LP Oksigenisasi
LP Oksigenisasi
PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN OKSIGENASI
DI RUANG AL FAJR RSUI KUSTATI SURAKARTA
Disusun Oleh
N. Nurlitasari S.Kep
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SAHID SURAKARTA
2021
KONSEP DASAR OKSIGENASI
A. Pengertian
Oksigenasi
merupakan kebutuhan dalam kehidupan ma
dasar paling vital nusia. Dalam
tubuh, oksigen berperan penting bagi pros
es metabolisme sel secara fungsional. Tid
ak
adanya oksigen akan menyebabkan tubuh s
ecara fungsional mengalami kemunduran at
au
bahkan dapat menimbulkan kematian. Ole
h karena itu, kebutuhan oksigen merupak
an
kebutuhan yang paling utama dan sangat vit
al bagi tubuh.
Oksigenasi adalah sebuah proses dalam pe
menuhan kebutuhan O2 dan pembuangan C
O2.
Pemenuhan kebutuhan oksigen ini tidak te
rlepas dari kondisi sistem pernapasan sec
ara
fungsional. Bila ada gangguan pada salah
satu organ sistem respirasi, maka kebutuh
an
oksigen akan mengalami gangguan. A
pabila lebih dari 4 menit seseorang ti
dak
mendapatkan oksigen, maka akan beraki
bat pada kerusakan otak yang tidak da
pat
diperbaiki dan kemungkinan berujung fatal
seperti meninggal (Kusnanto, 2016).
B. Etiologi
Menurut Ambarwati (2014) dalam Eki (2
017), terdapat beberapa faktor yang da
pat
mempengaruhi kebutuhan oksigen, sepe
rti faktor fisiologis, status kesehatan, fak
tor
perkembangan, faktor perilaku, dan lingkun
gan.
1. Faktor fisiologis
Gangguan pada fungsi fisiologis akan berpe
ngaruh pada kebutuhan oksigen seseorang.
Kondisi ini dapat mempengaruhi fungsi pern
apasannya diantaranya adalah :
a. Penurunan kapasitas angkut oksigen s
eperti pada pasien anemia atau pada saa
t
terpapar zat beracun
b. Penurunan konsentrasi oksigen yang diin
spirasi
c. Hipovolemia
d. Peningkatan laju metabolik
e. Kondisi lain yang mempengaruhi pergera
kan dinding dada seperti kehamilan, obesita
s
dan penyakit kronis
2. Status kesehatan
Pada individu yang sehat, sistem pernapas
an dapat menyediakan kadar oksigen yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh
. Akan tetapi, pada individu yang sedang
mengalami sakit tertentu, proses oksigena
si dapat terhambat sehingga mengganggu
pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh seperti gangguan pada sistem pernapasan,
kardiovaskuler dan penyakit kronis.
3. Faktor perkembangan
Tingkat perkembangan juga termasuk salah satu faktor penting yang mempengaruhi
sistem pernapasan individu. Berikut faktor-faktor yang dapat mempengaruhi individu
berdasarkan tingkat perkembangan :
a. Bayi prematur: yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan
b. Bayi dan toddler: adanya risiko infeksi saluran pernapasan akut
c. Anak usia sekolah dan remaja: risiko infeksi saluran pernapasan dan merokok
d. Dewasa muda dan paruh baya: diet yang tidak sehat, kurang aktivitas, dan stres yang
mengakibatkan penyakit jantung dan paru-paru
e. Dewasa
tua: adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan
arteriosklerosis, elastisitas menurun, dan ekspansi paru menurun
4. Faktor perilaku
Perilaku keseharian individu tentunya juga dapat mempengaruhi fungsi pernapasan.
Status nutrisi, gaya hidup, kebiasaan olahraga, kondisi emosional dan penggunaan zat-
zat tertentu secara sedikit banyaknya akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan
oksigen tubuh.
5. Lingkungan
Kondisi lingkungan juga dapat mempengaruhi kebutuhan oksigen. Kondisi lingkungan
yang dapat mempengaruhi pemenuhan oksigenasi yaitu :
a. Suhu lingkungan
b. Ketinggian
c. Tempat kerja (polusi)
C. Proses Oksigenasi
Pemenuhan kebutuhan oksigenasi
didalam tubuh terdiri atas 3 tahapan yaitu ventilasi,
difusi dan transportasi (Kusnanto, 2016).
1. Ventilasi
Merupakan proses keluar masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam alveoli atau dari
alveoli ke atmosfer yang terjadi saat respirasi (inspirasi-ekspirasi). Ventilasi paru
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
a.
Perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru, semakin tinggi tempat maka
tekanan udara semakin rendah. Demikian pula sebaliknya.
b. Daya pengembangan dan pengempisan thorak dan paru pada alveoli dalam
melaksanakan ekspansi atau kembang kempis.
c.
Jalan napas.
Inspirasi udara dimulai dari hidung hingga alveoli dan sebaliknya saat ekspirasi,
yang terdiri atas berbagai otot polos yang kerjanya sangat dipengaruhi oleh sistem
saraf otonom.
Terjadinya rangsangan simpatis dapat menyebabkan relaksasi sehingga dapat
terjadi vasodilatasi, kemudian kerja saraf parasimpatis dapat menyebabkan
kontriksi sehingga dapat menyebabkan vasokontriksi atau proses penyempitan.
d. Pengaturan Nafas
Pusat pernafasan terdapat pada medulla oblongata dan pons. Pusat nafas biasanya
terangsang oleh peningkatan CO2 darah yang merupakan hasil metabolism sel yang
mampu dengan mudah melewati sawar darah otak atau sawar darah cairan
cerebrospinalis. Kenaikan CO2 inilah yang akan meningkatkan konsentrasi
hydrogen dan akan merangsang pusat nafas. Perangsangan pusat pernafasan oleh
peningkatan CO2 merupakan mekanisme umpan balik yang penting untuk
mengatur konsentrasi CO2 seluruhtubuh. Adanya trauma kepala atau edema otak
atau peningkaan tekanan intracranial dapat menyebabkan gangguan pada system
pengendalian ini.
2. Difusi gas
Merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kapiler paru dan CO2, di kapiler
dengan alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti luasnya
permukaan paru, tebal membran respirasi atau permeabilitas yang terdiri atas epitel
alveoli dan interstisial (keduanya dapat mempengaruhi proses difusi apabila terjadi
proses penebalan). Perbedaan tekanan dan konsentrasi O2 (hal ini sebagai mana O2 dari
alveoli masuk ke dalam darah oleh karena tekanan O2 dalam rongga alveoli lebih tinggi
dari tekanan O2 dalam darah vena pulmonalis, masuk dalam darah secara difusi).
a.
Luasnya permukaan paru
Bila luas permukaan total berkurang menjadi tinggal sepertiga saja, pertukaran gas-
gas tersebut dapat terganggu secara bermakna bahkan dalam keadaan istirahat
sekalipun. Penurunan luas permukaan membran yang paling sedikitpun dapat
menganggu pertukaran gas yang hebat saat olahraga berat atau aktifitas lainnya.
Pada konsolidasi paru seperti dijumpai pada randang paru akut, atau pada
tuberkulosa paru, pengangkatan sebagian lobus paru, terjadi penurunan luas
permukaan membran respirasi.
b. Tebalnya membran respirasi atau permeabilitas yang terjadi antara epitel alveoli
dan intertisial. Keduanya ini dapat mempengaruhi proses difusi apabila terjadi
proses penebalan.
c. Perbedaan tekanan dan konsentrasi O2.
Hal ini dapat terjadi sebagaimana O2 dari alveoli masuk ke dalam darah oleh karena
tekanan O2 dari rongga alveoli lebih tinggi dari tekanan O2 dalam darah vena
pulmonalis (masuk dalam darah secara berdifusi ) dan PaCO. Dalam arteri
pulmonalis juga akan berdifusi ke dalam alveoli.
d. Afinitas gas
Yaitu kemampuan untuk menembus dan saling mengikat hb.
3. Transportasi gas
Merupakan proses pendistribusian antara O2 kapiler ke jaringan tubuh dan CO2 jaringan
tubuh ke kapiler. Pada proses transportasi, oksigen akan berikatan dengan hb
membentuk oksihemoglobin (97 %) dan larut dalam plasma (3 %) sedangkan co2 akan
berikatan dengan hb membentuk karbominohemiglobin (3o%) dan larut dalm plasma
(50%) dan sebagaian menjadi Hco3 berada pada darah (65%). Transpotasi gas dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya :
a.
Kardiak output
Merupakan jumlah darah yang dipompa oleh darah. Normalnya 5 L/menit. Saat
volume darah yang dipompakan oleh jatung berkurang, maka jumlah oksigen yang
ditransport juga akan berkurang.
b. Jumlah eritrosit atau HB
Dalam keadaan anemia oksigen yang berikatan dengan Hb akan berkurang juga
sehingga jaringan akan kekurangan oksigen.
c.
