JAMRI DAFRIZAL
7117140015
PASCASARJANA
2020
ii
JAMRI DAFRIZAL
ABSTRACT
The purpose of this study is to develop a social media-based collaborative learning
model that combines the strengths of face-to-face learning and online learning and
collaborative learning models. Research and development that uses a mixed methods
approach uses the ADDIE instructional model (Analysis, Design, Development,
Implementation, and Evaluation). The research was conducted at the English Tadris
program at the Sultan Maulana Hasanuddin State Islamic University, Banten. Research
data obtained through interviews, observations, and surveys. Involving five experts, one
lecturer, three students on a one-on-one test with students, nine students on a small
group trial, and 30 students on a large group trial. The results of this study conclude that
the collaborative learning model based on social networking site research and
development results significantly increases student attention, relevance, confidence and
satisfaction as well as effectively increasing student understanding of cross-culture. The
implication of this research is that learning products must be accessed easily,
interestingly, can motivate students to continue to be involved in learning. Thus, the
study recommends the SMOCL model as a learning model for the Cross-Cultural
Understanding course in the English Tadris program at the Sultan Maulana Hasanuddin
Banten Islamic State University
Keywords: social media; collaborative learning; SMOCL model; Cross - Cultural
Understanding
iii
JAMRIDAFRIZAL
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan model pembelajaran kolaboratif
berbasis sosial media yang memadukan kekuatan-kekuatan pembelajaran tatap muka
dan pembelajaran online serta model pembelajaran kolaboratif. Penelitian dan
pengembangan yang menggunakan pendekatan metode campuran ini menggunakan
model instruksional ADDIE (Analisis, Desain, Pengembangan, Implementasi, dan
Evaluasi). Penelitian dilaksanakan pada program Tadris Bahasa Inggris Universitas
Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten. Data-data hasil penelitian diperoleh
melalui wawancara, observasi, dan survey. Melibatkan lima pakar, satu dosen, tiga
mahasiswa pada uji satu-satu dengan peserta didik, sembilan mahasiswa pada uji coba
kelompok kecil, dan 30 mahasiswa pada ujicoba kelompok besar. Hasil penelitian ini
menyimpulkan bahwa model pembelajaran kolaboratif berbasis situs jejaring sosial
hasil penelitian dan pengembangan secara signifikan meningkatkan perhatian, relevansi,
kepercayaan diri dan kepuasan mahasiswa serta efektif meningkatkan pemahaman
mahasiswa terhadap lintas budaya. Implikasi dari penelitian ini adalah bahwa produk
pembelajaran harus diakses secara mudah, menarik, dapat memotivasi peserta didik
untuk terus terlibat dalam pembelajaran. Dengan demikian, penelitian
merekomendasikan model SMOCL sebagai model pembelajaran untuk mata kuliah
Cross-Cultural Understanding pada program Tadris Bahasa Inggris Universitas Islam
Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten
RINGKASAN
A. Pendahuluan
Mahasiswa TBI Pada program studi Tadris Bahasa Inggris (TBI) Universitas
Islam Negeri (UIN) Sultan Maulana Hasanudin Banten adalah calon guru abad 21 yang
seharusnya mendapat model pembelajaran yang sesuai dengan zamannya, dan para
mahasiswa harus dipersiapkan untuk menjadi guru yang profesional yang mampu
memenuhi kebutuhan siswa di zamannya. Vicky dan Coe (2014) menjelaskan bahwa
bagi siswa, untuk berhasil dalam dunia sekarang ini dan besok, membutuhkan guru
yang memiliki persiapan yang baik yang juga menerima pembelajaran sepanjang hayat,
rekan - rekan untuk terhadap masalah - masalah praktis yang kompleks. Untuk
Jejaring Sosial yang digunakan pada penelitian ini mengadopsi teori Borg dan Gall,
ADDIE dikombinasikan dengan Mancy And Reid Model. Model ini diharapkan dapat
menjawab tantangan zaman bagi calon Dosen masa depan (abad 21) dimana
B. Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah research and development (R&D) yang
diadaptasi dari Borg and Gall, ADDIE, Model Reid. Pada tahap analisis data peneliti
online, Modul mata kuliah CCU, buku dosen dan buku panduan mahasiswa. Evaluasi
Evaluasi one - to - one Expert; 2) Evaluasi one - to - one Leamers; 3) Evaluasi formatif
C. Hasil Penelitian
Evaluasi formatif terdiri dari: 1) Evaluasi one - to - one Expert; 2) Evaluasi one - to -
one Leamers; 3) Evaluasi formatif (Small Group); dan 4) Uji coba lapangan / evaluasi
(Field Trial). Pada model draft pertama dilakukan perbaikan draft bahan pembelajaran
dengan empat orang pakar yaitu: 1) Pakar Desain; 2) Pakar Materi; c) Pakar
Media; dan 4) Pakar Bahasa. Hasil yang diperoleh pada tahapan ini adalah draft bahan
pertama; 2) Evaluasi formatif one - to - one learner menghasilkan draft bahan kedua; 3)
evaluasi formatif small group menghasilkan draft bahan ketiga; dan 4) uji
Hasil belajar peserta didik selama uji coba menunjukan kenaikan yaitu
dari rata - rata nilai pre - test 72,83 menjadi rata - rata post - test 78,40 dengan selisih
keduanya sebesar 5,57. Hasil perhitungan dengan SPSS didapat nilai thitung adalah
6,707 dan df = 29 maka diperoleh sig (2 - tailed) atau p - value sebesar 0,000. Nilai p -
vi
value tersebut (0,000) thitung < level alfa ttabel (0.05) sebesar (6,707), berarti ada
perbedaan rata - rata nilai hasil belajar peserta didik. Hal ini berarti penerapan Model
belajar peserta didik. Berdasarkan data ini dapat disimpulkan bahwa hasil
di Jurusan Tadris Bahasa Inggris Semester VII Fakultas Tarbiyah dan Kejuruan
Universitas Islam Negeri (UIN) SMH Banten dapat digunakan oleh guru dan peserta
Promotor Co-Promotor
Nama
Tanggal Ujian :
Catatan : - apabila Direktur atau Ketua Program Studi merangkap sebagai promotor,
maka ada dua orang penguji senat.
- dibuat rangkap 2 (dua) tanda tangan asli dengan bolpoint warna biru
ix
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti haturkan kehadirat Allah SWT yang melimpahkan
Berbasis Situs Jejaring Sosial untuk mahasiswa Tadris Bahasa Inggris semester VII
pada Mata Kuliah Cross - Cultural Undestanding di Universitas Islam Negeri (UIN)
Sultan Maulana Hasanuddin Banten”. Penulisan disertasi ini adalah untuk pemenuhan
akan tetapi dengan adanya bantuan dari berbagai pihak baik berupa materil maupun non
materil sehingga rintangan-rintangan tersebut dapat diatasi dan disertasi ini dapat
diselesaikan. Oleh sebab itu peneliti mengucapkan ribuan terima kasih kepada:
4. Prof. Dr. Basuki Wibawa, selaku Promotor yang telah banyak memberikan berbagai
5. Prof. Dr. Nurdin Ibrahim, MPd, selaku Co-Promotor yang telah berkenan
6. Dr. Etin Solihatin, M.Pd. sebagai penguji disertasi peneliti sehingga dapat
7. Dr. Ir. Rusmono, selaku penguji yang memberikan berbagai arahan terhadap
8. Dr. Happy Indira Dewi, M.T. sebagai penguij dari luar juga ikut berperan besar
10. Dr. Doktor Naf’an Tarihoran., Wakil Direktur Pasca Sarjana UIN SMH Banten
11. Dr. Menul Teguh Riyanti Sukarno, M.Pd, Wadek 2 FSRD Universitas Trisakti yang
12. Dr. Yayu Heryatun MPd, Dosen Bahasa Inggris UIN SMH Banten yang telah
berkenan menjadi ahli bahasa, memberikan masukan terhadap tata bahasa disertasi
ini
13. Moh. Nur Arifin, S.Ag., M.Si sebagai Validator item soal Cross Culture
disertasi ini
14. Kedua orang tua, Ayahanda (alm) Ali Husin dan ibunda (almh) Nurhayati yang
telah berjasa dalam mendidik dan membesarkan semasa kehidupan beliau berdua
15. Terkhusus untuk istri Mardaweni, anak - anak Jihan Syidda Aufa dan Muhammad
Fachri serta Adikku Hendri S.Pd.I yang selalu memberikan semangat kepada peneliti
Harapan peneliti semoga dengan selesainya penulisan disertasi ini kiranya dapat
dalam penulisan disertasi ini masih terdapat kelemahan, oleh sebab itu peneliti
Jamri Dafrizal
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL……………………………………………………………. i
ABSTRACK……………………………………………………………................. ii
ABSTRAK…………………………………………………………….................... iii
RINGKASAN……………………………………………………………............... iv
PERSETUJUAN KOMISI PEMBIMBING………………………………………. vii
LEMBAR PERNYATAAN……………………………………………………….. viii
KATA PENGANTAR…………………………………………………………….. ix
DAFTAR ISI……………………………………………………………................ xii
DAFTAR TABEL……………………………………………………………........ xvi
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………... xvii
DAFTAR BAGAN……………………………………………………………....... xviii
DAFTAR LAMPIRAN…….……………………………………………………… xix
1. Pengertian Model………………………………………………………… 37
2. Klasifikasi Model………………………………………………………… 39
a. Model Konseptual ………………………………………………… 42
b. Model Prosedural………………………………………………….. 43
c. Model Fisik………………………………………………………... 43
3. Model-Model Desain Instruksional …………………………………. 53
a) Model Dick dan Carey……………………………………………. 55
b) Model Morrison, Ross, Kalman and Kemp………………………… 57
c) Model ADDIE…………………………………………………. 619
d) Model Hanafin and Peck……………………………………… 63
e) Model Borg and Gall………………………………………….. 65
f) Model ARCS…………………………………………………… 70
g) Model Pengembangan lnstruksional (MPI)………………………… 73
4. Rancangaan Model Prosedural Pengembangan Model Pembelajaran
Kolaboratif Online Berbasis Jejaring Sosial……………………………. 74
C. Kerangka Teoritik Pengembangan Model pembelajaran Kolaboratif
DenganSJS Facebook…………………………………………………… 83
1. Teori-teori Belajar yang Mendukung Pembelajaran Kolaboratif
Berbasis Situs Jejaring Sosial……………………………………… 83
2. Model-model Pembelajaran Kolaboratif………………………………… 94
a. Model The Stages of Collaboration (Palloff And Pratt)………… 94
b. Model Reid……………………………………………………… 97
c. Model Integrative Learning Design Framework (IDLF)……….. 96
d. Model Online Theme-Based Collaborative Learning (OTBCL
MODEL)………………………………………………………… 99
e. Model The Five-Stage Framework……………………………… 103
f. Model PIP……………………………………………………….. 104
g. Model Interactive Collaborative Design………………………… 105
h. Model WisCom Cycle of Inquiry module design……………….. 109
3. Rancangan Model yang dikembangkan……………………………. 115
BAB III METODOLOGI PENELITIAN……………………………………... 119
A. Tempat Dan Waktu Penelitian …..…………………….......................... 119
xv
D.Pembahasan………………………………………………………………. 182
1 Kekuatan Model……………………………………………………….. 182
2 Kelemahan model……………………………………………………… 195
V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI…………………... 203
A Kesimpulan………………………………………….............................. 203
B Implikasi ……………………………………………………………….. 205
C Rekomendasi…………………………………………………………… 206
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….. 208
LAMPIRAN - LAMPIRAN - .…………………………………………………… 235
RIWAYAT HIDUP……………………………………………………………….. 324
xvii
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR BAGAN
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan teknologi dan informasi dalam hal ini teknologi internet telah
mengubah paradigma baru dalam pembelajaran yang memberikan alternatif baru pada
terjadinya proses belajar mahasiswa yang mungkin berasal dari latar belakang yang
beragam, memiliki tingkat kemampuan teknis dan bahasa yang berbeda serta memiliki
keinginan untuk belajar pada waktu dan di tempat-tempat yang mereka pilih sendiri.
(collaborative online learning) yang dilakukan para mahasiswa secara spasial untuk
sebenarnya bukan ide baru, karena mungkin telah dipraktikkan dalam pembelajaran
informal selama ribuan tahun, namun sejak munculnya teknologi internet yang
informasi, dan bertukar dokumen (file), aktivitas belajar kelompok ini kemudian
berubah dari diskusi yang dilakukan secara tatap muka menjadi diskusi online.
Salah satu teknologi terbaru yang banyak dimanfaatkan orang untuk berdiskusi
secara online dalam pembelajaran adalah Situs Jejaring Sosial. Jumlah pengguna media
sosial menyebar secara global. Menurut Schraeder, T. L. (2019) pada 2018 beberapa
situs media sosial elektronik paling populer di blogosphere adalah Facebook (2,23 miliar
pengguna), YouTube (1,9 miliar), WhatsApp (1,5 miliar), Facebook Messenger (1,3
miliar), WeChat (1,06 miliar), Instagram ( 1,0 miliar), Tumblr (23 juta), Twitter
(67mi٠lion), Snapchat (186 juta), dan Pinterest (250 juta). LinkedIn melaporkan 500
di seluruh platform satu sama lain. Facebook saat ini adalah platform jaringan sosial
paling populer karena feature yang dimiliki sangat beragama yang memungkinkan
pemapakai dapat berbagi secara daring atau online. Facebook dapat secara otomatis di-
posting ulang ke situs lain, seperti Twitter atau Linkedin, atau widget. Selain itu,
pengguna dapat terus-menerus memperbarui status mereka dan berbagi konten seperti
artikel koran dan link ke situs-situs tertentu. Semua pengguna yang memiliki kontak
mengingatkan mereka untuk memperhatikan isi kontak mereka. Hal ini menciptakan
masuknya informasi secara konstan dan mengarahkan pengguna pada informasi yang
mungkin berharga yang harus mereka perhatikan. Ini berdapat pada pengguna yang akan
cenderung untuk memperhatikan informasi yang mengalir melalui kontak yang mereka
12 Juli 2020, Pengguna Facebook di Indonesia pada Juni 2020 yaitu 163.700.000
Indonesia yang berumur 18-24 setara dengan umur rata mahasiswa Indonesia. Hal ini
selaras dengan hasil penelitian Fitri dan Triyani Arita yang melakukan survei online
yang terdiri dari 30 pertanyaan dalam kuesioner terhadap 329 responden dari 2
Perguruan Tinggi di Riau dan menemukan bahwa sebagian besar mahasiswa memiliki
waktu kurang dari 1 jam per hari (45,59%) dan login ke situs Facebook beberapa kali
khususnya, menyederhanakan dalam berbagi informasi serta berbagi file dalam grup.
pandangan positif terhadap penggunaan Facebook untuk interaksi online dengan teman
sebaya. Selain itu, terdapat hubungan antara persepsi interaksi online mahasiswa melalui
melalui media sosial Facebook.2). Setiap mahasiswa memiliki kesempatan yang sama
memiliki kesempatan yang sama untuk mengomentari hasil teman-teman media sosial
lainnya. Rahman, F. dkk (2019) meneliti Grup Facebook sebagai media pembelajaran
4
menulis dalam konteks English for Specific Purposes (ESP) di Universitas Hasanuddin.
kepercayaan diri mahasiswa untuk berinteraksi dan merespons secara spontan dalam
bahasa Inggris yang tidak berpengalaman di kelas konvensional. Demikain pula halnya
penelitian Saddhono, K., Hasibuan, A., & Bakhtiar, M. I (2019) mengenai persepsi 50
mahasiswa asing dalam belajar bahasa Indonesia di Universitas Negeri Sebelas Maret
sekaligus potensi yang sangat besar jika media ini dimanfaatkan oleh para pendidik di
nilai akademik, sejalan dengan itu Junco (2014) mengatakan bahwa mahasiswa akan
secara aktif terlibat dalam mengerjakan berbagai tugas, berbagi konten, berkomunikasi
dan berkolaborasi secara aktif dengan teman sekelas mereka dalam kelompok facebook.
