Anda di halaman 1dari 14

BAB IV

ANALISA KETIDAKSEIMBANGAN IMPOR SUSU DAN EKSPOR SUSU NASIONAL


DI INDONESIA TAHUN 2017 - 2020 BERDASARKAN TEORI EKONOMI LIBERAL
4.1 Analisis KetidakSeimbangan Impor Susu dan Ekspor Susu di Indonesia
Pada umumnya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketidakseimbangan impor susu
dan ekspor susu di Indonesia. Ketidakseimbangan ini berkaitan dengan permintaan susu nasional
dan permintaan susu dari negara lain. Disatu sisi Indonesia memiliki permintaan susu yang tinggi,
sedangkan produksi susu segar dalam negeri masih tergolong rendah. Disisi lain beberapa Industri
harus mengekspor susu segar dan produk susu ke beberapa negara permintaan, sedangkan produksi
susu nasional belum memenuhi kebutuhan nasional sehingga menyebabkan impor susu segar
didatangkan sebagai bahan baku utama olahan Industri Pengelolahan Susu (IPS).

Beberapa Industri Pengelolahan Susu (IPS) yang sering mengandalkan impor sebagai bahan baku
mempengaruhi produktivitas Susu Segar Dalam Negeri (SSDN). SSDN diprodusenkan oleh
peternak sapi perah, dijual juga kepada IPS sebagai bahan baku olahan industri. Tetapi produksi
susu segar domestik masih tergolong rendah, sehingga tidak dapat memenuhi permintaan susu
nasional. Maka dari itu langkah yang dilakukan untuk menutupi permintaan adalah dengan impor
susu segar. kemudian susu tersebut dikelolah menjadi sebuah produk susu yang berkualitas yang
akan memenuhi kebutuhan nasional dan di ekspor.

Gambaran Teori Ekonomi Liberal Terhadap permasalahan Persusuan di


Indonesia
Paham teori ekonomi liberal merupakan paham yang menegaskan kebebasan pasar bebas
dan menegaskan untuk meminimalkan intervensi pemerintah pada pasar. Sistem ekonomi liberal
ingin melihat pasar berjalan sendiri tanpa aturan pemerintah yang mengikat dan untuk mencapai
tujuan teoriyaitu mensejahterakan rakyat.

Indonesia adalah negara yang sumber perekonomiannya cukup baik, seperti daratan dan
luasnya lautan Indonesia. secara letak geografis dan iklimnya Indonesia memiliki sumber daya
hayati dan hewaninya. Hal ini menjadi bagian dari sektor pertanian dan sektor peternakan yang
dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kesejahteraan bersama untuk membangun usaha baru.
Sektor peternakan memiliki sumber pangan untuk manusia yang dapat memenuhi gizi yang berasal
dari hewan seperti daging, telur, dan susu segar. Penduduk Indonesia yang terus meningkat setiap
tahunnya dan akan berpengaruh kepada permintaan pangan hewani ini, maka untuk menutupi
25
26

permintaan ini pemerintah melalui industri akan mengupayakan untuk memenuhi dengan produksi
ataupun mengimpornya. Salah satu pangan yang tinggi impornya adalah daging dan susu segar,
namun penelitian ini akan berfokus kepada agribisnis persusuan di Indonesia. Susu segar hasil dari
sektor peternakan dapat dikonsumsi oleh masyarakat di dunia sebagai kebutuhan sarapan atau
makanan tiap harinya

Kosumsi susu di Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara
tetangga. Tahun 2017 rata-rata konsumsi masyarakat Indonesia hanya berkisar 16.29
liter/kapita/tahunnya, tahun 2018 meningkat 1% atau 16,49 liter/kapita/tahunnya, tahun 2019 turun
2% atau menjadi 16,23 liter/kapita/tahunnya dan tahun 2020 masih berkisar 16,27
liter/kapita/tahunnya. Sedang Malaysia konsumsinya susunya selalu berkisar 50,9
liter/kapita/tahun, Singapura mencapai 46,1 liter/kapita/tahun, Vietnam dan Filipina yang selalu
mencapai 20 liter/kapita/ tahun, dan Brunei Darussalam mencapai 129,1 Liter/kapita/tahun.

