KONSEP KOLABORASI
OLEH :
PO5303212210254
2A
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-
Nya, saya dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “ Konsep Kolaborasi ”.
Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, terima kasih kepada koordinator mata
perkuliahan Konsep Dasar Keperawatan, yaitu ibu Uly Agustine, S.Kp,M.Kep yang telah memberikan
tugas makalah ini.
Saya menyadari makalah ini belum sempurna, baik dari isi maupun sistematika penulisannya,
maka dari itu saya berterima kasih apabila ada kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata, semoga bermanfaat bagi rekan-rekan seperjuangan khususnya program studi ilmu
keperawatan waikabubak nantinya.
Daftar Isi
A. Pengertian Kolaborasi..............................................................................................
B. Komponen – Komponen Kolaborasi .......................................................................
C. Nilai – Nilai dasar Kolaborasi .................................................................................
D. Keuntungan Kolaborasi ...........................................................................................
A. Kesimpilan ...............................................................................................................
B. Saran
Daftar Pustaka......................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kolaborasi
Saling menghargai terjadi saat dua orang atau lebih menunjukkan ataumerasa
terhormat atau berharga terhadap satu sama lain. Dan rasa percayaterjadi saat
seseorang percaya terhadap tindakan orang lain. Salingmenghargai maupun
rasa percaya menyiratkan suatu proses dan hasil yangdilakukan bersama.
Tanpa adanya saling menghargai maka kerja samatidak akan terjadi. Yang
dimaksud dengan pentingnya menghargai satusama lain yaitu:
1. Dapat mengurangi perbedaan status professional.
Agar kolaborasi yang dibentuk benar-benar bisa mendapatkan kinerja yang optimal
sebagaimana yang diharapkan, bangunan kolaborasi yang didirikan oleh para kolaborator
itu harus dilengkapi dengan beberapa komponen kolaborasi yang kokoh.
KomponenKomponen kolaborasi tersebut meliputi hal berikut.
1. Collaborative structure
Hal ini merupakan komponen pertama yang harus mendapatkan persetujuan dari
para kolaborator. Struktur kolaborasi yang telah dibentuk atau disusun
berdasarkan kesepakatan dari para kolaborator selanjutnya dijadikan sebagai
pedoman bagi para kolaborator untuk bertindak, baik untuk mengatur tindakan
yang dilakukan secara kolektif maupun secara individual, dalam menangani
berbagai issue yang muncul. Selanjutnya, struktur tersebut harus dituangkan
dalam MOU atau sebagai peraturan tertulis yang disepakati bersama oleh pihak-
pihak pihak yang berkolaborasi. Berdasarkan struktur yang ditetapkan secara
formal itulah, segala aktivitas kolaborasi harus berproses dan direalisasikan.
2. Vision, mission, dan strategy
Hal ini merupakan komponen yang kedua yang menguraikan wawasan ke depan
(vision atau forecasting) yang ingin dicapai oleh para kolaborator. Visi yang baik
harus didukung oleh indikator yang jelas Misalnya, menggunakan SMART
indicators yang terdiri atas specific, measurable, attainable, reasonable, dan
timebond. Berangkat dari visi itulah yang selanjutnya digunakan untuk
menetapkan misi atau tugas-tugas pekerjaan apa saja yang harus dilakukan demi
terwujudnya visi yang telah ditetapkan atau disepakati bersama. Selanjutnya,perlu
ditetapkannya strategi yang tepat (metode, teknis, dan taktik serta teknik) apa saja
yang harus diterapkan untuk mempermudah pelaksanaan tugas pekerjaan yang
cepat, tepat akurat, efisien, dan efektif sehingga dapat memberikan nilai manfaat
yang lebih besar bagi semua anggota kolaborasi.
3. Collaborative culture
Hal ini merupakan seperangkat proses kerja, baik yang birokratis maupun
nonbirokrasi, yang dilaksanakan dan dikelola oleh tim-tim kolaborasi dari
kerjasama yang profesional, baik yang dilakukan secara individual maupun secara
teamwork berdasarkan ketentuan yang tertuang dalam struktur dan kultur dalam
berkolaborasiCollaborative leadership Suatu proses kepemimpinan collegial yang
harus dilaksanakan secara profesional dan fungsional demi terjaganya
pelaksanaan kerja kolaboratif secara solid sehingga kolaborasi yang telah
dibangun tersebut benar-benar mampu menggapai tujuan yang telah ditetapkan
dengan cara yang efisien dan efektif.
Sementara itu, menurut Friend dan Cook (2010), setiap bentuk kolaborasi harus memiliki
minimal lima komponen yang meliputi hal berikut.
Berdasarkan gambar tersebut, Fiend dan Cook (2010) menjelaskan hal berikut.
