkan di bagian Masjid Nabawi yang beratap yang
disebut Suffa dan mereka dinamakan Ahlus Suffa (penghuni Suffa). Kebutuhan-
kebutuhan mereka dicukupi oleh kaum Muhajirin dan kaum Ansar secara
bergotong-royong. Kegiatan Ahlus Suffa itu anatara lain mempelajari dan
menghafal Al-Qur’an dan Hadis, kemudian diajarkannya kepada yang lain.
Sedangkan apabila terjadi perang anatara kaum Muslimin dengan kaum kafir,
mereka ikut berperang.

c.    Perjanjian Bantu-Membantu antara Umat Islam dan Umat Non-Islam


Pada waktu Rasulullah SAW menetap di Madinah, penduduknya terdiri dari tiga
golongan, yaitu umat Islam, umat Yahudi (Bani Qainuqa, Bani Nazir dan Bani
Quraizah) dan orang-orang Arab yang belum masuk Islam.
Piagam ini mengandungi 32 fasal yang menyentuh segenap aspek kehidupan
termasuk akidah, akhlak, kebajikan, undang-undang, kemasyarakatan, ekonomi
dan lain-lain. Di dalamnya juga terkandung aspek khusus yang mesti dipatuhi
oleh kaum Muslimin seperti tidak mensyirikkan Allah, tolong-menolong sesama
mukmin, bertaqwa dan lain-lain. Selain itu, bagi kaum bukan Islam, mereka
mestilah berkelakuan baik bagi melayakkan mereka dilindungi oleh kerajaan
Islam Madinah serta membayar cukai.
Piagam ini mestilah dipatuhi oleh semua penduduk Madinah sama ada Islam
atau bukan Islam. Strategi ini telah menjadikan Madinah sebagai model Negara
Islam yang adil, membangun serta digeruni oleh musuh-musuh Islam.
Rasulullah SAW membuat perjanjian dengan penduduk Madinah non-Islam dan
tertuang dalam Piagam Madinah. Piagam Madinah itu antara lain:
1)      Setiap golongan dari ketiga golongan penduduk Madinah memiliki hak
pribadi, keagamaan dan politik. Sehubungan dengan itu setiap golongan
penduduk Madinah berhak menjatuhkan hukuman kepada orang yang membuat
kerusakan dan memberi keamanan kepada orang yang mematuhi peraturan
2)      Setiap individu penduduk Madinah mendapat jaminan kebebasan
beragama
3)      Veluruh penduduk kota Madinah yang terdiri dari kaum Muslimin, kaum
Yahudi dan orang-orang Arab yang belum masuk Islam sesama mereka
hendaknya saling membantu dalam bidang moril dan materiil. Apabila Madinah
diserang musuh, maka seluruh penduduk Madinah harus bantu-membantu
dalam mempertahankan kota Madinah
4)      Rasulullah SAW adalah pemimpin seluruh penduduk Madinah. Segala
perkara dan perselisihan besar yang terjadi di Madinah harus diajukan kepada
Rasulullah SAW untuk diadili sebagaimana mestinya

