Anda di halaman 1dari 42

PANDUAN HAK PASIEN DAN KELUARGA

RUMAH SAKIT UMUM DUTA MULYA


Jl. Dr.Wahidin No.66A, Telp (0280) 621460 Fax (0280) 621626
E-mail : rsudutamulya460@gmail.com Kode Pos 53257
MAJENANG – CILACAP
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DUTA MULYA
NOMOR : A.222/01/RSUDM/I/2022
TENTANG PEMBERLAKUAN PANDUAN HAK KEWAJIBAN PASIEN DAN
KELUARGA RUMAH SAKIT UMUM DUTA MULYA DIREKTUR RUMAH SAKIT
UMUM DUTA MULYA

Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit


Umum Duta Mulya, maka diperlukan pemahaman dan dukungan
mengenai penyelenggaraan Pelayanan Hak Kewajiban Pasien dan
Keluarga, serta tanggung jawab Rumah Sakit sesuai dengan
peraturan yang berlaku;
b. bahwa untuk mendukung penyelenggaraan Pelayanan Hak
Kewajiban Pasien dan Keluarga agar dapat terlaksana dengan baik
baik, perlu adanya Kebijakan Direktur tentang Panduan yang
berkaitan dengan Pelayanan Hak Kewajiban Pasien
dan Keluarga bagi penyelenggaraan seluruh pelayanan di Rumah
Sakit Umum Duta Mulya;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam a
dan b, perlu ditetapkan dengan Keputusan Direktur.
Mengingat : 1. Undang – undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431;

2. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009


tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 1441 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5063);

3. Undang – Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1966 tentang Wajib Simpan

Rahasia Kedokteran;

5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290 Tahun 2008 tentang


Persetujuan Tindakan Kedokteran;

6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/MENKES/2008 Tahun


2008 tentang Rekam Medis;

7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun


2014 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien.
8. Permenkes No 04 Tahun 2018 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan
Kewajiban Pasien;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DUTA
MULYA TENTANG PEMBERLAKUAN PANDUAN HAK
KEWAJIBAN PASIEN DAN KELUARGA DALAM PELAYANAN
RUMAH SAKIT UMUM DUTA MULYA.

KESATU : memberlakukan kebijakan Pelayanan Hak Kewajiban Pasien dan


keluarga di Rumah Sakit Umum Duta Mulya.
KEDUA : kebijakan yang terkait dengan Pelayanan Hak Kewajiban Pasien
dan Keluarga di Rumah Sakit Umum Duta Mulya sebagaimana
tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.
KETIGA : seluruh pimpinan dan staff menghormati, memahami dan
mendukung penyelenggaraan pelayanan hak kewajiban pasien dan
keluarga sesuai dengan tanggung jawab/undang-undang dan
peraturan yang berlaku.
KEEMPAT : pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan kebijakan Pelayanan
Hak Kewajiban Pasien dan Keluarga Rumah Sakit Umum Duta Mulya
dilaksanakan oleh pimpinan dan seluruh staff di Rumah Sakit Umum
Duta Mulya.

Keputusan ini ditetapkan di : Majenang


Tanggal : 24 Januari 2022

RUMAH SAKIT UMUM DUTA MULYA


DIREKTUR

drg. Dewi Marhenny, MM


NIK.16071959.0819.1.1
LAMPIRAN :
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT
UMUM DUTA MULYA
NOMOR : A.222/01/RSUDM/I/2022
TENTANG :
PEMBERLAKUAN PANDUAN PELAYANAN
HAK KEWAJIBAN PASIEN DAN
KELUARGA DI RUMAH SAKIT UMUM
DUTA MULYA

PANDUAN PENJELASAN HAK KEWAJIBAN PASIEN DAN KELUARGA DALAM


PELAYANAN RUMAH SAKIT UMUM DUTA MULYA
Hak Pasien Dan Keluarga
1. Seluruh pasien yang datang baik `yang di Instalasi Rawat Inap (IRI)
dan Instalasi Rawat Jalan (IRJ) Rumah Sakit Umum Duta Mulya akan
memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di
Rumah Sakit.
2. Seluruh pasien yang datang di IRI dan pasien pertama datang di IRJ
Rumah Sakit Umum Duta Mulya akan memperoleh informasi tentang hak
kewajiban dan kewajiban pasien.
3. Rumah Sakit memberikan pelayanan tanpa membedakan kelas, jenis kelamin
dan agama secara manusiawi, adil, jujur dan tanpa diskriminasi.
4. Rumah Sakit memberikan pelayanan kesehatan yang profesional, bermutu
sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional.
5. Rumah sakit memberikan pelayanan secara efektif dan efisien.
6. Rumah Sakit memfasilitasi pengaduan atas kualitas pelayanan yang
tidak sesuai dengan standar pelayanan melalui kotak saran, SMS center dan
secara langsung.
7. Rumah Sakit memfasilitasi pemilihan dokter dan kelas perawatan
sesuai dengan keinginannya serta menyesuaikan dengan peraturan yang
berlaku di Rumah Sakit Umum Duta Mulya.
8. Rumah Sakit memfasilitasi apabila pasien dan keluarga menghendaki
konsultasi tentang penyakit yang dideritanya.
9. Rumah Sakit melindungi privasi dan kerahasiaan penyakit yang
diderita termasuk data – data medisnya.
10. Apabila diperlukan pasien yang dilayani di Rumah Sakit Umum Duta
Mulya akan mendapatkan informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara
tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, resiko dan
komplikasi yang mungkin terjadi dan prognosis terhadap tindakan yang
dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan.
11. Rumah Sakit memberikan pilihan kepada pasien dan keluarga atas
persetujuan atau penolakan tindakan dan pengobatan yang akan dilakukan
oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya.
12. Rumah Sakit memfasilitasi keluarga untuk mendampingi pasien dalam
keadaan kritis.
13. Rumah sakit memberikan kebebasan pasien menjalankan ibadah sesuai
agama/kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu
pasien lainnya.
14. Rumah Sakit menjamin keamanan dan keselamatan pasien selama dalam
perawatan di Rumah Sakit Umum Duta Mulya.
15. Rumah Sakit melibatkan pasien dan keluarga dalam pelayanan dan
perbaikan sarana dan prasarana sesuai dengan peraturan yang berlaku di
Rumah Sakit Umum Duta Mulya.
16. Rumah sakit memfasilitasi pasien/keluarga apabila menolak
diberikan pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan
kepercayaan yang dianutnya.
17. Rumah sakit akan melaksanakan pelayanan sesuai standar pelayanan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.
18. Rumah sakit menyediakan pelayanan keluhan/ komplain melalui media
cetak, elektronik dan secara langsung.
RUMAH SAKIT UMUM DUTA MULYA
DIREKTUR

drg. Dewi Marhenny, MM


NIK.16071959.0819.1.1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan yang maha Esa sehingga pada
akhirnya penyusunan buku panduan hak kewajiban pasien dan keluarga dapat terselesaikan
dengan baik. Panduan ini disusun dengan maksud untuk memudahkan dalam melakukan
pelayanan.
Panduan ini bersifat dinamis dan dapat ditinjau kembali seiring dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta penyempurnaan peraturan yang berlaku untuk
meningkatkan pelayanan di Rumah Sakit Umum Duta Mulya. Dengan demikian kami
mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak demi menyempurnakan panduan ini.

Tim Penulis
SAMBUTAN DIREKTUR

Salam Sehat,
Rasa syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat Nya
sehingga penyusunan panduan hak kewajiban pasien dan keluarga ini dapat terselesaikan
dengan baik.
Terima kasih dan apresiasi besar kami sampaikan kepada tim penyusun panduan yang
telah memberikan kontribusi besar terhadap keberhasilan penyusunan buku panduan ini.
Kami berharap dengan disusunnya panduan ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk
meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Umum Duta Mulya.

RUMAH SAKIT UMUM DUTA MULYA


DIREKTUR

drg. Dewi Marhenny, MM


NIK.16071959.0819.1.1
DAFTAR ISI

KEPUTUSAN DIREKTUR (SK) PEMBERLAKUAN PANDUAN HAK KEWAJIBAN


PASIEN DAN KELUARGA

KATA PENGANTAR................................................................................................................2
SAMBUTAN DIREKTUR.........................................................................................................3
DAFTAR ISI...............................................................................................................................4
BAB I DEFINISI........................................................................................................................5
BAB II RUANG LINGKUP.......................................................................................................6
BAB III TATA LAKSANA........................................................................................................9
BAB IV DOKUMENTASI.......................................................................................................37
BAB I
DEFINISI

A. Hak adalah tuntutan seseorang terhadap sesuatu yang merupakan kebutuhan pribadinya,
sesuai dengan keadilan, moralitas dan legalitas.
B. Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan dan tidak boleh bila tidak dilaksanakan
C. General Consent atau Persetujuan Umum adalah pernyataan kesepakatan yang diberikan
oleh pasien terhadap peraturan rumah sakit yang bersifat umum.
D. Informed Consent : pernyataan setuju (consent) atau ijin dari seseorang (pasien) yang
diberikan secara bebas, rasional, tanpa paksaan (voluntary) terhadap tindakan kedokteran
yang akan dilakukan terhadapnya sesudah mendapatkan informasi yang cukup tentang
tindakan kedokteran yang dimaksud.
E. Pasien adalah penerima jasa pelayanan kesehatan di Rumah Sakit baik dalam keadaan
sehat maupun sakit.
F. Dokter dan Dokter Gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi
spesialis lulusan pendidikan kedokteran dan kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar
negeri yang diakui Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
G. Keluarga adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak-anak kandung, saudara-
saudara kandung atau pengampunya.
1. Ayah adalah ayah kandung atau ayah angkat yang ditetapkan berdasarkan penetapan
pengadilan atau berdasarkan penetapan pengadilan atau berdasarkan hukum adat.
2. Ibu adalah ibu kandung atau ibu angkat yang ditetapkan berdasarkan penetapan
pengadilan atau berdasarkan penetapan pengadilan atau berdasarkan hukum adat.
3. Suami adalah seorang laki-laki yang dalam ikatan perkawinan dengan seorang
perempuan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
4. Istri adalah eorang perempuan yang dalam ikatan perkawinan dengan seorang laki-laki
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila yang bersangkutan
mempunyai lebih dari 1 ( satu ) istri, perlindungan hak keluarga dapat diberikan
kepada salah satu dari istri.
BAB II

