Anda di halaman 1dari 12

TREND FASHION K-STYLE

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Media Sosial


Dosen Pengampu : Iin Soraya, S.Sos., MM. M.I.Kom

Disusun Oleh :
Dinar Ayu Selinna (220900066)

UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA


Jl. H. Jampang No.91, Jatimulya, Kec. Tambun Selatan,
Kabupaten Bekasi Jawa Barat 17510
KATA PENGANTAR

Puji syukur ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-
Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan makalah ini. Dalam proses penyusunan makalah ini
penulis menemui beberapa hambatan, namun berkat dukungan materil dari berbagai pihak,
akhirnya dapat menyelesaikan tugas ini dengan cukup baik. Oleh karena itu, melalui kesempatan
ini penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak terkait yang telah membantu
terselesaikannya tugas ini.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, segala
saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan demi perbaikan pada tugas
selanjutnya. Harapan penulis semoga tugas ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi
pembaca lain pada umumnya.

Bekasi, 12 November 2022

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masyarakat diberbagai negara di dunia termasuk di Indonesia telah mengalami


perkembangan sosial dan budaya, di mana kemajuan teknologi dan informasi menjadi hal yang
penting. Kemajuan teknologi dan informasi itu sendiri ditandai dengan semakin luasnya jaringan
televisi, radio, koran, dan internet yang digunakan sebagai media untuk berkomunikasi ataupun
menyebarkan informasi kepada masyarakat diberbagai belahan dunia. Dengan adanya kemajuan
teknologi dan informasi membuat masyarakat dapat saling terbuka dengan informasi yang ada,
serta memudahkan masyarakat untuk mendapatkan informasi dari berbagai dunia melalui
jaringan internet. Jamiah (2010:167) menyimpulkan “globalisasi dilihat sebagai suatu proses
sosial yang membawa seluruh bangsa dan negara semakin terikat satu sama lain, mewujudkan
suatu tatanan kehidupan baru dengan menyingkirkan batas-batas geografi, ekonomi, dan budaya
masyarakat”. Kebudayaan dapat berkembang dengan adanya globalisasi yang dipengaruhi oleh
teknologi.

Masuknya budaya asing menjadi tantangan bagi Indonesia yang dapat melunturkan
budaya masyarakat Indonesia. Pemerintah telah menyadari akan adannya budaya asing di
Indonesia. Tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
pasal 32 (1) yang berbunyi “Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia ditengah
peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan
mengembangkan nilai-nilai budayanya”. Namun cepatnya arus globalisasi membuat budaya
asing telah memasuki Indonesia, salah satunya adalah budaya dari negeri ginseng yaitu Korea
Selatan budaya ini disebut dengan Korean Wave.

Budaya pop yang saat ini melanda berbagai macam negara terutama negara-negara di
Asia adalah budaya pop yang berasal dari Korea Selatan. Korea saat ini membentuk trend baru di
berbagai negara melalui K-Pop (genre musik pop Korea), K-Drama (drama Korea), film dan
video game. Kesuksesan budaya pop Korea ini terbukti dengan muculnya istilah “Hallyu atau
Korean Wave” sebagai ungkapan seberapa besar pengaruh budaya pop yang tersebar. Hallyu
atau Korean Wave yang beberapa tahun terakhir sering menjadi perbincangan di dunia hiburan,
mulai dari negara Korea hingga ke negara lain. Di awali dengan masuknya drama-drama Korea
di Indonesia pada tahun 2000-an dan budaya pop yang dibawakan oleh boyband dan girlband
secara tidak langung menarik minat mayarakat yang umumnya remaja hingga dewasa untuk
mengikuti trend fashion dan juga trend makeup para idola mereka.

Definisi budaya populer yang mana pun akan selalu menjadi bahan perdebatan (Storey
2006 ; Strinati 2005). Pertama, budaya populer akan dipahami sebagai berbagai suara, gambar,
dan pesan yang diproduksi secara massal dan komersial (termasuk film, musik, busana, dan acara
televisi) serta praktik pemaknaan terkait, yang berupaya menjangkau sebanyak mungkin
konsumen, terutama sebagai hiburan. Singkatnya, budaya populer dalam pengertian yang
dijelaskan diatas merupakan proses memasok komoditas satu arah dari atas ke bawah untuk
masyarakat sebagai konsumen. Dalam pengertian kedua, adanya berbagai bentuk praktik
komunikasi lain yang bukan hasil industrialisasi (non-indutrialiazed), relatif, dan beredar dengan
memanfaatkan berbagai forum dan peristiwa seperti acara keramaian publik, parade, dan festival.
Bentuk kedua ini kerap kali, tapi tidak selalu, bertentangan atau menjadi pilihan alternatif bagi
bentuk budaya populer dalam arti pertama; inilah budaya populer dalam pengertian : oleh
masyarakat.

