Anda di halaman 1dari 24

Dasar Kesehatan Hewan

Oleh :

KELOMPOK IV
Fakultas Peternakan
Universitas Mataram
2022
KELOMPOK IV
JAMHARIRO KADEK SONI OLGA
B1D020115 B1D020117

ISRA HIDAYATULLAH Jannatun naim


B1D020113 B1D020116
PMK
Sejarah
Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
Indonesia pernah mengalami beberapa kali wabah PMK sejak penyakit ini
pertama kali masuk pada tahun 1887 melalui impor sapi dari Belanda. Wabah PMK
terakhir terjadi di pulau Jawa pada tahun 1983 yang kemudian dapat diberantas
melalui program vaksinasi massal. Indonesia dinyatakan sebagai Negara bebas PMK
pada tahun 1986 melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian No.260/1986 dan
kemudian diakui oleh OIE pada tahun 1990.

Pada tahun 1990 Indonesia berhasil mendapatkan


pengakuan dunia terhadap status bebas PMK tanpa vaksinasi
sebagaimana tercantum dalam Resolusi OIE Nomor XI Tahun
1990 setelah OIE, FAO/APHCA dan ASEAN mengirimkan tim
untuk mengevalusi status PMK di Indonesia.
Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
Penyakit mulut dan kuku (PMK) adalah penyakit
infeksi virus yang bersifat akut dan sangat menular pada
hewan berkuku genap/belah (cloven-hoofed). Penyakit ini
ditandai dengan adanya pembentukan vesikel/lepuh dan
erosi di mulut, lidah, gusi, nostril, puting, dan di kulit
sekitar kuku.
ETiOLOGI
PMK disebabkan oleh Apthovirus, keluarga
picornaviridae. Terdapat 7 serotipe PMK yang telah
diidentifikasi yaitu tipe Oise (O); Allemagne (A);
German Strain (C); South African territories 1 (SAT
1); SAT 2; SAT 3; dan Asia 1. Tipe O, A, C, SAT 1,
SAT 2, SAT 3 dan Asia 1 tersebut yang secara
imunologis berbeda satu sama lain. Penyebab wabah
Gambar: Virus PMK
PMK di Indonesia pada tahun 1983 hanya disebabkan
oleh satu serotipe, yaitu serotipe O.
HEWAN PEKA /
RENTAN
Hewan yang rentan terhadap PMK adalah hewan berkuku genap/belah, yaitu:
jenis ruminansia (sapi, kerbau, kambing, domba, rusa), babi, unta dan beberapa
jenis hewan liar seperti bison, antelope, menjangan, jerapah dan gajah. Secara
infeksi buatan PMK juga dapat ditularkan kepada tikus, marmut, kelinci, hamster,
ayam dan beberapa jenis hewan liar akan tetapi tidak memegang peranan penting
dalam penyebaran PMK di alam.

Contohnya :
GEJA KELINIS PMK
Adanya gejala klinis tertentu pada hewan berkuku genap/belah yang bersifat akut dan massal
(menyerang banyak hewan di satu kelompok) harus dicurigai sebagai kemungkinan besar serangan
PMK. Adapun diagnosa sementara PMK dapat diambil apabila terdapat beberapa gejala, terutama
pada sapi/kerbau, seperti :
• Kepincangan yang bersifat akut pada beberapa hewan;
• Hipersalivasi, saliva terlihat menggantung, air liur berbusa di lantai kandang
• Pembengkakan kelenjar submandibular
• Vesikel/lepuh dan atau erosi di sekitar mulut, lidah, gusi, nostril, kulit sekitar teracak dan puting;
• Hewan lebih sering berbaring
• Demam tinggi mencapai 41oC; dan
• Penurunan produksi susu yang drastis pada sapi perah.
Waktu/Masa Inkubasi
• Masa inkubasi dipengaruhi oleh strain virus PMK, dosis dan rute
infeksi. Untuk infeksi alami dengan dosis yang besar, masa
inkubasi berkisar antara 2-3 hari, akan tetapi apabila dosisnya
sedikit, maka inkubasi bisa mencapai 10-14 hari. 
• Untuk kepentingan penelusuran, masa inkubasi yang digunakan
adalah 4±7 hari, hal ini tergantung dari keadaan wabah dan
maksimum masa inkubasi yang disarankan yaitu 14 hari sesuai
pedoman OIE.
• Firus ini dapat bertahan lama pada lingkungan dan bertahan
hidup pada tulang, kelenjar lesu, serta paroduk susu
• Angka kesakitan yang timbulakan 100%
• Angka kematian yang tinggi pada hewan muda/hewan masih
anak-anak.
PATOLOGI