Hal demikian tentulah memiliki arti penting dalam proses belajar mengajar. Menurut
masalah bersama, proses belajar mengajar menjadi lebih fleksibel, dapat menumbuhkan
komunikasi antara dosen dan mahasiswa secara berkelanjutan dalam jangka waktu yang
lama, terlibat secara aktif, sejalan dengan itu Ventura (2013) mengatakan bahwa belajar
dengan menggunakan facebook melibatkan mahasiswa secara aktif dalam belajar karena
posting komentar dan mendapatkan terlibat dalam diskusi online, pendapat ini juga
didukung oleh Sumarie (2012) bahwa facebook dapat meningkatkan kerja kelompok
secara signifikan, Shraim (2014) juga sependapat bahwa Facebook memberikan lebih
banyak peluang untuk terlibat secara pribadi, berkomunikasi dan bekerja sama untuk
keterampilan abad ke-21 untuk hidup dan belajar melalui interaksi sosial, lebih jauh ia
mengatakan yang tak kalang pentingnya adalah bahwa facebook yaitu bersifat student-
centre strategy. Facebook juga memberikan rasa nyaman bagi mahasiswa sebagai
bahasa inggris. Penelitian ini membahas jenis bahasa Inggris yang digunakan di halaman
status update Facebook dari jurusan Bahasa Inggris 50 universitas di Jepang. Hasil studi
rekan Jepang.
untuk mengaktifkan, atau membuat lebih efisien, praktek belajar mengajar yang efektif.
Ini dapat terjadi melalui adanya dialog terus yang berulang antara pengajar dan peserta
didik, yang mengungkapkan konsepsi dan variasi antara mereka, dan ini pada gilirannya
akan menentukan fokus untuk dialog lebih lanjut. Dialog atau percakapan penting ini
dapat dilakukan di media online. Dalam artian kita bisa mengatakan bahwa mahasiswa
bekerja sama dengan dosen. Namun, dalam pembelajaran kolaboratif harus dipahami
bahwa dialog dilakukan kepada sekelompok mahasiswa. Seorang dosen dapat bertindak
sebagai pemandu atau pemimpin, sebagai anggota kelompok dan rekan mahasiswa.
Melalui praktek pembelajaran ini, akan tercipta sebuah komunitas belajar yang positif,
6
teknologi untuk kolaboratif (berpasangan atau kelompok kecil) biasanya lebih efektif
Pada program studi Tadris Bahasa Inggris (TBI) Universitas Islam Negeri (UIN)
Sultan Maulana Hasanudin Banten, sebagian besar dosen dan mahasiwa sudah memiliki
perangkat mobile dan akun di situs jejaring sosial. Penggunaan jejaring sosial dapat
file dan informasi akademik lainya secara invidual. Padahal jika diorganisasir dengan
baik, kondisi ini berpotensi besar jejaring sosial memfasilitasi terwujudnya koloborasi,
misalnya dalam pemberian tugas, diskusi dan untuk memonitor aktivitas mahasiswa
yang sedang berdiskusi. Jaringan internet yang sudah tersedia sejak lama di kampus
model pembelajaran face-to-face dengan online, tapi faktanya perkulahan yang sudah
berlangsung baru bersifat face-to-face. Hal ini tentu tidak mendukung pencapaian visi
dan misi jurusan TBI yaitu “Menjadi Jurusan terdepan dan terkemuka di Indonesia pada
menjadi sebuah program studi terdepan dan terkemuka pada tahun 2020, antara lain
7
fasilitas yang mendukung pembelajaran yang berbasis teknologi, karena ini merupakan
Mahasiswa TBI adalah calon guru abad 21 yang seharusnya mendapat model
pembelajaran yang sesuai dengan zamannya, dan para mahasiswa harus dipersiapkan
untuk menjadi guru yang professional yang mampu memenuhi kebutuhan mahasiswa di
zamannya. Vicky (2014) menjelaskan bahwa bagi mahasiswa, untuk berhasil dalam
dunia sekarang ini dan besok, membutuhkan guru yang memiliki persiapan yang baik
masalah-masalah praktis yang kompleks. Anak didik yang akan mereka hadapi adalah
para remaja yang penuh dengan tantangan. Remaja perlu guru bintang, Guru perlu
interdisipliner, multimedia, berpusat pada mahasiswa. Ini dapat kita rujuk pada pendapat
yang dikemukakan oleh Vicky (2014) yang mengatakan bahwa tugas dosen di kelas
tidak hanya perlu membantu mahasiswa membaca, tentang berpikir, bertanya, dan
menanggapi teks dan masalah masing-masing disiplin, tetapi dosen juga perlu
dan sumatif, dan mempromosikan pemantauan diri belajar mahasiswa. Peran pendidik
abad ke-21 adalah sebagai fasilitator belajar mahasiswa, mirip dengan konduktor
pengetahuan. Teknologi merupakan pusat kehidupan dan studi mahasiswa, ini sejalan
8
dengan yang dikatakan oleh Conole (2007) bahwa mahasiswa memiliki harapan yang
tinggi tentang bagaimana harus belajar, memilih teknologi dan lingkungan yang sesuai
dengan kebutuhan mereka dengan pemahaman yang canggih tentang bagaimana untuk
pembelajaran online (e-learning) berbasis Situs Jejaring Sosial Facebook dengan cara
Model ini diharapkan dapat menjadi salah satu solusi atas masalah-masalah yang terjadi
pada pembelajaran mata kuliah writing antara lain; jam perkuliahan mata kuliah writing
sebanyak 2 SKS yang dianggap tidak cukup untuk menyampaikan materi perkuliahan ini
dengan baik, bahan belajar yang berlimpah baik dari dosen, buku tek dan internet belum
dimanfaatkan secara optimal serta praktik-praktik diskusi dan kolaborasi baik antara
dosen-mahasiswa maupun antar mahasiswa baik yang masih terbatas dalam ruangan
kelas, dan belum memenuhi karakter sebagai sebuah kolaborasi. Model yang akan
mahasiswa dengan dosen, dan mahasiswa dengan bahan pembelajaran, kapan saja dan
dimana saja tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu sebagaimana dikemukakan Barab,
kontekstualisasi konten (situate the material to be learned within a rich context), 3) alat
Scarino (2013) meyimpulkan bahwa teknologi, jika digunakan untuk informasi atau
akses ke dunia yang lebih luas dari pengalaman bahasa dan mengintensifkan kesempatan
untuk keragaman yang lebih besar dari konteks, selain itu, bahasa dan budaya yang
diartikulasikan melalui bahasa mereka sendiri dapat memberikan kedekatan yang lebih
besar dalam kehidupan peserta didik dengan cara yang kaya dengan peluang baru untuk
Hasil penelitian Tiruwa, A., Yadav, R., & Suri, P. K. (2018) menunjukkan bahwa
Facebook memiliki pengaruh positif pada mahasiswa untuk secara aktif menggunakan
sosial media sebagai media akademik untuk pembelajaran kolaboratif. Mahmud, M. M.,
penelitian yang dilakukan oleh Gutierrez-Aguilar, O., & Salas-Valdivia, L. (2019. Hasil
memiliki tingkat replikasi yang tinggi dalam berbagai bidang dan mata pelajaran
10
keterampilan.
yang diperoleh melalui model online kolaboratif ini antara lain; (1) pembelajaran lebih
menarik, (2) dapat menumbuhkan minat, (3) metode pembelajaran lebih bervariasi, (4)
dalam pembelajaran dimana selama ini dosen cendrung mengunakan media tercetak,
sekarang lebih dapat dikembangkan lagi melalui online, (6) berkembangnya bahan ajar
diperoleh jika dikelola dengan baik melalui model dan metode yang tepat, dan model
kolaboratif berbasis Situs Jejaring Sosial Facebook dapat menjadi alternatif untuk
Agar masalah penelitian terarah, focus dan tidak meluas peneliti membatasi masalah
Facebook. Penelitian ini ditujukan untuk mahasiswa Tadris Bahasa Inggris semester VII
C. Fokus Penelitian
berbasis Situs Jejaring Sosial Facebook yang efektif dan layak untuk pembelajaran
mata kuliah Cross-Cultural Undestanding pada Program Studi Tadris Bahasa Inggris
11
Undestanding pada Program Studi Tadris Bahasa Inggris Universitas Islam Negeri
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan fokus penelitian, maka rumusan umum
Situs Jejaring Sosial Facebook yang effektif dan layak untuk pembelajaran Mata Kuliah
Program Studi Tadris Bahasa Inggris Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan
Maulana Hasanuddin
Sosial untuk mata kuliah Cross-Cultural Undestanding pada Program Studi Tadris
Hasanuddin Banten?
12
Sosial untuk mata kuliah Cross-Cultural Undestanding pada Program Studi Tadris
Hasanuddin Banten?
E. Tujuan Penelitian
berbasis situs jejaring sosia mahasiswa UIN SMH Banten dengan mengembangkan
model pembelajaran kolaboratif berbasis situs jejaring social yang memenuhi standar
pembelajaran untuk pendidikan tinggi. Secara rinci tujuan penelitian dapat dikemukakan
sebagai berikut:
berbasis Situs Jejaring Sosial untuk mata kuliah Cross-Cultural Undestanding pada
Program Studi Tadris Bahasa Inggris Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan
Jejaring Sosial untuk mata kuliah Cross-Cultural Undestanding pada Program Studi
Tadris Bahasa Inggris Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Maulana Hasanuddin
Hasanuddin Banten
Jejaring Sosial untuk mata kuliah Cross-Cultural Undestanding pada Program Studi
Tadris Bahasa Inggris Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Maulana Hasanuddin
Hasanuddin Banten
F. Signifikansi Penelitian
1. Teoretis
Ditinjau dari sudut pandang teoretik, hasil akhir penelitian pengembangan ini
Sosial di Indonesia.
2. Praktis
lain pada Jurusan Tadris Bahasa Bahasa Inggris. Produk model bahan
diinginkan
mahasiswa dalam mengenali lingkungan belajar yang didukung oleh teknologi untuk
digunakan untuk informasi atau tujuan sosial, memiliki kapasitas untuk berkontribusi
menggunakan teknologi yang berbeda dan menggunakannya dalam cara yang berbeda.
Secara khusus, teknologi menyediakan akses ke dunia yang lebih luas dari
besar dari konteks. Selain itu, Bahasa dan budaya yang diartikulasikan melalui bahasa
14
mereka sendiri dapat memberikan kedekatan yang lebih besar dalam kehidupan
peserta didik dengan cara yang kaya dengan peluang baru untuk keterlibatan dan
untuk Mata Kuliah CCU juga didasarkan temuan-temuan beberapa penelitian, antara
lain oleh Tiruwa, A., Yadav, R., & Suri, P. K. (2018).Hasil penelitian menunjukkan
bahwa Facebook memiliki pengaruh positif pada mahasiswa untuk secara aktif
dan pembelajaran online (e-learning) berbasis Situs Jejaring Sosial Facebook dengan
online
Model ini diharapkan dapat menjadi salah satu solusi atas masalah–masalah yang
sebelumnya) sebagai referensi untuk penelitian ini. Adapun state of the art yang
in Indonesia.
In Journal of
Physics:
Conference
Series (Vol. 1254,
No. 1, p. 012061).
IOP Publishing.