Selain konsumsi susu yang rendah, produksi Susu Segar Dalam Negeri (SSDN) masih
rendah sehingga hanya memenuhi 997,35 ribu ton dari permintaan susu nasional yang terhitung
tahun 2020 mencapai 4.385,73. Maka untuk menutupi sisa permintaan, para industri besar
melakukan impor susu segar, hal ini menjadikan bahwa bahan baku industri masih didominasi oleh
impor susu segar (Kemenperin, 2014). Sehingga dapat dibenarkan bahwa, penyebab tingginya
impor susu segar dalam negeri karena rendahnya produktivitas SSDN.

Berikut table data kebutuhan susu, produksi susu nasional, importasi, konsumsi dan
populasi sapi perah di Indonesia yang berasal daridata direktorat Jendral peternakan dan kesehatan
hewan(Kompas, 2021) yaitu sebagai berikut:

Gambar 1. Keadaan Susu di Indonesia


27

Gambar ini diambil dari media online kompas yang menjelaskan tentang rendahnya produksi susu dalam
negeri.

Data tersebut menunjukkan keadaan susu segar di Indonesia mulai pada tahun 2017 hingga
2020. Tahun 2017 menunjukan akan permintaan susu segar mencapai 4 juta hingga tahun 2020
dan produksi susu hanya berkisar sekitar 918,24 ton hingga tahun 2020. Hal tersebut menunjukkan
bahwa produksi dalam negeri belum mampu mencukupi permintaan susu segar nasional dan
masih membutuhkan impor untuk menutupi permintaan domestik yang selalu berkisar 3,3 juta
impor susu segar.
Situasi produksi susu dalam sektor peternakan sangat membutuhkan perhatian dari
pemerintah, karena impor bahan baku yang dilakukan oleh industri sangatlah tinggi. 58 Industri
Pengelolahan Susu (IPS) yang beroperasi di Indonesia, namun hanya 8 industri yang bermitra
dengan peternak dan menyerap susu dalam negeri. Beberapa Industri Pengelolahan Susu (IPS)
juga melakukan ekspor dan impor terhadap susu segar dan produk olahan susu. Beberapa hal
tersebutlah yang menyebabkan rendahnya produksi dalam negeri dan kualitas susu yang masih
rendah. Menteri Perindustrian mengatakan bahwa bahan baku susu segar dalam negeri hanya
mampu memenuhi 23 % dan sisanya berasal dari impor dalam bentuk susu Skim Milk Powder,
anhydrous Milk Fat, dan Butter Milk Powder dari beberapa negara seperti Australia, selandia Baru,
Amerika Serikat, dan Uni Eropa (Kemenperin, 2017).
28

Rendahnya produksi SSDN disebabkan beberapa hal yang dapat dilihat dari populasi sapi
perah di Indonesia, sumber daya manusia (peternak sapi perah), pakan ternak, harga tawar susu
antar peternak dan IPS, dan kualitas susu yang dihasilkan. Hal-hal tersebut yang masih belum
dikembangkan sehingga angka produksi susu dan angka permintaan susu segar nasional
tidakseimbang yang berakibat imporpun menjadi jalan menutup permintaan susu segar.

Populasi Sapi Perah


Umumnya Indonesia adalah negara yang tepat untuk memelihara sapi perah dan jenis
mamalia lainnya dan Indonesia sebagai tempat untuk pengembangan susu segar untuk bahan baku
Industri Pengelolahan Susu (IPS). Berbagai jenis mamalia yang dapat dimanfaatkan susunya, akan
tetapi Indonesia masih mengandalkan sapi perah sebagai sumber susu segar. Di sisi lain sapi perah
yang ada di Indonesia tidak dapat hidup disemua wilayah di Indonesia, hanya wilayah yang
memiliki daratan tinggi sapi perah dapat hidup . Peternak juga yang memiliki 3-5 ekor sapi perah
dijual dan dijadikan sebagai sapi potong karena kesulitan pakan. Maka dalam hal ini populasi sapi
perah di Indonesia yang masih tergolong rendah dengan alasan biaya transportasi pakan dan lebih
menguntungkan jika sapi dijual dari pada susu sapi.