‘Menjadi modern’ dalam konteks selalu menyiratkan pengertian memiliki baik peluang
khusus maupun keterampilan baru menikmati kesenangan sehari-hari dengan mengkonsumsi
komoditas modern, menggunakan teknologi terbaru, dan menjalani gaya hidup yang sedang
menjadi trend (Gerke 2000; Heryanto 1999b; van Leeuwen 2011).

Para penggemar K-Pop membentuk grup imitasi ikon pop Korean idola mereka, dengan
meniru fashion (gaya), mengimitasi cara makeup (cara berdandan), mengimitasi gerakan dance
mereka dan juga mengadopsi gaya bicara serta perilaku idola mereka. Dalam hal ini, ikon K-pop
telah menjadi trendsetter dalam trend fashion dan trend makeup remaja di Indonesia. Barnard
mengungkapkan bahwa fashion bukan hanya apa yang kita kenakan, tetapi fashion juga adalah
apa yang kita lakukan (Malcolm Barnard 1996 : 11).

Selain komunitas dance cover, muncul pula komunitas pecinta kebudayaan Korea yang di
dominasi oleh remaja di Indonesia. Komunitas tersebut kerap melakukan kegiatan berkumpul
(gath) bersama hanya untuk berbagi informasi atau mempelajari segala sesuatu yang bernuansa
kebudayaan Korea. Bersama dengan seluruh anggota komunitasnya, para angota kerap memakai
atau bergaya ala ikon pop Korea idola mereka sesuai fandom (fans kingdom) masing-masing.
Berdasarkan riset tentang penggemar K-Pop di Indonesia pada tahun 2010, jung melaporkan
bahwa “Para penggemar ini bekerja sama menciptakan-ulang teks dan gambar, lalu menyebarkan
isi yang mereka isi mereka ubah itu... Meniru tarian merupakan salah satu bentuk kerja sama
penggemar yang paling umum ditemui di dunia. Istilah ‘cover dance’ biasanya berarti satu versi
dari lagu yang dinyanyikan oleh seorang artis yang berbeda dari penyanyi aslinya. Namun,
dalam kasus kegiatan penggemar, istilah itu mengacu pada satu versi nyanyian atau tarian yang
ditampilkan oleh penggemar... Di Thailand, beberapa kelompok yang mendedikaiskan diri untuk
meniru kelompok idola K-Pop mereka telah mendapatkan popularitas di Youtube dan menjadi
pesohor kecil tersendiri (Jung 2011 : 4.2).

K-Style kerap digunakan dalam fenomena The Korean Wave. Hal in memunculkan
pertanyaan, patokan seseorang atau sebuah perkembangan tentang bergaya ala Korea (K-Style)
dimata dunia? Khususnya Indonesia. Hal apa yang mendasari seseorang untuk mengikuti trend
berbusana (fashion) ala Korea? Penelitian ini diawali dengan hipotesa bahwa adanya fenomena
Idola K-Pop yang menjadi awal cikal bakal seseorang ingin mengikuti trend berbusana (fashion)
ala Korea.

Dengan menyebarnya trend ini, masyarakat terutama anak muda Indonesia mulai meniru
gaya berpakaian ala Korean Style. Korean Style, istilah yang digunakan oleh banyak anak muda
hingga artis yang mendaptasi gaya orang Korea. Gaya berbusana dan musik Indonesia saat ini
memang sedang berkiblat ke sana. Hal ini terlihat jelas dari banyaknya boyband dan girlband
bermunculan dengan gaya busana, tarian, dan musik mirip dengan gaya Korea.

B. Rumusan Masalah

1. Apa hal yang mendasari seseorang untuk mengikuti fashion K-style?

2. Siapa saja yang mengikuti trend K-style?

3. Bagaimana mula munculnya trend K-style di Indonesia?


4. Bagaimana dampak dari adanya trend fashion K-style?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui hal yang mendasari seseorang untuk mengikuti fashion K-style.

