Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH ETIKA PROFESI DAN HUKUM KESEHATAN

“Kasus Malpraktek Tenaga Laboratorium”

Disusun oleh :

MURNI WIDAYANTI HERLINA

P17334120047

D3 – 3B

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG

JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang, penulis panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah

melimpahkan rahmat, sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Etika

Profesi dan Hukum Kesehatan ini. Dalam Makalah tersebut penulis membahas

tentang “Kasus Malpraktek Tenaga Laboratorium.”

Tidak lupa penulis pun menyampaikan terima kasih kepada dosen mata

mata kuliah Etika Profesi dan Hukum Kesehatan yaitu Bapak Entuy Kurniawan,

S.Si.,M.KM yang mana beliau dengan penuh kesabaran telah meluangkan

waktunya untuk memberikan pengetahuan serta bimbingan kepada penulis dalam

proses pembuatan makalah ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dan mendukung pembuatan makalah ini sehingga penulis dapat

menyelesaikannya dengan baik. Selain itu, penulis pun menyadari bahwa makalah

ini masih terdapat kekurangan. Maka dengan kerendahan hati, penulis memohon

maaf apabila terdapat kesalahan dalam makalah ini. Oleh sebab itu, kritik dan

saran yang membangun sangat penulis harapkan dari pembaca.

Penulis harap makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis

umumnya bagi semua pembaca. Amin.

Cimahi, 26 Juni 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................i

DAFTAR ISI ................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah................................................................................................2
1.3 Tujuan .................................................................................................................2
1.4 Manfaat................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................4

2.1 Malpraktek Tenaga Kesehatan.............................................................................4


2.2 Kasus Malpraktek Tenaga Laboratorium.............................................................10

BAB III PENUTUP......................................................................................................17

3.1 Kesimpulan..........................................................................................................17
3.2 Saran....................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan merupakan salah satu aspek sekaligus indikator penting dan

tolok ukur yang menilai apakah kesejahteraan masyarakat di Indonesia telah

terpenuhi dengan baik dan maksimal. Hal ini berkaitan erat dengan fakta

bahwa aspek kesehatan masyarakat adalah bagian dari tolok ukur bagi

kedamaian rakyat Indonesia yang memberikan gambaran umum dan khusus

tentang bagaimana kondisi standar kualitas hidup masyarakat ditinjau dari

kualitas kesehatannya. Namun demikian, kualitas kesehatan masyarakat tidak

cukup dinilai dari keadaan kesehatan masyarakatnya saja, akan tetapi juga

dilihat dari ketersediaan fasilitas kesehatan, kualitas layanan kesehatan yang

tersedia dan diberikan serta bagaimana kualitas dari sistem dari tindakan

medis yang diberikan. Ketiga hal tersebut menjadi penentu apakah suatu

individu di lingkungan masyarakat telah mendapatkan layanan kesehatan dan

tindakan medis yang dibutuhkan dan sesuai dengan standar kesehatan yang

telah ditetapkan.

Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memberikan dan

mengelola layanan kesehatan bagi tiap warga negara guna memenuhi

kebutuhan layanan kesehatan sebagai salah satu bagian dari haknya sebagai

warga negara dengan pemenuhan layanan medis sebagaimana tertuang pada

1
2

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pelepasan

kebutuhan terkait layanan kesehatan yang dilaksanakan oleh pemerintah

kepada masyarakat merupakan bentuk pemenuhan tanggung jawab bagi

kebutuhan kesehatan secara mendasar sesuai prinsip, standar dan aturan yang

berlaku. Dalam hal ini, layanan merupakan suatu aksi yang diberikan baik

melalui komersial ataupun non-komersial. Pelayanan komersial pada

dasarnya diberikan atas dasar tujuan untuk memperoleh keuntungan dan

seringkali pengelolaannya dilakukan oleh pihak swasta. Sedangkan layanan

nonkomersial pada dasarnya diberikan dengan maksud untuk mengabdi pada

masyarakat, bangsa dan negara tanpa mempertimbangkan keuntungan yang

akan didapatkan. Pelayanan mom-komersial umumnya dikelola dan menjadi

tanggung jawab oleh pemerintah. Dalam pelaksanaan layanan medis tersebut,

profesionalisme dari tenaga medis dalam memberikan pelayanan kesehatan

menjadi faktor utama yang menentukan kualitas kinerja tenaga medis dan

bagaimana hasil dari pelayanan yang diberikan. Profesionalisme tenaga

medis juga mempengaruhi risiko terjadinya malpraktik medis yang dapat

membahayakan kondisi atau nyawa pasien

Malpraktik pada dasarnya berasal dari kata “mala” yang berarti salah

dan tidak semestinya, adapun kata “praktik” berarti perbuatan/praktik. Dari

arti kata tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Malpraktik atau disebut

juga dengan istilah Malpractice merupakan suatu tindakan atau perbuatan


3

yang salah dan tidak seharusnya dilakukan. Jika dikaji dari sudut pandang

layanan medis maka malpraktik tersebut diartikan sebagai perbuatan/tindakan

medis oleh seorang tenaga medis atau dokter kepada pasiennya dengan cara

yang salah atau lalai sebab pelaksanaannya tidak memenuhi standar

kesehatan yang telah ditetapkan.

Pada umumnya, undang-undang di Indonesia secara khusus telah

mengatur hukum kesehatan terkait tindakan malpraktik medis di Indonesia

guna menciptakan pertanggungjawaban dari tiap tindakan dan perbuatan

medis yang dilakukan oleh dokter maupun tenaga medis serta sebagai bentuk

pemberian perlindungan hukum kesehatan bagi pasien.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud Malpraktek tenaga kesehatan ?

2. Apa saja Kasus Malpraktek dalam ruang lingkup tenaga laboratorium ?

2.1. Tujuan

1. Untuk memahami yang dimaksud Malpraktek tenaga kesehatan.

2. Untuk mengetahui kasus Malpraktek dalam ruang lingkup tenaga

laboratorium.

1.1. Manfaat

Manfaat penulisan makalah ini adalah memberikan pemahaman dan

wawasan mengenai Kasus Malpraktek tenaga laboratorium.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Malpraktek Tenaga Kesehatan

Malpraktik atau malpractice berasal dari kata “mal” yang berarti

buruk. Sedang kata “practice” berarti suatu tindakan atau praktik. Dengan

demikian secara harfiah dapat diartikan sebagai suatu tindakan medik

“buruk” yang dilakukan dokter/tenaga kesehatan lainnya dalam hubungannya

dengan pasien. Menurut Kamus Black Law Dictionary, malpraktik

didefinisikan sebagai kesalahan profesional, kurangnya keterampilan yang

tidak masuk akal dalam tugas profesional atau peradilan, kejahatan atau

tindakan ilegal atau tidak bermoral dari seorang ahli, kurangnya keterampilan

di bawah standar atau ketidaktepatan seorang ahli dalam melakukan

tanggung jawab hukumnya, praktik yang salah atau ilegal atau perilaku tidak

bermoral. Secara etimologi, Malpraktik berasal dari kata malpractice artinya

cara mengobati yang salah atau tindakan tidak benar dan tidak sesuai dengan

standar operasioanl prosedur yang ada.

