Anda di halaman 1dari 10

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK KASIH IBU

NOMOR : 002/PD-HPK/DIR-RSIA/IX/2016
TENTANG
HAK PASIEN DAN KELUARGA
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK KASIH IBU

DIREKTUR RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK KASIH IBU


Menimbang : a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Ibu dan Anak Kasih
Ibu, maka diperlukan implementasi dari hak pasien dan keluarga.
b. Bahwa agar implementasi dari hak pasien dan keluarga dapat berjalan dengan baik
perlu ada kebijakan direktur Rumah Sakit Ibu dan Anak Kasih Ibu sebagai landasan
bagi implementasi dari hak pasien dan keluarga dalam pelayanan di Rumah Sakit Ibu
dan Anak Kasih Ibu.
c. Bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu ditetapkan peraturan direktur
tentang hak pasien dan keluarga di Rumah Sakit Ibu dan Anak Kasih Ibu

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.


2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Kesatu : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK KASIH IBU TENTANG HAK
PASIEN DAN KELUARGA DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK KASIH IBU.

Kedua : Kebijakan tentang hak pasien dan keluarga di Rumah Sakit Ibu dan Anak Kasih Ibu sebagaimana
dimaksud dalam Diktum Kesatu adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran keputusan ini.

Ketiga : Kebijakan tentang hak pasien dan keluarga di Rumah Sakit Ibu dan Anak Kasih Ibu sebagaimana
dimaksud dalam Diktum Kedua harus dijadikan acuan dalam menyelenggarakan pelayanan Rumah
Sakit Ibu dan Anak Kasih Ibu.

Keempat : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila dikemudian hari terdapat
perubahan dan atau kekeliruan dalam penetapan ini maka akan dilakukan perbaikan sebagaimana
mestinya.

Ditetapkan di RSIA Kasih Ibu


Pada tanggal 22 September 2016
Direktur,

(dr. Dendi Artstetrianto)

Lampiran
Peraturan Direktur
Nomor : 002/PD-HPK/DIR-RSIA/IX/2016
Tanggal : 22 September 2016

HAK PASIEN DAN KELUARGA


RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK KASIH IBU

1. Hak dan Kewajiban Pasien dan Keluarga


Hak dan kewajiban pasien dan keluarga adalah sebagai berikut:
a. Mengacu Permenkes nomor 4 tahun 2018 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien.
b. Definisi
1) Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan kesehatan perorangan
secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
2) Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh
pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung di Rumah Sakit.
3) Hak adalah tuntutan seseorang/ sekelompok orang/ institusi terhadap sesuatu yang merupakan
kebutuhannya sesuai dengan keadilan, moralitas, dan legalitas.
4) Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan dan tidak boleh bila tidak dilaksanakan.
c. Ruang lingkup.
1) KEWAJIBAN RUMAH SAKIT
Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban:
 Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan rumah sakit kepada masyarakat;
 Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan
mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit;
 Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya;
 Berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana, sesuai dengan
kemampuan pelayanannya;
 Menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau miskin;
 Melaksanakan fungsi sosial;
 Membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit
sebagai acuan dalam melayani pasien;
 Menyelenggarakan rekam medis;
 Menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak meliputi sarana ibadah, parkir, ruang
tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita menyusui, anak-anak, lanjut usia;
 Melaksanakan sistem rujukan;
 Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta peraturan
perundang-undangan;
 Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai hak dan kewajiban pasien;
 Menghormati dan melindungi hak pasien;
 Melaksanakan etika rumah sakit;
 Memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana;
 Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara regional maupun nasional;
 Membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau kedokteran gigi dan
tenaga kesehatan lainnya;
 Menyusun dan melaksanakan peraturan internal rumah sakit (hospital by laws);
 Melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas Rumah Sakit dalam
melaksanakan tugas; dan
 Memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa rokok.

Rumah Sakit mempunyai kewajiban mengupayakan:


 Keamanan dan pembatasan akses pada unit kerja tertentu yang memerlukan pengamanan
khusus; dan
 Keamanan pasien, pengunjung, dan petugas di Rumah Sakit.