Sedangkan ada beberapa industri besar yang mengimpor sapi perah dari negara Australia
untuk dijadikan sumber bahan baku. Pemeliharaan sendiri ini dilakukan dengan alasan untuk
menjaga kualitas susu yang baik yang terhindar dari berbagai bakteri.

Perkembangan penyebaran usaha peternakan sapi perah di Indonesia relatif menunjukan


tingkat pendistribusian yang tidak merata yang dapat di lihat dari tahun 2017 hingga tahun 2020:

Tabel 1. Populasi sapi perah di Indonesia

Populasi Sapi perah di Indonesia dari tahun 2017-2020


Provinsi 2017 2018 2019 2020
Jawa Tengah (000 ekor) 138.560 154.202 140.520 139.605
Jawa Barat (000 ekor) 115.827 118.800 122.505 118.212
Jawa Timur (000 ekor) 273.881 295.809 287.196 295.141
Provinsi Lainnya (000 12.167 12.711 14.780 15.307
ekor)
Rata-rata populasi 540.435 581.522 565.001 568.265
29

Presentase Persen (%) 0% 7% -3% 1%

Data table diatas, data yang berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data tersebut
berkonsentrasi kepada Jawa yang memiliki populasi paling banyak, tetapi mulai dari tahun 2017
hingga 2020 terjadi peningkatan dan penurunan populasi sapi perah. Sedangkan populasi sapi
perah diluar jawa terus meningkat dari tahun 2017 hingga 2020. Menurut data BPS data tahun
2020 masih data sementara. Hal ini bahwa kondisi peternakan sapi perah di Indonesia masih di
dominasi oleh usaha peternakan dipulau jawa, karena populasi sapi perah dipulau jawa lebih besar.
Namun populasi ini masih terbilang rendah yang akan berpengaruh kepada rendahnya produksi
susu segar dalam negeri.

Besarnya peningkatan populasi sapi perah secara proposional tidak selalu akan
meningkatkan produksi susu dengan besar kenaikan yang sama. Hal ini disebabkan oleh
rendahnya kemampuan berproduksi sapi perah yang masih rendah dan dipengaruhi juga oleh
keadaan lingkungan, iklim, penyakit dan lainnya.

Sumber Daya Manusia (SDM)


Pada umumnya sebagian peternak di Indonesia masih peternak tradisional yang memiliki
ternak hanya sedikit sekitar 3-5 ekor sapi perah. Biasanya pemeliharaan sapi ini untuk keperluan
mengelolah lahan atau untuk acara tradisional masyarakat dan sebagainya (Sukma, 2017). Bahkan
perawatan sapi perahpun masih mengunakan cara tradisional atau pemeliharaan tradisional ini
dilihat dari pemberian pakan yang seadanya dan kandang seadanya (kotor). Sebagian peternak juga
sudah mulai melakukan perawatan modern kepada ternak sapi perah untuk mencapai produksi
kualitas susu segar.

Hambatan lainnya, banyak lulusan peternakan yang tidak bekerja dalam bidangnya
melainkan mereka bekerja dibidang lain yang menguntungkan. Dipahami bahwa kurangnya
keterampilan dalam beternak menyebabkan rendahnya produktivitas SSDN, sehingga berpengaruh
kepada cara pemerahan dan susu yang dihasilkan. Kurangnya SDM peternak dikarenakan populasi
sapi yang berkurang, kurangnya lahan hijau dan banyak peternak yang menjual sapi mereka. Selain
itu, peternak dalam setiap penjualan susu segar tidak mengalami keuntungan karena harga tawar
antara peternak dan IPS hanya 4.000an liter.
30

Masalah Pakan
Pakan merupakan hal terpenting dalam beternak, terutama sapi perah sebagai sumber susu
segar untuk bahan baku industri. Pakan yang berkualitas seperti rumput hijau akan memberikan
gizi tersendiri bagi sapi. Tetapi sebagian besar peternak Indonesia mengalami kesulitan terhadap
pakan karena kurangnya lahan hijau yang dijadikan tempat pembangunan dan membuat peternak
mengeluarkan biaya untuk mendapatkan pakan.

