Anda di halaman 1dari 28

FOCUS GROUP DISCUSSION

“HOOKWORM DISEASE”

Disusun oleh : Kelompok 5

1. Eko Arya Setyawan 18710137


2. Arafatur Rahman 18710178
3. Lysdiana Tri Kurniawati 21710010
4. Adnan Jourdan 21710024
5. Raras Luhtitisari Wiharto 21710038
6. Miza Atika Maharani 21710069
7. Fatmawati 21710070
8. I Gusti Agung Putri Maharani 21710096
9. I Putu Satria Astawan 21710107

PEMBIMBING : Dr. Sukma Sahadewa, dr., M.Kes

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

2021
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan Puji Syukur atas Kehadirat TuhanYang Maha Esa karena atas
Rahmat dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan ini dengan judul “Hookworm
Disease” dengan tujuan untuk memenuhi Tugas Focus Group Discusion kepaniteraan klinik
Ilmu Kesehataan Masyarakat (IKM).
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas ini masih jauh dari kategori sempurna,
oleh karena itu penulis dengan hati dan tangan terbuka mengharapkan saran dan kritik yang
membangun demi kesempurnaan tugas yang akan datang.
Selanjutnya dalam kesempatan ini penulis tidak lupa untuk menyampaikan ucapan
terima kasih yang sedalam–dalamnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan
secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan tugas ini. Semoga laporan ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.

Surabaya, 31 Agustus 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman Judul
Kata Pengantar ........................................................................................................... i
Daftar Isi .................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 2
C. Tujuan ................................................................................................... 2
D. Manfaat .......................................................................................................... 2

BAB II ANALISIS DAN PEMBAHASAN........................................................... 3


A. Identifikasi Masalah dan Faktor Resiko ............................................... 5
B. Fish Bone .............................................................................................. 7
C. Analisis dan Pembahasan ..................................................................... 8
D. Five Level of Prevention ...................................................................... 12
BAB III PENYUSUNAN PROGRAM ................................................................... 13
A. Upaya/ kegiatan Pencegahan ................................................................ 13
B. Upaya/ Kegiatan Pengendalian Pasien dan Kontak.............................. 16
C. Upaya/Kegiatan Perbaikan Lingkungan ............................................... 17
BAB IV PENYUSUNAN KEGIATAN PRIORITAS............................................. 18
A. Tabel Scoring Untuk Menentukan Urutan Prioritas Kegiatan ............. 18
B. Tabel Planning of Action (POA) .......................................................... 18
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 19
A. Kesimpulan........................................................................................... 19
B. Saran ..................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nematoda merupakan salah satu jenis cacing parasit yang paling sering ditemukan
pada tubuh manusia. Nematoda yang hidup dalam usus manusia disebut dengan nematoda
usus. Cacing nematoda usus bersifat kosmopolit terutama ditemukan pada daerah yang
lembab yaitu di negara yang beriklim tropis dan subtropis, dimana telur dan larva cacing lebih
dapat berkembang (Bethony et al., 2006).

Asia Tenggara merupakan salah satu wilayah yang memiliki prevalensi tinggi infeksi
cacing di dunia (WHO,2011). Di Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah
kesehatan, salah satu diantaranya ialah Penyakit kecacingan. Infeksi kecacingan ini dapat
mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan dan produktivitas penderita
sehingga secara ekonomi banyak menyebabkan kerugian, karena adanya kehilangan
karbohidrat dan protein serta kehilangan darah yang pada akhirnya dapat menurunkan
kualitas sumber daya manusia. (Azriful & Rahmawan, 2014:13)

Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus yang ditularkan melalui tanah
atau sering disebut Soil transmitted helminthes (STH). STH merupakan nematode usus yang
didalam siklus hidupnya membutuhkan tanah untuk proses pematangan. Spesies STH yang
paling sering ditemukan yaitu cacing gelang (Ascaris lumricoides), cacing cambuk (Trichuris
trichiura), dan cacing tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale). (World
Health Organization, 2017)

Infeksi Soil Transmitted Helminth (STH) memberikan dampak yang cukup luas.
Infeksi STH dapat memperburuk status nutrisi dan mengganggu proses kognitif sehingga
dapat menurunkan produktifitas penderita dan menurunkan sumber daya manusia (WHO,
2010 ; Depkes RI, 2006).

Faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap kejadian STH antara lain : factor social
ekonomi, status gizi, penataan kesehatan lingkungan, higenitas, sanitasi serta pedidikan dan
perilaku individu. Pada suatu penelitian di Ethiopia social ekonomi yang rendah dan sanitasi
yang jelek merupakan penyebab utama infeksi cacing usus. Faktor sanitasi yang berperan
tinggi terhadap infeksi cacing contohnya adalah rendahnya tingkat sanitasi pribadi (prilaku

3
hidup bersih sehat) seperti kebiasaan cuci tangan sebelum makan dan setelah buang air besar
(BAB), kebersihan kuku, perilaku jajan di sembarang tempat yang kebersihannya tidak dapat
dikontrol, perilaku BAB tidak di WC yang menyebabkan pencemaran tanah dan lingkungan
oleh feses yang mengandung telur cacing serta ketersediaan sumber air bersih (Dewi &
Laksmi, 2017:2).

Sedangkan penularannya dapat melalui beberapa cara antara lain melalui perantara
vector, larva menembus kulit dan memakan telur infektif melalui perantara jari-jari tangan
yang terpapar telur cacing khususnya Nematoda usus (Resnhaleksmana, 2014).