Latihan fisik
Aktivitas yang teratur akan berdampak pada keadaan membaiknya pembuluh darah
sebagai sarana transfortasi, sehingga darah akan lancar menuju daerah tujuan.
d. Hematokrit
Perbandingan antara zat terlarut atau darah dengan zat pelarut atau plasma darah
akan memengaruhi kekentalan darah, semakin kental keadaan darah maka akan
semakin sulit untuk ditransportasi.
e. Suhu lingkungan
Panas lingkungan sangat membantu memperlancar peredaran darah (Eki, 2017).
D. Anatomi Sistem Pernapasan
1. Sistem pernapasan Atas
a.
Hidung
Pada hidung, udara yang masuk akan mengalami proses penyaringan, humidifikasi
dan penghangatan. Dinding hidung terdiri dari jaringan mukosa yang mengandung
cairan mukus dan sel epitel bersilia. Di dalam hidung juga terdapat jaringan rambut.
Partikel debu/ zat asing yang masuk bersama udara akan tertahan oleh jaringan
rambut. Partikel tersebut kemudian jatuh dan melekat/ tertangkap di cairan mucus.
Kemudian sel epitel silia memindahkan cairan mucus bersama partikel asing
tersebut ke tenggorokan. Oleh karena itu, partikel asing yang berdiameter lebih dari
4-6 μ akan tersaring dan tidak masuk ke sistem pernafasan (Kusnanto, 2016).
b. Laring-Faring
Laring-faring sering disebut juga dengan tenggorok. Faring terdapat di superior
yang untuk selanjutnya melanjutkan diri menjadi laring. Faring merupakan bagian
belakang dari rongga mulut (kavum oris). Di faring terdapat percabangan 2 saluran
yaitu trakea di anterior sebagai saluran nafas dan esophagus di bagian posterior
sebagai saluran pencernaan. Trakea dan esophagus selalu terbuka, kecuali saat
menelan. Ketika bernafas, udara akan masuk ke kedua saluran tersebut.
Melalui gerakan reflek menelan, saluran trakea akan tertutup sehingga zat makanan
akan aman masuk ke esophagus. Refleks menelan akan terjadi bila makanan yang
sudah dikunyah oleh mulut didorong oleh lidah ke belakang sehingga menyentuh
dinding faring. Saat menelan epiglottis dan pita suara akan menutup trakea. Bila
reflek menelan tidak sempurna maka berisiko terjadi aspirasi (masuknya makanan
ke trakea) yang dapat menyebabkan obstruksi saluran nafas (Kusnanto, 2017).
2. Sistem Pernapasan Bawah
a.
Trakea
Merupakan pipa membran yang disokong oleh cincin-cincin kartilago yang
menghubungkan laring dan bronkus utama kanan dan kiri. Di dalam paru, bronkus
utama terbagi menjadi bronku-bronkus yang lebih kecil dan berakhir di bronkiolus
terminal. Keseluruhan jalan napas tersebut membentuk pohon brokus.
b. Bronkus (Cabang Tenggorokan)
Bronkus merupakan cabang batang tenggor
okan. Jumlahnya sepasang, yang satu
menuju paru-paru kanan dan yang satu m
enuju paru-paru kiri. Bronkus yang ke
arah kiri lebih panjang, sempit, dan menda
tar daripada yang ke arah kanan. Hal
inilah yang mengakibatkan paru-paru ka
nan lebih mudah terserang penyakit.
Struktur dinding bronkus hampir sama deng
an trakea. Perbedaannya dinding trakea
lebih tebal daripada dinding bronkus. Bronk
us akan bercabang menjadi bronkiolus.
Bronkus kanan bercabang menjadi tiga
bronkiolus sedangkan bronkus kiri
bercabang menjadi dua bronkiolus.
c.
Bronkiolus
Bronkiolus merupakan cabang dari bro
nkus. Bronkiolus bercabang-cabang
menjadi saluran yang semakin halus, k
ecil, dan dindingnya semakin tipis.
Bronkiolus tidak mempunyai tulang raw
an tetapi rongganya bersilia. Setiap
bronkiolus bermuara ke alveolus. Disepan
jang trakea, bronkus dan bronkiolus,
terdapat jaringan mukosa dengan sel-sel g
oblet yang diselingi sel epitel bersilia.
Sel goblet menghasilkan cairan mucus yan
g berperan untuk melembabkan udara
inspirasi dan menagkap partikel-partikel asin
g. Partikel asing yang tertangkap akan
digerakkan oleh silia sel epitel ke kavum ori
s (Kusnanto, 2016; Eki 2017).