Tiruwa, Modelling Penelitan ini penelitian ini untuk Tujuan penelitian ini untuk
A., Facebook usage for menggunakan memahami faktor- memahami faktor-faktor kunci
Yadav, R., collaborative model faktor kunci yang yang mempengaruhi niat
& Suri, P. learning in higher collaborative mempengaruhi niat mahasiswa untuk menggunakan
K. (2018). education. Journal learning dengan mahasiswa untuk Facebook untuk penggunaan
of Applied Research Facebook menggunakan akademik
in Higher Facebook dalam
Education. pembelajaran
KAJIAN PUSTAKA
berbasis jejaring sosial, dan pembelajaran kolaboratif dengan facebook oleh para ahli
dari berbagai perspektif agar didapat pemahman yang komprehensif tentang hakikat
model pembelajaran kolaboratif online berbasis situs jejaring sosial yang akan
menterjemahkan dari beberapa istilah yang berbeda dari bahasa Inggris yaitu teaching
Secara sederhana model pembelajaran didefinisikan oleh Dills (1997) sebagai proses
langkah demi langkah yang dirancang untuk mencapai hasil pendidikan tertentu. Eggen
berfungsi sebagai pola atau rencana dalam pembelajaran sebagaimana dikemukan oleh
Joyce et.all. (2015) model pembelajaran adalah pola atau rencana yang dapat digunakan
untuk membentuk kurikulum atau kursus, untuk merancang bahan ajar dan untuk
memandu tindakan dosen. Definisi lebih sesuai ditujukan untuk produk model
oleh Robert (2013) bahwa model pembelajaran menyajikan cara tertentu bahwa konten
tersebut diurutkan, model pembelajaran sebagai pola atau rencan untuk memandu
18
tindakan dosen dalam pengajaran sebagai dapat dilihat dari pendapat Yeboah (2014)
mendefinisikan model pembelajaran adalah pedoman atau set strategi yang menjadi
dasar pendekatan untuk mengajar oleh dosen. Pendapat ini memilki konsep yang
memiliki kemiripan dengan Yeboah dan Ghani et.all. (2015) model pembelajaran adalah
seperangkat pedoman atau strategi yang menjadi dasar pendekatan bagi pengajar untuk
mengajar yang didasarkan pada teori-teori. Demikian pula pendapat yang dikemukan
terintegrasi strategi, seperti: cara tertentu ide-ide konten yang diurutkan, penggunaan
terstruktur secara sistematis dan berurutan secara logis dan strategi pengajaran yang
spesifik dan bermakna yang dikembangkan dalam istilah teoretis mereka sendiri untuk
mencapai tujuan tertentu atau serangkaian tujuan yang memandu dalam merancang
kegiatan pendidikan yang menciptakan lingkungan dan situasi belajar yang cocok.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan model pembelajaran adalah pedoman dan
strategi yang terpadu yang di desain untuk memudahkan pengajar menyajikan konten
yang disusun secara sistematis, menjadi dasar untuk mengajar dengan menggunakan
Kolaboratif dapat terjadi di hampir semua konteks di mana orang berinteraksi; sama
pentingnya, bagaimanapun, adalah pemahaman bahwa hal itu mungkin tidak akan
terjadi, apakah atau tidak adanya label kolaboratif. Berkolaborasi pada hakikatnya
19
adalah karakter manusia yang sudah ada semenjak manusia dilahirkan, bahkan dalam al-
quran telah dinukilkan semenjak seribu empat ratus tahun yang lalu sebagaimana dapat
Artinya:
Kata kolaboratif (collaboration ) menurut Shah (2012) dari berasal dari akar kata
sama". Akar Latin com dan laborate menunjukkan bahwa kolaboratif memiliki sesuatu
untuk dilakukan dengan bekerja sama. Namun, ini tampaknya sangat dekat dengan
(2008) bahwa kolaboratif adalah kata yang memiliki makna berikut ini:a) seni
menemukan, menghasilkan atau menciptakan sesuatu dengan cara kita sendiri b) sumber
dari segala produktivitas c).bekerja sama dengan orang d) suka cita karena terlibat pada
suatu hubungan dengan seseorang“d) kunci yang akan membuka solusi untuk tantangan
pelanggaran hak asasi manusia e) lebih baik daripada yang diharapkan dari masing-
masing bagian, karena cara mereka menggabungkan menambah kualitas yang berbeda
(More than the sum of its parts) f) ketegasan dan positif dalam aksi g) bersama lebih
pintar dari pada sendiri) kontribusi dari orang berbeda labih baik
konstruksi pemahaman bersama melalui interaksi dengan orang lain (Dillenbourg, 1999;
Roschelle dan Teasley, 1995). Diasumsikan bahwa dalam kegiatan kolaboratif, para
20
peserta berkomitmen atau terlibat dalam tujuan dan pemecahan masalah bersama.
untuk terlibat dalam upaya terkoordinasi untuk memecahkan masalah atau melakukan
Selain itu, definisi kegiatan kolaboratif yang berhasil menunjukkan sifat kolaborasi, di
mana aspek kognitif, sosial, dan emosional saling terkait erat pengetahuan kolaboratif
atau koordinasi (Barron,2000). Lebih jauh, definisi kegiatan kolaboratif yang sukses
menunjukkan sifat kolaborasi, di mana aspek kognitif, sosial, dan emosional saling
terkait erat. Baker (2002) mendefinisikan kolaborasi sebagai "bentuk kerja sama yang
simetris dan selaras dalam pemecahan masalah, terlepas dari apakah para peserta setuju
atau tidak". Menurut Baker, interaksi adalah simetris jika peserta mengadopsi peran
tertentu secara merata di seluruh interaksi, yaitu, berpartisipasi secara setara dalam
penyelesaian masalah. Meskipun Baker (2002) tidak mengacu pada simetri pengetahuan,
derajat simetri pengetahuan tertentu sangat penting untuk memungkinkan peran yang
sama (Dillenbourg, 1999). Menurut Van Boxtel (2000), semua peserta harus
memberikan kontribusi yang sama untuk elaborasi dan solusi dari masalah yang
dihadapi.
Dalam definisi Baker (2002) bahwa tingkat penyelarasan mengacu pada sejauh
mana peserta berada dalam fase sehubungan dengan berbagai aspek kegiatan
Misalnya, interaksi tidak selaras dalam situasi di mana mahasiswa tidak memiliki saling
pengertian (konseptual) tentang masalah atau konsep yang ada, dan dengan demikian,
perhatian dan refleksi berkelanjutan pada pemahaman seseorang dan orang lain (Baker,
Pembicaraan eksplorasi terjadi ketika peserta terlibat secara kritis tetapi konstruktif
dan sengketa tidak mendorong pemecahan masalah kritis bersama. Dalam pembicaraan
kumulatif, para peserta membangun secara positif, tetapi tanpa kritik atas apa yang
dikatakan pihak lain. Para peserta menggunakan tipe pembicaraan ini untuk membangun
pengetahuan umum dengan akumulasi. Elemen khas dari pembicaraan kumulatif adalah
ketidaksepakatan, daya saing, dan pengambilan keputusan individu. Hanya ada beberapa
upaya untuk menyelesaikan masalah bersama atau untuk menawarkan kritik atau saran
pengetahuan bersama.
Menurut Barron (2003), kegiatan kolaboratif memiliki sifat ganda, yang berarti
bahwa para peserta harus mengembangkan dan memantau ruang konten dan ruang
relasional. Ruang konten mengacu pada aspek kognitif kolaborasi: bagaimana subjek
22
yang dihadapi beralasan, bagaimana ide dikembangkan dalam diskusi, dan bagaimana
pemahaman bersama dibangun. Ruang relasional lebih mengacu pada cara di mana
peserta berorientasi satu sama lain dalam dialog (atau monolog) dan seberapa bersedia
mereka untuk terlibat dalam interaksi (Barron, 2003). Konten dan ruang relasional
pendekatan untuk mengajar dan belajar. Pemahamana ini dapat dilihat dari definisi yang
dikemukakan oleh Srinivas dalam Keith dan Palloff (2010) yang mendefinisikan
kolaboratif sebagai "pendekatan dalam mengajar dan belajar yang memerlukan orang
lain untuk saling bekerja sama dalam mencari solusi masalah, merampungkan tugas
komprehensive dari empat dimensi kolaborative yang dikemukan oleh Sawyer (2014)
bahwa pembelajaran kolaborative adalah salah satu bagian dari konsep kolaboratif.
kolaboratif sebagai proses fokus dan hasil itu sendiri. Belajar dioperasionalkan sebagai
perubahan relasional untuk sistem dengan beberapa bagian, manusia dan bukan
istilah umum untuk berbagai pendekatan pendidikan yang melibatkan upaya intelektual
bersama oleh mahasiswa dan dosen secara bersama, mahasiswa bekerja dalam kelompok
yang beranggotakan dua atau lebih, saling mencari pemahaman, solusi, atau makna, atau
pribadi, bukan hanya teknik kelas, dalam semua situasi di mana orang-orang secara
Mahasiswa-fakultas.
Pembelajaran Kolektif, Komunitas Belajar, Peer Teaching, Peer Learning, atau Team
Learning.Dalam tulisan ini peneliti tidak membahas istilah-istilah tersebut secara detail,
24
namun hanya menjadi acuan untuk medapatkan konsep-konsep yang relevan dengan
pembelajaran kolaboratif.
Kesamaan yang dimiliki dari semua istilah itu adalah adanya kerja kelompok atau
dosen, dan bisa saja dosen mengajar mahasiswa. Itu berarti bahwa mahasiswa memiliki
Sebagaiman telah peneliti sebutkan di atas dengan merujuk Panitz (1999) bahwa
pembelajaran kolaboratif adalah filosofi pribadi dalam semua situasi di mana orang-
dan tanggung jawab setiap anggota dalam kelompok yang berbuat atas nama kelompok.
kelompok.
adalah sebuah pendekatan pendidikan untuk mengajar dan belajar yang melibatkan
atau membuat suatu produk”. Pada definisi ini pembelajaran kolaboratif didasarkan pada
gagasan bahwa belajar adalah tindakan alami sosial di mana mahasiswa berbicara di
antara mereka sendiri dalam sebuah kelompok untuk melakukan sesuatu dapat berupa
memecahkan masalah, menyelesaikan tugas, atau membuat suatu produk dan lain-lain.
kelompok untuk menyelesaikan masalah, menyelesaikan tugas, atau membuat produk ".
25
mahasiswa bekerja dalam kelompok, saling mencari pemahaman, solusi, atau makna,
setiap orang didorong berpartisipasi, bekerja sebagai mitra dalam kelompok kecil, saling
kelompok dengan demikian pembelajaran bersifat aktif, proses yang konstruktif, belajar
tergantung pada konteks yang kaya, kemampuan mahasiswa yang beragam, belajar
secara inherent secara sosial, pembelajaran memiliki dimensi afektif dan subjektif,
keterlibatan mahasiswa, adanya kerjasama dalam tim serta tanggung jawab pribadi.
pembelajaran yang terjadi dimana dua orang atau lebih bekerjasama dalam sebuah
bertanggung jawab untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dapat terjadi di dalam
kelas atau di luar ruangan kelas, baik dengan menggunakan teknologi (komputer,
kelas. Dimana secara fisik dosen dan mahasiswa hadir pada tempat dan waktu yang
kolaboratif maka munculah sebuah phrase baru dalam pembelajaran yaitu pembelajaran
kolaboratif yang menggunakan flatform online, yaitu secara fisik dan waktu mahasiswa
Panitz (1999) dalam Roberts, (2004) berpendapat bahwa berdiskusi di internet juga
disebut kolaboratif. Kolaboratif merupakan filsafat interaksi dan gaya hidup pribadi
tidak hanya teknik di kelas terjadinya kerjasama juga merupakan struktur interaksi yang
didesain untuk memfasilitasi pemenuhan produk akhir atau tujuan. Inovasi dalam
penggunaan teknologi telah mengubah cara kita berinteraksi di seluruh aspek kehidupan
kita. Mahasiswa dalam konteks pendidikan, profesional, dan sosial tidak lagi penerima
bertindak, bereaksi, dan berinteraksi bentuk-bentuk baru unggul pengetahuan yang pada
dapat berupa kursus yang dimediasi oleh Web. Pembelajaran online juga merujuk pada
sebuah kondisi bahwa pembelajaran berlangsung melalui koneksi. Hal ini dapat kita
pahami jika merujuk pada pengertian istilah online yang dikemukan oleh Erdem (2013)
menunjukkan keadaan terputus. Di sini, kita berarti bahwa “secara online terhubung ke
sistem, dalam operasi, fungsional dan siap untuk layanan. Sebaliknya, sebuah data
offline berarti tidak ada koneksi, dalam media seperti CD, Hard Disk atau kadang-
untuk berinteraksi dengan konten, instruktur, dan mahasiswa lainnya; dan untuk
untuk membangun makna pribadi, dan tumbuh dari pengalaman belajar. Dabbagh
dan terdistribusi yang menggunakan teknologi Internet dan berbasisi web guna
mahasiswa dalam belajar dengan dukungan teknologi dimana mereka yang bekerja
dalam tim kecil untuk membuat tugas atau mengembangkan suatu projek
Sementara itu, media sosial secara luas mengacu pada alat-alat elektronik (electronic
tools) yang relatif murah dan dapat diakses secara luas yang memungkinkan orang untuk
membangun hubungan.
pelatihan online, pelatihan berbasis web. Istilah-istilah di atas menyiratkan bahwa ada
jarak antara mahasiswa dan dari dosen bahwa mahasiswa menggunakan beberapa
mahasiswa lain, dan bahwa beberapa bentuk dukungan yang diberikan kepada
mahasiswa.
pembelajaran online berbasis sosial media adalah model pembelajaran berbantuan alat-
alat elektronik yang di mana mahasiswa dalam satu kelompok kecil bekerja sama
pembelajaran menjadi mahasiswa yang berberan aktif, pribadi yang menjaga harapan
pridabadi yang mandiri, berperan aktif dalam mengambil tanggung jawab dalam
kelompok dan saling adanya ketergantungan dalam belajar. Pendekatan ini menghendaki
kelompok, tugas adalah milik bersama yang diselesaikan oleh setiap individu secara
pembelajaran online 1) Globalisasi dan belajar sebagai proses sosial yang melekat dan
tidak penting atau kabur dan tidak terbatas pada pemisahan fisik dari mahasiswa dan
dan tempat, terjadi serentak dan / atau asynchronous melalui media yang berbeda,5)
Peristiw belajar mengajar (atau kegiatan kursus) menyebar secara serentak (waktu dan
tempat) atau asynchronous melalui media yang berbeda .6) Menggunakan internet atau
29
muncul dalam beberapa model yaitu Adjunct Mode Online Learning, Mixed-mode or
Blended-mode Learning dan Totally Online Learning. Penjelasan ringkas ketiga model
meningkatkan pendidikan jarak jauh tradisional tatap muka (face to face). Kedua,
terjadi sebagian besar kelas tatap muka atau pendidikan jarak jauh tentu dilakukan
secara online. Biasanya sekitar 50% dari kegiatan pembelajaran dan kelas keseluruhan
didasarkan pada aktivitas online dalam mode campuran. Dabbagh (2005) menyebut
yaitu menggabungkan pembelajaran secara online dengan kegiatan tatap muka. Ketiga,
secara penuh ini didasarkan pada pendekatan pembelajaran kolaboratif online seperti
seminar dan diskusi kelompok. Sebagian besar pelopor pembelajaran online awal datang
dari konteks tatap muka di kelas. Para pengguna awal dan pengadopsi menekankan
pengetahuan. Dabbagh (2005) menyebut totally online learning dengan istilah “the fully
online, atau web-only “yaitu suatu pembelajaran yang disampaikan hanya melalai
Situs Jejaring Sosial (SJS) adalah istilah yang dapat dipertukar dengan istilah sosial
media dalam disertasi ini. Beberapa pakar memberikan definisi bahwa SJS adalah
30
sebagai Platform, sebagai layanan web dan dari sudut pandang online sebagimana dapat
mendefinisikan Situs Jejaring Sosial adalah Platform untuk membangun hubungan sosial
antara orang-orang yang berbagi minat yang sama, kegiatan, latar belakang kehidupan
nyata. Beberapa komponen dari definisi ini memiliki kesamaan dengan Boyd & Ellison
(2013) yang mendefinisikan Situs Jejaring Sosial sebagai sebuah platform komunikasi
jaringan di mana peserta 1) memiliki profil diidentifikasi unik yang consist konten yang
disediakan pengguna, konten yang disediakan oleh pengguna lain, dan / atau data
dilalui oleh orang lain; dan 3) dapat mengkonsumsi, memproduksi, dan / atau
berinteraksi dengan aliran user-generated content yang disediakan oleh koneksi mereka
di situs.
