NOMOR : 002/PD-HPK/DIR-RSIA/IX/2016
TENTANG
HAK PASIEN DAN KELUARGA
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK KASIH IBU
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Kesatu : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK KASIH IBU TENTANG HAK
PASIEN DAN KELUARGA DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK KASIH IBU.
Kedua : Kebijakan tentang hak pasien dan keluarga di Rumah Sakit Ibu dan Anak Kasih Ibu sebagaimana
dimaksud dalam Diktum Kesatu adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran keputusan ini.
Ketiga : Kebijakan tentang hak pasien dan keluarga di Rumah Sakit Ibu dan Anak Kasih Ibu sebagaimana
dimaksud dalam Diktum Kedua harus dijadikan acuan dalam menyelenggarakan pelayanan Rumah
Sakit Ibu dan Anak Kasih Ibu.
Keempat : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila dikemudian hari terdapat
perubahan dan atau kekeliruan dalam penetapan ini maka akan dilakukan perbaikan sebagaimana
mestinya.
Lampiran
Peraturan Direktur
Nomor : 002/PD-HPK/DIR-RSIA/IX/2016
Tanggal : 22 September 2016
2) KEWAJIBAN PASIEN
Dalam menerima pelayanan dari Rumah Sakit, pasien mempunyai kewajiban:
Mematuhi peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
Menggunakan fasilitas rumah sakit secara bertanggung jawab;
Menghormati hak Pasien lain, pengunjung dan hak tenaga kesehatan serta petugas lainnya
yang bekerja di Rumah Sakit;
Memberikan informasi yang jujur, lengkap, dan akurat sesuai dengan kemampuan dan
pengetahuannya tentang masalah kesehatannya;
Memberikan informasi mengenai kemampuan finansial dan jaminan kesehatan yang
dimilikinya;
Mematuhi rencana terapi yang direkomendasikan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit dan
disetujui oleh pasien yang bersangkutan setelah mendapatkan penjelasan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
Menerima segala konsekuensi atas keputusan pribadinya untuk menolak rencana terapi yang
direkomendasikan oleh tenaga kesehatan dan/ atau tidak mematuhi petunjuk yang diberikan
oleh tenaga kesehatan untuk penyembuhan penyakit atau masalah kesehatannya; dan
Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
3) HAK PASIEN
Hak pasien meliputi:
Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien;
Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi;
Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar
prosedur operasional;
Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan
materi;
Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan;
Memilih dokter, dokter gigi, dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan
yang berlaku di Rumah Sakit;
Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai
Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit;
Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data medisnya;
Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan
medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap
tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan;
Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga
kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya;
Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;
Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak
mengganggu pasien lainnya;
Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit;
Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan rumah sakit terhadap dirinya;
Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan kepercayaan yang
dianutnya;
Menggugat dan/ atau menuntut rumah sakit apabila rumah sakit di duga memberikan
pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana; dan
Mengeluhkan pelayanan rumah sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan melalui
media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
d. Tata laksana pemenuhan hak pasien dan keluarganya.
1) Staf rumah sakit mengidentifikasi agama, keyakinan, dan nilai-nilai pribadi pasien dan
mendokumentasikan dalam rekam medis.
2) Staf rumah sakit memberikan asuhan dengan cara menghormati agama, keyakinan, dan nilai-nilai
pribadi pasien.
3) Rumah sakit melayani permintaan pelayanan rohani berdasarkan kebutuhan pasien yang bentuk
pelayanannya disesuaikan dengan kemampuan rumah sakit dan sepanjang pelayanan tersebut tidak
mengganggu privasi pasien lain dan pelayanan rumah sakit. (Kerjasama/ MOU dengan instansi
terkait).
4) Bukti permintaan pelayanan rohani dan pemenuhan permintaan pelayanan rohani didokumentasikan
dalam rekam medis/ formulir/ buku khusus.
2. Wajib Simpan Rahasia Pasien/ Rahasia Kedokteran dan Menghormati Kebutuhan Privasi Pasien
Rahasia pasien/ rahasia kedokteran dan pemenuhan kebutuhan privasi pasien, sebagai berikut:
a. Mengacu Permenkes nomor 36 tahun 2012 tentang Rahasia Kedokteran.
b. Definisi rahasia pasien/ rahasia kedokteran.
