Anda di halaman 1dari 23

`herneenazir.

com

7 Hikmah Bersahur - herneenazir

Hernee Nazir

1–2 minutes

7 Hikmah Bersahur | Assalamualaikum. Alhamdulillah hari ni dah masuk hari ke empat berpuasa. Maknanya dah empat hari juga kita bersahur. Setakat ni kami
masih tak skip sahur. Almaklumlah Abang Ilham pun berpuasa. Ummi pun jenis tak boleh tak sahur kecuali memang terbabas ??

7 Hikmah Bersahur

Dapat mengamalkan Sunnah Rasulullah SAW.

Dapat menjauhi amalan puasa bangsa yahudi, yang berpuasa tanpa sahur.

Membekalkan tenaga untuk beribadat kepada Allah SWT.

Meningkatkan keikhlasan untuk beribadat kepada Allah SWT.

Menghilangkan perasaan marah ketika beribadat.

Doa semasa bersahur amat mustajab di sisi Allah SWT.

Semasa bersahur kita akan mengingati Allah SWT kerana kita bangun bersahur sebagai permulaan melakukan ibadat kepada Allah SWT.

Ok jom kita tengok 7 Hikmah Bersahur.

Sumber Kitab Fadhail A’mal.

Petua Pemakanan Waktu Bersahur

7823 total views , 3 views today

merdeka.com

Puasanya Orang-orang yang Saleh, Ketahui Berbagai Tandanya | merdeka.com

6–8 minutes

Puasanya Orang-orang yang Saleh, Ketahui Berbagai Tandanya Ilustrasi buka puasa. © Islam.ru

Merdeka.com - Dalam ajaran Islam, tentu Anda sudah tidak asing dengan istilah orang saleh. Orang saleh sering kali dikaitkan dengan orang-orang yang
mempunyai tingkat keimanan lebih baik dari orang biasa. Dalam hal ini, orang-orang yang saleh adalah mereka yang rajin mengerjakan ibadah dan berbagai
amalan baik lainnya untuk mendapatkan rahmat kebaikan dari Allah.

Selain golongan orang saleh, menurut pandangan Imam Al Ghazali juga terdapat dua golongan orang lain, yaitu orang awam dan orang pilihan seperti wali dan
nabi. Orang awam, orang saleh, dan wali atau nabi ini mempunyai tingkat keimanan yang berbeda. Di mana orang awam adalah golongan paling bawah,
kemudian orang saleh menempati tingkat kedua, dan wali atau nabi adalah tingkat tertinggi.

taboola mid article

Perbedaan tingkat iman yang dimiliki oleh ketiga golongan orang ini tentu mempengaruhi bagaimana mereka menjalankan ibadah, termasuk ibadah puasa. Bagi
golongan orang awam, ibadah puasa yang dilakukan hanya sekedar menahan lapar dan dahaga hingga waktu maghrib. Sedangkan puasanya orang-orang yang
saleh lebih dari itu. Dalam hal ini terdapat beberapa tanda yang menunjukkan puasanya orang-orang yang saleh.

Mulai dari puasa dengan menjaga pandangan, ucapan, pendengaran, hingga sikap yang tidak berlebihan saat berbuka puasa. Beberapa tanda-tanda ini perlu
Anda pahami dengan baik, dengan begitu Anda bisa menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dilansir dari NU Online, berikut kami merangkum tanda
puasanya orang-orang yang saleh perlu Anda ketahui.

2 dari 7 halaman

Menjaga Pandangan

ilustrasi mata lelah

gazettenet.com

Puasanya orang-orang yang saleh pertama tidak hanya menahan lapar dan dahaga, melainkan juga menjaga pandangan. Dalam hal ini, golongan orang saleh
menjaga kedua mata agar tidak melihat dari berbagai hal yang mengarah pada maksiat.

Sebab, berbagai hal yang dilihat bisa mengalihkan perhatian hati yang menjauhkan diri dari Allah. Hal ini pun dijelaskan dalam suatu hadist, di mana Rasulullah
bersabda :

“Pandangan adalah anak panah yang beracun dari Iblis terkutuk. Barangsiapa yang menjauhinya karena takut kepada Allah, maka Allah akan menganugerahi
manisnya keimanan dalam hatinya.”

1
3 dari 7 halaman

Menjaga Lisan dan Ucapan

Puasanya orang-orang yang saleh juga termasuk sikap menjaga lisan dan ucapan. Dalam hal ini, orang saleh yang menjalankan ibadah puasa berusaha untuk
menjaga lisan dan ucapan tanpa makna, seperti berbohong, ghibah, mengadu domba, berkata kasar, dan berbagai ucapan yang memicu perselisihan.

Pada poin kedua ini, Imam Al Ghazali menjelaskan bahwa pernah terdapat kisah dua perempuan yang mengadu pada Rasulullah karena tidak kuat berpuasa.
Mendengar hal itu, Rasulullah berkata bahwa kedua perempuan tersebut sejatinya sudah batal puasa terlebih dahulu karena telah mengumpat atau melakukan
ghibah.

4 dari 7 halaman

Menjaga Pendengaran

ilustrasi telinga©2013 Merdeka.com/Shutterstock/zwola fasola

Puasanya orang-orang yang saleh berikutnya yaitu menjaga pendengaran. Selain menahan lapar, dahaga, menjaga penglihatan, dan lisan, orang saleh yang
sedang berpuasa juga menjaga pendengaran mereka dari berbagai yang diharamkan.

Menurut Imam Al Ghazali, sesuatu yang haram untuk diucapkan berarti juga haram untuk didengarkan. Seperti kata-kata kotor atau mengumpat, termasuk juga
mendengarkan ghibah. Dalam hal ini, terdapat satu hadist di mana Rasulullah pernah bersabda :

"Orang yang mengumpat dan orang yang mendengarkannya, sama-sama mendapatkan dosa.”

Dengan begitu, dapat dipahami bahwa jika Anda ingin menjadi golongan orang saleh, maka ibadah puasa yang dijalankan juga perlu menjaga pendengaran
dengan baik. Seperti menjaga pendengaran dari berbagai kata-kata buruk seperti umpatan maupun turut mendengarkan saat orang sedang berghibah. Jika hal
ini diterapkan dalam kehidupan sehari-hari maka ibadah puasa yang dijalankan akan mendapatkan kualitas yang lebih baik.

5 dari 7 halaman

Menjaga Semua Anggota Tubuh

Menjaga semua anggota tubuh juga termasuk salah satu tanda puasanya orang-orang yang saleh. Artinya, golongan orang saleh yang menjalankan ibadah puasa
berusaha sebaik mungkin untuk menjaga semua anggota tubuh, termasuk tangan, kaki, dan anggota tubuh lainnya dari perbuatan dosa. Misalnya seperti
menghindari konsumsi makanan buka puasa yang status kehalalannya diragukan atau tidak jelas.

Begitu pula ketika orang menjaga agar tidak berbuka secara berlebihan saat menjalankan ibadah puasa. Imam Al Ghazali pun menjelaskan bahwa kebiasaan
makan berlebihan saat berbuka puasa ini sudah ada sejak 920 tahun yang lalu.

Dengan begitu, sudah selayaknya setiap umat muslim menjaga nafsu makan dengan baik terutama saat berbuka puasa agar tidak berlebihan. Sebab, konsumsi
makanan yang berlebihan, termasuk saat berbuka puasa tidak baik untuk kesehatan.

6 dari 7 halaman

Tidak Berlebihan Saat Berbuka

puasa© Islam.ru

Seperti yang telah disebutkan pada poin sebelumnya, bahwa puasanya orang-orang yang saleh juga termasuk menjaga sikap agar tidak berlebihan saat berbuka
puasa. Telah dianjurkan bahwa sebaiknya konsumsi makanan saat berbuka puasa dilakukan secukupnya saja tidak sampai kekenyangan.

Dalam hal ini, Imam Al Ghazali menjelaskan bahwa perut yang paling dibenci oleh Allah adalah perut yang terlalu kenyang, meskipun dipenuhi oleh makanan
halal. Oleh karena itu, setiap umat muslim perlu memperhatikan pola makannya saat berbuka puasa dan sebaiknya menghindari sikap berlebihan yang dibenci
oleh Allah.

7 dari 7 halaman

Hati yang Harap Cemas

Puasanya orang-orang yang saleh terakhir adalah mereka yang memiliki perasaan penuh harap dan cemas setelah berbuka puasa. Selain menahan lapar dan
dahaga, orang yang saleh juga mengharapkan agar puasa yang dijalankan dapat diterima oleh Allah.

Sikap berharap ini juga perlu disertai dengan perasaan cemas karena hanya Allah yang ibadah mana yang diterima dan baik bagi-Nya. Hal ini diperjelas dalam
sebuah kutipan oleh Imam Al Ghazali yaitu sebagai berikut :

“Banyak orang berpuasa, tapi sejatinya tidak. Pun sebaliknya, banyak orang tidak berpuasa, tapi sesungguhnya dialah orang yang berpuasa.”

[ayi]

addeen.my

MERUNGKAI HIKMAH PUASA RAMADAN - Addeen.my

Dr. Abdul Basit Haji Abdul Rahman (Abu Anas Madani)

5–7 minutes

2
Hikmah Kewajipan Berpuasa

MOHON ustaz kupas tentang hikmah Allah s.w.t. mewajibkan puasa ke atas kita.

Puasa yang menjadi kewajipan umat Islam ini mengandungi banyak hikmah. Allah mengajar banyak perkara dengannya. Antara hikmah puasa ialah:

1 Tanda syukur kepada Allah.

Mengerjakan ibadah bererti kita bersyukur kepada Allah atas nikmat-Nya yang dianugerahkan kepada kita yang tidak terhitung banyaknya. Firman Allah yang
bermaksud: “Dan jika kamu hendak mengira nikmat Allah, kamu tidak akan dapat menghitungnya.” (Surahal-Nahl 16: 18)

2Praktik jujur dan amanah.

Larangan-larangan ketika berpuasa adalah amanah daripada Allah kepada kita. Bayangkan kita berada di tempat yang sunyi dan tidak ada seorang pun melihat.
Jika diikutkan nafsu, kita boleh sahaja makan dan minum tanpa diketahui orang lain. Tetapi kita tidak melakukannya kerana yakin bahawa Allah melihat semua
perbuatan kita. Maka didikan amanah inilah yang hendak kita amalkan sepanjang kehidupan.

3Melatih diri mengawal nafsu.

Puasa mengajar kita menahan nafsu yang sering terarah kepada sifat kebinatangan yang hanya memikirkan tentang makan minum, hubungan jenis dan
seumpamanya. Jika kita dapat mengendalikannya dengan betul, nafsu kita boleh naik taraf dan menjadi lebih dekat dengan malaikat. Kalau nafsu sudah bersih
dan naik taraf, kita akan lebih mudah mengerjakan ibadah dengan niat lebih bersih dan ikhlas.

4Menjaga kesihatan.

Doktor dan ahli perubatan selalu menasihatkan supaya jangan terlalu banyak mengambil makanan dan minuman kerana boleh menyebabkan penyakit.

5Melemahkan nafsu syahwat.

Jika seseorang tidak mampu berkahwin dan bimbang terjerumus dalam perzinaan, dia disuruh berpuasa supaya gelojak nafsunya berkurangan. Rasulullah
bersabda yang bermaksud: “Wahai golongan pemuda, sesiapa antara kamu yang mampu berkahwin, hendaklah dia berkahwin. Sesiapa yang tidak mampu,
hendaklah dia berpuasa kerana yang demikian itu dapat mengurangkan nafsunya.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)

6Belas kasihan terhadap golongan miskin.

Kita akan sedar bagaimana susahnya orang miskin yang sering menahan lapar dan dahaga bukan hanya sekadar 12 atau 14 jam, tetapi mungkin untuk dua tiga
hari. Akhirnya puasa itu dapat menggerakkan hati kita untuk menolong mereka.

7Perut Ringan, Otak Cergas.

Rasulullah s.a.w. pernah bersabda yang bermaksud: “… Cukup bagi seorang manusia beberapa suapan untuk menegakkan tulangnya. Jika ia mesti makan
berlebih, maka sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman dan sepertiga untuk nafasnya.” (Riwayat al-Tirmizi). Luqman al-Hakim pernah menasihati
anaknya: “Wahai anakku, kalau engkau penuhi perutmu, akan tidurlah fikiranmu dan akan gelap hikmah. Anggota badan akan malas dan tidak mahu beribadah.”
Ada seorang doktor berkata: “Satu-satu ubat yang tiada kesan sampingan ialah amalan makan apabila betul-betul lapar dan berhenti makan ketika masih
menginginkannya.”

merungkai-hikmah-puasa-1

Hikmah disegerakan berbuka dan dilambatkan bersahur

Boleh ustaz memperincikan pula hikmah kita digesa supaya menyegerakan berbuka dan melambat-lambatkan bersahur?

Anjuran sunnah agar segera berbuka apabila tiba waktunya dan melewatkan sahur menunjukkan bahawa Islam tidak ingin memberatkan umatnya. Kita
diperintahkan untuk beribadah, namun jangan berlebihan sehingga boleh merosakkan badan. Berbuka puasa dengan segera walaupun hanya dengan sebiji
tamar dan seteguk air akan menghilangkan rasa lapar dan dahaga yang ditahan sejak pagi. Adalah makruh menunda berbuka hingga terlalu lama menahan lapar
lalu melemahkan diri daripada melakukan ibadat lain seperti solat wajib dan sunat tarawih.

Rasulullah bersabda yang bermaksud: “Allah berfirman: ‘Hamba yang paling aku sukai ialah orang yang paling bersegera berbuka puasa.’” (Riwayat al- Tirmizi).

Manakala bersahur itu sendiri (sekalipun hanya dengan seteguk air) adalah sunnah dan disunatkan pula untuk melewatkannya sehingga akhir waktu (menjelang
imsak). Antara hikmahnya yang jelas adalah:

1Dapat mendorong diri untuk melakukan solat malam (tahajud dan lain-lain).

2Solat Subuh berjemaah di masjid.

3Mengubah perangai mereka yang biasa melewatkan solat Subuh dengan solat pada awal waktu.

4 Dapat mengurangkan rasa lapar kerana kita hanya benar-benar mula berpuasa pada waktunya.

merungkai-hikmah-puasa-2

Hikmah Solat Tarawih

Antara ibadah unik dalam bulan Ramadan ialah solat tarawih. Bolehkah ustaz jelaskan hukum dan hikmahnya?

3
Solat tarawih adalah antara amalan sunat yang amat besar pahala serta banyak hikmah dan kelebihannya. Ini kerana amalan ini boleh menghapuskan (kaffarah)
dosa-dosa seseorang. Ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bermaksud: “Sesiapa yang bangun pada waktu malam bulan Ramadan dan
menunaikan solat dengan penuh keimanan dan semata-mata kerana mengharap pahala daripada Allah, maka diampunkan dosanya yang telah lalu.”

Menurut Imam al-Nawawi, hadis di atas menerangkan bahawa orang yang mendapat keampunan daripada Allah ialah orang yang bersolat sunat tarawih dan
yakin tentang kelebihannya dengan janji Allah serta meniatkan bahawa perbuatan itu semata-mata kerana Allah (mengharap pahala daripada Allah) dan tidak
riak. Para ulama sepakat berpendapat bahawa solat tarawih hukumnya sunat.

Wallahu a‘lam.

Dr. Abdul Basit Abd Rahman

Sumber artikel daripada Majalah Al-Ustaz Isu No.5

harakahdaily.net

Hikmah bangun awal untuk bersahur

2–3 minutes

ِ ‫ َتسَحَّ ُروا َفِإنَّ فِي ال َّس ُح‬: ‫ْن مَالِكٍ رَ ضِ يَ هَّللا ُ َع ْن ُه َقا َل َقا َل ال َّن ِبيُّ صَ لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
‫ور بَرَ َك ًة‬ ِ ‫عن َأ َن‬
ِ ‫سب‬

“Daripada Anas bin Malik R.A katanya, Nabi S.A.W bersabda: “Hendaklah kamu bersahur kerana pada sahur itu terdapat keberkatan.”

(Hadis Sahih Riwayat al-Bukhari, no.1923)

Advertisement

Para ulamak telah bersepakat bahawa bersahur merupakan perkara yang disunatkan dan digalakkan. Ianya bukanlah perkara wajib, namun pada zahirnya
terdapat keberkatan ketika bersahur.

Jika dilihat dari sudut yang lain pula, amalan bersahur dapat mendorong kita untuk bangun awal sebelum waktu Subuh di mana Allah S.W.T menerangkan dalam
al-Quran bahawa pada waktu ashar iaitu sebelum terbitnya fajar adalah waktu untuk banyak beristighfar.

Firman Allah S.W.T:

‫َأۡل‬ ۡ ۡ ۡ
ِ َ‫ٱلص َّٰـ ِب ِرینَ َوٱلص َّٰـ ِدقِینَ َوٱل َق ٰـ ِنتِینَ َوٱلمُنفِقِینَ َوٱلم ُۡس َت ۡغف ِِرینَ ِبٱ ۡسح‬
‫ار‬

“(Dan juga) orang-orang yang sabar (dalam menjunjung perintah Allah), dan orang-orang yang benar (perkataan dan hatinya), dan orang-orang yang sentiasa
taat (akan perintah Allah), dan orang-orang yang membelanjakan hartanya (pada jalan Allah), dan orang-orang yang beristighfar (memohon ampun) pada waktu
sahur.”

(ali-Imran: 17)

َ‫ار هُمۡ ی َۡس َت ۡغفِرُون‬ ‫َأۡل‬ ۟


ِ َ‫َكا ُنوا َقلِی ࣰلا مِّنَ ٱلَّ ۡی ِل مَا ی َۡهجَ عُونَ َو ِبٱ ۡسح‬

“Mereka (orang-orang bertakwa) sentiasa mengambil sedikit sahaja: masa dari waktu malam untuk mereka tidur. Dan pada waktu akhir malam (sebelum fajar)
pula, mereka selalu beristighfar kepada Allah (memohon ampun).”

(Al-Zariyat: 17-18)

Secara tidak langsung, kita dilatih selama sebulan dalam bulan Ramadan untuk bangun awal sebelum waktu Subuh agar kita biasakan diri untuk beristighfar
memohon keampunan Allah S.W.T sehingga di luar bulan Ramadan.

JAWATANKUASA PENAJA DEWAN ULAMAK PAS KAWASAN GOMBAK – HARAKAHDAILY 13/4/2021

Whats-App-Image-2023-06-06-at-5-54-25-PM

maktabahalbakri.com

#1142: Hikmah dan Adab Bersahur

Dr. Zulkifli Mohamad Al-Bakri

6–7 minutes

Post Views: 163

Soalan:

Boleh terangkan apakah hikmah bersahur serta nyatakan adab-adab bersahur?