RUANG LINGKUP

A. Pendaftaran
Pada saat pendaftaran, baik di rawat jalan maupun rawat inap, petugas
administrasi ( TPPRI dan TPPRJ ) akan memberikan penjelasan kepada pasien/
keluarga dengan bahasa yang mudah dimengerti mengenai 18 butir hak pasien
berdasarkan Undang – Undang no 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit kepada pasien/
keluarga pada saat akan dirawat di Rumah Sakit Majenang. Pasien / keluarga diberi
pemahaman bahwa pasien sesungguhnya adalah penentu keputusan tindakan medis
bagi dirinya sendiri. Seperti yang tertera pada Undang-Undang No. 44 tahun 2009
tentang Rumah Sakit, dimana Undang – Undang ini bertujuan untuk “memberikan
perlindungan kepada pasien”, “mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan
medis”, dan “memberikan kepastian hukum bagi pasien maupun dokter”.
Untuk pasien rawat jalan apabila pasien baru pertama kali datang berkunjung
ke RSU Duta Mulya, pasien akan dipersilahkan mengisi formulir General Consent
yang dibubuhi tanda tangan dan nama terang. Untuk pasien rawat inap setiap kali
datang akan dipersilahkan mengisi formulir General Consent yang dibubuhi tanda
tangan dan nama terang.
Adanya hak pasien membantu meningkatkan kepercayaan pasien/ keluarga
dengan memastikan bahwa sistem pelayanan di Rumah Sakit Majenang bersifat cukup
adil, efisien dan responsif terhadap kebutuhanmereka, memberitahukankepada pasien
mekanisme untukmemenuhi keinginan mereka, dan mendorong pasien/ keluarga untuk
mengambil peran aktif serta kritis dalam meningkatkan kesehatan mereka. Selain itu,
hak dan kewajiban juga dibuat untuk menegaskan pola hubungan yang kuat antara
pasien dengan dokter.

B. Pengobatan
Pada saat pasien berkunjung ke poliklinik, IGD atau sedang dirawat di ruang
perawatan, akan berlangsung tanya jawab antara pasien dandokter (anamnesis),pasien
harus bertanya (berusaha mendapatkan hak pasien sebagai konsumen). Bila 
berhadapan dengan keraguan atas suatu keputusan dalam pengobatan maupun pilihan
tindakan medis yang akan dilakukan, itu saatnya pasien mencari dokter lain atau
mencari second opinion ditempat lain/dirumah sakit lainnya dengan konsekuensi biaya
ditanggung pasien/ keluarga sendiri.
Pasien menjadikan dirinya sebagai ”partner” diskusi yang sejajar bagi dokter.
Ketika pasien memperoleh penjelasan tentang apapun, dari pihak manapun, tentunya
sedikit banyak harus mengetahui, apakah penjelasan tersebut benar atau tidak. Semua
profesi memiliki prosedur masing-masing, dan semua kebenaran tindakan dapat
diukur dari kesesuaian tindakan tersebut dengan standar prosedur yang seharusnya.
Begitu juga dengan dunia kedokteran. Ada yang disebut dengan guideline atau
Panduan Praktek Klinis dalam menangani penyakit.
Dalam posisi sebagai pasien, tindakan medis apapun perlu disetujui oleh pasien
(informed consent)sebelum dilakukan setelah dokter memberikan informasi yang
cukup. Bila pasien tidak menghendaki, maka tindakan medis seharusnya tidak dapat
dilakukan. Pihak dokter atau Rumah Sakit seharusnya memberikan kesempatan
kepada pasien untuk menyatakan persetujuan atau sebaliknya menyatakan penolakan.
Persetujuan itu dapat dinyatakan secara tulisan.
UU No. 29/2004 pada pasal 46 menyatakan dokter wajib mengisi rekam medis
untuk mencatat tindakan medis yang dilakukan terhadap pasien secara clear, correct
dan complete. Dalam pasal 47, dinyatakan rekam medis merupakan milik rumah sakit
yang wajib dijaga kerahasiannya, tetapi isinya merupakan milik pasien, artinya pasien
berhak mendapatkan salinan rekam medis dan pasien berhakatas kerahasiaan dari isi
rekam medis miliknya tersebut, sehingga rumah sakit tidak bisa memberi informasi
terkait data-data medis pasien kepada orang pribadi/ perusahaan asuransi atau ke
media cetak / elektronik tanpa seizin dari pasiennya.

C. Perawatan
Selama dalam perawatan, pasien berhak mendapatkan privasi baik saat
wawancara klinis, saat dilakukan tindakan ataupun menentukan siapa yang boleh
mengunjunginya. Begitu pula untuk pelayanan rohani, pasien berhak mendapatkan
pelayanan rohani baik secara rutin maupun secara insidensial manakala dibutuhkan.
Pasien juga berhak mendapat keamanan terhadap barang miliknya saat dalam kondisi
khusus (tidak didampingi keluarga, penurunan kesadaran, hilang kesadaran, tidak
dapat bertanggung jawab atas dirinya sendiri). Pasien berhak berperan aktif dalam
proses pelayanan kesehatan selama dalam perawatan. Pasien berhak mendapat
perlindungan atas kekerasan yang dapat menimbulkan perasaan intimidasi, cedera,
atau penderitaan fisik lain atau kerusakan tubuh oleh pengunjung, pasien dan staf
rumah sakit. Semua pasien yang dirawat berhak atas perlindungan kerahasiaan
informasi medis dari pihak-pihak yang tidak berkompeten. Bila  berhadapan dengan
keraguan atas suatu keputusan dalam pengobatan maupun pilihan tindakan medis yang
akan dilakukan, itu saatnya pasien mencari dokter lain atau mencari second opinion
ditempat lain/dirumah sakit lainnya.
Selama dalam masa perawatan pasien juga berhak mendapatkan asuhan
keperawatan yang mendukung hak pasien dalam proses pengobatan dan
penyembuhan.

D. Jam Berkunjung
Rumah Sakit memberlakukan jam berkunjung bagi keluarga atau pengunjung
demi kenyamanan dan kelancaran proses perawatan bagi pasien. Namun setiap pasien
diperbolehkan didampingi oleh dua orang pendamping yang ditunjuk oleh
pasien/keluarga selama dalam masa perawatan di Rumah Sakit (diberikan kartu
penunggu). Jam berkunjung yang diberlakukan di Rumah Sakit yaitu:
Hari senin s/d sabtu :
1) Pagi : Jam 10.00 - 14.00 WIB
2) Sore : Jam 16.30 - 21.00 WIB
BAB III

TATA LAKSANA

A. PELAYANAN KESEHATAN
1. Informasi Tata Tertib dan Peraturan Rumah Sakit
Rumah Sakit memiliki serangkaian tata tertib dan peraturan yang mengatur
seluruh pelayanan yang berhubungan dengan hak pasien dan keluarga yang diatur
dalam Peraturan Direktur. Setiap pasien dan keluarga akan mendapatkan informasi
mengenai tata tertib dan peraturan selama berada di Rumah Sakit oleh petugas saat
pertama kali melakukan kunjungan sesuai dengan unit terkait, serta Informasi Tata
Tertib dan Peraturan Rumah Sakit tersebut juga bisa dilihat dan dibaca pada benner -
benner yang terpampang diruangan rawat inap, termasuk pula di tempat - tempat
tertentu yang memungkinkan untuk mudah dibaca oleh pasien/ keluarga dan
pengunjung.
Adapun beberapa tata tertib jam berkunjung pasien dan tata tertib ruangan rawat inap
meliputi:
a. Peraturan jam kunjung pasien di RSU Duta Mulya:
Hari senin s/d sabtu :
1) Pagi : Jam 10.00 - 14.00 WIB
2) Sore : Jam 16.30 – 21.00 WIB
b. Tata – Tertib Pengunjung Pasien :
1) Semua pengunjung yang akan mengunjungi pasien dilaksanakan pada jam
kunjung yang sudah ditentukan.
2) Anak – anak di bawah umur 12 tahun tidak diperkenankan masuk area ruang
perawatan/ berkunjung.
3) Setiap pengunjung pasien yang datang diluar jam kunjung wajib melewati
skrening dari petugas keamanan rumah sakit.
4) Setiap pengunjung pasien diluar jam kunjung, diperbolehkan masuk setelah
mendapat ijin dari petugas keamanan dan mengisi buku kunjungan.
5) Setiap pengunjung diluar jam kunjung, wajib menggunakan tanda pengenal
yang diberikan oleh petugas keamanan dan diserahkan kembali setelah selesai
kunjungan.
6) Pengunjung bagi pasien meninggal diperbolehkan masuk jika mendapatkan ijin
dari petugas keamanan rumah sakit maksimal 3 orang.
7) Tanpa kartu penunggu pasien, maka tidak diperbolehkan menunggu pasien
dirawat inap.
c. Tata tertib ruangan rawat inap :
1) Pasien / penunggu tidak dibenarkan membawa ;
a) Barang berharga (perhiasan)
b) Tikar / peralatan tempat tidur, bantal.
c) Ember, rak handuk dan sebagainya
d) Barang lain yang tidak dapat dimasukkan ke dalam almari yang tersedia
diruang rawat.
2) Bila terjadi kehilangan barang milik pasien/ keluarga yang tidak dalam
perlindungan rumah sakit maka bukan menjadi tanggung jawab rumah sakit.
3) Pasien/ kelurga dilarang mencuci dan menjemur pakaian dilingkungan rumah
sakit.
4) Pasien/ keluarga dilarang:
a) Merokok di lingkungan di RSU Duta Mulya dan ruang rawat inap.
b) Duduk dan tiduran ditempat tidur pasien
5) Penunggu dan pengunjung wajib menjaga ketenangan di ruang rawat.
6) Jagalah kebersihan dengan membuang sampah pada tempat yang disediakan.
7) Penunggu pasien membawa bukti kartu tunggu, sesuai ketentuan (penunggu
max. 2 orang).
Tata tertib dan peraturan Rumah Sakit yang telah dibuat haruslah dipatuhi dan
dijalankan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apabila staf Rumah Sakit, pasien
dan atau keluarga melanggarnya, maka siap diberikan teguran dan atau sanksi sesuai
dengan Kebijakan Direktur.