2. Untuk mengetahui siapa saja yang mengikuti trend K-style.

3. Untuk mengetahui mula munculnya trend K-style di Indonesia.

4. Untuk mengetahui dampak dari adanya trend fashion K-style.


BAB II

LANDASAN TEORI
A. Media Sosial

1. Definisi Media Sosial

Definisi Media Sosial Van Dijk dalam Nasrullah (2015) menyatakan bahwa media
sosial adalah platform media yang memfokuskan pada eksistensi pengguna yang
memfasilitasi mereka dalam beraktifitas maupun berkolaborasi. Karena itu media social
dapat dilihat sebagai medium (fasilitator) online yang menguatkan hubungan antar
pengguna sekaligus sebuah ikatan sosial. Meike dan Young dalam Nasrullah (2015)
mengartikan kata media sosial sebagai konvergensi antara komunikasi personal dalam arti
saling berbagi diantara individu (to be share one-to-one) dan media publik untuk berbagi
kepada siapa saja tanpa ada kekhususan individu. Menurut Boyd dalam Nasrullah (2015)
media sosial sebagai kumpulan perangkat lunak yang memungkinkan individu maupun
komunitas untuk berkumpul, berbagi, berkomunikasi, dan dalam kasus tertentu saling
berkolaborasi atau bermain. Media sosial memiliki kekuatan pada user-generated content
(UGC) dimana konten dihasilkan oleh pengguna, bukan oleh editor sebagaimana di instansi
media massa. Pada intinya, dengan sosial media dapat dilakukan berbagai aktifitas dua arah
dalam berbagai bentuk pertukaran, kolaborasi, dan saling berkenalan dalam bentuk tulisan,
visual maupun audiovisual. Sosial media diawali dari tiga hal, yaitu Sharing, Collaborating
dan Connecting (Puntoadi, 2011).

2. Karakteristik Media Sosial

Karakteristik media sosial tidak jauh berbeda dengan media siber (cyber)
dikarenakan media sosial merupakan salah satu platform dari media siber. Namun
demikian, menurut Nasrullah (2015) media sosial memiliki karakter khusus, yaitu:

1. Jaringan (Network)

Jaringan adalah infrasturktur yang menghubungkan antara komputer dengan perangkat


keras lainnya. Koneksi ini diperlukan karena komunikasi bisa terjadi jika antar komputer
terhubung, termasuk di dalamnya perpindahan data.

2. Informasi (Informations)

Informasi menjadi entitas penting di media sosial karena pengguna media sosial
mengkreasikan representasi identitasnya, memproduksi konten, dan melakukan interaksi
berdasarkan informasi.

3. Arsip (Archive)
Bagi pengguna media sosial, arsip menjadi sebuah karakter yang menjelaskan bahwa
informasi telah tersimpan dan bias diakses kapanpun dan melalui perangkat apapun.

4. Interaksi (Interactivity)

Media sosial membentuk jaringan antar pengguna yang tidak sekedar memperluas
hubungan pertemanan atau pengikut (follower) semata, tetapi harus dibangun dengan
interaksi antar pengguna tersebut.

5. Simulasi Sosial (simulation of society)

Media sosial memiliki karakter sebagai medium berlangsungnya masyarakat (society) di


dunia virtual. Media sosial memiliki keunikan dan pola yang dalam banyak kasus berbeda
dan tidak dijumpai dalam tatanan masyarakat yang real. 6. Konten oleh pengguna (user-
generated content) Di Media sosial konten sepenuhnya milik dan berdasarkan kontribusi
pengguna atau pemilik akun. UGC merupakan relasi simbiosis dalam budaya media baru
yang memberikan kesempatan dan keleluasaan pengguna untuk berpartisipasi. Hal ini
berbeda dengan media lama (tradisional) dimana khalayaknya sebatas menjadi objek atau
sasaran yang pasif dalam distribusi pesan.

3. Jenis-jenis Media Sosial

Menurut Nasullah (2015) setidaknya ada enam kategori besar untuk melihat pembagian
media sosial, yakni:

1. Media Jejaring Sosial (Social networking)

Media jejaring sosial merupakan medium yang paling popular. Media ini merupakan
sarana yang bias digunakan pengguna unutk melakukan hubungan sosial, termasuk
konsekuensi atau efek dari hubungan sosial tersebut di dunia virtual. Karakter utama dari
situs jejaring sosial adalah setiap pengguna membentuk jaringan pertemanan, baik terhadap
pengguna yang sudah diketahuinya dan kemungkinan saling bertemu di dunia nyata
(offline) maupu membentuk jaringan pertemanan baru. Contoh jejaring sosial yang banyak
digunakan adalah facebook dan LinkedIn.