Jawapan:

Alhamdulillah, kami rafa’kan syukur kepada-Nya, selawat dan salam ke atas junjungan Nabi SAW, keluarganya, para sahabat dan mereka yang mengikut jejak
langkahnya hingga Hari Kiamat.

Kami mulakan dengan sebuah hadith yang diriwayatkan oleh oleh Anas Bin Malik RA, bahawa Rasulullah SAW bersabda:

4
‫ور بَرَ َك ًة‬
ِ ‫ َفِإنَّ فِي ال ُّس ُح‬،‫َتسَحَّ ُروا‬

Maksudnya : “Bersahurlah kamu, sesungguhnya pada sahur itu terdapat keberkatan.”

Sahih al-Bukhari (1923) dan Muslim (1095)

Beza Sahur (‫ )السَّحور‬dan Suhur (‫)السُّحور‬

Dalam hadith yang disebutkan, terdapat dua pandangan dalam kalimah sahur, iaitu, Sahur (‫ )السَّحور‬dengan baris fathah (baris atas) dan suhur (‫ )السُّحور‬dengan
baris dhammah (baris depan).

Imam Ibn Hajar al-‘Asqalani menyebutkan dalam Fath al-Bari: “Kalimah Sahur adalah dengan baris fathah (‫ )السَّحور‬dan dhammah (‫)السُّحور‬, kerana yang
dimaksudkan dengan keberkatan adalalah ganjaran dan pahala, maka yang sesuai adalah dengan baris dhammah kerana ianya adalah masdar (kata terbitan),
dengan makna perbuatan bersahur atau keberkatan.” (Lihat Fath al-Bari, 4/140)

Dalam kitab Lisan al-‘Arab karangan Ibn Mandzur, Sahur (‫ )السَّحور‬membawa maksud makanan sahur dan minumannya. (Lihat Lisan al-‘Arab, oleh Ibn Mandzur,
4/351).

Imam al-Azhari berkata: “Sahur (‫ )السَّحور‬ialah apa yang disahurkan dengannya pada waktu sahur daripada makanan atau susu atau apa-apa jenis makanan yang
dimakan pada ketika itu. sebagai contoh, telah bersahur seorang lelaki makanan itu, iaitu memakannya. (Lihat Tahdzib al-Lughah, oleh Muhammad bin Ahmad
bin al-Azhari al-Harawi, 4/171-172).

Imam Ibn al-Athir pula menyebut: “Sahur (‫ )السَّحور‬dengan baris fathah ialah apa yang disahurkan daripada makanan dan minuman, Manakala suhur (‫)السُّحور‬
dengan dhammah adalah masdar dan fi’il (perbuatan) itu sendiri, dan kebanyakan yang diriwayatkan adalah dengan baris fathah, dan dikatakan yang tepat
adalah dengan baris dhammah, kerana apabila huruf sin itu berbaris fathah, ianya membawa maksud makanan. Manakala barakah, ganjaran dan pahala adalah
pada perbuatan, bukan pada makanan.” (Lihat al-Nihayah fi Gharib al-Hadith wa al-Athar, oleh Ibn al-Athir, 2/347).

Imam al-Nawawi ketika mensyarahkan hadith menyatakan bahawa hadith ini menunjukkan galakan dalam bersahur. Telah berlaku ijma’ dalam kalangan ulama’
bahawa bersahur adalah sunat dan ia bukanlah wajib. Adapun keberkatan padanya bermaksud dengan bersahur akan menguatkan seseorang itu untuk berpuasa
dan membuat seseorang itu bersemangat dengan bersahur.

Di samping itu, dengan bersahur akan membuat keinginan seseorang itu untuk berpuasa bertambah, disebabkan kurangnya kesusahan yang dialami bagi orang
yang bersahur (disebabkan keberkatan bersahur). Ini adalah pendapat yang betul dan mu’tamad pada makna hadith ini. Dikatakan juga, keberkatan yang
dimaksudkan adalah dengan berjaga malam, berzikir, berdoa pada waktu yang mulia iaitu waktu turunnya rahmat dan diqabulkan (diterima) doa dan istighfar.
(Lihat al-Minhaj, 7/206) Kita juga disunatkan melewatkan bersahur dan mempercepatkan berbuka.

Ibn Hajar al-‘Asqalani dalam mensyarahkan hadith ini menyebut: “Berkat pada sahur terhasil daripada sudut yang pelbagai, iaitu mengikut sunnah, serta
berlawanan dengan ahli kitab, dan ianya menguatkan tenaga untuk melakukan ibadah puasa, serta menambahkan semangat untuk berpuasa, menahan daripada
perbuatan yang tidak baik disebabkan oleh lapar, penyebab memberi sedekah kepada yang meminta, dan sebab kepada berzikir dan berdoa, waktu mustajab
untuk berdoa, dan waktu niat untuk berpuasa bagi yang lupa berniat sebelum tidur. (Lihat Fath al-Bari, 4/140)

Justeru, keberkatan bersahur yang ditunjukkan dalam hadith ini terbahagi kepada dua jenis keberkatan:

Keberkatan Syar’iyyah: iaitu keberkatan dalam mengikut sunnah baginda Rasulullah SAW, mendapat ganjaran dan pahala, penyebab kepada berzikir, berdoa,
beristighfar pada waktu sahur yang merupakan waktu yang mustajab doanya.

Keberkatan Badaniyah: iaitu keberkatan pada sahur tersebut memberikan bekalan nutrien dan tenaga kepada badan serta menguatkan semangat untuk
berpuasa, dan menahan diri daripada melakukan perbuatan yang tidak baik disebabkan oleh lapar.

Semoga kita sentiasa bersahur pada setiap hari sebagai mukadimah untuk puasa kita di samping untuk meraih keberkatan serta doa daripada Allah dan malaikat-
Nya. Daripada Abu Sa’id al-Khudri, sabda Rasulullah SAW:

َّ َ ‫ َفِإنَّ هَّللا‬، ‫ َولَ ْو َأنْ يَجْ رَ عَ َأحَ ُد ُك ْم جُرْ ع ًَة مِنْ مَا ٍء‬، ُ‫ َفالَ َتدَ عُوه‬، ‫السَّحُ ورُ َأ ْكلُ ُه بَرَ َك ٌة‬
َ‫عَز َوجَ َّل َو َمالَِئ َك َت ُه يُصَ لُّونَ َعلَى ا ْل ُم َتسَحِّ ِرين‬

Maksudnya: “Makan pada waktu sahur adalah satu keberkatan. Jangan pernah kalian meninggalkannya walaupun hanya dengan satu tegukan air. Sesungguhnya
Allah memberikan rahmat dan para malaikat pula mendoakan ke atas orang yang bersahur.”

Riwayat Imam Ahmad (11102), Ibn Abi Syaibah (9013) dan al-Tabarani dalam al-Mu’jam al-Ausat (8064). Syeikh Syuaib al-Arna’ut menyatakan hadith ini sahih
dalam takhrij al-Musnad.

Bertarikh: 23 Mac 2023 bersamaan 1 Ramadhan 1444H

Berkelulusan PhD dengan pengkhususan dalam bidang fatwa di USM, beliau juga merupakan Ahli Dewan Negara, Anggota The Muslim Council of Elders (UAE),
Anggota The Assembly of Muslim Jurists of America (USA), mantan Menteri di JPM (Hal Ehwal Agama) dan mantan Mufti Wilayah Persekutuan. Antara guru
beliau sepanjang pengajian di peringkat BA (Madinah) dan MA (Syria) adalah Syeikh Dr. Muhammad Sa'id Ramadhan al-Buti, Syeikh Muhammad 'Ali Thani,
Syeikh Rushdi Qalam, Syeikh Dr. Muhammad Abdullatif Soleh al-Farfour, Syeikh Dr. Muhammad bin Muhammad al-Mukhtar al-Syinqiti, Syeikh Dr. Muhsin
al-'Abbad dan ramai lagi.

tzkrh.com

5 Hikmah Anda Bangun Bersahur

6–7 minutes

Dalam bulan Ramadan kita dianjurkan dan disunatkan untuk bersahur. Bersahur adalah sunnah Nabi Muhammad S.A.W yang tidak seharusnya kita tinggalkan.

5
Makan dan minumlah walaupun sedikit pada ketika itu. Kerana ia mempunyai banyak kelebihan dan hikmah disebaliknya.

Selain itu, sahur juga sunat untuk dilewatkan. Berbeza pula dengan waktu berbuka puasa. Berbuka puasa haruslah disegerakan dan jangan ditangguh-
tangguhkan.

Persoalannya, apakah hikmah di sebalik amalan bersahur? Jom sama-sama kita mengetahui beberapa hikmah dalam amalan bersahur.

#1- Dalam Bersahur Ada Keberkatan

Daripada Anas bin Malik R.A, Rasulullah S.A.W bersabda yang bermaksud:

“Bersahurlah, kerana pada sahur tersebut ada keberkatan.”Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim

Menurut Imam al-Nawawi dalam syarahnya mengenai hadis di atas menyebut:

“Pada hadith ini menunjukkan galakan untuk bersahur. Ulama’ telah bersepakat bahawa bersahur itu sunat dan digalakkan, dan ianya bukanlah wajib, namun
pada zahirnya, terdapat berkat dalam sahur itu kerana ia menguatkan dan memberi semangat untuk berpuasa, menjadikannya sebab dan galakan untuk
menambahkan puasa disebabkan keringanan beban bagi orang telah bersahur, dan ia adalah pandangan yang tepat yang muktamad maknanya. Dan dikatakan:
Ditambah pula dengan perbuatan bangun, berzikir, berdoa pada waktu yang mulia, iaitu waktu diturunkan rahmat, dimakbulkan doa dan istighfar.”Lihat Syarh
al-Nawawi ‘ala Sahih Muslim 7/206

#2- Memberikan Tenaga

Di siang hari bulan Ramadan kita juga memerlukan tenaga di dalam badan untuk melakukan aktiviti harian seperti di bulan lain. Namun disebabkan kita tidak
dibenarkan makan dan minum maka tahap tenaga kita menjadi kurang.

Oleh sebab itulah, kita disunatkan untuk bersahur sebelum waktu Subuh. Bersahur dapat menampung dan memberi sumber tenaga untuk kita meneruskan
puasa pada siang hari. Tidaklah menjadi terlalu letih dan penat.

Insha Allah, bersahur dapat memberi bekalan yang cukup untuk badan kita bagi meneruskan puasa pada hari tersebut.

#3- Melakukan Ibadah Sunat Pada Waktu Sahur

Ketika bangun untuk bersahur, kita mempunyai sedikit masa yang boleh digunakan untuk melakukan ibadah sunat kepada Allah S.W.T.

Ibadah itu tidak bermakna tempoh masanya panjang. Ada ibadah yang cukup ringkas, tidak berat dan boleh diamalkan.

Contoh ibadah ringkas yang boleh dibuat pada waktu bersahur adalah beristighfar. Istighfar tidak memerlukan masa yang banyak. Sekurang-kurangnya tidak
sampai seminit untuk beristighfar sepuluh kali. Sebaik-baiknya banyakkan beristighfar pada ketika itu.

Selain itu, banyakkan berdoa kepada Allah S.W.T. Pohonlah apa-apa sahaja permintaan. Insha Allah, doa kita akan dimakbulkan kerana ketika itu termasuk
waktu-waktu yang dimustajabkan doa.

Jika ada masa lagi, boleh tambahkan dengan membaca al-Quran dan bersolat Tahajud. Sungguh luas jalan kebaikan yang boleh dibuat ketika itu.

#4- Merasai Kesusahan Hidup Orang Lain

Mungkin kita tidak sedari bahawa bersahur ini mengajar kita sesuatu erti kehidupan kepada kita. Ia mengajar erti pengorbanan insan lain yang ingin meneruskan
kehidupan mereka.

Analogi mudah, seorang wanita yang bangun awal untuk membuat nasi lemak. Nasi lemak itu akan dijual di gerai-gerai berdekatan.

Begitulah pengorbanan mereka untuk meneruskan kehidupan. Jika tidak bangun awal, mereka tidak akan mendapat duit pada hari itu. Dan ia dapat menjejaskan
kehidupan mereka. Begitulah kehidupan insan lain yang mungkin kita tidak rasai.

Bersahur telah mengajar kita untuk merasai kesusahan mereka untuk bangun pagi. Walau susah dan mengantuk, mereka tetap meneruskan langkah. Kerana
mereka memerlukan sesuap nasi untuk menampung kehidupan mereka. Bersyukurlah dengan apa yang ada.

#5- Baik Untuk Kesihatan

Di awal pagi adalah waktu yang baik untuk kesihatan badan kita. Kita dapat menghirup udara segar yang tidak dicemari.

Selain itu, bersahur dapat menjaga badan kita daripada merasa lemah pada siang hari. Kerana bersahur sudah menyimpan sumber makanan untuk digunakan
pada waktu siang hari.

Begitulah bijaksananya Allah S.W.T menyusun segala syariatnya untuk kita semua. Allah S.W.T sudah mengetahui apa yang terbaik untuk hambaNya. Dan kita
sebagai hambaNya seharusnya sedar bahawa segala yang diperintahNya mempunyai kebaikan yang banyak.

Kesimpulan

Janganlah dirugikan masa dengan hanya tidur sahaja di malam hari. Ambillah sedikit masa untuk bangun dan bersahur. Bersahurlah walaupun hanya seteguk air
dan sebiji kurma. Jangan sesekali ditinggalkan seperti yang disebut di atas kerana ia mempunyai keberkatan.

Rebutlah peluang keemasan yang ada selagi kita masih bernafas. Kita tidak tahu mungkin ini adalah Ramadan kita yang terakhir.

Maka buatlah dengan sehabis baik. Dan ketahuilah sesungguhnya setiap kesusahan kita akan mendapat ganjaran di sisiNya. Waallahu a’lam.

6
Rujukan:

1. Ramadan Puasa Dan Iktikaf (Penulis:Muhamad Zuhaili Saiman)

2. Fatwa Mufti

Kongsikan Artikel Ini

Nabi Muhammad s.a.w berpesan, “sampaikanlah dariku walau satu ayat” dan “setiap kebaikan adalah sedekah.” Apabila anda kongsikan artikel ini, ia juga
adalah sebahagian dari dakwah dan sedekah. Insyallah lebih ramai yang akan mendapat manafaat.

Fazli Abdullah

Dilahirkan di Kedah. Hobi membaca dalam genre agama dan motivasi. Mengemari lagu nasyid. Menjadikan penulisan sebagai medan penyebaran ilmu dan
kebenaran. tzkrh.com adalah ruangan penulisan pertamanya menulis dengan serius.

Facebook

Instagram

hmetro.com.my

Keberkatan bangun bersahur

Dr Taufiq Yap Yun Hin

4–5 minutes

Amalan berpuasa bermula sejak zaman Nabi Adam lagi dan ia berterusan hingga kini.

Menurut sejarawan Islam, Ibnu Kathir, Nabi Adam berpuasa selama tiga hari setiap bulan sepanjang tahun.

Nabi Adam juga dikatakan berpuasa pada 10 Muharam sebagai rasa syukur kerana bertemu dengan isterinya, Hawa, di Arafah.

Nabi Nuh berpuasa selama tiga hari setiap bulan sepanjang tahun, seperti puasanya Nabi Adam.

Nabi Daud pula berpuasa secara berselang-seli iaitu sehari berpuasa dan sehari berbuka.

Nabi Muhammad SAW bersabda yang bermaksud: “Puasa yang amat dikasihi oleh Allah adalah puasa Nabi Daud yang berpuasa sehari dan berbuka sehari.”
(Hadis Riwayat al-Tirmizi dan al-Nasa’i)

Manakala Nabi Musa pula berpuasa selama 40 hari 40 malam dalam persiapan menerima wahyu daripada Allah SWT di Bukit Sinai.

Nabi Isa diriwayatkan pernah berpuasa selama 40 hari, manakala dalam kalangan penyokongnya iaitu al-Hawariyun berpuasa daripada makan daging, ikan, telur
dan susu.

Sebelum puasa sebulan Ramadan difardukan, Nabi Muhammad SAW sudah biasa dengan amalan puasa.

Baginda berpuasa di hari Asyura’ (10 Muharam) dan puasa tiga hari setiap bulan.

Amalan berpuasa 10 Muharam turut menjadi amalan orang Quraisy Makkah, orang Yahudi dan Nasrani di Madinah.

Amalan berpuasa di hari itu terus menjadi amalan Rasulullah SAW setelah hijrah Baginda ke Madinah sehinggalah turun ayat yang memerintah umat Islam
berpuasa pada Ramadan pada tahun ke-2 Hijrah.

Walaupun amalan berpuasa adalah kesinambungan amalan nabi-nabi terdahulu, tetapi amalan itu sangat istimewa bagi umat Islam.

Daripada Amru bin al-‘As RA, bahawa Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud: “Perbezaan di antara puasa umat Islam dengan puasa ahli kitab (Yahudi dan
Nasrani) itu ialah dengan makan sahur.” (Hadis Riwayat Muslim)

Bersahur digalakkan bagi mereka yang berpuasa kerana ia adalah sunnah. Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud: “Bersahurlah, kerana sesungguhnya pada
sahur (makanan) itu ada keberkatan.” (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim)

Mengantuk, letih dan penat bukan alasan untuk tidak bangun bersahur kerana ia dapat membantu menguatkan tubuh badan serta memberi tenaga pada siang
hari di samping aktiviti yang perlu dilaksana pada masa berkenaan.

Daripada Abu Said al-Khudri meriwayatkan daripada Nabi SAW yang bermaksud: “Semua sahur adalah berkat. Sebab itu, jangan kalian tinggalkan meskipun salah
seorang daripada kalian hanya minum seteguk air. Sesungguhnya Allah dan kalangan malaikat-Nya memberikan selawat untuk orang-orang yang bersahur.”
(Hadis Riwayat Ahmad)

Bersahur pula hendaklah dilewatkan dan menghampiri waktu fajar. Prof Dr Yusuf Al-Qardhawi menjelaskan, mengakhirkan sahur termasuk juga amalan sunnah,
malah ia bermanfaat untuk memendekkan waktu lapar dan menahan diri daripada perkara ditegah ketika berpuasa.

Firman Allah SWT dalam Surah al-Baqarah, ayat 187 yang bermaksud: “dan makanlah dan minumlah sehingga nyata kepada kamu benang putih (cahaya siang)
daripada benang hitam (kegelapan malam) iaitu waktu fajar...”

Sabda Nabi SAW yang bermaksud: “Umatku terus berada dalam kebaikan, selagi mereka menyegerakan berbuka puasa dan melewatkan bersahur.” (Hadis
Riwayat Iman Ahmad)
7
Jelas kelebihan bersahur dapat melatih kita untuk mengerjakan solat sunat tahajud. Kesempatan untuk bangun sebelum waktu Subuh di luar Ramadan jarang
berlaku.