Sehingga sebagian peternak merasa frustasi dengan keadaan pakan yang makin sulit dan
membuat peternak untuk menjual sapi mereka untuk dijadikan sapi potong dari pada harus
memerah susu yang kurang berkualitas karena pakannya. Sedangkan IPS yang memelihara sapi
perahnya sendiri, mengimpor pakan dari luar negeri seperti Australia untuk sapi perah mereka.
Peternak sendiri tidak memiliki biaya untuk membeli pakan mereka.

Selain itu juga, musim kemarau sering menjadi hambatan karena lahan hijau akan
berkurang dan membuat petani memikirkan untuk mendapatkan pakan hijau bagi peternak. Salah
satunya adalah jawa barat, bagian Bandung Utara yang mengalami pakan hijau. Lembang adalah
salah satu daerah yang memiliki kawasan hijau, namun lahan hijau ini semakin menyempit akibat
pembangunan. Jika tersedianya lahan hijau bagi peternak maka susu akan meningkat dan setiap
satu ekor sapi akan membutuhkan pakan sekitar 10 %/harinya. Selain itu keterbatasan pakan hijau,
peternak memilih untuk memberi pakan jerami(Ginaniar, 2015).

Jawa tengah dan Jawa timur juga memiliki hal yang sama terkait dengan kemarau yang
mempengaruhi lahan hijau. Dimana kurangnya pakan hijau akan berdampak kepada produksinya.
Maka dibutuhkan upaya untuk menyediakan lahan hijauan dari pemerintah untuk memudahkan
pakan ternak milik peternak sapi perah.

Umumnya peran pakan hijauan akan berpengaruh kepada kadar lemak susu, dimana
hijauan ini akan diubah oleh mikroba menjadi VFA yang terdiri atas 65% asam asaet, 20% asam
propionate dan 15% asam butirat(Purwanto, 2016) butirat. Pakan hijau ini menggunakan rumput-
rumputan yang berkualitas sedang dan berkualitas baik yang dapat berdampak baik kepada susu
sapi. Rumput hijau berkualitas sedang yang dikosumsi seperti rumput gajah, rumput alam, rumput
lapangan, rumput benggala, rumput setaria dan rumput raja. Sedangkan rumput yang berkulitas
baik seperti kacang-kacangan leguminosa (Lamtoro , Gliricida dan kaliandra)(Bantenprov).
31

Masalah Harga Penjualan Susu


Peternak selalu merasa dirugikan karena harga penjualan susu segar kepada IPS tidak
menguntungkan peternak. Harganya 4.500-5.000ribuan/liter, harga susu segar ini sangat rendah
dan tidak sesuai dengan kerja peternak. Alasan industri besar membeli dengan harga yang rendah
karena susu milik peternak kurang berkualitas. Hal ini memutuskan sebagian peternak untuk
mencari pekerjaan yang lebih memiliki pendapatan dan menjual sapi mereka untuk mendapatkan
keuntungan. Dengan kata lain bahwa harga pembelian susu segar yang sangat murah membuat
peternak sapi tidak membudayakan sapi perah.

Pemerintah telah mengupayakan untuk menaikan harga susu nasional terhadap Industri
Pengelolahan Susu (IPS) untuk membeli susu milik peternak dengan harga 6.500-7.500/liter agar
memberikan keuntungan kepada peternak(Septian, 2018). Pemerintah akan berusaha mendorong
IPS dan peternak susu untuk mencapai harga yang ideal. Sedangkan susu impor memiliki harga
3.000 rupiah per liter, sedangkan harga susu dalam negeri mencapai 5.500 per liter. Menurut
pemerintah dan peternak, harga 5.500 merupakan harga yang tidak menguntung peternak,
melainkan harga yang cocok adalah 6000an per liter. Hal kualitas baik dan murahnya impor susu
yang menjadi salah satu latar belakang IPS lebih memilih impor dari pada SSDN.