Kedua SJS sebagai layanan web sebagaimana dikemukakan Manca dalam Mallia
(2013) bahwa Situs Jejaring Sosial adalah layanan web yang memungkinkan pengguna
membuat profil publik atau semi-publik, membuat daftar teman dan melintasi daftar
mereka koneksi, membentuk sebuah komunitas online jaringan publik”. Pendapat seperti
juga mirip dengan pendapat Alhajj and Rokne (2014) yang mendefenisikan Situs
membuat,berbagi profil, dan mengundang pengguna lain untuk berinteraksi dan berbagi
halnya De Garmo (2014) “Situs Jejaring Sosial situs website internet yang
“Situs Jejaring Sosial adalah ruang online di mana anggota masyarakat bertemu dalam
31
semua jenis interaksi sosial, dari membaca tentang anggota lainnya, posting gambar dan
klip video, untuk mengirim pesan ke teman-teman online”.Keyes and Jessica (2011)
“Situs Jejaring Sosial adalah komunitas online yang pengguna dapat membuat profil dan
bersosialisasi menggunakan berbagai alat media sosial termasuk blog, video, gambar,
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Situs Jejaring Sosial
merupakan platform web online yang memungkinkan individu untuk membangun profil
publik atau semi-publik dapat berkomunikasi dengan orang lain yang ada dalam
groupnya dengan menggunakan berbabagai fasilitas yang tersedia dalam situs tersebut,
misalnya dengan menggunkan video, audio, teks dan gambar atau dengan menambatkan
Pembelajaran kolaboratif online dengan dukungan teknologi baru yaitu dapat terjadi
melalui media sosial. Model ini telah menarik perhatian dari peneliti baru-baru ini dan
konsep baru dari e-learning 2.0 didefinisikan sebagai adopsi media sosial dalam
Pempek dalam Karal (2015) mengatakan bahwa:Situs jejaring sosial adalah bagian
penting dari teknologi media sosial. Situs jejaring sosial digambarkan sebagai platform
di mana pengguna berbagi informasi profil, referensi, pesan online atau foto secara
online, berbagi video. Situs ini memungkinkan untuk melakukan cara-cara inovatif
dalam berkomunikasi, serta dapat digunakan sebagai jalur ke komunitas online yang
Albion (2008) dalam White (2011) berpendapat bahwa media sosial merupakan
membangun dan berbagi pengetahuan. Menurut Boyd et al. (2007) dan Davis (2003)
dalam Gao (2011) media sosial memberikan dukungan bagi mahasiswa yang tersebar
32
secara geografis untuk berbagi ide dan sumber daya, berkolaborasi dan membuat konten,
dan mengembangkan hubungan dan komunitas praktik dengan yang lain. Media ini
diharapkan kata Anderson (2008); Frydenberg (2006); McLoughlin et al. (2007). Gao,
Qin, and Pei- Rau (2011) bahwa peningkatan kemampuan sosial akan memfasilitasi
Berkolaborasif melalui situs jejaring sosial merupakan fenomena yang tidak dapat
dihindari dan mesti dimanfaatkan. I-Tsun Chiang, et.all (2011) menunjukkan bahwa
Web 2.0 jejaring sosial layak dijadikan tool oleh mahasiswa untuk memotivasi
mengatasi tantangan. Situs jejaring sosial sudah banyak dijadikan sarana oleh Dosen
(2015) bahwa ada pengaruh yang signifikan dari situs jejaring sosial pada kinerja
akademik mahasiswa. Disamping itu juga ada dampak yang signifikan penggunaan situs
jejaring sosial menggunakan per minggu pada kinerja akademik mahasiswa. Temuan ini
kesadaran mahasiswa dalam manajemen waktu yang efisien dan multitasking yang lebih
baik yang dapat menyebabkan peningkatan aktivitas belajar dan prestasi akademik.
Situs Jejaring sosial sebagai teknologi sosial telah mendapatkan tempat sebagai alat
pedagogis, serta pemahaman pemahaman terhadap potensi pedagogis yang ada padanya.
Menerut Vladlena Benson (2014) Peran media sosial di pendidikan tinggi terdiri dari
lima dimensi yaitu: I) Berperan terjadinya jaringan. 2) sarana pemasaran dan perekrutan.
peluang menengah dan kewirausahaan. Kelima dimensi telah diuji oleh para akademisi
di berbagai disiplin ilmu pedagogi, teori modal sosial, teknologi informasi, ilmu hukum,
33
dan bidang lainnya, maka memunculkan perspektif penggunaan media sosial dalam
konteks pendidikan tinggi yang terdiri dari 1). Memungkinkan terjadinya jaringan 2).
Pemasaran dan perekrutan 3). Kolaboratif 4). Pengajaran dan pembelajaran. 5). Modal
Media sosial menurut Joosten (2012) dapat meningkatkan kehadiran sosial dosen di
luar kelas. Pada perspektif lain Tanya Joosten (2012) bahwa social media memberikan
karakteristik yang mengarah ke persepsi tinggi kehadiran sosial seseorang yang dapat
sosial sebagai derajat arti penting orang lain dalam interaksi dan arti penting akibat dari
konteks sosial yang lebih besar yang meliputi motivasi, kesatuan kelompok, komunikasi
verbal dan nonverbal, dan sosial kesetaraan-semua menjadi yang semuanya sangat sulit
untuk mencapai dan mempertahankan dengan tidak adanya kehadiran sosial Hal ini
penting untuk memeriksa kehadiran sosial dalam pembelajaran online karena kami perlu
memastikan bahwa meskipun itu menjadi online, itu dekat dengan representasi dari apa
yang akan di kelas tatap muka. Quintas, Morgado, and Amante (2007) berpendapat
bahwa menurut model kehadiran sosial bawa sarana komunikasi yang berbeda dalam
jumlah saluran informasi interpersonal dapat ditularkan lebih saluran memberikan media
Ngoyi dan Malapile (2014) mengemukakan bahwa ada dua konsep yang diasosiakan
dengan kehadiran social yaitu konsep keintiman dan kedekatan. Konsep keintiman sosial
menurut Shorte et.al. dalam Ngoyi dan Malapile (2014) bahwa kehadiran sosial media
faktor-faktor seperti jarak fisik, kontak mata dan tersenyum. Pada acara televisi,
penononton bisa mendapatkan seluruh pesan dari pembawa acara jika dibandingkan
wajah dan gerak tubuh pembawa acara sehingga mereka dapat menafsirkan perilaku
yang ditunjukkan oleh pembawa acara. Adapun konsep kedekatan yaaitu ukuran jarak
psikologis, yang ada antara komunikator dan objek komunikasi. Seseorang dapat
merasakan tingkat kedekatan atau non-kedekatan baik non-verbal dan verbal. Kedekatan
karena mahasiswa akan cenderung merasa bahwa meskipun instruktur mereka secara
fisik tidak dalam jangkauan, tanggapan langsung atas pertanyaan mereka dan
konteks sosial, komunikasi online, dan interaktivitas. Konteks sosial mengacu pada
mahasiswa dalam kursus online terlibat dalam tugas-tugas pada topik bersama, maka
membangun hubungan antara satu sama lain. Komunikasi online mengacu pada sejauh
mana mahasiswa menggunakan aplikasi online untuk berinteraksi satu sama lain,
termasuk bahasa komunikasi yang dapat diterima dan sesuai untuk apa pun yang mereka
berkomunikasi satu sama lain dan dengan instruktur secara informal dan langsung
sebagai kurangnya kedekatan dapat berdampak negatif terhadap kehadiran sosial. Studi
tentang interaktivitas Rafaeli (2014) mengatakan bawah merupakan bagian dari evolusi
dalam ontologi dan epistemologi teknologi komunikasi baru pada umumnya, dan
Kehadiran sosial juga dapat dilihat dari dimensi lain seperti yang dikemukakan oleh
Chen (2015) bahwa penelitian di bidang komunikasi manusia telah mengidentifikasi tiga
35
konsep yang berkaitan erat dengan kehadiran sosial. Konsep itu adalah adalah keintiman
adalah perasaan hubungan dekat dengan orang lain. Kedekatan digunakan untuk menilai
pengaturan komunikasi yang berbeda. Dibangun di atas ini, konstruk kehadiran sosial
pertama kali didirikan sebagai "derajat arti penting dari orang lain dalam interaksi dan
mahasiswa, berinteraksi yang kuat, kehadiran sosial, dan pembelajaran. terkait kehadiran
sosial untuk kepuasan mahasiswa dengan kursus online. Kazmer dalam Palloff dan
KPratt (2010) mencatat bahwa membangun komunitas belajar diperlukan untuk rasa
kehadiran sosial dan, akhirnya, untuk sukses interaksi antar mahasiswa. Murphy dalam
diprakarsai pengguna dan dengan demikian dapat melayani tujuan pendidikan. Survei
sikap positif terhadap Facebook sebagai platform yang efektif untuk belajar. Temuan ini
didasarkan pada persepsi mahasiswa tentang penggunaan media sosial yang diinginkan
untuk meningkatkan pembelajaran meskipun tidak ada pembelajaran formal yang benar-
benar terjadi. Beberapa keuntungan utama yang dirasakan oleh mahasiswa adalah:
dan instruktur.
36
seperti reset Anderson (2011) facebook mendorong kolaboratif. Couillard dalam Patrut
pembelajaran aktif dan kolaboratif. Patrut (2013) Facebook berpusat pada mahasiswa
lebih fleksibel dan Patrut dan Patrut (2013) Facebook hemat biaya.
pembelajaran kolaboratif yaitu: Fitri dkk (2015) melakukan riset 329 responden dari 2
perguruan tinggi di Riau. Mereka menemukan bahwa mahasiswa merasa nyaman belajar
melalui facebook karena facebook telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan
sosial Kegiatan facebook favorit oleh mahasiswa adalah obrolan online sebagai alat
untuk diskusi online (41%), diikuti dengan mengomentari status, foto atau video yang
dibagikan oleh orang lain (38%), dan melihat posting foto oleh teman-teman mereka
(36%) )
Riset lain yang menjadi bukti pemanfaatan facebook untuk kepentingan tutorial
adalah survey yang dilakukan oleh Riady (2014) pada kelompok mahasiswa di Hong
Kong, Taiwan dan Jakarta yang nyaman untuk akses dan lebih akrab dengan Facebook,
37
ditemukan bahwa Facebook akan menjadi alat bantu pembelajaran baik untuk
mahasiswa lain.
1. Pengertian Model
Para ahli memiliki beberapa pandangan yang berbeda tentang apa itu model.Secara
sederhana, menurut Brown (2016) model membantu menjelaskan hal-hal yang sulit
untuk dijelaskan. Ushakov (2015) menambahkan bahwa model adalah abstraksi atau
berpendapat bahwa model adalah representasi dari asli bertujuan untuk mewakili
makluk hidup ataupun benda mati yang secara fisik sudah musnah atau sulit dihadirkan
Sedangkan Harmon (2001) yang menyatakan model adalah representasi fisik atau
konseptual dari suatu realitas, Gustafson (1997) menyatakan bahwa model adalah
representasi sederhana dari bentuk kompleks, proses dan fungsi dari fenomena fisik atau
ide-ide. Model ini berlaku umum bisa dipergunakan untuk membuat desain
yang baru bahwa model adalah cara melakukan, representasi eksplisit suatu realitas atau
sebuah pola yang merupakan bentuk hubungan dalam arti yang normatif.
sesuatu, dapat berupa model statis atau model dinamis yang mewakili suatu proses.
representasi sederhana dari sistem yang rumit, dapat bersifat statis atau dinamis atau
suatu proses guna membantu kita memahami apa yang sedang terjadi, menjelaskan
akan terjadi. Model ini cocok untuk diterapkan di praktek laboratorium kimia, biologi,
dengan menampilkan struktur dan tingkatan untuk menyatakan idealisasi dan pandangan
tentang suatu realitas. Pengertian model ini banyak dirujuk oleh para designer
terutama dalam model pembelajran. Definisi ini diperjelas oleh Suparman (2014)
mengemukan bahwa model merupakan sebagai representasi suatu realitas atau dari suatu
konsep dengan mewujudkan salah satu dari empat dimensi yakni dimensi verbal atau
konseptual, urutan langkah kegiatan atau prosedur, salinan fisik atau visual, atau juga
komprehensive dimana model tidak hanya sepabagai representasi dari sesuatu tapi juga
menyebutkan komponen yang ada dalam suatu model. Definisi ini banyak dirujuk oleh
Pendidikan (TP) untuk karya tulis thesis dan disertasi pengembangan model. Pendapat
ini memberikan kerangka berpikir untuk karya tulis thesis dan disertasi minimal
membhasa model konseptual yaitu teori teori yang berkaitan dengan bidang yang dikaji,
pembelajaran dan model fisikal adalah produk yang dihasilkan dalam riset, lazimnya
berupa bahan instruksional yang dilengkapi dengan pedoman mengajar dosen dan
Dari beberapa definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa istilah model
digunakan untuk menjelaskan konsep yang bervariasi karena perlu disesuaikan dengan
konteks yang akan digambarkannya. Model merupakan suatu presentasi dari bentuk fisik
yang logis dalam memahami model yang sesungguhnya. Model juga dianggap sebagai
39
hubungan antara teori dan realitas atau untuk memvisualisasikan suatu teori. Model
yang ada. Model ini dapat direkayasa untuk sesuatu yang komplek dan berbahaya jika
tampil di skala penuh. Dalam definisi yang dikutip di atas belum memberikan
klasifikasi model secara jelas, agar dapat dipahami pembagian model yang dijadikan
dasar pengelopokkan model dalam disertasi ini maka perlu diklasifikasi an model secara
jelas.
