Anda di halaman 1dari 6

Kisah Okie, Sahabat Sejatiku

Dendy Rafi Al Ghiffary

Namaku Abhie. Aku duduk dikelas 3 SMA. Aku

punya sahabat yang sangat baik, namanya Okie. Dia

teman sebangkuku. Kemana saja kami selalu bersama.

Kami bersahabat sejak kami duduk di bangku SMP.

Persahabatan kami tetap berjalan baik meskipun kami

berbeda kelas. Kami selalu bermain dan belajar bersama.

Hari ini adalah hari Senin, setelah upacara bendera kami

akan mengikuti ujian Matematika. Namun tidak seperti

biasa, sampai upacara bendera selesai, Okie belum

datang. Aku coba menghubunginya melalui pesan whats

app namun belum dibaca. Akhirnya Pak Budi, guru

Matematika kami pun datang. Beliau langsung meminta

kami untuk mengeluarkan selembar kertas dan alat tulis

karena ujian akan segera dimulai. Tanpa diduga, pada

saat ujian sedang berlangsung, Okie baru datang. Pak

Budi marah dan mengusirnya keluar. Tanpa berkata

apapun Okie langsung meninggalkan ruang kelas. Hatiku

tidak tenang dan ingin berteriak ‘’kenapa terlambat sih


padahal tadi pagi sudah aku ingatkan jangan datang

terlambat karena akan ada ujian Matematika’’.

Jam istirahat pun tiba, ujian telah selesai. Aku

langsung berlari keluar kelas untuk mencari Okie. Tepat

di pojok kantin aku menemukannya sedang makan dan

minum. ‘’Okie!” teriakku memanggilnya. Dia pun menoleh

kearahku sambil tersenyum. “Kenapa terlambat? kan tadi

pagi aku sudah ingatkan, supaya jangan datang terlambat

karena kita mau ujian’’. Okie tidak menjawab. Dia diam

saja sambil melanjutkan makan nasi goreng kesukaannya.

Aku terus mengajaknya bicara. “Kamu ada masalah?

Kenapa akhir-akhir ini kamu berubah jadi pendiam dan

hampir setiap hari datang terlambat?’’ Okie pun

menjawab pertanyaanku “tidak apa-apa. Semua baik-baik

saja”. Aku langsung membantahnya “’Aku rasa kamu

bohong, pokoknya kamu harus cerita ada apa sebenarnya,

atau kalau kamu tidak mau cerita, aku tidak akan

menganggap kamu sebagai sahabatku lagi”. Okie tetap

diam dan melanjutkan makan nasi gorengnya yang tinggal

sedikit.
Bel sekolah pun berbunyi lagi, itu tandanya kami

harus segera masuk kembali ke kelas dan melanjutkan

pelajaran berikutnya. Karena Okie tetap diam, aku

bertekad untuk mengikutinya sepulang sekolah nanti

kerumahnya. Aku akan mencari tahu ada apa dengan

Okie.

Akhirnya waktu pulang sekolah pun tiba, aku

berpura-pura pergi ke toilet terlebih dulu. Okie pun

berpamitan kepadaku “aku pulang duluan ya..”. Aku

menjawab dengan semangat “siappp… hati-hati dijalan ya,

ingat ya besok jangan datang terlambat lagi”. Okie pun

tersenyum sambil mengangkat topinya.

Saat kulihat Okie telah keluar dari gerbang

sekolah, aku langsung berlari mengikutinya. Aku sengaja

berjalan dengan sangat pelan, agar dia tidak tahu jika

aku mengikutinya. Akhirnya Okie pun sampai dirumahnya.

Aku melihat dari kejauhan bahwa tidak ada hal yang

aneh, semua berjalan seperti biasa. Namun karena aku

masih penasaran, aku tetap menunggu di warung

kelontong diseberang rumahnya. Setelah 5 menit

menunggu ternyata tidak ada hal yang mencurigakan,


aku pun bermaksud akan pulang. Namun ketika aku akan

bangkit dari tempat duduk, aku mendengar suara

hentakan dari rumah Okie yang cukup keras. Aku kaget

dan berusaha ingin tahu ada apa sebenarnya. Samar-

samar aku mendengar Okie dan Ayahnya sedang

bertengkar dan menghancurkan perabotan. Samar aku

mendengar bahwa ternyata Okie marah pada ayahnya

karena ayahnya menikah lagi dan hendak meninggalkan

Okie dan Ibunya.

Aku terdiam, ternyata selama ini Okie memiliki masalah

dengan ayahnya. Padahal ia selalu menceritakan kepadaku

dan teman-teman bahwa Ia sangat bangga dengan

ayahnya. Bagi Okie, ayahnya adalah sosok yang

bertanggungjawab dan penyayang. Okie selalu bercerita

bahwa ayahnya adalah pahlawan baginya. Namun ternyata

tidak seperti itu kenyataannya. Tiba-tiba aku pun ikut

merasa sedih. Aku menghela napas panjang dan

mengucapkan istighfar. Karena teringat aku belum

menunaikan shalat dzuhur, aku memutuskan untuk

bergegas pulang.
Hari berikutnya, aku kembali bertemu Okie

disekolah, dia masih murung dan tidak ceria seperti

biasanya. Sampai bel pulang sekolah berbunyi pun tidak

ada satu yang keluar dari mulutnya. Tanpa pikir panjang,

langsung ku tepuk bahunya. Okie pun terkejut. Dia

menatapku dengan wajah bingung. Aku pun langsung

berkata ‘’aku tahu kamu sedang ada masalah dengan

ayahmu. Tapi jalan kita masih panjang, ada banyak hal

yang masih perlu kita perjuangkan. Kalau kamu seperti

ini, kasihan Ibumu, beliau sangat menyayangimu.

Semangatlah, bahagiakan ibumu.”’

Okie pun terpaku, dan menepuk bahuku sambil

berkata ‘’aku tahu kamu mengikuti pulang kemarin

hahaha’’. Aku pun balas menepuk bahunya dan kami pun

tertawa bersama.

Sejak itu, Okie selalu rajin masuk sekolah, tidak

pernah terlambat dan nilainya selalu bagus. Termotivasi

dengan sikap Okie, aku pun tidak mau kalah dengan Okie.

Kami selalu belajar bersama dan berlomba-lomba untuk

mendapatkan nilai baik. Dan akhirnya usaha kami pun

berhasil, kami berdua bisa lulus dengan nilai baik dan


diterima di Universitas Indonesia Fakultas Ilmu

Komputer impian kami. Terimakasih Sahabatku, semoga

persahabatan kita sampai tua nanti.

Anda mungkin juga menyukai