2. Informasi Hak dan Kewajiban Pasien


Setiap pasien dan keluarga pada saat datang untuk melakukan pelayanan
kesehatan di RSU Duta Mulya, akan mendapatkan informasi secara lisan dan tertulis
mengenai hak dan kewajiban pasien berupa brosur/famflet, banner informasi, maupun
penjelasan/ edukasi oleh bagian TPPRI dan TPPRJ atau bagian pendaftaran dan
petugas unit terkait.
Adapun informasi Hak Pasien dan Keluarga sudah tertuang didalam General
Consent untuk dibaca bila pasien/ keluarga pasien berkompeten untuk membaca, dan
jika tidak mampu membaca maka petugas TPPRI dan TPPRJ yang akan membacakan
Hak-Hak Pasien dan Keluarga tersebut, yang selanjutnya General Consent tersebut
harus ditandatangani oleh pasien/ keluarga pasien sebagai bukti telah diberi informasi.

3. Transparansi Pelayanan
Selama pasien melakukan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit, pasien/
keluarga akan mendapatkan informasi biaya pelayanan yang sudah diberikan dari
petugas administrasi unit terkait, dan pasien/ keluarga juga akan mendapatkan
prosedur pelayanan yang sama disetiap kelas pelayanan tanpa diskriminasi, artinya
tidak ada perbedaan pelayanan dimanapun pasien dirawat, hanya akomodasi kamar
saja yang membedakan kelas pasien.

4. Standar Pelayanan Kesehatan


Setiap pasien berhak memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai
dengan standar profesi dan standar prosedur operasional pelayanan / sesuai dengan
standar pelayanan publik yang prosedur tersebut dimiliki oleh masing-masing profesi
kesehatan.Semua kebenaran tindakan dapat diukur dari kesesuaian tindakan tersebut
dengan Standart Pelayanan Minimal, Panduan Praktek Klinik (PPK), Standart Asuhan
Keperawatan, dan Clinikal Pathway dari suatu penyakit.
Setiap staf unit terkait Rumah Sakit ikut mendukung dan mendorong
keterlibatan pasien dan keluarganya untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan
terhadap proses pelayanan dan pengobatan yang diberikan secara aktif. Hal ini
diberitahukan oleh staff dimasing - masing unit diawal pasien masuk untuk rawat inap,
sekaligus pemberian orientasi pasien baru.

Staf Rumah Sakit memahami pengaruh pribadi, budaya dan sosial pada hak
pasien untuk melaporkan rasa nyeri, serta pemeriksaan dan pengelolaan nyeri secara
akurat. Rumah Sakit menghormati dan mendukung hak pasien dengan cara asesmen
managemen nyeri yang sesuai. Tatalaksana managemen nyeri dibahas lebih rinci pada
panduan managemen nyeri.
5. Efektivitas Pelayanan
Pelayanan dilakukan secara efektif dan seefisien mungkin sesuai dengan
Clinikal Pathwaynya. Hal ini untuk mencegah terjadinya kemungkinan kerugian fisik
dan materi dari pasien selama mendapat pelayanan di Rumah Sakit.

6. Managemen Komplain
Apabila pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit dirasa tidak sesuai dengan
harapan dari pasien, pasien dan atau keluarga berhak mengajukan pengaduan atas
kualitas pelayanan yang didapatkan. Adapun tata laksananya adalah sebagai berikut;
a. Proses Penyeleseian Komplain
Tata laksana atau proses penyelesaian setiap komplain yang diberikan, oleh pasien
terhadap RSU Duta Mulya, selalu ditanggapi dengan baik dan diselesaikan dengan
cepat melalui Proses penyampaian informasi tentang proses untuk menyampaikan
komplain atau keluhan kepada pasien/keluarga, Proses investigasi terhadap
komplain, keluhan, konflik dan perbedaan pendapat, Proses analisis dan telaah
terhadap hasil investigasi. Proses untuk menyertakan pasien dan keluarga dalam
penyelesaian komplain, keluhan, konflik dan perbedaan pendapat yaitu dengan
didukung oleh bukti pemberitahuan proses komplain atau keluhan, bukti analisis
dan telaah, Laporan penyelesaian komplain, keluhan, konflik atau perbedaan
pendapat.
b. Pasien Komplain di Jam kerja
1) Petugas terkait menerima komplain dari pasien.
2) Pasien akan mengisi form isian kritik dan saran tentang isi komplainnya dan
diberikan oleh Tim Pengaduan Publik untuk mendapat tindakan.
3) Petugas melaporkan kepada Tim Pengaduan Publik
4) Tim Pengaduan Publik akan menyampaikan kepada manajemen terkait dan
pihak yang terkait atas komplain tersebut dan meminta jawabannya pada hari
itu.
5) Komplain yang bersifat medis, akan disampaikan kepada Bidang pelayanan
yang kemudian dirapatkan di komite medik (jika perlu) untuk memberikan
jawaban dan penjelasannya berdasarkan standar RSU Duta Mulya.
6) Komplain yang tidak bersifat medis, akan ditangani oleh Tim Pengaduan
Publik dengan pihak yang terkait berdasarkan standar RSU Duta Mulya.
7) Jika jawaban sudah diterima oleh Tim Pengaduan Publik, Tim Pengaduan
Publik akan menyampaikan jawabannya kepada pasien secara langsung (yang
bersifatnya non medis), dan ditemani oleh bidang pelayanan (yang bersifatnya
medis) sebagai jawaban resmi dari pihak manajemen terkait. Dalam
menyampaikan jawaban, Tim Pengaduan Publik mengundang pasien /
keluarga secara kekeluargaan yang bertempat di ruang layanan komplain.
8) Bila pasien tidak puas dengan jawaban manajemen,Bila perlu diskusikan solusi
dengan Direktur RSU Duta Mulya.
9) Semua komplain yang terjadi akan dilaporkan oleh Tim Pengaduan Publik
untuk direkap menjadi laporan bulanan Tim Pengaduan Publik kepada pihak
manajemen.
10) Setiap komplain yang terjadi akan dijadikan acuan untuk perbaikan, baik dan
sisi SDM maupun Sistem pelayanan dan penyeleseian komplain.
c. Pasien Komplain Diluar Jam Kerja
1) Petugas terkait menerima komplain dari pasien.
2) Minta bantuan kepada Supervisi Keperawatan apabila pasien tidak puas
dengan jawaban petugas pada hari itu juga.
3) Bila pasien tidak puas dengan jawaban Supervisi Keperawatan, maka pasien
dipersilahkan mengisi formulir isian kritik dan saran untuk disampaikan ke
manajemen terkait.
4) Supervisi Keperawatan memberikan Formulir isian kritik dan saran tentang
isi komplainnya kepada Tim Pengaduan Publik untuk ditindaklanjuti keesokan
harinya.
5) Tim Pengaduan Publik akan menyampaikan kepada manajemen terkait dan
pihak yang terkait atas komplain tersebut dan meminta jawabannya.
6) Komplain yang bersifat medis, akan disampaikan kepada bidang pelayanan
yang kemudian dirapatkan di komite medik (jika perlu) untuk memberikan
jawaban dan penjelasannya berdasarkan standar RSU Duta Mulya.
7) Komplain yang tidak bersifat medis, akan ditangani oleh Tim Pengaduan
Publik dengan pihak yang terkait berdasarkan standar Tim Pengaduan Publik
RSU Duta Mulya.
8) Jika jawaban sudah diterima, Tim Pengaduan Publikakan menyampaikan
jawabannya kepada pasien secara langsung (yang bersifatnya non medis), dan
ditemani oleh bidang pelayanan (yang bersifatnya medis) sebagai jawaban
resmi dan pihak manajemen. Dalam menyampaikan jawaban, Tim Pengaduan
Publik mengundang pasien/keluarga secara kekelurgaan yang bertempat di
ruang tamu.
9) Bila pasien tidak puas dengan jawaban manajemen, Bila perlu diskusikan
solusi dengan Direktur RSU Duta Mulya.
10) Semua komplain yang terjadi akan di laporkan oleh Tim Pengaduan Publik
untuk direkap menjadi laporan bulanan Tim Pengaduan Publik kepada pihak
manajemen.
11) Setiap komplain yang terjadi akan dijadikan acuan untuk perbaikan, baik dari
sisi SDM maupun Sistem pelayanan dan penyeleseian komplain.
d. Pasien Komplain Iangsung ke Tim Pengaduan Publik
1) Tim Pengaduan Publik terkait menerima komplain dari pasien / keluarga dan
mencatat komplain tersebut.
2) Tim Pengaduan Publik akan meminta waktu kepada pasien untuk meminta
jawaban dari unit terkait saat itu juga.
3) Tim Pengaduan Publik akan menyampaikan jawaban kepada pasien sesuai
dengan jawaban yang diberikan oleh unit terkait. Jika komplain menyangkut
medis maka Tim Pengaduan Publikakan ditemani oleh dokter pemberi
informasi medis.
4) Jika pasien tidak puas dengan jawaban dan unit terkait, maka Tim Pengaduan
Publikakan meminta waktu kepada pasien untuk disampaikan ke pihak
manajemen.
5) Tim Pengaduan Publik membuat laporan tertulis dengan lengkap untuk
disampaikan ke manajemen.
6) Pihak manajemen akan memberikan jawaban kepada Tim Pengaduan Publik
untuk disampaikan kepada pasien sebagai jawaban resmi dan manajemen.
7) Komplain yang bersifat medis, akan disampaikan kepada bidang pelayanan
yang kemudian dirapatkan di komite medik (jika perlu) untuk memberikan
jawaban dan penjelasannya berdasarkan standar RSU Duta Mulya.
8) Komplain yang tidak bersifat medis, akan diatasi oleh Tim Pengaduan Publik
dengan pihak yang terkait berdasarkan standar RSU Duta Mulya.
9) Bila pasien tidak puas dengan jawaban manajemen, Bila perlu diskusikan
solusi dengan Direktur RSU Duta Mulya.
10) Semua komplain yang terjadi akan dilaporkan oleh Tim Pengaduan Publik
untuk direkap menjadi laporan bulanan Tim Pengaduan Publik kepada pihak
manajemen.
11) Setiap komplain yang terjadi akan dijadikan acuan untuk perbaikan, baik dari
sisi SDM maupun Sistem pelayanan.
e. Penyelesaian komplain melalui Kotak Saran.
1) Komplain / keluhan pelanggan melalui kotak saran.
2) Tim Pengaduan Publik mengambil formulir komplain / keluhan dikotak saran.
3) Formulir komplain dicatat oleh tim pengaduan publik sebagai surat masuk.
4) Tim pengaduan publik meneruskan komplain kepada bagian yang
mendapatkan komplain.
5) Komplain / Keluhan yang belum dapat terselesaikan setelah batas waktu
dilaporkan kepada Direktur Rumah Sakit melalui Tim Pengaduan Publik.
6) Untuk keluhan yang sifatnya harus segera mendapat penanganan /solusi, dapat
dilaporkan langsung ke Direktur tanpa menunggu saat rapat pimpinan.
7) Formulir komplain yang sudah diverifikasi oleh bagian yang mendapat
komplain dikembalikan kembali ke Tim Pengaduan Publik.
f. Penyelesaian komplain dari media masa.
1) Tim Pengaduan Publik menerima informasi keluhan pelanggan dari Media
Massa dan mencatat dalam Buku Keluhan Pelanggan.
2) Melaporkan melalui atasan untuk klarifikasi keluhan yang diterima.
3) Mengadakan koordinasi dengan bagian / bidang terkait untuk penyelesaian
keluhan pelanggan.
4) Menanggapi keluhan pelanggan baik melalui media atau menemui langsung
pelanggan yang bersangkutan untuk memberikan klarifikasi.
g. Penyelesaian komplain melalui Media lain (SMS, Email & Website)
1) Komplain dicatat dalam buku agenda keluhan pelanggan.
2) Ditangani seperti dengan keluhan melalui Kotak Saran.
3) Respon dan evaluasi keluhan pelanggan.
4) Tim Pengaduan Publik melakukan evaluasi terhadap keluhan pelanggan yang
tercatat dalam Buku Keluhan Pelanggan.
5) Jika ada keluhan yang belum diselesaikan, maka segera menghubungi
Bagian/Bidang yang terkait untuk menyelesaikan.
6) Jika ada keluhan yang sama terulang kembali, maka berkoordinasi dengan
Bidang/Bagian yang terkait dan Bidang/Bagian yang bersangkutan atau
langsung kepada Direktur Rumah Sakit .
7) Memberikan masukan kepada Bidang/Bagian terkait untuk lebih meningkatkan
pelayanan agar dapat mengurangi keluhan pelanggan.
h. Alur Proses
1) Alur Proses Komplain Dihari Kerja Dan Diluar Hari kerja