E. Fisiologi Pernapasan
1. Pernapasan Eksternal
Pernapasan eksternal ( pernapasan pulmon
er) mengacu pada keseluruhan pertukaran
O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal
dan sel tubuh. Secara umum, proses ini
berlangsung dalam langkah, yakni ventila
si pulmoner, pertukaran gas alveolar, serta
transpor oksigen dan karbondioksida.
a. Ventilasi pulmoner
Saat bernapas, udara bergantian masuk-
keluar paru melalui proses ventilasi sehingg
a
terjadi pertukaran gas antara lingkungan ek
sternal dan alveolus. Proses ventilasi ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu jalan
napas yang bersih, sistem saraf pusat dan
sistem pernapasan yang utuh, rongga to
raks yang mampu mengembang dan
berkontraksi dengan baik, serta komplian p
aru yang adekuat.
b. Pertukaran gas alveolar
Setelah oksigen memasuki alveolus, pros
es pernapasan berikutnya adalah difusi
oksigen dari alveolus ke pembuluh darah pu
lmoner. Difusi adalah pergerakan molekul
dari area berkonsentrasi atau bertekanan tinggi ke area berkonsentrasi atau bertekanan
rendah. Proses ini berlangsung di alveolus dan membran kapiler dan dipengaruhi oleh
ketebalan membran serta perbedaan tekanan gas.
c. Transport oksigen dan karbondioksida
Tahap ketiga pada proses pernafasan adalah transport gas-gas pernafasan pada proses
ini, oksigen diangkut dari paru menuju jaringan dan karbondioksida diangkut dari
jaringan kembali menuju paru.
2. Pernapasan Sistemik
Pernapasan internal mengacu pada proses metabolisme intrasel yang berlangsung
dalam mitokondria, yang menggunakan oksigen dan menghasilkan karbondioksida
selama proses penyerapan energi molekul nutrien. Pada proses ini, darah yang banyak
mengandung oksigen dibawa keseluruh tubuh hingga mencapai kapiler sistemik.
F. Gangguan-Gangguan pada Fungsi Pernapasan
1. Gangguan Irama Pernapasan
a. Pernapasan Cheyne Stokes
Pernapasan cheyne stokes merupakan siklus pernapasan yang amplitudonya mula-
mula dangkal, makin naik, kemudian menurun dan berhenti, lalu pernapasan dimulai
lagi dengan siklus yang baru. Jenis pernapasan Ini biasanya terjadi pada klien gagal
jantung kongestif, peningkatan tekanan intrakranial, overdosis obat. Namun secara
fisiologis jenis pernapasan ini, terutama terdapat pada orang di ketinggian 12.000 –
15.000 kaki diatas permukaan air laut dan pada bayi saat tidur.
b. Pernapasan Biot
Pernapasan biot adalah pernapasan yang mirip dengan pernapasan cheyne stokes,
tetapi amplitudonya rata dan disertai apnea. Keadaan ini kadang ditemukan pada
penyakit radang selaput otak.
c. Pernapasan Kussmaul
Pernapasan kussmaul adalah pernapasan yang jumlah dan kedalamannya meningkat
dan sering melebihi 20 kali/menit. Jenis pernapasan ini dapat ditemukan pada klien
dengan asidosis metabolic dan gagal ginjal.
2. Gangguan frekuensi pernapasan
a. Takipnea
Takipnea merupakan pernapasan yang frekuensinya meningkat dan melebihi jumlah
frekuensi pernapasan normal.
b. Bradipnea
Bradipnea merupak
an pernapasan yan
g frekuensinya men
urun dengan jumla
h
frekuensi pernapasa
n dibawah frekuensi
pernapasan normal.
3. Insufisiensi perna
pasan Penyebab ins
ufisiensi pernapasa
n dapat dibagi menj
adi tiga
kelompok utama yait
u ;
a. Kondisi yang men
yebabkan hipoventil
asi alveolus, seperti
:
1) Kelumpuhan otot
pernapasan, misalny
a pada poliomyelitis,
transeksi servikal.
2) Penyakit yang me
ningkatkan kerja ven
tilasi, seperti asma,
emfisema, TBC, dan
lain-lain.
b. Kelainan yang me
nurunkan kapasitas
difusi paru
1)
disiyang
menye
luas
permu
difusi
berkur
misaln
babkan
kaanang
ya
kerusakanjaringan p
aru, TBC, kanker da
n lain-lain.
2) Kondisi yang me
nyebabkan penebal
an membrane perna
pasan, misalnya pa
da
edema paru, pneumo
nia, dan lainnya.