d. Meletakkan Dasar-dasar Politik, Ekonomi, dan Sosial yang Islami demi


Terwujudnya
    Masyarakat Madani
Islam tidak hanya mengajarkan bidang akidah dan ibadah, tetapi mengajarkan
juga bidang politik, ekonomi, dan sosial, yang kesemuanya berumber pada Al-
Qur’an dan Hadis.
Pada masa Rasulullah, penduduk Madinah mayoritas sudah beragam Islam,
sehingga masyarakat Islam sudah terbentuk, maka adanya pemerintahan Islam
merupakan keharusan. Rasulullah SAW selain sebagai seorang nabi dan rasul,
juga tampil sebagai seorang kepala negara (khalifah).
Sebagai kepala negara, Rasulullah SAW telah meletakkan dasar bagi setiap
sistem politik Islam, yakni musyawarah. Melalui musyawarah, umat Islam dapat
mengangkat wakil-wakil rakyat dan kepala pemerintahan, serta membuat
peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh seluruh rakyatnya. Dengan syarat,
peraturan-peraturan itu tidak menyimpang dari tuntutan Al-Qur’an dan Hadis.
Firman Allah SWT: Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan
taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan
Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan
Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
(Q.S. An-Nisa, : 59).
Dalam bidang ekonomi Rasulullah SAW telah meletakkan dasar bahwa sistem
ekonomi Islam itu harus dapat menjamin terwujudnya keadilan sosial.Dalam
bidang sosial kemasyarakatan, Rasulullah SAW telah meletakkan dasar antara
lain adanya persamaan derajat di anatar semua individu, semua golongan, dan
semua bangsa. Sesuatau yang memebdakan derajat manusia ialah amal
salehnya atau hidupnya yang bermanfaat.
Firman Allah SWT: Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi
Maha Mengenal. “(Q.S. Al-Hujurat, 49: 13)
BAB III
PENUTUP
3.1.        Kesimpulan
Dari penjelasan makalah di atas, maka dapat di ambil kesimpulan bahwa dakwah
Rasulullah SAW periode Madinah itu merupakan dakwah lanjutan yang dilakukan
Rasulullah SAW pada saat beliau hijrah dari kota Mekah ke kota Madinah.
Dimana dalam periode Madinah ini, pengembangan Islam lebih ditekankan pada
dasar-dasar pendidikan masyarakat Islam dan pendidikan sosial
kemasyarakatan.
Hikmah sejarah dakwah Rasulullah periode Madinah:
ü  Terjalinya persaudaraan sebagai mana yang dilakukan oleh kaum Muhajirin
dan Ansar.
ü  Sikap menjaga persatuan dan saling menghormati antar sesame pemeluk
agama.
ü  Menumbuhkembangkan tolong menolong antara yang kuat dengan yang
lemah.
ü  Memahami bahwa umat Islam harus berpegang pada aturan Allah.
ü   Memahami bahwa kita wajib menjalin hubungan yang baik dengan Allah.
ü   kita mendapat suatu warisan yang terbaik yaitu Al-Quran yang dapat
menunjukan arah ke jalan yang  diridhoi oleh Allah swt.

3.2.        Saran
Dari peristiwa tersebut Sikap dan Perilaku yang mencerminkan penghayatan
terhadap sejarah Rasulullah:
ü  Mencintai Rasulullah dengan konsisten dan berkomitmen melaksanakan Al-
Quran dan sunah sebagai bukti merawat dan melestarikan Al-Quran. 
ü  Gemar membaca buku, termasuk buku sejarah, khususnya sejarah Nabi
Muhammad dan para sahabatnya.
ü  Memelihara silaturahmi dan rukun sesama manusia.
ü  Senantiasa berjihad di jalan Allah.
ü  Menekuni dan mempelajari warisan nabi Muhammad (Al-Quran dan Al Hadist).
ü  Merawat dan melestarika tempat ibadah (masjid)
DAFTAR PUSTAKA
Suntiah, ratu dan maslani.2010. sejarah peradaban islam. Bandung : CV. Insan
Mandiri. Chalil, moenawar.2001. kelengkapan tarikh Nabi Muhammad. Jakarta :
Gema insani. Badri, yatim.2006. Sejarah peradaban islam. Jakarta : PT. Raja
Grafindo persada. Muthahari,murtadha.2006. sirah sang nabi jakarta : Al-Huda.
Al-mubarakfury Rahman, Shafiyyursyaikh.2000. Sirah Nabawiyah. Jakarta:
pustaka al-kautsar.

KETELADAANAN KHULAFAUR RASYIDIN


KETELADAANAN KHULAFAUR RASYIDIN

Kata  Khulafaur Rasyidin  itu berasal dari bahasa arab yang terdiri dari


kata  khulafa dan  rasyidin , khulafa' itu menunjukkan banyak khalifah, bila satu di sebut
khalifah, yang mempunyai arti pemimpin dalam arti orang yanng mengganti kedudukan
rasullah SAW sesudah wafat melindungi agama dan siasat (politik) keduniaan agar setiap
orang menepati apa yang telah ditentukan oleh batas-batanya dalam melaksanakan
hukum-hukum syariat agama islam.