PertamaPertama, titik tekan penyelenggaraan kolaborasi terletak pada komponen
komitmen yang telah disepakati oleh para kolaborator. Adanya komitmen dari para
individu yang berkolaborasi tersebut dijadikan sebagai peranti dalam menetapkan
tanggung jawab para individu dalam menjalankan tugasnya yang meliputi kepercayaan
para individu tentang besarnya manfaat yang bisa diperoleh melalui kerja sama yang ia
lakukan bersama para kolega ataupun anggota tim serta kepercayaan mereka terhadap
manfaat yang diperoleh melalui proses belajar dengan pihak-pihak lain. Kedua,
kemampuan berkomunikasi masing-masing individu, terutama yang terkait dengan
konteks kerjasama antaranggota. Para kolega dan para profesional ataupun dengan
anggota komunitas lainnya yang relevan dengan cara memahami berbagai budaya yang
berbeda serta latar belakang bahasa yang berbeda-beda pula. Ketiga, proses interaksi
masing-masing individu ataupun kelompok yang berkaitan dengan konseptualisasi tentang
sebuah aktivitas yang terkait dengan pemecahan masalah. Di samping itu, juga yang terkait
dengan kemauan mereka untuk berkonsultasi dengan orang-orang terkait yang relevan
serta yang memiliki kemampuan atau keahlian berkomunikasi dalam melakukan negosiasi
terkait dengan hal-hal yang mendasar. Keempat, dalam sebuah kolaborasi harus
dicantumkan komponen tentang penyusunan program dan pemberian layanan yang
berkaitan dengan konteks kolaborasi itu sendiri. Dalam hal ini, program dan pelayanan
harus terfokus pada program-program kegiatan yang dibutuhkan sesuai dengan jenis atau
bidang yang dikolaborasikan. Kelima, komponen konteks sebagaikomponen yang terakhir
merujuk pada kebutuhan tentang lingkungan, yakni lingkungan ideal yang seperti apakah
yang dibutuhkan oleh kolaborasi itu dalam menjalankan aktivitasnya.
Bagi semua pihak, baik secara personal maupun secara kelembagaan yang hendak
membangun kolaborasi, mereka harus meyakinkan terlebih dahulu apakah kolaborasi
yang akan dibentuk atau didirikan itu telah memiliki konsep yang kuat tentang lima
komponen tersebut. Masing-masing pihak harus saling mempelajari, memahami, dan
membuat kesepakatan terlebih dahulu tentang deskripsi lengkap yang tertuang dalam
masing-masing komponen. Apabila mereka sudah mencapai kesepakatan yang bulat dan
tidak ada salah satu calon kolaborator yang merasa dirugikan baik secara materiel maupun
nonmateriel, baru mereka diperkenankan untuk menandatangani akta kesepahaman atau
agreement atas pendirian kolaborasi. Hal ini agar pada kemudian hari tidak terjadi konflik
antaranggota yang disebabkan oleh adanya berbagai aspek yang merugikan salah satu
pihak.
4. Empati (empathy)
Masing-masing kolaborator harus memiliki rasa empati yang dalam terhadap semua pihak
yang terlibat, yakni sebuah sikap yang didasarkan pada perasaan dan kejiwaan/emosional yang
mendalam terhadap mitra kerjanya sehingga di antara mereka tidak ada rencana sedikit pun
untuk berkhianat satu sama lain.
5. Risiko (risk)
Semua anggota kolaborasi harus memiliki nilai yang sama tentang kemungkinan adanya
sebuah ‘risiko’ yang muncul. Risiko tidak boleh dinilai sebagai sebuah kesalahan semata
dalam sebuah perencanaan. Sebaliknya, harus dianggap sebagai konsekuen negatif yang harus
dihindari sehingga mereka akan selalu berhati-hati, serius, dan penuh perhitungan yang mantap
dalam memutuskan suatu tindakan. Manajemen yang baik adalah sebuah manajemen yang
selalu mempertimbangkan berbagai risiko yang tidak diinginkan
6. Keberhasilan (success)
Keberhasilan (success), yakni perasaan yang positif dan penuh semangat yang ditanamkan
secara kuat kepada semua anggota kolaborasi bahwa hanya kata ‘kesuksesan’ yang harus
menyemangati aktivitas mereka. Keinginan yang kuat untuk bisa mencapai keberhasilan harus
menjadi landasan dalam bertindak, sehingga nantinya dapat memberikan kepuasan bagi
mereka yang telah berjerih payah dalam bekerja. Dengan demikian semua anggota kolaborasi
akan memiliki spirit of hard work demi keberhasilan mereka semua.
4. Konsensus (consensus)
Masing-masing kolaborator hendaknya mengedepankan terciptanya spirit of consensus, yakni
semangat dalam mengedepankan sikap yang demokratis dalam membahas program kerja
ataupun di dalam melakukan penanggulangan masalah yang terkait dengan proses
penyelenggaraan kolaborasi.
5. Penuh rasa tanggung jawab dan sikap yang akuntabel (full responsibility and accountability)
Perlu dibangunnya rasa tanggung jawab secara penuh serta tindakan-tindakan yang akuntabel
terhadap penyelesaian pekerjaan dan permasalahan, terutama adanya kemungkinan tanggung
gugat atau ketidakpuasan yang berasal dari pihak ketiga.
D. Keuntungan Kolaborasi
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kolaborasi adalah hubungan kerja diantara tenaga kesehatan dalam
memeberikan pelayanan kepada pasien/klien. Kolaborasi dilakukan dengan 2 atau
lebih profesi yang berbeda. Dalam kolaborasi terjadi konflik sehingga dilakukan
negosiasi. Negosiasi adalah cara untuk menyelesaikan masalah atau konflik yang
terjadi.
B. Saran
Diharapkan bagi yang melakukan kolaborasi dan terjadi konflik dapat
melakukan negosiasi secara baik sehingga penyelesaian konflik dapat berlangsung
dengan baik dan tidak menimbulkan masalah yang lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Nursalam. 2011.
ManajemenKeperawatan:AplikasiDalamPraktikKeperawatanProfesional.Edisi
3. Jakarta: SalembaMedika
Siegler, E.L. dan Whitney, F.W. 2000. Kolaborasi perawat – dokter. Jakarta:EGC.