2. Klasifikasi Model
Para pakar mengklasifikasikan model secara berbeda, antara lain Harre (1983)
dan paramorphs (paramorphs). Micromorphs adalah model fisik atau visual dari objek
atau imitasi seperti simulasi komputer atau objek dengan skala kecil dari objek besar
mewujud dalam bentuk deskripsi verbal. Model Paramorphs ini meliputi model
menganalisis komponen dengan detil dan melihatkan kaitan antar bagian yang akan
konseptualisasi teori-teori atau dengan kata lain perwujudan dari suatu teori. Adapun
Skyttner (2005) mengklasifikasikan model berupa model ikon, model analog, model
simbolik, model verbal dan model konseptual. Model ikonik atau fisik adalah presentasi
dari kenyataan yang ingin mereka wakili. Menurutnya model analog adalah presentasi
40
kualitas penting dari realitas melalui kesamaan dalam hubungan antara entitas yang
lebih mudah untuk ditangani.Model simbolik adalah model yang menggunakan simbol
untuk menunjukkan realitas yang menarik. Model verbal merupakan gambaran realitas
melalui penggunaan pernyataan verbal yang menguraikan hubungan antar konsep dan
terakhir model konseptual yaitu penjelasan teoretis, model-model ini bersifat preskriptif,
Natarajan (2005) adalah orang yang paling lengkap mengelompokkan model. Dia
membagi model kedalam dua belas kategori, yaitu: Model ikonic (Iconic model) yaitu
model yang memrepresentasikan fisik dari suatu sistem, model analog atau skema model
(Analogue or schematic model) yang menggunakan satu set properti untuk mewakili
suatu yang sistem yang diteliti. Model matematis atau model simbolik yaitu model ini
menggunakan simbol matematika (huruf, angka, dll), model statis (Static model) yaitu
model yang mengasumsikan bahwa nilai-nilai variabel tidak berubah dengan waktu
selama periode waktu tertentu horizon. Model dinamis (Dynamic model). Model ini
(Deterministic model) model yang tidak mengambil bentuk yang pasti.Model skolastik
penting dari masalah . Model deskriptive (Descriptive model) adalah model yang hanya
menggambarkan sebuah situasi atau sistem. Model prediktif (Predictive model) adalah
kursus untuk sebuah masalah.Model analitik (Analytic model) adalah model yang
memberikan solusi yang tepat yang diperoleh dengan metode matematika dalam bentuk
realitas yang dengan penggunaannya perangkat yang akan bereaksi dengan cara yang
analog, simbolik, verbal dan konseptual (iconic, analogue, symbolic, verbal and
conceptual). Model ikon atau fisik mewakili realitas sesuatu. Model analog mewakili
realitas melalui kesamaan dalam hubungan antara entitas yang disajikan dalam bentuk
yang lebih mudah untuk menangani. Model simbolik yaitu model yang menggunakan
terakhir adalah model konseptual yaitu penjelasan teoritis yang bersifat preskriptif,
Profetto-McGrath, at. All (2010) mengemukakan dua jenis model yaitu model
statistik dan model skema. Model statistik adalah persamaan matematika yang
mengekspresikan sifat dan besarnya hubungan antara satu set variable,model ini diuji
dengan menggunakan metode statistik. Model skema sebuah model konseptual secara
desainer model. Model konseptual yaitu teori-teori yang berfungsi sebagai batu loncatan
yaitu Model dkema yaitu model berupa diagram yang mewakili proses. Model
fungsi, Model Fisik yaitu model yang mencerminkan beberapa karakteristik fisik dari
Sargent dalam Loper (2015) membagi model kedalam model iconic, graphical,
analog, and mathematical. Model ikonik (Iconic models ) adalah model fisik yang
"terlihat seperti" sistem nyata. Model grafis (Graphical models) adalah berupa grafik
42
yang menggunakan simbol-simbol grafis. Model analog (Analog models) adalah model
yang menggunakan satu set yang berbeda dari karakteristik untuk mewakili karakteristik
operasi, dan logika) untuk menggambarkan suatu sistem. Model ini terdiri dari tiga
Terakhir adalah klasifikasi model oleh Liu (2015) yang mengelompokkan model
berdasarkan format model, sifat dan tipe lain. Model berdasarkan format yaitu model
fisik, analog, skema, atau model matematika. Adapun model berdasarkan sifat yaitu
model deterministik atau stokastik. Terakhir pengelompokkan model oleh Liu yang
populasi yang besar dan di berbagai.Micromodels biasanya berfokus pada lingkup kecil
Dari beberapa pendapat di atas maka model dapat dikelompokkan Mikromorf (fisik)
ikonik, analog, simbolik, verbal dan konseptual (Skyttner,2005) Xie (2006), Model
Skematik dan statistik model (Profetto-McGrath,at.all ,2010), model ikon (fisik), model
analog, model matematika, model statistik, model dinamis, model deterministik, model
stochastic, model deskriptif, model preskriptif, model prediktif, model analitik, model
(Blanchard dan Fabrycky,2011), ikon, grafis, analog, dan matematika (Sargent, 2015),
format representasi model (fisik, analog, skematik, atau model matematika sifat (model
deterministik atau stokastik) tipe lain (macromodels dan micromodels) (Liu ,2015).
a. Model Konseptual
Model konseptual adalah deskripsi yang menyebutkan semua konsep konsep yang
berhubungan satu sama lain dan menjelaskan bagaimana konsep-konsep tersebut sesuai
43
memberikan batasan bahwa model konseptual merupakan model yang bersifat analitis,
suatu produk dan melihatkan katerkaitan bagian-bagian dari suatu produk yang akan
c. Model Prosedural
Harre (1983) mengemukakan bahwa sebagian besar model prosedural bersifat
verbal, dapat juga berupa flowchart yang memperlihat proses-proses. Model prosedural
paling umum adalah diagram visual dan bersifat prosedural. Contoh penting adalah
model diagram alur generik dari Dick, Carey, dan Carey (2015) dan Smith dan Ragan
(2005). Format visual lain juga digunakan, seperti desain lingkaran tertanam dari model
Morrison, Ross, dan Kemp (2013). Mayoritas model prosedural ini berkaitan dengan
proyek desain yang komprehensif. Sebagian besar model berasal dari aplikasi teori
sistem umum. Gustafson dan Branch (2002) menggambarkan model ini sebagai dimulai
dengan berbagai bentuk analisis, dan berkembang melalui desain serangkaian spesifikasi
sedang berlangsung. Ada banyak variasi proses desain instruksional umum ini yang
sering diwakili oleh model yang lebih spesifik yang dimaksudkan untuk berhubungan
pengiriman, atau bahkan filosofi desain khusus. Model prosedural desain instruksional
lainnya membahas aspek yang lebih spesifik dari proses desain, pengembangan, dan
evaluasi. Ada model pemilihan media, seperti flowchart model Reiser dan Gagné
(1983). Ada model desain motivasi seperti Mode ARC Keller (1987).
44
d. Model Fisik
Menurut Kossiakoff (2011) model fisik adalah model yang mencerminkan beberapa
atau sebagian besar karakteristik fisik dari sistem yang sebenarnya atau elemen sistem
yang diteliti “Physical Models directly reflect some or most of the physical
diperkuat oleh Hughes (1993) mendefinisikan model fisikal adalah sistem fisik yang
direproduksi (biasanya pada ukuran dikurangi) sehingga kekuatan dominan utama yang
bekerja pada sistem direpresentasikan dalam model dalam proporsi yang benar untuk
(usually at a reduced size) so that the major dominant forces acting on the system are
represented in the model in correct proportion to the actual physical system). Demikian
pula halnya defnisi yang dikemukan oleh Vohra (2006) mengatakan bahwa model fisik
adalah representasi fisik atau skema dari hal yang nyata (A physical model is a physical
Model fisik yang dikemukan oleh lebih merujuk pada bahan instruksional yang
dipergunakan dalam pembelajaran oleh mahasiswa hal itu dapat dilihat dari pendapat
Hill and Miller (2013) mengatakan bahwa model fisik adalah representasi nyata dari apa
yang sedang dipejari mahasiswa (Physical models are concrete representations of what
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa model fisikal adalah
bentuk fisik dari sebuah model yang digunakan untuk memprediksi perilaku dalam
kegiatan belajar mengajar. Pada penelitian dan pengembangan ini, model fisik yang
dihasilkan berupa bahan instruksional (bahan ajar) yang akan dijelaskan sebagai berikut:
Definisi berikut ini dilihat sebagai bahan yang dipergunakan untuk mempengaruhi
bahan instruksional adalah item tertentu yang disampaikan pada mahasiswa dalam
bahan instruksional (instructional materials) disebut sebagai alat dan bantu (tools and
aids), termasuk media cetak dan nonprint yang dimaksudkan untuk melengkapi, bukan
menggantikan, ajaran yang sebenarnya.Defnisi ini merujuk pada definisi media dari
jenis dan fungsi dalam pembelajaran. Bahan instruksional yang digunakan sebagai
memudahkan dalam pembelajaran, hal ini dapat diliha dari definisi Abimbade (1997)
dalam Ololube (ed), yang mendefinisikan bahan instruksional adalah bahan apa pun
yang digunakan dalam proses instruksional. Bahan tersebut disusun, dirancang, secara
Dick et.all (2005) merujuk pada bahan yang digunakan dalam pembelajaran yang
instruksional mengacu pada setiap bahan yang sudah ada sebelumnya yang digabungkan
pembelajaran.
Terakhir pendapat Forsyth (2013) bahwa bahan instruksional alat bantu mengajar
(teaching aids) dan bahan belajar (learning materials) yang menjadi alat bantu mengajar
(teaching aids) yang digunakan oleh dosen untuk membantu dosen menyampaikan
pembelajaran kepada mahasiswa dam sebagai bahan belajar (learning materials) yang
Dari beberapa definisi tersebut di atas maka dapat didefiniskan bahwa bahan
instruksional adalah bahan yang dipergunakan oleh dosen untuk menyampaikan materi
pembelajaran kepada mahasiswa dapat berupa bahan tercetak maupun non tercetak baik
pembelajaran yang sudah ditentukan yang lebih banyak belajar jarak jauh.
materials) dapat berupa visual aid (alat bantu visual ) foto, gambar, diagram dan teks
yang terdapat dalam catatan ringkas, powerpoint, spanduk ditambah dengan media
pandang dengar (audio-visual) atau juga dapat berupa video, dan audio tape, buku
tercetak atau digital, animasi, perankant lunak komputer dan alat bantu pandang dengan
merupakan satu set materi atau bahan yang diatur secara teratur dalam rangka memenuhi
kebutuhan kegiatan belajar mengajar yang berupa bahan cetak (printed material)
maupun dalam bentuk pandang dengar (audio-visual, video, multimedia) dan bahan
47
yang berbasis situs. Pemahamana mengenai cakupan bahan ajar seperti di atas dapat
dilihat dari beberapa pendapat yang dikemukakan Dick et all., (2005) bahwa istilah
“bahan pengajaran adalah segalahal bentuk materi yang digunakan dalam pembelajaran
seperti panduan instruktur, daftar bacaan mahasiswa, presentasi PowerPoint, studi kasus,
video, podcast, format multimedia berbasis komputer, dan halaman web untuk
semua materi dan sarana fisik yang dapat digunakan instruktur untuk mengimplementasikan
dapat berupa seperti papan tulis, selebaran, bagan, slide, overhead, objek nyata, dan rekaman
video atau film, serta bahan dan metode yang lebih baru seperti komputer, DVD, CD-ROM,
Menurut Borich (1974) bahan bahan instruksional mengacu pada teks, film, strip
film, manual laboratorium, kimia, alat pengukur, dan realia lainnya. Sedangkan Ololube
(2015 ) menambahkan bahwa alat bantu instruksional atau bahan instruksional juga
dapat berupa manusia dan bukan -manusia yang dipekerjakan oleh Dosen untuk tujuan
komunikasi dan pembelajaran yang efektif (Teaching aids or materials can also be
dalam Muraina (2015) bahwa :bahan bahan instruksioanl yang paling penting adalah
dosen sendiri, hal ini karena bantuan apa pun yang digunakan, itu hanya dimaksudkan
untuk membantu pengajara dalam mengajar. bahan instruksional yang paling penting
adalah dosen sendiri, hal ini karena bantu dia menggunakan apa pun, itu hanya
dimaksudkan untuk membantu dia dalam mengajar dan tidak untuk membantu mengajar
sendiri.
48
Dick et all., (2015) mengatakan bahwa bahan instruksional meliputi lima komponen
ulasan bahan serta bahan motivasi dan kegiatan,(b) Isi (Content) yang harus
pembelajaran, termasuk contoh dan non contoh informasi, konsep, atau keterampilan
memungkinkan mahasiswa untuk berlatih atau untuk mencoba konsep atau keterampilan
untuk diri mereka sendiri, dan umpan balik pada kinerja mahasiswa untuk
memungkinkan peninjauan kembali ide-ide mereka atau penyesuaian teknik mereka (d)
Penilaian penguasaan mahasiswa informasi baru dan keterampilan (e) Kegiatan yang
desainer harus tetap fokus pada masalah dan tujuan untuk memastikan pembelajaran
Dalam mengembangkan bahan instruksional ada tahapan yang perlu dilalui oleh
bahan ajar melalui beberapa fase yaitu tahap perencanaan, produksi, dan implementasi.