Adapun kata Arrasyidin itu berarti arif dan bijaksana. Jadi Khulafaur Rasyidin
mempunyai arti pemimpim yang bijaksana setelah nabi muhammad wafat. Para
Khulafaur Rasyidin itu adalah pemimpin yang arif dan bijaksana. Mereka itu terdiri dari
para sahabat nabi muhammad SAW yang berkualitas tinggi dan baik adapun sifat-sifat
yang dimiliki Khulafaur Rasyidin sebagai berikut:

sebuah. Arif dan bijaksana       

b. Berilmu yang luas dan mendalam      

c. Berani bertindak       

d. Berkemauan yang keras      

e. Berwibawa       

f. Belas kasihan dan kasih sayang       

g. Berilmu agama yang amat luas serta melaksanakan hukum-hukum islam.      

Para sahabat yang disebut Khulafaur Rasyidin terdiri dari empat orang khalifah
yaitu:
1.         Abu bakar Shidik khalifah yang pertama (11 – 13 H = 632 – 634 M)

2.         Umar bin Khattab khalifah yang kedua (13 – 23 H = 634 – 644 M)

3.         Usman bin Affan khalifah yang ketiga (23 – 35 H = 644 – 656 M)

4.         Ali bin Abi Thalib khalifah yang keempat (35 – 40 H = 656 – 661 M)

1.        Abu Bakar Ash-Shiddiq (11-13 H/632-634M).

Abu Bakar, nama lengkapnya ialah Abdullah bin Abi Quhafa At-Tammi. Di zaman pra
Islam bernama Abdul Ka’bah, kemudian diganti oleh Nabi menjadi Abdullah. Ia termasuk
salah seorang sahabat yang utama (orang yang paling awal) masuk Islam. GelarAsh-
Shiddiq diperolehnya karena ia dengan segera membenarkan nabi dalam berbagai
pristiwa, terutama Isra’ dan Mi’raj.

Abu Bakar memangku jabatan khalifah selama dua tahun lebih sedikit, yang
dihabiskannya terutama untuk mengatasi berbagai masalah dalam negeri yang muncul
akibat wafatnya Nabi.[1]

a.         Langkah-langkah kebijakan Abu Bakar

1.      Menumpas nabi palsu

2.      Memberantas kaum murtad

3.      Menghadapi kaum yang ingkar zakat

4.      Mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an

b)        Manajemen Pemerintahan Abu Bakar (Wilayah Provinsi dan Gubernur).

Di masa pemerintahan Khalifah pertama, masih terdapat pertentangan dan


perselisihan antara Negara Islam dan sisa-sisa kabilah arab yang masih berpegang teguh
pada warisan jahiliyah “Tentang memehami agama Islam”. Namun demikian, kegiatan
(proses) pengaturan manajemen pemerintan Khalifah Abu Bakar telah dimulai.

Adapun para gubernur yang menjadi pemimpin di provinsi tersebut adalah Itab bin
Usaid, Amr bin Ash, Utsman bin Abi al-‘Ash, Muhajir bin Abi Umayah, Ziyad bin
Ubaidillah al-Anshari, Abu Musa al Asy’ari, Muadz bin Jabal, Ala’ bin al-Hadrami, syarhabi
bin Hasanah, Yazid bin Abi Sufyan, Khalid bin walid dan lainnya.Diantara tugas para
gubernur adalah mendirikan shalat, menegakkan peradilan, menarik, mengelola dan
membagikan zakat, melaksanakan had, dan mereka memiliki kekuasaan pelaksanaan
dan peradilan secara simultan.[2]

Beberapa saat setelah Abu Bakar wafat, para sahabat langsung mengadakan
musyawarah untuk menentukan khakifah selanjutnya. telah disepakati dengan bulat
oleh umat Islam bahwa Umar bin Khattab yang menjabat sebagai khalifah kedua setelah
Abu Bakar. piagam penetapan itu ditulis sendiri oleh Abu Bakar sebelum wafat.
Setelah pemerintahan 2 tahun 3 bulan 10 hari (11 – 13 / 632 – 634 M),khalifah Abu
Bakar wafat pada tanggal 21 jumadil Akhir tahun 13 H / 22 Agustus 634 Masehi.