Masalah Kualitas Susu


Syarat IPS menerima susu segar yang berkualitas atau proses pemerahan dilakukan dengan
baik. Kualitas yang baiklah yang akan diterima oleh industri untuk mengelolah menjadi sebuah
produk yang dapat dikosumsi. Sedangkan susu milik peternak tidak memenuhi syarat kualitas
secara kemungkinan tidak diterima. Setiap Industri Pengolahan Susu sudah memiliki daftar harga
yang di terima dari koperasi susu berdasarkan Jumlah bakteri yang terdapat pada susu

Hal yang menyebabkan kurang berkualitasnya susu milik peternak yaitu:pertama proses
memerah susu dengan kondisi tangan yang tidak steril (tidak mencuci tangan) yang menjadi tidak
terhindarkan dari bakteri, hal ini diutamakan seperti kebersihan pemerah atau pekerja. Kedua
keadaan sapi, hal ini dapat diperhatikan umur sapi perah dan kebersihan sapi. Ketiga kadang
dengan kondisi buruk, dengan kandang yang posisi kotor tidak bersih akan mempengaruhi kualitas
susunya yang dihasilkan. Keempat tempat penyimpanan susu, hal ini juga harus diperhatikan untuk
menjamin kualitas dengan baik. Kelima, pakan adalah yang paling utama untuk sapi perah, namun
kondisi pakan di peternak masih terbilang buruk karena rumput yang dikonsumsi sapi hanyalah
32

rumput seadanya yang akan berpengaruh kepada sapi yang kurang gizi dan kualitas susu buruk
yang tidak memenuhi standar industri. Jika pun ada pakan yang berkualitas baik harganya tidak
dapat dijangkau oleh peternak(Miskiyah, 2011, hal. 4).

Standar kualitas sekarang merupakan hal yang diperhatikan oleh Industri Pengelolahan
Susu (IPS) untuk menerima susu segar dari pemasok. Menurut standar kualitas susu dari Standar
Nasional Indonesia (SNI) yang dijabarkan oleh Kementerian Perdagangan Republik Indonesia
(Kemendag) yaitu sebagai berikut;

Tabel 2. Syarat Mutu Susu Segar SNI

No Karakteristik Satuan Syarat


A Berat Jenis (pada suhu 27,5 9/ml 1,0270
°C)minimum
b. Kadar lemak minimum % 3,0
C Kadar bahan kering tanpa lemak % 7,8
minimum
D Kadar protein minimum % 2,8
E Warna, bau, rasa, kekentalan - Tidak ada perubahan
F Derajat asam °SH 6,0 – 7,5
G Ph - 6,3 – 6,8
H Uji alcohol (70%) v/v - Negatif
I Cemaran mikroba, maksimum: CFU/ml 1x106
1. Total Plate Coun CFU/ml 1x102
2. Staphylococcus aureus CFU/ml 1x103
3. Enterobacteriaceae
J Jumlah sel somatic maksimum sel/ml 4x105
K Residu antibiotika (golongan - Negatif
penisilin, tetrasiklin,
aminologi, makrolida)
L Uji pemalsuan - Negatif
M Titik beku °C -0,520 s.d -0,560
33

N Uji peroxidase - Positif


O Cemaran logam berat, maksimum: μg/ml 0,02
1. Timbal (Pb) μg/ml 0,03
2. Merkuri (Hg) μg/ml 0,1
3. Arsen (As)

Table yang dibangun di atas merupakan data yang sudah dibangun oleh SNI sendiri
(Kemendag, hal. 12). Maka penggunakan data tersebut untuk menyatakan standar yang digunakan
Industri Pengelolahan Susu (IPS) untuk memasukkan susu segar sebagai bahan olahan industri.
Standar kualitas merupakan hal penting agar olahannya baik dan dapat dikonsumsi oleh
masyarakat. Banyak peternak yang juga tidak memenuhi syarat tersebut karena pakan yang
digunakan dan proses pemerahannya yang tradisional. Kualitas ini yang menjadi permasalahan
dalam produksi SSDN sehingga mendatangkan Impor sebagai susu segar berkualitas dan murah.

Berdasarkan penjelasan diatas bahwa alasan meningkatnya impor susu disebabkan masalah
populasi sapi perah, kurangnya SDM dan rendahnya produktivitas Susu Segar Dalam Negeri
(SSDN). Maka membuat Indonesia masih bergantung kepada impor untuk memenuhi bahan baku
susu industri di Indonesia. Meskipun produksi SSDN masih rendah, Indonesia tetap melakukan
ekspor susu ke negara lain, hal ini menjadi sebuah ketimpangan bahwa secara umum permintaan
dalam negeri belum dapat dipenuhi sepenuhnya oleh SSDN dan tergantung kepada impor susu
segar.

