Beberapa Industri Pengelolahan Susu (IPS) yang sering mengandalkan impor sebagai bahan baku
mempengaruhi produktivitas Susu Segar Dalam Negeri (SSDN). SSDN diprodusenkan oleh
peternak sapi perah, dijual juga kepada IPS sebagai bahan baku olahan industri. Tetapi produksi
susu segar domestik masih tergolong rendah, sehingga tidak dapat memenuhi permintaan susu
nasional. Maka dari itu langkah yang dilakukan untuk menutupi permintaan adalah dengan impor
susu segar. kemudian susu tersebut dikelolah menjadi sebuah produk susu yang berkualitas yang
akan memenuhi kebutuhan nasional dan di ekspor.
Indonesia adalah negara yang sumber perekonomiannya cukup baik, seperti daratan dan
luasnya lautan Indonesia. secara letak geografis dan iklimnya Indonesia memiliki sumber daya
hayati dan hewaninya. Hal ini menjadi bagian dari sektor pertanian dan sektor peternakan yang
dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kesejahteraan bersama untuk membangun usaha baru.
Sektor peternakan memiliki sumber pangan untuk manusia yang dapat memenuhi gizi yang berasal
dari hewan seperti daging, telur, dan susu segar. Penduduk Indonesia yang terus meningkat setiap
tahunnya dan akan berpengaruh kepada permintaan pangan hewani ini, maka untuk menutupi
25
26
permintaan ini pemerintah melalui industri akan mengupayakan untuk memenuhi dengan produksi
ataupun mengimpornya. Salah satu pangan yang tinggi impornya adalah daging dan susu segar,
namun penelitian ini akan berfokus kepada agribisnis persusuan di Indonesia. Susu segar hasil dari
sektor peternakan dapat dikonsumsi oleh masyarakat di dunia sebagai kebutuhan sarapan atau
makanan tiap harinya
Kosumsi susu di Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara
tetangga. Tahun 2017 rata-rata konsumsi masyarakat Indonesia hanya berkisar 16.29
liter/kapita/tahunnya, tahun 2018 meningkat 1% atau 16,49 liter/kapita/tahunnya, tahun 2019 turun
2% atau menjadi 16,23 liter/kapita/tahunnya dan tahun 2020 masih berkisar 16,27
liter/kapita/tahunnya. Sedang Malaysia konsumsinya susunya selalu berkisar 50,9
liter/kapita/tahun, Singapura mencapai 46,1 liter/kapita/tahun, Vietnam dan Filipina yang selalu
mencapai 20 liter/kapita/ tahun, dan Brunei Darussalam mencapai 129,1 Liter/kapita/tahun.
Selain konsumsi susu yang rendah, produksi Susu Segar Dalam Negeri (SSDN) masih
rendah sehingga hanya memenuhi 997,35 ribu ton dari permintaan susu nasional yang terhitung
tahun 2020 mencapai 4.385,73. Maka untuk menutupi sisa permintaan, para industri besar
melakukan impor susu segar, hal ini menjadikan bahwa bahan baku industri masih didominasi oleh
impor susu segar (Kemenperin, 2014). Sehingga dapat dibenarkan bahwa, penyebab tingginya
impor susu segar dalam negeri karena rendahnya produktivitas SSDN.
Berikut table data kebutuhan susu, produksi susu nasional, importasi, konsumsi dan
populasi sapi perah di Indonesia yang berasal daridata direktorat Jendral peternakan dan kesehatan
hewan(Kompas, 2021) yaitu sebagai berikut:
Gambar ini diambil dari media online kompas yang menjelaskan tentang rendahnya produksi susu dalam
negeri.
Data tersebut menunjukkan keadaan susu segar di Indonesia mulai pada tahun 2017 hingga
2020. Tahun 2017 menunjukan akan permintaan susu segar mencapai 4 juta hingga tahun 2020
dan produksi susu hanya berkisar sekitar 918,24 ton hingga tahun 2020. Hal tersebut menunjukkan
bahwa produksi dalam negeri belum mampu mencukupi permintaan susu segar nasional dan
masih membutuhkan impor untuk menutupi permintaan domestik yang selalu berkisar 3,3 juta
impor susu segar.