2. Jurnal online (blog)

Blog merupakan media sosial yang memungkinkan penggunanya untuk mengunggah


aktifitas keseharian, saling mengomentari dan berbagi, baik tautan web lain, informasi dan
sebagainya. Pada awalnya blog merupakan suatu bentuk situs pribadi yang berisi kumpulan
tautan ke situs lain yang dianggap menarik dan diperbarui setiap harinya. Pada
perkembangan selanjutnya, blog banyak jurnal (tulisan keseharian pribadi) pemilik media
dan terdapat kolom komentar yang bisa diisi oleh pengguna. Secara mekanis, jenis media
sosial ini bias dibagi menjadi dua, yaitu kategori personal homepage, yaitu pemilik
menggunakan nama domain sendiri seperti .com atau.net dan yang kedua dengan
menggunakan failitas penyedia halaman weblog gratis, seperti wordpress atau blogspot.

3. Jurnal online sederhana atau microblog (micro-blogging)

Tidak berbeda dengan jurnal online (blog), microblogging merupakan jenis media sosial
yang memfasilitasi pengguna untuk menulis dan memublikasikan aktifitas serta atau
pendapatnya. Contoh microblogging yang paling banyak digunakan adalah Twitter.

4. Media berbagi (media sharing)

Situs berbagi media merupakan jenis media sosial yang memfasilitasi penggunanya untuk
berbagi media, mulai dari dokumen (file), video, audio, gambar, dan sebagainya. Contoh
media ini adalah: Youtube, Flickr, Photo-bucket, atau snapfish.

5. Penanda sosial (social bookmarking)

Penanda sosial merupakan media sosial yang bekerja untuk mengorganisasi, menyimpan,
mengelola, dan mencari informasi atau berita tertentu secara online. Beberapa situs sosial
bookmarking yang popular adalah delicious.com, stumbleUpon.com, Digg.com,
Reddit.com, dan untuk di Indonesia ada LintasMe.

6. Media konten bersama atau wiki

Media sosial ini merupakan situs yang kontennya hasil kolaborasi dari para penggunanya.
Mirip dengan kamus atau ensiklopedi, wiki menghadirkan kepada pengguna pengertian,
sejarah hingga rujukan buku atau tautan tentang satu kata. Dalam prakteknya, penjelasan-
penjelasan tersebut dikerjakan oleh pengunjung, artinya ada kolaborasi atau kerja sama
dari semua pengunjung untuk mengisi konten dalam situs ini.

B. Budaya Populer (Fan Culture)

Penggemar atau fan (fandom) merupakan realitas yang sebelumnya banyak


dijumpai di dunia offline. Acara televisi, film di bioskop, bahkan klub olahraga sampai
grup music bisa menjadi pemicu munculnya sekelompok pemuja. Mereka tidak hanya
mengumpulkan kartu para pemain football, memajang poster penyanyi idola di dinding
kamar, tetapi bahkan seolah-olah menjadi tokoh yang mereka gemari mulai dari gaya
berbicara, cara berjalan, sampai berpakaian.

Budaya penggemar merupakan realitas sosial yang harus didekati sebagai apa yang
disebutnya essential cultural negotiation. Realitas penggemar ini muncul dari adanya
emosi seseorang atau komunitas ketika mengkomsumsi produk, tetapi patut dicatat bahwa
dibalik itu semua ada nilai-nilai yang muncul dari apa atau siapa yang menjadi idola
mereka.
BAB III