Di Indonesia, istilah malpraktik yang sudah sangat dikenal oleh para

tenaga kesehatan sebenarnya hanyalah suatu bentuk medical malpractice,

yaitu medical negligence yang dalam bahasa Indonesia disebut kelalaian

4
medik. Menurut Gonzales dalam bukunya Legal Medical Pathology and

Toxicology

5
5

menyebutkan bahwa malpractice is the term applied to the wrongful or

improper practice of medicine, which result in injury to the patient. Adapun

Menurut Munir Fuady, malpraktik memiliki pengertian yaitu setiap tindakan

medis yang dilakukan dokter atau orang-orang di bawah pengwasannya, atau

penyedia jasa kesehatan yang dilakukan terhadap pasiennya, baik dalam hal

diagnosis, terapeutik dan manajemen penyakit yang dilakukan secara

melanggar hukum, kepatutan, kesusilaandan prinsip-prinsip profesional baik

dilakukan dengan sengaja atau karena kurang hati-hatiyang menyebabkan

salah tindak rasa sakit, luka, cacat, kerusakan tubuh, kematian dan kerugian

lainnya yang menyebabkan dokter atau perawat harus bertanggungjawab baik

secara adminis-tratif, perdata maupun pidana. Menurut Ellis dan Hartley

(1998) menyatakan bahwa malpraktik merupakan batasan yang spesifik dari

kelalaian (negligence) yang ditujukan pada seseorang yang telah terlatih atau

berpendidikan yangmenunjukkan kinerjanya sesuai bidang tugas atau

pekerjaannya. Ada dua istilah yang sering dibiearakan secara bersamaan

dalam kaitannya dengan malpraktik yaitukelalaian dan malpratik itu sendiri.

Kelalaian adalah melakukan sesuatu dibawah standar yangditetapkan oleh

aturan/hukum guna, melindungi orang lain yang bertentangan dengan

tindakan-tindakan yaag tidak beralasan dan berisiko melakukan kesalahan.

Terminologi malpraktik medik dan kelalaian medik (negligence)

merupakan dua hal yang berbeda. Kelalaian medik memang termasuk


6

malpraktik medik, akan te-tapi di dalam malpraktik medik tidak hanya

terdapat unsur ke-lalaian, dapat juga karena adanya kesengajaan. Jika dilihat

dari definisi di atas jelaslah bahwa malpractice mempunyai pengertian yang

lebih luas daripada negligence karena selain mencakup arti kelalaian, istilah

malpraktik pun mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan dengan sengaja

(intentional, dolus, opzettelijk) dan melanggar undangundang. Di dalam arti

kesengajaan tersirat ada motif (mens rea, guilty mind), sedangkan arti

negligence lebih berintikan ketidak-sengajaan (culpa), kurang teliti, kurang

hati-hati, acuh tak acuh, sembrono, tak peduli terhadap kepentingan orang

lain, namun akibat yang timbul memang bukanlah menjadi tujuannya. Harus

diakui bahwa kasus malpraktik murni yang berintikan kesengajaan (criminal

malpractice) dan yang sampai terungkap ke pengadilan memang tidak

banyak. Demikian pula di luar negeri yang tuntutannya pada umumnya

bersifat perdata atau pengganti kerugian.

Terdapat beberapa penyebab lain terjadinya malpraktik, yaitu kelalaian

yang dilakukan dengan kurang hati-hati dan tindakan kesengajaan yang

sebenarnya tidak diinginkan oleh tenaga medis itu sendiri, serta kurangnya

pengetahuan dan pengalaman dari pihak yang bersangkutan. staf medis,

meskipun tentu saja diharapkan mereka memiliki kemampuan, pengetahuan,

dan keterampilan yang diperlukan untuk bekerja di bidang kesehatan. Ada

beberapa hal mendasar yang harus dipenuhi agar unsur kelalaian tersebut
7

dapat terjadi, seperti perbuatan atau kelalaian terhadap sesuatu yang harus

dilakukan, tidak menjalankan kewajiban, kecerobohan, dan sebagainya;

faktor-faktor tersebut dan hal-hal lain yang menyebabkan malpraktek, tetapi

ada juga unsur melawan hukum, seperti adanya kesengajaan dan unsur

kelalaian, dan tidak ada alasan untuk membenarkan atau memaafkan, seperti

pembelaan diri, alasan gila, dan sebagainya.

Tenaga medik dapat dipertanggungjawabkan baik secara pidana

maupun perdata sesuai dengan bentuk pelanggaran hukum yang

dilakukan. Pertanggungjawaban pidana (criminal liability) diadakan

manakala yang bersangkutan telah terbukti melakukan perbuatan yang

bersifat melanggar ketentuan hukum pidana (criminal wrongdoing).