Peran industri pengelolahan susu sangat besar dalam menyediakan kebutuhan susu
masyarakat domestik dan luar negeri. Untuk menjamin gizi yang baik untuk dikonsumsi oleh
masyarakat, IPS dalam pembelian susu harus memperhatikan bahwa susu tersebut berkualitas atau
tidak. Mengingat sebagian susu segar milik peternak tidak memenuhi syarat kualitas, maka susu
yang dianggap berkualitas yang akan diterima sebagai bahan baku industri. Kerena keterbatasan
yang dimiliki oleh peternak dalam proses pemerahan menyebabkan kurangnya SDM dan
rendahnya populasi sapi perah yang tersebar di Indonesia.
34

4.2 Upaya Pemerintah Mengatasi Permasalahan Persusuan Indonesia


Dengan adanya ketidak seimbangan dalam bisnis persusuan di Indonesia, pemerintah mulai
ikut campur dengan membuat aturan untuk mensejahterakan peternak sapi perah yang sudah
terlihat dari tahun 1983 hingga tahun 2017 kemarin yaitu ;

4.2.1 Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri tahun 1983


Melihat berbagai permasalahan tersebut pemerintah mulai membuat suatu peraturan
yang muncul tahun 1983 mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga Menteri yaitu
Menteri Pertanian, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan. SKB tersebut
mewajibkan Industri Pengelolahan Susu (IPS) untuk menyerap Susu Segar Dalam Negeri
yang diprodusenkan oleh peternak sebagai pendamping susu Impor. SKB ini kemudian
diperkuat dengan dikeluarkannya Inpres No. 2 Tahun 1985. Dalam kebijakan tersebut
diperhatikan keseimbangan penyerapan susu segar dalam negeri ditetapkan dalam bentuk
rasio yaitu perbandingan antara pemakaian antara pemakaian susu dalam negeri dan susu
impor yang harus dibuktikan dalam bentuk Bukti Serap (BUSEP). Tujuan utama dari
BUSEP ini adalah untuk melindungi susu segar milik peternak dari persaingan susu impor.
Dengan adanya kebijakan ini peternak akan mencapai keuntungan (Sudaryanto).

Kebijakan tersebut di katakan berhasil dengan populasi sapi yang meningkat, produksi
susu meningkat, impor menurun, jumlah koperasi susu meningkat. Namun kebijakan
tersebut tidak berlangsung lama, tahun 1988 BUSEP dihapus dan menjadikan peternak
memiliki tantangan. Posisi tawar peternak pun semakin rendah terhapap industri
pengelolahan susu.

4.2.2 Inpres Nomor 4/1998


Tahun 1998 muncul Inpres nomor 4 tahun 1998 yang merupakan bagian dari Letter of
Intent (LOI) yang ditanda tangani tahun 1997 antara Indonesia dan Internasional Monetary
Fund (IMF) yang dimanfaatkan sangat baik oleh para pelaku kepentingan dan ketentuan
yang membatasi impor susu yaitu BUSEP menjadi tidak berlaku. Sehingga impor susu
menjadi bebas masuk di negara Indonesia.

Inpres Nomor 4/1998 mengakibatkan posisi IPS sangat kuat dibandingkan peternak sapi
perah dan koperasi susu , karena Industri Pengelolahan Susu (IPS) memiliki hak untuk
memilih bahan baku utama produsinya baik dari SSDN ataupun susu segar dari impor. Hal
35

ini memberikan dampak kepada peternak dimana posisi tawar menawar susu antara peternak
sapi perah melalui wadah koperasi menjadi sangat lemah atau harga susu segar yang diterima
oleh peternak menjadi relatif rendah.

