Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Perilaku
Perilaku adalah segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan
makhluk hidup dan pada dasarnya perilaku dapat diamati melalui sikap dan
tindakan. Namun tidak berarti bahwa bentuk perilaku hanya dapat dilihat dari
sikap dan tindakannya. Perilaku juga bersifat potensial yakni dalam bentuk
pengetahuan, motivasi, dan persepsi (Notoatmodjo, 2003). Penjelasan lebih
jelas mengenai perilaku di uraikan sebagai berikut:

1. Konsep Perilaku

Perilaku dipandang dari segi biologis adalah suatu kegiatan atau


aktivitas organisme yang bersangkutan, baik yang dapat diamati secara
langsung maupun tidak langsung. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah
suatu aktivitas dari manusia itu sendiri yang meliputi aktivitas eksternal seperti
berjalan, berbicara, berpakaian, dan lain sebagainya, serta aktivitas internal
seperti berfikir, persepsi, emosi juga merupakan perilaku manusia
(Notoatmodjo, 2003).

2. Definsi Perilaku

Menurut (Geller, 2001) perilaku sebagai tingkah atau tindakan yang


dapat di observasi oleh orang lain, tetapi apa yang dilakukan atau dikatakan
seseorang tidaklah selalu sama dengan apa yang individu tersebut pikir,
rasakan dan yakini. Menurut (Notoatmodjo, 2003) perilaku adalah suatu
kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan.

Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai
dari tumbuh – tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku,
karena mereka mempunyai aktivitas masing – masing. Sehingga yang
dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau
aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas
antara lain berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis,
membaca, dan sebagainya.

Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku


(manusia) adalah semua tindakan, kegiatan atau aktivitas manusia baik yang
dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar
(Notoatmodjo, 2003)

Skinner (1938) seorang ahli perilaku mengemukakan bahwa perilaku


merupakan hasil hubungan antara stimulus dengan respon. Secara operasional
perilaku dapat diartikan sebagai suatu respon dari seseorang terhadap
rangsangan dari luar subyek. Menurut Noviani (2001) rangsangan ini
berbentuk dua macam, yaitu:

1. Bentuk pasif (tanpa tindakan) adalah respon internal yang terjadi


dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat dilihat oleh orang lain,
misalnya berfikir, tanggapan, atau sikap batin dan pengetahuan. Bentuk
perilaku ini masih terselubung (covert behavior).
2. Perilaku aktif (dengan tindakan) adalah apabila perilaku itu jelas
dapat diobservasi secara langsung, misalnya nyata dari seseorang terhadap
stimulus yang datang, dimana perilaku sudah tampak dalam tindakan nyata
(overt behavior).

Dalam pengertian umum perilaku adalah segala perbuatan atas tindakan


yang dilakukan makhluk hidup dan pada dasarnya perilaku dapat diamati
melalui sikap dan tindakan. Namun tidak berarti bahwa bentuk perilaku hanya
dapat dilihat dari sikap dan tindakannya. Perilaku juga bersifat potensial yaitu
dalam bentuk pengetahuan, motivasi, dan persepsi. Perilaku sebagai
perefleksian faktor – faktor kejiwaan seperti keinginan, minat, kehendak,
pengetahuan, emosi, sikap, motivasi, reaksi dan sebagainya, dan faktor lain
seperti pengalaman, keyakinan, secara fisik, sosio, dan budaya (Notoatmodjo,
2003).
3. Batasan Perilaku

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh suatu
organism atau makhluk hidup. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah
tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan
yang sangat luas antara lain berjalan, berbicara, menangis, tertawa, membaca
dan sebagainya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku manusia adalah
semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung
maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).

Menurut (Geller, 2001) Perilaku sebagai tindakan yang dapat


diobservasi oleh orang lain. Tetapi apa yang dilakukan atau dikatakan
seseorang tidaklah selalu sama dengan apa yang individu tersebut pikir,
rasakan dan yakini.

