Anda di halaman 1dari 9

TUGAS PAPER MENEJEMEN REPRODUKSI

OLEH:

1. JAMHARIRO ( B1D020115 )

2. JANNATUN NAIM ( B1D020116 )

3. HOLI HULAYFAH ( B1D020097 )

4. ILHAMSYAH ( B1D020106 )

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS MATARAM

MATARAM

2022
SOAL

1. konsumsi daging sapi


2. Kebutuhan daging sapi di Indonesia
3. kemampuan Indonesia memenuhi kebutuhan daging sapi
4. Import sapi hidup, dari berbagai negara
5. Import daging
6. Import semen beku (rencana import dari berbagai negara)

JAWABAN

1. Penyediaan daging sapi di Indoensia

Menurut Kementan (2017), bahwa, kemampuan penyediaan daging sapi lokal dapat
meningkat dari sebesar 68% pada 2016 menjadi sebesar 93% pada 2017. Impor daging sapi
juga dapat diperkirakan turun menjadi sebesar 7% atau setara dengan 29.329 ton dari total
kebutuhan daging. Seiring dengan sejumlah program Pemerintah untuk meningkatkan
produksi daging sapi lokal. Pelaksanaan Upaya Khusus Sapi Wajib Bunting (Upsus Siwab)
dapat ditargetkan mampu menyasar 4 juta ekor akseptor dan menghasilkan 3 juta ekor sapi
bunting pada 2017 (Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2016b) Pemerintah
memperkuat aspek perbenihan dan perbibitan untuk menghasilkan benih dan bibit unggul
pada sapi potong. Penambahan indukan impor serta pengembangan pakan ternak sangat
diperlukan. Penanganan gangguan reproduksi, dan penyelamatan sapi betina produktif serta
dilakukannya, penanggulangan dan pemberantasan penyakit ternak dilakukan. Sehingga
ternak tetap produktivitasnya baik, dan Pemerintah juga berupaya agar pemenuhan daging di
dalam negeri tidak lagi dari impor, tetapi dipenuhi dari petani ternak. Dukungan
kelembagaan ternak kecil dapat meningkat sebesar 40%. Untuk mencapai hal itu, maka akan
ada rencana aksi untuk mendongkrak kinerja populasi sapi lokal dari 14,8 juta ekor menjadi
33,9 juta ekor (Kementan, 2017). Hal tersebut, bahwa, peningkatan populasi sapi potong
akan setara dengan kemampuan produksi daging sapi lokal sebesar 442.200 ton menjadi
792.175 ton. Berdasarkan prognosa produksi daging sapi dalam negeri pada 2017 sebanyak
531.756 ton, berasal dari berbagai jenis ternak sapi lokal. Sementara perkiraan kebutuhan
daging sapi dalam negeri sebesar 604.968 ton (Direktorat Jenderal Peterakan dan Kesehattan
Hewan, 2017). Hal ini ada kaitannya dengan kenaikan harga daging sapi yang semakin
tinggi.Meskipun harga daging sapi tinggi prediksi produksi daging sapi naik sebesar
5,28%/tahun (Kementan, 2015). Untuk menutupi kekuranggan daging sapi yang terus
meningkat, dapat di topang dengan sapi impor. Untuk memenuhi pasokan daging terhadap
kebutuhan konsumen daging sapi, pada tahun 2015 Indonesia impor sapi hidup dari Australia
sebanyak 2.350 ekor siap potong. Dari sisi volume impor peternakan pada tahun 2016
sebanyak 1,6 juta ton atau mengalami peningkatan sebesar 19,23%dibanding volume impor
tahun 2015 sebesar 1,4 juta ton (Direktorat Jenderal Peterakan dan Kesehattan Hewan,
2017)). Peningkatan tersebut di antaranya disebabkan oleh meningkatnya volume impor hasil
ternak sebesar 31,67% dari 0,4 juta ton pada tahun 2015 menjadi 0,6 juta ton pada tahun
2016. Penyediaan sapi impor masih belum dapat memenuhi kebutuhan konsumsi daging bagi
masyarakat, sehingga dapat dipenuhi oleh daging sapi lokal Indonesia. Retno et al., (2010)
