Laporan Typoid Fever Ruangan Petra
Laporan Typoid Fever Ruangan Petra
A. Latar Belakang
Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah
2016).
C. Anatomi Fisiologi
Menurut (Sodikin,2016), anatomi pada pasien typoid yaitu terjadi
melalui system pencernaan manusia yang terdiri dari :
1. Mulut
Mulut adalah bagian pertama dari system pencernaan
manusia,dinding kovum oris memiliki struktur untuk fungsi
mastikasi (penguyahan), dimana makanan akan di potong-
potong, atau di hancurkan oleh gigi.
2. Lidah
Lidah manusia tersusun atas otot yang pada bagian atas dan
sampingnya di lapisi dengan mukosa, lidah pada neonates
relative pendek dan lebar. Lidah juga berfungisi membantu
menelan makanan.
3. Gigi
Gigi manusia memiliki ukuran yang berbeda-beda, disetiap gigi
manusia mempunyai bagian yaitu mahkota,yang terlihat di atas
gusi, leher yang di tutupi oleh gusi dan akar yang di tahan oleh
soket tulang. Fungsi gigi untuk mengunyah makanan.
4. Esofagus/kerongkongan
Esofagus merupakan tuba otot dengan ukuran 8-10 cm dari
kartilago krikoid sampai bagian kardia lambung. Panjangnya
bertambah selama 3 tahun setalah kelahiran, selanjutnya
kecepatan pertumbuhan lebih lambat mencapai panjang
dewasa 23-30 cm. kerongkongan atau esofagus berfungsi
menyalurkan makanan dari mulut ke lambung. Secara anatomis
didepan esofagus adalah trakea dan kelenjar tiroid,jantung.serta
daifragma,sedangkan dibagian belakangnya adalah kolumna
vertebralis.
5. Lambung
Lambung berbentuk lebar dan merupakan bagian yang dapat
berdilatasi dari saluran cerna. Bentuk lambung bervariasi
tergantung dari jumlah makanan yang di dalamnya, adanya
gelombang peristaltic,tekanan dari organ lain,dan postur tubuh.
6. Usus kecil
Usus kecil terbagi menjadi duodenum,jejanum,dan ileum. Usus
kecil memiliki panjang sekitar 300-350cm saat lahir, mengalami
peningkatan sekitar 50% selama tahun pertama kehidupan, dan
berukuran kurang lebih 6 meter saat dewasa.
7. Pancreas
Pancreas merupakan suatu organ yang terdiri dari dua jaringan
besar yaitu asini yang menghasilkan enzim-enzim pencernaan
dan pancreas yang menghasilkan hormone.
8. Kandung dan saluran empedu
Empedu mengalir dari hati melalui duktus hepatikus kira dan
kanan, yang selanjutnya bergabung membentuk duktus
hepatikus umum. Saluran ini bergabung dengan sebuah saluran
yang berasal dari kandung empedu (duktus sistikus) untuk
membentuk saluran empedu umum,dan masuk kedalam
duodenum.
9. Usus besar
Usus besar terdiri dari :
a. Transversum
b. Kolon asadens (kanan)
c. Kolon desedens (kiri)
d. Kolon sigmoid (berhubungan dengan rectum)
10. Rectum dan anus
Rectum merupakan sebuah ruangan yang berawal di ujung
usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus.
Biasanya rectum kososng karena tinja disimpan ditempat yang
lebih tinggi yaitu pada desendens. Jika kolon desendens penuh
maka tinja masuk kedalam rectum dan timbul keinginan untuk
buang air besar. Anus merupakan lubang di ujung
saluran,dimana bahan limbah berhentih di anus terbentuk dari
permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lainnya dari usus. Suatu
cincin berotot (sfingter ani) menjaga agar anus tetap tertutup.