3) Kondisi yang me
nyebabkan rasio ven
tilasi dan perfusi yan
g tidak normal dala
m
beberapa bagian par
u, misalnya pada thro
mbosis paru.
c. Kondisi yang men
yebabkan terganggu
nya pengangkutan o
ksigen dari paru-
paru ke
jaringan
1) Anemia merupaka
n keadaan berkurang
nya jumla total hemo
globin yang tersedia
untuk transfor oksige
n.
2) Keracunan karbo
n dioksida yang m
enyebabkan sebagi
an besar hemoglob
in
menjadi tidak dapat
mengangkut oksigen
.
3) Penurunan aliran
darah ke jaringan y
ang disebabkan ole
h curah jantung yan
g
rendah.
4. Hipoksia
Hipoksia merupaka
n kondisi terjadiny
a kekurangan oksi
gen di dalam jarin
gan.
Hipoks
ia dapat
dibag
kedal
empa
kelom
yaitu
hipoks
hipoksi
i amt pokemia,
a
hipokinetik, overven
tilasi hipoksia, dan h
ipoksia histotoksik.
a. Hipoksemia
Hipoks
merup
emia kondi
kekura
oksig
didala
darah
arteri.
akan
singan
enm
Hipoksemia terbagi
menjadi dua jenis ya
itu hipoksemia hipot
onik (anoksia anoksi
k)
dan hipoksemia is
otonic (anoksia an
emik). Hipoksemia
hipotonik terjadi jik
a
tekanan oksigen dar
ah arteri rendah kare
na karbondioksida d
alam darah tinggi da
n
hipoventilasi. Hipok
semia isotonik terj
adi jika oksigen n
ormal, tetapi jumla
h
oksigen yang dapat diikat hemoglobin sedikit. Hal ini dapat terjadi pada kondisi
anemia dan keracunan karbondioksida.
b. Hipoksia hipokinetik Hipoksia hipokinetik merupakan hipoksia yang terjadi akibat
adanya bendungan atau sumbatan. Hipoksia hipokinetik dibagi menjadi dua jenis
yaitu hipoksia hipokinetik iskemik dan hipoksia hipokinetik kongestif.
c. Overventilasi hipoksia
Overventilasi hipoksia yaitu hipoksia yang terjadi karena aktivitas yang berlebihan
sehingga kemampuan penyediaan oksigen lebih rendah dari penggunaannya.
d. Hipoksia histotoksik
Hipoksia histotoksik yaitu keadaan disaat darah di kapiler jaringan mencukupi, tetapi
jaringan tidak dapt menggunakan oksigen karena pengaruh racun sianida. Hal
tersebut mengakibatkan oksigen kembali dalam darah vena dalam jumlah yang lebih
banyak daripada normal (oksigen darah vena meningkat).
G. Pathway
Pathway
Pernapasan
Oksigenasi
Ventilasi Transportasi
Inspirasi / ekspirasi Adanya sumbatan
inadekuat pada jalan napas Difusi
Obstruksi jalan napas
Pola napas tidak
efektif
Bersihan jalan
nafas tidak
efektif
H. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015), terapi oksigen adalah tindakan pemberian oksigen
melebihi pengambilan oksigen melalui atmosfir atau FiO2 > 21 %. Tujuan terapi oksigen
adalah mengoptimalkan oksigenasi jaringan dan mencegah respirasi respiratorik,
mencegah hipoksia jaringan, menurunkan kerja napas dan kerja otot jantung, serta
mempertahankan PaO2 > 60 % mmHg atau SaO2 > 90 %.
Indikasi pemberian oksigen dapat dilakukan pada :
1. Perubahan frekuensi atau pola napas
2. Perubahan atau gangguan pertukaran gas
3. Hipoksemia
4. Menurunnya kerja napas
5. Menurunnya kerja miokard
6. Trauma berat
Berikut metode-metode yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan oksigen :
a.
Inhalasi oksigen
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015), terdapat dua sistem inhalasi oksigen yaitu
sistem aliran rendah dan sistem aliran tinggi.
1) Sistem aliran rendah Sistem aliran rendah ditujukan pada klien yang memerlukan
oksigen dan masih mampu bernapas sendiri dengan pola pernapasan yang normal.