Menurut Skinner (1938), merumuskan bahwa perilaku merupakan


respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar.
Dalam teori Skinner dibedakan adanya dua respon, yaitu:

1. Respondend response atau flexive, yakni responden yang


ditimbulkan rangsangan – rangsangan tertentu. Stimulus ini disebut electing
stimulation karena menimbulkan respon yang relative tetap.
2. Operant response atau instrumental response yakni response yang
timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang
tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforce, karena
membuat respon.
4. Bentuk perilaku

Jika dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus yang dikemukakan


oleh Skinner (1938) dalam (Notoatmodjo, 2003), perilaku dibedakan menjadi
dua, yaitu:

1. Perilaku tertutup/terselubung (covert behavior)


Respon seseorang terhadap stimulus masih dalam bentuk terselubung
atau tertutup. Respon dan reaksi terhadap stimulus terhadap stimulus ini masih
terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, atau kesadaran dan sikap yang
terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati
dengan jelas oleh orang lain.

2. Perilaku terbuka/nyata tampak (overt behavior)


Respon terhadap stimulus telah diaplikasikan dalam tindakan nyata atau
terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan
atau praktek yang dapat mudah diamati dan dilihat oleh orang lain
(Notoatmodjo, 2003).

Beberapa cara pembentukan perilaku menurut Ircham (2005)


diantaranya adalah:

1. Kebiasaan (conditioning)
Pembentukan perilaku dengan cara membiasakan diri dan sering atau
berkali - kali untuk berperilaku seperti apa yang diharapkan, sehingga akan
terbentuklah perilaku tersebut.
2. Pengetian (insight)
Pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan pengetian atau insight.
Cara ini berdasarkan teori belajar kognitif, yaitu belajar dengan disertai adanya
pengertian.
3. Menggunakan model
Pembentukan perilaku dengan menjadikan pemimpin sebagai mode
atau contoh oleh yang dipimpinnya. Acara ini didapatkan atas social learning
theory atau observastional learning theory yang kemukakan oleh Bandura
(1997).
5. Determinan Perilaku

Meskipun perilaku adalah bentuk respon terhadap stimulus atau


rangsangan dari luar, namun dalam memberikan respon sangat tergantung pada
karakteristik atau faktor – faktor lain dan yang bersangkutan. Faktor – faktor
yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan
perilaku (Selly, 2015). Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua
faktor, yaitu:
1. Faktor internal, yaitu faktor karakteristik orang yang bersangkutan
yang bersifat bawaan, misalnya tingkat kecerdasan tingkat emosional, jenis
kelamin, dan sebagainya.
2. Faktor eksternal yaitu faktor lingkungan, baik lingkungan fisik,
sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering
merupakan faktor yang dominan dalam mewarnai perilaku seseorang
(Notoatmodjo, 2007)

Menurut Benyamin Bloom (1908) yang dikutip Notoatmodjo (2007),


membagi perilaku manusia ke dalam tiga domain, yaitu kognitif, efektifin, dan
psikomotor. Dalam perkembangannya, teori ini dimodifikasi untuk
pengukuran hasil pendidikan kesehatan yaitu pengetahuan, sikap, dan praktik
atau tindakan (Notoatmodjo, 2007).

2.1.2 Perilaku Keselamatan


Menurut Wardani (2012) Perilaku Keselamatan merupakan semua tindakan
atau aktivitas dari manusia yang dapat diamati secara langsung maupun tidak
langsung terkait keselamatan pada manusia itu sendiri yang terdiri faktor – faktor
yang berhubungan dengan keselamatan (safe and unsafe) termasuk juga pada

lingkungan pekerjaan. Pekerja dengan perilaku tidak aman memiliki dampak


yang merugikan bagi perusahaan baik secara langsung maupun secara tidak
langsung, mengingat bahwa perilaku tidak aman berpotensi menimbulkan
kecelakaan yang dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan secara materi
maupun material.

Pada awal tahun 2000, konsep pelaksanaan K3 berkembang lagi untuk


mendukung konsep pelaksanaan K3 lainnya yaitu melalui pendekatan perilaku
aman (behavior safety). Behavior safety adalah aplikasi sistematis dari riset
psikologi tentang perilaku manusia pada masalah keselamatan di tempat kerja.
Behavior safety lebih menekankan aspek perilaku manusia terhadap terjadinya
kecelakaan di tempat kerja (Fauziah, 2013).