Situasi produksi susu dalam sektor peternakan sangat membutuhkan perhatian dari
pemerintah, karena impor bahan baku yang dilakukan oleh industri sangatlah tinggi. 58 Industri
Pengelolahan Susu (IPS) yang beroperasi di Indonesia, namun hanya 8 industri yang bermitra
dengan peternak dan menyerap susu dalam negeri. Beberapa Industri Pengelolahan Susu (IPS)
juga melakukan ekspor dan impor terhadap susu segar dan produk olahan susu. Beberapa hal
tersebutlah yang menyebabkan rendahnya produksi dalam negeri dan kualitas susu yang masih
rendah. Menteri Perindustrian mengatakan bahwa bahan baku susu segar dalam negeri hanya
mampu memenuhi 23 % dan sisanya berasal dari impor dalam bentuk susu Skim Milk Powder,
anhydrous Milk Fat, dan Butter Milk Powder dari beberapa negara seperti Australia, selandia Baru,
Amerika Serikat, dan Uni Eropa (Kemenperin, 2017).
28
Rendahnya produksi SSDN disebabkan beberapa hal yang dapat dilihat dari populasi sapi
perah di Indonesia, sumber daya manusia (peternak sapi perah), pakan ternak, harga tawar susu
antar peternak dan IPS, dan kualitas susu yang dihasilkan. Hal-hal tersebut yang masih belum
dikembangkan sehingga angka produksi susu dan angka permintaan susu segar nasional
tidakseimbang yang berakibat imporpun menjadi jalan menutup permintaan susu segar.
Sedangkan ada beberapa industri besar yang mengimpor sapi perah dari negara Australia
untuk dijadikan sumber bahan baku. Pemeliharaan sendiri ini dilakukan dengan alasan untuk
menjaga kualitas susu yang baik yang terhindar dari berbagai bakteri.
Data table diatas, data yang berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data tersebut
berkonsentrasi kepada Jawa yang memiliki populasi paling banyak, tetapi mulai dari tahun 2017
hingga 2020 terjadi peningkatan dan penurunan populasi sapi perah. Sedangkan populasi sapi
perah diluar jawa terus meningkat dari tahun 2017 hingga 2020. Menurut data BPS data tahun
2020 masih data sementara. Hal ini bahwa kondisi peternakan sapi perah di Indonesia masih di
dominasi oleh usaha peternakan dipulau jawa, karena populasi sapi perah dipulau jawa lebih besar.
Namun populasi ini masih terbilang rendah yang akan berpengaruh kepada rendahnya produksi
susu segar dalam negeri.
Besarnya peningkatan populasi sapi perah secara proposional tidak selalu akan
meningkatkan produksi susu dengan besar kenaikan yang sama. Hal ini disebabkan oleh
rendahnya kemampuan berproduksi sapi perah yang masih rendah dan dipengaruhi juga oleh
keadaan lingkungan, iklim, penyakit dan lainnya.
Hambatan lainnya, banyak lulusan peternakan yang tidak bekerja dalam bidangnya
melainkan mereka bekerja dibidang lain yang menguntungkan. Dipahami bahwa kurangnya
keterampilan dalam beternak menyebabkan rendahnya produktivitas SSDN, sehingga berpengaruh
kepada cara pemerahan dan susu yang dihasilkan. Kurangnya SDM peternak dikarenakan populasi
sapi yang berkurang, kurangnya lahan hijau dan banyak peternak yang menjual sapi mereka. Selain
itu, peternak dalam setiap penjualan susu segar tidak mengalami keuntungan karena harga tawar
antara peternak dan IPS hanya 4.000an liter.
30
Masalah Pakan
Pakan merupakan hal terpenting dalam beternak, terutama sapi perah sebagai sumber susu
segar untuk bahan baku industri. Pakan yang berkualitas seperti rumput hijau akan memberikan
gizi tersendiri bagi sapi. Tetapi sebagian besar peternak Indonesia mengalami kesulitan terhadap
pakan karena kurangnya lahan hijau yang dijadikan tempat pembangunan dan membuat peternak
mengeluarkan biaya untuk mendapatkan pakan.