Sementara pertanggungjawaban perdata (civil liability) diadakan dalam hal

yang bersangkutan melakukan perbuatan yang bersifat melanggar

ketentuan hukum perdata (civil wrongdoing). Beberapa ahli seperti

Permatasari (2018) dan Soedjatmiko membedakan malpraktik menjadi tiga

bentuk, yaitu:

a. Malpraktik Perdata (Civil Malpractice)

Malpraktik perdata terjadi apabila terdapat hal-hal yang

menyebabkan tidak dipenuhinya isi perjanjian (wanprestasi) di dalam

transaksi terapeutik oleh dokter atau tenaga kesehatan lain, atau

terjadinya perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) sehingga


8

menimbulkan kerugian kepada pasien. Adapun isi daripada tidak

dipenuhinya perjanjian tersebut dapat berupa:

 Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatan wajib dilakukan;

 Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan, tetapi

terlambat melaksanakannya;

 Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan,

tetapi tidak sempurna dalam pelaksanaan dan hasilnya;

 Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya

dilakukan

b. Malpraktik Pidana (Criminal Malpractice)

Malpraktik pidana terjadi apabila pasien meninggal dunia atau

mengalami cacat akibat dokter atau tenaga kesehatan lainnya kurang hati-

hati atau kurang cermat dalam melakukan upaya penyembuhan

terhadap pasien yang meninggal dunia atau cacat tersebut.

c. Malpraktik Administratif (Administrative Malpractice)

Malpraktik administratif terjadi apabila dokter atau tenaga

kesehatan lain melakukan pelanggaran terhadap hukum administrasi

negara yang berlaku, misalnya menjalankan praktik dokter tanpa lisensi

atau ijin praktek, melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan lisensi
9

atau ijinnya, menjalankan praktik dengan ijin yang sudah kadaluarsa, dan

menjalankan praktik tanpa membuat catatan medik.

Pada dasarnya Dalam Pradnya (2018), ketentuan terkait malpraktik

medik dalam UU Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan diatur dalam

Pasal 29 dan Pasal 58. Ketentuan Pasal 29 UU Nomor 36 tahun 2009

menyatakan bahwa “Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan

kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus

diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi”. Ketentuan ini

memberikan indikasi bahwa tenaga kesehatan dalam menjalankan

profesinya tidak selamanya berjalan sesuai dengan yang diharapkan pasien

untuk mendapatkan penanganan yang baik dan memperoleh kesembuhan

dari penyakit yang diderita. Selanjutnya, Pasal 58 ayat (1) UU Nomor 36

Tahun 2009 berbunyi “Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap

seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang

menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam

pelayanan kesehatan yang diterimanya”. Ketentuan ini dengan tegas

memberikan kesempatan kepada pihak yang merasa dirugikan untuk

menuntut ganti rugi terhadap tenaga kesehatan atau pihak

penyelenggara kesehatan dalam hal ini Rumah Sakit ataupun Klinik

kesehatan. Namun demikian, dalam kasus tertentu tuntutan ganti rugi


10

tidak dimungkinkan dilakukan sebagaimana diatur dalam Pasal 58 ayat (2)

yang berbunyi: “Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan

penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam

keadaan darurat.

2.2. Kasus Malpraktek Tenaga Laboratorium

1) Kasus Malpraktek Klinik Abal-abal


Pada tahun 2014 terjadi malpraktik yang dilakukan oleh klinik yang

diduga abal-abal bernama Metropole Hospital. Keanehan yang terjadi didapat

dari salah satu hasil pemeriksaan laboratorium salah seorang pasien di klinik

tersebut. Pada secarik kertas yang berisi laporan hasil pemeriksaan

laboratorium tersebut terdapat beberapa kejanggalan.

Pada kotak merah nomor 1 disebutkan bahwa ini merupakan prosedur

pemeriksaan keputihan. Namun disebutkan bahwa jenis pemeriksaannya


11

adalah pemeriksaan RT (rectal toucher). Dari sudah bisa melihat jelas

kengawuran yang terjadi. Sementara untuk pemeriksaan RT itu sendiri tidak

terdapat kaitannya sama sekali dengan upaya diagnosis untuk keputihan pada

wanita. Pada dasarnya, untuk memastikan penyebab keputihan abnormal

maka dokter akan menyarankan pemeriksaan sekret vagina dan Pap smear,

pada kasus tertentu perlu dilanjutkan biakan kuman dan uji resistensi.