2) KEWAJIBAN PASIEN
Dalam menerima pelayanan dari Rumah Sakit, pasien mempunyai kewajiban:
 Mematuhi peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
 Menggunakan fasilitas rumah sakit secara bertanggung jawab;
 Menghormati hak Pasien lain, pengunjung dan hak tenaga kesehatan serta petugas lainnya
yang bekerja di Rumah Sakit;
 Memberikan informasi yang jujur, lengkap, dan akurat sesuai dengan kemampuan dan
pengetahuannya tentang masalah kesehatannya;
 Memberikan informasi mengenai kemampuan finansial dan jaminan kesehatan yang
dimilikinya;
 Mematuhi rencana terapi yang direkomendasikan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit dan
disetujui oleh pasien yang bersangkutan setelah mendapatkan penjelasan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
 Menerima segala konsekuensi atas keputusan pribadinya untuk menolak rencana terapi yang
direkomendasikan oleh tenaga kesehatan dan/ atau tidak mematuhi petunjuk yang diberikan
oleh tenaga kesehatan untuk penyembuhan penyakit atau masalah kesehatannya; dan
 Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

3) HAK PASIEN
Hak pasien meliputi:
 Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
 Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien;
 Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi;
 Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar
prosedur operasional;
 Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan
materi;
 Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan;
 Memilih dokter, dokter gigi, dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan
yang berlaku di Rumah Sakit;
 Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai
Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit;
 Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data medisnya;
 Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan
medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap
tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan;
 Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga
kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya;
 Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;
 Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak
mengganggu pasien lainnya;
 Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit;
 Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan rumah sakit terhadap dirinya;
 Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan kepercayaan yang
dianutnya;
 Menggugat dan/ atau menuntut rumah sakit apabila rumah sakit di duga memberikan
pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana; dan
 Mengeluhkan pelayanan rumah sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan melalui
media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
d. Tata laksana pemenuhan hak pasien dan keluarganya.
1) Staf rumah sakit mengidentifikasi agama, keyakinan, dan nilai-nilai pribadi pasien dan
mendokumentasikan dalam rekam medis.
2) Staf rumah sakit memberikan asuhan dengan cara menghormati agama, keyakinan, dan nilai-nilai
pribadi pasien.
3) Rumah sakit melayani permintaan pelayanan rohani berdasarkan kebutuhan pasien yang bentuk
pelayanannya disesuaikan dengan kemampuan rumah sakit dan sepanjang pelayanan tersebut tidak
mengganggu privasi pasien lain dan pelayanan rumah sakit. (Kerjasama/ MOU dengan instansi
terkait).
4) Bukti permintaan pelayanan rohani dan pemenuhan permintaan pelayanan rohani didokumentasikan
dalam rekam medis/ formulir/ buku khusus.

