Anda di halaman 1dari 4

TUGAS MATAKULIAH

‘TEKNIK TENAGA LISTRIK’

Disusun oleh :

Ade Nova Nugraha (5315151856)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2017
Pembangkit listrik tenaga panas bumi
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi adalah pembangkit listrik yang menggunakan panas
bumi sebagai sumber energinya. Listrik dari tenaga panas bumi saat ini digunakan di 24
negara[1], sementara pemanasan memanfaatkan panas bumi digunakan di 70 negara.
[2]
 Perkiraan potensi listrik yang bisa dihasilkan oleh tenaga panas bumi berkisar antara 35 s.d.
2.000 GW.[2] Kapasitas di seluruh dunia saat ini adalah 10.715 megawatt (MW), dengan
kapasitas terbesar di Amerika Serikat sebesar 3.086 MW,[3] diikuti oleh Filipina dan Indonesia.
India sudah mengumumkan rencana untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga panas
bumi pertamanya di Chhattisgarh.[4]
Tenaga panas bumi dianggap sebagai sumber energi terbarukan karena ekstraksi panasnya
jauh lebih kecil dibandingkan dengan muatan panas bumi. Emisi karbondioksida pembangkit
listrik tenaga panas bumi saat ini kurang lebih 122 kg CO2 per megawatt-jam (MW·h) listrik, kira-
kira seperdelapan dari emisi pembangkit listrik tenaga batubara.[5]
Indonesia dikaruniai sumber panas Bumi yang berlimpah karena banyaknya gunung
berapi di Indonesia. Dari pulau-pulau besar yang ada, hanya pulau Kalimantan saja yang tidak
mempunyai potensi panas Bumi.
Untuk membangkitkan listrik dengan panas Bumi dilakukan dengan mengebor tanah di daerah
yang memiliki potensi panas Bumi untuk membuat lubang gas panas yang akan dimanfaatkan
untuk memanaskan ketel uap (boiler) sehingga uapnya bisa menggerakkan turbin uap yang
tersambung ke generator. Untuk panas bumi yang mempunyai tekanantinggi, dapat langsung
memutar turbin generator, setelah uap yang keluar dibersihkan terlebih dahulu.
Eksplorasi dan eksploitasi panas bumi untuk pembangkit energi listrik tergolong minim. Untuk
menghasilkan energi listrik, pembangkit listrik tenaga panas bumi hanya membutuhkan area
seluas antara 0,4 - 3 hektare. Sedangkan pembangkit listrik tenaga uap lainnya membutuhkan
area sekitar 7,7 hektare.[6] Hal ini menjawab kecemasan masyarakat mengenai dampak
lingkungan eksploitasi panas bumi, terutama isu penebangan hutan di daerah yang memiliki
potensi panas bumi.