Sehingga sebagian peternak merasa frustasi dengan keadaan pakan yang makin sulit dan
membuat peternak untuk menjual sapi mereka untuk dijadikan sapi potong dari pada harus
memerah susu yang kurang berkualitas karena pakannya. Sedangkan IPS yang memelihara sapi
perahnya sendiri, mengimpor pakan dari luar negeri seperti Australia untuk sapi perah mereka.
Peternak sendiri tidak memiliki biaya untuk membeli pakan mereka.
Selain itu juga, musim kemarau sering menjadi hambatan karena lahan hijau akan
berkurang dan membuat petani memikirkan untuk mendapatkan pakan hijau bagi peternak. Salah
satunya adalah jawa barat, bagian Bandung Utara yang mengalami pakan hijau. Lembang adalah
salah satu daerah yang memiliki kawasan hijau, namun lahan hijau ini semakin menyempit akibat
pembangunan. Jika tersedianya lahan hijau bagi peternak maka susu akan meningkat dan setiap
satu ekor sapi akan membutuhkan pakan sekitar 10 %/harinya. Selain itu keterbatasan pakan hijau,
peternak memilih untuk memberi pakan jerami(Ginaniar, 2015).
Jawa tengah dan Jawa timur juga memiliki hal yang sama terkait dengan kemarau yang
mempengaruhi lahan hijau. Dimana kurangnya pakan hijau akan berdampak kepada produksinya.
Maka dibutuhkan upaya untuk menyediakan lahan hijauan dari pemerintah untuk memudahkan
pakan ternak milik peternak sapi perah.
Umumnya peran pakan hijauan akan berpengaruh kepada kadar lemak susu, dimana
hijauan ini akan diubah oleh mikroba menjadi VFA yang terdiri atas 65% asam asaet, 20% asam
propionate dan 15% asam butirat(Purwanto, 2016) butirat. Pakan hijau ini menggunakan rumput-
rumputan yang berkualitas sedang dan berkualitas baik yang dapat berdampak baik kepada susu
sapi. Rumput hijau berkualitas sedang yang dikosumsi seperti rumput gajah, rumput alam, rumput
lapangan, rumput benggala, rumput setaria dan rumput raja. Sedangkan rumput yang berkulitas
baik seperti kacang-kacangan leguminosa (Lamtoro , Gliricida dan kaliandra)(Bantenprov).
31
Pemerintah telah mengupayakan untuk menaikan harga susu nasional terhadap Industri
Pengelolahan Susu (IPS) untuk membeli susu milik peternak dengan harga 6.500-7.500/liter agar
memberikan keuntungan kepada peternak(Septian, 2018). Pemerintah akan berusaha mendorong
IPS dan peternak susu untuk mencapai harga yang ideal. Sedangkan susu impor memiliki harga
3.000 rupiah per liter, sedangkan harga susu dalam negeri mencapai 5.500 per liter. Menurut
pemerintah dan peternak, harga 5.500 merupakan harga yang tidak menguntung peternak,
melainkan harga yang cocok adalah 6000an per liter. Hal kualitas baik dan murahnya impor susu
yang menjadi salah satu latar belakang IPS lebih memilih impor dari pada SSDN.
Hal yang menyebabkan kurang berkualitasnya susu milik peternak yaitu:pertama proses
memerah susu dengan kondisi tangan yang tidak steril (tidak mencuci tangan) yang menjadi tidak
terhindarkan dari bakteri, hal ini diutamakan seperti kebersihan pemerah atau pekerja. Kedua
keadaan sapi, hal ini dapat diperhatikan umur sapi perah dan kebersihan sapi. Ketiga kadang
dengan kondisi buruk, dengan kandang yang posisi kotor tidak bersih akan mempengaruhi kualitas
susunya yang dihasilkan. Keempat tempat penyimpanan susu, hal ini juga harus diperhatikan untuk
menjamin kualitas dengan baik. Kelima, pakan adalah yang paling utama untuk sapi perah, namun
kondisi pakan di peternak masih terbilang buruk karena rumput yang dikonsumsi sapi hanyalah
32
rumput seadanya yang akan berpengaruh kepada sapi yang kurang gizi dan kualitas susu buruk
yang tidak memenuhi standar industri. Jika pun ada pakan yang berkualitas baik harganya tidak
dapat dijangkau oleh peternak(Miskiyah, 2011, hal. 4).