2. Wajib Simpan Rahasia Pasien/ Rahasia Kedokteran dan Menghormati Kebutuhan Privasi Pasien
Rahasia pasien/ rahasia kedokteran dan pemenuhan kebutuhan privasi pasien, sebagai berikut:
a. Mengacu Permenkes nomor 36 tahun 2012 tentang Rahasia Kedokteran.
b. Definisi rahasia pasien/ rahasia kedokteran.
1) Rahasia pasien/ rahasia kedokteran adalah data dan informasi tentang kesehatan seseorang yang
diperoleh tenaga kesehatan pada waktu menjalankan pekerjaan atau profesinya.
2) Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk
jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
3) Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lainyang diberikan kepada pasien, termasuk
dalam bentuk elektronik.
c. Ruang lingkup.
1) Rahasia pasien/ rahasia kedokteran mencakup data dan informasi mengenai:
 Identitas pasien;
 Kesehatan pasien, meliputi: hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang,
penegakan diagnosis, pengobatan dan atau tindakan kedokteran; dan
 Hal lain yang berkenaan dengan pasien.
2) Data dan informasi tersebut dapat bersumber dari pasien, keluarga pasien, pengantar pasien, surat
keterangan konsultasi atau rujukan, atau sumber lainnya.
d. Tata laksana wajib simpan rahasia pasien/ rahasia kedokteran :
1) Semua pihak yang terlibat dalam pelayanan kedokteran dan atau menggunakan data dan informasi
tentang pasien wajib menyimpan rahasia kedokteran.
2) Seluruh staf rumah sakit yang mempunyai kewenangan mengakses rekam medis pasien wajib
menjaga dan menyimpan kerahasiaan informasi kesehatan pasien (menandatangani pakta integritas)
dan apabila melanggar ketentuan ini maka akan diberikan sanksi.
3) Pihak-pihak yang terlibat dalam pelayanan kedokteran meliputi:
 Dokter dan dokter gigi serta tenaga kesehatan lain yang memiliki akses terhadap data dan
informasi kesehatan pasien;
 Pimpinan rumah sakit;
 Tenaga yang berkaitan dengan pembiayaan pelayanan kesehatan;
 Tenaga lainnya yang memiliki akses terhadap data dan informasi kesehatan pasien di fasilitas
pelayanan kesehatan (staf instalasi rekam medis, staf informasi dan tekhnologi, dll);
 Badan hukum/korporasi dan atau fasilitas pelayanan kesehatan;
 Siswa yang bertugas dalam pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan atau manajemen
informasi di fasilitas pelayanan kesehatan.
4) Staf rumah sakit (yang berkompeten) atau PPA memberitahu pasien dan atau keluarganya yang
kompeten bahwa segala informasi tentang kesehatan pasien adalah rahasia dan kerahasiaan itu akan
dijaga sesuai peraturan perundang-undangan.
5) Pembukaan rahasia kedokteran
 Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi
permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien
sendiri, atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
 Pembukaan rahasia kedokteran dilakukan terbatas sesuai kebutuhan.
6) Apabila diperlukan, staf rumah sakit (yang kompeten) atau PPA berwenang meminta persetujuan
pasien dan atau keluarganya yang kompeten untuk melepas/ menyampaikan informasi yang tidak
tercakup dalam peraturan perundang-undangan
e. Staf rumah sakit mengidentifikasi harapan dan kebutuhan privasi pasien selama pelayanan dan
pengobatan.
f. Rumah sakit memfasilitasi kebutuhan privasi pasien selama pelayanan dan pengobatan sesuai dengan
situasi dan kondisi serta kemampuan rumah sakit. (fasilitas untuk melindungi privasi pasien seperti :
selimut, gorden, penyekat ruang, dan fasilitas yang sejenis tersedia di unit kerja terkait).

3. Penitipan Barang Milik Pasien


a. Seluruh pasien dan keluarganya dihimbau untuk menjaga barang bawaan dan barang berharga masing-
masing.
b. Dalam situasi dan kondisi di mana pasien dan atau keluarganya tidak dapat menjaga barang milik pasien
maka pihak rumah sakit melayani penitipan barang milik pasien.
c. Rumah sakit menyediakan 1 loker untuk 1 pasien.
d. Rumah sakit menerima penitipan barang milik pasien untuk jangka waktu paling lama 24 jam.
e. Rumah sakit tidak menerima penitipan barang milik pasien yang berupa barang berharga (hand phone,
laptop, uang, perhiasan, dan barang yang sejenis).
f. Apabila terjadi kerusakan atau kehilangan terhadap barang yang dititipkan maka rumah sakit akan
mengganti maksimal sebesar Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
g. Pelaksanaan penitipan barang milik pasien dijabarkan dalam standar prosedur operasional penitipan
barang milik pasien.

4. Identifikasi dan Perlindungan untuk Populasi Pasien yang Rentan Terhadap Risiko Kekerasan
a. Populasi pasien yang rentan terhadap kekerasan meliputi:
1) Anak-anak dengan usia di bawah 12 (dua belas) tahun.
2) Wanita.
3) Penyandang cacat/ difabel.
4) Orang lanjut usia.
5) Pasien rawat inap.
b. Rumah sakit menjaga keamanan terhadap populasi pasien yang rentan terhadap kekerasan di tiga area,
yaitu :
1) Area publik yang terbuka untuk umum (area parkir, instalasi rawat jalan, dan instalasi pelayanan
penunjang). Rumah sakit memasang CCTV di area-area tersebut dan staf keamanan berkeliling
secara berkala ke area-area tersebut (didokumentasikan di formulir/ buku khusus).
2) Area tertutup (ruang operasi, high care unit, dan ruang perinatal/ kamar bayi). Rumah sakit
memasang CCTV di area-area tersebut dan staf keamanan berkeliling secara berkala ke area-area
tersebut (didokumentasikan di formulir/ buku khusus).
3) Area semi terbuka (Instalasi rawat inap). Rumah sakit memasang CCTV di area-area tersebut dan
staf keamanan berkeliling secara berkala ke area-area tersebut (didokumentasikan di formulir/ buku
khusus). Pengunjung yang menjenguk pasien di luar jam kunjungan diberi aturan khusus yaitu:
 Pengunjung di luar jam kunjungan harus memakai kartu identitas yang telah disediakan rumah
sakit;
 Jumlah pengunjung untuk 1 (satu) pasien di luar jam kunjungan adalah maksimal 2 (dua)
orang pengunjung dengan waktu kunjungan maksimal 15 (lima belas) menit;
 Pelaksanaan pengaturan pengunjung di luar jam kunjungan dijabarkan dalam standar
prosedur operasional pengaturan pengunjung di luar jam kunjungan.