Sumber daya
Muatan panas bumi adalah sekitar 1031 Joule.[2] Panas ini secara alami akan mengalir ke
permukaan lewat konduksi dengan laju 44.2 terawatt (TW)[18] dan diisi kembali oleh peluruhan
radioaktif dengan laju 30 TW.[19] Laju tenaga ini lebih dari dua kali konsumsi energi manusia saat
ini yang berasal dari sumber utama, tapi sebagian besarnya terlalu tersebar (perkiraan rata-rata
0.1 W/m2) untuk dapat dipulihkan. Kerak bumi secara efektif bertindak sebagai selimut isolasi
tebal yang harus ditembus dengan saluran fluida (mis. magma, air atau lainnya) untuk
melepaskan panas di bawahnya.
Pembangkit listrik tenaga panas bumi membutuhkan sumber panas bersuhu tinggi yang hanya
dapat berasal dari jauh di bawah tanah. Panas tersebut harus dibawa ke permukaan lewat
sirkulasi fluida, baik melalui saluran magma, mata air panas, sirkulasi hidrotermal, sumur minyak,
sumur bor, atau gabungan dari contoh-contoh tersebut. Sirkulasi ini terkadang muncul secara
alami pada tempat dimana kerak bumi tipis. Saluran magma membawa panas dekat ke
permukaan, dan mata air panas membawanya ke permukaan. Jika tidak tersedia mata air panas
maka sumur harus dibor untuk menjadi akuifer air panas. Jika jauh dari batas lempeng
tektonik, gradien panas bumi di sebagian besar tempat adalah 25-30 °C per kilometer
kedalaman, sehingga membuat sumur menjadi harus beberapa kilometer dalamnya untuk dapat
membangkitkan listrik.[2] Jumlah dan mutu sumber daya panas yang dapat dipulihkan meningkat
sebanding dengan kedalaman pengeboran dan kedekatan dengan batas lempeng tektonik.
Pada tanah yang panas dan kering, atau dimana tekanan air tidak memadai, fluida dapat
disuntikkan untuk merangsang produksi. Pengembang akan menggali dua lubang di calon
lokasi, dan memecah batu di antara keduanya dengan bahan peledak atau air bertekanan tinggi.
Kemudian memompakan air atau karbon dioksida cair ke salah satu lubang galian, sehingga
keluar di lubang galian lainnya dalam bentuk gas.[13] Pendekatan ini disebut hot dry rock
geothermal energy di Eropa atau enhanced geothermal systems di Amerika Utara. Pendekatan
ini dapat menghasilkan potensi yang jauh lebih besar dibandingkan dengan jika dihubungkan
secara konvensional ke akuifer alami.[13]
Perkiraan potensi pembangkit listrik dari tenaga panas bumi bervariasi dari 35-2000 GW
tergantung pada skala penanaman modal.[2] Ini tidak termasuk panas non-listrik yang dipulihkan
oleh pembangkit co-generation, pompa kalor panas bumi atau penggunaan langsung lainnya.
Sebuah laporan tahun 2006 oleh Institut Teknologi Massachusetts (MIT), yang mengikutsertakan
potensi dari sistem panas bumi yang ditingkatkan (enhanced geothermal systems),
memperkirakan bahwa investasi sebesar 1 miliar dolar AS untuk penelitian dan pengembangan
selama 15 tahun lebih akan memungkinkan tercapainya kapasitas pembangkitan listrik sebesar
100 GW pada tahun 2050 di Amerika Serikat saja.[13] Laporan MIT memperkirakan bahwa lebih
dari 200 zettajoule (ZJ) akan dapat dihasilkan, dengan potensi untuk ditingkatkan hingga lebih
dari 2.000 ZJ dengan perbaikan teknologi - cukup untuk memenuhi kebutuhan energi seluruh
dunia saat ini selama beberapa milenium.[13]
Saat ini sumur panas bumi jarang lebih dari 3 km dalamnya.[2] Taksiran tertinggi atas potensi
sumber daya panas bumi memperkirakan kedalaman sumur 10 km. Penggalian hingga
mendekati kedalaman ini sekarang sudah dapat dilakukan dalam industri perminyakan,
walaupun biayanya sangat mahal. Sumur penelitian terdalam di dunia, Kola superdeep borehole,
dalamnya 12,3 km.[20] Rekor tersebut baru-baru ini sudah dapat ditiru oleh sumur minyak
komersial seperti sumur Z-12 milik Exxon di ladang Chayvo, Sakhalin.[21] Sumur dengan
kedalaman lebih dari 4 km umumnya menanggung biaya pengeboran hingga puluhan juta dolar.
[22]
 Tantangan teknologinya adalah untuk menggali lubang yang lebar dengan biaya rendah dan
untuk memecahkan volume batu yang lebih banyak.
Tenaga panas bumi dianggap sebagai sumber energi terbarukan karena ekstraksi panasnya
jauh lebih kecil dibandingkan dengan muatan panas bumi. Namun pemanfaatannya harus tetap
diawasi untuk menghindari kekosongan lokal.[19] Meski situs panas bumi mampu menyediakan
panas selama puluhan tahun, tiap-tiap sumur dapat mendingin atau kehabisan air. Ketiga situs
tertua yakni Larderello, Wairakei, dan The Geysers, semuanya sudah mengalami penurunan
produksi. Tidak jelas apakah pembangkit-pembangkit ini memakai tenaga panas bumi lebih
cepat daripada diisi kembali dari kedalaman yang lebih jauh, atau apakah akuifer yang
menyediakannya mulai kehabisan. Jika produksi dikurangi dan air disuntikkan kembali, sumur-
sumur ini secara teori dapat kembali memenuhi potensinya. Strategi penanganan yang demikian
sudah diterapkan pada beberapa situs. Keberlanjutan jangka panjang energi panas bumi telah
dibuktikan di ladang Lardarello di Italia sejak 1913, di ladang Wairakei di Selandia Baru sejak
1958,[23] dan di ladang The Geysers di Kalifornia sejak 1960.[24]

Jenis pembangkit
Pembangkit listrik tenaga panas bumi sama prinsipnya dengan pembangkit listrik
termal berturbin uap lainnya - panas dari bahan bakar (dalam hal ini adalah inti bumi) digunakan
untuk memanaskan air atau fluida lainnya yang sesuai. Fluida yang sudah berjalan lalu
digunakan untuk memutar turbin generator sehingga menghasilkan listrik. Fluida tersebut lalu
didinginkan dan dikembalikan ke sumber panas.