bahwa, kondisi sampai tahun 2020, jika kebijakan mengurangi pemotongan sapi betina lokal
produktif, dengan meningkatkan program kawin silang berhasil dilaksanakan, maka prediksi
produksi sapi potong lokal akan tercapai. Begitu pula dengan program Siwab IB dan kawin
alam pada sapi dan kerbau direncanakan sampai tahun 2026, maka Indonesia tidak perlu lagi
impor daging maupun ternak hidup. Proses penggemukkan bukan saja adanya daging yang
bertambah, tetapi juga adanya pertambahan bobot jaringan-jaringan tubuh lainnya termasuk
tulang dan lemak. Diperkirakan, bahwa pertambahan bobot badan yang terjadi pada proses
penggemukan hanya sebesar 60%yang berupa daging (Siregar, 2008) Pertumbuhan populasi
ternak sapi lokal di Indonesia relatif kecil/lambat, sedangkan permintaan akan daging terus
meningkat. Pertumbuhan populasi ternak sapi potong di Indonesia relatif kecil, permintaan
akan daging terus meningkat. Petani kecil segera didorong, diarahkan dan dipacu agar cara
penguasaan ternak sapi potong terarah pada usaha pokok ternak. Ternak sapi lokal dapat
diusahakan dengan baik, dengan pemilihan bibit, penyediaan pakan yang bekualitas.
2. Kebutuhan daging sapi di Indonesia
Dalam neraca pasokan dan kebutuhan daging sapi 2022 yang telah disusun pemerintah,
konsumsi per kapita pada 2022 mencapai 2,57 per kg per tahun, meningkat dari konsumsi
2021 di angka 2,46 per kg per tahun. Adapun jumlah penduduk bertambah dari 272,24 juta
pada 2021 menjadi 274,85 juta pada 2021 sehingga kebutuhan daging meningkat dari
669.731 ton menjadi 706.388 ton. Produksi nasional pada 2022 ditaksir 436.704 ton, naik
dari 423.443 ton pada 2021. Dengan stok awal tahun yang berjumlah 62.485 ton, Indonesia
diperkirakan masih defisit 207.199 ton. Pemerintah juga menetapkan stok cadangan sebesar
58.886 ton sehingga kebutuhan impor menyentuh 266.065 ton.
3. Kemampuan Indonesia memenuhi kebutuhan daging sapi
Menurut kementeriana (2017) bahwa, kemampuan penyediaan daging sapi lokal
dapat meningkat dari sebesar 68% pada 2016 menjadi sebesar 93% pada 2017. Impor daging
sapi juga dapat diperkirakan turun menjadi sebesar 7% atau setara dengan 29.329ton dari
total kebutuhan daging. Seiring dengansejumlah program Pemerintah untuk meningkatkan
produksi daging sapilokal. Pelaksanaan Upaya Khusus Sapi Wajib Bunting (Upsus Siwab)
dapat ditargetkan mampu menyasar 4juta ekor akseptor dan menghasilkan 3 juta ekor sapi
bunting pada 2017 (Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2016b).
Dengan adanya peningkatan kebutuhan sapi di Indonesia, maka akan menyebabkan
meningktatnya impor daging akan semakin meningktat, dan ini juga akan mempengaruhi
harga dari daging tersebut.
4. Impor sapi hidup
DataKementerian Pertanian tahun 2021, total produksi daging sapi tahun 2020
sebesar 4,6 juta ton, turun 6,81 persen dari produksi tahun 2019 (Direktorat Jenderal
Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, 2021: iv).
Impor produk peternakan juga menurun, yaitu sebesar US$3.567,1 juta pada tahun
2020, menurun 9,59 persen dibandingkan tahun 2019. Dari sisi volume, impor
peternakan tahun 2020 sebesar 1,80 juta ton, menurun 6,57 persen dibandingkan
tahun 2019 (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan HewanKementerian Pertanian,
2021: v). Di sisilain, konsumsi per kapita atas dagingmengalami kenaikan, yaitu 65,03 kkal