Standar kualitas sekarang merupakan hal yang diperhatikan oleh Industri Pengelolahan
Susu (IPS) untuk menerima susu segar dari pemasok. Menurut standar kualitas susu dari Standar
Nasional Indonesia (SNI) yang dijabarkan oleh Kementerian Perdagangan Republik Indonesia
(Kemendag) yaitu sebagai berikut;
Table yang dibangun di atas merupakan data yang sudah dibangun oleh SNI sendiri
(Kemendag, hal. 12). Maka penggunakan data tersebut untuk menyatakan standar yang digunakan
Industri Pengelolahan Susu (IPS) untuk memasukkan susu segar sebagai bahan olahan industri.
Standar kualitas merupakan hal penting agar olahannya baik dan dapat dikonsumsi oleh
masyarakat. Banyak peternak yang juga tidak memenuhi syarat tersebut karena pakan yang
digunakan dan proses pemerahannya yang tradisional. Kualitas ini yang menjadi permasalahan
dalam produksi SSDN sehingga mendatangkan Impor sebagai susu segar berkualitas dan murah.
Berdasarkan penjelasan diatas bahwa alasan meningkatnya impor susu disebabkan masalah
populasi sapi perah, kurangnya SDM dan rendahnya produktivitas Susu Segar Dalam Negeri
(SSDN). Maka membuat Indonesia masih bergantung kepada impor untuk memenuhi bahan baku
susu industri di Indonesia. Meskipun produksi SSDN masih rendah, Indonesia tetap melakukan
ekspor susu ke negara lain, hal ini menjadi sebuah ketimpangan bahwa secara umum permintaan
dalam negeri belum dapat dipenuhi sepenuhnya oleh SSDN dan tergantung kepada impor susu
segar.
Peran industri pengelolahan susu sangat besar dalam menyediakan kebutuhan susu
masyarakat domestik dan luar negeri. Untuk menjamin gizi yang baik untuk dikonsumsi oleh
masyarakat, IPS dalam pembelian susu harus memperhatikan bahwa susu tersebut berkualitas atau
tidak. Mengingat sebagian susu segar milik peternak tidak memenuhi syarat kualitas, maka susu
yang dianggap berkualitas yang akan diterima sebagai bahan baku industri. Kerena keterbatasan
yang dimiliki oleh peternak dalam proses pemerahan menyebabkan kurangnya SDM dan
rendahnya populasi sapi perah yang tersebar di Indonesia.
34
Kebijakan tersebut di katakan berhasil dengan populasi sapi yang meningkat, produksi
susu meningkat, impor menurun, jumlah koperasi susu meningkat. Namun kebijakan
tersebut tidak berlangsung lama, tahun 1988 BUSEP dihapus dan menjadikan peternak
memiliki tantangan. Posisi tawar peternak pun semakin rendah terhapap industri
pengelolahan susu.
Inpres Nomor 4/1998 mengakibatkan posisi IPS sangat kuat dibandingkan peternak sapi
perah dan koperasi susu , karena Industri Pengelolahan Susu (IPS) memiliki hak untuk
memilih bahan baku utama produsinya baik dari SSDN ataupun susu segar dari impor. Hal
35
ini memberikan dampak kepada peternak dimana posisi tawar menawar susu antara peternak
sapi perah melalui wadah koperasi menjadi sangat lemah atau harga susu segar yang diterima
oleh peternak menjadi relatif rendah.
Pengelolahan Susu (IPS) menerapkan peraturan tersebut akan membuat susu segar dalam
negeri menjadi strategis atau yang berarti IPS akan bergantung bahan baku susu segar kepada
peternak. Namun produksi susu segar dalam negeri masih rendah, yang dimana pementan
akan mempersulit indutsri untuk menemukan bahan baku industri. Selain itu, kualitas susu
yang dihasilkan oleh peternak masih tidak memenuhi syarat SNI. Hambatan lainnya seperti
kurangnya keterampilan atau wawasan pengetahuan peternak terhadap proses pengambilan
susu, dan masalah lahan hijauan karena pembangunan mempengaruhi pemberian pakan
peternak.