5. Partisipasi Pasien dan Keluarganya dalam Proses Asuhan


a. Staf profesional pemberi asuhan (PPA) mendorong partisipasi pasien dan keluarganya dalam proses
asuhan.
b. Staf profesional pemberi asuhan (PPA) memberi kesempatan pasien dan atau keluarganya yang
kompeten untuk melaksanakan second opinion.
c. Rumah sakit melaksanakan pelatihan terhadap staf PPA yang bertujuan agar staf PPA mendukung hak
pasien dan keluarganya termasuk second opinion.
d. Pelaksanaan second opinion dijabarkan dalam standar prosedur operasional pelaksanaan second
opinion.

6. Pemberian Informasi Semua Aspek Asuhan/ Pengobatan dan Tindakan Medis serta DPJP, PPJA,
PPA yang Memberi Asuhan
a. Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP), Perawat Penanggung Jawab Asuhan (PPJA), dan staf
Profesional Pemberi Asuhan (PPA) memperkenalkan diri kepada pasien dan atau keluarganya yang
kompeten pada saat pertama kali bertemu.
b. DPJP, PPJA, dan staf PPA memberikan informasi/edukasi kepada pasien dan atau keluarganya yang
kompeten, tentang semua aspek asuhan dan tindakan yang meliputi : (materi informasi/edukasi dalam
rekam medis/ formulir)
1) Diagnosis.
2) Kondis medis/ pasien .
3) Rencana asuhan / pengobatan dan tindakan.
4) Kemungkinan hasil asuhan/ pengobatan dan tindakan, termasuk kemungkinan hasil yang tidak
terduga.
5) Hak pasien untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terhadap rencana asuhan dan
tindakan yang akan dilakukan.
6) Persetujuan tindakan (informed consent) dan prosesnya.
7) Asuhan lanjutan di rumah (bila diperlukan).
c. Pemberian informasi/ edukasi didokumentasikan di dalam rekam medis/ formulir/ buku khusus.

7. Proses Penjelasan Kompetensi dan Kewenangan PPA


a. Staf profesional pemberi asuhan (PPA) memberikan penjelasan tindakan atau prosedur kepada pasien
dan atau keluarganya yang kompeten.
b. Staf PPA memberikan penjelasan sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya masing-masing
sebagaimana terdapat dalam surat penugasan klinis (SPK) dan rincian kewenangan klinis (RKK).
c. Staf PPA memberikan penjelasan tindakan atau prosedur yang diusulkan kepada pasien dan atau
keluarganya yang kompeten. Penjelasan tersebut meliputi:
1) Diagnosis (diagnosis kerja dan diagnosis banding).
2) Kondisi medis/ pasien.
3) Tindakan yang diusulkan.
4) Tata cara dan tujuan tindakan.
5) Manfaat dan risiko tindakan.
6) Nama orang yang mengerjakan tindakan.
7) Kemungkinan alternatif dari tindakan.
8) Prognosis dari tindakan.
9) Kemungkinan hasil yang tidak terduga.
10) Kemungkinan hasil bila tidak dilakukan tindakan.
d. Staf PPA (secara kolaboratif) memberikan edukasi kepada pasien dan atau keluarganya yang kompeten.
e. Edukasi yang diberikan meliputi : (materi edukasi dalam rekam medis/ formulir).
1) Hak mereka untuk menolak atau tidak melanjutkan pengobatan (hak, kewajiban, dan tanggung
jawab pasien atau keluarganya yang kompeten untuk berpartisipasi dalam proses asuhan).
2) Konsekuensi dari keputusan tersebut (keputusan mereka).
3) Tanggung jawab pembuat keputusan terkait dengan keputusan tersebut.
4) Alternatif pelayanan dan pengobatan.
5) Second opinion.
f. Pemberian edukasi didokumentasikan di dalam rekam medis/ formulir/ buku khusus.