2.        Umar bin Khaththab (13-23H/634-644M)

Umar bin Khaththab nama lengkapnya adalah Umar bin Khaththab bin Nufail
keturunan Abdul Uzza Al-Quraisi dari suku Adi; salah satu suku terpandang mulia. Umar
dilahirkan di mekah empat tahun sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW. Ia adalah
seorang berbudi luhur, fasih dan adil serta pemberani.[3]

Untuk menjajagi pendapat umum, Khalifah Abu Bakar melakukan serangkaian


konsultasi terlebih dahulu dengan beberapa sahabat, antara lain Abdurrahman bin Auf
dan Usman bin Affan. Setelah mendapat persetujuan dari para sahabat dan baiat dari
semua anggota masyarakat Islam Umar menjadi Khalifah. Ia juga mendapat gelar Amir
Al-Mukminin (komandan orang-orang beriman).

a.         Manajemen Pemerintahan Umar bin Khattab

Pada zaman kekhalifahan Umar bin Khattab melakukan pemisahan antara


kekuasaan peradilan dengan kekusaan eksekutif, beliau memilih hakim dalam sistem
peradilan yang independen guna memutuskan persoalan masyarakat. Sistem peradilan
ini terpisah dari kekusaan eksekutif, dan ia bertanggung jawab terhadap khalifah secara
langsung.[4]

Di jaman pemerintahan Umar pusat kekuasaan Islam di Madinah mengalami


perkembangan yang sangat pesat. Khalifah Umar telah berhasil membuat dasar-dasar
bagi suatu pemerintahaan yang handal untuk melayani tuntunan masyarakat baru yang
terus perkembang.

Khalifah Umar memerintah selama 10 tahun lebih 6 bulan 4hari. Kematiannya


sangat tragis, seorang budak Persia bernama Fairuz atau Abu Lu’lu’ah secara tiba-tiba
menyerang dengan tikaman pisau tajam ke arah khalifah yang akan menunaikan shalat
subuh yang telah di tunngu oleh jama’ahnya di masjid Nabawi di pagi buta itu. Khalifah
Umar wafat tiga hari setelah pristiwa penikaman atas dirinya, yakni 1 Muharam
23H/644M.[5]

3.        Utsman bin Affan (23-36H/644-656M).

Khalifah ketiga adalah Utsman bin Affan. Nama lengkapnya ialah Utsman bin Affan
bin Abil Ash bin Umayyah dari suku Quraisy. Ia memeluk islam karena ajakan Abu Bakar,
dan menjadi salah seorang sahabat dekat Nabi SAW. Ia sangat kaya tetapi berlaku
sedehana, dan sebagian besar kekayaannya digunakan untuk kepentingan Islam. Ia
mendapat julukan zun nurain, artinya memiliki dua cahaya, karena menikahi dua putri
Nabi SAW secara berurutan setelah yang satu meninggal. Dan Utsman pernah
meriwayatkan hadis kurang lebih 150 hadis. Seperti halnya Umar, Utsman diangkat
menjadi Khalifah melalui proses pemilihan.
a)        Pencapian Pada Masa Pemerintahan Utsman.

Pada masa-masa awal pemerintahannya, Utsman melanjutkan sukses para


pendahulunya, terutama dalam perluasan wilayah kekusaan Islam. Karya monumental
Utsman yang dipersembahkan kepada umat Islam ialah penyusunan kitab suci Al-
Qur’an.

Penyusunan Al-Qur’an, yaitu Zaid bin Tsabit, sedangkan yang mengumpulkan


tulisan-tulisan Al-Qur’an antara lain Adalah dari Hafsah, salah seorang Istri Nabi SAW.
Kemudian dewan itu membuatbeberapa salinan naskah Al-Qur’an untuk dikirimkan ke
berbagai wilayah kegubernuran sebagai pedoman yang benar untuk masa selanjutnya.[6]

b)        Manajemen Pemerintahaan Utsman bin Affan.