Tidak ada perubahan yang khas, kecuali adanya vesikel/lepuh pada


mulut, teracak dan puting. Pada pedet, dengan pemeriksaan post mortem,
bisa ditemukan adanya perubahan pada otot jantung (myocardium) berupa
adanya garis-garis loreng, putih, abu-abu atau kekuningan yang sering
disebut dengan istilah tiger heart. Pemeriksaan patologi hanya penting
dilakukan untuk membuat diagnosa banding untuk penyakit lain selain
PMK.
Laboratorium penguji
Spesimen/sampel dari hewan yang diduga tertular PMK harus dibawa sendiri oleh
petugas kesehatan hewan kabupaten/kota. Spesimen ditempatkan dalam bok yang kuat
dan aman, tidak bocor, serta kondisi dingin dibawa ke Balai Besar Veteriner/Balai
Veteriner (BBVet/BVet) untuk pengujian awal, dan ke Pusat Veteriner Farma (Pusvetma),
Surabaya untuk diagnosa konfirmasi. Untuk laboratorium rujukan/reference FMD di
Pakchong, Thailand atau The Institute For Animal Health, Pirbright Laboratory, United
Kingdom (UK).
Laboratorium penguji
Pada saat ini, uji PMK yang tersedia di Pusvetma pengujian untuk deteksi virus dilakukan
dengan menggunakan RT-PCR, untuk pembuktian adanya infeksi secara serologi digunakan
ELISA dan untuk deteksi antibodi terhadap Non Structured Protein (NSP). Adapun di
laboratorium rujukan di luar negeri, tersedia beberapa tes untuk konfirmasi PMK
Jenis Uji dan Spesimen yang diperlukan untuk diagnosa PMK
Spesimen yang Lama Waktu
Jenis Uji Yang Dideteksi
Diperlukan Pemeriksaan
ELISA Cairan vesikel/ jaringan epitel/ swab Virus serotype dan identifikasi 3-4 jam
orofaring/
organ/serum
Mikroskop electron Cairan vesikel/ jaringan epitel/ swab Virus 1-2 jam
orofaring
VIA antibodi gel test Serum VIA antibodi (umum untuk 1-3 jam
Serum Semua tipe virus PMK)
Liquid phase ELISA Serum antibodi spesifik 3-4 jami
Serum
Isolasi virus Cairan vesikel atau jaringan epitel/swab Virus 1-4 hari
orofaring/organ/serum

Reverse Transcriptase PCR (RT-PCR) Viral RNA 2-4 jam


Cairan vesikel atau jaringan epitel
organ/swab orofaring/serum/biakan sel
Real-Time PCR Cairan vesikel atau jaringan epitel Viral RNA 2-4 jam
organ/swab orofaring/serum/biakan
sel
PENGOBATAN HEWAN TERTULAR PMK

Sampai saat ini belum diketahui pengobatan khusus untuk


PMK. Tujuan dari pemberantasan wabah PMK adalah
mengeliminasi/membunuh hewan tertular dan menghilangkan
virus dengan cara melakukan tindakan pemusnahan (stamping
out) dengan segera hewan yang terinfeksi virus PMK.
PENCEGAHAN & PEMBERANTASAN
PMK
Pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan dan respon dilakukan melalui pengamatan,
pencegahan, pengamanan termasuk pengawasan dan identifikasi serta memberantas penyakit hewan, dan
menjaga, merawat dan/atau mengobati hewan.
 
Ada tiga prinsip dasar pemberantasan wabah PMK yaitu :
 
1. Mencegah kontak antara hewan peka dan virus PMK
2. Menghentikan produksi virus PMK oleh hewan tertular; dan
3. Meningkatkan resistensi/kekebalan hewan peka.
 
Prinsip ini dapat diterapkan dengan :
 