1) Rahasia pasien/ rahasia kedokteran adalah data dan informasi tentang kesehatan seseorang yang
diperoleh tenaga kesehatan pada waktu menjalankan pekerjaan atau profesinya.
2) Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk
jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
3) Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lainyang diberikan kepada pasien, termasuk
dalam bentuk elektronik.
c. Ruang lingkup.
1) Rahasia pasien/ rahasia kedokteran mencakup data dan informasi mengenai:
Identitas pasien;
Kesehatan pasien, meliputi: hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang,
penegakan diagnosis, pengobatan dan atau tindakan kedokteran; dan
Hal lain yang berkenaan dengan pasien.
2) Data dan informasi tersebut dapat bersumber dari pasien, keluarga pasien, pengantar pasien, surat
keterangan konsultasi atau rujukan, atau sumber lainnya.
d. Tata laksana wajib simpan rahasia pasien/ rahasia kedokteran :
1) Semua pihak yang terlibat dalam pelayanan kedokteran dan atau menggunakan data dan informasi
tentang pasien wajib menyimpan rahasia kedokteran.
2) Seluruh staf rumah sakit yang mempunyai kewenangan mengakses rekam medis pasien wajib
menjaga dan menyimpan kerahasiaan informasi kesehatan pasien (menandatangani pakta integritas)
dan apabila melanggar ketentuan ini maka akan diberikan sanksi.
3) Pihak-pihak yang terlibat dalam pelayanan kedokteran meliputi:
Dokter dan dokter gigi serta tenaga kesehatan lain yang memiliki akses terhadap data dan
informasi kesehatan pasien;
Pimpinan rumah sakit;
Tenaga yang berkaitan dengan pembiayaan pelayanan kesehatan;
Tenaga lainnya yang memiliki akses terhadap data dan informasi kesehatan pasien di fasilitas
pelayanan kesehatan (staf instalasi rekam medis, staf informasi dan tekhnologi, dll);
Badan hukum/korporasi dan atau fasilitas pelayanan kesehatan;
Siswa yang bertugas dalam pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan atau manajemen
informasi di fasilitas pelayanan kesehatan.
4) Staf rumah sakit (yang berkompeten) atau PPA memberitahu pasien dan atau keluarganya yang
kompeten bahwa segala informasi tentang kesehatan pasien adalah rahasia dan kerahasiaan itu akan
dijaga sesuai peraturan perundang-undangan.
5) Pembukaan rahasia kedokteran
Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi
permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien
sendiri, atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
Pembukaan rahasia kedokteran dilakukan terbatas sesuai kebutuhan.
6) Apabila diperlukan, staf rumah sakit (yang kompeten) atau PPA berwenang meminta persetujuan
pasien dan atau keluarganya yang kompeten untuk melepas/ menyampaikan informasi yang tidak
tercakup dalam peraturan perundang-undangan
e. Staf rumah sakit mengidentifikasi harapan dan kebutuhan privasi pasien selama pelayanan dan
pengobatan.
f. Rumah sakit memfasilitasi kebutuhan privasi pasien selama pelayanan dan pengobatan sesuai dengan
situasi dan kondisi serta kemampuan rumah sakit. (fasilitas untuk melindungi privasi pasien seperti :
selimut, gorden, penyekat ruang, dan fasilitas yang sejenis tersedia di unit kerja terkait).
4. Identifikasi dan Perlindungan untuk Populasi Pasien yang Rentan Terhadap Risiko Kekerasan
a. Populasi pasien yang rentan terhadap kekerasan meliputi:
1) Anak-anak dengan usia di bawah 12 (dua belas) tahun.
2) Wanita.
3) Penyandang cacat/ difabel.
4) Orang lanjut usia.
5) Pasien rawat inap.
b. Rumah sakit menjaga keamanan terhadap populasi pasien yang rentan terhadap kekerasan di tiga area,
yaitu :
1) Area publik yang terbuka untuk umum (area parkir, instalasi rawat jalan, dan instalasi pelayanan
penunjang). Rumah sakit memasang CCTV di area-area tersebut dan staf keamanan berkeliling
secara berkala ke area-area tersebut (didokumentasikan di formulir/ buku khusus).