Pasien komplain pada unit


(Langsung & tak langsung (SMS,Kotak
Saran,email danWebsite )

Diluar hari kerja

Hari kerja

Supervisor Keperawatan

Pasien tidak puas Pasien Puas


Customer Service Unit Terkait

Pasien Puas Pasien Tidak Puas Customer Service

Pasien Tidak Puas Pasien Puas

Manajemen
2) Alur Proses Komplain Iangsung ke tim pengaduan pelayanan publik

Pasien komplain

Tim pengaduan publik Unit Terkait

Pasien Puas Pasien Tidak Puas

Manajemen

Adapun Setiap komplain yang masuk didikumentasikan dalam buku complain


yang dikelola oleh tim pengaduan publik.
Buku komplain setidaknya memuat :
Perihal yang dikeluhkan, beserta kronologinya
a. Identitas penyampai komplain (bila teridentifikasi)
b. Kapan dan dimana unit yang dikeluhkan
c. Unit yang bertanggungjawab menyelesaikannya
d. Tindak lanjut komplain
e. Status tindak lanjut penyelesaian complain, apakah sudah ditutup atau masih
berlanjut. Di buktikan dengan tandatangan sasaran.
Setiap komplain direkap, termasuk tindak lanjut penyelesainnya, serta status
penyelesainnya. Setiap tindakan penyelesaiannya di dokumentasikan dan dicantumkan
tanggal penyelesainnya.
Laporan komplain merupakan bagian dari laporan kinerja unit subbag Tata Usaha.
Analisa komplain dilakukan setiap 3 (tiga) bulan sekali. Komplain di kelompokkan
menurut :
1) Unit yang dikomplain
2) Kriteria komplain (pelayanan, SDM, fasilitas, sistem dan prosedur)
3) Media/ saluran yang digunakan (langsung kotak saran SMS media massa
dan lain-lain).

7. DPJP
Setiap pasien yang memerlukan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit berhak
memilih dokter penanggung jawab dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya
dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit. Pasien wajib mengenal identitas para
dokter dan praktisi yang lain yang bertanggung jawab melayani mereka. Adapun
pemilihan dokter penanggung jawab pelayanan berdasarkan formulirpemilihan dokter
yang telah diisi oleh pasien / keluarga. Rumah Sakit merespon keinginan pasien
terhadap permintaan tambahan informasi tentang tanggung jawab praktisi untuk
pelayanannya.
Adapun DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pelayanan) : adalah seorang dokter,
sesuai dengan kewenangan klinisnya terkait penyakit pasien, memberikan asuhan
medis lengkap (paket) kepada satu pasien dengan satu patologi / penyakit, dari awal
sampai dengan akhir perawatan di rumah sakit, pada semua lini rumah sakit. Asuhan
medis lengkap artinya melakukan asesmen medis sampai dengan implementasi
rencana serta tindaklanjutnya sesuai kebutuhan pasien.
Sementara pasien dengan lebih dari satu penyakit dikelola oleh lebih dari satu
DPJP sesuai kewenangan klinisnya, dalam pola asuhan secara tim atau terintegrasi.
Contoh : pasien dengan Diabetes Mellitus, Katarak dan Stroke, dikelola oleh lebih dari
satu DPJP : Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Dokter Spesialis Mata dan Dokter
Spesialis Saraf.
Kemudian penentuan DPJP Utama : bila pasien dikelola oleh lebih dari satu
DPJP, maka asuhan medis tersebut dilakukan secara terintegrasi atau secara tim
diketuai oleh seorang DPJP Utama. Peran DPJP Utama adalah sebagai koordinator
proses pengelolaan asuhan medis bagi pasien, dengan tugas menjaga terlaksananya
asuhan medis komprehensif – terpadu – efektif, keselamatan pasien, komunikasi
efektif, membangun sinergisme, mencegah duplikasi.
Apabila ada Dokter yang memberikan pelayanan interpretatif, misalnya
memberikan uraian / data tentang hasil laboratorium atau radiologi, patologi anatomi
dan rehabilitasi medic, tidak dipakai istilah DPJP, karena tidak memberikan asuhan
medis yang lengkap. Misalkan pasien memerlukan tindakan imaging dengan
kontras.Maka pasien dialih kelolakan ke dokter tersebut dan tanggungjawab ada pada
dokter pelaksana selama tindakan,setelah selesai tindakan maka tanggung jawab
dikembalikan ke dokter penanggung jawab pelayanan.
Dengan kata lain Asuhan pasien (patient care) diberikan dengan pola
Pelayanan Berfokus pada Pasien (Patient Centered Care), dan DPJP merupakan Ketua
(Team Leader) dari tim yang terdiri dari para professional pemberi asuhan pasien / staf
klinis dengan kompetensi dan kewenangan yang memadai, yang antara lain terdiri dari
dokter, perawat, ahli gizi, apoteker, fisioterapis dsbsebagai Tim interdisiplin. Dan ada
pula seorang Case manager : adalah profesional di rumah sakit yang melaksanakan
manajemen pelayanan pasien, yaitu proses kolaboratif mengenai asesmen,
perencanaan, fasilitasi, koordinasi asuhan, evaluasi dan advokasi untuk opsi dan
pelayanan bagi pemenuhan kebutuhan pasien dan keluarganya yang komprehensif,
melalui komunikasi dan sumber daya yang tersedia sehingga memberi hasil (outcome)
yang bermutu dengan biaya-efektif.
a. Asuhan Medis
Asuhan pasien yang dilakukan oleh masing-masing pemberi asuhan, terdiri dari 2
blok kegiatan : Asesmen pasien dan Implementasi rencana.
1) Asesmen pasien terdiri dari 3 langkah :
a) Pengumpulan informasi, antara lainanamnesa, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang, dsb.
b) Analisis informasi menghasilkan diagnosis, masalah atau kondisi, untuk
mengidentifikasi kebutuhan pelayanan pasien.
c) Menyusun rencana (care plan) pelayanan dan pengobatan, untuk
memenuhi kebutuhan pelayanan pasien.
2) Implementasi rencana dan monitor
Asuhan medis di rumah sakit diberikan oleh dokter spesialis, disebut sebagai
DPJP. Di Instalasi Gawat Darurat dokter jaga yang telah menjalani pelatihan
bersertifikat kegawatdaruratan, antara lain ATLS, ACLS, PPGD, menjadi
DPJP pada saat asuhan awal pasien gawatdarurat. Saat pasien dikonsul / rujuk
ke dokter spesialis dan memberikan asuhan medis, maka dokter spesialis
tersebut menjadi DPJP pasien tersebut menggantikan DPJP tersebut
sebelumnya.
Pemberian asuhan medis di rumah sakit agar mengacu kepada Buku
Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia (Kep KKI no
18/KKI/KEP/IX/2006).Penerapan panduan ini selain menjaga mutu asuhan dan
keselamatan pasien, juga dapat menghindari pelanggaran disiplin.
Asas, Dasar, Kaidah dan Tujuan Praktik Kedokteran di Indonesia intinya
adalah sbb :
 Asas : nilai ilmiah, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, serta
perlindungan dan keselamatan pasien
 Kaidah dasar moral :
o Menghormati martabat manusia (respect for person)
o Berbuat baik (beneficence)
o Tidak berbuat yang merugikan (non-maleficence)
o Keadilan (justice).