Unsafe behavior adalah tipe perilaku yang mengarah pada kecelakaan seperti
bekerja tanpa menghiraukan keselamatan, melakukan pekerjaan tanpa ijin,
menyingkirkan peralatan keselamatan, operasi pekerjaan pada kecepatan yang
berbahaya, menggunakan peralatan tidak standar, bertindak kasar, kurang
pengetahuan, cacat tubuh atau keadaan emosi yang terganggu (Fauziah, 2013).

Menurut Selly (2015) perilaku keselamatan pada pekerja dapat digolongkan


menjadi dua, yaitu perilaku aman yang berupa tindakan yang tidak beresiko
menimbulkan cedera baik pada pekerja lain maupun pekerja itu sendiri, dan yang
kedua adalah perilaku tidak aman (unsafe action) yaitu tindakan pekerja yang dapat
menimbulkan risiko cedera ataupun kecelakaan. Sedangkan menurut Heinrich
(1980), perilaku tidak aman (unsafe action) adalah tindakan yang dapat
membahayakan pekerja itu sendiri maupun orang lain yang dapat menyebabkan
terjadinya kecelakaan.

Menurut Kletz (2001) seperti apa yang dikutip Fikie (2004), menyatakan
bahwa perilaku tidak aman merupakan kesalahan manusia dalam mengambil sikap
atau tindakan. Klasifikasi kesalahan manusia, yaitu

1. Kesalahan karena lupa


kesalahan ini terjadi pada seseorang yang sebetulnya mengetahui, mampi
dan berniat mengerjakan secara benar dan aman serta telah biasa
dilakukan. Namun, orang tersebut melakukan kesalahan karena lupa.
Contoh menekan tombol yang salah. Cara mengatasi yaitu mengubah
sarana dan lingkungan, mengingatkan untuk lebih berhati – hati,
meningkatkan pengawasan, mengurangi dampak, dan lain – lain.
2. Kesalahan karena tidak tahu
Kesalahan ini terjadi karena orang tersebut tidak mengetahui cara
mengerjakan atau mengoperasikan peralatan dengan benar dan aman, atau
terjadi keselahan perhitungan. Hal tersebut biasanya terjadi disebabkan
kurangnya pelatihan, kesalahan instuksi, perubahan informasi yang tidak
diberitahukan, dan lain-lain.
3. Kesalahan karena tidak mampu
Kesalahan jenis ini terjadi karena orang tersebut tidak mampu melakukan
tugasnya. Contoh: pekerjaan terlalu sulit, beban fisik maupun mental,
pekerjaan terlalu berat, tugas atau informasi terlalu banyak, dan lain –
lain.
4. Kesalahan karena kurang motivasi
Kesalahan karena kurangnya motivasi dapat terjadi akibat:
a. Dorongan pribadi, misalnya ingin cepat selesai, melalui jalan
pintas, ingin merasa nyaman, malas memakai APD, menarik
perhatian, dengan mengambil risiko yang berlebihan, dan lain –
lain.
b. Dorongan lingkungan, misalnya lingkungan fisik, sistem
manajemen, contoh dari pemimpin, dan lain – lain.

2.1.3 Teori Perubahan Perilaku


Terdapat beberapa teori perubahan perilaku, antara lain:
A. Teori Geller

Geller (2001) memaparkan sebuah konsep dalam mengembangkan


total budaya keselamatan (Total Safety Culture) yang berperan sebagai suatu
petunjuk atau standar yang diperkenalkannya. Konsep ini menekankan pada
tiga aspek, bahwa budaya keselamatan merupakan hasil interkasi antara tiga
aspek komponen yaitu pribadi/ orang (person), perilaku (behavior), dan
lingkungan (environment) :

1. Faktor lingkungan/environment (termasuk manajemen, peralatan,


equipment, standar prosedur, dan temperatur/suhu).
2. Faktor orang/person (termasuk pengetahuan, keterampilan,
kemampuan, sikap, motivasi, kepribadian).
3. Faktor perilaku/behavior (termasuk pelatihan, pemenuhan, pengakuan,
pengenalan, komunikasi, pengawasan).
Ketiga aspek komponen tersebut dinamakan ”tiga serangkai
keselamatan (The SafetyTriad)” (Geller, 2001) yang digambarkan pada
gambar 2.1 di bawah ini:

ORANG LINGKUNGAN
PERILAKU
KESELAMATAN
Pengetahuan, Kepribadian, KERJA Manajemen, Peralatan,
Persepsi, Sikap, Motivasi Suhu, Mesin, Standar,
Peraturan dan Kebijakan

PERILAKU

Pelatihan, Pengenalan, Komunikasi,


Pengawasan.