Peraturan ini menjadikan bahan SSDN sebagai sumber utama bagi IPS sebagai bahan
baku utama. SSDN ini diprodusenkan oleh peternak sapi perah yang memiliki angka
produksi susu yang sedikit yang tidak seimbang dengan permintaan susu nasional. Melihat
hal rendahnya produksi susu nasional, muncul peraturan baru yaitu Permentan No 30/2018
dan 33/2018 yang menjadi masalah baru bagi peternak.
Dampak besar dari Pementan Nomor 30/2018 dan 33/2018 mempengaruhi pendapatan
mereka dan mengandalkan koperasi susu sebagai moderator peternak dan IPS. Peternak juga
berharap kepada koperasi untuk mensikapi perarturan Permentan No 30/2018 dan 33/2018.
Munculnya peraturan ini karena susu segar yang dihasilkan Indonesia masih sangat rendah.
Dalam hal seperti ini peternak susu dan koperasi memiliki tantangan untuk mengembangkan
persusuan mereka untuk bersaing dengan susu impor dan menjadi bahan baku utama oleh
industri pengelolahan susu.
37
Dengan semakin tingginya kebebasan impor susu yang masuk, maka akan membuat
Indonesia memiliki ketergantungan besar terhadap Impor susu segar dan sumber daya manusia
peternak akan semakin berkurang. Populasi sapi perah akan sepenuhnya di kontrol oleh industri
sendiri tanpa industry bergantung kepada susu milik peternak. Maka berbagai masalah yang
terjadi,pemerintah akan berupayah mensejahterakan peternak sapi perah terus dilakukan dengan
membuat peraturan, tetapi peraturan-peraturan tersebut tidak memberikan tekanan penuh kepada
IPS.
Dari sini pemerintah akan menggunakan cara lain seperti menyediakan bibit sapi perah dan
melakukan sosialisasi untuk memperkenalkan hasil sektor peternakan kepada peternak dan
masyarakat. Selain itu mengupayakan agar harga susu dinaikkan untuk memberikan keuntungan
kepada peternak susu dan memberikan jaminan lahan hijau kepada peternak untuk bahan pakan
sapi perah agar sapi mencapi gizi baik.
Berdasarkan Hal tersebut Teori ekonomi liberal yang memiliki kaitan dengan perekonomian.
Melihat dari gambar teori ekonomi liberal, Indonesia memiliki potensi yang besar untuk
mensejahterakan rakyatnya melalui sumber daya alam, sumber daya manusia dan hewan-hewan.
Salah satu yang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia adalah sektor peternakan dan sektor
pertanian yang dimana akan menghasilkan berbagai barang mentah dan barang jadi untuk dijual
di dalam negeri maupun luar negeri, salah satunya adalah penjualan susu ditingkat nasional
maupun Internasional.
Teori milihat persusuan adalah salah satu peluang usaha bagi rakyat dalam sektor
peternakan, dimana beberapa industri besar dapat merekrut tenaga kerja. Namun ada peternak yang
memilih untuk memelihara sapinya sendiri kemudian hasil pemerahan susunya dijual kepada
industri. Teori ekonomi liberal melihat bahwa sektor peternakan merupakan kesempatan dalam
dunia berdagang, namun di Indonesia sendiri memiliki masalah dalam penyebaran SDM dalam
38
mengelolah ternak sehingga populasi sapi perahpun berkurang dan masalah lahan hijau yang
sering digunakan pembangunan.
Hal ini menyebabkan peternak yang memilih untuk menjual ternak mereka karena
pemeliharaan sapi perah akan berpengaruh merugikan biaya transportasi yang mereka akan
keluarkan untuk pakan ternak. Selain itu, IPS yang masih membeli susu milik peternak dengan
harga tetap karena kualitas yang kurang mendukung. Hal ini kemudian mengundang beberapa
peraturan dari pemerintahan untuk ikut campur dalam sektor peternakan. Karena dalam teori
sendiri menyatakan bahwa tindakan pemerintah haruslah seminimal mungkin terhadap pasar dan
pemerintahan Indonesia hadir ketika terjadi masalah dalam sektor pertanian terutama agribisnis
persusuan.