 Tujuan :
o memberikan perlindungan kepada pasien
o mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medik
o memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter, dan dokter
gigi.
b. Kewenangan Klinis Dan Evaluasi Kinerja
1) Setiap dokter yang bekerja di rumah sakit yang melakukan asuhan medis,
termasuk pelayanan interpretatif (dr.Sp PK, dr.Sp PA, dr.Sp Rad dan
sebagainya), harus memiliki SK dari Direktur / Kepala Rumah Sakit berupa
Surat Penugasan Klinis / SPK (Clinical appointment), dengan lampiran
Rincian Kewenangan Klinis / RKK (Clinical Privilege). Penerbitan SPK dan
RKK tsb harus melalui proses kredensial dan rekredensial yang mengacu
kepada Permenkes 755/2011 tentang penyelenggaraan Komite Medik di
Rumah Sakit.
2) Regulasi tentang evaluasi kinerja profesional Dokter Penanggung Jawab
Pelayanan (DPJP) ditetapkan Direktur dengan mengacu ke Permenkes
755/2011 tentang penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit dan Standar
Akreditasi Rumah Sakit versi 2012, khususnya Bab KPS (Kualifikasi dan
Pendidikan Staf).
c. Penunjukan DPJP Dan Pengelompokan DPJP
1) Regulasi tentang penunjukan seorang Dokter Penanggung Jawab Pelayanan
(DPJP) untuk mengelola seorang pasien, pergantian Dokter Penanggung Jawab
Pelayanan (DPJP), selesainya Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP)
karena asuhan medisnya telah tuntas, ditetapkan Direktur / Kepala Rumah
Sakit. Penunjukan seorang DPJP dapat a.l. berdasarkan permintaan pasien,
jadwal praktek, jadwal jaga, konsul/rujukan langsung. Pergantian DPJP perlu
pengaturan rinci tentang alih tanggung jawabnya. Tidak dibenarkan pergantian
DPJP yang rutin, contoh : pasien A ditangani setiap minggu dengan pola hari
Senin DrSp PD X, hari Rabu DrSp PD Y, hari Sabtu DrSp PD Y.
2) Regulasi tentang pelaksanaan asuhan medis oleh lebih dari satu DPJP dan
penunjukan DPJP Utama, tugas dan kewenangannya ditetapkan Direktur /
Kepala Rumah Sakit.
3) Kriteria penunjukan DPJP Utama untuk seorang pasien dapat digunakan butir-
butir sbb :
a) DPJP Utama dapat merupakan DPJP yang pertama kali mengelola pasien
pada awal perawatan
b) DPJP Utama dapat merupakan DPJP yang mengelola pasien dengan
penyakit dalam kondisi (relatif) terparah
c) DPJP Utama dapat ditentukan melalui kesepakatan antar para DPJP terkait
d) DPJP Utama dapat merupakan pilihan dari pasien
4) Pengaturan tentang pengelompokan DPJP ditetapkan oleh Direktur sesuai
kebutuhan. Pengelompokan dapat dilakukan per disiplin (Kelompok Staf
Medis Bedah, Mata dsb), kategori penyakit (Pokja/Tim Kanker Payudara,
Kanker Cerviks, dsb), kategori organ (Pokja/Tim Cerebrovasculer, Hati, dsb).
d. Tata Laksana DPJP
1) Setiap pasien yang mendapat asuhan medis di rumah sakit baik rawat jalan
maupun rawat inap harus memiliki DPJP
2) Di unit / instalasi gawat darurat dokter jaga menjadi DPJP pada pemberian
asuhan medis awal / penanganan kegawat-daruratan. Kemudian selanjutnya
saat dikonsul / rujukditempat (on side) atau lisan ke dokter spesialis, dan
dokter spesialis tsb memberikan asuhan medis (termasuk instruksi secara lisan)
maka dokter spesialis tsb telah menjadi DPJP pasien, sehingga DPJP berganti.
3) Apabila pasien mendapat asuhan medis lebih dari satu DPJP, maka harus
ditunjuk DPJP Utama yang berasal dari para DPJP pasien terkait. Kesemua
DPJP tsb bekerja secara tim dalam tugas mandiri maupun kolaboratif. Peran
DPJP Utama adalah sebagai koordinator proses pengelolaan asuhan medis bagi
pasien (sebagai “Kapten Tim“), dengan tugas menjaga terlaksananya asuhan
medis komprehensif – terpadu – efektif, keselamatan pasien, komunikasi
efektif, membangun sinergisme, mencegah duplikasi
4) Setiap penunjukan DPJP harus diberitahu kepada pasien dan atau keluarga
5) Koordinasi dan transfer informasi antar DPJP dilakukan secara lisan dan
tertulis sesuai kebutuhan. Bila ada pergantian DPJP pencatatan di rekam medis
harus jelas tentang alih tanggung jawabnya.
6) Di unit pelayanan intensif, pelayanan anestesiologi dalam terapi intensif adalah
tindakan medis yang dilakukan melalui pendekatan tim sesuai dengan
kompetensi dan kewenangan yang dimiliki. Tim pengelola pelayanan di
pimpim oleh dokter spesialis anestesi dengan anggota dan/atau dokter lain dan
perawat anestesi/perawat.
7) Di kamar operasi DPJP Bedah adalah ketua dalam seluruh kegiatan pada saat
di kamar operasi.
8) Pada keadaan khusus misalnya seperti konsul saat diatas meja operasi / sedang
dioperasi, dokter yang dirujuk melakukan tindakan / memberikan instruksi,
maka otomatis menjadi DPJP juga bagi pasien.
9) Dalam pelaksanaan pelayanan dan asuhan pasien, bila DPJP dibantu oleh
dokter lain (dokter ruangan, residen), maka DPJP yang bersangkutan harus
memberikan supervisi, dan melakukan validasi berupa pemberian paraf /
tandatangan pada setiap catatan kegiatan tsb di rekam medis(dalam 1x24 jam
pasien harus sudah dipegang oleh dokter spesialis. Bila belum bisa dapat di
kelola oleh DPJP dokter spesialis yang setara)
10) Asuhan pasien dilaksanakan oleh para professional pemberi asuhan yang
bekerja secara tim interdisiplin sesuai konsep Pelayanan Fokus pada Pasien
(Patient Centered Care), DPJP sebagai ketua tim (Team Leader) harus proaktif
melakukan koordinasi dan mengintegrasikan asuhan pasien, serta
berkomunikasi intensif dan efektif dalam tim
11) DPJP harus aktif dan intensif dalam pemberian edukasi/informasi kepada
pasien karena merupakan elemen yang penting dalam konteks Pelayanan
Fokus pada Pasien (Patient Centered Care), selain juga merupakan kompetensi
dokter dalam area kompetensi ke 3 (Standar Kompetensi Dokter Indonesia,
KKI 2012; Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia, KKI
2006))
12) Pendokumentasian yang dilakukan oleh DPJP di rekam medis harus
mencantumkan nama dan paraf / tandatangan. Pendokumentasian dilakukan. di
form asesmen awal medis, catatan perkembangan pasien terintegrasi / CPPT
(Integrated note), form asesmen pra anestesi/sedasi, instruksi pasca bedah,
form edukasi/informasi ke pasien. Termasuk juga pendokumentasian
keputusan hasil pembahasan tim medis, hasil ronde bersama multi kelompok
staf medis / departemen, dsb.
13) Pada kasus tertentu DPJP sebagai ketua tim dari para professional pemberi
asuhan bekerjasama erat dengan Manajer Pelayanan Pasien (Hospital Case
Manager), sesuai dengan Panduan Pelaksanaan Manajer Pelayanan Pasien
(dari KARS, edisi I 2013), agar terjaga kontinuitas pelayanan.
14) Pada setiap rekam medis harus ada pencatatan tentang DPJP, dalam satu
formulir yang diisi secara periodik sesuai kebutuhan, yaitu nama dan gelar
setiap DPJP, tanggal mulai dan akhir penanganan pasien, DPJP Utama nama
dan gelar, tanggal mulai dan akhir sebagai DPJP Utama. Daftar ini bukan
berfungsi sebagai daftar hadir
15) Keterkaitan DPJP dengan Alur Perjalanan Klinis/Clinical Pathway, setiap
DPJP bertanggung jawab mengupayakan proses asuhan pasien (baik asuhan
medis maupun asuhan keperawatan atau asuhan lainnya) yang diberikan
kepada pasien patuh pada Alur Perjalanan Klinis / Clinical Pathway yang telah
ditetapkan oleh RS. Tingkat kepatuhan pada Alur Perjalanan Klinis / Clinical
Pathway ini akan menjadi objek Audit Klinis dan Audit Medis.