Bentuk manajemen yang ditetapkan dalam pemerintahaan Umar r.a. tercermin


dalam pengumpulan mushaf Al-qur’an menjadi satu di kenal dengan Mushaf Utsmani.
Pada masa kekhalifahan Utsman r.a. terdapat indikasi praktik nepotisme. Hal ini yang
membuat sekelompok sahabat mencela kepemimpinan Utsman r.a. karena telah
memilih keluarga kerabat sebagai pejabat pemerintahaan.[7]

Pada paroh trakhir masa kekhalifahannya, muncul perasaan tidak puas dan kecewa
di kalangan umat Islam terhadapnya. Kepemimpinan Usman memang sangat berbeda
dengan kepemimpinan Umar. Pada tahun 35H/655M, Usman di bunuh oleh kaum
pemberontak yang terdiri dari orang-orang kecewa itu.[8]

Pembunuhan usman merupakan malapetaka besar yang menimpa ummat Islam.


Dikalangan ummat Islam yang diturunkan melalui Muhammad yang berbahasa Arab
(sehingga perwujudan islam pada masa awalnya bercorak Arab) dengan alam pemikiran
yang dipengaruhi kebudayaan Helinesia dan persi. Pembenturan itu membawa
kegoncanggan dan kericuhan dalam beberapa bidang sebagai berikut :

a.       Bidang Bahasa Arab.

b.      Bidang Akidah.

c.       Bidang Politik.

4.        Ali bin Abi Thalib khalifah yang keempat (35 – 40 H = 656 – 661 M).

Khlifah keempat adalah Ali bin Abi Thalib. Ali adalah keponakan dan menantu Nabi.
Ali adalah putra Abi Thalid bin Abdul Muthalib. Ali adalah seseorang yang memiliki
kelebihan, selain itu ia adalah pemegang kekuasaan. Pribadinya penuh vitalitas dan
energik, perumus kebijakan dengan wawasan yang jauh ke depan. Ia adalah pahlawan
yang gagah berani, penasehat yang bijaksana, penasihat hukum yang ulung dan
pemegang teguh tradisi, seorng sahabat sejati, dan seorang lawan yang dermawan. Ia
telah bekerja keras sampai akhir hayatnya dan merupakan orang kedua yang
berpengaruh setelah Nabi Muhammad.[10]
a)        Khalifahan Ali bin Abi Thalib.

Setelah Usman wafat, masyarakat beramai-ramai membaiat Ali bin Abi Thalib
sebagai khalifah. Ali memerintah hanya enam tahun. Selama masa pemerintahannya, ia
menghadapi berbagai pergolakan. Tidak ada masa sedikit pun dalam pemerintahannya
yang dapat dikatakan setabil. Setelah menduduki jabatan khalifah, Ali memecat para
gubernur yang di angkat oleh Usman. Dia yakin bahwa pemberontakan-pemberontakan
terjadi karena keteledoran mereka. Dia juga menarik kembali tanah yang dihadiahkan
Usman kepada penduduk dengan menyerahkan hasil pendapatannya kepada negara,
dan memakai kembali sistem distribusi pajak tahunan dia antara orang-orang Islam
sebagaimana pernah ditetapkan Umar.

b)        Manajemen Pemerintahan Ali bin Abi Thalib.

Khalifah Ali bin Abi Thalib r.a. menjalankan sistem pemerintahaan sebagaimana
Khalifah sebelumnya, baik dari segi kepemimpinan ataupun manajemen. Dalam
mengangkat seorang pemimpin, beliau mendelesiasikan wewenang dan kekuasaan atas
wilayah yang dipimpinnya. Seorang memiliki kewenangan penuh untuk mengelola
wilayah yang dikuasainya, namun khalifah tetap melakukan pengawasan terhadap
kinerja pemimpin tersebut. Khalifah senantiasa mengajak pegawainya untuk hidup
Zuhud, berhemat dan sederhana dalam kehidupan, begitu juga untuk selalu
memperhatikan dan berbelas kasihan terhadap kehidupan rakyatnya. Beliau juga
mengjarkan system renumirasi. Selain itu, beliau juga konsisten terhadap kepentingan
masyarakat secara umum.[11]

c)         Ali bin Abi Thalib Wafat

Kaum Khawarij tidak lagi mempercayai kebenaran pemimpin-pemimpin Islam, dan


mereka berpendapat bahwa pangkal kekacauan Islam pada saat itu adalah karena
adanya 3 orang imam, yaitu Ali, Muawwiyah dan Amr.