Tingkat pengetahuan merupakan salah satu indikator yang mempengaruhi angka


kejadian cacingan (Sastroasmoro & Ismael, 2002). Pada penelitian yang ditulis oleh
Gandahusada et al., 2006 juga menyebutkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
tingkat pengetahuan dan perilaku ibu dan anak di Kelurahan Pisangan Baru Jakarta Timur
terhadap pencegahan penyakit cacingan. Sehingga dibutuhkan intervensi yang salah satunya
berupa penyuluhan kepada anak sekoilah dasar sehingga dapat menurunkan angak kejadian
cacingan (Quihui, 2006).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana metode pengendalian tingginya kejadian infeksi cacing tambang di SDN


Rejoso ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengendalikan tingginya kejadian infeksi cacing tambang di SDN Rejoso.
2. Tujuan khusus
A. Mengetahui faktor resiko tingginya kejadian infeksi cacing tambang di SDN
Rejoso.

B. Mengetahui dampak tingginya kejadian infeksi cacing tambang di SDN Rejoso.


C. Mengetahui pemecahan masalah tingginya kejadian infeksi cacing tambang di
SDN Rejoso.

4
D. Manfaat

1. Bagi tenaga kesehatan: dapat menanggulangi dan menekan tingginya kejadian infeksi
cacing tambang di SDN Rejoso.
2. Bagi masyarakat: masyarakat dapat melakukan upaya penanggulangan dan pencegahan
tingginya kejadian infeksi cacing tambang di daerah SDN Rejoso

5
BAB II
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Identifikasi Masalah dan Faktor Resiko


1. Skenario

HOOKWORM DISEASE
Desa Rejoso adalah salah satu desa di Kecamatan Karang Kabupaten Damai. Di
desa tersebut terdapat Sekolah Dasar (SDN) dengan 173 siswa. Data tahun kemarin
menunjukkan bahwa kejadian infeksi cacing tambang pada siswa SDN Rejoso 20,5%.
Perilaku buang air besar di sekitar rumah 44,2% perilaku anak-anak yang biasa bermain
dengan tanah sebesar 54,2%.
Kota Damai khususnya kecamatan karang memiliki wilayah perkebunan seluas 5.000
hektar, berupa tanah kering yang merupakan tanah yang sesuai dengan perkembangan
cacing tambang. Kepala Keluarga (KK) umumnya (65%) berpendidikan sekolah
menengah pertama dan dasar, dengan pekerjaan umumnya (67%) tani atau buruh tani.
Penghasilan orang tua siswa sebagian besar (66%) masih di bawah upah minimun kota
(UMK), 83% rumah mereka memilih lahan pekarangan atau lahan pertanian. Dalam
kegiatan pekerjaan mereka KK umumnya (76%) tidak menggunakan alas kaki.

Bagaimana cara penanggulangan penyakit yang terdapat di desa tersebut?

6
2. Inventarisasi Masalah
Dari skenario di atas dapat diperoleh masalah sebagai berikut :
1. Kejadian infeksi cacing tambang pada siswa SDN Rejoso sebesar 20,5%
2. Perilaku buang air besar di sekitar rumah 44,2%
3. Perilaku anak-anak yang biasa bermain dengan tanah 54,2%
4. Kecamatan Karang memiliki wilayah perkebunan seluas 5.000 hektar berupa tanah
kering yang sesuai dengan perkembangan cacing tambang
5. Sebagian besar KK (65%) masih berpendidikan rendah setingkat SMP, dan SD
6. Sebagian besar pekerjaan masyarakat (67%) adalah buruh tani
7. Sebagian besar penghasilan dari orang tua siswa (66%) masih dibawah UMK
8. 83% dari rumah masyarakat memiliki lahan pekarangan atau lahan pertanian
9. Dalam bekerja, mereka (KK) umumnya tidak menggunakan alas kaki sebesar 76%

3. Tabel Scoring Masalah

PARAMETER A B C D E F G H
1. Prevalence 36 27 25 25 22 21 28 20
2. Severity 34 27 36 26 22 21 29 20

3. Rate % increase 30 26 34 27 22 23 29 21

4. Degree of
26 28 25 28 21 22 28 20
unmeet need

5. Social benefit 27 27 25 29 20 24 28 22
6. Public concern 28 26 26 25 23 25 26 21
7. Technical
34 25 26 23 20 21 25 23
feasibility study

8. Resources
36 25 27 22 21 23 25 20
availability

JUMLAH 251 211 199 205 171 180 218 167


Rata-Rata 31,37 26,37 24,87 25,62 21,37 22,5 27,25 20,87

4
A : Kejadian infeksi cacing tambang pada siswa SDN Rejoso
B : Perilaku buang air besar di sekitar rumah
C : Perilaku anak-anak yang biasa bermain dengan tanah
D : Kecamatan Karang memiliki wilayah perkebunan seluas 5.000 hektar berupa tanah
kering yang sesuai dengan perkembangan cacing tambang
E : Sebagian besar KK masih berpendidikan rendah
F : Sebagian besar pekerjaan masyarakat adalah buruh tani
G : 83% rumah masyarakat memiliki lahan pekarangan atau lahan pertanian
H : Dalam kegiatan pekerjaan mereka KK umumnya tidak menggunakan alas kakI