D. Etiologi
Penyebab utama demam tifoid ini adalah bakteri salmonella
typhi. Bakteri berupa basil gram negative, mempunyai flagella,
bergerak dengan rambut getar, tidak berspora, dapat hidup di
dalam air, sampah dan debu mempunyai tiga macam antigen yaitu
antigen O (somatic yang terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida),
antigen H (flagella) dan antigen VI. Dalam serum penderita,
terdapat zat (agglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut.
Kuman tubuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada
suhu 15-14 C (optimum 37C) dan pH pertumbuhan 608. Bakteri ini
dapat mati dengan pemanasan suhu 70 C selama 15-20 menit.
Faktor pencetus lainnya adalah lingkungan, system imun yang
rendah,m feses, urin, makanan minuman yang terkontaminasi,
formalitas dan lain sebagainya (Lestari, 2016).
E. Patofisologi
Proses perjalanan penyakit kuman masuk kedalam mulut
melalui makanan dan minuman yang tercemar oleh salmonella
(biasanya >10.000 basil kuman). Sebagian kuman dapat
dimusnahkan oleh asam hcl lambung dan sebagian lagi masuk ke
usus halus. Jika respon imunitas humoral mukosa usus kurang
baik, maka hasil salmonella akan menembus sel-sel epitel (sel m)
dan selanjutnya menuju lam ina propia dan berkembang biak di
jaringan limofid plak peyeri di ileum distal dan kelenjar getah bening
mesenterika (Lestari,2016).
Jaringan limifoid plak peyeri dan kelenjar getah bening
mesenterika mengalami hyperplasia. Basil tersebut masuk ke aliran
darah (bakterimia) melalui duktus thoracicus dan menyebar
keseluruh organ retikulo endotalial tubuh. Terutama hati, sumsum
tulang, dan limafa melalui sirkulasi portal dari usus (Lestari,2016).
Hati membesar (Hepatomegali) dengan infiltasi limfosit, zat
plasma,dan sel mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan
pembesaran limfa (splenomegaly). Di organ ini, kuman slamonella
thypi berkembang biak dan masuk srikulasi darah lagi, sehingga
mengakibatkan bakterimia kedua yang di sertai tanda dan gejala
infeksi sistemik (demam,malaise,myalgia,sakit kepala,sakit
perut,instabilitas vaskuler dan gangguan mental koagulasi).
(Lestari,2016).
Perdarahan saluran cerna terajadi akibat erosi pembuluh darah
di sekitar plak peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan
hyperplasia. Proses patalogis ini dapat berlangsung hingga ke
lapisan otot, serosa usus dan mengakibatkan peraforasi.
Pathway
Basil salmonella thypi
Tifus abdominalis
Resiko Hipovolemia
Badan lemah,lesu
Intoleransi Aktivitas
MASALAH
N DATA ETIOLOGI KEPERAWATAN
o
DO :
- Kulit merah
- Kejang
- Takikardi
- Takipnea
- Kulit terasa
hangat
2. DS : Basil salmonella thypi
- Mengeluh nyeri
DO : Demam Nyeri akut b/d agen
- Tampak meringis pencedera fisiologis
- Bersikap protektif Tifus abdominalis (infalamasi)
- Gelisa
- Frekuensi nadi Diserap usus halus
meningkat
- Sulit tidur
Tukak di usus
DS :
-
Nyeri akut
DO :
- Tekanan darah
meningkat
- Pola nafas
berubah
- Nafsu makan
berubah
- Proses berpikir
terganggu
- Menarik diri
3. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermi b/d proses penyakit (infeksi)
b. Nyeri akut b/d agen pencedera fisiologis (infalamasi)
c. Defisit nutrisi b/d ketidakmampuan menelan makan
d. Hipovolemia b/d kehilangan cairan aktif
e. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan
4. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
3. Lakukan penghangatan
pasif
4. Lakukan penghangatan
aktif internal
Edukasi
1. Anjurkan makan/minum
hangat
hasil : as nyeri
5. Monitor keberhasilan
5. Frekuensi nadi terapi komplementer
penggunaan analgetik
Terepeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
tidur
Edukasi
1. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
secara mandiri
3. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
membaik sesuai
konstipasi
4. Berikan suplemen
Edukasi
jika mampu
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemeberian
jika perlu.