8. Penolakan Pelayanan Resusitasi, Penundaan dan Pelepasan Bantuan Hidup Dasar


a. Mengacu Permenkes 290 tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran.
b. Rumah sakit menyusun pedoman/ panduan tentang penolakan pelayanan resusitasi, menunda atau
melepas bantuan hidup dasar. Pedoman/ panduan ini disusun oleh berbagai pihak yang kompeten di
bidang tersebut di bawah koordinasi komite medis, serta memperhatikan aspek-aspek berikut :
1) Mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2) Rumah sakit memperhatikan norma agama dan budaya pasien.
3) Mencakup situasi dimana keputusan tersebut berubah sewaktu pelayanan sedang berjalan.
4) Memandu PPA melalui isu hukum dan etika dalam melaksanakan menunda atau melepas bantuan
hidup dasar.
5) Penolakan pelayanan resusitasi, penundaan atau pelepasan bantuan hidup dasar didokumentasikan
dalam rekam medis.
c. Pelaksanaan penundaan atau pelepasan bantuan hidup dasar dijabarkan dalam standar prosedur
operasional pelaksanaan penundaan atau pelepasan bantuan hidup dasar.

9. Asesmen dan Manajemen Nyeri


a. Rumah sakit menyusun panduan manajemen nyeri. Panduan ini disusun oleh PPA yang kompeten di
bidang tersebut di bawah koordinasi komite medis.
b. Pelaksanaan manajemen nyeri didokumentasikan di dalam rekam medis.

10. Pelayanan Pasien Pada Akhir Kehidupan


a. Rumah sakit menyusun panduan pelayanan pasien tahap terminal (pada akhir kehidupan). Panduan ini
disusun oleh berbagai pihak yang kompeten di bidang tersebut di bawah koordinasi komite medis.
b. Staf PPA mengidentifikasi pasien yang menghadapi kematian dengan kebutuhan unik (pasien akan
mendonorkan organ tubuhnya). Staf PPA memberikan edukasi/ penjelasan kepada pasien dan atau
keluarganya yang kompeten bahwa rumah sakit untuk saat ini belum dapat memenuhi/ melayani
kebutuhan tersebut.
c. Pemberian edukasi/ penjelasan oleh staf PPA kepada pasien atau keluarganya yang kompeten
didokumentasikan di dalam rekam medis.

11. Penanganan Pengaduan Pasien dan Keluarga


a. Pasien dan keluarganya dapat mengajukan pengaduan/ keluhan/ komplain kepada pihak rumah sakit
secara verbal dan tertulis. (leaflet, banner, dan kotak saran).
b. Pasien dan keluarganya dapat mengajukan pengaduan/ keluhan/ komplain kepada pihak rumah sakit
melalui staf rumah sakit, unit pelayanan pelanggan dan komplain, staf humas dan marketing, dan kotak
saran.
c. Rumah sakit menerima dan menindaklanjuti pengaduan/ keluhan/ komplain pasien dan keluarganya
yang diterima oleh staf rumah sakit, unit layanan pelanggan dan komplain, staf humas dan marketing,
atau melalui kotak saran.
d. Rumah sakit mengklasifikasikan pengaduan/ keluhan/ komplain dalam beberapa bidang sebagai berikut:
1) Bidang pelayanan (manajer pelayanan dan penunjang medis, komite medis, komite keperawatan,
komite farmasi, unit pelayanan pelanggan dan komplain, dan unit pengembangan SDM).
2) Bidang administrasi dan keuangan (manajer administrasi umum dan keuangan, humas dan
marketing).
3) Bidang sarana, prasarana, fasilitas, dan peralatan (staf IPSRS, humas dan marketing).
4) Bidang lainnya (bidang terkait sesuai yang dikeluhkan pasien, humas dan marketing).
e. Rumah sakit berusaha sesegera mungkin menanggapi dan menindaklanjuti (menangani) pengaduan/
keluhan/ komplain tersebut dengan melibatkan pihak di rumah sakit yang kompeten (sesuai bidang yang
dikeluhkan pasien) serta melibatkan pasien dan keluarganya (bilamana diperlukan). Pelaksanaan
penanganan pengaduan dijabarkan dalam standar prosedur operasional penanganan pengaduan/
komplain.
f. Penanganan pengaduan/ komplain didokumentasikan oleh pihak terkait di rumah sakit (sesuai bidang
yang dikeluhkan pasien). Pendokumentasian dilakukan di dalam formulir/ buku khusus.