Ketiga fase ini memiliki karakteristik khusus yang ditentukan oleh variabel yang
berbeda: spesialis yang terlibat dalam setiap fase, durasi kegiatan, teknik yang
diperlukan, dll. Namun demikian, fase-fase ini bukanlah proses yang sepenuhnya
49
tetapi juga bahwa spesifikasi dan pengembangan masing-masing menentukan dan saling
bahan instruksional yaitu tahap desain, tahap produksi, dan tahap evaluasi. Tiga tahap
utama ini secara singkat adalah 1).Tahap Desain.Ini melibatkan persiapan rencana kerja
bahan ajar. Dalam tahapan ini hal yang harus dipertimbangkan adalah populasi target
untuk bahan yang akan disiapkan, Tugas belajar untuk subjek, memilih unit kerja
tertentu, Tujuan pembelajaran utama dipecah menjadi tugas-tugas kecil dan spesifik
yang diurutkan terakhir menyiapkan rencana kerja atau lembar kerja atau Diagram
sebenarnya. 3) Tahapan ketiga adalah Tahap Evaluasi.Uji coba bahan ajar dengan
efektivitasnya.
final unit. Setiap tahap disertai dengan kegiatan evaluasi terkait. yang melayani
yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi sifat populasi target dan menilai relevansi
tujuan unit. Draf pertama unit dievaluasi melalui pendapat para ahli. Implementasi edisi
eksperimental dievaluasi dalam uji coba kelas, dan keefektifan unit diperkirakan dengan
Suparman (2014) mengemukan bahwa secara umum bahan instruksional terdiri dari
bahan belajar (learning materilas), panduan mahasiswa (study guide) dan pedoman
dosen (teacher or tutor manual). Bahan belajar mewujud dalam tiga bentuk bahan
instruksional yaitu bahan instruksional mandiri yang biasa disebut modul, bahan
dilakukan oleh suatu tim yang bekerja sama secara intensif. Pengkoordinasian tim
pengembangan tersebut iasanya dipimpin oleh ahli desain instruksional agar hasil kerja
mereka tampil ebagai sistem instruksional yang terpadu walaupun melibatkan berbagai
administrasi yang husus pula. Bahan instruksional hasil pengembangan tersebut masih
perlu dievaluasi dan direvisi sebelum digunakan di lapangan dengan mengikuti prosedur
instruksional. Bahan instruksional disusun untuk suatu mata kuliah atau mata pelajaran
yang terdapat di dalam kurikulum. bahan instruksional itu disusun berdasarkan TIU dan
instruksional. Bahan instruksional merupakan komponen yang sangat terkait erat dengan
isi setiap mata kuliah atau mata pelajaran dan harus relevan dengar tujuan instruksional,
karakteristik kombinasi keduanya. Pendekatan kombinasi yang lebih banyak tatap muka
dapat membutuhkan format bahan instruksional yang berbeda dengan yang lebih
banyak belajar jarak jauh. Dalam rangkat mengembangkan bahan ajar dosen bisa
awal mahasiswa yang telah dikenali. Selanjutnya kita mesti memperhatikan kondisi
dilakukan
Dick and Carey (2015) berpendapat bahwa dengan adanya strategi pembelajaran di
tangan, desainer siap untuk menjadikan pembelajaran menjadi hidup. Kegiatan analisis
dan desain bertujuan untuk memastikan bahwa produk instruksional yang responsif
terhadap kebutuhan tujuan. Setelah dikembangkan dalam bentuk draft kasar, bahan
dievaluasi dan direvisi sesuai kebutuhan. Lebih lanjut merekan menejelaskan bahwa
pembelajaran dan pemilihan media, komponen paket pembelajaran, bahan ajar yang ada,
cocok untuk mencapai tujuan dari tugas, dan karakteristik tugas (characteristics of the
Penekanan (Emphasis), gagasan utama materi dengan jelas dinyatakan untuk mahasiwa,
penekanan terhadap ide-ide diberikan untuk arti yang diinginkan dan tujuan. 2)
Kesatuan (Unity), semua ide utama dalam materi jelas terkait dengan ide materi
cara yang logis. Ide-ide dalam teks harus "diikat bersama-sama.".4) Pengulangan
52
(Repetition), ide-ide baru dalam material, berkaitan dengan ide-ide lain yang
yang telah mereka ketahui dan menghubungkannya dengan ide-ide baru. 5) Kosakata
yang tepat (Appropriate Vocabulary), kosakata yang digunakan sesuai dengan tingkat
membuat asumsi yang wajar tentang pengalaman mahasiswa sebelumnya, untuk siapa
pemahaman pembaca. Pemahaman sering dibantu oleh judul tebal, jenis huruf miring,
jarak yang tepat bersama-sama dengan ilustrasi yang mendukung, definisi ringkas serta
referensi untuk bahan instruksional lainnya. Format keseluruhan harus dapat meminta
tanggapan yang menguntungkan dan daya tarik dari pembaca. 8) Kualitas Pertanyaan
setiap pendekatan dan harus pula memenuhi persyaratan utama sebagai berikut.
(a) Memuat tujuan instruksional dengan jelas.1) Isinya sesuai bagi kebutuhan
ilmunya.3) Isinya mutahir, tidak ketinggalan zaman jika dilihat dari segi teori maupun
dengan hasil penelitian.8) Latihannya bervariasi dan sesuai untuk pencapaian tujuan
Suparman (2014) umum bahan instruksional terdiri dari bahan belajar (learning
materilas), panduan mahasiswa (study guide) dan pedoman dosen (teacher or tutor
manual). Bahan ini merupakan satu paket bahan yang digunakan oleh mahasiswa dan
telah dikembangkan melalui proses yang sistematis atas dasar berbagai teori, terutama
teori belajar, dan teori instruksional. Secara hipotetis, bila bahan tersebut digunakan
maka dalam mencapai tujuan instruksional akan menjadi efektif dan efisien. Hipotesis
Banyak model yang berbeda yang ditujukan untuk proses desain pembelajaran.
yang unik dari suatu organisasi. Desainer instruksional meningkatkan potensi mereka
untuk sukses ketika model yang diterapkan cocok dengan konteks pendidikan. Namun,
Maribe,2009)
unsur utama atau fase dari proses dan hubungannya. Model desain instruksional menurut
diinginkan dalam pembelajaran yang akan mereka rancang. Model dapat memberi
pengaruh yang signifikan terhadap mutu dan proses pembelajaran, karena pembelajaran
yang merupakan suatu proses interaksi dengan melibatkan berbagai komponennya mulai
dari kurikulum, karakteristik mahasiswa, Dosen, media, evaluasi, dan feedback yang
54
hasil belajar. Faktor-faktor tersebut adalah (1) tingkat kesiapan yang masing-masing
mahasiswa perlu untuk mencapai tujuan,(2) Strategi pembelajaran yang paling tepat
dalam hal tujuan dan karakteristik mahasiswa (3)Teknologi atau sumber daya lainnya
yang paling cocok,(4)Dukungan yang diperlukan untuk belajar sukses (5) cara
Jamaludin, et.all (2011) mengemukakan bahwa saat ini ada lebih dari 100 model
ISD berbeda, dengan hampir semua didasarkan pada model generik ADDIE. Model-
Model Desain Instruksional yang akan diuraikan dalam penelitian ini adalah Model Dick
dan Carey, Model Morrison, Ross, Kalman and Kemp, Model ADDIE, Model Hanafin
and Peck, Model Borg dan Gall, Model ARCS, dan Model Pengembangan lnstruksional
(MPI).
Model Dick dan Carey, model pendekatan sistem untuk merancang instruksi,
didasarkan pada asumsi bahwa ada hubungan yang dapat diprediksi antara stimulus dan
respons yang dihasilkannya pada mahasiswa. Ini menggambarkan fase dari proses
formatif, plus penilaian kebutuhan dalam hubungan nonlinear (Dick & Carey. 2015).
Dalam pengaturan ruang kelas, bahan ajar terkait dengan respon yang dihasilkannya
pada keterampilan dan pengetahuan yang akan diajarkan dan memasok kondisi yang
berdasarkan memecah instruksi menjadi komponen yang lebih kecil. Perancang perlu
memungkinkan perilaku yang diinginkan untuk dipelajari. dan kemudian pilih stimulus
seperangkat perilaku yang dapat diprediksi dan karena itu dapat diandalkan. Model ini
mengasumsikan bahwa analisis dan instruksi pengajaran yang benar akan mengarah
pada keterampilan yang dapat ditunjukkan. Berikut ini adalah komponen model Dick
Gambar.2.1. Model Dick And Carry (Walter Dick, Dan Lou Carey, 2015)
Berdasarkan gambar di atas bahwa komponen komponen\ model Dick dan Carey
adalah
antara hasil saat ini dan hasil yang diinginkan untuk suatu organisasi. Dick dan Carey
tertentu, yang dinyatakan dalam hal kinerja yang dapat diamati. Tujuan bawahan adalah
tujuan yang harus dicapai untuk mencapai tujuan terminal: tujuan terminal adalah tujuan
yang diharapkan akan dicapai oleh mahasiwa ketika mereka telah menyelesaikan kursus
pengajaran. Melalui mahasiswa dan analisis konteks, karakteristik kunci mahasiswa dan
informasi yang diperlukan bagi mahasiswa untuk mencapai tujuan. Teknik analisis
dan keterkaitan mereka. Evaluasi formatif digunakan untuk mengumpulkan data dan
informasi yang digunakan untuk meningkatkan suatu program, yang dilakukan saat
57
menyajikan kesimpulan
Model yang kedua adalah Model Kemp. Model ini dikenal dengan model melingkar.
Menurut Marrison et all., (2013) desain instruksional terlebih dahulu dimulai dengan
adalah jawaban untuk semua masalah. Jika pembelajaran adalah solusi yang paling
tepat, maka proses desain dapat dimulai. Pendekatan desain instruksional menganggap
Gambar.2.2. Model Morrison, Ross, Kalman and Kemp (Gary R Marrison. et.all.,2013)
Gambar di atas merupakan suatu rangkaian kerja sistematis dari model yang
dikembangkan oleh Kemp. Sehubungan dengan menentukan tujuan dan daftar topik.
Menetapkan tujuan umum untuk pembelajaran tiap topiknya harus berdasarkan beberapa
Komponen-komponen ini saling terkait dan bisa membuat seluruh rencana desain
(mis., Konteks di mana mahasiswa belajar dan bekerja) dan, ketika diintegrasikan
dengan empat dasar, membentuk model desain instruksional yang lengkap. Secara
masalah pengajaran. Model mendefinisikan ini sebagai "kebutuhan klien atau masalah
kinerja yang ingin diselesaikan klien" (Morrison, Ross, Kemp, dan Kalman, p.15).
Model ini juga menentukan apakah masalah dapat diselesaikan dengan instruksi, atau
apakah solusi non-struktural akan lebih baik. Salah satu hal yang dilakukan oleh
perancang instruksional pada saat ini adalah melakukan analisis tujuan, di mana
proyek yang akan mengarah pada penyelesaian masalah.Jika analisis menentukan bahwa
solusi instruksional paling baik memenuhi tujuan ini, maka perancang terus bekerja
kerja" (Morrison et al, hal. 15). Audiens dan konteks di mana mereka bekerja / belajar
(3) Analisis Tugas. Tujuan instruksional menentukan dengan tepat apa yang harus
dikuasai mahasiswa. Tujuannya menyediakan peta untuk merancang instruksi dan untuk
sebagai salah satu pemeriksaan kualitas pertama kami untuk memastikan bahwa
59
membangun titik fokus untuk memastikan strategi dan penilaian kita sesuai.
(4) Tujuan instruksional.Tujuan instruksional menentukan dengan tepat apa yang harus
dikuasai mahasiswa. Tujuannya menyediakan peta untuk merancang instruksi dan untuk
salah satu pemeriksaan kualitas pertama kami untuk memastikan bahwa instruksi
(5) Urutan Konten.Urutan di mana informasi disajikan memainkan peran penting dalam
orang mungkin berharap untuk menyajikan informasi dalam urutan yang sama seperti
yang didefinisikan oleh analisis tugas. Namun, memesan informasi dalam urutan logis
dapat membantu mahasiswa memahami ide-ide dengan cara yang lebih efisien dan
efektif
(6) Strategi Pengajaran. Banyak desainer menganggap ini bagian dari proses sebagai
langkah kreatif. Ini melibatkan merancang cara-cara kreatif dan kadang-kadang inovatif
baru dengan ide-ide yang sudah mereka pahami. Proses ini melibatkan banyak
(7) Mendesain Pesan.Model didefiniskan pesan sebagai pola kata dan gambar yang kita
Merancang pesan tidak hanya berkaitan dengan konten itu sendiri, tetapi juga
60
penggunaan kata-kata sinyal, elemen tipografi, dan grafik untuk membuat pesan lebih
siap untuk mengembangkan instruksional. Bagian dari proses ini melibatkan penyatuan
semua bagian untuk menghasilkan materi pengajaran seperti rekaman video, halaman
(9) Instrumen evaluasi. Instrumen evaluasi adalah apa yang dibuat oleh dosen untuk
menilai mahasiswa dan untuk menentukan apakah dan sampai tingkat apa mahasiswa
telah menguasai materi. Tujuan dapat dinilai dengan item-item tes pilihan ganda,
sedangkan tujuan lain membutuhkan pendekatan yang lebih kompleks seperti portofolio
yang merupakan kumpulan produk kerja yang patut dicontoh selama periode waktu
tertentu” (Morrison et al, hal. 16 ). Dua komponen untuk evaluasi adalah evaluasi
ketika dilakukan selama pengembangan dan uji coba. Itu harus dilakukan di awal proses,
sebelum waktu dan sumber daya yang berharga terbuang sia-sia ”(Morrison et al, hal.
252). Evaluasi sumatif datang di akhir proses. Tujuannya adalah mengukur efektivitas
unit pengajaran pada akhir proses (Morrison et al, hal. 255). Penulis model ini
c) Model ADDIE
Model ini tercatat pertama kali muncul pada tahun 1975 dalam bentuk model ISD
yang dirancang oleh Pusat Teknologi Pendidikan di Florida State University untuk
61
Angkatan Bersenjata Amerika Serikat. Dasar pembuatan model ini adalah adanya
kesenjangan yang semakin meningkat antara kerumitan aparat pertahanan militer dan
menurunnya pencapaian pendidikan prajurit tingkat awal, lalu solusi potensial untuk
pemecahan masalah ini adalah bentuk pendekatan sistem untuk pelatihan. (Czaja, S. J.,
& Sharit, J,2016). ADDIE adalah model generik, Molenda dalam Czaja dan Sharit
(2013) berpendapat bahwa model ADDIE adalah model yang sehari-hari digunakan
ADDIE mewakili huruf pertama yang terkandung dalam masing-masing dari lima
(2009):
(1) Analysis. Analisis berkaitan dengan siapa, apa, di mana, kapan, mengapa, dan oleh
siapa dari proses desain. Dalam elemen ini harus menentukan (a) apakah ada
masalah yang dapat ditangani dengan tepat melalui pembelajaran (b) tujuan dan
sasaran apa yang harus ditangani oleh dosen (c) sumber daya apa yang tersedia
62
untuk pembelajaran (d) yang membutuhkan pembelajaran dan kebutuhan mereka (e)
(2) Design. Desain adalah jantung sebenarnya dari proses desain pembelajaran. Dalam
evaluasi program (d) menentukan urutan dan struktur pembelajaran (e) menyiapkan
logika dan tujuan peta konsep (g) menyusun materi yang diperlukan.