Sejak Munculnya Inpres No.4/1998 pemerintah mulai mengabaikan peternak susu


(tidak ada perlindungan pemerintahan) sehingga agribisnis perususuan sudah dianggap
sebagai penghasilan yang tidak menjanjikan dalam ekonomi, sehingga dari sini peternak
berlahan-lahan mulai meninggalkan usaha persusuan dan mencari bidang lain yang
keuntungan. Selain itu juga banyak peternak yang menjual hewan mereka kemudian di
potong dan jual dagingnya. Maka penurunan peternak pun meningkat dan produksi susu
dalam negeri menurun. Hingga masuk tahun 2017 pemerintah membuat sebuah kebijakan
Permentan No.26/2017 untuk mewujudkan kemandirian pangan dan kesejahteraanpun
terwujud.

4.2.3 Pementan Nomor 26/2017


Berdasarkan berbagai permasalahan sampai sekarang yang dihadapi peternak susu
yang masih menjadi pihak yang tidak diuntungkan dari hasil susu mereka, pemerintah
berupaya agar mensejahterakan peternak susu lokal di Indonesia yaitu dengan menerbitkan
Permentan No.26/2017 yang berisi tentang penyedian susu dan peredaran susu (Murfiani,
2018). dalam isi Pementan memiliki beberapa pasal yang mewajibkan pelaku usaha untuk
melakukan kemitraan dengan peternak, bergabung dengan peternak atau koperasi yang
melakukan pemanfatan terhadap Susu Segar Dalam Negeri (SSDN).

Peraturan bermitra dengan peternak ini akan mengedapankan aspek saling


ketergantungan, saling membutuhkan dan saling menguntungkan. Kemitraan ini diharapkan
mampu mendorong peningkatan produksi susu segar dalam negeri untuk memenuhi
permintaan susu nasional. Kemitraan juga berharap para pelaku usaha mendapatkan
kepastian bahan baku untuk industri dan peternak akan mendapatkan keuntungan yang pasti
dalam pasar susu segar. Peraturan No 26/2017 dalam pasal 44 ayat 1, menyatakan bahwa
akan memberikan sansi larangan impor bila terdapat pelaku usaha yang tidak melakukan
pemanfaatan pada SSDN atau melanggar peraturan tersebut (Kementan, 2017).

Seharusnya Permentan No.26/2017 ini menjadi peluang untuk meningkatkan produksi


susu segar dalam negeri bagi peternak dan pelaku usaha susu lainnya. dengan Industri
36

Pengelolahan Susu (IPS) menerapkan peraturan tersebut akan membuat susu segar dalam
negeri menjadi strategis atau yang berarti IPS akan bergantung bahan baku susu segar kepada
peternak. Namun produksi susu segar dalam negeri masih rendah, yang dimana pementan
akan mempersulit indutsri untuk menemukan bahan baku industri. Selain itu, kualitas susu
yang dihasilkan oleh peternak masih tidak memenuhi syarat SNI. Hambatan lainnya seperti
kurangnya keterampilan atau wawasan pengetahuan peternak terhadap proses pengambilan
susu, dan masalah lahan hijauan karena pembangunan mempengaruhi pemberian pakan
peternak.

Peraturan ini menjadikan bahan SSDN sebagai sumber utama bagi IPS sebagai bahan
baku utama. SSDN ini diprodusenkan oleh peternak sapi perah yang memiliki angka
produksi susu yang sedikit yang tidak seimbang dengan permintaan susu nasional. Melihat
hal rendahnya produksi susu nasional, muncul peraturan baru yaitu Permentan No 30/2018
dan 33/2018 yang menjadi masalah baru bagi peternak.

4.2.4 Pementan Nomor 30/2018 dan pementan 33/2018


Permentan No 30/2018 dan 33/2018 yang tidak mewajibkan Industri Pengelolahan
Susu (IPS) untuk menyerap SSDN. Hal ini memunculkan tantangan baru bagi peternak sapi
perah dan koperasi susu terkait SSDN mereka yang tidak dapat terjual kepada IPS.
Sedangkan IPS dengan bebas menyerap susu segar impor dengan alasan bahwa susu impor
memiliki kualitas yang bagus, lebih murah, dan menjamin mensupply semua permintaan
susu . IPS juga hanya akan menerima SSDN yang memiliki kualitas susu yang baik. Maka
hal ini merupakan tantangan bagi peternak untuk mengembangkan susu segar dalam negeri
dan keuntungan akan menurun.