Pengambilan sekret vagina dilakukan dengan cara Vagina swab, yang mana

pemeriksaan cairan dari vagina dilakukan dengan usapan, hasil usapan

kemudian ditambahkan cairan fisiologis lalu ditunggu selama 4-5 menit. Swab

vagina atau pemeriksaan apus vagina artinya mengambil sediaan seperti lendir

yang terdapat pada daerah vagina untuk diperiksa mikroorganismenya apakah

yang ada di dalamnya dengan menggunakan bantuan pengamatan di bawah

mikroskop untuk identifikasi mikroorganisme tersebut. Pada kolom kedua

dapat terlihat penggunaan bahasa yang EYD yang berlaku, ejaan

Laboratorium berubah menjadi Labolatorium. Pada kolom merah ketiga, pada

dasarnya hasil pemeriksaan WBC atau singkatan dari White Blood Cell

artinya sel darah putih, tetapi pada kertas tersebut menyatakan sel putih saja

sehingga hal tersebut dapat menyebabkan kerancuan. Begitu pun pada kolom

kelima mengenai RBC (Red Blood Cell) yang mana seharusnya pemeriksaan

ini merujuk pada hasil pemeriksaan darah, dan dalam kertas tersebut

menyebutkan bahwa RBC diartikan sebagai sel merah. Pada kolom keempat
12

disebutkan macam bakteri sedikit, yang mana seharusnya istilah banyak atau

sedikit tidak digunakan untuk melihat jenis bakterinya, melainkan untuk

melihat jumlah keputihan apakah banyak atau sedikit. Sementara untuk jenis

dan jumlah dari kuman/jamur/bakterinya, hal tersebut terdapat nilai rujukan

standarnya. Pada kolom keenam, dokter penanggung jawab laboratorium

tersebut adalah dr. Avri, sementara menurut sumber ternyata avri ini bukan

seorang dokter melainkan seorang analis kesehatan. Selain itu, jika benar Avri

ini adalah seorang seharusnya tidak mengarang-ngarang terkait dengan hasil

laboratnya. Sebagai seorang analis sepatutnya mengetahui istilah-istilah yang

sering digunakan terkait laboratorium dan pemeriksaan pasien. Avri sebagai

seorang analis kesehatan pun masih dipertanyakan apakah avri ini benar-benar

seorang analis dan atau dokter. Pada kolom ketujuh disebutkan sel nanah, hal

ini menimbulkan banyak pertanyaan, apakah sel nanah tersebut sel darah

putih, pada dasarnya, sel nanah disebut demikian karena nanah tersebut

terbentuk dari sel darah putih yang mati ketika melawan bakteri/kuman.

2. Pemberian Vaksin Meningitis oleh tenaga yang tidak berkompeten

Berdasarkan berita acara penilaian kesesuaian Klinik no

445/BAPKK/Yankes/IV/2022, diterbitkan hari Selasa tanggal 9 Agustus 2022

berdasarkan surat perintah tugas no 1045 tanggal 8 Agustus 2022, ditandatangani

Dr. Suardi selaku Kadis Kesehatan Loteng. Kemudian Ms. H. Muslim Tasim,

(Kabid Yankes Dinkes Loteng), Rahmat Dwiantoro (Fungsional Adminkes Ahli


13

Muda), Sudarman, dan Asih Trisnawati. Beberapa hal yang tidak memenuhi

persyaratan seperti izin operational Laboratoriom Cyto disebutkan hanya fokus

pada pemeriksaan Laboratorium sebagai penegak diagnostik suatu kasus.

Mengenai program vaksinasi meningitis, SDM yang melaksanakan vaksinasi

adalah tenaga yang tidak berkompeten dibidang tersebut. Sedangkan MoU antara

KKP Mataram dengan Laboratorium Cyto dilakukan tanpa sepengetahuan pihak

Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Tengah sebagai penanggung jawab bidang

kesehatan di wilayahnya. Tindak Lanjut Klinik, berdasarkan hasil pengecekan

administrasi dan lapangan, perintahkan kepada Laboratorium Klinik Cyto harus

menghentikan untuk sementara kegiatan atau aktivitas penyuntikan vaksin

Meningitis.