4. Analisis masalah
Berdasarkan tabel scoring masalah, kejadian infeksi cacing tambang pada siswa
SDN Rejoso yang cukup tinggi menjadi masalah utama kami. Infeksi cacing tambang
sesuai namanya merupakan penyakit dimana terjadi proses infeksi yang diakibatkan oleh
cacing tambang yang termasuk dalam kelompok Soil Transmitted Helminths secara umum
(Loukas A. et al, 2016). Cacing tambang yang cukup sering menjadi penyebab infeksi
cacing tambang diantaranya Necator americanus, dan Ancylostoma duodenale (Loukas. A,
dkk,. 2016). Penyakit kecacingan secara umum di Indonesia masih bisa dikatakan cukup
tinggi, pada tahun 2012 tercatat sebesar 22,6% (Ryan, Anugrah, dan Dian Puspita., 2019).
Hal ini cukup menyita perhatian apabila melihat target angka kecacingan di Indonesia
menurut KEMENKES yang sebesar <10% tiap kabupaten / kota (Kemenkes RI, 2012).
Dominasi pekerjaan sebagai buruh tani di Desa Rejoso, Kecamatan Karang, Kabupaten
Damai secara tidak langsung berimplikasi pada kondisi perekonomian dari masyarakat
Desa Rejoso. Karena alasan rata – rata tingkat pendidikan masyarakat di Desa tersebut juga
tergolong rendah, pendapatan yang rendah secara tidak langsung akan memaksa para
kepala keluarga di lingkungan desa Rejoso untuk mengutamakan keperluan primer terlebih
dahulu daripada kebutuhan yang sifatnya tidak mendesak seperti pendidikan, misalnya
kebutuhan makan, rumah, dan pakaian. Hal ini akan mempengaruhi tingkat pengetahuan
masyarakat Desa Rejoso terhadap masalah kesehatan seperti penyakit kecacingan yang
disebabkan oleh cacing tambang. Dengan asumsi tingkat pendidikan yang rendah,
masyarakat akan sulit untuk mengetahui informasi kesehatan tentang penyakit kecacingan

5
khususnya infeksi cacing tambang, sehingga langkah preventif sangat sulit dilakukan.
Pekerjaan yang dominan sebagai buruh tani juga mengharuskan masyarakat berkutat di
tanah persawahan yang merupakan reservoir dari cacing. Kaki yang terekspos secara bebas
merupakan port de entry bagi cacing sehingga bisa menginfeksi tubuh manusia (Loukas.
A, dkk,. 2016) sehingga diperlukan penggunaan alat pelindung diri (APD) seperti sepatu
boot untuk mencegah masuknya cacing secara percutaneous yang tidak dilakukan oleh
masyarakat Desa Rejoso dalam kegiatan sehari – hari sebagai petani.
Status ekonomi di daerah desa Rejoso yang tergolong rendah dapat dilihat dari
pendapatan masyarakat sebagian besar yang masih banyak dibawah Upah Minimum Kota
(UMK). Hal tersebut dapat menjadi salah satu faktor penyebab masyarakat masih buang
air besar di sekitar rumah. rendahnya tingkat perekonomian masyarakat menyebabkan
sulitnya pemenuhan kebutuhan, masyarakat tidak mampu membangun tempat MCK
sehingga buang air besar masih dilakukan di sekitar rumah. Pola kebiasaan ini juga
merupakan salah satu pencetus terjadinya infeksi oleh cacing tambang. Telur cacing
tambang dapat hidup di tanah yang terkontaminasi feses, dalam 1-2 hari telur tersebut akan
menetas dan melepaskan larva yang akan tumbuh menjadi filariform dalam waktu 5-10
hari, dan bisa menempel di kulit manusia (Loukas. A, dkk,. 2016). Status ekonomi yang
rendah ini juga menyulitkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan selain kebutuhan
primer seperti pembelian APD untuk mengantisipasi infeksi cacing khususnya infeksi
cacing tambang.

6
Status ekonomi
MASUKAN rendah
Status ekonomi
rendah

Masyarakat tidak mampu BAB sembarangan


membangun MCK yang layak disekitar lingkungan
Tingkat pendidikan
rendah

FASILITAS
Kurangnya pemahaman
Kurangnya pengetahuan
tentang pentingnya Tidak mampu beli Pendapatan rata -
tentang penyakit kecacingan Status ekonomi
memakai alas kaki saat alat pelindung diri rata dibawah
bekerja untuk bekerja UMK rendah

DANA
TENAGA

KEJADIAN
INFEKSI CACING
TAMBANG YANG
Pengaruh social TINGGI
budaya
METODE KEBIJAKAN

Kurangnya edukasi Banyak anak


Kurangnya pemanfaatan Status ekonomi
mengenai penyakit masih bermain
lahan pertanian rendah
kecacingan tanah
ORGANISA
MANAJE SI
MEN PERAN
MASYARA
Kurangnya peran LINGKUNGAN KAT
organisasi atau kader
Kurangnya edukasi penggerak masyarakat Kurang
mengenai penyakit PROSES pemahaman akan
Pendidikan
kecacingan BAB disembarang
rendah
Kurangnya SDM yang baik tempat
B. Analisis dan Pembahasan
1) MASUKAN
a) TENAGA
Apabila ditinjau dari segi manusianya, kejadian infeksi cacing tambang
pada siswa SDN Rejoso cukup tinggi karena disebabkan perekonomian desa
tersebut kurang, hal tersebut dapat dilihat dari lapangan pekerjaan yang kurang,
dimana dalam kasus tersebut sebagian besar masyarakatnya bermata
pencaharian sebagai buruh tani. Perekonomian yang kurang akan menyebabkan
tidak maksimalnya kemampuan para orang tua untuk membiayai seluruh
keperluan pendidikan anaknya. Sehingga rendahnya pendidikan tersebut
berdampak terhadap wawasan serta pengetahuan dari masyarakat setempat
misalnya di bidang kesehatan yang berkaitan dengan kasus infeksi cacing
tambang pada siswa SDN Rejoso. Kurangnya pengetahuan masyarakat
mengenai bagaimana itu infeksi cacing tambang, penyebab serta gejala daric
acing tambang sehingga mereka tidak bisa melakukan pencegahan. Rendahnya
tingkat pendidikan juga mengakibatkan kurangnya pengetahuan mengenai
pentingnya menggunakan alat pelindung diri, dalam kasus ini yaitu alas kaki
saat bekerja. Menggunakan alas kaki dapat menjadi salah satu cara pencegahan
agar terhindar dari infeksi cacing tambang. Jadi solusi pertama adalah dengan
melakukan kegiatan penyuluhan kepada masyarakat serta siswa mengenai
penyebab, gejala, pencegahan, ataupun penanggulangan dari infeksi cacing
tambang. Solusi kedua yaitu mengadakan pemeriksaan dan memberi
pengobatan orang-orang yang terinfeksi.