8. Second Opinion
Rumah Sakit memberitahukan kepada pasien dan atau keluargannya mengenai
alternatif pelayanan dan pengobatan di Rumah Sakit. Pasien berhak meminta
konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai
kompetensi dan Surat Ijin Praktek (SIP) didalam maupun diluar Rumah Sakit. Dan
Rumah Sakit memberikan dukungan atas hak pelayanan second opinion tersebut
kepada pasien yang menghendaki permintaan second opinion, sepanjang dokter yang
diminta adalah dokter Rumah Sakit dari dalam maupun dari luar. Hak pasien tentang
second opinion diwujudkan dalam bentuk pemberian formulir permintaan second
opinion, dan apabila diminta oleh pasien/ keluarga maka rumah sakit hanya
menyediakan data – data yang dibutuhkan untuk pelaksanaan second opinion.
9. Kerahasiaan Informasi dan Privasi
a. Kerahasiaan Informasi
Perlindungan kerahasiaan informasi pasien adalah suatu usaha
perlindungan yang diberikan oleh pihak Rumah Sakit terhadap segala
kerahasiaan informasi dan data-data medis ataskondisi pasien selama
dirawat/mendapat pelayanan kesehatan. Semua pasien yang mendapat pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit berhak atas perlindungan kerahasiaan informasi dan
data-data medis dari pihak-pihak yang tidak berkompeten.
Perlindungan kerahasiaan informasi medis pasien dilaksanakan dalam
bentuk pelepasan informasi medis hanya bisa dilakukan sesuai dengan identitas
data yang tertulis dalam form kewenangan pemberian informasi, yang data
tersebut telah diisi oleh pasien/ keluarga pasien.Kemudian form tersebut
ditindaklanjuti oleh pihak-pihak yang terkait.
Rumah Sakit menghormati hak pasien dalam beberapa situasi untuk
mendapatkan hak istimewa dalam menentukan informasi apa saja yang
berhubungan dengan pelayanan yang boleh disampaikan kepada keluarga atau
pihak lain dalam situasi tertentu. Apabila pasien telah meninggal dunia saat dalam
perawatan di Rumah Sakit, yang berhak diberi tahu atas informasi tersebut adalah
keluarga kandung terdekat dan atau wali yang syah menurut undang-undang.
Adapun pembukaan atas kerahasiaan informasi mengenai pasien dalam
rekam medik diperbolehkan dalam UU No 29 tahun 2004, yaitu sebagai berikut:
1. Diminta oleh aparat penegak hukum dalam rangka penegakan hukum
misalnya, visum et repertum.
2. Atas permintaan pasien sendiri.
3. Untuk kepentingan kesehatan pasien itu sendiri.
4. Berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, misalnya; undang
– undang wabah, undang – undang karantina, dan lain sebagainya.
Kemudian Rumah Sakit menghormati kerahasiaan informasi kesehatan
pasien dengan membatasi akses ke ruang penyimpanan rekam medik melalui
pintu otomatis, yang hanya bisa dibuka oleh orang yang memiliki akses ke ruang
tersebut. Kemudian rekam medik juga tidak diletakkan ditempat umum. Pihak
yang mengakses kerahasiaan informasi memiliki kewenangan dari rumah sakit
atas seijin direktur rumah sakit dan atau atas persetujuan pasien dan sudah
disumpah mengenai kerahasiaan informasi misalnya DPJP, Asuransi, lembaga
pemerintah dan lain sebagainya.
Seluruh staf Rumah Sakit diambil sumpahnya untuk dapat menjaga
kerahasiaan dalam melindungi hak pasien terhadap segala informasi medis.
b. Privasi Pasien
Staf Rumah Sakit disetiap unit mengidentifikasi harapan dan kebutuhan
privasi pasien selama pelayanan dan pengobatan. Rumah Sakit merespon
keinginan pasien untuk dihormati privasinya pada setiap wawancara klinis,
pemeriksaan, prosedur/pengobatan dan transportasi, dan bila diperlukan maka
akan disediakan form permintaan privasi terhadap sesuatu sesuai dengan
permintaan tertulis pasien / keluarga.

10. Informasi Medis


Pasien berhak mendapatkan informasi yang meliputi diagnosis penyakitnya
dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis yang akan dilakukan, alternatif
tindakan, resiko tindakan dan komplikasi yang mungkin terjadi atas tindakan tersebut
dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan.
Setiap hasil perkembangan penyakit, pasien dan atau keluarganya akan diberi tahu
tentang hasil dari pelayanan, pengobatan dan hasil yang tidak diantisipasi dari
pelayanan dan pengobatan tersebut. Yang berwenang untuk memberikan informasi
adalah dokter penanggung jawab dan atau dokter yang diberikan kewenangan. Adapun
yang berhak menerima informasi medis adalah orang yang tertulis didalam form
Kewenangan Pemberian Informasi kemudian pemberian informasi tersebut diberikan
secara lisan dan tertulis dengan menggunakan form pemberian informasi dan edukasi.
Adapun sesuai dengan Pasal 45 UU Praktik Kedokteran maka batasan minimal
informasi yang diberikan kepada pasien adalah sebagai berikut;

a. Diagnosis dan tata cara tindakan medis


b. Tujuan tindakan medis yang dilakukan
c. Alternatif tindakan lain dan risikonya
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan
e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
11. Persetujuan dan Penolakan Tindakan
a. General Consent
Saat pertama kali melakukan pelayanan dan pengobatan di Rumah Sakit,
pasien dan keluaganya diberikan Persetujuan Umum (General Consen) oleh
bagian TPPRI dan TPPRJ kemudian didokumentasikan di dalam rekam medis
pasien.
Disetiap akan melakukan tindakan medis yang beresiko tinggi, pasien/
keluarga akan diberi tahu dan berhak memberikan persetujuan atau penolakan atas
tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang
dideritanya setelah pasien mendapatkan informasi atas tindakan tersebut, dengan
mengisi form persetujuan/penolakan dan informasi tindakan.
Adapun menurut PMK 290/2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran, maka yang berhak memberikan persetujuan adalah pasien dewasa
atau bukan anak menurut perundang – undangan atau telah / pernah menikah,
tidak terganggu kesadaran fisiknya, mampu berkomunikasi secara wajar, tidak
mengalami kemunduran pekembangan (retardasi) mental, dan tidak mengalami
penyakit mental, sehingga mampu membuat keputusan secara bebas. Dan
menurut Landasan hukum anak :
 Berdasarkan KUHP à umur >= 21 th atau telah menikah dianggap sebagai
orang dewasa
 Berdasarkan UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak > = 18 tahun
dianggap sudah bukan anak-anak.
Akan tetapi Dalam hal pasien tidak cakap untuk memberikan persetujuan
sebagaimana dimaksud pada pernyataan diatas, persetujuan dapat diberikan oleh
keluarga terdekat atau pengampunya, hal ini sesuai dengan Pasal 6 dari Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2012 Tentang Rahasia
Kedokteran.
Segala akibat atas keputusannya tersebut, pasien telah memahaminya dan
tidak akan menyalahkan pihak Rumah Sakit atas keputusan tersebut apabila
terjadi sesuatu hal yang tidak diharapkan.
Informasi tersebut diberikan oleh dokter penanggung jawab pelayanan
pasien / dokter yang bertugas saat itu, dan didokumentasikan di dalam form
persetujuan/ penolakan/ penundaan/ tidak melanjutkanpelayanan dan pengobatan.
Sementara berkaitan dengan tindakan yang sudah tercantum didalam
general konsen maka petugas kesehatan ketika akan melakukan tindakan tersebut
cukup memberitahukan ulang lewat lisan saja, mengingat persetujuannyan sudah
ada pada general konsen, kecuali pasien/ Keluarga menolak tindakan tersebut,
maka diperlukan form penolakan tindakan.
b. Pulang Atas Permintaan Sendiri/ APS
Apabila pasien/ keluarga menghendaki membawa pulang pasien
dikarenakan suatu hal, yang semua itu berlatarbelakang keputusan pasien/
keluarga sendiri, maka rumah sakit berkewajiban menfasilitasi hal itu dengan
memberitahukan pasien dan keluarga bahwa :
1) Hal tersebut merupakan hak mereka untuk menolak atau tidak melanjutkan
pengobatan.
2) Pasien dan/ keluarga memahami sepenuhnya penjelasan yang diberikan dari
pihak Rumah Sakit mengenai penyakit dan kemungkinan/ konsekuensi
terbaik sampai dengan terburuk atas keputusan yang ambil oleh pasien dan
atau keluarga.
3) Hal tersebut yang berkaitan dengan putusan yang telah diambil, maka itu
menjadi tanggung jawab pasien dan atau keluarga sepenuhnya.
4) Keputusan yang diambil pasiendan atau keluarga ini, terlebih dahulu rumah
sakit telah memberikan penjelasan mengenai alternatif pelayanan dan
pengobatan selanjutnya.