meningkat Terapeutik
5. Edema perifer
menurun orall
membaik mendadak
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
cairan IV isotonis
2. Kolaborasi pemberian
cairan IV hipotonis
3. Kolaborasi pemberian
cairan koloid
4. Kolaborasi pemberian
produk darah
membaik stimulus
yang menenagkan
berjalan
Edukasi
2. Anjurkan melakukan
aktivi9tas secara
bertahap
3. Anjurkan menghubungi
berkurang
untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
meningkatkan asupan
makanan
5. Implementasi Keperawatan
Diagnosa
kriteria hasil :
hipotermia
1. Menggigil menurun
Terpautik
2. Suhu tubuh membaik
1. Menyediakan lingkungan
3. Suhu kulit membaik
yang hangat
2. Mengantikan pakian
3. Melakukan penghangatan
pasif
4. Melakukan penghangatan
aktif internal
Edukasi
1. Menganjurkan makan/minum
hangat
hasil : as nyeri
2. Mengidentifikasi skala
1. Keluhan nyeri menurun nyeri
5. Memonitor keberhasilan
terapi komplementer
penggunaan analgetik
Terepeutik
1. Memberikan teknik
nonfarmakologis untuk
tidur
Edukasi
1. Menjelaskan strategi
meredakan nyeri
2. Menganjurkan memonitor
3. Mengajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
Kolaborasi
2. Mengkolaborasi
perlu.
meningkat Terapeutik
2. Memberikan makanan
3. Memberikan makanan
protein
4. Berikan suplemen
Edukasi
1. Menganjurkan posisi
diprogramkan
Kolaborasi
1. Mengkolaborasi
pemeberian medikasi
sebelum makan
2. Mengkolaborasi dengan
menentukan jumlah
perlu.
menurun Edukasi
membaik 2. Mengajurkan
Kolaborasi
1. Mengkolaborasi
pemberian cairan IV
isotonis
2. Mengkolaborasi
pemberian cairan IV
hipotonis
3. Mengkolaborasi
4. Mengkolaborasi
menurun tidur
aktivitas menurun
4. Frekuensi nadi Terapeutik
membaik 1. Mengsediakan
rendah stimulus
2. Melakukan latihan
dan/atau aktif
3. Memberikan aktivitas
distraksi yang
menenagkan
berjalan
Edukasi
1. Menganjurkan tirah
baring
2. Menganjurkan melakukan
3. Menganjurkan
menghubungi perawat
4. Mengajarkan strategi
kelelahan
Kolaborasi
1. Mengkolaborasi dengan
meningkatkan asupan
makanan
6. Evaluasi Keperawatan
Diagnosa
No Keperawatan Evaluasi
1. Hipotermia S:
(D.0130) - Menggigil menurun
O:
2. Nyeri Akut S:
(D.0077) - Keluhan nyeri menurun
O:
- Meringis menurun
A:
- Masalah teratasi sebagian
P:
- Lanjutkan/pertahankan intervensi
3. Defisit Nutrisi S:
(D0019) - Keluhan lelah menurun
O:
A:
- Masalah teratasi sebagian
P:
- Lanjutkan/pertahankan intervensi
4. Hipovolomia S:
(D.0023) -
O:
- Dispnea menurun
A:
- Masalah teratasi sebagian
P:
- Lanjutkan/pertahankan intervensi
5. Intoleransi S:
Aktivitas (D.0056) -
O:
- Dispnea menurun
A:
- Masalah teratasi sebagian
P:
- Lanjutkan/pertahankan intervensi
Daftar Pustaka
Alba, S., Bakker, M. I., Hatta, M., Scheelbeek, P. F. D., Dwiyanti, R.,
Usman, R., Smits, H. L. 2016. Risk Factors of Tifoid Infection in The
Indonesian Archipelago. PLoS ONE, 11(6): 1–14.