b) FASILITAS
Apabila ditinjau dari segi fasilitas, kejadian infeksi cacing tambang pada
siswa SDN Rejoso cukup tinggi bisa disebabkan karena masyarakat BAB
disekitar rumah, hal itubisa terjadi karena kurangnya fasilitas yang layak yang
memadai di desa tersebut. Fasilitas yang tidak memadai di desa tersebut bisa
terjadi karena tingkat ekonomi yang rendah sehingga tidak mampu untuk
membangun MCK atau jamban bersama. Perilaku tersebut dapat menjadi salah
satu faktor pencetus terjadinya infeksi oleh cacing tambang. Telur cacing
tambang dapat hidup di tanah yang terkontaminasi feses, dalam 1-2 hari telur
tersebut akan menetas dan melepaskan larva yang akan tumbuh menjadi

8
filariform dalam waktu 5-10 hari, dan bisa menempel di kulit manusia. Jadi
solusi dari masalah di atas adalah dengan membangun tempat MCK di desa
tersebut sehingga masyarakat dapat memanfaatkannya sebagai fasilitas
bersama, harapannya dengan dibangun tempat MCK dapat menurunkan
perilaku buang air besar di sekitar rumah.

c) DANA
Apabila ditinjau dari segi dana, kejadian infeksi cacing tambang pada
siswa SDN Rejoso cukup tinggi, bisa disebabkan oleh kurangnya pendapatan
dari masyarakat itu sendiri, yang masih dibawah Upah Minimum Kota (UMK).
Tingkat pendapatan atau sumber dana yang rendah ini menjadi salah satu faktor
yang sangat berpengaruh dalam usaha pemenuhan kebutuhan. Banyak
masyarakat yang bekerja tidak menggunakan alas kaki, salah satu penyebabnya
apabila ditinjau dari segi dana disebabkan karena ketidakmampuan masyarakat
untuk membeli alat pelindung diri yang seharusnya digunakan saat bekerja,
termasuk salah satunya adalah alas kaki. Cacing tambang dapat menginfeksi
seseorang apabila mereka bersentuhan langsung dengan tanah yang menjadi
tempat hidup larva cacing tambang. Jadi solusi untuk meningkatkan
perkembangan ekonomi masyarakat dapat dilakukan melalui program loka
karya untuk menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat setempat dengan
harapan dapat memperbaiki tingkat perekonomian masyarakat setempat.

2) PROSES
a) METODE
Apabila ditinjau dari segi metode, kejadian infeksi cacing tambang pada
siswa SDN Rejoso cukup tinggi, bisa disebabkan karena kurangnya edukasi
dan pencegahan mengenai infeksi cacing tambang dari pihak puskesmas. Peran
dari petugas kesehatan sangat diperlukan dalam memberikan pengetahuan
seputar kesehatan. Tanpa adanya sosialisasi dari petugas kesehatan
menyebabkan minimnya pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan
termasuk tentang infeksi cacing tambang. Peran dari petugas kesehatan sangat
berpengaruh dalam ilmu pengetahuan bagi masyarakat khususnya dibidang
kesehatan. Jadi solusinya adalah petugas kesehatan harus terjun ke daerah
tersebut untuk lebih sering memberikan edukasi kepada

9
masyarakat setempat yang dapat berupa sosialisasi mengenai penyebab, gejala,
penanggulangan serta pencegahan dari infeksi cacing tambang.

b) MANAJEMEN
Apabila ditinjau dari segi manajemen, kejadian infeksi cacing tambang
pada siswa SDN Rejoso cukup tinggi, bisa disebabkan karena pengelolaan
lahan perkebunan yang kurang baik sehingga berdampak terhadap kondisi
lahan yang tidak terkelola dan menjadi lahan dengan tanah kering. Kota Damai
khususnya Kecamatan Karang memiliki wilayah perkebunan seluas 5.000
hektar, berupa tanah kering yang merupakan tanah yang sesuai dengan 11
perkembangan cacing tambang. Maka hal tersebut menyebabkan populasi
cacing tambang meningkat yang dapat menjadikan peluang cacing tambang
untuk menginfeksi semakin meningkat. Jadi solusi untuk hal tersebut yaitu
dengan mulai melakukan manajemen pengelolaan lahan yang tepat misalnya
dengan memanfaatkan lahan misalnya dengan melakukan penanaman pohon
secara gotong-royong.

3) LINGKUNGAN
a) KEBIJAKAN
Apabila ditinjau dari segi kebijakan, kejadian infeksi cacing tambang pada
siswa SDN Rejoso cukup tinggi, bisa disebabkan karena kurangnya peran
pemerintah untuk mengatur kebijakan dalam hal pengelolaan lahan
perkebunan yang menyebabnya lahan perkebunan hanya sebatas tanah kering
saja tanpa pemanfaatan yang tepat. Kurangnya perhatian di bidang lingkungan
dapat menjadi salah satu faktor penyebabnya. Diperlukan sebuah program
untuk melakukan pengelolaan lahan dengan tepat yang melibatkan masyarakat
di dalamnya. Solusi yang bisa dipertimbangkan adalah pembuatan program
oleh pemerintah dengan aturan penanaman pohon secara bergilir sehingga
lahan tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik.

b) ORGANISASI
Apabila ditinjau dari segi organisasi, kejadian infeksi cacing tambang pada
siswa SDN Rejoso cukup tinggi, bisa disebabkan karena kurangnya peran
organisasi dari petugas kesehatan sebagai penggerak masyarakat dalam hal