perkapita sehari pada tahun 2020, meningkat4,57 persen dibandingkan konsumsitahun 2019
sebesar 62,19 kkal (DirektoratJenderal Peternakan dan KesehatanHewan Kementerian
Pertanian, 2021:77).
Dukungan kelembagaan ternak kecil dapat meningkat sebesar 40%. Untuk mencapai hal
itu, maka akan ada rencana aksi untuk mendongkrak kinerja populasi sapi lokal dari 14,8 juta
ekor menjadi 33,9 juta ekor (Kementan, 2017). Hal tersebut, bahwa, peningkatan populasi
sapi potong akan setara dengan kemampuan produksi daging sapi lokal sebesar 442.200ton
menjadi 792.175 ton. Berdasarkan prognosa produksi daging sapi dalam negeri pada 2017
sebanyak 531.756 ton, berasal dari berbagai jenis ternak sapi lokal. Sementara perkiraan
kebutuhan daging sapi dalam negeri sebesar 604.968 ton (Direktorat Jenderal Peterakan dan
Kesehattan Hewan, 2017). Hal ini ada kaitannya dengan kenaikan harga daging sapi yang
semakin tinggi.Meskipun harga daging sapi tinggi prediksi produksi daging sapi naik sebesar
5,28%/tahun (Kementan, 2015). Untuk menutupi kekuranggan daging sapi yang terus
meningkat, dapat di topang dengansapi impor. Untuk memenuhi pasokan daging terhadap
kebutuhan konsumen daging sapi, pada tahun 2015 Indonesia impor sapi hidup dari Australia
sebanyak 2.350 ekor siap potong. Dari sisi volume impor peternakan pada tahun 2016
sebanyak 1,6 juta ton atau mengalami peningkatan sebesar 19,23% dibanding volume impor
tahun 2015 sebesar 1,4 juta ton (Direktorat Jenderal Peterakan dan Kesehattan Hewan,
2017)). Peningkatan tersebut di antaranya disebabkan olehmeningkatnya volume impor hasil
ternak sebesar 31,67% dari 0,4 juta ton pada tahun 2015 menjadi 0,6 juta ton pada tahun
2016. Penyediaan sapi impor masih belum dapat memenuhi kebutuhan konsumsi daging
bagimasyarakat, sehingga dapat dipenuhi oleh daging sapi lokal Indonesia. Retno et al.,
(2010) bahwa, kondisi sampai tahun 2020, jika kebijakan mengurangi pemotongan sapi
betina lokal produktif, dengan meningkatkan program kawin silang berhasil dilaksanakan,
maka prediksi produksi sapi potong lokal akan tercapai. Begitu pula dengan program Siwab
IB dan kawin alam pada sapi dan kerbau direncanakan sampai tahun 2026, maka Indonesia
tidak perlu lagi impor daging maupun ternak hidup.
5. Import daging
Untuk memenuhi pasokan daging terhadap kebutuhan konsumen daging sapi, pada tahun
2015 Indonesia impor sapi hidup dari Australia sebanyak 2.350 ekor siap potong. Dari sisi
volume impor peternakan pada tahun 2016 sebanyak 1,6 juta ton atau mengalami
peningkatan sebesar 19,23% dibanding volume impor tahun 2015 sebesar 1,4 juta ton
(Direktorat Jenderal Peterakan dan Kesehattan Hewan, 2017)). Peningkatan tersebut di
antaranya disebabkan oleh
meningkatnya volume impor hasil ternak sebesar 31,67% dari 0,4 juta ton pada tahun 2015
menjadi 0,6 juta ton pada tahun 2016. Penyediaan sapi impor masih belum dapat memenuhi
kebutuhan konsumsi daging bagi masyarakat, sehingga dapat dipenuhi oleh daging sapi lokal
Indonesia. Retno et al., (2010) bahwa, kondisi sampai tahun 2020, jika kebijakan mengurangi
pemotongan sapi betina lokal produktif, dengan meningkatkan program kawin silang berhasil
dilaksanakan, maka prediksi produksi sapi potong lokal akan tercapai. Begitu pula dengan
program Siwab IB dan kawin alam pada sapi dan kerbau direncanakan sampai tahun 2026,
maka Indonesia tidak perlu lagi impor daging maupun ternak hidup.