untuk mahasiswa dan dan pengajara (b) membuat materi pendukung termasuk
audio, video, dan media lainnya (c) memprogram materi dengan menggunakan
pelajaran sudah benar dan ditinjau oleh ahli atau expert (b)berkonsultasi dengan
yang telah ditetapkan (c) mematuhi semua elemen rencana desain (d) meninjau dan
bertindak pada semua evaluasi dari peserta, fasilitator, dan pengguna akhir proyek
(f) memastikan kontrol kualitas proses dengan evaluasi yang konstan dan
produk. Model desain pengajaran ini terdiri tiga fase yaitu tahapan yaitu Analisis
kebutuah, Tahapan desain, dan Tahapan pengembangan dan implementasi (Hannafin &
63
Peck 2003). Uraian setiap phased dari model ini merujuk pada karya The Design,
Development, and Evaluation of Instructional Software oleh Hannafin dan Peck (2003)
1. Analisis kebutuah
menyeluruh. Ini termasuk kebutuhan mahasiswa untuk aktifitas online, seperti tujuan
dan kesenjangan kinerja mereka, serta kebutuhan organisasi. Dosen juga harus
mengembangkan tujuan dan mulai berpikir tentang kegiatan dan sumber daya eLearning
Gunakan penilaian eLearning, survei, dan alat umpan balik lainnya untuk
tempat kerja juga merupakan metode penilaian yang berharga, karena dapat memberikan
gambaran lengkap tentang tugas, tugas pekerjaan, dan keterampilan yang digunakan
Jika penguasaan tugas menjadi perhatian utama, maka lakukan analisis tugas
untuk memecah setiap proses atau prosedur menjadi komponen yang paling mendasar,
Skenario interaktif adalah pilihan ideal, atau apakah tugas itu akan lebih cocok untuk
tutorial online
2. Desain
64
eLearning. Tahap ini meruapakan waktu untuk memetakan setiap aspek program
eLearning dan membuat storyboard atau garis besar yang menyoroti latihan online,
Pada dasarnya, tahap desain merupakan saat dosen mulai menyatukan semua
Model dalam eLearning, kumpulkan semua sumber daya dan materi daring sehingga
kunci dan mulai menyusun konten eLearning. Proses desain seringkali memakan waktu,
karena dosen perlu mengembangkan strategi yang jelas dan kohesif untuk digunakan
sebagai fondasi yang bergerak maju. Fase ini bergantung pada organisasi dan
perencanaan, jadi kumpulkan tim eLearning dan buat semua potongan puzzle untuk
kursus eLearning.
dipilih dan memastikan bahwa semua elemen ada di tempatnya, maka setelah itu
berubah
menyatukan puzzle. Dosen harus membaca ulang dan edit konten eLearning untuk
memberi mereka petunjuk terperinci tentang cara mengakses kursus eLearning. Setelah
dosen melaksanakan program pelatihan online, dosen harus memiliki staf dan fasilitator
TI untuk membantu.
Penilai formatif dapat dilakukan mulai dari awal pembuatan media sampai selama
proses pelaksanaan produk, seperti bahna ajar yang digunakan dikelas oleh Dosen.
Aktifitas mahasiswa dan Dosen selama belajar didalam kelas akan di tinjau, di evaluasi
untuk perbaikan produk yang telah dikembangkan. Sedangkan penilaian sumatif adalah
penilaian akhir dari produk yang dikembangkan. Penilaian sumatif akan menjadi acuan
untuk melihat keefektifan dari produk yang dikembangkan. Hasil penilaian sumatif akan
Dalam model Research and development (R & D) Borg and Gall (1983) ada empat
karakter dominan yakni: (1) Research and Collecting Preliminary yakni suatu kajian
awal guna menemukan peneleitian atau temuan yang memiliki keterakaitan dengan riset
yang akan dikembangkan. (2) Developing the product base on this findings bahwa
sebelumnya .(3) Field tested it in settings where it would be used eventually yaitu
melakukan uji coba lapangan sesuai kondisi dan situasi yang relevan dengan produk
sehingga ketikan produk nantinya digunakan maka akan berfungsi dengan baik.(4)
Revising it to correct the deficiencies found in the field-testing stage. Yaitu merevisi
kekurangan yang dimiliki oleh produk saat uji coba lapangan (field triel).
Maka dari keempat karaktersitik utama R&D ini tergambar bawah R&D merupakan
riset yang menghendaki adanya penelitian awal yang berkaitan dengan riset atau produk
yang dikembangkan. Hasil penelitian ini menjadi dasar pengembangan produk. Hal itu
terlihat dari apa yang dikemukan oleh Borg and Gall bahwa “R&D adalah proses yang
66
langkah dari proses ini biasanya disebut sebagai siklus R & D, yang terdiri dari
Kemudian Borg and Gall menjeaskan bawah dalam Research and Development
produk yang dibanguan berdasarkan hipotetik yang sering digunakan metode penelitian
dasar (basic research). Selanjutnya dilakukan uji coba guna mengetahui tentang kualitas
suatu produk. Setelah dilakukan pembuktian atau kehandalaan produk, maka langkah
selanjutnya yaitu penerapan atau aplikasik. Cara uji coba produk dengan eksperimen ini
evaluasi, metode pengajaran, uji kompetensi, manajamen kelas untuk suatu model
Model Borg and Gall terdiri dari 10 langkah sebagaimana dapat dilihat pada
Gambar 2.6. Model Borg & Gall. (Borg and Gall. 1984)
Secara ringkas langkah-langkah penelitian R&D menurut Borg dan Gall (1983)
(1) Research and collecting primanary (Meneliti dan mengumpulkan data primer )
produk dan pengembangan produk itu sendiri, serta ketersediaan Sumber Daya
Manusia yang memiliki kemampuan dan ketersediaan waktu yang memadai untuk
mengumpulkan berbagai hasil penelitian dan informasi lain yang berkaitan dengan
bermanfaat untuk mengetahui sejauh mana informasi yang tersedia saat ini tentang
(2) Research Planning (Perencanaan Riset ). Bagian ini meliputi penyusuan terhadap
rencana dalam penelitian yang mencakup kompetensi apa saja yang dibutuhkan
ketika penelitian dilaksanakan, formulasi tujuan yang hendak diraih dengan riset
tersebut, rancangan atau prosedur penelitian, bisa jadi dilakukan pengujian dalam
68
lingkup terbatas
(3) Early Product Develop (pengembangan produk awal). Tahapan ini mencakup
dalam kebutuhan sarana dan prasarana selama proses Research and Development,
atau individu yang terlibat dalam penelitian. Termasuk juga dalam pengembangan
(4) Expert Validation (Validasi Expert). Tahapan ini merupakan kegiatan memvalidasi
produk oleh expert. Kegiatan memvalidasi produk oleh ahli tergantung pada
kebutuhan. Keterkaitan dalam penelitian dalam disertasi ini adalah validasi produk
dilakukan oleh content expert (pakar materi), Instructional expert (pakar desain
grafis/Media)
(5) Product Revision (Revisi Produk). Pada tahapan ini kegiatan perbaikan produk
berdasarkan saran dan pendapat dari para pakar yang disebutkan di atas. Perbaikan
draft produk awal menjadi bahan uji coba terbatas (one to one student) yang dapat
(6) Early Test (Uji Coba Awal). Pada tahapan ke enam ini yaitu kegiatan uji produk
yang berkaitan dengan uji efektivitas produk, uji efektivitas strategi pembelajaran
efektivitas desain, baik dari segi metodologi maupun substansi. Sebagai gambaran
model uji coba ini dilakukan pada one to one student (3 orang mahasiswa dan 9
orang mahasiwa). Dalam memilih sampel dalam one to one student dibuat kriteria
tertentu, misalnya ada yang memiliki kemampuan rendah, sedang dan tinggi,
69
dengan kompisi yang seimbang pada setiap one to one student. Hasil dari uci coba
one to one students ini menjadi bahan atau pedoman dalam mengetahui dampat
dampak terhadap implementasi produk baik sebelum dan sesudah produk diuji
cobakan.
(7) Product Revision (revisi produk). Tahapan ke tujuh yaitu penyempurnaan produk
setelah uji coba one-one student dan kelompok kecil. Dengan demikian perbaikan
pada tahap ini adalah revisi kedua setelah dilakukan validasi oleh pakar. Perbaikan
produk setelah uji coba ini menjadikan produk lebih baik dan teruji pada tahap pre-
(8) Operational Field Testing (uji coba lapangan). Sebelum menghasilakn produk final
maka dilakukan uji coba lapagan terhadap 30 responden (mahasiswa). Untuk bidang
pendidikan langkah ini sebaiknya dilakukan dengan skala kecil, misalnya beberapa
sekolah atau universitas hal ini berkaitan dengan kemampuan pendanaan. Uni coba
lapangan ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas dan adaptabilitas produk bagi
pengguna produk. Hasil uji lapangan adalah rancangan produk yang siap diterapkan
produk dapat dilakukan dengan kusioner, interview, dan observasi dan kemudian
(9) Final Product Revision (revisi produk akhir ). Tahapan ini merupakan tahap
penting guna memastikan akurasi produk yang sedang dibuat. Pada tahap ini sudah
yang andal. Karena penyempurnaan didasarkan masukan atau hasil uji kelayakan
dalam jumal ilmiah dan implementasi produk pada praktik pendidikan. Penerbitan
produk untuk disebar luaskan gratis atau dengan berbayar untuk dimanfaatkan oleh
khalayak ramai. Desiminasi dan Penerapan produk harus dilakukan setelah melalui
produk oleh publik dalam rangka mendapatkan masukan untuk mengontrol kualitas
f) Model ARCS
Dasar teori untuk model ARCS yaitu motivasi yang menyebabkan stimulasi, arah,
intensitas, dan kegigihan perilaku. Keller dalam Arnone (2005) membuat perbedaan
antara upaya dan kinerja sebagai kategori perilaku. Kinerja mengacu pada pencapaian
tujuan relatif terhadap standar yang ditetapkan, dan karenanya diukur terhadap standar.
Kinerja dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kemampuan atau keterampilan dan
cukup mudah diukur. Upaya mengacu pada terlibat dalam upaya dengan maksud untuk
mencapai tujuan. Biasanya diukur dengan kegigihan atau intensitas usaha. Ukuran
umum yaitu "waktu tugas" berapa lama anak berusaha mencapai perilaku, keterampilan,
atau pengetahuan yang diinginkan? Itu belum tentu terkait dengan kemampuan. Dengan
demikian upaya dapat dianggap sebagai ukuran langsung dari motivasi. Karena kinerja
dapat dipengaruhi oleh kemampuan atau faktor lain, itu dianggap sebagai ukuran tidak
langsung.
Model ARCS didasarkan pada teori nilai-harapan, dan kerangka kerja ini
memungkinkan kita untuk memeriksa teori-teori lain yang menjadi faktor nilai dan
harapan untuk sukses. Menurut model ARCS (Keller, 2010), ada empat persyaratan
71
umum yang harus dipenuhi agar orang termotivasi untuk belajar, dan ada strategi praktis
untuk digunakan dalam mencapai masing-masing dari empat persyaratan (gambar 2.7).
Model ini terdiri dari empat kategori yang menjadi komponen utamanya, yaitu
Attention (A), Relevance (R), Confidence (C), dan Satisfaction (S). Empat komponen ini
mewakili seperangkat kondisi yang diperlukan bagi seseorang untuk menjadi termotivasi
sepenuhnya, dan masing-masing dari empat kategori memiliki sub-komponen, atau sub-
(1) Attention (Perhatian) Menurut Keller Perhatian dapat diperoleh dalam dua cara: (1)
gairah perceptual - menggunakan kejutan atau tidak pasti untuk mendapatkan minat.
Menggunakan peristiwa yang baru, mengejutkan, tidak sesuai, dan tidak pasti; atau
mahasiswa. Untuk melakukan ini, gunakan bahasa konkret dan contoh-contoh yang
akrab dengan mahasiswa. Enam strategi utama yang dijelaskan oleh Keller meliputi:
pengetahuan atau keterampilan yang telah kita tentukan sebelumnya. Present Worth
untuk sukses. Jika mereka merasa tidak dapat memenuhi tujuan atau biaya (waktu
atau usaha) terlalu tinggi, motivasi mereka akan berkurang. Berikan tujuan dan
beberapa cara, dapat dari rasa prestasi, pujian dari atasan, atau sekadar hiburan. Buat
72
dalam lingkungan nyata. Berikan umpan balik dan penguatan. Ketika mahasiswa
pada motivasi, yang bisa bersifat intrinsik atau ekstrinsik dan tugas tidak boleh
berlebihan .
ke isyarat yang sesuai. Sebelum perhatian dapat diarahkan, itu harus diperoleh. Setelah
ini selesai, penting untuk menunjukkan kepada mahasiswa relevansi dari materi yang
disajikan. Sebelum mahasiswa dapat termotivasi untuk belajar, mereka harus percaya
bahwa pengajaran tersebut terkait dengan tujuan atau motif pribadi yang penting.
Setelah relevansi berhasil dibuat, mahasiswa mungkin masih tidak termotivasi dengan
baik karena terlalu sedikit atau terlalu banyak kepercayaan atau harapan untuk sukses.
Mereka dapat memiliki ketakutan akan topik atau situasi yang mencegah mereka belajar
secara efektif atau pada ekstrem lainnya. Untuk alasan ini, penting untuk merancang
bahan dan lingkungan belajar yang membangun tingkat kepercayaan yang sesuai
sehubungan dengan harapan mahasiswa untuk sukses. Untuk memiliki keinginan yang
berkelanjutan untuk belajar, mahasiswa harus memiliki rasa puas dengan proses atau
Kepuasan dapat dihasilkan dari faktor ekstrinsik dan intrinsik. Faktor ekstrinsik
termasuk peluang untuk kemajuan, sertifikat, atau imbalan materi lainnya. Faktor-faktor
intrinsik seringkali diabaikan tetapi bisa sangat kuat. Faktor-faktor ini termasuk perasaan
harga diri dan prestasi yang dihasilkan dari berhasil menyelesaikan kegiatan
73
pembelajaran tatap muka (face to face) dan pembelajaran jarak jauh. MPI dirancang
guna dimanfaat pada tingkat mata pelajaran dan kursus, bukan untuk program studi dan
program yang bersifat lebih masif. Dengan demikian yang menjadi targetnya yaitu
dosen yang baru memiliki niat untuk mengembangkan kursus atau mata pelajarannya
dengan sistematis.
Delapan tahapan Model Pengembangan lnstruksioanl (MPI) terdiri dari tiga tahapan
yaitu:
Tahapan Pertama model MPI ini mencakup (1) Mengenali kebutuhan instruksional
Tahap ketiga meliputi mengevaluasi dan merevisi bahan instruksioanl. Tahapan ini
terdiri dari satu langkah (langkah 8) yakni menyusun desain dan melaksanakan evaluasi
hanya terdiri dari satu langkah,tahap ketiga ini terdiri dari satu set kegiatan panjang dan
menantang. Satu set kegiatan itu meliputi evaluasi oleh para pakar dan revisi oleh
beberapa mahasiswa dan revisi, evaluasi oleh kelompok kecil dan dosen diikuti dengan
revisi, dlan akhirnya ditutup dengan kegiatan uji coba lapangan diikuti dengan revisi.