Dengan bersahur, maka kita dapat menggunakan waktu yang singkat itu dengan efektif selain dapat mengerjakan sekurang-kurangnya dua rakaat solat sunat
Tahajud.

Kemuliaan yang ada dalam solat itu dinyatakan dalam firman Allah SWT yang bermaksud: “Dan pada sebahagian malam hari bertahajudlah kamu sebagai suatu
ibadat tambahan bagimu; mudah-mudahan Rabbmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” (Surah Al-Israa, ayat 79)

Penulis Presiden Persatuan Cina Muslim Malaysia (MACMA) dan Profesor di Universiti Putra Malaysia

tzkrh.com

Apakah Tujuan Ramadan Yang Sebenar

4–5 minutes

Apabila ditanya apakah hikmah kita perlu berpuasa pada bulan Ramadan, seringkali kita memberi jawapan – supaya dapat merasai kesusahan yang dialami oleh
orang fakir miskin. Mungkin ada keperluan harian yang tidak mencukupi, kadang-kadang ada hari perut tidak berisi.

Jawapan itu benar, namun bukan itu sahaja. Di sebalik perintah yang diturunkan supaya kita berpuasa pada bulan Ramadan, ada tujuan utama mengapa kita
perlu menempuh Ramadan.

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kamu bertakwa” (Surah Al-
Baqarah 2: 183)

Taqwa Itu Letaknya Di Mana

Rasulullah SAW bersabda,

‫ ويشير إلى صدره ثالث مرات‬.‫التقوى ههنا‬.

“Takwa itu (terletak) di sini”, dan beliau menunjuk ke dada (hati) beliau tiga kali” (HR. Muslim, no. 2564)

Imam an-Nawawi ketika menjelaskan makna hadis di atas, beliau berkata, “Ertinya: Sesungguhnya amalan perbuatan yang terzahir (pada anggota badan)
tidaklah (mesti) menunjukkan adanya takwa (yang hakiki pada diri seseorang). Akan tetapi, takwa (yang sebenarnya) terwujud pada apa yang terdapat dalam
hati (manusia), berupa pengagungan, ketakutan dan (selalu) merasakan pengawasan Allah Ta’ala.” (Kitab Syarh Sahih Muslim)

Apa Kata Para Soleh Tentang Taqwa

Sayidina Ali RA pula berkata: “Takwa ialah takut kepada Tuhan yang mulia, beramal dengan kitab yang diturunkan. Reda dengan sedikit dan bersiap sedia untuk
hari kesudahan.”

Abu Bakar Muhammad al-Rauzabari Rahimahullah berkata: “Takwa ialah menjauhi apa yang menjauhimu daripada Tuhan.”

Talaq bin Habib Rahimahullah berkata: “Takwa ialah amalan dengan dengan ketaatan kepada Allah SWT.”

Abu Hafs Rahimahullah berkata: “Takwa hanya pada perkara yang halal semata-mata dan bukan yang lain.”

Ibn Ataillah Rahimahullah pula berkata: “Takwa terbahagi kepada dua, iaitu zahir dan batin. Zahirya ialah dengan menjaga had dan batasan serta batinnya pula
dengan niat dan ikhlas.”

Abdullah bin Mas’ud R.A mengatakan: “Takwa adalah kamu sentiasa mengingati Allah SWT dan tidak melupakannya, dipatuhi dan tidak diderhakai, disyukuri dan
tidak diingkari.”

Adakah Kita Mempunyai Taqwa?

Sehari demi sehari berlalu dan Ramadan hampir tiba ke penghujungnya. Namun adakah kita telah menjadi seorang yang bertakwa dan dekat dengan Allah.
Adakah kita memenuhi tujuan Ramadan sebagaimana pada awalnya kita diingatkan? Atau perjalanan Ramadan kita semakin dikaburkan dengan segala macam
kesibukan, tugas seharian, persiapan raya dan sebagainya.

Kita memang tidak pernah dapat menilai secara tepat sejauh mana rasa takwa yang ada di hati, namun jika kita jujur bertanya pada diri – sejauh mana
kesungguhan dan keazaman kita menghadapi Ramadan, kita mungkin akan mendapat jawapannya.

Walaupun Ramadan semakin melabuhkan tirainya, walaupun mungkin kita telah banyak mensia-siakan peluang kebaikan di bulan Ramadan, namun belum
terlambat untuk kembali membetulkan kompas dan arah kita untuk menempuh bulan mulia ini dengan lebih baik.

Pasakkan dalam diri, bahawa tujuan kita menempuh Ramadan yang paling utama adalah meraih takwa, dan menjadi hamba yang lebih baik di sisi Tuhan.

Rujukan: Mufti Wilayah Persekutuan

Kongsikan Artikel Ini

Nabi Muhammad s.a.w berpesan, “sampaikanlah dariku walau satu ayat” dan “setiap kebaikan adalah sedekah.” Apabila anda kongsikan artikel ini, ia juga
adalah sebahagian dari dakwah dan sedekah. Insyallah lebih ramai yang akan mendapat manafaat.

Natirah Azira

8
Beliau merupakan graduan Universiti Islam Antarabangsa Malaysia dalam bidang Al-Quran dan Sunnah. Pernah mendalami bidang Psikologi selama dua tahun
dan sekarang sedang menyambung pengajian peringkat Ijazah Sarjana dalam bidang Kaunseling di Universiti Sains Malaysia.

bharian.com.my

Puasa patut didorong keimanan, bukan warisan adat

Norhayati Paradi

5–7 minutes

Kita akan teliti dalam memilih rumah kerana tahu tujuan pemilikan serta fungsi rumah itu. Jika atap atau lantainya rapuh, maka akan diperbaiki mahupun diganti
dengan kadar segera bagi memastikan ia mampu terus melengkapkan peranannya sebagai kediaman.

Tamsilan itu dijadikan mukadimah pertemuan menerusi program Islam Itu Indah bersama Ustaz Pahrol Mohd Juoi yang bersiaran Rabu lalu di

IKIMfm. Namun beliau berkata, ironinya ia tidak berlaku kepada ibadah puasa.

Walaupun tidak tahu peranan ibadah puasa, kita tetap melaksanakan tanpa punya perasaan untuk membaikinya. Menerusi usia yang telah di pinjamkan Allah
SWT ini, adakah sudah memenuhi tuntutan dan tujuan sebenar ibadah puasa dilaksanakan?

Firman Allah SWT yang bermaksud: "Wahai orang yang beriman! Kamu diwajibkan berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang yang terdahulu daripada kamu,
supaya kamu bertakwa." (Surah al-Baqarah, ayat 183)

Matlamat ibadah puasa

Matlamat ibadah puasa adalah untuk melahirkan insan yang bertakwa yang menjaga hukum-hakam Allah SWT dan sebagai ganjaran, mendapat pembelaan serta
keberkatan hidup daripada Allah SWT.

Jika puasa tidak memberi impak takwa seperti melahirkan akhlak mulia, secara tidak langsung ia boleh dijadikan kayu ukur tahap ibadah puasa yang telah
dilaksanakan. Hadirnya takwa dalam diri sewajarnya akan meningkatkan kualiti itqan dalam kerja dengan sifat cekap, berkesan serta produktif.

Imbas kembali ibadah puasa yang dilaksanakan, adakah buah takwa sudah menampakkan putiknya atau masih tiada bayangan? Jika pohon puasa tidak berbuah,
Pahrol menyarankan untuk kita melakukan dua perkara.

Pertama, selidik kembali benih yang digunakan dan periksa dengan teliti keadaan pohon itu. Teliti kembali jenis benih dan tahap kesuburannya, dibimbangi
benih itu sebenarnya sudah tercemar dengan ulat. Lihat proses ia membesar dan menjadi pohon.

Berdasarkan firman Allah SWT mengenai kewajipan berpuasa dan dikaitkan dengan tamsilan pohon, maka benih itu ibarat iman kerana dengan iman akan
membuahkan takwa seperti sabda Rasulullah SAW daripada Abu Hurairah: "Barang siapa yang berpuasa dengan penuh keimanan dan keikhlasan nescaya akan
diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (Riwayat Imam Nasai'e, Ibn Majah, Ibn Habban dan Baihaqi)

Ini bermakna, bagi yang benar-benar melaksanakan ibadah puasa akan keluar daripada Ramadan dalam keadaan bersih daripada segala dosa menepati maksud
sebenar 'fitrah' (Aidilfitri) dengan syarat menjalani ibadah puasa penuh keimanan serta keikhlasan kerana Allah SWT.

Ibadah puasa hendaklah dilakukan atas dorongan iman dan kepatuhan pada perintah-Nya, rasa takut serta kecintaan yang hakiki kepada Allah SWT. Akur dan
patuh kepada sumber yang tidak terlihat pada mata, tapi tahu wujud-Nya.

Umat Islam perlu muhasabah diri tatkala berbicara mengenai puasa. Semak kembali tujuan puasa dilaksanakan sama ada kerana iman, ibadah atau adat. Jika
berpuasa kerana adat, bermakna ia hanya diwarisi yang diterima daripada nenek moyang serta keturunan terdahulu.

Maka akan lahir umat yang menjaga ketepatan waktu puasa, tetapi mengabaikan ketepatan waktu solatnya. Sedangkan solat itu lebih utama berbanding puasa
kerana puasa mengikut adat kebiasaan yang dididik orang terdahulu dan bukannya mengikut iman yang memberi kefahaman jelas kedudukan ibadah puasa.

Terkadang masyarakat Islam lebih berat menitikberatkan ibadah puasa kepada anak berbanding solat. Ibu tidak akan keberatan mengetuk pintu bilik anak
mengejutkan untuk bersahur berbanding mengetuk pintu bilik bagi tujuan bersolat Subuh.

Ibadah warisan dalam solat tarawih

Selain itu, ibadah warisan ini dapat dilihat tatkala bersolat sunat tarawih yang serius dilakukan berbanding solat Subuh secara berjemaah.

Berpuasa juga ada kalanya dilakukan atas keinginan meraih hikmah berpuasa bukan sebagai salah satu cara pengabdian diri kepada Ilahi. Tidak dinafikan, ibadah
puasa secara tidak langsung dapat membantu dalam pengurusan kesihatan termasuk penurunan berat badan selain dapat merasakan kelaparan orang miskin.

Tetapi hikmah di sebalik ibadah puasa itu tidak boleh diletakkan sebagai sandaran atau dasar dalam beribadah. Jika ibadah dilakukan atas dasar hikmah semata,
natijahnya pohon ibadah itu akan goyah dan tidak kukuh. Ibadah yang didorong hikmah adalah tidak konsisten.

Puasa itu menahan dalam erti kata mendidik dan menundukkan nafsu, bukannya sekadar menyekat nafsu. Sesungguhnya nafsu dan kejahatan manusia
berpunca daripada dua elemen iaitu perut dan kemaluan. Jika mampu menjaga perut, bererti berjaya mendidik diri untuk mengawal nafsu seks.

Sesungguhnya ujian hawa nafsu itu tidak pernah terhenti. Justeru, hadirnya Ramadan ini dapat mendidik diri untuk 11 bulan seterusnya atas kehebatan serta
kemuliaan yang dikurniakan Allah SWT padanya serta memahami realiti kehidupan sebagai hamba yang Esa.

Pada Ramadan ini, setiap individu sebenarnya dapat melihat warna sebenar diri sama ada kebaikan mahupun kejahatan yang wujud pada diri. Jika pada bulan
yang sungguh kondusif untuk melihat dan memperbaiki diri masih tegar melakukan kejahatan bermakna diri berada pada situasi berbahaya dan kritikal.

Penulis ialah Penyampai dan Penerbit Rancangan Kanan IKIMfm


9
sabah.gov.my

Ibadah Puasa

5–6 minutes

KEPENTINGAN IBADAH PUASA

Oleh: Fadzila Azni @ Sukainah At Thahirah Ahmad

Assalamu'alaikum wrh.

Ibadah puasa adalah termasuk dalam rukun Islam. Ini bermakna puasa termasuk ibadah yang terpokok. Yang menjadi perkara asas untuk membina peribadi
Muslim. Apa yang ada pada puasa hingga dipilih ALLAH untuk masuk senarai rukun Islam? Mula-mula orang yang ingin pada Islam disuruh buat pengakuan dan
kesaksian keyakinannya pada ALLAH dan Rasul: "Aku naik saksi bahawa tiada Tuhan melainkan ALLAH dan Muhammad itu pesuruh ALLAH."

Pengakuan ini kemudian disuruh buktikan melalui sembahyang. Berbagai ikrar, janji dan harapan kita bisikkan kepada ALLAH sewaktu sembahyang demi
membuktikan kita taat tunduk (rukuk dan sujud) kepada-Nya. Menyatakan kerelaan fizikal dan mental kita menyerah diri kepada ALLAH. Menajamkan rasa

kehambaan di dalam hati dan menyuburkan rasa berTuhan di dalam jiwa.

Ibadah puasa jatuh nombor ketiga iaitu selepas ibadah sembahyang. Maksudnya, selepas membuat pengakuan taat setia, maka kita diuji dengan suatu perintah
aneh iaitu puasa. Kita tidak dibenarkan makan disiang hari selama sebulan sekalipun lapar dan makanan ada dihadapan mata. Ertinya ALLAH mahu mendidik kita
untuk

susah, berletih lesu, menahan keinginan pada sesuatu sekalipun ia ada di hadapan mata. Bukankah itu aneh? Orang yang jahil dan kurang faham akan
menganggap ia

sebagai suatu penyiksaan dan bebanan lantaran itu berlalunya Ramadhan disambut dengan riang. Apa sebenarnya yang ALLAH kehendaki dari puasa?

Menahan keinginan terhadap sesuatu yang kita ingini adalah sesuatu yang perlu dan penting. Istilah kecewa atau frust lahir dari seseorang yang tidak dapat

menahan hati dari keinginan yang tidak tercapai. Dan kecewa adalah penyakit lumrah dalam masyarakat kini. Terkadang penyakit kecewa boleh membawa
manusia kepada pelbagai lagi penyakit-penyakit jiwa yang lain.

Dan ini akan terus berlaku sebab kehidupan manusia selalunya terlalu banyak keinginan-keinginan yang tidak tercapai. Walau betapa bijak, kaya dan berkuasa

seseorang itu, dia tentu tidak dapat menolak taqdir ALLAH. ALLAH sudah tentukan bahawa tiap manusia itu akan diuji.

Tidak tahu sabar adalah suatu kekurangan yang merbahaya. Terlalu banyak perkara di dalam kehidupan yang meminta agar kita dapat berlaku sabar. Di dalam

menunaikan perintah-perintah ALLAH, di dalam menghadapi musibah dan kesabaran yang paling utama adalah bersabar di dalam meninggalkan

larangan-larangan ALLAH lahir dan bathin.

Imam Bukhari ketika bermunajat dengan ALLAH berbisik-bisik:- "Bukan aku tidak sabar dengan ujian-Mu ya ALLAH, cuma hendak mengadu pada Mu, tempat aku
kembali nanti. Memohon ketenangan, keampunan dan mutmainnah."

Begitulah seharusnya hati orang Mukmin tatkala berhadapan dengan persoalan hidup. Mereka tunduk dan patuh kepada kehendak ALLAH kerana merasakan

segala-gala yang berlaku adalah dengan keizinan dan kemahuan ALLAH. Malah mereka memuji-muji ALLAH kerana Maha Bijaksana dan Maha Adil-Nya
melakukan kejadian itu. Kalau ujian berupa nikmat, mereka bersyukur bersama airmata kesyukuran dan kalau berupa kesusahan, mereka bersabar dan redha
bersama airmata kesabaran.

UNTUK TUJUAN INILAH PUASA ITU DIPERINTAHKAN. ALLAH TENTUKAN KEHIDUPAN DI DUNIA ADALAH PERGILIRAN NIKMAT

DAN UJIAN. DAN KEBAHAGIAAN SEBENAR IALAH PADA MEREKA YANG BOLEH BERSYUKUR DAN BERSABAR. SEBAB ITU ALLAH

MAHU DIDIK MANUSIA KE ARAH ITU.

Bila kita berpuasa bererti kita mengajak diri kita bersabar terhadap keinginan kerana ALLAH, bukan kerana lain-lain. Dan kalau ini dilatih, dibiasakan selama

sebulan, ertinya kita membuat latihan jiwa untuk bersabar, untuk patuh menanggung kesusahan kerana

ALLAH.

Jiwa yang apabila berhadapan dengan kejadian yang malang, kecewa, hampa, susah dan kegagalan akan tunduk dan sabar dengan ALLAH, kerana ALLAH. Kita
boleh berikhtiar untuk elakkan kemalangan itu tapi bukan dengan hati yang panas, marah-marah dan memberontak. Sebaliknya kesabaran menghadapi ujian
semakin meningkatkan rasa kehambaan di dalam hati kerana merasakan lemahnya dia untuk menolak taqdir dan kuasa ALLAH. Inilah jiwa yang tenang.

Seseorang yang merasakan puasanya selama ini tidak membuatkan jiwanya mahu bersabar dengan keinginan yang tidak tercapai, kesusahan dan kegagalan,
samalah dengan orang yang tidak berpuasa. Maka kalau puasa tidak membuahkan akhlak yang mulia dengan ALLAH dan sesama manusia, maka jadilah puasa itu
sepertimana sabda Rasulullah; "Tidaklah diperolehi apa-apa dari puasa itu melainkan hanya lapar dan dahaga."

Kita berlindung dengan ALLAH daripada kerugian demikian.

Wassalam.

10
ikim.gov.my

Puasa Lemahkan Nafsu Haiwaniah

Dr. Nik Roskiman bin Abdul Samad 06/05/2019

6–7 minutes

Alhamdulillah kita bertemu lagi bulan Ramadan, bulan mulia dan bulan rahmat. Bulan yang sepatutnya menjadi bulan latihan meningkatkan keimananan dan
ketaqwaan kita kepada Allah SWT, sesuai dengan tujuan berpuasa itu “semoga dengan itu kamu menjadi orang yang bertaqwa” (Al-Baqarah”:183).

Persoalannya: bertaqwakah kita setelah berpuluh tahun menjalani ibadah puasa? Kenapa keimanan dan ketaqwaan kita masih di takuk lama? Banyak sebabnya,
namun antaranya adalah kerana kita berpuasa ikut-ikutan, berpuasa kerana memang telah datang bulan Ramadan, dan semua orang berpuasa lalu kita pun
terpaksa ikut sama berpuasa.