12. Pemberian Informasi Mengenai Hak dan Kewajiban Pasien dan Keluarganya Kepada Setiap Pasien
a. Seluruh pasien rawat jalan dan rawat inap mendapatkan informasi mengenai hak dan kewajiban pasien
dan keluarganya.
b. Rumah sakit memberikan informasi tersebut melalui leaflet, banner (bagi pasien rawat jalan dan rawat
inap), dan formulir rekam medis (khusus bagi pasien rawat inap).
c. Apabila proses pemberian informasi tentang hak dan kewajiban pasien dan keluarganya yang diberikan
secara tertulis kurang/ tidak efektif maka staf rumah sakit wajib memberikan penjelasan mengenai hal
tersebut kepada pasien atau keluarganya secara verbal dan memastikan bahwa yang menerima
penjelasan telah memahami hal-hal yang disampaikan oleh staf rumah sakit tersebut.

13. Persetujuan Umum (General Consent)


a. Mengacu Permenkes nomor 290 tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran.
b. Definisi:
1) Tindakan kedokteran atau kedokteran gigi (tindakan kedokteran) adalah suatu tindakan medis yang
berupa preventif, diagnostik, terapeutik atau rehabilitatif yang dilakukan oleh dokter atau dokter
gigi terhadap pasien.
2) Persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya
yang kompeten setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang
akan dilakukan terhadap pasien.
3) Persetujuan umum (general consent) adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau
keluarganya yang kompeten terhadap tindakan kedokteran yang tidak berisiko tinggi (tidak
memerlukan persetujuan khusus/informed consent), pelayanan penunjang, asuhan keperawatan,
asuhan kebidanan, asuhan PPA lainnya, pelayanan administrasi umum dan keuangan, serta beban
biaya yang akan diterima / harus dibayar oleh pasien.
4) Pasien yang kompeten atau keluarganya yang kompeten memberi persetujuan adalah individu yang
berusia 18 tahun atau lebih serta mampu memahami informasi yang telah diberikan kepadanya
dengan cara yang jelas, menggunakan bahasa yang sederhana dan tanpa istilah yang terlalu teknis,
mampu mempercayai informasi yang diberikan, mampu mempertahankan pemahaman informasi
tersebut untuk waktu yang cukup lama dan mampu menganalisanya dan menggunakannya untuk
membuat keputusan secara bebas.
c. Ruang lingkup
1) Setiap pasien rawat jalan dan rawat inap (atau keluarganya yang kompeten) diminta/ wajib
menandatangani persetujuan umum (general consent).
2) Persetujuan umum (general consent) diberikan kepada pihak rumah sakit oleh seluruh pasien rawat
jalan dan rawat inap, dan didokumentasikan dalam rekam medis.
3) Persetujuan umum (general consent) meliputi:
 Ananmensis, pemeriksaan fisik, dan terapi;
 Tindakan kedokteran yang tidak berisiko tinggi:
a) Tindakan injeksi;
b) Pemasangan infus;
c) Pemasangan kateter;
d) Tindakan suction;
e) Pemasangan spalk;
f) Pemasangan verban elastik;
g) Pemasangan infus pump, syringe pump, bedsite monitor, pulse oxymeter;
h) Pemakaian inkubator atau infant warmer;
i) Foto terapi;
j) Pemberian oksigen;
k) Nebulizer;
 Pelayanan penunjang:
a) Pemeriksaan laboratorium: pemeriksaan darah, urin, dan feses;
b) Pemeriksaan radiologi tanpa kontras/ non invasif;
c) Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG); dan
d) Pemeriksaan kardiotokografi (CTG).
 Asuhan keperawatan;
 Asuhan kebidanan
 Asuhan profesional pemberi asuhan (PPA) lainnya;
 Pelayanan administrasi umum dan keuangan;
 Serta beban biaya yang diterima/ harus dibayar oleh pasien atau keluarganya yang kompeten;
dan
 Bersedia mematuhi peraturan yang berlaku di rumah sakit (dilarang merokok di seluruh area
rumah sakit, waktu kunjungan pasien, dll).
d. Tata laksana pemberian persetujuan umum (general consent).
1) Persetujuan umum (general consent) dimainta saat pertama kali pasien masuk rawat jalan atau
setiap masuk rawat inap.
2) Staf rumah sakit yang kompeten memberikan penjelasan tentang hal-hal yang termasuk dalam
persetujuan umum (general consent).
3) Penjelasan disampaikan secara langsung kepada pasien dan atau keluarganya yang kompeten.
4) Staf rumah sakit yang kompeten/ PPA mendokumentasikan penjelasan tersebut dalam rekam medis.
5) Setelah pasien dan atau keluarganya yang kompeten menerima dan memahami penjelasan tersebut
maka pasien yang kompeten atau keluarganya yang kompeten memberikan persetujuan secara
tertulis dan didokumentasikan dalam rekam medis/ formulir khusus.
e. Pendokumentasian.
1) Staf rumah sakit yang kompeten memeriksa dan melengkapi pendokumentasian yang berkaitan
dengan persetujuan umum/ general consent.
2) Staf rumah sakit yang kompeten berwenang untuk meminta pasien atau keluarganya yang kompeten
untuk melengkapi formulir khusus tentang persetujuan umum (general consent) dan
mendokumentasikan dalam rekam medis.