Dampak besar dari Pementan Nomor 30/2018 dan 33/2018 mempengaruhi pendapatan
mereka dan mengandalkan koperasi susu sebagai moderator peternak dan IPS. Peternak juga
berharap kepada koperasi untuk mensikapi perarturan Permentan No 30/2018 dan 33/2018.
Munculnya peraturan ini karena susu segar yang dihasilkan Indonesia masih sangat rendah.
Dalam hal seperti ini peternak susu dan koperasi memiliki tantangan untuk mengembangkan
persusuan mereka untuk bersaing dengan susu impor dan menjadi bahan baku utama oleh
industri pengelolahan susu.
37

Dengan semakin tingginya kebebasan impor susu yang masuk, maka akan membuat
Indonesia memiliki ketergantungan besar terhadap Impor susu segar dan sumber daya manusia
peternak akan semakin berkurang. Populasi sapi perah akan sepenuhnya di kontrol oleh industri
sendiri tanpa industry bergantung kepada susu milik peternak. Maka berbagai masalah yang
terjadi,pemerintah akan berupayah mensejahterakan peternak sapi perah terus dilakukan dengan
membuat peraturan, tetapi peraturan-peraturan tersebut tidak memberikan tekanan penuh kepada
IPS.

Dari sini pemerintah akan menggunakan cara lain seperti menyediakan bibit sapi perah dan
melakukan sosialisasi untuk memperkenalkan hasil sektor peternakan kepada peternak dan
masyarakat. Selain itu mengupayakan agar harga susu dinaikkan untuk memberikan keuntungan
kepada peternak susu dan memberikan jaminan lahan hijau kepada peternak untuk bahan pakan
sapi perah agar sapi mencapi gizi baik.

Pemerintah berusaha untuk mengembangkan persusuan Indonesia untuk mencapai target


pemenuhan kebutuhan susu di tahun 2025 sebanyak 66 % sesuai dengan cetak biru persusuan
tahun 2013-2025 yang dikeluarkan oleh kemenko perekonomian. Meskipun target kenaikan telah
ditentukan ditahun-tahun berikutnya dan permasalahan tentunya juga akan di hadapi baik peternak,
Industri Pengelolahan Susu (IPS) atau secara sektor peternakan.

Berdasarkan Hal tersebut Teori ekonomi liberal yang memiliki kaitan dengan perekonomian.
Melihat dari gambar teori ekonomi liberal, Indonesia memiliki potensi yang besar untuk
mensejahterakan rakyatnya melalui sumber daya alam, sumber daya manusia dan hewan-hewan.
Salah satu yang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia adalah sektor peternakan dan sektor
pertanian yang dimana akan menghasilkan berbagai barang mentah dan barang jadi untuk dijual
di dalam negeri maupun luar negeri, salah satunya adalah penjualan susu ditingkat nasional
maupun Internasional.

Teori milihat persusuan adalah salah satu peluang usaha bagi rakyat dalam sektor
peternakan, dimana beberapa industri besar dapat merekrut tenaga kerja. Namun ada peternak yang
memilih untuk memelihara sapinya sendiri kemudian hasil pemerahan susunya dijual kepada
industri. Teori ekonomi liberal melihat bahwa sektor peternakan merupakan kesempatan dalam
dunia berdagang, namun di Indonesia sendiri memiliki masalah dalam penyebaran SDM dalam
38

mengelolah ternak sehingga populasi sapi perahpun berkurang dan masalah lahan hijau yang
sering digunakan pembangunan.

Hal ini menyebabkan peternak yang memilih untuk menjual ternak mereka karena
pemeliharaan sapi perah akan berpengaruh merugikan biaya transportasi yang mereka akan
keluarkan untuk pakan ternak. Selain itu, IPS yang masih membeli susu milik peternak dengan
harga tetap karena kualitas yang kurang mendukung. Hal ini kemudian mengundang beberapa
peraturan dari pemerintahan untuk ikut campur dalam sektor peternakan. Karena dalam teori
sendiri menyatakan bahwa tindakan pemerintah haruslah seminimal mungkin terhadap pasar dan
pemerintahan Indonesia hadir ketika terjadi masalah dalam sektor pertanian terutama agribisnis
persusuan.

Anda mungkin juga menyukai