Sikap sebegini tidak akan memberi bekas kepada keimanan dan ketaqwaan kita kerana ia bukan terbit daripada ketundukan ubudiyyah dan ketaatan kita kepada
Allah SWT, tetapi kerana persekitaran adat dan budaya. Orang beginilah yang Baginda SAW bersabda: “Boleh jadi orang yang berpuasa itu tidak mendapat apa-
apa daripada puasanya melainkan lapar dan boleh jadi orang yang bangun malam (Qiyam) tidak mendapat apa-apa daripada Qiyamnya melainkan kepenatan
berjaga malam” [Ibn Majah: 1690].

Untuk ibadah puasa memberi bekas kepada meningkatkan keimanan dan ketaqwaan, ianya perlu bermula dengan kesedaran bahawa matlamat puasa itu ialah
untuk mencapai taqwa kepada Allah SWT, bukan semata-mata untuk berlapar atau dahaga. Tiada apa manfaat yang Allah SWT peroleh dengan membebankan
kita agar meninggalkan makan dan minum. Perintah itu memberi kita kesempatan dan peluang untuk fokus, merenung, muhasabah dan refleksi diri seterusnya
membuat lonjakan transformasi diri agar menjadi insan yang bertaqwa kepada Allah SWT dengan sisa umur yang berbaki.

Ianya seumpama kakitangan yang dihantar untuk menjalani bengkel atau kursus pendek di suatu tempat agar selepas itu kembali dengan lebih bermotivasi,
semangat dan menjadi pekerja yang cekap dan cemerlang. Oleh kerana itulah Ramadan juga sering disebut sebagai suatu “madrasah” atau tempat latihan,
sekolah, bengkel yang bertujuan mendidik dan melatih tubi bagi memantapkan lagi keimanan seseorang dan mentransformasi diri menjadi insan yang lebih baik
daripada sebelumnya, jika pun tidak dapat mencapai tahap taqwā sepenunya. Namun, masih ada yang gagal walaupun menginsafi tujuan dan matlamat
Ramadan itu sendiri, kenapa?

Sebab lain ialah kerana ramai yang tidak mengerti bagaimana jiwa manusia itu berfungsi. Manusia ini tercipta daripada unsur roh dan jasad. Jasad hanyalah
kenderaan bagi roh. Apabila roh berada dalam jasad, roh mengemudi jasad dan mengarahkan jasad mengikut kemahuannya. Roh itu pula dibekalkan dengan
dua kekuatan: kekuatan rasional dan kekuatan kehaiwanan. Kekuatan rasional akal ini berfungsi menerima ilmu, membuat pertimbangan baik dan buruk,
manakala kekuatan kehaiwanan dalam diri manusia pula atau mudahnya dipanggil “nafsu” berfungsi untuk membantu kehidupan manusia di atas mukabumi ini.

Tanpa nafsu, manusia tidak akan membiak, tiada aktiviti, dan alam ini tidak akan dapat ditadbir seperti sepatutnya kerana aktiviti duniawi manusia banyak
didorong oleh nafsu. Namun, nafsu tersebut hendaklah nafsu yang dikawal oleh kekuatan rasional akal baharulah alam ini ditadbir sepertimana yang
dikehendaki oleh Pencipta Alam. Jika tidak ianya akan ditadbir mengikut hawa nafsu dan nescaya akan berlaku banyak kerosakan di atas muka bumi ini. Apa
kaitan hal ini dengan puasa?

Matlamat sebenar puasa ialah untuk melemahkan kekuatan nafsu dan menguatkan kekuatan rasional akal kerana apabila kekuatan nafsu dapat dikawal,
baharulah insan itu menjadi hamba Allah yang benar-benar bertaqwa kepadaNya. Sifat nafsu manusia adalah bersifat “kehaiwanan” dalam erti kata lain
mempunyai persamaan dengan apa yang dilakukan dan disukai oleh haiwan. Antara perlakuan haiwan yang kita berkongsi ialah seperti suka hubungan kelamin,
makan minum, bergaduh, dan banyak lagi. Jika diperhatikan sepanjang bulan Ramadan, kekuatan haiwan inilah yang kita diminta untuk mengawal manakala
kekuatan rasional akal seperti membaca al-Qur’an, berzikir, Solat Terawih digalakkan untuk diperkuat dan dimantapkan.

Kalau kita faham bahawa semangat berpuasa di bulan Ramadan itu ialah untuk melemahkan kekuatan hawa nafsu kebinatangan yang bersarang dalam diri kita,
dan menguatkan kekuatan rasional akal maka kita sudah pasti akan berusaha bersungguh-sungguh untuk mencapai tujuan ini. Sebab itu kurang berkesan bagi
orang yang berpuasa di siang hari, tetapi apabila tiba masa berbuka dia makan seolah-olah mengumpulkan tiga waktu makan: makan pagi, tengahari dan malam
yang sebelum ini dia terlepas. Dengan berbuat begitu, dia sebenarnya telah menguatkan kembali nafsu yang sudah lemah di siang hari dan apa yang dilalui di
siang hari hanya memberi bekas yang sedikit sahaja kepada transformasi rohani dan pembinaan karakter peribadinya.

Dalam diri manusia itu akan sentiasa wujud pertentangan antara dua kekuatan ini, kekuatan rasional akal dan kekuatan nafsu haiwaniah. Untuk menjadi seorang
mukmin sejati dan insan bertaqwa maka kekuatan nafsu haiwaniah itu perlu ditundukkan di bawah kekuatan rasional akal. Selama diri terbelenggu dengan
kekuatan nafsu yang tidak terkawal, maka selama itu dia tidak akan mampu menjadi insan yang sebenar, yang bertaqwa kepada Allah. Insan yang menurut hawa
nafsu ini bukan saja berperangai seperti haiwan, bahkan lebih teruk dan sesat lagi seperti mana Firman Allah SWT, mafhumnya:

“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk
memahami [ayat-ayat Allah] dan mereka mempunyai mata [tetapi]tidak dipergunakan untuk melihat [tanda-tanda kekuasaan Allah] dan mereka mempunyai
telinga [tetapi] tidak dipergunakan untuk mendengar [ayat-ayat Allah]. Mereka itu seperti binatang ternakan, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah
orang-orang yang lalai.” [Al-A’raaf : 179]

jateng.kemenag.go.id

Puasa Mengajarkan Umat Islam Meningkatkan Kepekaan Sosial – Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah

Kantor Kementerian Agama Kabupaten Magelang

3–4 minutes

Kota Mungkid – Puasa mengajarkan umat manusia akan kepekaan sosial. Ketika seseorang melakukan puasa, orang merasakan lapar dan haus, sehingga
menyadari kesulitan orang lain untuk mendapatkan sesuatu untuk dimakan.

11
Demikian pesan K.H Ahmad Labib Asrori, SE, MM, pada acara Targhib Ramadhan dan Santunan UPZ Bersama Dharma Wanita Persatuan Kantor Kemenag Kab.
Magelang, Jumat, (01/04/2022) di Gedung Serba Guna Komplek Kantor Kemenag Kab. Magelang.

Ahmad Labib menyampaikan bahwa sejak bulan Rajab, umat Islam sudah dimotivasi untuk mempersiapkan bulan Ramadhan dengan doa yang sangat mashur:
“Allaahumma baarik lanaa fî rajaba wasya‘baana waballighnaa ramadlaanaa.” (HR. Imam Ahmad, dari Anas bin Malik). Yang artinya: Duhai Allah, berakhilah kami
pada bulan Rajab dan bulan Sya’ban dan pertemukanlah kami dengan bulan Ramadhan.

Ramadhan memiliki nilai yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Karena di bulan Ramadhan orang-orang beriman diperintahkan untuk berpuasa sesuai
perintah Allah Swt dalam Q.S. Al Baqarah ayat 183: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang
sebelum kamu agar kamu bertakwa.

“Ketika seseorang melakukan puasa, orang memahami lapar dan haus, yang membuat seseorang menyadari kesulitan orang lain dalam mendapatkan sesuatu
untuk dimakan. Dari aspek kehidupan sosial, orang akan menyadari kesusahan orang-orang yang menderita kelaparan,” kata Kyai Labib.

Dalam perjalanan Rasulullah Saw, beliau telah mengalami banyak ketidaknyamanan dalam hidup. Sehingga Rasulullah sangat menghayati kesusahan yang
dialami umatnya. Makan dalam berpuasa, kita sangat dianjurkan untuk mengikuti Sunnah beliau, antara lain menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur.

Melalui puasa, kita diajarkan untuk mengendalikan diri karena lawan terberat adalah diri sendiri. Betapa banyak orang yang berpuasa tetapi hanya mendapatkan
lapar dan dahaga saja, sebagaimana sabda Nabi saw: “Banyak orang yang berpuasa, namun ia tak mendapatkan apa pun dari puasanya selain rasa lapar saja,”
(HR Imam Ahmad).

Dalam era kekinian, Kyai Labib menyampaikan kemaksiatan tidak harus ada di luar rumah. Sebab di rumah pun, tayangan televisi dan media sosial menjadi
penyumbang hilangnya pahala puasa. Sebab, ghibah (menggunjing orang lain), dalam bentuk berbagai macam versi telah menghiasi layar televise konten
enternainment.

“Sehingga tantangan terberat saat ini adalah menghindari tayangan TV, dan konten di media sosial yang belum jelas kebenarannya,” lanjut Kyai Labib.

Kyai Labib mendorong agar selalu mengedepankan keikhlasan dalam berpuasa dengan mengharap ridlo Allah Swt agar dosa-dosa kita diampuni, sebagaimana
sabda Nabi Saw: Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, ”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ’Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan
karena iman dan berharap pahala, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).(m45k/Sua).

muftiwp.gov.my

IRSYAD AL-FATWA KHAS RAMADHAN SIRI KE- 151: TANDA–TANDA PENERIMAAN AMALAN PUASA

4–6 minutes

IRSYAD AL-FATWA KHAS RAMADHAN SIRI KE- 151: TANDA–TANDA PENERIMAAN AMALAN PUASA

TANDA TERIMA PUASA.JPG

Soalan

Assalamualaikum SS Dato’ Seri Mufti. Adakah terdapat tanda-tanda bahawa amalan puasa yang kita lakukan diterima oleh Allah SWT? Mohon penjelasan.

Jawapan

Alhamdulillah, pujian dan syukur kepada Ilahi dengan pelbagai kurniaan dan anugerah yang tidak terhitung buat kita semua. Selawat dan salam ke atas Nabi
SAW, keluarga, sahabat dan yang mengikut jejak langkahnya hingga hari kesudahan.

Kami mulakan dengan hadis yang diriwayatkan daripada Abu Hurairah R.A, Rasulullah SAW bersabda:

‫مَنْ صَا َم رَ َمضَانَ ِإيمَا ًنا َواحْ ِتسَابًا ُغفِرَ َل ُه مَا َت َق َّد َم مِنْ َذ ْن ِب ِه‬

Maksudnya: “Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan mengharapkan pahala daripada Allah, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.”

Riwayat al-Bukhari (38) dan Muslim (760)

Al-Hafiz Ibn Hajar menyebut: Yang dimaksudkan dengan berpuasa atas dasar iman ialah berpuasa dengan beri’tiqad akan kefardhuan berpuasa. Manakala yang
dimaksudkan dengan “‫ ”احْ ِتسَابًا‬ialah mengharapkan ganjaran daripada Allah SWT. (Lihat Fath al-Bari, 4/115)

Al-Khattabi berkata: Yang dimaksudkan dengan “ihtisab” ialah berpuasa dengan mengharapkan balasan yang baik daripada Allah SWT. (Lihat Fath al-Bari, 4/115)

Menjawab persoalan di atas, Imam Ibn Rajab al-Hanbali menyebut: Sesiapa yang melakukan ketaatan kepada Allah, dan selesai melaksanakannya, antara tanda
diterimanya amalan tersebut adalah dia akan berterusan melakukan ketaatan yang lain selepas itu. Manakala antara tanda tertolaknya sesuatu amalan ialah
apabila amalan itu diikuti dengan sesuatu maksiat. Apa sahaja kebaikan yang dilakukan selepas kejahatan, akan menghapuskan kejahatan tersebut, dan sudah
pasti yang terbaik ialah melakukan kebaikan selepas melakukan kebaikan yang lain. (Lihat Lata’if al-Ma’arif, hlm. 244)

Ibnu Rajab turut berkata: “Membiasakan berpuasa setelah puasa Ramadhan merupakan salah satu tanda diterimanya amalan puasa di bulan Ramadan.
Sesungguhnya Allah SWT jika menerima suatu amalan dari seorang hamba, maka Allah SWT akan memberinya taufik untuk melakukan amal soleh setelahnya.”
(Lihat Lata’if al-Ma’arif, hlm. 244)

Nabi SAW sendiri pernah menyebut bahawa amalan yang paling baik adalah yang berterusan. Daripada Aisyah R.Anha, bahawa Nabi SAW bersabda:

‫ َوِإنْ َق َّل‬، ‫هللا َتعَالَى َأدْ َو ُمهَا‬ ِ ‫َأحَ بُّ اَألعْ م‬


ِ ‫َال ِإلَى‬

Maksudnya: “Amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang berterusan walaupun ia sedikit.”

12
Riwayat Muslim (1780)

Imam Nawawi berkata: Hadis ini menggalakkan amalan yang berterusan dan bahawa sedikitnya amalan yang berterusan lebih baik daripada amalan yang banyak
namun terputus kerana dengan berterusannya amalan yang sedikit tersebut, maka akan berterusanlah ketaatan, zikir, muraqabah, dan ikhlas terhadap Allah
SWT. Ia juga membuahkan berlipat kali ganda berbanding amalan banyak namun terputus. (Lihat Syarh al-Nawawi ‘ala Sahih Muslim, 6/71)

Oleh itu, dapat difahami bahawa salah satu tanda amalan puasa diterima adalah kita berterusan dalam melakukan amalan-amalan ketaatan kepada-Nya
walaupun selepas berakhirnya Ramadhan.

Selain itu, dia juga menjadi lebih baik daripada sebelumnya serta sentiasa merasakan amal soleh yang dilakukannya masih belum sempurna. Dia juga tidak
bersifat ujub dengan amalan yang telah dilakukannya. Ibn al-Qayyim dalam kitabnya, Madarij al-Salikin menyebut: Tanda diterimanya amalan seseorang ialah
apabila dia merasa bahawa amalan yang dilakukannya masih hina dan kecil. Sehingga orang yang benar-benar mengenal Allah akan sentiasa beristighfar selepas
selesai melakukan ibadah. Adalah Nabi SAW apabila selesai memberi salam dari solat, Baginda beristighfar sebanyak tiga kali.

Allah SWT juga telah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk beristighfar setelah selesai melakukan ibadah haji. Allah SWT juga memuji mereka yang
beristighfar setelah melakukan solat malam. Nabi SAW juga memerintahkan taubat dan istighfar selesai selesai berwudhu’. Maka, sesiapa yang mengetahui
kewajibannya kepada Tuhannya dan menyedari kualiti amalnya serta aib-aib yang melekat pada jiwanya, nescaya dia akan selalu beristighfar selesai selesai
melakukan amal ibadah dan merasa amalannya masih sangat penuh kekurangan. (Lihat Madarij al-Salikin, 2/84)

Semoga kita dikurniakan kekuatan dalam melaksanakan setiap titah perintah-Nya serta berterusan dalam melakukannya. Amin.

muftiwp.gov.my

IRSYAD AL-HADITH SIRI KE-371: MAKNA HADITH PENUH KEIMANAN DAN PENGHARAPAN

4–5 minutes

ih371_15291523.png

Soalan: Apakah yang dimaksudkan dengan penuh keimanan dan pengharapan di dalam hadith ini?

Daripada Abu Hurairah RA, bahawa Nabi SAW bersabda:

‫ ُغفِرَ َل ُه مَا َت َق َّد َم مِنْ َذ ْن ِب ِه‬،‫ ِإيمَا ًنا َواحْ ِتسَابًا‬، َ‫مَنْ صَا َم رَ َمضَان‬

Maksudnya: “Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan pengharapan, maka akan diampunkan dosanya yang telah lalu.”
[Riwayat al-Bukhari (38) dan Muslim (760)]

Jawapan:

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, selawat dan salam kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW, ahli keluarga baginda SAW, sahabat baginda SAW
serta orang-orang yang mengikuti jejak langkah baginda SAW.

Imam al-Hafiz Ibn Hajar al-Asqalani ketika mensyarahkan hadith ini berkata, yang dimaksudkan dengan keimanan adalah beri’tiqad akan hak kefardhuan puasa.
Adapun yang dimaksudkan dengan pengharapan pula adalah memohon ganjaran daripada Allah SWT. Selain itu, Imam al-Khattabi berkata, yang dimaksudkan
dengan pengharapan adalah azimah iaitu seseorang itu berpuasa dalam keadaan amat mengharapkan ganjaran yang baik daripada Allah SWT untuk dirinya
tanpa merasa berat serta panjang hari-harinya. [Lihat: Fath al-Bari, 4/115]

Tambahan pula, Imam al-Munawi mengatakan makna keimanan adalah membenarkan dengan ganjaran Allah SWT atau kepastian ganjaran tersebut serta
menyerahkannya kepada Allah dalam keadaan melakukannya untuk mendapatkan ganjaran atau kerana Allah SWT sahaja dan bukan disebabkan riya’. Ini
kerana, kadang-kadang seseorang mukallaf itu melakukan sesuatu dalam keadaan beri’tiqad bahawa mereka itu benar tetapi mereka melakukannya dalam
keadaan tidak ikhlas. Bahkan, mereka melakukannya disebabkan ketakutan atau riya’. [Lihat: Faidh al-Qadhir, 6/160]

Imam al-Nawawi berkata makna keimanan adalah seseorang itu membenarkan akan fadhilatnya dan makna pengharapan pula adalah seseorang itu berpuasa
kerana menginginkan Allah dan tidak melakukannya disebabkan ingin dilihat oleh manusia atau apa yang bertentangan dengan makna ikhlas. [Lihat: al-Minhaj
Syarh Sahih Muslim, 6/39]

Imam Ibn Batthal berkata mensyarahkan hadith ini, maksud keimanan adalah membenarkan (di dalam hati) akan kefardhuannya serta ganjaran daripada Allah
SWT ketika dia sedang berpuasa atau berqiyam di malam hari. Adapun yang dimaksudkan dengan pengharapan adalah mengharapkan ganjaran pahala daripada
Allah SWT serta melakukan niat puasa semata-mata kerana Allah. [Lihat: Syarh Sahih al-Bukhari, 4/21]

Antara kelebihan lain yang dinyatakan di dalam hadith ini adalah bagi orang yang berpuasa itu akan diampunkan dosa-dosanya yang telah lalu sekiranya puasa
tersebut dilakukan dengan penuh keimanan dan pengharapan kepada Allah SWT sebagaimana yang telah kami nyatakan maknanya di atas. Hal ini juga telah
ditegaskan oleh al-Hafiz Imam Ibn Hajar al-Asqalani bahawa puasa tersebut perlu selamat daripada riya’ dan aib-aib yang lain. Akan tetapi, yang diampunkan itu
hanyalah dosa-dosa kecil kerana dosa-dosa besar memerlukan kepada taubat kepada Allah SWT.