Mereka bersumpah akan melaksanakan pembunuhan pada tanggal 17 Ramadhan


40 H/24 Januari 661 M di waktu subuh. Diantara tiga orang Khawarij itu. Hanya Ibnu
Muljam yang berhasil membunuh Ali ketika beliau sedang sholat Subuh di Masjid Kufah
tetapi Ibnu Muljam pun tertangkap dan juga dibunuh.

Barak menikam Muawwiyah mengenai punggungnya, ketika Muawwiyah sedang


sholat Subuh di Masjid Damaskus. Sedang Amr bin Bakr berhasil membunuh wakil imam
Amr bin Ash ketika ia sedang sholat Subuhdi Masjid Fusthat Mesir. Amr bin sendiri tidak
mengimami sholat, sedang sakit perut di rumah kediamannya sehingga ia selamat.

Khalifah Ali wafat dalam usia 58 tahun, kemudian Hasan bin Ali dinobatkan menjadi
Khalifah yang berkedudukan di Kufah.

B.       Kemajuan Peradaban Pada Masa Khulafaur Rasyidin


Masa kekuasaan khulafaur rasyidin yang dimulai sejak Abu Bakar Ash-Shiddiq
hingga Ali bin Abi Thalib, merupakan masa kekusaan khalifah Islam yang berhasil dalam
mengembangkan wilayah Islam lebih luas. Nabi Muhammad SAW yang telah meletakkan
dasar agama Islam di arab, setelah beliau wafat, gagasan dan ide-idenya diteruskan oleh
para khulafaur rasyidin. Pengembangan agama Islam yang dilakukan pemerintahan
khulafaur rasyidin dalam waktu yang relatif singkat telah membuahkan hasil yang gilang-
gemilang. Ekspansi ke negri-negri yang sangat jauh dari pusat kekusaan, dalam waktu
tidak lebih dari setengah abad merupakan kemenangan menakjubkan dari suatu bangsa
yang sebelumnya tidak pernah memiliki pengalaman politik yang memadai.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan ekspansi itu demikian cepat, antara lain
sebagai berikut :

1.         Islam, di samping merupakan ajaran yang mengatur humbungan manusia dengan


Tuhan, juga agama yang mementingkan soal pembentukan masyarakat.

2.         Dalam dada para sahabat Nabi SAW tertanam keyakinan yang sangat kuat tentang
kewajiban menyerukan ajaran-ajaran Islam (dakwah) keseluruh penjuru dunia.

3.         Pertentangan aliran agama di wilayah Bizaitun mengakibatkan hilangnya kemerdekaan


beragama bagi rakyat.

4.         Islam datang kedaerah-daerah yang dimasukinya dengan sikap simpatik dan toleran,
tidak memaksa rakyat untuk mengubah agamanya dan masuk Islam.

5.         Bangsa sami di Syiria dan palestina, dan bangasa Hami di Mesir memandang bangsa
Arab  lebih dekat daripada bangsa Eropa, Bizantiun, yang merintah mereka.

6.         Mesir, Syiria dan Irak adalah daerah-daerah yang kaya. Kekayaan intu membantu
pengusa Islam untuk membiayai ekspansi ke daerah yang lebih jauh.[12]

Dr. Hasan Ibrahim dalam bukunya “Tarikh Al-Islam As-Siyasi”, menjelaskan bahwa


organisasi-organisasi atau lembaga-lembaga Negara yang ada pada masa Khulafaur
rasyidin, diantaranya sebagi berikut :

1.      Lembaga Politik.

2.      Lembaga Tata Usaha Negara.

3.      Lembaga Keuangan Negara.

4.      Lembaga Kehakiman Negara.

1)        Pembarui Organisasi Negara

Pada masa Rasul, sesuai dengan keadaannya, oranisasi negara masih sederhana.
Tetapi ketika masa khalifah Umar, di mana ummat islam sudah terdiri dari macam-
macam bangsa dan urusannya makin meluas, maka disusunlah organisasi negara sebagai
berikut:

a.         Al-Khalifaat, (Kepala Negara).