Gambar 2.1 Tiga Serangkat Keselamatan (The Safety Triad)


Sumber: Geller (2001)

Menurut Geller (2001), ketiga apek tersebut saling mempengaruhi


satu dengan yang lainnya dalam proses pencapaian keselamatan di
perusahaan dan jika terjadi perubahan pada salah satu aspek tersebut maka
kedua aspek lainnya pun ikut berubah. Pendekatan perilaku yang didasari
oleh keselamatan (behavior based safety) dalam upaya meningkatkan
keselamatan kerja. Dengan meningkatnya kesehatan dan keselamatan kerja
maka dapat meningkatkan produktivitas pekerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan kemajuan dan kesejahteraan. Geller juga menyebutkan
bahwa aspek perilaku dan aspek orang merupakan aspek manusia yang lebih
diperhatikan dari pada aspek lingkungan.
Kemudian Geller (2001) mengintegrasikan kembali tiga pendekatan
aspek tersebut dan didapatkan hasil integrasi menjadi dua faktor internal dan
eksternal. Hal ini dapat terlihat dari gambar dibawah ini :

Perilaku Manusia

Faktor Internal:
Faktor Eksternal:
1. Sikap
1. Pelatihan
2. Kepercayaan
2. Pengkomunikasian
3. Pengetahuan
3. Pengaturan
4. Perasaan
4. Pengawasan
5. Kepribadian
6. Persepsi
7. Nilai – nilai

Gambar 2.2 Teori Perilaku Geller


Sumber: Geller (2001)

Pendekatan ini merupakan integrasi gabungan dari tiga aspek


komponen yaitu pribadi/orang (person), perilaku (behavior), dan
lingkungan (environment), sehingga dari ketiga aspek komponen tersebut
diklasifikasikan dimana tindakan aman seorang pekerja sangat dipengaruhi
oleh faktor internal maupun faktor eksternalnya.

2.1.4 Faktor – faktor yang berhubungan dengan perilaku keselamatan


Berdasarkan teori Geller (2001) yang telah dipaparkan sebelumnya, maka
peneliti memperoleh faktor – faktor yang berhubungan dengan perilaku
keselamatan pekerja, yaitu:

1. Faktor Internal
1) Sikap
Sikap adalah respon yang tidak teramati secara langsung yang masih
tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Green dalam
Notoatmodjo (2007) menerangkan bahwa sikap lebih mengacu pada
kesiapan dan kesediaan untuk bertindak, dan bukan pelaksana motif
tertentu. Sikap bukan merupakan suatu tindakan, namun merupakan
predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan reaksi tertutup,
bukan reaksi terbuka.
Menurut Alport (1965) dalam Notoatmodjo (2007) mendefinisikan
sikap sebagai kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu obyek dengan cara-
cara tertentu. Kesiapan yang dimaksud disini adalah kecenderungan untuk
bereaksi apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang
menghendaki adanya respon.
Berdasarkan penelitian Sialagan (2008) dan Saragih dkk., (2014)
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara sikap karyawan dengan
perilaku aman.
2) Kepercayaan
Kepercayaan adalah kemauan seorang untuk bertumpu pada orang
lain dimana kita memiliki keyakinan padanya. Kepercayaan merupakan
kondisi mental yang didasarkan oleh situasi seseorang dan konteks
sosialnya. Ketika seseorang mengambil suatu keputusan, ia akan lebih
memilih keputusan berdasarkan pilihan dari orang – orang yang lebih dapat
ia percaya dari pada yang kurang dipercayai (Moorman, 1993).
3) Pengetahuan
Pengetahuan merupakan salah satu faktor penting dalam memotivasi
seseorang atau kelompok orang untuk bertindak. Perilaku yang didasari
atas pengetahuan yang cukup dan bersifat lebih langgeng dari pada perilaku
yang tanpa didasari pengetahuan. Pengetahuan merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behaviour).
Pengetahuan K3 adalah kondisi kognitif yang harus diwujudkan di
tempat kerja dengan segala daya upaya berdasarkan ilmu pengetahuan dan
pemikiran mendalam guna melindungi tenaga kerja, manusia serta karya
dan budayanya melalui penerapan teknologi pencegahan kecelakaan yang
dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan peraturan perundangan dan
standar yang berlaku (Tarwaka, 2014).
Menurut Rejeki (2015) pengetahuan pekerja dalam bidang
kesehatan dan keselamatan kerja dapat memberikan landasan yang
mendasar sehingga memerlukan partisipasi secara efektif dalam
menemukan sendiri pemecahan masalah di tempat kerja. Berdasarkan hasil
penelitian Dewi (2010) terdapat hubungan yang bermakna antara
pengetahuan dengan kepatuhan pekerja dalam melaksanakan prosedur
kerja aman.
4) Perasaan