14. Persetujuan Khusus/ Persetujuan Tindakan Kedokteran (Informed Consent)


a. Mengacu Permenkes nomor 290 tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran.
b. Definisi:
1) Tindakan kedokteran atau kedokteran gigi (tindakan kedokteran) adalah suatu tindakan medis yang
berupa preventif, diagnostik, terapeutik atau rehabilitatif yang dilakukan oleh dokter atau dokter
gigi terhadap pasien.
2) Tindakan invasif adalah suatu tindakan medis yang langsung dapat mempengaruhi keutuhan
jaringan tubuh pasien.
3) Tindakan kedokteran yang berisiko tinggi adalah tindakan medis yang berdasarkan tingkat
probabilitas tertentu, dapat mengakibatkan kematian atau kecacatan.
4) Persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya
yang kompeten setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang
akan dilakukan terhadap pasien.
5) Persetujuan khusus (informed consent) adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau
keluarganya yang kompeten terhadap tindakan kedokteran yang berisiko tinggi (atau tindakan yang
menurut kebijakan rumah sakit memerlukan persetujuan khusus) setelah mendapat penjelasan
secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien.
6) Pasien yang kompeten atau keluarganya yang kompeten memberi persetujuan adalah individu yang
berusia 18 tahun atau lebih serta mampu memahami informasi yang telah diberikan kepadanya
dengan cara yang jelas, menggunakan bahasa yang sederhana dan tanpa istilah yang terlalu teknis,
mampu mempercayai informasi yang diberikan, mampu mempertahankan pemahaman informasi
tersebut untuk waktu yang cukup lama dan mampu menganalisanya dan menggunakannya untuk
membuat keputusan secara bebas.