Dinas Kesehatan Loteng merekomendasi, Klinik harus melengkapi segala bentuk

persyaratan yang belum dipenuhi, Laboratorium Klinik Cyto dapat mengajukan

berkas-berkas yang berkaitan dengan jenis pelayanan yang diinginkan kepada

Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Tengah untuk mendapatkan rekomendasi

penyelenggaraannya. Kemudian tenaga Kesehatan yang melaksanakan program

vaksinasi adalah tenaga kesehatan yang berkompeten di bidang tersebut (dengan

memiliki Minimal Ijazah D3 Kesehatan, STR, dan SIP).


14

3. Hasil laboratorium Tertukar

Umumnya, sebelum mendapatkan penanganan di rumah sakit, pasien bernama

Jean Dowd berusia 68 tahun, perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium, namun

hasil pemeriksaan laboratorium justru tertukar dengan pasien lain, sehingga

penyakitnya salah didiagnosis. Sebenarnya Jean mengidap kanker terminal paru-

paru yang mana seharusnya perlu mendapat penanganan berupa kemoterapi yang

mungkin berpeluang besar untuk menyelamatkan nyawanya. Tetapi justru

mendapatkan pengobatan yang salah. Menjelang kematiannya, tim medis baru

menyadari bahwa Jean mengidap kanker terminal paru-paru, jean sempat

mendapatkan kemoterapi tetapi hal itu sudah terlambat. insiden Jean tersebut

kemudian dibawa sampai ke pengadilan untuk mengusut tuntas akar

permasalahannya. Dr. Amy Roy dipanggil untuk menjadi saksi atas kesalahan

tersebut.

4. Penggunaan Alat bekas untuk tes Covid-19

Direktorat Kriminal Khusus Polda Sumut pada tahun 2021 membongkar

kasus penggunaan kembali alat tes cepat antigen Covid-19 bekas oleh

laboratorium Kimia Farma di bandara Kualanamu, Deli Serdang, Sumatera Utara.

Polda Sumut pun menggeledah kantor itu dan menemukan banyak alat tes antigen

bekas pakai yang dikemas kembali. Setelah diusut ternyata petugas laboratorium
15

Kimia Farma mencuci, mengemas, dan menggunakan kembali alat tes Covid-19

bekas pakai tersebut. Tindakan yang dilakukan petugas tersebut sangat merugikan

perusahaan. Direktur Utama PT Kimia Farma Diagnostik Adil Fadilah Bulqini

menyatakan bahwa tindakan itu sangat bertentangan dengan prosedur standar

operasi perusahannya. Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan Pri

Agung menyatakan bahwa mereka hanya melakukan validasi terhadap hasil yang

dikeluarkan laboratorium di Kualanamu. Namun, mereka tidak melakukan

pengawasan sampai pada pemeriksaan alat-alat yang digunakan laboratorium.

Aris sebagai Sekretaris Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi Sumut menyatakan

tes cepat di bandara merupakan titik penting untuk mencegah orang yang

terindikasi positif Covid-19 bepergian ke daerah lain. Hasil positif ataupun

negatif palsu dari tes cepat ini sangat merugikan upaya pencegahan penularan

Covid-19, apalagi penggunaan alat pengambil sampel bekas pakai juga bisa

menyebabkan penularan antarcalon penumpang. Adil menyatakan bahwa terdapat

tujuh orang yang ditangkap polisi yang terdiri dari lima petugas laboratorium

Kimia Farma Bandara Kualanamu dan dua unsur pimpinan di Laboratorium

Kimia Farma Jalan RA Kartini, Medan, yakni manajer bisnis merangkap kepala

layanan dan analis pelaksana.