10
sosialisasi dan penyuluhan. Karena petugas kesehatan sangat penting guna
meningkatnya pengetahuan masyarakat khususnya mengenai penyakit cacing
tambang. Dengan pengetahuan masyarakat mengenai cacing tambang yang
baik akan dapat mencegah kejadian ini meningkat. Organisasi semacam itu
diperlukan untuk membantu tugas dari puskesmas dalam memberikan
informasi seputar kesehatan untuk masyarakat, selain itu dengan adanya kader-
kader tersebut maka untuk mengajak masyarakat terlibat dalam setiap kegiatan
ataupun program yang dicanangkan baik itu dari pihak puskesmas maupun dari
dinas kesehatan akan lebih mudah untuk dilakukan. Jadi solusinya adalah
dengan mencari calon kader-kader kesehatan yang selanjutnya diberikan
pembekalan mengenai tugas-tugas mereka dalam membantu puskesmas
dengan membentuk sebuah organisasi kesehatan masyarakat yang bertujuan
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di daerah tersebut.

c) PERAN MASYARAKAT
Apabila ditinjau dari segi peran masyarakat, kejadian infeksi cacing
tambang pada siswa SDN Rejoso cukup tinggi, bisa disebabkan karena
pengaruh sosial budaya masyarakat contohnya membiarkan anak-anak mereka
bermain dengan tanah, mereka menganggap bahwa hal tersebut biasa
dilakukan. Padahal bermain-main dengan tanah termasuk salah satu resiko
infeksi cacing tambang terlebih apabila area bermain mereka berada di sekitar
tempat buang air besar yang kurang layak. Resiko semakin meningkat apabila
mereka bermain tanpa menggunakan alas kaki. Kedua hal diatas tak lepas
kaitannya dengan tingkat pendidikan masyarakat di daerah tersebut yang masih
tergolong rendah. Faktor ekonomi menjadi salah satu pencetusnya, dimana
tingkat perekonomian masyarakat di daerah tersebut yang masih rendah
dikarenakan kurangnya lapangan pekerjaan dan sebagian besar pendapatan
dari masyarakat masih dibawah UMK. Jadi solusi dari masalah tersebut adalah
dengan memberikan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai
dampak dari perilaku bermain dengan tanah serta perilaku buang air besar di
sekitar rumah serta kaitannya dengan infeksi cacing tambang.

11
C. Five Level Prevention
1. Primary Prevention
a. Health promotion :
Penyuluhan tentang Infeksi Cacing tambang
b. Spesific protection :
Membangun fasilitas jamban atau MCK
Menggunakan APD
2. Secondary prevention
a. Early diagnose and prompt treatment
Melakukan pemeriksaan terhadap masyarakat yang mengeluhkan gejala yang
menunjukkan infeksi cacing tambang
b. Disability limitation
Memberikan pengobatan anti cacing dan suplemen zat besi yang akan
menangani anemia akibat cacing.
3. Tertiary prevention
a. Rehabilitation
Menjaga kebersihan tanah maupun lingkungan sekitar.

12
BAB III
PENYUSUNAN PROGRAM

A. Upaya/Kegiatan pencegahan
1. Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat di sekitar Desa Rejoso
tentang bahaya risiko penyakit yang disebabkan akibat terinfeksi cacing
tambang.
2. Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat di sekitar Desa Rejoso
mengenai pentingnya menjaga kebersihan dan kesehatan diri serta keluarga
dengan tidak buang air besar sembarangan karena mampu menumbuhkan bibit
infeksi cacing tambang yang mengancam kesehatan keluarga dan masyarakat
sekitar.
3. Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat di sekitar Desa Rejoso
terutama pada orang tua supaya memperingatkan anaknya untuk tidak bermain
dengan tanah yang saat ini sebagian sudah terinfeksi cacing tambang pada
daerah tersebut.
4. Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat di sekitar Desa Rejoso
mengenai sangat pentingnya penggunaan alas kaki pada saat bepergian dan
bekerja sebagai pencegahaan terhadap infeksi cacing tambang.
5. Memberika informasi dan edukasi kepada siswa SDN Rejoso mengenai
pentingnya menjaga kesehatan diri dalam keseharian juga senantiasa
mengajarkan agar mencuci tangan sebelum makan/memegang makanan,
maupun setelah buang air besar.

Adapun bentuk program yang kami akan realisasikan untuk menangani


kejadian infeksi cacing tambang di Desa Rejoso dalam upaya/kegiatan
pencegahan, yaitu:

a. Gerakan Bebas Cacing Tambang


Gerakan Bebas Cacing Tambang ini lebih mencakup mengenai edukasi
guna meningkatkan pengetahuan dan pemahaman bagi masyarakat di sekitar
Desa Rejoso mengenai bahaya infeksi cacing tambang yang sedang mewabah
di desa mereka. Program ini di lakukan dengan pendekatan langsung dengan
menjelaskan pentingnya kesehatan keluarga sejak dini. Di mana sesuai dengan

13
data yang didapat, rendahnya wawasan serta pengetahuan dari masyarakat
setempat di bidang kesehatan juga menjadi faktor yang sangat mempengaruhi
terjadinya kejadian ini. Masyarakat mungkin tidak begitu mengetahui
mengenai risiko apabila terinfeksi cacing tambang, penyebabnya infeksinya,
cara penularan, serta bagaimana gejala dari infeksi cacing tambang sehingga
mereka kurang mengetahui cara pencegahannya. Oleh karena itu, program
sosialisasi ini kami rancang untuk menambah wawasan mereka dalam
kesehatan keluarganya dengan baik. Di sini juga diperlukan turut serta peran
anggota keluarga agar tidak membiasakan diri untuk buang air besar
sembarangan. Orang tua berperan sangat penting dalam membimbing anaknya
untuk memilih tempat bermain yang bersih. Selain itu diperlukan juga peran
lembaga pendidikan di sekolah untuk selalu mengingatkan siswa SDN Rejoso
dalam menjalankan hidup sehat di setiap kesehariannya, seperti mencuci
tangan sebelum makan/memegang makanan, maupun setelah buang air besar.
Serta mengedukasi masyarakat agar segala aktivitasnya yang langsung
berkontak dengan tanah untuk tetap senantiasa menggunakan pelindung
kaki/alas kaki sebagai pencegahan utama terhadap kejadian infeksi cacing
tambang di Desa Rejoso ini. Nantinya setelah program Gerakan Bebas Cacing
Tambang ini akan dilaksanakan cek kesehatan gratis serta pembagian vitamin
C, vitamin B complex, juga suplemen tambah darah dan obat cacing untuk
masyarakat yang datang.