Penutup

Kesimpulannya, ibadah puasa perlulah dilakukan dengan penuh keimanan dan juga pengharapan kepada Allah agar kita memperoleh pengampunan daripada
segala dosa-dosa yang telah lalu. Selain itu juga, puasa merupakan salah satu ibadah yang istimewa kerana Allah SWT menyandarkannya kepada diri-Nya dan
hanya Allah SWT sahaja yang mampu untuk menilainya. Akhirnya, semoga Allah SWT menjadikan kita daripada kalangan hamba-Nya yang bertaqwa serta
menerima ibadah puasa kita agar sebab penerimaan tersebut akan diampunkan dosa-dosa kita yang telah lalu. Amin.

Wallahua’lam

muslimahhtm.com

13
MAKNA IMAN DAN ‘IHTISAB’ DALAM PUASA DAN QIYAM RAMADHAN

See author's posts

5–6 minutes

Dari Abu Hurairah ra, dari Nabi saw bersabda:

]‫ مَنْ َقا َم رَ َمضَانَ ِإ ْيمَا ًنا َواحْ تِسَابًا ُغفِرَ َل ُه مَا َت َق َّد َم مِنْ َذ ْن ِب ِه [رواه البخاري ومسلم‬:]‫مَنْ صَا َم رَ مَضَانَ ِإ ْيمَا ًنا َواحْ ِتسَابًا ُغفِرَ َل ُه مَا َت َق َّد َم مِنْ َذ ْن ِب ِه [وفي رواية‬

“Sesiapa saja yang berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan mengharapkan pahala dan redha Allah, maka pasti diampuni dosanya yang telah lalu.” [dalam
riwayat lain]: “Sesiapa saja yang melakukan qiyam [di malam hari] Ramadhan atas dasar iman dan mengharapkan pahala dan redha Allah, maka pasti diampuni
dosanya yang telah lalu.” [HR Bukhari dan Muslim]

Menjelaskan hadis ini, al-Hâfidz Ibn Hajar mengatakan dalam kitabnya, Fath al-Bâri:

َ‫ َوه َُو َأنْ َيص ُْو َم ُه عَ لَى مَعْ َنى الرَّ ْغ َب ِة فِيْ َث َو ِاب ِه َط ِّي َب َة َن ْفسِ ِه ِب َذلِكَ َغيْرَ مُسْ َت ْثق ٍِل لِصِ يَا ِم ِه َوال‬،‫ ع َِز ْيم ًَة‬: ْ‫ اِحْ تِسَابًا َأي‬: ْ‫ َو َقا َل اَ ْل َخ َّط ِابي‬.‫هللا َتعَالَى‬
ِ َ‫ب مِن‬ َّ ُ‫ َطلَب‬:ِ‫ َو ِباالِحْ تِسَاب‬.ِ‫صَو ِمه‬
ِ ‫الث َوا‬ ِ ‫اَ ْلمُراَ ُد ِباِإل ْيم‬
ْ ‫ االِعْ ِت َقا ُد ِب َفرْ ضِ َّي ِة‬:‫َان‬
‫ اهـ‬.ِ‫مُسْ َتطِ ي ٍْل َأليَا ِمه‬.

“Maksud dari lafadz, “Iman[an]” adalah meyakini kewajipan puasanya [Ramadhan]. Sedangkan maksud lafadz, “Ihtisab[an]” adalah mencari pahala dari Allah
Subhanahu wa Taala. Al-Khatthabi berkata, “Ihtisab[an]” bermaksud “Azimah”, iaitu berpuasa dengan konotasi mengharapkan pahala-Nya, dengan jiwa yang
bersih terhadapnya, tidak merasa berat menjalankan puasa dan memanjangkan hari.”

Sedangkan al-Manawi menjelaskan, dalam kitab Faidh al-Qadir:

‫ف َأ ْو ِريَا َء‬ ٌ ‫ َفقَدْ َي ْف َع ُل ال ُم َكلَّفُ ال َّشيْ َء مُعْ َتقِدً ا َأ َّن ُه صَاد‬،َ‫ الَ لِ َنحْ ِو ِريَاء‬،ِ‫ َطالِبا ً اَألجْ رَ َأ ْو ِإرَ ادَ َة َوجْ ِه هللا‬،ِ‫هللا ِبه‬
ٍ ‫ِق لَ ِك َّن ُه اَل َي ْف َعلُ ُه م ُْخلِصا ً َب ْل لِ َنحْ ِو َخ ْو‬ ِ ‫مْر‬ِ
‫ َواحْ تِسَابا ً َأل‬،‫هللا َأ ْو َأ َّن ُه حَ ٌّق‬
ِ ‫ب‬ ِ ‫ َتصْ ِديْقا ً ِب َث َوا‬:ً‫مَنْ صَا َم رَ مَضَانَ ِإ ْيمَانا‬.

“Sesiapa saja yang puasa Ramadhan dengan “iman[an]”, iaitu membenarkan pahala Allah, bahawa pahala itu benar dan dengan “ihtisab[an]” semata kerana
menunaikan perintah Allah, dengan mengharap pahala, atau berharap kepada Allah, bukan untuk tujuan riak [ditunjukkan kepada selain Allah]. Kerana,
kadangkala seorang mukallaf melakukan sesuatu, dia yakin bahawa itu benar, tetapi dia tidak melakukannya dengan ikhlas, namun kerana takut atau riak.”

Imam an-Nawawi juga menjelaskan hadis di atas dengan menyatakan:

َ ِ‫اس َوالَ غَ يْرَ َذل‬


َ‫ك ِممَّا ي َُخالِفُ اِإل ْخالَص‬ ُ ‫ َأ َّن ُه ي ُِر ْي ُد هللاَ َتعَالَى الَ َي ْق‬،ً‫ َومَعْ َنى اِحْ تِسَابا‬،ُ‫ َتصْ ِديْقا ً ِبَأ َّن ُه حَ ٌّق ُم ْق َتصِ ٌد َفضِ ْيلَ ُته‬:ً‫مَعْ َنى ِإ ْيمَانا‬.
ِ ‫ص ُد رُْؤ َي َة ال َّن‬

“Makna “Iman[an]” adalah membenarkan, bahawa itu memang benar, dengan nilai keutamaan. Sedangkan maksud “Ihtisab[an]” adalah dia menginginkan Allah
Subhanahu wa Taala, bukan berharap dilihat oleh manusia dan bukan yang lain. Sesuatu yang menyalahi keikhlasan.”

Al-Hafidz Ibn Jauzi menambahkan:

ِ ‫ َو َه ِذ ِه صِ َف ُة المُْؤ م‬،ِ‫ َومُحْ َتسِ بًا جَ ِز ْي َل َأجْ ِره‬،ِ‫ب َترْ ِكه‬


‫ِن‬ ِ ‫ َو َخ ْو ًفا مِنْ عِ َقا‬،‫َام‬
ِ ‫صي‬ ِ ‫َام َووُ جُ ْو‬
ِّ ‫ب ال‬ ْ ْ ُ
ِ ‫ َوعِ لمًا ِب َفضِ ْيلَ ِة القِي‬،ُ‫ “ِإ ْيمَا ًنا َواحْ تِسَابًا” أيْ َتصْ ِد ْي ًقا ِبالمَعْ ب ُْو ِد اآلم ِِر لَه‬:‫ َق ْول ُه صَ لَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬.

[‫]كشف المشكل في حديث الصحيحين‬

“Sabda Nabi saw : “Iman[an]” dan “Ihtisab[an]” maksudnya adalah membenarkan Zat Yang Disembah, Yang Maha Memberi Perintah kepadanya, dengan
meyakini keutamaan qiyamulail dan kewajipan puasa. Takut terhadap azab-Nya ketika meninggalkannya, dan mengharapkan pahala-Nya yang melimpah ruah.
Inilah sifat orang mukmin.” [Kasyf al-Musykil fi Hadis as-Shahihain].

Kesimpulan:

Daripada hadis ini dan sebagaimana penjelasan para ulama di atas, boleh disimpulkan bahawa:

Sesiapa saja orang mukmin yang berpuasa dengan dorongan dan dasar keimanan kepada Allah, bahawa ini adalah perintah-Nya, meyakini bahawa ini
hukumnya wajib, kemudian melaksanakannya dengan ikhlas semata-mata untuk-Nya, mengharapkan redha dan pahala-Nya, maka dosa yang telah dia lakukan
sebelumnya, pasti akan diampuni oleh Allah Subhanahu wa Taala.

About Post Author

Continue Reading

harakahdaily.net

Bulan akidah

~3 minutes

BERIBADATLAH di bulan Ramadhan yang penuh keberkatan dan perbanyakkanlah amal soleh. Allah menjanjikan ganjaran terbaik melalui ibadah Ramadhan
untuk umat nabi Muhammad sallaLlahu alaihi wasallam yang dipilih-Nya sebagai umat terbaik.

Advertisement

Tetapi, mari bertafakkur sebentar pada sabda junjungan besar al Rasul dalam hadisnya yang sahih:

760 ‫ ومسلم‬38 ‫ ” مَنْ صَا َم رَ َمضَانَ ِإيمَا ًنا َواحْ تِسَابًا ُغفِرَ َل ُه مَا َت َق َّد َم مِنْ َذ ْن ِب ِه ” رواه البخاري‬: ‫عَ نْ َأ ِبي هُرَ يْرَ َة َقا َل َقا َل رَ سُو ُل هَّللا ِ صَ لَّى هَّللا ُ عَ لَ ْي ِه َوسَ لَّ َم‬

“Barang siapa yang berpuasa Ramadhan dengan iman dan ihtisab (ikhlas mengharap ganjaran-Nya), maka diampunkan baginya segala dosanya yang lampau.”

Ia adalah peringatan yang nyata daripada al Rasul bahawa ibadah puasa (begitulah juga segala amal soleh) mestilah melepasi dua syarat utama:

14
Pertama, iman yang benar kepada Allah dan segala arahan dan larangan-Nya.

Kedua, ikhlas hati kepada-Nya dengan melakukan ibadah hanya kerana mengharapkan redha dan balasan daripada-Nya, bukan kerana riya’ atau apa-apa
kepentingan duniawi.

Untuk menjamin keberkesanan ibadah itu seperti yang dijanjikan-Nya, dipertegaskan syarat seterusnya iaitu:

Ketiga, menjauhi dosa besar. Ini dinaskan dalam hadis-hadis lain. Dosa besar hanya terhapus dengan taubat. Tanpa taubat, segala ibadah akan tertolak.

Bulan Ramadhan adalah bulan penyucian akidah. RasuluLlah memberi ingatan melalui hadis di atas bahawa segala amalan adalah terbatal jika seseorang muslim
memiliki akidah yang rosak dan batil akibat kejahilan atau kedegilan sendiri yang enggan tunduk kepada ilmu agama.

Segala ibadah, walaupun besar pada zahirnya seperti puasa adalah sia-sia dan kosong jika sekira tidak menepati syarat asas beragama iaitu akidah yang sihat dan
niat yang ikhlas.

Menjadi kewajiban bagi setiap muslim tetamu Ramadhan untuk sentiasa memperbaharui pegangan dan keyakinan dirinya dalam beragama agar sentiasa benar
dan betul dengan ajaran Islam.

Islam adalah Islam Allah dan rasul-Nya, bukan Islam mengikut nafsu sendiri. Allah sentiasa memelihara agama-Nya dan para hamba-Nya yang beriman daripada
ditipu oleh kejahatan manusia yang sombong.

Semoga Allah menerima amal soleh kita pada bulan penyucian akidah diri ini dan mengurniakan kita dengan ganjaran-Nya yang agung.

Whats-App-Image-2023-06-06-at-5-54-25-PM

myhadith.islam.gov.my

My Hadith JAKIM : Sharing Is Caring

17–22 minutes

Puasa Ramadhan adalah salah satu daripada rukun-rukun Islam yang lima. Ianya merupakan ibadah yang telah difardhukan oleh Allah SWT. Maksud Ibadah ialah
tuntutan ke atas seseorang hamba bagi melaksanakannya sebagai memenuhi perintah Allah SWT dan menunaikannya tanpa melihat apa-apa natijah yang
mungkin dihasilkan daripada ibadah tersebut. Namun Allah SWT Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, apabila menfardhukan sesuatu ibadah kepada hamba-
Nya pasti ada kelebihan dan ganjaran yang dijanjikan. Antara kelebihannya:

1. Natijah Puasa adalah Taqwa

ِّ ‫ٰ َٓيَأ ُّيهَا ٱلَّذِينَ ءَا َم ُنو ْا ُكتِبَ َعلَ ۡي ُك ُم ٱل‬


١٨٣ َ‫صيَا ُم َكمَا ُكتِبَ َعلَى ٱلَّذِينَ مِن َق ۡبلِ ُكمۡ لَ َعلَّ ُكمۡ َت َّتقُون‬

Maksudnya:

“Wahai orang-orang yang beriman! Kamu diwajibkan berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang yang terdahulu daripada kamu, supaya kamu bertaqwa.”
(Surah al-Baqarah, ayat 183)

Catatan:

Ibadah puasa adalah ibadah rohaniah dan jasadiah. Apabila ibadah puasa dilaksanakan dengan menjaga Sunnah dan adab berpuasa maka hasil daripadanya akan
membentuk seorang hamba yang benar-benar bertaqwa di sisi Allah SWT.

2. Ramadhan Bulan al-Quran

‫َّة م ِّۡن َأي ٍَّام ُأ َخ ۗرَ ي ُِري ُد ٱهَّلل ُ ِب ُك ُم ۡٱلي ُۡسرَ َواَل ي ُِري ُد ِب ُك ُم ۡٱلع ُۡسرَ َولِ ُت ۡكمِلُو ْا ۡٱل ِع َّد َة‬ٞ ‫ان َفمَن َش ِهدَ مِن ُك ُم ٱل َّش ۡهرَ َف ۡل َيص ُۡم ۖ ُه َومَن َكانَ م َِريضًا َأ ۡو عَ لَ ٰى َس َف ٖر َف ِعد‬ ۡ ٰ ‫َش ْهرُرَ َمضَانَ ٱلَّذِيٓ ُأنز َل فِي ِه ۡٱلقُ ۡرءَانُ ه ُٗدى لِّل َّناس َو َب ِّي ٰ َنتٖ مِّنَ ۡٱله‬
ِ ۚ ‫ُدَى َوٱلفُ ۡر َق‬ ِ ِ
١٨٥ َ‫َولِ ُت َكبِّرُ و ْا ٱهَّلل َ َعلَ ٰى مَا َه َد ٰى ُكمۡ َولَ َعلَّ ُكمۡ َت ۡش ُك ُرون‬

Maksudnya:

“(Masa yang diwajibkan kamu berpuasa itu ialah) Bulan Ramadan yang padanya diturunkan Al-Qur'an, menjadi petunjuk bagi sekalian manusia, dan menjadi
keterangan-keterangan yang menjelaskan petunjuk dan (menjelaskan) perbezaan antara yang benar dan yang salah. Oleh itu, sesiapa di antara kamu yang
menyaksikan anak bulan Ramadan (atau mengetahuinya) maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu dan sesiapa yang sakit atau dalam musafir, maka (bolehlah
dia berbuka kemudian wajiblah dia berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain. (Dengan ketetapan yang demikian itu) Allah
menghendaki kamu beroleh kemudahan dan Dia tidak menghendaki kamu menanggung kesukaran. Dan supaya kamu cukupkan bilangan puasa (sebulan
Ramadan), dan supaya kamu membesarkan Allah kerana mendapat petunjuk-Nya, dan supaya kamu bersyukur.” (Surah al-Baqarah, ayat 185)

Catatan:

Al-Quran yang mulia telah diturunkan kepada manusia yang paling mulia iaitu Nabi Muhammad SAW, kepada umat yang paling mulia, iaitu umat Baginda SAW
dan di bulan yang paling mulia, iaitu bulan Ramadhan dan orang yang membacanya adalah orang yang mulia.

3. Puasa Menghapuskan Dosa

َ‫ات مَا َب ْي َنهُنَّ َإ َذا اجْ َت َنبَ ْال َكبَاِئر‬


ُ َ‫ات ْال َخ ْمسُ َو ْالجُ ْمعَ ُة ِإلَى ْالجُ مْ َع ِة َورَ َمضَانُ ِإلَى رَ مَضَانَ ُم َك ِّفر‬ ِ ‫عَ نْ َأ ِبي هُرَ يْرَ ةَ؛ َأنَّ رَ س ُْو َل‬.
َّ ‫ اَل‬:ُ‫هللا صلى هللا عليه وسلم َكانَ َيقُ ْول‬
ُ ‫صلَ َو‬

-233 ‫ حديث رقم‬،‫ باب الصلوات الخمس والجمعة إلى الجمعة ورمضان إلى رمضان مكفرات لما بينهن ما اجتنبت الكبائر‬،‫كتاب الطهارة‬،‫أخرجه مسلم في صحيحه‬.

15
Maksudnya:

Daripada Abu Hurairah RA, bahawa Rasulullah SAW bersabda: "Solat lima waktu, dari hari Jumaat ke jumaat (berikutnya) dan Ramadhan ke Ramadhan
(berikutnya) akan menghapuskan (dosa-dosa) di antara tempoh tersebut apabila menjauhi dosa-dosa besar." (Hadits Riwayat Muslim, no.233, at-Tirmizi, no.
214)

‫ متفق عليه‬.ِ‫ مَنْ صَا َم رَ مَضَانَ ِإيمَا ًنا َواحْ ِتسَابًا ُغفِرَ لَ ُه مَا َت َق َّد َم مِنْ َذ ْن ِبه‬:َ‫ عَ نْ ال َّن ِبيِّ صَ لَّى هَّللا ُ عَ لَ ْي ِه َوسَ لَّ َم َقال‬،ُ‫َعنْ َأ ِبي هُرَ يْرَ َة رَ ضِ يَ هَّللا ُ عَ ْنه‬

-2014 ‫ و‬38 ‫ حديث رقم‬،‫ باب صوم رمضان إحتسابا من اإليمان‬،‫ كتاب اإليمان‬،‫أخرجه البخاري في صحيحه‬.

Maksudnya:

Daripada Abu Hurairah RA, daripada Nabi SAW bersabda: "Sesiapa yang berpuasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan ihtisab (mengharapkan keredhaan
Allah) akan diampunkan dosanya yang terdahulu." (Muttafaqun 'Alayhi, hadith riwayat al-Bukhari, no. 38, 2014, Muslim, no. 760)

Catatan:

Puasa adalah pintu segala ibadah kerana dengan berpuasa Allah SWT akan mengampuni dosa-dosa seseorang hamba. Apabila dosa-dosanya diampunkan maka
ianya menjadikan hati bercahaya dan cahaya itu akan menimbulkan keghairahan untuk melakukan setiap amal ibadah yang lain dengan bersungguh-sungguh.
Namun, ulama mengingatkan bahawa hanya dosa-dosa kecil sahaja yang terhapus dan dosa-dosa besar tidak akan terhapus melainkan dengan hanya bertaubat
kepada Allah SWT dengan sebenar-benar taubat.