Impor daging sapi Indonesia berdasarkan pada peramalan dalam penelitian ini akan
mengalami
peningkatan sebesar 3,28%/tahun hingga tahun 2027 dengan kuantitas impor pada tahun
tersebut mencapai 195.184 ton. Hasil dari penelitian ini sejalan dengan pernyataan (Nugraha
et al., 2017) bahwa permintaan daging sapi nasional setelah tahun 2012 mengalami
peningkatan. (Arnas et al., 2019) menambahkan bahwa peningkatan konsumsi daging dalam
satu tahun terjadi pada momen hari raya. Yudhanto et al. (2019) menyatakan bahwa impor
daging sapi dilakukan untuk menutupi kebutuhan daging sapi dalam negeri. Dewayani dan
Kesumajaya (2015) menambahkan bahwa impor komoditas asal ternak terjadi jika
permintaan produk dalam negeri lebih tinggi daripada produksinya. Peningkatan impor
daging sapi sejalan dengan peningkatan konsumsi masyarakat, tetapi berbanding terbalik
dengan produksi dalam negeri (Chisilia and Widanta, 2019).
Populasi Indonesia berpengaruh sangat signifikan (P<0,01) terhadap impor daging sapi
dengan nilai β3 sebesar 16,14. Pertambahan populasi sebesar 10.000 jiwa akan meningkatkan
impor sebesar 16,14 ton. Hasil penelitian ini sejalan dengan pernyataan Suryana et al. (2019)
bahwa peningkatan jumlah penduduk berbanding lurus dengan peningkatan konsumsi. Rusdi
dan Suparta (2016) menyatakan bahwa jumlah penduduk tidak berpengaruh terhadap
permintaan daging sapi di Surabaya dengan nilai koefisien positif. Penurunan laju
pertumbuhan populasi dapat menurunkan kuantitas impor daging sapi. Harga daging sapi
dalam negeri berpengaruh signifikan (P<0,05) terhadap impor daging sapi dengan nilai β3
sebesar -0,78 dan dapat diartikan kenaikan harga daging sapi dalam negeri sebesar Rp
1000/kg akan menurunkan impor sebesar 780 ton. Hasil penelitian ini sejalan dengan
pernyataan Permadi (2015) bahwa harga domestik produk pangan berpengaruh signifikan
negatif terhadap impor. Kondisi tersebut diduga karena peningkatan harga domestik menjadi
stimulus bagi peternak untuk meningkatkan produksi.
6. Import semen beku (rencana import dari berbagai negara)