Perasaan adalah suatu keadaan dalam kesadaran manusia yang


karena pengaruh pengetahuannya dinilai sebagai keadaan positif dan
negatif. Hubungan antara perasaan dan motivasi yaitu perasaan dapat
memperkuat atau memperlemah tindakan seseorang seperti halnya
motivasi, perasaan dapat juga mengarahkan tingkah laku seseorang
(Koentjaraningrat, 1980).

5) Kepribadian
Kepribadian adalah mencakup keseluruhan fikiran, perasaan dan
tingkah laku, kesadaran, dan ketidak sadaran. Kepribadian pembimbing
orang untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan lingkungan
fisik. Sejak awal kehidupan, kepribadian adalah kesatuan atau berpotensi
membentuk kesatuan. Ketika mengembangkan kepribadian, orang harus
berusaha mempertahankan kesatuan dan harmoni antar semua elemen
kepribadian (Alwisol, 2009).
6) Persepsi
Sialagan (1999) mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses
dimana bermakna pada lingkungan mereka, sementara persepsi ini
memberikan dasar pada seseorang untuk bertingkah laku sesuai dengan
yang mereka persepsikan.
Robbins (1996) memandang persepsi.akan sesuatu dapat saja
berubah-ubah maknanya walaupun realitasnya sama saja. Adanya faktor
situasi dan faktor target yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang
terhadap obyek.
Persepsi juga sangat tergantung pada karakteristik individual seperti
sikap, motivasi, kepentingan, pengalaman, dan harapan. Jika kita ingin
merubah perilaku tidak aman seseorang, kita harus menyamakan persepsi
dahulu. Menurut penelitian Maaniaya (2005) dan Helliyanti (2009) dan
yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang tidak bermakna antara
persepsi dengan perilaku tidak aman pekerja.
7) Nilai – nilai
Menurut Green (1980) milai – nilai atau norma yang berlaku akan
membentuk perilaku yang sesuai dengan nilai – nilai atau norma yang telah
melekat pada diri seseorag. Kemudian Notoatmodjo (2003) menambahkan
bahwa didalam suatu masyarakat apapun selalu berlaku nilai-nilai yang
menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup
bermasyarakat. Misalnya gotong royong adalah suatu nilai yang selalu
hidup di masyarakat.