4. Allah Sendiri Yang Menganjari Orang Yang Berpuasa

‫ متفق عليه‬.ِ‫صيَا َم َفِإ َّن ُه لِي َوَأ َنا َأجْ ِزي ِبه‬ ِ ‫ ُك ُّل عَ م َِل اب‬:ُ ‫ َقا َل هَّللا‬:‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
ِّ ‫ْن آدَ َم لَ ُه ِإاَّل ال‬ َ ِ ‫ َقا َل رَ سُو ُل هَّللا‬:َ‫ َقال‬،‫عن أبي هريرة رضي هللا عنه‬.

-1904 ‫ حديث رقم‬،‫ باب هل يقول إني صائم إذا ستم‬،‫ كتاب الصوم‬،‫أخرجه البخاري في صحيحه‬.

Maksudnya:

Daripada Abu Hurairah RA, beliau berkata, Rasulullah SAW bersabda: "Allah SWT berfirman: "Setiap amalan anak Adam adalah untuknya melainkan puasa.
Sesungguhnya puasa itu milik Aku (Allah) dan akulah yang akan membalasnya.” (Muttafaqun “Alayhi, hadith riwayat al-Bukhari, 1904, Muslim 1151)

Catatan:

Makna “Sesungguhnya puasa itu milik Aku (Allah) dan akulah yang akan membalasnya”, iaitu puasa merupakan amalan batin yang hakikatnya tidak diketahui
melainkan Allah SWT yang Maha Mengetahui dan orang yang melakukannya sendiri sahaja. Ia merupakan ibadah yang berbentuk niat dalam hati dan berbeza
dengan semua amalan lain yang boleh dilihat oleh mata orang lain dan tidak lepas daripada syirik, riya’, ujub serta takkabur. Manakala puasa, ia lebih pada
amalan yang bersifat rahsia antara seorang hamba dengan Rabb-nya.

Imam al-Baihaqi dalam al-Sunan al-Kubra merekodkan ulasan Al-Imam Sufyan bin Uyainah kepada hadith di atas; Seorang lelaki telah bertanya kepada al-Imam
Sufyan bin ‘Uyainah:

"ِ‫ْن آدَ َم َل ُه ِإال الص َّْو َم َفِإ َّن ُه لِي َوَأ َنا َأجْ ِزي ِبه‬
ِ ‫ ُك ُّل عَ م َِل اب‬: ‫"يَا َأبَا مُحَ َّمدٍ! فِيمَا يَرْ ِوي ِه ال َّن ِبيُّ صَ لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم عَ نْ رَ ِّب ِه ع ََّز َوجَ َّل‬.

(Wahai Abu Muhammad! Terangkan kepada aku tentang hadith Nabi SAW daripada Tuhannya ‘Azza Wajalla: “Setiap amal anak Adam adalah untuknya
melainkan puasa. Sesungguhnya ia milik aku dan akulah yang akan membalasnya”.

، ‫َظال ِِم‬َ ‫سَاِئر َع َملِ ِه حَ َّتى ال َي ْب َقى ِإال الص َّْو ُم َف َي َتحَ َّم ُل هَّللا ُ َع ْن ُه مَا َبقِيَ َعلَ ْي ِه مِنَ ْالم‬
ِ َ ‫ َويَُؤ دِّي مَا عَ لَ ْي ِه مِنَ ْالم‬، ُ‫عَز َوجَ َّل عَ بْدَ ه‬
ْ‫َظال ِِم مِن‬ ِ ‫ َه َذا مِنْ َأجْ َو ِد اَألحَ ادِي‬: ‫َف َقا َل ابْنُ ُع َي ْي َن َة‬
َّ ُ ‫ ِإ َذا َكانَ ي َْو ُم ْالقِيَا َم ِة يُحَ اسِ بُ هَّللا‬،‫ث َوَأحْ َك ِمهَا‬
َ‫ َويُدْ خِلُ ُه ِبالص َّْو ِم ْالجَ َّنة‬.

(Al-Imam Ibn ‘Uyainah menjawab: “Ini merupakan hadith yang paling baik dan penuh hikmah kandungannya. Apabila berlakunya hari kiamat, Allah ‘Azza Wajalla
akan menghisab setiap amalan hambanya. Setiap kezaliman akan disempurnakan pembalasannya dengan semua amalan pelaku kezaliman itu akan dijadikan
kafarah kepada dosa kezalimannya sehinggalah tidak tinggal sedikit pun daripada amalannya kecuali puasa. Lalu Allah ‘Azza Wajalla menghapuskan dosa yang
berbaki daripada kezaliman tersebut dengan sebab amalan puasa. Lalu pelaku kezaliman itu dimasukkan ke dalam syurga kerana pahala puasa tadi.”)

Imam Ibn Rajab dalam kitabnya ‘Lataif al-Ma’arif” menyimpulkan:

“‫”أن الصيام هلل عز و جل فال سبيل ألحد إلى أخذ أجره من الصيام بل أجره مدخر لصاحبه‬

(Sesungguhnya puasa adalah milik Allah ‘Azza Wajalla. Tidak ada jalan bagi seseorang pun untuk merampas pahala puasa. Bahkan pahala puasa itu akan kekal
bersama pemiliknya).

5. Dua Kegembiraan Bagi Yang Berpuasa

ْ ‫ان َي ْفرَ حُ ُهمَا ِإ َذا َأ ْف َطرَ َف ِر َح َوِإ َذا لَقِيَ رَ َّب ُه َف ِرحَ ِب‬
‫ متفق عليه‬.ِ‫صَو ِمه‬ ‫هَّللا‬ ‫هَّللا‬
ِ ‫ لِلص‬:‫ َقا َل رَ سُو ُل ِ صَ لَّى ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬:َ‫ َقال‬،‫عن أبي هريرة رضي هللا عنه‬.
ِ ‫َّاِئم َفرْ حَ َت‬

-1904 ‫ حديث رقم‬،‫ باب هل يقول إني صائم إذا ستم‬،‫ كتاب الصوم‬،‫أخرجه البخاري في صحيحه‬.

Maksudnya:

Daripada Abu Hurairah RA, beliau berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Bagi orang yang berpuasa (dengan menjaga Sunnah dan adabnya) akan mendapatkan dua
kegembiraan yang dia akan bergembira dengan keduanya; (pertama) apabila berbuka dia bergembira (dapat melaksanakan puasa) dan (kedua) apabila berjumpa
dengan Rabbnya, dia bergembira disebabkan ibadah puasanya itu.” (Muttafaqun “Alayhi, hadith riwayat al-Bukhari, 1904, Muslim 1151)

Catatan:

16
Semua manusia menginginkan kegembiraan, namun hanya sedikit sahaja yang mendapat kegembiraan sejati. Kebanyakan manusia terjerumus dalam
kegembiraan palsu yang penghujungnya adalah kesengsaraan. Kegembiraan hakiki itu hanyalah daripada Allah SWT. Melalui ibadah puasa, Allah SWT berjanji
melalui lidah Rasul-Nya akan mengurniakan dua kegembiraan kepada orang yang berpuasa.

6. Doa Makbul Dengan Berpuasa

‫ َو ُت ْف َت ُح َلهَا َأب َْوابَ ال َّسمَا ِء َو َيقُ ْو ُل‬، ‫َام‬ ْ ُْ ْ ْ ٌ ‫َأ‬


ِ ‫ يَرْ َف ُعهَا هللاُ َف ْوقَ ال َغم‬، ‫ َواِْإلمَا ُم العَادل َودَعْ َوةُ المَظل ْو ِم‬، ُ‫ الصَّاِئ ُم حَ َّتى ُي ْفطِ ر‬، ‫ َثالَ َثة الَ ُترَ ُّد دَعْ َو ُت ُه ْم‬:‫ َقا َل رسو ُل هللا صلى هللا عليه وسلم‬:َ‫عَنْ ِبى هُرَ يْرَ َة رَ ضِ ىَ هللاُ َع ْن ُه َقال‬
‫ْن‬
ٍ ‫ي‬ ‫ح‬
ِ ‫د‬َ ْ‫َع‬
‫ب‬ ‫و‬ْ َ ‫ل‬‫و‬ ‫ك‬ َّ
‫ن‬
َ َ َ‫ُر‬‫ص‬ ْ
‫ن‬ ‫َأل‬ َ ْ‫ِي‬ ‫ل‬َ ‫ال‬ ‫و‬
َ‫َ ج‬ ْ‫ِي‬‫ت‬ َّ
‫ِز‬ ‫ع‬ ‫و‬َ : ُّ‫ب‬ َّ‫الر‬.

ٌ ‫ و َقا َل َأبُو ِعيسَى ه ََذا حَ د‬،3598 ‫ حديث رقم‬،‫ باب في العفو والعافية‬،‫ كتاب الدعوات‬،‫أخرجه الترمذي في سننه‬.
- ٌ‫ِيث حَ سَ ن‬

Maksudnya:

Daripada Abu Hurairah RA, beliau berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Tiga orang yang tidak akan ditolak doa-doa mereka. (Pertama) Seorang yang berpuasa
sehingga dia berbuka, (kedua) seorang imam (pemerintah) yang adil dan (ketiga) doa seorang yang dizalimi. Allah SWT akan mengangkat doanya ke atas awan
dan dibukakan untuknya pintu-pintu langit dan Allah SWT akan berfirman: “Demi kemuliaan dan keagungan-Ku, pasti Aku (Allah) akan menolong kamu walaupun
selepas beberapa ketika (demi sesuatu kemaslahatan)”. (Hadith hasan riwayat At-Tirmidzi, no. 3598, Ibn Majah, no. 1752, al-Baihaqi dalam Sunan al-Kubra, no.
6260, Ibnu Khuzaimah, no. 119).

Iman dan Ihtisab: 2 asas penting dalam sesuatu amalan

Ada seorang kawan saya kata apabila kita buat sesuatu amalan agama maka kita janganlah mengharapkan pahala. Niat kita hendaklah semata-mata kerana Allah
s.w.t. Begitulah pendapat sahabat saya apabila kita melakukan sesuatu amalan. Bagi pendapat saya yang hina ini, setiap amalan memanglah kita niat semata-
mata kerana Allah sw.t. sepertimana Rasulullah saw. bersabda:

"Sesungguhnya Allah tidak memandang tubuhmu dan bentuk rupamu, tetapi Dia memandang hatimu." (Muslim - At-Targhib).

Rasulullah saw. pernah ditanya mengenai erti iman, beliau menjawab, "Artinya ikhlas." Di dalam kitab At-Targhib banyak ditulis riwayat tentang ikhlas,
sebagaimana disebutkan dalam suatu riwayat, bahwa ketika Mu'adz r.a. diutus ke Yaman sebagai hakim, ia meminta nasihat kepada Nabi saw.. Kemudian beliau
bersabda, "Dalam setiap amalmu, jagalah keikhlasan, karena dengan keikhlasan, walaupun amal itu sedikit akan mencukupi." Hadits lainnya menyebutkan,
"Allah hanya akan menerima amal seorang hamba-Nya yang dilandasi dengan keikhlasan." Sebuah hadits Qudsi menyebutkan:

"Akulah Yang Mahakaya dari seluruh sekutu. Barangsiapa yang melakukan suatu perbuatan yang menyekutukan-Ku, akan Aku serahkan ia kepada sekutunya."
Dalam riwayat lain disebutkan, "Aku terlepas darinya, dan baginya apa yang ia lakukan." (Muslim - Misykat).

Sebuah hadits menyebutkan, "Pada hari Kiamat akan terdengar pengumuman di padang Mahsyar, 'Barangsiapa yang menyekutukan Allah dalam amalannya,
hendaklah ia menuntut pahala dari sekutu itu, karena Allah tidak menghendaki satu sekutu pun bagi-Nya.'" Sebuah hadits lain menyebutkan:

"Barangsiapa shalat karena riya (ingin dilihat orang lain), sungguh ia telah syirik. Barangsiapa berpuasa karena riya, sungguh ia telah syirik. Dan barangsiapa
bersedekah karena riya, sungguh ia pun telah syirik." (Ahmad - Misykat).

Apabila seseorang beramal tanpa keikhlasan, yakni bukan semata-mata kerana Allah tetapi berniat memamerkannya agar dihargai oleh manusia, secara tidak
langsung ia telah menyekutukan Allah, sehingga seluruh amalnya tidak akan diterima oleh Allah swt.. Amal itu hanya akan sampai kepada orang yang ia
harapkan pujian dan penghargaannya. Sebuah hadits berbunyi:

"Sesungguhnya orang yang pertama akan diadili pada hari Kiamat adalah orang yang telah mati syahid, ia akan dihadapkan kepada Allah. Maka Allah
memperlihatkan kenikmatan-Nya dan ia pun mengakui kenikmatan itu. Allah bertanya, "Apa yang kamu perbuat dengannya? Ia menjawab, "Aku berperang
karena-Mu sehingga aku mati syahid." Allah berfirman, "Kamu dusta! Kamu berperang karena ingin disebut pahlawan, dan itu telah kamu dapatkan." Maka
diperintahkan agar orang itu diseret dengan dijungkir kemudian dicampakkan ke neraka. Kemudian seseorang yang belajar dan mengajar ilmu agama dan suka
membaca Al-Quran dihadapkan kepada Allah, maka Allah memperlihatkan kenikmatan-Nya dan ia pun mengenal nikmat tersebut. Allah bertanya, "Apa yang
kamu perbuat dengannya?" Jawabnya, "Aku belajar dan mengajar ilmu dan membaca Al-Quran karena Engkau." Allah berfirman, "Kamu dusta! Kamu belajar dan
mengajar agar disebut ulama, dan kamu membaca Al-Quran agar disebut qari, dan itu telah kamu dapatkan." Maka diperintahkan agar orang itu diseret dengan
dijungkir lalu dicampakkan ke neraka. Dan terakhir adalah seseorang yang dikaruniai kekayaan oleh Allah. Maka Allah memperlihatkan kenikmatan-Nya dan ia
pun mengenal kenikmatan itu. Lalu Allah bertanya, "Apa yang telah kamu perbuat dengan kekayaanmu itu?" Ia menjawab, "Aku tidak membiarkan satu jalan
pun yang patut diberi infak kecuali aku infakkan hartaku karena Engkau." Allah berfirman, "Kamu dusta! Kamu berbuat demikian agar disebut dermawan dan
kamu telah mendapatkannya!" Maka diperintahkan agar orang itu diseret dengan dijungkir lalu dicampakkan ke neraka." (Muslim - Misykat).

Memang tidak dinafikan untuk melakukan sesuatu amalan hendaklah semata-mata kerana Allah s.w.t. Tapi, itu tidak cukup sebenarnya. Kita hendaklah
melakukan sesuatu amalan semata-mata kerana Allah s.w.t. dan mengharap ganjaran atau janji-janji daripada Allah s.w.t. Jika orang tanya mengapa kamu solat.
Kita jawab bahawa aku solat semata-mata kerana Allah s.w.t. Perkara itu betul. Jawapan yang tepat ialah aku solat semata-mata kerana Allah s.w.t. dan
mengharap ganjaran atau janji-janji dari Allah s.w.t.

Ada satu hadisth berbunyi seperti berikut: “Barang siapa yang berpuasa atas dasar iman dan ihtisab, hanya ingin mendapatkan balasan dari Allah, maka ia
diampuni dosa-dosa yang telah lalu” (HR. Bukhari Muslim)

Dari hadits di atas, dapat dilihat bahwa ganjaran dari seorang yang berpuasa adalah pengampunan dosa-dosanya yang telah lalu oleh Allah swt. Namun disini,
Rasulullah menyatakan bahwa dasar dari puasa yang dilakukan oleh seorang yang ingin mendapatkan ganjaran tersebut, adalah iman dan ihtisab.

Selain itu, nampaklah bahwa iman merupakan asas dipasangnya niat yang disertai dengan ‘ihtisab’ sebagai proses penelitian bahkan menguji diri sendiri
sehingga kualiti niat berpuasa akan melahirkan dua perkara besar yang akan merubah sikap hidupnya.

PERTAMA :

Niat berpuasa kerana rasa cinta dan rindu yang teramat sangat untuk menghadirkan wajah Allah sehingga mereka hanya memalingkan seluruh harapan dan
tindakannya untuk sentiasa berpihak di jalan Allah (Al Shirath Al Mustaqiim).

17
KEDUA :

Mereka mewujudkan niatnya tersebut dalam bentuk sikap hidup sederhana bahkan melatih untuk hidup dengan penuh kekurangan, sebagaimana doa
Rasulullah saw : "... Ya Allah, jadikanlah aku kenyang sehari dan lapar sehari agar pada saat perut kenyang, aku mahu bersyukur dan ketika lapar, aku menjadi
orang yang sabar."

Kita juga dapat memahami dari hadith di atas bahwa janji untuk mendapat keampunan hanyalah bagi siapa sahaja yang melaksanakan puasa dengan "imanan
wahtisaban" iaitu :

Iman.

Niat mengharapkan ganjaran pahala.

Maksudnya adalah setiap orang hendaklah mempersiapkan dirinya dengan beriman dan berharap atau memohon pahala dari Allah swt dan ridhaNya dalam
melaksanakan amal-amal soleh di bulan Ramadhan.

Oleh kerana itulah, setiap orang yang beriman hendaklah meletakkan setiap langkah dan aktivitinya dengan "iman" dan "ihtisab" kerana dengan kedua perkara
tersebut niscaya segala langkah dan aktiviti serta ibadahnya akan diterima dan mendapat pahala dari Allah swt serta ganjaran yang berlipat kali ganda.

Banyak lagi ayat-ayat lain yang menyebutkan bahwa segala perbuatan yang berlandaskan iman maka akan diterima oleh Allah swt dan diberi ganjaran yang lebih
baik.

Sementara itu, segala perbuatan yang tidak berlandaskan iman, maka tidak akan bermanfaat di sisi Allah swt walau sebaik apapun dan sebesar manapun
perbuatan yang dilakukannya, ibarat fatamorgana yang ternampak dari kejauhan seperti air, namun ketika di hampiri, ianya kosong dan tiada apa-apa.