12. Do Not Resusitation / DNR


Kemudian pada saat pasien memberikan penolakan terhadap pelayanan
resusitasi dan membatalkan atau mundur dari pengobatan bantuan hidup dasar,
Rumah Sakit merespon permintaan tersebut dengan memberikan formulirpermintaan
DNR untuk diisi oleh pasien dan ditindaklanjuti oleh pihak terkait. Rumah Sakit
memperlakukan pasien DNR sesuai dengan norma agama dan budaya masyarakat,
persyaratan hukum dan peraturan yang berlaku.
Adapun prinsip – prinsip yang harus diperhatikan dalam DNR adalah:
a. Harus tetap ada anggapan untuk selalu melakukan resusitasi kecuali telah dibuat
keputusan secara lisan dan tertulis untuk tidak melakukan resusitasi (DNR).
b. Keputusan tindakan DNR ini harus dicatat di rekam medis pasien.
c. Komunikasi yang baik sangatlah penting.
d. Dokter harus berdiskusi dengan pasien yang memiliki kemungkinan henti napas /
jantung mengenai tindakan apa yang pasien ingin tim medis lakukan jika hal ini
terjadi.
e. Pasien harus diberikan informasi selengkap-lengkapnya mengenai kondisi dan
penyakit pasien, prosedur RJP dan hasil yang mungkin terjadi.
f. Tanggung jawab dalam mengambil keputusan DNR terletak pada dokter
penanggung jawab pelayanan pasien / dokter umum yang bertanggungjawab atas
pasien.Jika terdapat keraguan dalam mengambil keputusan, dapat meminta saran
dari dokter senior.
g. RJP sebaiknya tidak dilakukan pada kondisi-kondisi berikut ini:
1) RJP dinilai tidak dapat mengembalikan fungsi jantung dan pernapasan pasien
2) Pasien dewasa, yang kompeten secara mental dan memiliki kapasitas untuk
mengambil keputusan, menolak untuk dilakukan usaha RJP
3) Terdapat alasan yang valid, kuat, dan dapat diterima mengenai pengambilan
keputusan untuk tidak melakukan tindakan RJP.
4) Terdapat perintah DNR sebelumnya yang valid, lengkap, dan dengan alasan
kuat.
5) Pada pasien-pasien yang berada dalam fase terminal penyakitnya/ sekarat, di
mana tindakan RJP tidak dapat menunda fase terminal/ kodisi sekarat pasien
dan tidak memberikan keuntungan terapetik (risiko / bahayanya melebihi
keuntungannya), Contoh: henti jantung / napas yang dialami pasien
merupakan kejadian alamiah akibat penyakit terminal yang diderita. Pada
kasus ini, RJP mungkin dapat mengembalikan fungsi jantung-paru pasien
secara sementara tetapi kondisi keseluruhan pasien dapat memburuk dan henti
jantung / napas akan terjadi kembali, yang merupakan bagian dari proses
alamiah dan tidak dapat terhindarkan dari proses sekarat/kematian pasien.
6) Melakukan RJP pada kasus di atas akan membahayakan/ merugikan pasien
dan bertolak belakang dengan etika kedokteran (prinsip ‘do no harm’).
h. Semua pasien harus menjalani asesmen secara personal.
i. Pengambilan keputusan DNR harus merupakan langkah terbaik untuk pasien dan
harus didiskusikan dengan pasien meskipun tidak ada kewajiban secara etika
untuk mendiskusikan DNR dengan pasien-pasien yang menjalani perawatan
paliatif (di mana usaha RJP adalah sia-sia).
j. Diskusi dengan pasien dan keluarga merupakan hal yang penting dan tergantung
dengan kapasitas mental dan harapan hidup pasien. Diskusi dapat dilakukan oleh
konsultan rumah sakit, dokter umum, atau perawat yang bertugas. Staf harus
memberitahukan hasil diskusi mereka dengan pasien kepada dokter
penanggungjawab pasien.
k. Jika, pada situasi tertentu, terdapat perbedaan pendapat antara dokter dan pasien
mengenai tindakan DNR, dokter harus menghargai keinginan pasien (yang
kompeten secara mental).
l. Hasil diskusi dengan pasien dan atau keluarganya harus dicatat di rekam medis
pasien.
m. Pada beberapa kasus, tidak terdapat batasan waktu pemberlakuan instruksi DNR,
Misalnya: Keganasan fase terminal.
n. Pada pasien asing (luar negeri) dan populasi etnis minoritas di mana terdapat
kesulitan pemahaman bahasa, harus terdapat layanan penerjemah yang kompeten.
o. DNR hanya berarti tidak dilakukan tindakan RJP. Penanganan dan tatalaksana
pasien lainnya tetap dilakukan dengan optimal.
p. Tindakan DNR dapat dipertimbangkan dalam kondisi-kondisi sebagai berikut:
1) Pasien berada dalam fase terminal penyakitnya atau kerugian / penderitaan
yang dirasakan pasien saat menjalani terapi melebihi keuntungan
dilakukannya terapi.
2) Pasien yang kompeten secara mental dan memiliki kapasitas untuk
mengambil keputusan, menolak untuk dilakukan usaha RJP.
3) RJP bertentangan dengan keputusan dini/awal yang dibuat oleh pasien, yang
bersifat valid dan matang, mengenai penolakan semua tindakan untuk
mempertahankan hidup pasien.

13. Pasien Kondisi Kritis


Saat pasien berada dalam kondisi kritis dan atau terminal, pasien berhak
mendapat perlakuan khusus didampingi oleh keluarga dekat atau wali yang
berkepentingan/yang dikehendaki pasien. Pasien dan atau keluarga dapat
menyampaikan harapannya kepada petugas unit terkait atas harapan tersebut untuk
diberikan kemudahan khusus saat keluarga yang berkepentingan berkunjung.
Rumah Sakit memahami bahwa pasien yang menghadapi kematian memiliki
kebutuhan unik dan menghargai hak pasien yang sedang menghadapi kematian. Oleh
karena itu perlu diketahui tentang :
1) Tanda-tanda Klinis Menjelang Kematian :
a) Kehilangan Tonus Otot, ditandai:
- Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun.
- Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya reflek menelan.
- Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai: nausea, muntah,
perutkembung, obstipasi, dan lainnya.
b) Penurunan kontrol spingter urinari dan rectal.
c) Gerakan tubuh yang terbatas.
2) Kelambatan dalam Sirkulasi, ditandai:
a) Kemunduran dalam sensasi.
b) Sianosis pada daerah ekstermitas.
c) Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki, kemudian tangan, telinga dan
hidung.
3) Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital
a) Nadi lambat dan lemah.
b) Tekanan darah turun.
c) Pernafasan cepat, cepat dangkal dan tidak teratur.
4) Gangguan Sensori
a) Penglihatan kabur.
b) Gangguan penciuman dan perabaan.
Variasi-variasi tingkat kesadaran dapat dilihat sebelum kematian, kadang-
kadang pasien tetap sadar sampai meninggal.Pendengaran merupakan sensori
terakhir yang berfungsi sebelum meninggal.
5) Tanda-tanda klinis saat meninggal
a) Pupil mata melebar.
b) Tidak mampu untuk bergerak.
c) Kehilangan reflek.
d) Nadi cepat dan kecil.
e) Pernafasan chyene-stoke dan ngorok.
f) Tekanan darah sangat rendah.
g) Mata dapat tertutup atau agak terbuka.
6) Tanda-tanda meninggal secara klinis
Secara tradisional, tanda-tanda klinis kematian dapat dilihat melalui perubahan-
perubahan nadi, respirasi dan tekanan darah. Pada tahun 1968, World Medical
Assembly, menetapkan beberapa petunjuk tentang indikasi kematian, yaitu:
a) Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total.
b) Tidak adanya gerak dari otot, khususnya pernafasan.
c) Tidak ada reflek.
d) Gambaran mendatar pada EKG.
7) Bantuan yang dapat Diberikan
a) Bantuan Emosional
- Padafase Denial/Menolak
Dokter/perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien dengan denial
dengan cara mananyakan tentang kondisinya atau prognosisnya dan pasien
dapat mengekspresikan perasaan-perasaannya.
- Pada Fase Marah
Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan perasaannya
yang marah. Dokter/Perawat perlu membantunya agar mengerti bahwa
masih merupakan hal yang normal dalam merespon perasaan kehilangan
menjelang kamatian.Akan lebih baik bila kemarahan ditujukan kepada
perawat sebagai orang yang dapat dipercaya, memberikan rasa aman dan
akan menerima kemarahan tersebut, serta meneruskan asuhan sehingga
membantu pasien dalam menumbuhkan rasa aman.
- Pada Fase Menawar
Pada fase ini dokter/perawat perlu mendengarkan segala keluhannya dan
mendorong pasien untuk dapat berbicara karena akan mengurangi rasa
bersalah dan takut yang tidak masuk akal.
- Pada Fase Depresi
Pada fase ini dokter/perawat selalu hadir di dekatnya dan mendengarkan
apa yang dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih baik jika berkomunikasi
secara non verbal yaitu duduk dengan tenang disampingnya dan
mengamati reaksi-reaksi non verbal dari pasien sehingga menumbuhkan
rasa aman bagi pasien.
- Pada Fase Penerimaan
Fase ini ditandai pasien dengan perasaan tenang, damai. Kepada keluarga
dan teman-temannya dibutuhkan pengertian bahwa pasien telah menerima
keadaanya dan perlu dilibatkan seoptimal mungkin dalam program
pengobatan dan mampu untuk menolong dirinya sendiri sebatas
kemampuannya.
b) Bantuan Memenuhi Kebutuhan Fisiologis
- Kebersihan Diri
Pasien dilibatkan untuk mampu melakukan kerbersihan diri sebatas
kemampuannya dalam hal kebersihan kulit, rambut, mulut, badan, dan
sebagainya.
- Mengontrol Rasa Sakit
Beberapa obat untuk mengurangi rasa sakit digunakan pada pasien dengan
sakit terminal, seperti morphin, heroin, dan lainya. Pemberian obat ini
diberikan sesuai dengan tingkat toleransi nyeri yang dirasakan pasien.
Obat-obatan lebih baik diberikan Intra Vena dibandingkan melalui Intra
Muskular/Subcutan, karena kondisi sistem sirkulasi sudah menurun.
- Membebaskan Jalan Nafas
Untuk pasien dengan kesadaran penuh, posisi fowler akan lebih baik dan
pengeluaransekresi lendir perlu dilakukan untuk membebaskan jalan nafas,
sedangkan bagi pasien yang tidak sadar, posisi yang baik adalah dengan
dipasang drainase dari mulut dan pemberian oksigen.
- Bergerak
Apabila kondisinya memungkinkan, pasien dapat dibantu untuk bergerak,
seperti : turun dari tempat tidur, ganti posisi tidur (miring kiri, miring
kanan) untuk mencegah decubitus dan dilakukan secara periodik, jika
diperlukan dapat digunakan alat untuk menyokong tubuh pasien, karena
tonus otot sudah menurun.
- Nutrisi
Pasien seringkali anorexia, nausea karena adanya penurunan peristaltik.
Dapat diberikan anti emetik untuk mengurangi nausea dan merangsang
nafsu makan serta pemberian makanan tinggi kalori dan protein serta
vitamin. Karena terjadi tonus otot yang berkurang, terjadi dysphagia,
dokter perlu menguji reflek menelan klien sebelum diberikan makanan,
kalau perlu diberikan makanan cair atau Intra Vena/Infus.
- Eliminasi
Karena adanya penurunan atau kehilangan tonus otot dapat terjadi
konstipasi, inkontinensia urin dan feses.Obat laxant perlu diberikan untuk
mencegah konstipasi. Pasien dengan inkontinensia dapat diberikan urinal,
pispot secara teratur atau dipasang duk yang diganti setiap saat atau
dipasang kateter. Harus dijaga kebersihan pada daerah sekitar perineum,
apabila terjadi lecet, harus diberikan salep.
- Perubahan Sensori
Pasien dengan dying, penglihatan menjadi kabur, pasien biasanya
menolak/menghadapkan kepala kearah lampu/tempat terang. Pasien masih
dapat mendengar, tetapi tidak dapat/mampu merespon, perawat dan
keluarga harus bicara dengan jelas dan tidak berbisik-bisik.
c) Bantuan Memenuhi Kebutuhan Sosial
Pasien dengan dying akan ditempatkan diruang isolasi, dan untuk
memenuhi kebutuhan kontak sosialnya, perawat dapat melakukan:
o Menanyakan siapa-siapa saja yang ingin didatangkan untuk
bertemu dengan pasien dan didiskusikan dengan keluarganya,
misalnya: teman-teman dekat, atau anggota keluarga lain.
o Menggali perasaan-perasaan pasien sehubungan dengan sakitnya
dan perlu diisolasi.
o Menjaga penampilan pasien pada saat-saat menerima kunjungan
teman-teman terdekatnya, yaitu dengan memberikan pasien untuk
membersihkan diri dan merapikan diri.
o Meminta saudara/teman-temannya untuk sering mengunjungi dan
mengajak orang lain dan membawa buku-buku bacaan bagi pasien
apabila pasien mampu membacanya.
d) Bantuan Memenuhi Kebutuhan Spiritual
o Menanyakan kepada pasien tentang harapan-harapan hidupnya dan
rencana-rencana pasien selanjutnya menjelang kematian.
o Menanyakan kepada pasien bila ingin mendapatkan pelayanan
bimbingan kerohanian untuk memenuhi kebutuhan spiritual sesuai
dengan keyakinannya.
o Membantu dan mendorong pasien untuk melaksanakan kebutuhan
spiritual sebatas kemampuannya.
o Keyakinan spiritual mencakup praktek ibadah sesuai dengan
keyakinanya/ ritual harus diberi dukungan.Petugas kesehatan dan
keluarga harus mampu memberikan ketenangan melalui
keyakinan-keyakinan spiritualnya. Petugas kesehatan dan keluarga
harus sensitive terhadap kebutuhan ritual pasien yang akan
menghadapi kematian, sehingga kebutuhan spiritual klien
menjelang kematian dapat terpenuhi.