B. Upaya/ Kegiatan pengendalian pasien dan kontak


1. Mengadakan pelayanan kesehatan berkala untuk masyarakat dengan
senantiasa melakukan cek kesehatan secara aktif setiap bulannya di Puskesmas
Desa Rejoso.
2. Juga menyediakan pelayanan obat cacing dan vitamin sebagai suplemen
pertahanan tubuh secara berkala bagi masyarakat Desa Rejoso.

Adapun bentuk program yang kami akan realisasikan untuk menangani


kejadian infeksi cacing tambang di Desa Rejoso dalam Upaya/ Kegiatan
pengendalian pasien dan kontak, yaitu:
a. Gerakan Peduli Kampung
Dalam program ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat

14
yang kemudian berdampak pada keterlibatan mereka secara aktif dalam
program-program penurunan infeksi cacing tambang di sekitar Desa Rejoso.
Dengan lingkungan sehat, perilaku sehat, serta pelayanan kesehatan yang
bermutu bagi masyarakat tentunya program Gerakan Peduli Kampung dapat
terlaksana dengan baik. Di sini diperlukan pihak puskesmas mulai dari kader-
kader serta petugas kesehatan setempat dalam mendukung program ini.
Program ini menekankan dalam pelayanan yang bermutu sebagai pencegahan
lini utama terhadap infeksi cacing tambang di daerah tersebut. Di sini
masyarakat dapat melakukan kontrol kesehatan secara aktif setiap bulannya ke
Puskesmas Desa Rejoso, bila masyarakat sudah merasakan gejala tidak enak
badan yang berlarut diharapkan segera berobat ke puskesmas. Di sini
puskesmas diharapkan aktif dan sigap dalam menangani dan merawat
masyarakat yang datang berobat. Selain itu, dalam program ini juga
menyediakan obat-obat cacing serta vitamin yang bisa didapat dengan mudah
oleh masyarakat Desa Rejoso secara berkala. Oleh sebab itu, diharapkan
kejadian infeksi cacing tambang di Desa Rejoso dapat tertangani dan
mengalami penurunan demi menumbuhkan paradigma sehat bagi masyarakat
Desa Rejoso.

C. Upaya/ Kegiatan perbaikan lingkungan


1. Pembentukan lokakarya bagi masyarakat di sekitar Desa Rejoso dalam upaya
membuka lapangan pekerjaan baru serta dalam upaya meningkatkan
perekonomian keluarga.
2. Pembangunan fasilitas MCK bersama bagi masyarakat di sekitar Desa Rejoso
dalam upaya menurunkan perilaku masyarakat buang air besar di sekitar
rumah.
3. Membina kembali masyarakat dalam pengelolaan lahan pekarangan atau lahan
pertanian di sekitar rumah yang tidak terkelola agar lebih bermanfaat.
4. Pembentukan serta pembekalan kader-kader dan petugas kesehatan dalam
menekan kejadian infeksi cacing tambang di sekitar Desa Rejoso.

Adapun bentuk program yang kami akan realisasikan untuk menangani


kejadian infeksi cacing tambang di Desa Rejoso dalam upaya/kegiatan
perbaikan lingkungan, di antaranya:

15
a. Lokakarya
Tingkat ekonomi yang rendah akan berdampak pada rendahnya tingkat
pendidikan, karena kurangnya pengetahuan masyarakat tersebut sehingga sulit
untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Rendahnya tingkat pendidikan
masyarakat juga berdampak terhadap rendahnya pengetahuan masyarakat
tentang pentingnya menjaga kesehatan diri dan keluarganya. Tingkat
perekonomian yang rendah pula menjadi salah satu faktor yang sangat
berpengaruh dalam usaha pemenuhan kebutuhan. Banyak masyarakat yang
bekerja khususnya sebagai tani atau buruh tani tidak menggunakan alas kaki,
salah satu faktor penyebabnya apabila ditinjau dari segi dana disebabkan
karena ketidakmampuan masyarakat untuk membeli alat pelindung diri/alas
kaki yang seharusnya digunakan saat bekerja atau bepergian. Seseorang bisa
terinfeksi cacing tambang apabila kulit mereka bersentuhan langsung dengan
tanah yang menjadi tempat hidup larva cacing tambang.
Oleh karena itu, kami memiliki program untuk menyelesaikan masalah
kurangnya lapangan pekerjaan ini yaitu dengan mengadakan suatu lokakarya
dengan harapan dapat membuka peluang pekerjaan baru bagi masyarakat di
sekitar Desa Rejoso sehingga nantinya masyarakat mempunyai bekal untuk
dapat memenuhi kebutuhan akan alas/pelindung kaki, membangun MCK
layak, serta mampu memeriksakan dirinya ke puskesmas dan membeli obat
cacing maupun vitamin sebagai kontrol kesehatan secara aktif dalam
mencegah kejadian infeksi cacing tambang di sekitar Desa Rejoso.

b. Pembangunan Fasilitas MCK


Rendahnya tingkat perekonomian masyarakat menyebabkan sulitnya
pemenuhan kebutuhan, masyarakat tidak mampu membangun tempat MCK
selain itu faktor pengetahuan yang rendah pula menyebabkan masyrakat
memiliki kebiasaan untuk buang air besar di sekitar rumah sembarangan.
Perilaku tersebut dapat menjadi salah satu faktor pencetus terjadinya infeksi
oleh cacing tambang. Oleh sebab itu, membangun tempat MCK yang layak di
desa tersebut menjadi solusinya. Desa Rejoso diharapkan memiliki akses
sanitasi yang termasuk sarana Mandi, Cuci, Kakus (MCK) yang memadai.
Diharapkan masyarakat dapat memanfaatkannya sebagai fasilitas bersama,
mampu menurunkan perilaku buang air besar, serta agar lebih peduli terhadap

16
kebersihan diri dan lingungan di sekitar rumahnya kembali.