Allah swt berfirman :

"Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila
didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. dan didapatinya (ketetapan) Allah swt di sisinya, lalu Allah swt memberikan kepadanya perhitungan
amal-amal dengan cukup dan Allah swt adalah sangat cepat perhitungan Nya". (QS An-Nuur : 39)

Pandangan ulama tentang iman dan ihtisab

Ibnu Hajar menyatakan bahwa keimanan dalam hadisth di atas adalah meyakini bahwa puasa yang dijalaninya adalah puasa wajib (fardhu), sedangkan ihtisab
dalam hadis tersebut bermakna semata-mata mencari pahala dari Allah SWT.

Al-Khattabi menyatakan bahwa ihtisab adalah 'azimah, yaitu bahwa seseorang menjalani puasa ramadhan dengan dalam ertinya karena tertarik dengan
pahalanya, dirinya menjadi baik karenanya, sehingga puasanya tidak menjadi sesuatu yang dianggap memberatkan dirinya, dan tidak memandang begitu lama
hari-hari puasa ramadhan".

Apakah yang dimaksudkan dengan iman secara umum?

Menurut pengertian bahasa, iman berarti percaya dan yakin, sedangkan menurut pengertian syariat, iman adalah keyakinan dalam hati yang diucapkan atau
dilafadzkan dengan lisan, dan diaplikasikan dengan amal perbuatan. Allah swt menjelaskan dalam Al Quran ciri-ciri mukmin yang sebenar-benarnya,

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat- ayatNya
bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan
sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat
ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (ni’mat) yang mulia. ” (QS. Al Anfaal : 2-4)

Dari ayat di atas, tingkatan tertinggi dari keimanan seseorang, oleh Allah swt diciri-cirikan dengan:

Bergetar hatinya saat mendengar asma Allah disebutkan.

Bertambah keimanannya bila dibacakan ayat-ayat Allah.

Selalu Bertawakkal.

Menunaikan Shalat dan Menafkahkan rezekinya di jalan Allah.

Apakah yang dimaksudkan dengan ihtisab secara umum?

Ihtisab bererti dia akan menyerahkan diri kepada Allah swt atas segala perbuatan dan berharap kepada Allah swt Maha Pemberi pahala, ganjaran dan ridha
untuk memberikan balasan yang setimpal dan berlipat kali ganda.Selain itu, Ihtisab bererti hitungan, koreksi, penilaian.

Jika kita kaji berdasarkan hadits Rasulullah saw, makna dari ihtisab adalah suatu koreksi diri dan penilaian sendiri pada amal kita selama Ramadhan, apakah
amalan itu akan mendapatkan ridho dari Allah swt. Sehingga ihtisab akan membawa pada pengharapan terhadap redha Allah swt.

Kesimpulannya ialah kita hendaklah melakukan sesuatu amalan dengan iman dan ihtisab semata-mata kerana Allah s.w.t. Insya Allah...

bharian.com.my

Ramadan peluang terbaik cari takwa

Mohd Gunawan Che Ab Aziz

5–7 minutes

18
Ramadan adalah satu tempoh masa sangat istimewa bagi seluruh umat Islam. Bulan ini adalah bulan yang dipenuhi dengan rahmat dan keberkatan. Rasulullah
SAW menyatakan ‘apabila datangnya Ramadan, nescaya dibuka pintu syurga, ditutup pintu-pintu neraka dan dibelenggu syaitan-syaitan.’ (HR al-Bukhari dan
Muslim).

Selain diterima makna hadis ini secara harfiah, ia juga boleh diertikan bahawa di dalam bulan ini, segala amalan yang membawa insan ke syurga dipermudahkan,
yang mendorong kepada neraka disempitkan dan gangguan, tipu daya serta godaan syaitan dikekang.

Bagaimanapun, Ramadan segala amalan soleh yang ada di dalamnya, bukanlah maksud atau matlamat. Sebagai contoh, amalan puasa pada siang hari Ramadan
matlamat akhirnya ialah untuk membentuk sifat takwa di dalam diri seseorang.

Ayat ke-183 surah al-Baqarah menyatakan dengan jelas mengenai perkara ini. Melihat dari sudut ini, dapat difahami bahawa Ramadan adalah satu proses yang
dijalani melalui kesungguhan dan penghayatan kepada amalan dan peribadatan khusus yang ada di dalamnya.

Bersahur, berpuasa dengan menahan diri daripada segala yang membatalkan puasa dan pahala puasa, tilawah dan tadarus al-Quran, melazimi zikrullah, selawat
serta istighfar, bermunajat dan berdoa, beriftar dan menjamu orang berbuka puasa, menjaga solat fardu, tarawih dan witir, berada dalam majlis ilmu serta
bertadabur, beriktikaf dan memburu Lailatulqadar serta bersedekah dan berzakat; semua ini adalah ramuan bagi membolehkan seseorang itu kembali kepada
fitrah insan sebenar sebagai hamba Allah.

Ramadan ini menyediakan ruang kontemplasi serta wadah tafakur rohaniah secara dinamik kepada seseorang mukmin. Rasulullah SAW menyentuh mengenai
Ramadan ini di dalam tiga hadis sahih yang semuanya diriwayatkan al-Bukhari, “Sesiapa yang berpuasa Ramadan dengan ‘iman’ dan ‘ihtisab’; diampunkan dosa-
dosanya yang telah lalu.”

“Sesiapa yang berqiyam Ramadan dengan ‘iman’ dan ‘ihtisab’; diampunkan dosa-dosanya yang lalu.” “Sesiapa yang berqiyam pada malam al-Qadar dengan
‘iman’ dan ‘ihtisab’; diampunkan dosa-dosanya yang lalu.”

2 syarat Ramadan berikan impak

Di sini, apa yang menarik perhatian ialah, apabila Rasulullah SAW berulang-ulang kali menekankan dua syarat wajib bagi menjadikan Ramadan ini memberikan
impak kepada seseorang mukmin. Imam an-Nawawi menjelaskan makna ‘iman’ di sini ialah seseorang itu mentasdikkan bahawasanya puasa itu adalah benar-
benar (satu perintah daripada Allah) dan dia benar-benar percaya dengan segala fadilat puasa itu.

‘Ihtisab’ bererti seseorang itu hanya menginginkan keredaan Allah Taala semata-mata, tidak bermaksud untuk ditunjuk-tunjukkan kepada orang ramai, dan apa
sahaja yang berlawanan dengan makna ikhlas. Imam Ibnu Hajar pula menyatakan, ‘ihtisab’ itu ialah hanya dengan tujuan bagi menuntut pahala dan balasan
daripada Allah Taala.

Apabila menyebut mengenai keimanan, maka sudah tentu semuanya akan merujuk kembali kepada Allah, Tuhan yang mewajib puasa dan zakat fitrah, serta
menjadikan tarawih dan tilawah suatu sunah dan syiar bagi Ramadan. Maka siyam (puasa) dan qiyam itu mestilah diiringi dengan telekan hati seseorang itu
kepada sifat Allah yang Maha Sempurna.

Pelaksanaan segala ibadah ini hendaklah dengan wujudnya istihdhar (rasa kehadiran) bahawa Allah adalah sebenar-benar Tuhan, iaitu pemilik sekalian alam,
Yang Maha Mengetahui, Yang Maha Melihat serta Yang Maha Menghitung segala amalan hamba-Nya. Tidak ada yang tersembunyi buat Allah Taala. Setiap gerak
geri hamba-Nya itu, sentiasa di dalam perhatian dan hitungan Allah, kerana Dia sangat pantas hitungan-Nya. Kesedaran ini, menyebabkan dia akan bersungguh-
sungguh untuk memastikan bahawa apa sahaja dilakukannya, akan menyebabkan Allah suka dan reda kepadanya.

Asas kepada takwa

Melalui kehadiran rasa ini, seseorang mukmin itu akan membina satu ikatan rohaniah yang kukuh dengan Allah Taala. Ikatan ini akan sentiasa dijaga sepanjang
masa dan sentiasa disegarkan semula dari satu Ramadan ke satu Ramadan lain. Rasa sebegini yang diserap menjadi jati diri seseorang, inilah asas kepada takwa.

Takwa inilah yang akan menyebabkan seseorang itu akan sentiasa berhati-hati dan berintegriti. Hal ini, tidak akan diperoleh, jika Ramadan itu hanya berkisar
kepada hukum sah atau batal mahupun dalil dan kaifiat. Semua perkara itu perlu disorot dari sudut ‘iman dan ihtisab’ tadi. Dan takwa ini akan dibawa bukan
sekadar di dalam Ramadan, tetapi di dalam setiap juzuk kehidupan sehingga tiba masanya kembali kepada Allah Taala.

Anekdot yang dilalui Saiyidina Umar ibn al-Khattab ini adalah satu contoh natijah yang sepatutnya lahir daripada puasa dan amalan ketaatan Ramadan yang
lainnya. Abdullah bin Dinar menceritakan satu hari dia bermusafir dengan Saiyidina Umar ke Makkah. Setelah senja, mereka pun berhenti berehat di satu
tempat. Tiba-tiba lalu seorang budak pengembala bersama ternakannya.

Umar pun berkata: “Juallah kepada ku seekor daripada biri-biri ini.” Jawab pemuda itu, “Aku hanya seorang hamba abdi.” Umar pun menduga pengembala itu,
“(Jika tuanmu bertanya), beritahu yang serigala sudah memakan seekor dari biri-biri itu”.

Pemuda itu dengan tegas menjawab, “Kalau begitu, di mana Allah?” Mendengar jawapan pengembala itu Umar menangis keharuan. Keesokan paginya, Umar
menemui tuan pengembala itu serta membayar tebusannya lalu memerdekakannya. (Ihya Ulumuddin).

Inilah takwa!

Penulis adalah Pengerusi Ikatan Ilmuan Ahli Sunnah Wal Jamaah (ISLAMI) cawangan Putrajaya

Catatan:

Allah SWT itu Maha Mendengar akan setiap permohonan hamba-hamba-Nya. Adalah diketahui daripada banyak hadith bahawa doa–doa dalam bulan
Ramadhan diterima secara khusus.Tidak ada apa-apa keraguan lagi dalam penyempurnaan perkara ini kerana Allah SWT telah berjanji dan janji itu disampaikan
pula oleh seorang Rasul yang benar.

Jika perkara yang diminta itu ada kebaikan untuknya maka akan diberikan, jika tidak maka tidak akan diperkenankan atau diganti dengan yang lebih perlu
baginya atau akan disempurnakan di akhirat nanti. Ini adalah satu ehsan daripada Allah SWT kepada hamba-Nya. Walaubagaimanapun kerana kurang penelitian,

19
seseorang hamba akan meminta sesuatu perkara yang tidak sesuai untuknya. Justeru, janganlah pula terfikir bahawa sesuatu doa itu tidak dimakbulkan,
sebaliknya hendaklah memahami erti sebenar penerimaan sesuatu doa tersebut. Justeru, sempurnakan perintah-perintah Allah nescaya Allah akan menerima
doa-doa yang dipohon oleh hamba-Nya.

7. Ar-Rayyan Pintu Syurga Untuk Yang Berpuasa

‫ ِإنَّ فِي ْالجَ َّن ِة بَابًا ُي َقا ُل َل ُه الرَّ يَّانُ َيدْ ُخ ُل ِم ْن ُه الصَّاِئمُونَ ي َْو َم ْالقِيَا َم ِة اَل َيدْ ُخ ُل ِم ْن ُه َأحَ ٌد غَ يْرُ ُه ْم ُي َقا ُل َأيْنَ الصَّاِئمُونَ َف َيقُومُونَ اَل َيدْ ُخ ُل ِم ْن ُه َأحَ ٌد َغ ْي ُر ُه ْم َفِإ َذا‬:َ‫ عَ نْ ال َّن ِبيِّ صَ لَّى هَّللا ُ عَ لَ ْي ِه َوسَ لَّ َم َقال‬،ُ‫عَنْ َسه ٍْل رَ ضِ يَ هَّللا ُ عَ ْنه‬
‫متفق عليه‬ ٌ "‫دَخلُوا ُأ ْغ ِلقَ َفلَ ْم َيدْ ُخ ْل ِم ْن ُه َأحَ ٌد‬.
َ

1896 ‫ حديث رقم‬،‫ باب الريان للصائمين‬،‫ كتاب الصوم‬،‫ صحيح البخاري‬:‫التخريج‬.

Maksudnya:

Daripada Sahl bin Sa‘ad RA berkata, Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya di syurga ada satu pintu yang diberi nama Ar-Rayyan, iaitu pintu masuk bagi orang yang
berpuasa di hari kiamat. Tidak akan masuk daripada pintu itu kecuali orang yang berpuasa, akan diseru oleh penjaganya: ”Dimanakah orang yang berpuasa?
Maka mereka yang berpuasa pun bangun (memasukinya), tidak ada yang akan memasukinya melaikan mereka sahaja. Apabila mereka memasukinya, pintu itu
akan ditutup, maka tiada siapa lagi yang akan dapat memasukinya. (Muttafaqun ‘Alayhi, hadith riwayat al-Bukhari, no. 1896, Muslim, no. 1152, At-Tirmizi, no.
765, An-Nasaie, no. 2237)

Catatan:

Sesungguhnya ujian daripada puasa itu amat besar dan kedudukannya di sisi Allah SWT sangat mulia di mana Allah SWT menyediakan pintu khas memasuki
syurga yang dinamakan Ar-Rayyan kepada orang yang berpuasa. Malaikat yang menjaga pintu tersebut akan menyeru dan memanggil orang yang berpuasa
untuk dimasukkan ke dalam syurga melaluinya dan tiada yang dapat melaluinya melainkan mereka yang layak sahaja.

Pintu tersebut dinamakan “Ar-Rayyan” yang berasal dari kalimah “Array” dari segi bahasa membawa maksud titisan air hujan yang pertama. Kiasan kepada
orang yang berpuasa apabila memasukinya akan hilanglah segala kehausannya selama-lamanya sebagaimana apabila kita sesat di padang pasir yang panas
dalam keadaan kehausan dan apabila disebutkan air maka akan terasa kehausan itu semakin berkurangan walaupun sebenarnya kita belum meminumnya lagi.
Bayangkanlah apabila kita dapat menikmati air tersebut tatkala kehausan. Betapakah nikmatnya tidak dapat diperkatakan.

8. Pintu-Pintu Syurga

ْ‫صاَل ِة َومَنْ َكانَ مِن‬ ِ ‫صاَل ِة ُدعِيَ مِنْ بَا‬


َّ ‫ب ال‬ َّ ‫ َفمَنْ َكانَ مِنْ َأهْ ِل ال‬.ٌ‫ َه َذا َخ ْير‬،ِ ‫ يَا عَ بْدَ هَّللا‬،ِ‫ب ا ْلجَ َّنة‬ ِ ‫يل هَّللا ِ ُنودِيَ مِنْ َأب َْوا‬ ِ ‫ مَنْ َأ ْنفَقَ َز ْوجَ ي‬:َ‫ َأنَّ رَ سُو َل هَّللا ِ صَ لَّى هَّللا ُ عَ لَ ْي ِه َوسَ لَّ َم َقال‬،ُ‫عَنْ َأ ِبي هُرَ يْرَ َة رَ ضِ يَ هَّللا ُ َع ْنه‬
ِ ‫ْن فِي سَ ِب‬
ْ‫ب الصَّدَ َق ِة َف َقا َل َأبُو َب ْك ٍر رَ ضِ يَ هَّللا ُ عَ ْن ُه ِبَأ ِبي َأ ْنتَ َوُأمِّي يَا رَ سُو َل هَّللا ِ مَا َعلَى مَنْ ُدعِيَ مِن‬
ِ ‫َّان َومَنْ َكانَ مِنْ َأهْ ِل الصَّدَ َق ِة ُدعِيَ مِنْ بَا‬
ِ ‫ب الرَّ ي‬ ِ ‫َام ُدعِيَ مِنْ بَا‬ ِ ‫صي‬ ِّ ‫ب ْال ِجهَا ِد َومَنْ َكانَ مِنْ َأهْ ِل ال‬ ِ ‫َأهْ ِل ْال ِجهَا ِد ُدعِيَ مِنْ بَا‬
ِ ‫ك اَأْلب َْوا‬
‫ متفق عليه‬.‫ َن َع ْم َوَأرْ ُجو َأنْ َت ُكونَ ِم ْن ُه ْم‬:َ‫ َقال‬،‫ب ُكلِّهَا‬ َ ‫ضرُورَ ٍة َف َه ْل يُدْ عَى َأحَ ٌد مِنْ ت ِْل‬ َ ْ‫ب مِن‬ ِ ‫ت ِْلكَ اَأْلب َْوا‬.

1897 ‫ باب قول النبى صلى هللا عليخ وسلم لو كنت متخذ خليال حديث رقم‬،‫ كتاب فضائل الصحابة‬،‫ صحيح البخارى‬:‫التخريج‬.

Maksudnya:

Daripada Abu Hurairah RA, bahawa Rasulullah SAW bersabda: “Sesiapa yang membelanjakan dua dari sesuatu hartanya pada jalan Allah, akan diseru daripada
pintu-pintu syurga: “Wahai hamba Allah, ini adalah satu kebaikan, maka sesiapa yang terdiri daripada kalangan ahli solat, akan diseru daripada pintu solat,
sesiapa yang terdiri daripada kalangan ahli jihad, akan diseru dari pintu jihad, sesiapa yang terdiri daripada kalangan ahli puasa, akan diseru daripada pintu al-
Rayyan, sesiapa yang terdiri daripada kalangan ahli sedekah, akan diseru daripada pintu sedekah.” Maka Abu Bakar RA berkata: “Demi bapa dan ibuku
(bertujuan untuk memuliakan Baginda SAW), engkau wahai Rasulullah! Tiadalah ke atas orang yang diseru daripada pintu-pintu itu ditimpa daripada sebarang
kemudharatan dan kerugian, maka adakah terdapat orang yang akan diseru daripada semua pintu itu? Baginda menjawab: “Ya, aku berharap bahawa engkau
adalah daripada kalangan mereka. (Muttafaqun ‘Alayhi, hadith riwayat al-Bukhari, no. 1897, 2841, 3216, 3666, Muslim, no. 1027)

Catatan:

Seorang yang benar-benar beriman pada zahirnya, di samping menunaikan amalan fardhu akan membanyakkan amalan yang sunat. Setiap ahli syurga akan
diseru mengikut amalan masing-masing. Sesiapa yang daripada kalangan ahli solat akan diseru daripada pintu solat. Ahli solat adalah orang yang banyak
bersolat. Dengan menunaikan solat fardhu berjamaah dan banyak mengerjakan solat-solat sunat barulah layak dipanggil sebagai ahli solat. Sesiapa yang
daripada kalangan ahli puasa dia akan diseru daripada pintu al-Rayyan. Ahli puasa ialah orang yang banyak berpuasa. Di samping dia berpuasa di bulan Ramadan
yang merupakan puasa wajib, dia juga banyak berpuasa sunat sehingga layaklah dia digelar ahli puasa. Sesiapa daripada kalangan ahli sedekah dia akan diseru
daripada pintu sedekah. Ahli sedekah ialah orang yang banyak bersedekah. Di samping dia menunaikan sedekah-sedekah wajib (zakat) dia juga banyak
bersedekah sunat sehingga layak dia dipanggil ahli sedekah.