5. Laboratorium Klinik Ilegal


16

Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Palu menemukan adanya tempat laboratorium

klinik illegal bernama WIN Academy yang tidak memiliki izin operasional dan

membuka praktik. Laboratorium ini pun, diketahui mempekerjakan anak di

bawah umur sebagai petugasnya. Selain itu, laboratorium tersebut pula tidak

mempunyai dokter yang sudah memiliki izin serta tidak memiliki tenaga

laboratorium. Fakta tersebut didapatkan petugas Dinkes Kota Palu, ketika

melakukan inspeksi langsung ke laboratorium yang terletak di Jalan Kimaja

tersebut. Inspeksi yang dipimpin Kepala Seksi (Kasi) Hukum dan Sumber Daya

Kesehatan Dinkes Kota Palu itu, menemukan sejumlah kejanggalan dan

penyalahgunaan aturan. Selain itu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Palu, dr. Royke

Abrahaman meminta, laboratorium itu segera ditutup karena dikhawatirkan akan

terjadi malpraktik di tempat tersebut yang mana diketahui Laboratorium yang

beralamatkan di Jalan Kimaja itu juga melaksanakan pengambilan sampel darah

yang dilakukan bukan di klinik resmi tetapi dari rumah kerumah. Beliau

menegaskan bahwa untuk pengambilan sampel darah tidak dapat dilakukan di

sembarang tempat karena terkait dengan aturan dari Kemenkes melalui Peraturan

Menteri Kesehatan No. 411 tahun 2010 tentang laboratorium klinik, “Sesuai

aturan harusnya pengambilan sampel darah itu harus di tempat yang sudah

disediakan oleh Dinas Kesehatan seperti di Puskesmas dan Rumah Sakit

sedangkan pengambilan sampel melalui door to door itu sangat menyalahi

aturan.”
17
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

1.1. Kesimpulan

Peraturan hukum merupakan landasan dasar untuk memberikan

jaminan hukum bagi kepastian hukum guna terciptanya cita-cita hukum yaitu

keadilan, demikian pula sebaliknya setiap pelanggaran hukum pasti

dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

sehingga setiap perbuatan malpraktek yang dilakukan oleh staf akan dimintai

pertanggungjawaban dengan cara tersebut. Pelanggaran terhadap peraturan

perundang-undangan yang berlaku serta pelanggaran kode etik kedokteran

atau kode etik tenaga kesehatan dilakukan ketika pasien menerima tindakan

medis yang berpotensi merugikan pasien atau menyebabkan kerusakan yang

cukup besar pada tubuh pasien. Hal ini juga dapat menimbulkan berbagai

macam tanggapan yang kurang baik dari masyarakat umum, yang dapat

berdampak negatif terhadap kepercayaan masyarakat terhadap tenaga medis

dan rumah sakit.

1.2. Saran

Menjadi seorang tenaga kesehatan khususnya tenaga laboratorium

hendaknya mematuhi aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam undang-

undang agar segala sesuatu yang dilakukan untuk pelayanan kesehatan

masyarakat tidak keluar dari aturan yang berlaku sehingga stigma masyarakat

dapat dihilangkan dan dapat meraih kembali kepercayaan masyarakat.

17
DAFTAR PUSTAKA

Al, S. et. (2016). Analisis Putusan Sanksi Perdata Malpraktek Sebagai Bentuk
pertanggungjawaban Perlindungan Konsumen (Studi kasus Mahkamah Agung
Nomor : 515 PK/Pdt/2011). Paper Knowledge . Toward a Media History of
Documents, 1(1).
Heryanto, B. (2010). Malpraktik Dokter Dalam Perspektif Hukum. Jurnal Dinamika
Hukum, 10(2), 183–191. https://doi.org/10.20884/1.jdh.2010.10.2.151
Mantiri, Y. david. (2019). Pertanggungjawaban Perdata Tenaga Medis Terhadap
Kasus Malpraktik Ditinjau Dari Sudut Pandang Medicolegal. Lex Privatum,
7(7), 1–11.
Sadino, S., & Rahmatullah, I. A. (2021). Analisis Putusan Sanksi Perdata Malpraktek
Sebagai Bentuk Pertanggungjawaban Perlindungan Konsumen (Studi Kasus
Putusan Mahkamah Agung Nomor : 515 PK/Pdt/2011). Jurnal Magister Ilmu
Hukum, 1(1), 8. https://doi.org/10.36722/jmih.v1i1.727

18

Anda mungkin juga menyukai