PEMBAHASAN
Korea Selatan memang kaya akan budayanya yang unik dan beragam.budaya-budaya korea
tersebut berkembang pesat dan meluas secara global. Fenomena ini dikenal dengan sebutan
“Korean wave” atau Hallyu.Perkembangan teknologi informasi yang masif jadi salah satu faktor
kenapa Korean wave ini begitu cepat mendapatkan atensi publik.
Korean wave identik dengan dunia hiburan seperti musik (K-Pop), drama (K-Drama), dan
variety shows yang dikemas menarik dan turut menampilkan budaya-budaya Korea. Di Indonesia
sendiri, dampak Korean wave tersebut banyak dijumpai terutama di kalangan generasi millennials.
Fenomena Korean Wave pada saat ini yang mendominasi adalah remaja wanita dan pria,
dimana mereka menggandrungi para idola lewat gaya yang ditampilkan para idolanya seperti hal
pakaian yang dikenakan, gaya rambut, make-up, sampai hal pernak-pernik yang dikenakan idol
mereka.
Di Indonesia sendiri, Korean Wave mulai dikenal sejak awal tahun 2000-an dengan
ditandai dengan kehadiran drama-dramanya,Winter Sonata, Endless Love, Full House, Boys
Before Flowers, hingga Descendants of The Sun merupakan beberapa judul Drama legendaris
yang mampu menembus kancah Internasional. Selain dari segi jalan ceritanya yang bagus, drama
Korea memiliki durasi yang lebih singkat dibanding format drama serupa di negara lain.Tak hanya
dramanya saja yang ikut mendunia, melainkan berbagai macam acara Reality Show-nya pun ikut
mendunia, contohnya Running Man, Weekly Idol, dan masih banyak lagi. Bahkan, pada tahun
2014, salah satu K-Drama yang populer dengan judul “You Who Came From The Stars” pernah
dibuat versi sinetron Indonesianya dengan judul “Kau Yang Berasal Dari Bintang.”
Kesuksesan Korean wave membuat semakin mudahnya akses untuk menonton drama-
drama Korea juga membuat Hallyu atau Korean wave berkembang dengan sangat pesat. Dari
mulai aplikasi berbayar, gratis, hingga bisa menonton melalui link-link download yang disediakan
beberapa web.
Maka dari hal itu banyak diantara remaja wanita dan pria yang terdoktrin terkena virus
Korean Wave dimana mereka menggandrungi para idolanya lewat gaya yang ditampilkan para
idolanya seperti hal pakaian yang dikenakan, gaya rambut, make up, sampai hal pernak-pernik
yang dikenakan. Fenomena-fenomena berpenampilan seperti inilah yang memicu timbulnya
perubahan gaya sikap dan perilaku bagi para pecinta K-pop khususnya di Indonesia.Hal Ini
menunjukkan bahwa Korean wave diterima dengan baik oleh masyarakat Indonesia. Merambat
dari K-Pop dan K-drama, budaya Korea pun ikut meluas bahkan diimplementasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Diantaranya makanan, skincare, makeup, hingga fashion style atau K-Style.
Semakin merebaknya Korean Wave di berbagai belahan dunia, selera fashion Korea
Selatan juga cukup menarik peminat. Terbukti dengan banyaknya fans yang mengikuti gaya
berbusana sang Idola saat tampil di atas panggung. Fashion sudah menjadi kebutuhan bagi setiap
orang di dunia, bahkan fashion sekarang sudah disebut sebgaai salah satu cara untuk
berkomunikasi. Apa yang dipakai seseorang merupakan gambaran dari jati diri sendri. Pada
umumnya fashion dapat mencerminkan kepribadian seseorang, dimana dengan gaya berpakaian
seseorang dapat mengekspresikan diri sendiri. Selain sebagai ungkapan diri, fashion yang dipilih
pun disesuaikan dengan tingkat kenyamanan dan dapat menambah kepercayaan diri bagi
pemakainya. Dunia fashion pun mengalami perkembangan yang sangat pesat, terutama fashion
Korea yang telah mempengaruhi model-model pakaian, gaya rambut, sepatu dan make up di
Indonesia.
Kesuksesan dan keberhasilan musik korea (k-pop) ,film korea dan drama Korea di pasar
global memang benar adanya. Banyak kalangan di Indonesia khususnya remaja selalu mengikuti
perkembangan para idola yang disukainya. Perkembangan yang diikuti oleh remaja Indonesia
sangat terlihat dari perubahan fashion yang codong meniru artis-artis Korea. Para remaja sekarang
menjadikan Korean style sebagai salah satu refrensi gaya berpakaian. Pada tahun 2012 fashion ala
Korea mendominasi gaya berpakaian remaja Indonesia.
Fashion Korea memiliki daya tarik tersendiri di kalangan remaja yang menggandrunginya.
Bagi para remaja fashion Korea dianggap memiliki keunikan tersendiri yang berbeda dengan gaya
fashion yang berasal dari negara Barat. Keunikan dari fashion ala Korea adalah sangat identik
dengan warna pakaian yang cerah dan mudah untuk dipadu padankan sangat cocok dengan tubuh
dan warna kulit orang Asia. Selain unik dan lucu pakaian yang berasal dari Korea ini dirasa sangat
cocok ketika dipakai dan sesuai dengan selera berpakaian remaja di Indonesia. Model pakaian di
kalangan remaja yang berkiblat pada pakaian Korea, pakaian yang diminati remaja adalah kemeja
syal dan kemeja sofie. Dengan kemeja syal yang terbuat dari kain rayon dan dipadu syal dengan
corak berbeda, akan terlihat elegan dan cute. Jika dipadukan dengan celana jeans pensil atau hot
pants mini, kaki akan terlihat lebih panjang. fashion Korea pun tidak terlepas dari mengikuti faktor
4 musim yang ada di Korea diantaranya musim dingin, semi, gugur, dan panas.