Dari susunan keempat program di atas ada 3 program yang kami pilih, yaitu:
1. Gerakan Bebas Cacing Tambang
2. Gerakan Peduli Kampung
3. Pembangunan Fasilitas MCK
Hal ini dikarenakan, karena menurut kami dari ketiga program tersebut sudah
mampu mengatasi permasalahan dari fish bone mengenai kejadian infeksi cacing
tambang di SDN Rejoso yang cukup tinggi di mana telah kami diskusikan
sebelumnya. Namun dari ketiga program tersebut nantinya ada salah satu program
lagi yang akan kami prioritaskan terlebih dulu untuk direalisasikan dalam POA
mendatang dalam perhitungan tabel skoring pemecahan masalah.

17
BAB IV
PENYUSUNAN KEGIATAN PRIORITAS

A. Tabel skoring prioritas pemecahan masalah

Efektivitas Efisiensi Hasil


No Alternatif Jalan Keluar
𝑀𝑥𝐼𝑥𝑉
M I V C P=
𝐶

1 Gerakan Bebas Cacing Tambang 5 5 4 5 20

2 Gerakan Peduli Kampung 4 4 4 5 12,8

3 Pembangunan Fasilitas MCK 4 3 4 5 9,6

Keterangan:
M: Magnitude, yaitu besarnya masalah yang bisa diatasi apabila solusi/kegiatan ini
dilaksanakan (turunnya prevalensi dan besarnya maslah lain)
I: Implementasi, yaitu sensitifnya dalam mengatasi masalah
V: Viability, yaitu kelanggengan selesainya masalah apabila kegiatan ini dilaksanakan.
C: Cost, biaya yang diperlukan untuk mengatasi masalah
P: Prioritas kegiatan/ pemecahan masalah

Simpulan Tabel:
Berdasarkan perhitungan tabel prioritas kegiatan atau pemecahan masalah yang
ditetapkan dalam menanggulangi kejadian infeksi cacing tambang di SDN Rejoso yang
cukup tinggi diputuskan untuk melaksanakan program kegiatan yaitu “Gerakan Bebas
Cacing Tambang”. Karena menurut kelompok kami, kegiatan tersebut sangat efektif dan
mencangkup keseluruhan permasalahan di fish bone yang harus kami realisasikan terlebih
dahulu. Program tersebut juga akan kami lakukan dengan terjun langsung ke dalam
masyarakat untuk melakukan pendekatan dengan menjelaskan bahaya peningkatan infeksi
cacing tambang terhadap derajat kesehatan mayarakat di wilayah tersebut. Tentunya
dengan gerakan penyuluhan ini diharapkan masyarakat lebih paham dan menyadari
tentang pentingnya menjaga kesehatan diri dan sanitasi lingkungan di sekitar rumah
khususnya yang terjadi di Desa Rejoso ke depannya.

18
B. Pemecahan Masalah berdasarkan rencana Rencana Kegiatan POA (Plan of Actions )
Kegiatan “Gerakan Bebas Cacing Tambang”
VOLUME RINCIAN LOKASI TENAGA KEBUTUHAN
NO KEGIATAN SASARAN TARGET JADWAL
KEGIATAN KEGIATAN PELAKSANAAN PELAKSANA PELAKSANAAN
1. Pembentukan - Petugas - 100% - 10 orang - pemilihan Puskesmas Petugas September - LCD dan
Panitia Puskesmas Petugas Petugas ketua dan puskesmas 2021 (mgg 1) Proyektor
Pelaksana Puskesmas Kesehatan seksi- seksi - Meja dan kursi
Hadir (karena - pembagian - Laptop
pandemi jobdeks - Papan tulis
mobilitas - Spidol
dibatasi) - Konsumsi
2. Rapat Panitia - 100% - 10 orang - Persiapan Puskesmas Panitia September - LCD dan
Persiapan pelaksana Panitia Panitia Kegiatan pelaksana 2021 (mgg II) Proyektor
kegiatan kegiatan Pelaksana Pelaksana - pembacaan - Meja dan kursi
Hadir kesiapan - Laptop
masing- - Papan tulis,
masing seksi spidol
- penyebaran - Surat undangan
surat - Konsumsi
undangan
kader

19
3. Pembentukan - Perwakilan 100% - 5 orang kader - Peresmian Puskesmas Panitia September - LCD dan
kader setiap RT Perwakilan kesehatan kader pelaksana 2021 (mgg IV) Proyektor
kesehatan Desa hadir - 5 orang kesehatan - Meja dan kursi
Rejoso Panitia - Pengenalan - Laptop
Pelaksana singkat tugas- - Papan tulis dan
tugas spidol
- Pembagian - Konsumsi
jadwal
kegiatan
4. Pelatihan - Seluruh - 100% - 5 orang kader - Pelatihan kader Puskesmas Panitia September - LCD dan
kader Kader kader kesehatan kesehatan pelaksana 2021 (mgg V) Proyektor
Kesehatan kesehatan - 5 orang - Penyebaran - Meja dan kursi
hadir Panitia informasi - Laptop
Pelaksana kegiatan - Papan tulis,
kepada spidol
masyarakat - Banner kegiatan
- Pengeras suara
- Konsumsi
5. Penyuluhan - Seluruh - 100% - Hanya 10 - Penyuluhan Kantor Desa - Panitia September - LCD dan
tentang perwakilan perwakilan orang tentang pelaksana 2021 (mgg V) proyektor
Hookworm warga warga perwakilan hookworm - Kader - Meja dan kursi
Disease hadir warga disease Kesehatan - Laptop
- 5 orang kader - Papan tulis dan
kesehatan spidol
- Pengeras suara
- Konsumsi