2. Faktor Eksternal
1) Pelatihan
Upaya lain yang dapat dilakukan perusahaan unutk mengubah
perilaku seperti yang dikemukakan oleh Geller (2001), yaitu melakukan
safety training yang berbasis pada teori behavior based safety. Safety
training dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang berbasis
psikologis dan personal di mana prinsip kekeluargaan antar pekerja yang
telah terjalin di lingkungan kerja dapat dijadikan salah satu program dalam
upaya keselamatan dan kesehatan kerja.
Pelatihan didefinisikan sebagai berbagai usaha pengenalan untuk
mengembangkan kinerja tenaga kerja pada pekerjaan yang dipikulnya atau
juga sesuatu yang berkaitan dengan pekerjaannya. Hal ini biasanya berarti
melakukan perubahan perilaku, sikap, keahlian, dan pengetahuan yang
khusus atau spesifik. Pelatihan menjadi efektif jika di dalamnya mencakup
suatu pembelajaraan atas pengalaman-pengalaman, pelatihan harus
menjadi kegiatan keorganisasian yang direncanakan dan dirancang didalam
menanggapi kebutuhan-kebutuhan yang teridentifikasi (Bernardin dan
Russell, 1998).
Ivancevich (2008), mengemukakan sejumlah butir penting yakni pelatihan
(training) adalah sebuah proses sistematis untuk mengubah perilaku kerja
seorang/sekelompok pekerja dalam usaha meningkatkan kinerja organisasi,
dengan keterampilan dan kemampuan yang berorientasi spesifik untuk
berhasil dalam pekerjaannya.
Penelitian Saputra (2012) menyebutkan bahwa pekerja yang
mendapatkan pelatihan K3 mempunyai kecenderungan lebih besar dalam
bertindak/ berperilaku aman saat bekerja, dibandingkan pekerja yang tidak
mendapatkan pelatihan kecenderungan lebih besar untuk berperilaku tidak
aman. Penelitian Helliyanti (2009), Setiarsih dkk., (2017) dan
Syamtiningrum (2017) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara pelatihan K3 dengan tindakan tidak aman (unsafe action).
Artinya semakin baik pelatihan K3 responden maka akan semakin rendah
tindakan tidak aman (unsafe action), begitu juga sebaliknya.
2) Komunikasi
Komunikasi yang terjalin hendaknya dapat tersampaikan sampai
pada tingkat pekerja, karena pekerja seringkali berhadapan dengan bahaya.
Menurut Cheyne (1998) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa perlu
adanya komunikasi yang baik antara pihak manajemen dan pihak pekerja,
komunikasi yang baik antar pihak pekerja dan manajemen, komunikasi
yang baik antara sesama pekerja, serta proses penyampaian indormasi
terbaru pada pekerja.
Menurut George (1998) dalam Heliyanti (2009), safety promotion
atau promosi K2 adalah bentuk komunikasi yang dilakukan untuk
mendorong dan menguatkan kesadaran dan perilaku pekerja tentang K3
sehingga dapat melindungi pekerja, properti, dan lingkungan. Program
promosi K3 menjadi efektif apabila terdapat perubahan sikap dan perilaku
para pekerja. Berdasarkan hasil penelitian Ahmad Jourdy Saputra dalam
penelitian yang berujudul faktor – faktor yang berhubungan dengan
berilaku Keselamatan Pada Pekerja PT. Adhi Karya (Persero) TBK Jakarta
Area Venue Tribun Atas - Bawah Proyek Renovasi SUGBK terdapat