9. Puasa dan al-Quran Pemberi Syafaat

‫ َم َنعْ ُت ُه ال َّن ْو َم ِباللَّي ِْل َف َش ِّفعْ نِي‬: ُ‫ َو َيقُو ُل ْالقُرْ آن‬.ِ‫َار َف َش ِّفعْ نِي فِيه‬ َّ ‫ َأيْ رَ بِّ َم َنعْ ُت ُه‬:‫عَان ل ِْلعَ ْب ِد ي َْو َم ْالقِيَا َم ِة َيقُو ُل الصِّ يَا ُم‬ ِّ ‫ ال‬:َ‫ْن عَ م ٍْرو َأنَّ رَ سُو َل هَّللا ِ صَ لَّى هَّللا ُ عَ لَ ْي ِه َوسَ لَّ َم َقال‬
ِ ‫صيَا ُم َو ْالقُرْ آنُ َي ْش َف‬ ِ ‫عَنْ عَ ْب ِد هَّللا ِ ب‬
ِ ‫ت ِبال َّنه‬
ِ ‫الطعَا َم َوال َّشه ََوا‬
‫عَان‬
ِ ‫ف‬ َّ َ
‫ش‬ ‫ي‬
ُ َ
‫ف‬ :َ
‫ل‬ ‫ا‬ َ
‫ق‬ .ِ
‫ه‬ ‫ِي‬ ‫ف‬

‫ هذا‬:‫ وقال الحاكم‬،‫ ورجاله محتج بهم في الصحيح‬، ‫ وقال الطبراني في الكبير‬،6337 ‫ حديث رقم‬،‫ مسند عبد هللا بن عمرو بن العاص رضي هللا تعالى عنهما‬،‫ مسند المكثرين من الصحابة‬،‫ مسند أحمد‬:‫التخريج‬
‫ كذا ذكره المنذري‬،‫ ولم يخرجاه‬، ‫حديث صحيح على شرط مسلم‬.

Maksudnya:

Daripada Abdullah bin Amru RA, bahawa Rasulullah SAW bersabda: “Puasa dan al-Quran akan memberikan syafaat kepada hamba (orang yang berpuasa dan
yang sentiasa membaca al-Quran) di hari kiamat nanti. Puasa akan berkata: “Wahai Tuhan! Sesungguhnya aku telah menahan hamba-Mu ini daripada makan,
minum dan perkara syahwat pada waktu siang, maka terimalah syafaatku kepadanya. Manakala al-Quran pula akan berkata:” Wahai Tuhan! Sesungguhnya aku
telah menahan hamba-Mu ini daripada tidur di malam hari, maka terimalah syafaatku kepadanya. Baginda bersabda: “Maka Allah pun menerima akan kedua-
dua syafaat tersebut.” (Hadith sahih riwayat Ahmad, no. 6337, al-Hakim dalam al-Mustadrak, no. 2080, al-Haithami dalam al-Zawaid, no. 18543 ).

Pengajaran hadith:

20
Bulan Ramadhan adalah satu bulan yang amat istimewa dan unggul kerana Allah SWT mencurahkan pahala, rahmat dan keampunan-Nya pada setiap hari,
setiap jam, setiap detik dan saat sepanjang Ramadhan tanpa henti berbanding bulan-bulan yang lain.

Di hari kiamat nanti semua manusia akan membawa diri masing-masing kerana tiada siapa lagi pada hari tersebut yang dapat memberikan pertolongan.
Namun selain daripada syafaat Nabi SAW ke atas umat baginda, solat, puasa, Al-Quran dan amalan-amalan kebaikan lain akan menjadi syafaat yang diterima
oleh Allah SWT untuk mereka yang telah menunaikan ibadat tersebut dengan sebaik-baiknya. Alangkah indah dan beruntungnya kehidupan seorang Muslim
yang pada waktu siangnya senantiasa berpuasa dan pada malam harinya membaca Al-Quran serta sibuk mendekatkan diri kepada Allah SWT disamping
melakukan amalan-amalan ibadah yang lain.

Sebaliknya amatlah rugi dan kesal bagi mereka yang mengabaikan serta tidak mengendahkan perintah-perintah Allah SWT. Begitu juga apabila mereka
melakukan amalan-amalan tersebut dengan malas dan sambil lewa. Bahkan amalan-amalan tersebut akan mengutuk dan mendoakan kecelakaan kepada
mereka di hari kiamat nanti.

hmetro.com.my

Menuju Ramadan: Persiapan ilmu & iman

Dr Amani Nawi

6–7 minutes

Malam bertukar siang, hari berganti bulan, pejam celik kita sudah pun meninggalkan bulan Rejab dan berada di bulan Syaaban. Ini bermakna kurang lebih
sebulan, umat Islam akan menyambut tetamu agung iaitu Ramadan yang saban tahun di nanti dengan penuh kegembiraan dan pengharapan. Antara doa yang
tidak lekang di bibir Nabi SAW dan diajarkan kepada kita ialah "Ya Allah, berkatilah kami pada bulan Rejab dan Syaaban, serta sampaikanlah (berkatilah) kami
pada bulan Ramadan."

Berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Musnad Imam Ahmad ini, dapat difahami bahawa 'persediaan' sebelum tibanya bulan Ramadan adalah lebih penting
berbanding 'menyambut' kedatangan bulan itu sendiri, sehingga Baginda SAW menuntut kepada kita supaya mengamalkan doa terbabit bermula daripada bulan
Rejab dan meneruskannya sehingga Ramadan tiba.

Kesiagaan Ramadan Salafussoleh

Maal bin Fadhl menceritakan dalam kitab Lataif al-Maarif mengenai tentang orang-orang soleh pada zaman dahulu melakukan persediaan awal sebelum
Ramadan dengan berdoa. Mereka memohon kepada Allah SWT enam bulan lebih awal supaya Allah sampaikan mereka ke dalam bulan Ramadan dalam keadaan
yang paling terbaik dari segi rohani (iman) dan jasmani (kesihatan fizikal). Mereka turut meminta supaya Allah memberi pertolongan kepada mereka untuk
melakukan ketaatan dan ibadah. Malah, mereka berdoa pula selama enam bulan selepas itu supaya Allah menerima segala amalan yang sudah dilakukan.

Itu keadaan sahabat dan salafussoleh dalam melakukan kesiagaan menghadapi Ramadan. Walaupun mereka sudah terkenal dengan orang yang kuat dan banyak
beribadah, namun mereka tetap berdoa supaya diberi pertolongan untuk melakukan ibadah.

Antara persediaan lain sebelum masuk dalam bulan Ramadan, sahabat dan Salafussoleh banyak berpuasa di bulan Syaaban. Menurut Aisyah RA, "Baginda SAW
biasanya berpuasa sehingga kami merasakan bahawa baginda tidak akan berbuka (berpuasa terus). Dan baginda SAW apabila berbuka, kami sangka bahawa
beliau akan terus berbuka (tidak berpuasa terus). Dan aku tidak melihat Baginda SAW menyempurnakan puasanya sebulan penuh melainkan pada bulan
Ramadhan. Dan aku juga tidak pernah melihat baginda SAW berpuasa (puasa sunat) dalam sebulan yang lebih banyak melainkan ketika baginda SAW berpuasa
pada bulan Syaaban."

Dalam satu hadis yang lain yang diriwayatkan oleh al-Nasaie, daripada Usamah bin Zaid RA, beliau berkata: Wahai Rasulullah, aku tidak pernah melihat engkau
berpuasa dalam satu bulan sebagaimana engkau berpuasa di dalam bulan Syaaban. Nabi SAW berkata: "Manusia sering lalai akan bulan yang berada di antara
Rejab dan Ramadhan. Bulan tersebut adalah bulan yang mana diangkat amalan-amalan kepada Allah SWT, maka aku suka ketika amalanku diangkat dalam
keadaan aku sedang berpuasa."

Sabda Nabi SAW ini memberikan kita gambaran mengenai keadaan umatnya apabila hampir kepada bulan Ramadan. Rata-rata umat Islam lebih fokus kepada
'sambutan' berbanding 'persediaan'. Masjid-masjid mula dihiasi dengan lampu berwarna-warni, kain rentang sambutan dengan pelbagai ucapan mula dilihat
bergantungan dan seperti tahun-tahun sebelumnya di Malaysia, tapak bazar akan disediakan di seluruh pelusuk negeri. Tidak ketinggalan restoran ternama dan
hotel bertaraf antarabangsa akan mula mempromosikan program berbuka puasa dengan pelbagai tawaran istimewa. Televisyen dan radio turut memainkan
peranan mereka dalam membuat hebahan dan menyusun siaran.

Tiada langsung salahnya perkara ini dilakukan. Ia mungkin diadakan dengan niat untuk menyemarakkan rasa gembira dan menghangatkan suasana bagi
menyambut kedatangan bulan Ramadan yang mulia. Bagaimanapun, ia seharusnya tidak melalaikan kita untuk melakukan perancangan dan persediaan kendiri
yang rapi supaya keberkatan yang dibawa oleh bulan Ramadan dapat digarap dengan sebaiknya.

Perbaiki ilmu, tingkatkan iman

Nabi SWT bersabda daripada Abu Hurairah RA: "Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan pengharapan, maka akan
diampunkan dosanya yang telah lalu."

Syarat utama puasa diterima adalah seseorang itu mesti beriman kemudian diiringi dengan ihtisab (mengharap balasan baik daripada Allah). Pengharapan
terbina atas dasar iman dan ilmu. Iman manusia sudah tentu ada turun dan naiknya. Maka, persiapan iman sebelum masuk ke bulan Ramadan adalah amat
penting dilakukan dengan bersungguh-sungguh.

Iman yang benar perlu kepada ilmu yang benar. Allah SWT berfirman dalam Surah al-Anbiya', Ayat 7: "Maka bertanyalah kepada orang-orang yang berilmu, jika
kamu tidak mengetahui."

21
Oleh yang demikian, ini adalah waktu yang terbaik untuk kita mempelajari dan mengulangkaji semula hukum-hukum mengenai amalan ibadah di bulan
Ramadan. Wajib bagi setiap mukmin itu melakukan ibadah dengan berlandaskan ilmu yang betul, bukan sekadar ikutan. Kita wajib mengetahui ilmu dan hukum
berpuasa sebelum Ramadan tiba supaya puasa kita benar-benar diterima dan mendapat ganjaran oleh Allah SWT.

Begitu juga dengan bacaan al-Quran, usaha untuk memperbaiki bacaan seharusnya sudah dilakukan sebelum kedatangan Ramadan kerana bulan Ramadan
adalah bulan untuk kita pecut selajunya.

Seiring dengan persiapan fizikal dan tubuh badan, kita juga perlu mempersiapkan mental dan rohani kita bagi menghadapi Ramadan. Melakukan pembacaan
mengenai teknik tazkiyatun al-nafs (penyucian jiwa) dan menghadiri majlis ilmu yang membincang perkara ini akan membantu kita bersiap siaga untuk
melaksanakan ketaatan sepanjang bulan Ramadan.

Sebagai kesimpulan, mari sama-sama kita merancang agenda persiapan dan aktiviti ibadah kita sebelum dan sepanjang Ramadan supaya kita dapat
memanfaatkan sebanyak mungkin masa kita di bulan Ramadan.

Penulis Pensyarah Fakulti Pengajian Bahasa Utama Universiti Sains Islam Malaysia (Usim)

ikram.org.my

Ramadan: Bukan sekadar menahan lapar dahaga

Muhammad Faidhi Azis

6–7 minutes

Memasuki bulan Ramadan, adalah sesuatu yang bermakna dan berharga bagi seluruh umat Islam.

Baik yang berada di utara ataupun di selatan, sebelah timur mahupun di sebelah barat, seluruh umat Islam pasti akan melahirkan rasa gembira, syukur dan
seronok dengan kedatangan bulan yang penuh kemuliaan ini.

Satu sudut yang lain, barangkali ada juga sebahagian besar sahabat handai, rakan taulan ataupun jiran tetangga yang bukan beragama Islam pasti tertanya-tanya
dan kehairanan melihat keghairahan orang Islam menyambut puasa walhal ibadah puasa, dilarang sama sekali daripada perbuatan makan dan minum di siang
hari.

Mungkin juga timbul persoalan apakah Tuhan itu kejam sehingga perlu menyekat orang Islam daripada makan dan minum.

Terlebih dahulu kita harus ketahui bahawa ibadah puasa bukanlah perkara baharu dalam kehidupan. Sama ada orang itu Islam ataupun tidak, ia bukanlah ibadah
baru dalam kehidupan beragama.

Sebelum ini, mereka yang mendahului kita juga pernah berpuasa menahan lapar dan dahaga. Bahkan dalam beberapa ajaran agama lain seperti Hindu, Buddha,
Kristian, terkandung dalamnya perintah berpuasa.

Hal ini seperti yang disebut oleh Allah SWT dalam Surah al-Baqarah ayat 183 yang bermaksud:

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan ke atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan ke atas orang-orang yang terdahulu daripada kamu, mudah-
mudahan kamu menjadi orang-orang yang bertakwa.”

Berdasarkan ayat ini, jelas menceritakan kepada kita bahawa ibadah puasa bukanlah suatu yang baharu bahkan telah menjadi amalan dan ibadah orang dahulu
lagi. Maka, tidak hairanlah jika selain Islam, terdapat juga agama-agama lain yang mensyariatkan puasa mengikut aturan agama masing-masing.

Apabila ditanya, apakah yang membuatkan orang Islam kuat dan mampu menahan lapar dan dahaga di siang hari, sedangkan makan dan minum itu satu
keperluan untuk hidup?

Jawapan pertamanya adalah kerana keimanan dan ketakwaan yang menjadikan orang Islam kuat dan mampu menahan lapar dan dahaga.

Bagi orang Islam, ibadah puasa bukanlah kerana semata-mata untuk menahan diri daripada makan dan minum di siang hari, sebaliknya ia lambang ketaatan
orang Islam mematuhi arahan Tuhan yang lebih mengetahui apa yang terbaik bagi hamba-Nya.

Untuk itu, apa sahaja titah perintah Allah Azzawajalla, orang Islam taat dan patuh akannya kerana keimanan dan ketakwaannya kepada Tuhan yang Maha
Pencipta.

Sekiranya berpuasa hanya sekadar menahan makan dan minum, semua orang boleh melakukannya, tetapi bezanya, keimanan dan ketakwaan seseorang
terhadap Allah SWT.

Maka apa sahaja tawaran dan ganjaran pahala yang telah dijanjikan oleh Allah pada bulan Ramadan, orang Islam akan menuruti jalan tersebut dengan berpuasa
bersungguh-sungguh dan penuh beriman.

Sepertimana yang disebutkan oleh baginda Nabi SAW dalam sebuah hadis riwayat Bukhari dan Muslim, sabda Nabi SAW yang bermaksud:

“Sesiapa yang berpuasa pada bulan Ramadan dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala (ihtisaba), diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”

Menurut Imam al-Hafiz Ibn Hajar al-Asqalani, maksud keimanan di situ ialah keyakinan dirinya akan soal syariat kewajiban berpuasa padanya dan ‘ihtisaba’
bermaksud meminta pahala daripada Allah Azzawajalla.

Sementara itu, Imam Khattabi pula berpandangan ‘ihtisab’ itu adalah ‘azimah, iaitu dia berpuasa dengan berharap pahalanya dengan memperhatikan kebaikan
bagi dirinya tanpa memberatkan pada puasanya dan tidak pula memanjangkan hari-harinya.

22
Pada bulan Ramadan, tidaklah sekadar untuk orang Islam menahan lapar dan dahaga di siang hari semata-mata, sebaliknya Ramadan dimuliakan oleh Allah SWT
kerana pada bulan inilah diturunkan al-Quran yang berisi panduan kehidupan untuk seluruh makhluk yang bergelar insan.

Hal ini seperti firman-Nya dalam Surah al-Baqarah ayat 185 yang bermaksud:

“Bulan Ramadan yang padanya diturunkan al-Quran, menjadi petunjuk bagi sekalian manusia, dan menjadi keterangan-keterangan yang menjelaskan petunjuk
dan (menjelaskan) perbezaan antara yang benar dan yang salah…”

Ramadan juga adalah bulan untuk melatih manusia menjadi hamba yang lebih bertakwa kepada-Nya dengan memperbanyakkan amalan soleh menurut panduan
wahyu al-Quran dan Sunnah serta mengikhlaskan diri kerana Allah.

Barangkali di luar bulan Ramadan, sering kali kita bercakap dusta, berbicara hal-hal yang tidak elok, maka Ramadan menjadi pusat melatih diri manusia
meninggalkan perkara yang sia-sia.

Sabda Nabi SAW dalam sebuah hadis riwayat Bukhari yang bermaksud:

“Sesiapa yang tidak meninggalkan perkataan keji (dusta) serta mengamalkannya, maka Allah tidak berhajat orang itu meninggalkan makan dan minumnya
(puasa).”

Dalam hadis yang lain, daripada Abu Hurairah RA, Nabi SAW bersabda yang bermaksud:

“Puasa bukanlah hanya menahan diri daripada makan dan minum sahaja, akan tetapi puasa adalah dengan menahan diri daripada perkataan yang melalaikan
dan lucah.” (Al-Targhib wa al-Tarhib)

Demikianlah beberapa tujuan sebenar pensyariatan ibadah puasa pada bulan Ramadan yang mungkin dianggap sekadar menahan makan dan minum sahaja.

Sebaliknya lebih besar dan lebih utama daripada itu ialah nilai keimanan dan ketakwaan, kepatuhan dan ketaatan diri sebagai hamba-Nya yang telah
menciptakan kita.

Akhirnya, destinasi ibadah puasa pada bulan Ramadan ini ialah menuju ke arah menjadi hamba-Nya yang lebih bertakwa, tidak sekadar berlapar dan dahaga.

Sebuah hadis riwayat Ibnu Majah, sabda Nabi SAW yang bermaksud:

“Boleh jadi orang yang berpuasa itu tidak mendapat apa-apa daripada puasanya melainkan lapar dan boleh jadi orang yang berqiam itu tidak dapat apa-apa
daripada qiamnya melainkan hanya berjaga malam.”

Oleh itu, bulan Ramadan bukan semata-mata bulan umat Islam menahan lapar dan dahaga, bahkan sebaliknya menjadi medan bertempur melatih diri menjadi
hamba Allah yang lebih bertakwa kepada-Nya. Semoga Allah mengampuni kita semua.

Muhammad Faidhi Azis

Pegawai Masjid dan Guru Takmir JAIPs

23

Anda mungkin juga menyukai