1. Menghentikan penyebaran infeksi virus melalui tindakan karantina dan pengawasan lalu lintas;
2. Menghilangkan sumber infeksi dengan pemusnahan hewan tertular dan hewan yang terpapar (stamping
out);
3. Menghilangkan virus PMK dengan dekontaminasi kandang, peralatan, kendaraan dan bahan- bahan
lainnya yang kemungkinan menularkan penyakit; atau disposal bahan-bahan terkontaminasi; dan
4. Membentuk kekebalan pada hewan peka dengan vaksinasi.
Penyakit CRD
(chornic respiratory disease)
Penyakit CRD(chornic respiratory disease):NGOROK
Disebabkan:infeksi bakteri Mycoplasma gallisepticum (M.
gallisepticum)
penyakit : saluran pernapasan ayam
Bersifat kronis
Kerugian ekonomi : populasi menurun, , kualitas telur dan kualitas
karkas, tingginya tingkat kematian embrio menyebabkan rendahnya
daya tetas telur, penurunan efisiensi pakan, meningkatnya mortalitas
dan pengeluaran biaya produksi untuk pengobatan
CIRI-CIRI BATERINYA ADALAH
• Bakteri ini berukuran 0.25-0.50 μ,
• tidak mempunyai dinding sel sejati,
• termasuk gram negatif,
Gamabar M. gallisepticum
• bersifat anaerob,
• dan berbentuk pleomorfik.
• Bagian luar sel M. gallisepticum diselubungi oleh
membran plasma yang elastis
• bakteri ini dapat hidup selama 1-3 hari pada feses ayam
dengan masa hidup tergantung pada kondisi lingkungan.
Suhu 37℃ bakteri M. gallisepticum dapat hidup selama
satu hari di luar tubuh ayam dan pada suhu 20 ℃ bakteri
ini dapat hidup selama tiga hari.
Patogenesis
Perubahan patologinya
CRD diawali dari masuknya M. terlihat antara lain rongga dan sinus hidung berlendir. Jika perubahan
gallisepticum melalui sinus atau ini terjadi dalam waktu yang lama, lendir akan berwarna kuning
dengan konsistensi seperti keju. Kantung udara menjadi keruh atau
rongga hidung Bakteri ini akan mengandung lendir. Pada stadium selanjutnya, lendir menjadi
terlokalisasi pada permukaan mukosa berwarna kuning dan berkonsistensi seperti keju. Eksudat seperti ini
juga dapat ditemukan di jantung dan pericardium.
dengan sedikit atau tanpa invasi
klasik. Gerakan penetrasi dilakukan
oleh sel mikroplasma dengan tujuan
untuk memperbanyak diri sekaligus
merusak mukosa. Bakteri M.
gallisepticum menempel pada
reseptor epitel yang disebut dengan
sialoglycoprotein yang dihubungkan
oleh adhesin dan protein yang disebut
bleb terletak pada ujung organ sel
mikoplasma.
.
Ciri ciri ayam yang terkena
penyakit CRD:
1. Mata berair dan berbusa.
2. Kelopak mata menutup dan
susah kebuka seperti orang
mengantuk.
3. Kalau parah sekali,akan ada
leleran di mata dan di hidung
(ayam jadi Flu) kalau leleran
nya dan tidak bau,itu murni
CRD.
4. jika bau,kental dan berwarna
kuning atau coklat,itu tandanya
sudah terkena infeksi
BAKTERI.

PPTDownload http://www.1ppt.com/xiazai/
Gejala klinis CRD

Gejala khas yang timbul akibat infeksi bakteri ini pada ayam yaitu

1.suara ngorok di malam hari

2.keluarnya cairan transudat bening (catarrhal) dari rongga hidung

3.radang conjunctiva, batuk, dan bersin.

Jika infeksi berlanjut dan disertai infeksi sekunder maka eksudat hidung
yang keluar menjadi kental. Ternak yang mengalami gejala diatas mengalami
penurunan nafsu makan sehingga produktivitas ternak menurun .
Ternak yang Rentan

Ternak yang rentan terhadap infeksi bakteri M.


gallisepticum adalah ternak unggas yaitu ayam, itik,
angsa, entok, kalkun, burung dara,
Diagnosis
Diagnosis patologis merupakan Langkah strategis yang dilakukan untuk mengetahui
atau menganalisa suatu penyakit secara umum dan spesifik. Hal tersebut disebabkan
terdapat kesamaan pada gejala klinis dari beberapa penyakit. Diagnosis patologis
memudahkan peneliti maupun peternak dalam melakukan tindakkan penanganan
penyakit sebagai bagian dari manajemen kesehatan ternak. Deteksi infeksi bakteri
mycoplasma berdasarkan atas uji serologi, gejala klinik, perubahan patologi, serta
isolasi dan identifikasi
Pengobatan terhadap CRD

tylosin, spiramycin, oxytetracyclin,


streptomycin, spektinomisin, linkomisin, dan
beberapa obat golongan kuinolon seperti
enrofloksasin dan norflosasin
Terdapat beberapa hal yang mencakup
tahapan penerapan program biosekuriti yaitu
1. isolasi,
2. pengendalian, dan
3. sanitasi
SELAMAT BELAJAR
INGAT LEMBAR JAWABAN UAS TIDAK BISA TERISI DENGAN SENDIRINYA !!!

Anda mungkin juga menyukai