Impor Semen Menurut Negara Asal Utama, 2000-2021

Negara Asal 2017 2018 2019 2020 2021

  Berat Bersih: 000 ton


Tiongkok1   144,8  1 142,7  2 060,4  1 547,8  2 911,9
Korea Selatan   5,2   0,0   2,1   86,7   641,6
Inggris   184,8   102,2   410,2   539,1   693,6
Perancis    978,6   923,6  1 140,4   718,4   742,2
Belanda    0,0   0,1   60,4   271,0   523,3
Kroasia   0,0   0,0   126,0   106,4   223,3
Singapura    0,0   112,6   209,8   267,8   469,9
Meksiko   0,0   0,0   0,0   0,0   32,7
Lainnya   47 563,8  31 226,3   76,0   48,9   27,5
Jumlah  48 877,2  33 507,5  4 085,3  3 586,1  6 266,0

Nilai CIF : 000 000 US$


Tiongkok1   150,6   691,6  1 101,2   668,4  1 535,7
Korea Selatan   19,8   0,0   6,8   97,1   666,3
Inggris   164,8   110,0   389,4   487,6   588,0
Perancis    763,4   749,7   989,9   616,4   585,5
Belanda    0,0   1,0   54,8   240,5   450,0
Kroasia   0,0   0,0   85,4   62,0   138,7
Singapura    0,2   50,7   75,4   110,2   122,6
Meksiko   0,0   0,0   0,0   0,0   20,4
Lainnya   3 656,7  1 918,7   96,0   50,3   36,3
Jumlah  4 755,5  3 521,7  2 798,9  2 332,5  4 143,5
Dari table di atas tersebut dapat dilihat bahwa Indonesia belum menjadi sumber impor
semen sapi, bahkan sebaliknya Indonesia masih banyak mengimpor semen beku untuk diberikan
kepada peternak dengan melalui insiminasi buatan. Permintaan semen yang begitu tinggi pada
tahun ini membuat pabrikan semen di dalam negeri kewalahan. Ada sebagian dari mereka yang
harus mengimpor klinker dan bubuk (bulk) semen dari negara tetangga. Ketua Umum Asosiasi
Semen Indonesia (ASI) Urip Timuryono mengatakan umumnya impor semen dilakukan dalam
bentuk klinker atau bahan baku semen. Impor itu dilakukan oleh pabrik-pabrik semen di luar
Jawa untuk memenuhi kenaikan permintaan semen hingga 17% selama 10 bulan di 2011.
DAFTAR PUSATAKA

Arbi, B. (2022). Pengaruh Umur Pejantan Sapi Simmental Terhadap Kualitas Semen Beku. Naskah
Publikasi Program Studi Peternakan.
Aliyah, S. N., Santoso, H., & Zayadi, H. (2022). Analisis Normalitas dan Abnormalitas Spermatozoa
Segar Sapi Limousin (Bos taurus) dan Sapi Bali (Bos sondaicus) Sebelum Proses
Pembekuan Di Balai Besar Inseminasi Buatan Singosari Malang. SCISCITATIO, 3(1), 38-46.

Cahyo, D. N., & Purwaningsih, H. (2022, June). ANALISIS FORECASTING DAN FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI IMPOR DAGING SAPI INDONESIA. In PROSIDING SEMINAR
NASIONAL TEKNOLOGI AGRIBISNIS PETERNAKAN (STAP) (Vol. 9, pp. 457-464).

Jiuhardi, J. (2015). Kajian tentang impor daging sapi di Indonesia. In Forum Ekonomi: Jurnal Ekonomi,
Manajemen dan Akuntansi (Vol. 17, No. 2, p. 55382). Mulawarman University

Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness Vol.13 No.1, 28 Februari 2019


66https://ojs.unud.ac.id/index.php/socahttps://doi.org/10.24843/SOCA.2019.v13.i01.
p06.

Muhardini, D. T. (2021). Pergerakan Harga Pangan Jelang Puasa. Arsip Publikasi Ilmiah Biro
Administrasi Akademik.

Parulian, J., Lestari, D. A. H., & Adawiyah, R. (2014). Pola konsumsi daging sapi oleh rumah tangga di
Bandar Lampung. Jurnal Ilmu Ilmu Agribisnis: Journal of Agribusiness Science, 2(4), 364-
371.

Priyanto, D. (2005). Evaluasi Kebijakan Impor daging sapi melalui Analisis penawaran dan Permintaan.
In Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp. 275-284).

Rahmawati, L. (2020). Peran E-commerce dalam Mendukung Ketahahanan Pangan Wilayah Jakarta
Saat Pandemi Covid-19. Jurnal Lemhannas RI, 8(2).

Rusdiana, S. (2019). Fenomena kebutuhan pangan asal daging dapat dipenuhi melalui peningkatan
usaha sapi potong di petani. SOCA: Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian, 61-83.

Anda mungkin juga menyukai