2) Area tertutup (ruang operasi, high care unit, dan ruang perinatal/ kamar bayi). Rumah sakit
memasang CCTV di area-area tersebut dan staf keamanan berkeliling secara berkala ke area-area
tersebut (didokumentasikan di formulir/ buku khusus).
3) Area semi terbuka (Instalasi rawat inap). Rumah sakit memasang CCTV di area-area tersebut dan
staf keamanan berkeliling secara berkala ke area-area tersebut (didokumentasikan di formulir/ buku
khusus). Pengunjung yang menjenguk pasien di luar jam kunjungan diberi aturan khusus yaitu:
Pengunjung di luar jam kunjungan harus memakai kartu identitas yang telah disediakan rumah
sakit;
Jumlah pengunjung untuk 1 (satu) pasien di luar jam kunjungan adalah maksimal 2 (dua)
orang pengunjung dengan waktu kunjungan maksimal 15 (lima belas) menit;
Pelaksanaan pengaturan pengunjung di luar jam kunjungan dijabarkan dalam standar
prosedur operasional pengaturan pengunjung di luar jam kunjungan.
6. Pemberian Informasi Semua Aspek Asuhan/ Pengobatan dan Tindakan Medis serta DPJP, PPJA,
PPA yang Memberi Asuhan
a. Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP), Perawat Penanggung Jawab Asuhan (PPJA), dan staf
Profesional Pemberi Asuhan (PPA) memperkenalkan diri kepada pasien dan atau keluarganya yang
kompeten pada saat pertama kali bertemu.
b. DPJP, PPJA, dan staf PPA memberikan informasi/edukasi kepada pasien dan atau keluarganya yang
kompeten, tentang semua aspek asuhan dan tindakan yang meliputi : (materi informasi/edukasi dalam
rekam medis/ formulir)
1) Diagnosis.
2) Kondis medis/ pasien .
3) Rencana asuhan / pengobatan dan tindakan.
4) Kemungkinan hasil asuhan/ pengobatan dan tindakan, termasuk kemungkinan hasil yang tidak
terduga.
5) Hak pasien untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terhadap rencana asuhan dan
tindakan yang akan dilakukan.
6) Persetujuan tindakan (informed consent) dan prosesnya.
7) Asuhan lanjutan di rumah (bila diperlukan).
c. Pemberian informasi/ edukasi didokumentasikan di dalam rekam medis/ formulir/ buku khusus.
12. Pemberian Informasi Mengenai Hak dan Kewajiban Pasien dan Keluarganya Kepada Setiap Pasien
a. Seluruh pasien rawat jalan dan rawat inap mendapatkan informasi mengenai hak dan kewajiban pasien
dan keluarganya.
b. Rumah sakit memberikan informasi tersebut melalui leaflet, banner (bagi pasien rawat jalan dan rawat
inap), dan formulir rekam medis (khusus bagi pasien rawat inap).
c. Apabila proses pemberian informasi tentang hak dan kewajiban pasien dan keluarganya yang diberikan
secara tertulis kurang/ tidak efektif maka staf rumah sakit wajib memberikan penjelasan mengenai hal
tersebut kepada pasien atau keluarganya secara verbal dan memastikan bahwa yang menerima
penjelasan telah memahami hal-hal yang disampaikan oleh staf rumah sakit tersebut.
c. Ruang lingkup
1) Setiap pasien yang akan menjalani tindakan atau operasi yang dilaksanakan di ruang tindakan/
ruang operasi atau tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi harus menandatangi
persetujuan khusus/ informed consent. Penandatanganan persetujuan dapat dilakukan oleh pasien
atau keluarganya yang kompeten.
2) Setiap tindakan atau operasi yang dilaksanakan di ruang tindakan/ ruang operasi atau tindakan
kedokteran yang mengandung risiko tinggi harus memperoleh persetujuan tindakan kedokteran
(persetujuan khusus/ informed consent) secara tertulis dan didokumentasikan dalam rekam medis/
formulir khusus.
3) Persetujuan khusus (informed consent), meliputi:
Tindakan atau operasi yang dilaksanakan di ruang tindakan/ruang operasi;
Tindakan kedokteran yang berisiko tinggi:
a) Semua tindakan operasi yang memerlukan pembiusan umum maupun pembiusan
regional;
b) Semua pembiusan umum dan pembiusan regional;
c) Semua tindakan lumbal pungsi dan pungsi asites;
d) Tindakan radiologi yang bersifat invasif;
e) Semua tindakan radiologi dengan kontras (IVP);
f) Kuretase oleh dokter spesialis kebidanan dan kandungan;
g) Kanulase vena dalam (vena seksi);
h) Tindakan intubasi;
i) Transfusi darah/ komponennya; dan
j) Pemasangan WSD.
k) Pemasangan gastric tube
Pemeriksaan penunjang terkait dengan HIV.
4) Dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien dan atau mencegah kecacatan,
tidak diperlukan persetujuan tindakan kedokteran.
d. Tata laksana pemberian persetujuan khusus (informed consent).
1) Keputusan untuk melakukan tindakan kedokteran yang berisiko tinggi diputuskan oleh dokter atau
dokter gigi dan didokumentasikan dalam rekam medis.
2) Staf rumah sakit yang kompeten memberikan penjelasan tentang tindakan kedokteran yang akan
dilakukan terhadap pasien.
3) Penjelasan disampaikan secara langsung kepada pasien dan atau keluarganya yang kompeten.
4) Penjelasan tentang tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi meliputi:
Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran (diagnosis penyakit, indikasi tindakan
kedokteran, prognosis apabila dilakukan tindakan dan apabila tidak dilakukan tindakan);
Tindakan kedokteran:
a) Tujuan tindakan kedokteran yang akan dilakukan (preventif, diagnostik, terapeutik, atau
rehabilitatif);
b) Tata cara pelaksanaan tindakan kedokteran (apa yang dialami pasien selama dan sesudah
tindakan, serta efek samping atau ketidaknyamanan yang mungkin terjadi); dan
c) Alternatif tindakan lain beserta risiko dan komplikasinya.
Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi pada tindakan yang direncanakan;
Perluasan tindakan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi keadaan darurat akibat risiko
dan komplikasi tersebut atau keadaan tidak terduga lainnya;
Prognosis terhadap tindakan yang akan dilakukan (ad vitam, ad functionam, ad sanam);
Perkiraan pembiayaan.
5) Staf rumah sakit yang kompeten/ PPA mendokumentasikan penjelasan tersebut dalam rekam medis.
6) Setelah pasien dan atau keluarganya yang kompeten menerima dan memahami penjelasan tersebut
maka pasien yang kompeten atau keluarganya yang kompeten memberikan persetujuan secara
tertulis dan didokumentasikan dalam rekam medis/ formulir khusus.
7) Pelaksanaan tindakan kedokteran yang telah mendapat persetujuan menjadi tanggung jawab dokter
atau dokter gigi yang melakukan tindakan kedokteran.
8) Rumah sakit bertanggung jawab atas pelaksanaan persetujuan tindakan kedokteran.
9) Pembatalan/ penarikan kembali persetujuan tindakan kedokteran:
Persetujuan tindakan kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang memberi
persetujuan sebelum dimulainya tindakan;
Pembatalan persetujuan tindakan kedokteran tersebut dilakukan secara tertulis oleh pihak yang
kompeten memberi persetujuan dan didokumentasikan dalam rekam medis/ formulir khusus
Segala akibat yang timbul dari pembatalan persetujuan tindakan kedokteran tersebut menjadi
tanggung jawab yang membatalkan persetujuan
10) Penolakan tindakan kedokteran:
Penolakan tindakan kedokteran dapat dilakukan oleh pasien dan atau keluarganya yang
kompeten setelah menerima penjelasan tentang tindakan kedokteran yang akan dilakukan
Penolakan tindakan kedokteran tersebut harus dilakukan secara tertulis dan didokumentasikan
dalam rekam medis/ formulir khusus;
Akibat penolakan tindakan kedokteran tersebut menjadi tanggung jawab yang melakukan
penolakan;
Penolakan tindakan kedokteran tersebut tidak memutuskan hubungan dokter dan pasien.
e. Pendokumentasian:
1) Staf rumah sakit yang kompeten memeriksa dan melengkapi pendokumentasian yang berkaitan
dengan persetujuan khusus/ informed consent.
2) Staf rumah sakit yang kompeten berwenang untuk meminta pasien atau keluarganya yang kompeten
untuk melengkapi formulir khusus tentang persetujuan khusus (informed consent)/ pembatalan/
penolakan dan mendokumentasikan dalam rekam medis.