1. Definisi kufur
Secara bahasa, kata [ ]ال ُك ْفرberarti menghalangi sesuatu dan menutupinya. Sedangkan secara syar’i
maknanya adalah tidak adanya iman kepada Allah dan para rasul-Nya, baik diiringi dengan mendustakan
atau tidak. Bahkan keraguan dan kebimbangan, serta berpaling dari iman karena hasud (iri), atau
sombong, atau karena mengikuti hawa nafsu yang memalingkannya dari mengikuti risalah para Rasul
pun disebut sebagai kekufuran.
Dengan demikian, makna kufur adalah sebuah sifat bagi setiap orang yang menentang sesuatu dari
perkara yang Allah telah mewajibkan untuk beriman dengannya setelah sesuatu tersebut sampai
kepadanya. Penentangan ini boleh jadi dengan hati tanpa lisan, atau dengan lisan tanpa hati atau
dengan hati dan lisan secara bersamaan atau juga mengamalkan sebuah amalan yang telah datang
sebuah nash yang menyatakan bahwa amalan tersebut mengeluarkan pelakunya dari keimanan.
Didalam al-Fashl, Ibnu Hazm mengatakan, “Bahkan mengingkari sesuatu dari perkara-perkara yang telah
shahih dalilnya bahwa tidak ada iman kecuali dengan membenarkannya adalah sebuah kekufuran.
Demikian pula mengucapkan sesuatu yang telah ditetapkan oleh dalil bahwa mengucapkannya adalah
sebuah kekufuran berarti juga kufur. Dan melakukan sesuatu dari perkara-perkara yang dalil telah
menetapkan bahwa itu adalah sebuah kekufuran berarti juga kufur.
Para ulama telah membagi kekufuran ke dalam beberapa kelompok yang mencakup berbagai bentuk
kesyirikan dan macam-macamnya.
Yang disebut pendustaan itu tidak terjadi kecuali dilakukan oleh orang yang telah mengetahui
kebenaran kemudian menolaknya. Oleh karena itu, Allah telah menafikan anggapan bahwa pendustaan
yang dilakukan oleh orang-orang kafir terhadap Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, adalah
pendustaan yang sejati dan berasal dari hati sanubari, yang benar mereka mendustakan dengan lisan
semata.
Dia berfirman:
ِ فَِإنَّ ُه ْم ال يُ َك ِّذبُونَكَ َولَ ِكنَّ الظَّالِ ِمينَ بِآيَا
)٣٣( َت هَّللا ِ يَ ْج َحدُون
“Karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang dzalim itu
mengingkari ayat-ayat Allah.” (QS al-An’am: 33)
Termasuk kekufuran jenis ini adalah kufur istihlal (menghalalkan hal-hal yang Allah haramkan).
Barangsiapa menghalalkan sesuatu yang telah dia ketahui keharamannya dalam syariat, maka berarti dia
telah mendustakan ajaran yang telah dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Demikian
pula orang yang mengharamkan segala sesuatu yang telah dia ketahui kehalalannya oleh syariat.
“Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan sombong dan adalah ia termasuk golongan orang-
orang yang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 34)
Pada ayat itu, Allah menetapkan hilangnya iman dari orang yang enggan beramal, meskipun dia
mengucapkan keimanan.
Berdasarkan ayat tersebut, jelaslah bahwa yang dimaksud dengan kufur i’radh (berpaling) adalah
meninggalkan kebenaran, tidak mau mempelajarinya dan mengamalkannya, baik berupa ucapan,
perbuatan atau keyakinan.
Berdasarkan ayat di atas, maka barangsiapa yang berpaling dari ajaran rasul dengan ucapan seperti
orang yang mengatakan mengatakan, “aku tidak mau mengikutinya” atau dengan perbuatan seperti
orang yang berpaling dan lari dari mendengar kebenaran yang dibawa oleh Rasul atau meletakkan dua
jarinya di dua telinganya sehingga tidak mendengar kebenaran, atau mendengar kebenaran akan tetapi
hatinya berpaling dengan tidak mengimaninya atau anggota tubuhnya berpaling tidak mau
mengamalkannya maka orang tersebut telah kafir dengan jenis kufur ‘irad.
c. Kufur Nifaq
Adalah kekufuran yang disebabkan tidak adanya pembenaran hati dan amal perbuatannya yang disertai
dengan ketundukan secara dhahir karena riya’ terhadap manusia. Sebagaimana kekufuran Abdullah bin
Ubay bin Salul dan orang-orang munafik yang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman tentang
mereka:
“Diantara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian, padahal
mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-
orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar…” (QS.
al-Baqarah 8–20)
“Dan dia memasuki kebunnya sedang dia dzalim terhadap dirinya sendiri; ia berkata: “Aku kira kebun ini
tidak akan binasa selama-lamanya. Dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika
sekiranya aku kembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik
dari pada kebun-kebun itu.” Kawannya (yang mukmin) berkata kepadanya -sedang dia bercakap-cakap
dengannya: “Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah, Kemudian dari
setetes air mani, lalu dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna?” Tetapi aku (percaya
bahwa): Dialah Allah, Tuhanku, dan Aku tidak mempersekutukan seorangpun dengan Tuhanku.” (QS al-
Kahfi: 35-38)
Kesimpulan :
Maka kita simpulkan dari ini semua bahwa kekufuran yang merupakan lawan daripada iman kadang bisa
berupa pendustaan dengan hati yang merupakan kebalikan dari ucapan hati (baca keyakinan).
Terkadang kekufuran itu berupa perbuatan hati seperti membenci Allah Subhanahu wa Ta’ala, ayat-
ayat-Nya atau membenci Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Rasa benci ini jelas bertolak belakang
dengan rasa cinta yang merupakan amal hati yang paling penting.
Demikian pula kekufuran bisa berupa ucapan lisan yang terang-terangan seperti mencaci maki Allah
Subhanahu wa Ta’ala, kadang pula bisa berupa perbuatan anggota tubuh seperti bersujud kepada
berhala dan menyembelih (baca membuat sesaji) untuk selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jadi
sebagaimana iman itu berkaitan dengan hati, lisan dan anggota tubuh, maka kekufuran juga berkaitan
dengan hati lisan dan anggota tubuh. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala melindungi kita dari kekufuran
dan berbagai cabangnya dan menghiasi kita dengan perhiasan iman, serta memberikan kita petunjuk
dan menjadikan kita sebagai orang-orang yang mendapatkan petunjuk Amin