c. Ruang lingkup
1) Setiap pasien yang akan menjalani tindakan atau operasi yang dilaksanakan di ruang tindakan/
ruang operasi atau tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi harus menandatangi
persetujuan khusus/ informed consent. Penandatanganan persetujuan dapat dilakukan oleh pasien
atau keluarganya yang kompeten.
2) Setiap tindakan atau operasi yang dilaksanakan di ruang tindakan/ ruang operasi atau tindakan
kedokteran yang mengandung risiko tinggi harus memperoleh persetujuan tindakan kedokteran
(persetujuan khusus/ informed consent) secara tertulis dan didokumentasikan dalam rekam medis/
formulir khusus.
3) Persetujuan khusus (informed consent), meliputi:
 Tindakan atau operasi yang dilaksanakan di ruang tindakan/ruang operasi;
 Tindakan kedokteran yang berisiko tinggi:
a) Semua tindakan operasi yang memerlukan pembiusan umum maupun pembiusan
regional;
b) Semua pembiusan umum dan pembiusan regional;
c) Semua tindakan lumbal pungsi dan pungsi asites;
d) Tindakan radiologi yang bersifat invasif;
e) Semua tindakan radiologi dengan kontras (IVP);
f) Kuretase oleh dokter spesialis kebidanan dan kandungan;
g) Kanulase vena dalam (vena seksi);
h) Tindakan intubasi;
i) Transfusi darah/ komponennya; dan
j) Pemasangan WSD.
k) Pemasangan gastric tube
 Pemeriksaan penunjang terkait dengan HIV.
4) Dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien dan atau mencegah kecacatan,
tidak diperlukan persetujuan tindakan kedokteran.
d. Tata laksana pemberian persetujuan khusus (informed consent).
1) Keputusan untuk melakukan tindakan kedokteran yang berisiko tinggi diputuskan oleh dokter atau
dokter gigi dan didokumentasikan dalam rekam medis.
2) Staf rumah sakit yang kompeten memberikan penjelasan tentang tindakan kedokteran yang akan
dilakukan terhadap pasien.
3) Penjelasan disampaikan secara langsung kepada pasien dan atau keluarganya yang kompeten.
4) Penjelasan tentang tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi meliputi:
 Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran (diagnosis penyakit, indikasi tindakan
kedokteran, prognosis apabila dilakukan tindakan dan apabila tidak dilakukan tindakan);
 Tindakan kedokteran:
a) Tujuan tindakan kedokteran yang akan dilakukan (preventif, diagnostik, terapeutik, atau
rehabilitatif);
b) Tata cara pelaksanaan tindakan kedokteran (apa yang dialami pasien selama dan sesudah
tindakan, serta efek samping atau ketidaknyamanan yang mungkin terjadi); dan
c) Alternatif tindakan lain beserta risiko dan komplikasinya.
 Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi pada tindakan yang direncanakan;
 Perluasan tindakan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi keadaan darurat akibat risiko
dan komplikasi tersebut atau keadaan tidak terduga lainnya;
 Prognosis terhadap tindakan yang akan dilakukan (ad vitam, ad functionam, ad sanam);
 Perkiraan pembiayaan.
5) Staf rumah sakit yang kompeten/ PPA mendokumentasikan penjelasan tersebut dalam rekam medis.
6) Setelah pasien dan atau keluarganya yang kompeten menerima dan memahami penjelasan tersebut
maka pasien yang kompeten atau keluarganya yang kompeten memberikan persetujuan secara
tertulis dan didokumentasikan dalam rekam medis/ formulir khusus.
7) Pelaksanaan tindakan kedokteran yang telah mendapat persetujuan menjadi tanggung jawab dokter
atau dokter gigi yang melakukan tindakan kedokteran.
8) Rumah sakit bertanggung jawab atas pelaksanaan persetujuan tindakan kedokteran.
9) Pembatalan/ penarikan kembali persetujuan tindakan kedokteran:
 Persetujuan tindakan kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang memberi
persetujuan sebelum dimulainya tindakan;
 Pembatalan persetujuan tindakan kedokteran tersebut dilakukan secara tertulis oleh pihak yang
kompeten memberi persetujuan dan didokumentasikan dalam rekam medis/ formulir khusus
 Segala akibat yang timbul dari pembatalan persetujuan tindakan kedokteran tersebut menjadi
tanggung jawab yang membatalkan persetujuan
10) Penolakan tindakan kedokteran:
 Penolakan tindakan kedokteran dapat dilakukan oleh pasien dan atau keluarganya yang
kompeten setelah menerima penjelasan tentang tindakan kedokteran yang akan dilakukan
 Penolakan tindakan kedokteran tersebut harus dilakukan secara tertulis dan didokumentasikan
dalam rekam medis/ formulir khusus;
 Akibat penolakan tindakan kedokteran tersebut menjadi tanggung jawab yang melakukan
penolakan;
 Penolakan tindakan kedokteran tersebut tidak memutuskan hubungan dokter dan pasien.

e. Pendokumentasian:
1) Staf rumah sakit yang kompeten memeriksa dan melengkapi pendokumentasian yang berkaitan
dengan persetujuan khusus/ informed consent.
2) Staf rumah sakit yang kompeten berwenang untuk meminta pasien atau keluarganya yang kompeten
untuk melengkapi formulir khusus tentang persetujuan khusus (informed consent)/ pembatalan/
penolakan dan mendokumentasikan dalam rekam medis.

15. Penelitian, donasi, dan transplantasi organ


Pihak rumah sakit untuk saat ini tidak/ belum melaksanakan:
a. Penelitian yang melibatkan manusia/ pasien.
b. Donasi organ.
c. Transplantasi organ.

Anda mungkin juga menyukai