Demam Korea mengacu pada peningkatan signifikan dalam popularitas budaya Korea
Selatan di seluruh dunia, terutama di kalangan remaja. Hallyu atau Korean wave pada dasarnya
adalah sebuah fenomena demam Korea yang disebarkan oleh budaya populer Korea ke seluruh
dunia melalui media massa dan media seperti internet dan televisi.

Para remaja berusaha untuk berpakaian secara berbeda dan inovatif. Oleh karena itu,
mereka memilih untuk berpakaian ala Korea. Ini adalah mode yang penuh dengan penampilan
berbeda hingga yang paling lucu. Fashion Korea penuh dengan tekstur, lapisan, dan bentuk. Selain
dari hal tersebut para remaja yang telah melihat idola dan aktor Korea favorit mereka
menggunakan salah satu brand fashion membuat mereka para remaja juga ingin mencoba tren
fashion Korea ini.

Oleh karena itu, budaya fashion Korea saat ini banyak mengalami perubahan dari budaya
Indonesia. Tentunya melihat semakin meluasnya pengaruh Korean Wave di Indonesia, khususnya
di bidang fashion style menjadikan perilaku meniru dan konsumtif lebih tinggi. Alasan yang sering
dikeluarkan adalah keinginan untuk memiliki rasa loyalitas dan keinginan diakui. Menurut Thorne
dan Burner hal tersebut merupakan karakteristik utama dari kegiatan fanatisme yang apabila tidak
dikontrol akan menimbulkan masalah sebagai contoh addiction atau ketergantungan (Putri et al.,
2019). Menurut Azmi (2019), Dampak yang akan ditimbulkan kemudian adalah lunturnya
kebudayaan Indonesia, demam korea yang melanda Indonesia semakin mengkhawatirkan, hampir
setiap sisi kehidupan masyarakat ada unsur korea maupun Korean Wave tentunya adanya pengaruh
tersebut jangan sampai menggeser nilai kebudayaan Indonesia. Namun, dari segi dampak
positifnya adalah masyarakat akan dituntut lebih kreatif dan lebih terbuka terhadap budaya yang
sedang berkembang.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Budaya Korea yang hadir di Indonesia mengubah banyak perilaku masyarakat khususnya
penggemar budaya Korea. Fenomena ini disebut Korean Wave. Dalam berbagai bidang salah
satunya fashion style, Korean Wave mempengaruhi gaya berpakaian dan berbusana masyarakat
Indonesia. Banyak fashion style bermunculan yang berkiblat kepada fashion di negara Korea
Selatan. Mulai dari pakaian, sepatu, bahkan make-up, kini sudah dipengaruhi oleh sentuhan ala
Korea. Banyak artikel fashion bermunculan membahas tentang tips cara berpakaian seperti orang
Korea. Hal ini dapat menjadi pisau bermata dua, dimana disisi positifnya pengaruh Korean Wave
dalam gaya berpakaian di Indonesia dapat memacu kreativitas penggunanya, namun di sisi lain hal
ini dapat melunturkan budaya berpakaian bangsa Indonesia yang sudah dilakukan turun-temurun.
Maka dari itu, haruslah kita bijak dalam memakai gaya busana yang sopan dan pantas, tidak
menentang norma-norma berpakaian di Indonesia, namun tidak membatasi kreativitas yang kita
miliki.

Anda mungkin juga menyukai