20
- 10 orang
panitia
pelaksana
(jumlah
warga
melihat
kondisi
dilapangan)
6. Evaluasi - Seluruh - 100% kader - 5 orang - Evaluasi Puskesmas -Kader September - LCD dan
kader kesehatan kader kinerja panitia kesehatan 2021 (mgg VI) proyektor
kesehatan hadir kesehatan pelaksana dan -Panitia - Meja dan kursi
- Seluruh - 100% panitia - 10 orang kader pelaksana - Papan dan Spidol
panitia pelaksana Panitia - Evaluasi - Laptop
pelaksana hadir Pelaksana kendala dan - Pengeras suara
kekurangan - Konsumsi
kegiatan
- Pengisian
Kuisioner

21
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Faktor resiko tingginya kejadian infeksi cacing tambang di SDN Rejoso ialah karena
rendahnya perekonomian desa tersebut. Hal itu disebabkan kurangnya lapangan
pekerjaan. Sebagaian masyarakat berkerja sebagai buruh tani, mereka juga tidak
menggunakan APD yaitu alas kaki dalam bertani. Selain itu kurangnya edukasi dan
pencegahan mengenai infeksi cacing tambang dari pihak puskesmas, serta pengelolaan
lahan perkebunan yang kurang baik dari pihak pemerintahan kota maupun kecamatan dan
kurangnya sosialisasi dari petugas kesehatan.

2. Dampak tingginya kejadian infeksi cacing tambang di SDN Rejoso yakni masyarakat
yang tidak sehat, mengakibatkan terganggunya aktivitas yang berdampak pada penurunan
perekonomian serta kegiatan pembelajaran di SDN Rejoso menjadi menurun.

3. Pemecahan masalah tingginya kejadian infeksi cacing tambang di SDN Rejoso yakni
melakukan kegiatan penyuluhan kepada masyarakat serta siswa mengenai penyebab,
gejala, pencegahan, ataupun penanggulangan dari infeksi cacing tambang, mengadakan
suatu loka karya, membangun tempat MCK di desa tersebut sehingga masyarakat dapat
memanfaatkannya sebagai fasilitas bersama, melakukan pengelolaan lahan yang tepat,
pembuatan program oleh pemerintah dengan aturan penanaman pohon secara bergilir dan
mencari calon kader-kader kesehatan yang selanjutnya diberikan pembekalan mengenai
tugas-tugas mereka dalam membantu puskesmas dengan membentuk sebuah organisasi
kesehatan masyarakat

B. Saran
1. Bagi tenaga kesehatan : melakukan kegiatan penyuluhan kepada masyarakat serta
siswa mengenai penyebab, gejala, pencegahan, ataupun penanggulangan dari infeksi
cacing tambang dan mencari calon kader-kader kesehatan yang selanjutnya diberikan
pembekalan mengenai tugas-tugas mereka dalam membantu puskesmas dengan
membentuk sebuah organisasi kesehatan masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat di daerah tersebut.
2. Bagi masyarakat: menerapkan edukasi serta saran yang didapat dari kegiatan
sosialisasi dan gerakan ‘Bebas Cacing Tambang’ dari puskesmas. Serta menerapkan
protokol kesehatan pada saat kegiatan dan kehidupan sehari-hari.
Daftar Pustaka

Azriful & Rahmawan, T.H., 2014, Gambaran Kejadian Kecacingan Dan Higiene
Perorangan Pada Anak Jalanan Di Kecamatan Mariso Kota Makassar. Vol VI, No. 2.

Bethony J.,Brooker,s. & Albonico,M., 2006. Soil- transmitted helminth infections:


Ascariasis, Tricuriasis, and hookwoarm.Lancer, volume 367, p.1521 - 1532.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Hairani B, dkk. Prevalensi soil


transmitted helminth 48 Jurnal Buski Vol. 5, No. 1, Juni 2014, halaman 43- 48 Pedoman
Pengendalian Cacingan. Jakarta : Direktorat Jenderal PP&PL

Dewi, N.L.G.D.R.D, dan Laksmi, D.A.A.S, 2017, Hubungan Perilaku Higienitas Diri
Dan Sanitasi Sekolah Dengan Infeksi Soil Transmitted Helminths Pada Siswa Kelas III-VI
Sekolah Dasar Negeri No. 5 Delod Peken Tabanan Tahun 2014, E-Jurnal Medika, 6 (5).

Quihui. 2016. Role of employment status and education of mothers in prevalence of


intestinal parasitic infection in Mexician rural School Children Biomedcentral.

Resnhaleksmana. Ersandhi. 2014. Prevalensi Nematode Usus Golongan Sil Transmitted


Helinthes (Sth) Pada Peternak Dilingkungan Gatep Kelurahan Ampenan Selatan , dalam media
bina ilmiah, 8 (5).

Sastroasmoro S, Ismael S. 2012. Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta : Binarupa


Aksara.

World Health Organization, 2017. Soil-transmitted helminth infections. ( di akses jumat 19 juli
2019 )

Loukas, A., Hotez, P. J., Diemert, D., Yazdanbakhsh, M., McCarthy, J. S., Correa-
Oliveira, R., Croese, J., & Bethony, J. M. 2016. Hookworm infection. Nature reviews. Disease
primers, 2, 16088.

Kemenkes RI. 2017. Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia no 15 Tahun 2017
tentang Penanggulangan Cacingan. Jakarta:Kemenkes RI.

Halleyantoro, R., Riansari, A., Dewi, Dian P. 2019. Insidensi dan Analisis Faktor Resiko
Infeksi Cacing Tambang pada Siswa Sekolah Dasar di Grobogan, Jawa Tengah. Bagian
Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Anda mungkin juga menyukai