14. Pasien berhak menajalankan ibadah sesuai agama dan kepercayaannya


Rumah Sakit memberikan kesempatan kepada pasien dan keluarga untuk
menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinannya sepanjang tidak menggangu pasien
lain. Adapun dalam pelaksanaan ibadahnya pasien/ keluarga pasien dibatasi dalam hal
suara dan jumlah jamaah ibadah yang sekiranya dapat menggangu pasien lain.
Pemberian pembatas tirai juga diperlukan dalam hal menjaga privasi pasien lain yang
berdampingan.

15. Perlindungan
a) Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam
pelayanan dan perawatan di Rumah Sakit. Lokasi yang terpencil atau terisolasi
di beri monitor/ CCTV dan dipantau secara berkala oleh petugas keamanan.
b) Pasien berhak mendapatkan perlindungan terhadap kekerasan fisik dari pihak luar
dan dari intern Rumah Sakit, selama berada dalam lingkungan Rumah Sakit.
c) Rumah sakit melarang pasien/keluarga/pengunjung/karyawan membawa barang-
barang berharga dan barang terlarang (alkohol, minuman keras, senjata api atau
senjata tajam) dilingkungan rumah sakit, dan hanya membawa barang penting saja.
d) Rumah sakit memberikan informasi dan tidak bertanggung jawab atas harta benda
yang tidak sedang dalam perlindungan. Kecuali barang yang sedang dalam
perlindungan rumah sakit, maka rumah sakit memberlakukan perlindungan barang
tersebut sesuai prosedur, yaitu dengan mengisi formulir serah terima barang antara
orang yang menitipkan dengan petugas keamanan/ security rumah sakit disaksikan
oleh 2 orang saksi. Setiap pasien/pengunjung/karyawan yang berada dalam
lingkungan rumah sakit wajib menjaga dan bertanggung jawab atas harta benda
pribadi.
e) Pasien yang termasuk dalam resiko tinggi yang tidak dapat melaksanakan
tanggung jawab, meliputi :
- Pasien koma
- Pasien dengan alat bantu hidup
- Pasien dengan penyakit menular
- Pasien immune-supressed
- Pasien immune-suppressed dan penyakit menular
- Pasien dialysis
- Pasien dengan restraint atau dengan alat pengikat
- Pasien Geriatri/manula
- Pasien bayi dan anak
f) Setiap individu yang berada dilingkungan Rumah Sakit yang tidak memiliki
identitas diperiksa oleh petugas keamanan dan dicatat.
g) Pemasangan pintu otomatis pada tempat-tempat resiko tinggi yaitu ruang bayi dan
Peristi, Sekaligus hal ini diperketat dengan sistem keluar masuk melalui seleksi
dan pemeriksaan satpam/ security didepan ruangan tersebut. Sehingga segala
sesuatu yang keluar dan masuk ke ruang Bayi dan Peristi disamping terpantau
dengan kamera CCTV juga terpantau oleh penjaga/ satpam, yang tentunya hal ini
diatur melalui prosedur yang ada. Termasuk untuk bayi yang sudah diperbolehkan
pulang harus bisa menunjukkan Formulir Serah Terima Bayi.

16. Memberi Saran dan Masukan


Demi peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit, pasien dan keluarga berhak
mengajukan usul, saran dan masukan/perbaikan atas perilaku Rumah Sakit terhadap
dirinya. Saran dan masukan dapat disampaikan melalui kotak saran, atau
menyampaikan melalui petugas unit terkait secarara langsung dan juga bisa langsung
melalui bagian Tim Pengaduan Publik.

17. Bimbingan Rohani


a. Setiap pasien mempunyai hak atas kebutuhan pelayanan kerohanian.
b. Setiap pasien berhak menolak apabila ditawarkan/diberikan pelayanan bimbingan
rohani yang tidak sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya.
c. Rumah Sakit dan seluruh stafnya memiliki proses untuk mengidentifikasi dan
menghormati nilai-nilai dan kepercayaan pasien dan atau keluarganya dalam
asuhan. Terdapat pula proses merespon permintaan yang berkenaan dengan agama
atau dukungan spiritual.Setiap pasien mempunyai hak atas kebutuhan pelayanan
kerohanian selama dalam perawatan di Rumah Sakit. Pelayanan bimbingan
kerohanian dilakukan oleh pihak internal Rumah Sakit sendiri atau pihak luar yang
bekerja sama dengan Rumah Sakit melalui MOU yang telah disepakati bersama
kedua belah pihak. Pelayanan bimbingan kerohanian dapat dilaksanakan atas
permintaan pasien/keluarga pasien dengan mengisi formulir Permintaan Pelayanan
Rohani yang telah disediakan oleh rumah sakit. Segala beban biaya yang muncul
atas pelayanan ini dibebankan kepada pasien.
Adapun daftar nama Rohaniawan yang ditunjuk adalah sebagai berikut :

a) Rohaniawan islam
b) Kerohanian Kristen, Katholik, Budha, Hindu dan Konghucu berdasarkan MOU
dengan Kantor Kementrian Agama Kabupaten Cilacap.

18. Hak Menuntut


Pasien berhak menggugat dan atau menuntut baik secara perdata maupun
pidana kepada pihak Rumah Sakit apabila Rumah Sakit secara benar dan atau terbukti
telah memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar profesi dan standar
pelayanan operasional sesuai dengan standar pelayanan publik, sehingga dapat
memperburuk keadaan atau mengancam nyawa pasien.

19. Penyampaian Keluhan


Pasien berhak mengutarakan keluhan, konflik, atau perbedaan pendapat
terhadap pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan dan
harapan pasien melalui tim pengaduan publik, unit terkait, media cetak dan elektronik
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Rumah Sakit memiliki proses penyelidikan, telaah, penyelesaian, klarifikasi
terhadap keluhan, konflik, atau perbedaan pendapat mengenai pelayanan Rumah Sakit.
Lihat point no. 6 tentang Managemen Komplain.
BAB IV
DOKUMENTASI

A. Dokumentasi Perlindungan Hak Pasien dan keluarga adalah:


1. Formulir hak pasien dan keluarga
2. Formulir permintaan pelayanan rohaniawan
3. Formulir permintaan privasi
4. Formulir permintaan menyimpan dan mengambil harta benda
5. Formulir perlindungan terhadap kerahasiaan informasi pasien
6. Formulir pemberian edukasi
7. Formulir persetujuan / penolakan tindakan kedokteran
8. Formulir penolakan pengobatan
9. Formulir penolakanresusitasi ( DNR )
10. Formulir permintaan second opinion
11. Formulir perintah DNR
12. Formulir pemberian informasi
13. Formulir penetapan DPJP
14. Formulir persetujuan umum
15. Formulir pulang atas permintaan sendiri/ Persetujuan APS
16. Formulir serah terima bayi

Anda mungkin juga menyukai