Pembangkit uap kering


Pembangkit dengan sistem uap kering merupakan rancangan paling tua dan sederhana. Dalam
sistem ini uap panas bumi bersuhu 150 °C atau lebih langsung digunakan untuk memutar turbin.
[2]

Pembangkit flash steam
Pembangkit dengan sistem flash steam mengambil air panas bertekanan tinggi dari kedalaman
bumi masuk ke tangki bertekanan rendah lalu menggunakan uap yang dihasilkan untuk memutar
turbin. Sistem ini membutuhkan fluida bersuhu sekurang-kurangnya 180 °C;biasanya lebih. Ini
adalah jenis yang paling umum dioperasikan saat ini.[25]
Pembangkit siklus biner
Pembangkit dengan sistem siklus biner adalah pengembangan terbaru dan memungkinkan suhu
terendah fluida hingga 57 °C.[12] Air panas bumi yang tidak terlalu panas tersebut dialirkan
melewati fluida sekunder yang memiliki titik didih jauh di bawah titik didih air. Hal ini
menyebabkan fluida sekunder menguap yang lalu digunakan untuk memutar turbin. Ini adalah
jenis yang paling umum dibangun saat ini.[26] Siklus Rankine Organik maupun siklus
Kalina keduanya digunakan. Efisiensi termal pembangkit jenis ini biasanya sekitar 10-13%.

Dampak terhadap lingkungan


Fluida yang ditarik dari dalam bumi membawa campuran beberapa gas, diantaranya karbon
dioksida (CO2), hidrogen sulfida (H2S), metana (CH4), dan amonia (NH3). Pencemar-pencemar ini
jika lepas ikut memiliki andil pada pemanasan global, hujan asam, dan bau yang tidak sedap
serta beracun. Pembangkit listrik tenaga panas bumi yang ada saat ini mengeluarkan rata-rata
40 kg CO2 per megawatt-jam (MWh), hanya sebagian kecil dari emisi pembangkit berbahan
bakar fosil konvensional.[5] Pembangkit yang berada pada lokasi dengan tingkat asam tinggi dan
memiliki bahan kimia yang mudah menguap, biasanya dilengkapi dengan sistem kontrol emisi
untuk mengurangi gas buangannya. Pembangkit listrik tenaga panas bumi secara teoretis dapat
menyuntikkan kembali gas-gas ini ke dalam bumi sebagai bentuk penangkapan dan
penyimpanan karbon.
Selain gas-gas terlarut, air panas dari sumber panas bumi mungkin juga mengandung sejumlah
kecil bahan kimia beracun, seperti merkuri, arsenik, boron, antimon, dan garam-garam kimia.
[34]
 Bahan-bahan kimia ini keluar dari larutan saat air mendingin dan dapat menyebabkan
kerusakan lingkungan jika dilepaskan. Praktik modern menyuntikkan kembali fluida panas bumi
ke dalam bumi untuk merangsang produksi, memiliki manfaat sampingan mengurangi bahaya
lingkungan ini.
Pembangunan pembangkit dapat juga merusak stabilitas tanah. Tanah amblas pernah terjadi
di ladang Wairakei di Selandia Baru.[35] Sistem panas bumi yang ditingkatkan juga dapat
memicu gempa akibat rekah hidrolik. Proyek di Basel, Swiss dihentikan karena lebih dari 10.000
gempa berkekuatan hingga 3,4 Skala Richter terjadi selama 6 hari pertama penyuntikan air.
[36]
 Bahaya pengeboran panas bumi yang dapat mengakibatkan pengangkatan tektonik pernah
dialami di Staufen im Breisgau, Jerman.
Pembangkit listrik tenaga panas bumi membutuhkan luas lahan dan jumlah air tawar minimal.
Pembangkit ini hanya memerlukan lahan seluas 404 meter persegi per GWh dibandingkan
dengan 3.632 dan 1.335 meter persegi untuk fasilitas batubara dan ladang angin.[35] Pembangkit
ini juga hanya menggunakan 20 liter air tawar per MWh dibandingkan dengan lebih dari
1000 liter per MWh untuk pembangkit listrik tenaga nuklir, batubara, atau minyak.[35]

Anda mungkin juga menyukai