hubungan antara komunikasi dengan perilaku keselamatan kerja.
3) Peraturan
Peraturan merupakan suatu hal yang meningkat dan telah disepakati,
sedangkan prosedur merupakan rangkaian dari suatu tata kerja yang
berurutan, tahap demi tahap serta jelas menunjukkan jalan atau arus (flow)
yang harus ditempuh dari mana pekerjaan dimulai. Tujuan di bentuknya
peraturan dan prosedur keselamatan kerja untuk mengendalikan bahaya
yang ada ditempat kerja, untuk melindungi pekerja dari kemungkinan
terjadi kecelakaan dan untuk mengatur perilaku pekerja, sehingga nantinya
tercipta budaya keselamatan yang baik (Ramli, 2010). Peraturan
merupakan dokumen tertulis yang mendokumentasikan standar, norma,
dan kebijakan untuk perilaku yang di harapkan (Geller, 2001). Menurut
Suma’mur (2009) menyatakan bahwa suatu perusahaan harus memiliki
aturan yang jelas tentang penerapan keselamatan dan kesehatan kerja dan
aturan tersebut harus diketahui oleh setiap karyawan. Peraturan dan
prosedur keselamatan kerja merupakan faktor yang penting pada proyek
konstruksi karena dapat membantu dan memudahkan penerapan program
keselamatan kerja pada proyek konstruksi.
Hasil penelitian dari Imami dkk,. (2014) dalam penelitian yang
berjudul faktor – faktor yang berhubungan dengan perilaku selamat pada
pekerja bagian warehouse dan workshop di PT.X Tahun 2014 diketahui
bahwa terdapat hubungan antara peraturan dengan perilaku selamat.
4) Pengawasan
Menurut Geller (2001) pelaksanaan pengawasan dan safety meeting
datang dari faktor eksternal yaitu pengenalan terhadap cara kerja aman,
pengkomunikasian dan perhatian. pengawasan bertujuan untuk mengetahui
bahaya-bahaya yang mungkin terjadi selama proses konstruksi pada
seluruh lokasi kerja. Menurut Birds dan Germain (1992) dalam Tarwaka
(2014) pengawasan merupakan peran manajerial profesional yang
dilaksanakan oleh semua anggota yang terlibat dalam manajemen, apakah
ia seorang pengawas atau pemimpin utama suatu organisasi. Semua
anggota yang terlibat dalam organisasi harus mampu memberikan
pengawasan terhadap jalannya operasi perusahaan, bila fungsi pengawasan
ini tidak dilaksanakan maka akan timbul penyebab dasar dari suatu insiden
yang dapat mengganggu kegiatan perusahaan.
Berdasarkan ILO (2017) pengawasan tenaga kerja merupakan
kegiatan mempromosikan dan memastikan kepatuhan kepada peraturan
dan prosedur, seperti dalam bidang keselamatan dan kesehatan kerja,
kondisi kerja dan aspek-aspek lain dari hubungan kerja. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Karyani (2005) menunjukan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara peran supervisor (pengawasan).terhadap
perilaku kerja tidak aman. Penelitian Hiday (2013) menunjukan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara pengawasan dengan praktik
perilaku aman pada pekerja, bahwa pekerja yang mendapat pengawasan
cenderung mematuhi peraturan ketika bekerja. Penelitian Nugroho (2017)
menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara pengawasan dengan
behaviour based safety pada pekerja konstruksi.
2.2 Kerangka Teori