Sistem ini diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan. Pemberian
oksigen diantaranya dengan menggunakan nasal kanula, sungkup muka sederhana,
sungkup muka dengan kantong rebreathing dan sungkup muka dengan kantong non
rebreathing.
a) Nasal kanula/binasal kanula
Nasal kanula merupakan alat yang sederhana dan dapat memberikan oksigen
dengan aliran 1 – 6 liter/menit dan konsentrasi oksigen sebesar 20% - 40%.
b) Sungkup muka sederhana
Sungkup muka sederhana diberikan secara selang-seling atau dengan aliran 5 –
10 liter/menit dengan konsentrasi oksigen 40 - 60%.
c) Sungkup muka dengan kantong rebreathing
Sungkup muka dengan kantong rebreathing memiliki kantong yang terus
mengembang baik pada saat inspirasi dan ekspirasi. Pada saat pasien inspirasi,
oksigen akan masuk dari sungkup melalui lubang antara sungkup dan kantong
reservoir, ditambah oksigen dari udara kamar yang masuk dalam lubang ekspirasi
pada kantong. Aliran oksigen 8 – 10 liter/menit, dengan konsentrasi 60 – 80%.
d) Sungkup muka dengan kantong nonrebreathing
Sungkup muka nonrebreathing mempunyai dua katup, sat
u katup terbuka pada
saat inspirasi dan tertutup pada saat ekspirasi dan satu k
atup yang fungsinya
mencegah udara masuk pada saat inspirasi dan akan
membuka pada saat
ekspirasi. Pemberian oksigen dengan aliran 10 – 12
liter/menit dengan
konsentrasi oksigen 80 – 100%.
2) Sistem aliran tinggi
Sistem ini memungkinkan pemberian oksigen dengan Fi
O2 lebih stabil dan tidak
terpengaruh oleh tipe pernapasan, sehingga dapat menam
bah konsentrasi oksigen
yang lebih tepat dan teratur. Contoh dari sistem aliran ting
gi adalah dengan ventury
mask atau sungkup muka dengan ventury dengan aliran s
ekitar 2 – 15 liter/menit.
Prinsip pemberian oksigen dengan ventury adalah oksige
n yang menuju sungkup
diatur dengan alat yang memungkinkan konsenstrasi dap
at diatur sesuai dengan
warna alat, misalnya : warna biru 24%, putih 28%, jingga 3
1%, kuning 35%, merah
40%, dan hijau 60%.
b. Fisioterapi dada
Fisioterapi dada merupakan tindakan keperawatan yang dila
kukan dengan cara postural
drainase, clapping, dan vibrating, pada pasien dengan ga
ngguan sistem pernapasan.
Tindakan ini dilakukan dengan tujuan meningkatkan efisi
ensi pola pernapasan dan
membersihkan jalan napas (Hidayat, 2009).
1) Perkusi
Perkusi adalah suatu tindakan menepuk-nepuk kulit tanga
n pada punggung pasien
yang menyerupai mangkok dengan kekuatan penuh
yang dilakukan secara
bergantian dengan tujuan melepaskan sekret pada din
ding bronkus sehingga
pernapasan menjadi lancar.
2) Vibrasi
Vibrasi merupakan suatu tindakan keperawatan dengan c
ara memberikan getaran
yang kuat dengan menggunakan kedua tangan yang dilet
akkan pada dada pasien
secara mendatar, tindakan ini bertujuan untuk meningkatk
an turbulensi udara yang
dihembuskan sehingga sputum yang ada dalam bronkus terl
epas.
3) Postural drainase
Postural drainase merupakan tindakan keperawatan pengelu
aran sekret dari berbagai
segmen paru dengan memanfaatkan gaya gravitasi bumi
dan dalam pengeluaran
sekret tersebut dibutuhkan posisi berbeda pada setiap segm
en paru.
4) Napas dalam dan batuk efektif
Latihan napas dalam merupakan cara bern
apas untuk memperbaiki ventilasi alveolus
atau memelihara pertukaran gas, menc
egah atelektasis, meningkatkan efisiensi
batuk, dan mengurangi stress. Latihan bat
uk efektif merupakan cara yang dilakukan
untuk melatih pasien untuk memiliki kema
mpuan batuk secara efektif dengan tujuan
untuk membersihkan laring, trakea, dan b
ronkiolus, dari sekret atau benda asing di
jalan napas.
5) Penghisapan lendir
Penghisapan lender (suction) merupakan ti
ndakan keperawatan yang dilakukan pada
pasien yang tidak mampu mengeluarka
n sekret atau lender sendiri. Tindakan in
i
memiliki tujuan untuk membersihkan jalan
napas dan memenuhi kebutuhan oksigen
(Hidayat, 2009).
I. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
2. Riwayat Kesehatan
Meliputi pengkajian tentang riwayat masa
lah kesehatan pada sistem pernapasan d
ulu
dan sekarang, gaya hidup, adanya batuk,
sputum, nyeri, dan adanya faktor resiko un
tuk
gangguan status oksigenasi.
a. Masalah pada pernapasan (dahulu dan
sekarang)
b. Riwayat penyakit
1) Nyeri
2) Paparan lingungan
3) Batuk
4) Bunyi nafas
5) Faktor resiko penyakit paru
6) Frekuensi infeksi pernapasan
7) Masalah penyakit paru masa lalu
8) Riwayat penggunaan obat
c. Kebiasaan promosi kesehatan : kebias
aan merokok, kebiasaan dalam bekerja ya
ng
dapat memperberat masalah oksigenasi
d. Stressor yang dialami
e. Status mental dan atau kondisi kesehat
an
3. Pemeriksaan Fisik
a.
Inspeksi. Pada saat melaku
kan inspeksi, perawat men
gamati dan menilai :
1) Tingkat kesadaran pasien
2) Keadaan umum
3) Postur tubuh
4) Turgor kulit dan membra
n mukosa
5) Dada (kontur rongga in
terkosta, diameter anterop
osterior, struktur toraks,
pergerakan dinding dada)
6) Pola napas (frekuensi dan
kedalaman pernapasan, dura
si inspirasi dan ekspirasi)
b. Palpasi
Dilakukan dengaan menggu
nakan tumit tangan pemerik
sa mendatar diatas dada
pasien. Saat palpasi, perawa
t menilai :
1) Taktil fremitus taktil pad
a dada dan punggung pasi
en dengan memintanya
menyebutkan “tujuh-tujuh” s
ecara ulang. Normalnya, fre
mitus taktil akan terasa
pada individu yang sehat da
n meningkat pada kondisi ko
nsolidasi.
Getaran meningkat : pneu
monia, penumpukan sekret
, atektasis yang belum
totalm infark atau fibrosis pa
ru.
Getaran menurun : efusi ple
ura, pneumothorak, peneba
lan pleura, emfisema
atau sumbatan bronkus.
2) Dinding thorak: adakah pu
lsasi, rasa nyeri, tumor, ceku
ngan ? Serta bandingkan
perbedaan dinding thorak ba
gian kanan dan kiri.
c.
Perkusi
Perkusi dilakukan untuk m
enentukan ukuran dan be
ntuk organ dalam serta
mengkaji adanya abnormal
itas, cairan / udara dalam
paru. Normalnya, dada
menghasilkan bunyi resona
n / gaung perkusi. Berikut b
eberapa macam suara
ketukan yang timbul :
1) Sonor. Suara normal terd
engar di seluruh lapang paru
-paru
2) Redup. Suara yang ti
mbul akibat konsolidasi p
aru (pemadatan); tumor,
atalektasis, atau cairan
3) Hipersonor. Suara yang
ditimbulkan lebih keras dib
andingkan dengan suara
sonor; akibat adanya udara
berlebihan di paru-paru
4) Timpani. Suara yang t
erdengar nyaring seperti j
ika memukul gendang.
Normalnya terdengar di ba
wah diafragma kiri, dimana
terletak lambung dan
usus besar. Namun jika terdengar di dinding thorak, artinya tidak normal; akibat
adanya udara
d. Auskultasi
1) Auskultasi sistem kardiovaskuler meliputi: pengkajian dalam mendeteksi bunyi
S1dan S2 normal/tidak normal, bunyi murmur, serta bunyi gesekan. Auskultasi
juga digunakan untuk mengidentifikasi bunyi bruit di atas arteri karotis, aorta
abdomen, dan arteri femoral.
2) Auskultasi bunyi paru dilakukan dengan mendengarkan gerakan udara di
sepanjang lapangan paru. Suara napas tambahan terdengar, jika suatu daerah
paru mengalami kolaps, terdapat cairan atau terjadi obstruksi.
4. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik dilakukan untuk mengkaji status, fungsi dan oksigenasi
pernapasan pasien. Beberapa jenis pemeriksaan diagnostik antara lain :
a. Penilaian ventilasi dan oksigenasi : uji fungsi paru, pemeriksaan gas darah arteri,
oksimetri, pemeriksaan darah lengkap
b. Tes struktur sistem pernapasan : sinar- x dada, bronkoskopi, scan paru
c. Deteksi abnormalitas sel dan infeksi saluran pernapasan : kultur kerongkongan,
sputum, uji kulit torakosintesis
J. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul untuk klien dengan masalah oksigena
si
adalah (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017) :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Pola nafas tidak efektif
K. Rencana Keperawatan
No. D
DX Kep
Tuj
uan
R
en
er Ke ca …. x
a per na
w aw Ti
at ata nd
an n d ak
an an
Krit
eria
Ha
sil
1
Bersihan jalan na Airway
fas Setelah dilak manag
ukan asuhan kepe ement
rawatan selama
tida 2 Jaga kepatenan
k ef R jalan napas: buk
ekti a jalan napas,
f suction, f
isioterapi
dada ses
uai indik
asi
Klien mampuMonitor pembe
Su mengidentifika
rian oksigen, vi
by si dan mence
tal sign tiap ....
ekti gah j
f : faktor ya a
ng dapat m
mengha
mbat jala
n napas
- ak- Mon
Suli Menunjukan adi status
respir
t bic an napas yang itor asi:
pirasi,
ara paten: klien frekue
tamba
ak
nsi han
adany suara
a
-D n Ajarkan teknik
i nafas dalam da
s n batuk napas
p
n
e
a
- Tida e
Ort
op k ad f
ne a su e
a ara n k
apas t
abno i
rmal f
Tidak
ada b Kolaborasi den
unyi gan tim medis
napa pemberian O2,
s tam
baha
n
Ob Mampu men bronkodilato
ye geluarkan sp r, terapi neb
ktif utum dari jal ulizer, insers
: an napas i jalan
- e
S r
nafas
p
,e
-
Terden
s S
gar
m -
e
M e
o g
a
h
a
n
a
s
p
i
r
a
s
i
d - Moni
satur
oksige
a torasin
d
a
- h
Frekun
ensi
b
e P
- Monit
tingka
kesada
reflek
batuk,
Bu n
nyi ort ran,
m mun
e tah,
dan
kem
amp
uan
men
elan
Tinggikan posi
si kepala temp
at tidur 30-45
- deraj
setela
makan
at h
u
naspirasi dan mengurangi dispnea
2 Pola nafas tidak Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama
…. x Airway management
efektif 24 jam - Pantau adanya pucat dan sianosis
Respiratory : ventilation - Pantau efek obat pada status respirasi
Subyektif : - Ekspirasi dada simetris - Pantau bunyi respirasi, pola respirasi, dan
- Tidak terdapat pengunaan otot bantu pernapasan vital sign
- Dispnea - Tidak terdengar bunyi napas tambahan - Kaji TTV dan adanya sianosis
- Ortopnea - TTV dalam batas normal - Kaji adanya penurunan ventilasi dan bunyi
- Fungsi paru menunjukkan nilai dalam batas napas tambahan, serta kebutuhan insersi jalan
Obyektif : normal napas
- Monitor pola pernapasan (bradipnea,
- Penggunaan otot takipnea, hiperventilasi) : kecepatan, irama,
bantu pernapasan kedalaman, dan usaha respirasi
- Fase ekspirasi - Monitor tipe pernapasan :kussmaul, cheyne
memanjang stoker, biot
- Pola napas - Pertahankan pemberian O2 sesuai kebutuhan
- Informasikan dan ajarkan kepada klien dan
abnormal keluarga tentang teknik relaksasi
- Pernapasan cuping - Kolaborasi dengan tim medis untuk program
hidung terapi, pemberian oksigen, bronkodilator,
- Tekanan ekspirasi / nebulizer, serta pemeriksaan medis
inspirasi menurun
DAFTAR PUSTAKA
Eki. (2017). Asuhan Keperawa
tan Gangguan Pmemenuhan K
ebutuhan Oksigen Pada Pasie
n
Dengan Congestive Heart F
ailure (CHF) di IRNA Penya
kit Dalam RSUP DR. M.
Djamil Padang Tahun 2017. P
adang; Politeknik Kesehatan K
emenkes Padang.
Hidayat, A.A. (2009). Pengan
tar Kebutuhan Dasar Manusi
a: Aplikasi Konsep dan Pros
es
Keperawatan. Jakarta; Penerb
it Salemba Medika.
Kusnanto. (2016). Modul Pem
belajaran Pemenuhan Kebutu
han Oksigen. Surabaya; Fakul
tas
Keperawatan Universitas Airl
angga.
Tarwoto & Wartonah. (2015).
Kebutuhan Dasar Manusia d
an Proses Keperawatan Edisi
5.
Jakarta; Penerbit Salemba Me
dika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2
017). Standar Diagnosis Kepe
rawatan Indonesia: Definisi da
n
Indikator Diagnostik. Jakarta;
Dewan Pengurus Pusat PPNI.