Dalam memilih kepala negara berlaku sistem “bai’ah”. Pada masa sekarang
mungkin sama dengan sistem demokrasi. Hanya waktu itu sesuai dengan al-amru syuro
bainahun sebagimana yang digariskan Allah dalam Al-Qur’an.

b.        Al-Wazaraat, (Menteri).

Khalifah Umar menetapkan Usman sebagai pembantunya untuk mengurus


pemerintahan umum dan kesejahteraan, sedangkan Ali untuk mengurus kehakiman,
surat-menyurat dan tawanan perang.

c.         Al-Kitabaat, (sekretaris Negara)

Umar bin Khattab mengkat Zaid bin Tsabit dan Abdullah bin Arqom menjadi
sekretaris untuk menjelaskan urusan penting. Usman bin Affan juga mengangkat
Marwan bin Hakam.

2)        Admistrasi Negara.

Sesuai dengan kebutuhan, khalifah Umar bin Khatab menyusun administrasi negara
menjadi :

a)        Diwan al-Jundiy/Diwan al-Harby (Badan Pertahanan Keamanan)

Orang muslim pada masa Rasul dan Abu Bakar semuanya adalah perajurit “ketika perang

b)        Diwan al-Kharaj/Diwan al-Maaly/Bait al-Maal (Mengurusi keuangag Negara).

Digunakan untuk mengurusi pemasukan dan pengeluaran anggaran belanja negara.

c)        Diwan-al-Qudhat (departemen kehakiman).

Umar mengkat hakim-hakim khusus untuk tiap wilayah dan menetapkan


persyaratannya.

3)        Al-Imarah ‘ala al-buldan (Administrasi pemerintahan dalam Negri).

a)        Negara dibagi menjadi beberapa provinsi yang dipimpin oleh seorang gubernur (amil),
yaitu :

  Ahwaz dan Bahrain

  Sijistan, Iraq, Makran dan Karman.

  Syam, Palestina, Mesir, Padang Sahara Libia.

b)        Al-Barid : perhubungan, kuda pos memakai kuda pos.


c)        Al-Syurthah : polisi penjaga keamanan negara.

4)        Mengembangkan Ilmu

Kelanjutan meluaskan islam ada dua gerakan perpindahan manusia, “orang Arab
Muslim keluar Jaziriah Arab, orang Ajam datang ke jaziriah Arab”. Dua gerakan
perpindahan ini membawa dampak tersendiri, baik positif maupun negatif. Orang Ajam
yang berasal dari luar Jazirah Arab adalah bangsa yang pernah mewarisi kebudayaan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan bangsa Arab. Walaupun nyala api ilmu
pengetahuan mereka hampir  padam, namun bekasnya masih nyata. Hal ini terlihat pada
adanya kota-kota tempat perkembangan kebudayaan yunani seperti Iskandariyah,
Antiokia, Harran dan Yunde Sahpur.[13]

5)        Tanggung Jawab Negara yang pokok.

Prinsip persamaan di bidang ekonomi ini merupakan dasar masyarakat Islam dan
merupakan suatu jaminan untuk mempertahankan keseimbangan. Ciri utama dan
prinsip jaminan masyarakat dari kebijakan ini dirumuskan sebagai berikut :

a.       Hak Kaum Miskin.

b.      Larangan menumpuk Harta.

c.       Setiap orang membayar sesuai dengan kemampuan.

d.      Setiap orang (dibantu) sesuai kebutuhannya

e.       Jaminan social.

f.       Cadangan social.

6)        Pembayaran Bantuan Keuangan.

Prinsip jaminan social telah di mulai dan dijalankan pada mas Khulafah Umar dan
dibentuk pula departemen-departemen lain untuk mendistribusikan uang bantuan dan
sumbangan kepada masyarakat dan lain-lain yang dilakukan untuk tujuan tersebut.
Departemen-departemen yang dibentuk antara lain :

a.       Departemen pelayanan militer.

b.      Departemen kehakiman dan eksekutif.

c.       Departemen pendidikan dan pengembangan Islam

d.      Departemen jaminan social.

e.       Jamin social untuk semua.[14]

Anda mungkin juga menyukai