Faktor Internal :
1. Sikap
2. Kepercayaan
3. Pengetahuan
4. Perasaan
5. Kepribadian
6. Persepsi
7. Nilai – nilai
Perilaku Keselamatan
Faktor Eksternal :
1. Pelatihan
2. Pengkomunikasian
3. Peraturan
4. pengawasan

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Sumber : Teori Geller (2001). Modifikasi teori Noatmodjo (2003), ILO


(2017), Moorman (1993), Tarwaka, (2014), Koentjaraningrat (1980).
2.3 Penelitian Terkait
Tabel 2.1 Tabel Penelitian Terkait

No. Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel Hasil penelitian


1. Devi Suriani Faktor – Faktor yang Variabel dependen: Berdasarkan hasil
(Program Studi Berhubungan dengan Perilaku aman kesimpulan penelitian dari
Ilmu Kesehatan Perilaku Aman 130 responden pekerja di
Masyarakat, Karyawan di PLTU Variabel independen: PLTU Nagan Raya
Fakultas Nagan Raya 1. Pengetahuan diketahui adanya hubungan
Kesehatan 2. Sikap antara pengetahuan dengan
Masyarakat, 3. Ketersediaan perilaku aman, adanya
Universitas Teuku APD hubungan antara sikap
Umar Meulaboh) dengan perilaku aman,
adanya hubungan antara
ketersediaan APD dengan
perilaku aman
2. Amris Dzulfiqar Faktor – Faktor yang Variabel dependen : Berdasarkan hasil
dan Putri Berhubungan dengan Perilaku Keselamatan kesimpulan penelitian dari
Handayani Perilaku 39 responden pekerja
(Fakultas Ilmu – Keselamatan pada Variabel independent : bengkel di wilayah
Ilmu Kesehatan Pekerja Bengkel Las 1. Pengetahuan Pejompongan diketahui
Universitas Esa di Wilayah 2. Sikap ada hubungan antara
Unggul dan Pejompongan 3. Persepsi pengetahuan, sikap,
Kepala Prodi Kelurahan 4. Ketersediaan tentang keselamatan
Kesehatan Bendungan Hilir APD dengan perilaku
Masyarakat dan Jakarta Pusat Tahun 5. Masa kerja keselamatan. Tidak ada
Staf Pengajar 2016 hubungan antara
Fakultas Ilmu – ketersediaan APD, masa
Ilmu Kesehatan kerja dengan perilaku
Universitas Esa keselamatan
Unggul)
No. Nama Penelitian Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian
3. R. Achmad Faktor – Faktor yang Variabel dependen : Berdasarkan hasil
Zaindy Fara, dkk Berhubungan dengan Safe Behavior kesimpulan penelitian
(Keselamatan dan Safe Behavior Pada terdapat variabel yang
Kesehatan Kerja, Pekerja Rekanan Variabel independent : berhubungan dengan safe
Fakultas Bagian Sipil di Pt. 1. Pengetahuan behavior adalah
Kesehatan Indonesia Power Up terhadap K3 pengetahuan K3,
Masyarakat, Semarang Tahun 2. Awarness awareness terhadap K3,
Universitas 2017 terhadap K3 persepsi terhadap risiko,
Diponegoro 3. Persepsi dan motivasi berperilaku
terhadap K3 aman. Variabel yang tidak
4. Motivasi berhubungan adalah
berperilaku kebutuhan keselamatan
aman dan positive reinforcement.
5. Kebutuhan
keselamatan
6. Positive
Reinforcement
4. Rismayani Hubungan antara Variabel dependen : Berdasarkan hasil
(Program Studi Pengetahuan Safety Behavior peneltian terdapat
Kesehatan Keselamatan Kerja (Perilaku Aman) hubungan tingkat
Masyarakat, dengan Safety pengetahuan keselamatan
Fakultas Ilmu – Behavior (Perilaku Variabel independent : kerja terhadap Safety
Ilmu kesehatan, Aman) pada Perawat 1. pengetahuan Behavior (Perilaku Aman).
Universitas Esa di Puskesmas
Unggul) Kecamatan Grogol
Petamburan Tahun
2016
No. Nama Penelitian Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian
5. Ahmad Jourdy Faktor – Faktor yang Variabel dependen : Berdasarkan hasil
Saputra (Program Berhubungan dengan Perilaku Keselamatan penelitian terdapat
Studi Kesehatan Perilaku hubungan persepsi,
Masyarakat, Keselamatan Pada Variabel independent : peraturan dan kebijakan,
Fakultas Ilmu – Pekerja PT. ADHI 1. Persepsi komunikasi bahaya,
Ilmu kesehatan, KARYA terhadap pengawas K3 terhadap
Universitas Esa (PERSERO) TBK berperilaku perilaku keselamatan
Unggul) Jakarta Area Venue aman
Tribun Atas - Bawah 2. Motivasi
Proyek Renovasi 3. Kepatuhan
SUGBK Tahun 2017 terhadap
peraturan
4. Peraturan dan
kebijakan
5. Komunikasi
bahaya
6. Pengawas K3
7. Ketersediaan
fasilitas K3
8. Pelatihan K3
6. Siti Halimah Faktor – Faktor yang Variabel dependen: Berdasarkan hasil
Mempengaruhi Perilaku Keselamatan penelitian terdapat
Perilaku Aman hubungan antara
Karyawan di PT. pengawasan dan peran
SIM PLANT Variabel independent : rekan kerja
Tambun II Tahun
2010 1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Motivasi
4. Lama Bekerja
5. Pengawasan
6. Peran Rekan
Kerja
No. Nama Penelitian Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian
7. Raih Zenita Faktor – Faktor yang Variabel dependen: Berdasarkan hasil
Imami dan Berhubungan dengan Perilaku Selamat kesimpulan penelitian
Robiana Modjo Perilaku Selamat terdapat variabel yang
pada Pekerja Bagian berhubungan dengan
Warehouse dan Variabel independent : perilaku selamat adalah
Workshop di PT. X peran rekan kerja dan
Tahun 2014 1. Pengetahuan lingkungan. Variabel yang
2. Sikap tidak berhubungan adalah
3. Peraturan pengetahuan, sikap,
4. Peran pengawas peraturan, peran pengawas,
5. Rekan kerja ketersediaan APD.
6. Ketersediaan
APD
7. Lingkungan

Anda mungkin juga menyukai