Hasil akhir langkah kedelapan berupa suatu sistem instruksional atau produk
sosial pada penelitian dan pengembangan ini menggunakan model prosedur yang
diadaptasi dan dimodifikasi dari model Borg dan Gall, ADDIE dikombinasikan dengan
Mancy And Reid Model. Model ini diharapkan dapat menjawab tantangan zaman bagi
calon Dosen masa depan (abad 21) dimana penggunaan teknologi dalam pembelajaran
tidak lagi bisa diabaikan. Hal ini didasarkan pada beberapa pendapat Hannafin dalam
Gorsky (2007) yang mengemukakan perlunya mengembangkan sebuah model baru yang
sesuai dengan kebutuhan sekarang karena model yang baik adalah model yang sesuai
Pendekatan Model ADDIE telah berhasil diterapkan untuk berbagai pengajaran dan
pelatihan berbasis Web, membuat ruangan virtual untuk mahasiswa calon Dosen dan
sebagainya. Dalam proses pengembangan materi kursus untuk sistem pengajaran online,
model ADDIE dapat diterapkan untuk menciptakan bahan-bahan kursus yang cocok
untuk mengajar berbasis web dan belajar. Chao, ed (2007) mengatakan bahwa teori
online. Untuk memastikan bahwa bahan ajar secara online memenuhi persyaratan kursus
berbasis teknologi, instruktur yang mungkin perancang materi pengajaran secara online
dan pengembang harus menyelesaikan tugas-tugas di setiap fase dari model ADDIE
Donnelly dalam Marcus-Quinn (2010) menyatakan bahwa dengan model ADDIE dapat
kita lakukan kolaboratif karena menghemat waktu dan tidak semua orang dalam
namun sistematis untuk proses desain dan pengembangan. Kunci untuk instruksional
efektif terletak pada konsep desain, didefinisikan oleh Seels dan Richey (1994) sebagai
proses menentukan kondisi untuk belajar. Tujuan dari desain yaitu untuk menciptakan
strategi dan produksi di tingkat makro, seperti program dan kurikulum, dan pada tingkat
Analyze, Design, Develop, Implement dan Evaluate yang sesuai dengan lima tahap
model. Model ini dimulai dengan analisis kebutuhan instruksional dan solusi, diikuti
konten pendidikan, dan evaluasi sumatif dari produk yang dihasilkan. Evaluasi formatif
dan revisi terjadi melalui seluruh proses pembangunan untuk menjamin produk tersebut
pembelajaran bermakna berpusat pada mahasiswa, inovatif, otentik dan inspiratif. Oleh
karena itu, pendekatan ini merupakan sebuah desain yang mendorong pembelajaran
yang aktif, multifungsional, situasional dan inspiratif. Pendekatan ADDIE bisa disorot
dari dua aspek: sebagai konsep dan sebagai cara mengelola prosedur yang dikaitkan
berbasis situs jejaring sosial pada penelitian dan pengembangan ini sebagaimana
(1)Investigasi awal
Kegian ini terdiri dari kajian konseptual dan studi lapangan bertujuan untuk
penelitian terbatas atau ukuran kecil dan standar. Dalam menganalisis kebutuhan
pengembangan produk itu sendiri, juga ketersediaan Sumber daya manusia yang ahli
78
dan ketersedia waktu yang memadai untuk pengembangan produk. Studi pustaka
sehingga dapat dipredikasi model produk yang akan dikembangkan, dan ini
dimaksudkna untuk menghimpun hasil kajian dan informasi terkait dengan produk yang
ada dalam rencana pengembangan. Sedangkan Studi skala kecil berguna untuk masukan
bagi peneliti tentang sejauh mana produk sudah dikembangkan saat ini oleh peneliti lain
(2) Analisis
(3)Desain
Desain merupakan tahapan setelah dilakukan proses analisis. Pada tahap ini
meruapakan tidak lanjut dari langkah analisis. Desain pembelajaran dapat dikatakan
masalah, kemudian mencari solusi melalui pengenalan dari kegiatan analisis kebutuhan
yang dilakuan dalam proses sebelumnya. Tahap ini memiliki tujuan dalam rangka
Tahapan ini bertujuan untuk memverifikasi kinerja yang akan dicapai serta
secara umum yaitu: (a) Menyusun daftar tugas-tugas; (b) Menyusun tujuan kinerja; (c)
pelengkap, tes lengkap, Strategi tes, Usulan Rancangan Anggaran yang akan
dikeluarkan.
(4) Pengembangan
Bagian ini terdiri dari tiga komponen yaitu: Bagian ini terdiri dari tiga komponen
yaitu: (a) menyusun alat penilaian hasil belajar, (b) mengembangkan strategi
(a) Menyusun alat penilaian hasil belajar berupa instrumen test untuk mata kuliah akan
di diteliti. Butiran test disusun dalam bentuk pilihan ganda, baik untuk instrumen
sosial Facebook
(3) Tahap Eksplorasi (Exploration). Pada tahapan ini dosen mulai membagi tugas
perkuliahan dalam berbagai format seperti file teks, presentasi PPT, atau
dokumen PDF, serta video.Berbekal tugas dan bahan yang diberikan semua
ilmu, pendapat ataupun gagasannya. Pada fase ini dan tahap Transformasi
(5) Tahap Presntasi (Presentation) yaitu tahap penyajian gagasan atau solusi
Dalam mengembangkan bahan pembelajaran, maka tujuan dari tahapan ini dapat
melahirkan dan memvalidasi instruksional material melalui (1) pembuatan isi; (2)
Menseleksi dan mendesain media pendukung; (3) Merancang panduan untuk para
mahasiswa; (4) Membentuk panduan untuk dosen; (5) Menyusun revisi formatif; (6)
Perancanaan pembelajaran yang sudah dirancang tidak dapat diketahui hasilnya jika
tidak terdapat sebuah kegiatan atau tindakan. Dengan adanya kegiatan tersebut merasa
sangat bermanfaat sebab instryuksional akan melahirkan hal baru berupa manfaat yang
melahirkan suatu hasil. Maka penerapan dianggap perlu, sebab dengan adanya
dan Evaluasi merupakan salah satu langkah yang harus dilakukan dalam model ADDIE.
Langkah ini meruapakan satu kesatuan dengan langkah sebelumnya sebagai pelengkap
dan dapat berpengaruh ketika pembelajaran dilaksanakan. Pada tahapan ini yang
model ADDIE. Langkah ini memiliki tujuan utama yaitu (1) Memandu mahasiswa
untuk meraih kompetensi yang hendak dicapai; (2) Memberikan jaminan bahwa
pemecahan masalah untuk solusi untuk mengatasi kesenjangan hasil belajar yang
Mahasiswa perlu memiliki kecakapan bidang pengetahuan, keterampilan, serta sikap dan
Desain pembelajaran yang sudah dibuat secara ajag akan melalui prosedur
pengembangan model ADDIE ini berakhir pada tahapan evaluasi. Evaluasi adalah tahap
proses ini yaitu tidak hanya sekedar melakukan tahap ini saja namun kegiatan evaluasi
dapat juga terjadi pada proses yang sudah dilakukan sebelumnya. Ketika pelaksanaan
kegiatan evaluasi yang perlu mendapat memperhatian yaitu sejumlah tujuan yang
hendak diraih saat awal desain mesti selalu mendapat perhatian agar evaluasi tidak
merembet kemana mana, karena suatu evaluasi memiliki indikator untuk mengetahui
tingkat ketercapaian batas yang sudah ditentukan dari kegiatan. Dengan demikian
diperlukan informasi dan data-data yang akan dievaluasi guna kelancaran proses
evaluasi.
penerapan dan kualitas dari produk dan proses sebelum dan setelah pelaksanaan
kegiatan. Tahapan utama dari kegiatan evaluasi mencakup (1) Menentukan kriteria
evaluasi; (2) menseleksi alat evaluasi; (3) Mengadakan evaluasi itu sendiri. Hasil dari
terhadap waktu baik secara individu maupun kelompok pada etiap jenjang evaluasi;
Maka setiap satu set kriteria penilaian evaluasi amak dilengkapi dengan satu set alat
untuk evaluasi.
jejaring sosial ini, akan dilakukan evaluasi formatif secara bertahap, mulai dari evaluasi
teman sejawat, kajian ahli, dan juga evaluasi satu-satu terbatas dari uji lapangan. Melalui
tahap ini nantinya akan diperoleh model pembelajaran yang lebih baik, karena telah
83
atau kegunaan suatu objek. Dari sudut pedidikan yang dimaksud dengan evaluasi ialah
suatu proses sistematik untuk menentukan sampai seberapa jauh tujuan intruksional
dicapai oleh pembelajar. Kegunaan atau fungsi evaluasi atau penilaian seringkali
disamakan dengan tujuan penilaian atau evaluasi. Bila dilihat dari arti kata, maka pada
tujuan penilaian terkandung arti sesuatu yang akan dicapai sedangkan pada fungsi
Pada tahap ini model pembelajaran Pembelajaran Berbasis situs jejaring sosial yang
dikembangkan dievaluasi oleh ahli materi, ahli desain instruksional, ahli bahasa dan ahli
desain grafis. Setiap bidang akan dinilai oleh dua orang pakar. Sedangkan instrumen
pada tahap evaluasi dikembangkan dalam rangka mengevaluasi setiap produk yang
Setelah instrumen di buat peneliti melakukan telaah pakar kepada ahli materi untuk
mencermati produk yang dikembangkan tentang konten materi. Masukan dan hasil
validasi ahli akan menjadi masukan untuk memperbaiki produk pada langkah revisi.
Setelah model di validasi oleh para ahli peneliti melakukan uji coba one to one
student. Uji coba satu-satu ini merupakan uji coba awal terhadap produk yang
dikembangkan. Uji coba satu-satu dilakukan pada tiga orang mahasiswa yang dibentuk
secara khusus yang terdiri dari satu orang yang memiliki kemampuan tertinggi, satu
orang dengan kemampuan sedang dan yang terakhir dengan kemampuan rendah.
Penilaian yang dilakukan terhadap tiga orang ini bertujuan untuk mendapat data tentang
produk yang dikembangkan, sebagai bahan acuan dalam revisi. Sebelum diberikan pada
84
uji coba kelompok kecil (small group). Hasil uji coba one to one student juga
memberikan masukan revisi pada produk dan model-model yang ada dalam bahan ajar.
Sesudah model direvisi selanjutnya akan diujicobakan pada kelompok kecil, yaitu
kepada 9 orang responden mahasiswa yang akan menjadi sasaran target penelitian. Uji
coba dilakukan di UIN SMH Banten dengan membentuk kelas khusus. Setelah
pembelajaran model Pembelajaran Berbasis situs jejaring sosial, kemudian mereka akan
diminta komentar/masukan tentang model. Berdasarkan masaukan dari small group ini
model direvisi.
Melakukan uji coba kelompok besar. Dalam konteks yang nyata. Pada tahap ini
Tadris Bahasa Inggris UIN SMH Banten. Adapun jumlah mahasiswa yang menjadi
kelas eksperimen ini yaitu 30 orang mahasiswa. Implementasi Model ini hanya
dilakukan pada mahasiswa UIN SMH Banten dengan melakukan eksperimen pada
Kata belajar merupakan istilah yang sangat akrab ditelinga setiap orang. Namun
istilah ini didefinisikan beragam oleh para ahli. Perbedaan-perbedaan definisi tentang
85
belajar terutama terlihat perbedaan-perbadaan sudut pandang yang dapat terbagi dalam
a. Teori Behaviorisme
respon yang terjadi terutama karena adanyanya stimulus teutama dari lingkungan.
Menurut Gundry (1992) belajar merujuk pada proses memperoleh kemampuan non-
pengetahuan yang sudah dikuasai ini dapat bertahan dalam waktu yang relatif lama,
Santrock (2017) mengemukakan bahwa belajar secara umum sebagai pengaruh yang
relatif permanen pada keterampilan perilaku, pengetahuan, dan pemikiran yang datang
cara tertentu, yang dihasilkan dari praktik atau bentuk-bentuk pengalaman lainnya yang
dengan perubahan disposisi manusia atau kemampuan yang bertahan selama periode
waktu tertentu dan bukan sebagai akibat dari proses pertumbuhan “learning is a change
in human disposition or capability that persists over a period of time and is not simply
ascribable to processes of growth”. Lebih lanjut Gagne et.all (2005) menjelaskan bahwa
belajar merupakan proses alami yang mengarah ke perubahan apa yang kita ketahui, apa
yang bisa kita lakukan, dan bagaimana kita berperilaku, Perilaku yang berubah yang
dapat bertahan lama sebagai hasil dari praktek dan pengalaman merupakan representasi
mental seseorang.
86
bertahan selama periode waktu tertentu, maka Ormrod (2015) menyebutnya perubahan
jangka panjang dalam representasi mental atau asosiasi karena mengalaminya. “general
due to experience”. Lebih lanjut Ormrod (2015) menguraikan secara ringkas bahwa a)
belajar adalah perubahan jangka panjang, penggunaan sementara informasi, tetapi tidak
melibatkan representasi mental atau asosiasi dan memiliki dasar dalam otak “learning
involves mental representations or associations and so presumably has its basis in the
brain”. dan c) belajar adalah perubahan karena pengalaman (bukan hasil pematangan
fisiologis, kelelahan, alkohol atau narkoba, atau yang ditimbulkan oleh penyakit mental
Selaras dengan pendapat di atas, menurut Parsons (2001), belajar merujuk pada
relative menetap dan kapasitas pengetahuan yang diperoleh dari suatu latihan dan tau
Sebuah definisi tentang belajar yang lebih mendalam dapat dilihat dari pengertian
belajar yang dikemukan oleh Spector (2009) belajar adalah perubahan-perubahan dalam
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah” proses
yang berlangsung secara terus menerus dan relatif menetap yang diperoleh dari latihan
attitudes, behavior, way of life and beliefs that continues over time and is relatively
settled obtained from training and learning experience. Dikaitkan dengan pembelajaran
kolaboratif dengan sosial media, maka facebook merupakan lingkungan yang dapat
pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dapat bertahan lama sebagai hasil dari
praktek dan pengalaman dan sosial media dapat menjadi lingkungan yang memberikan
b. Teori Kognitivisme
bahwa belajar adalah tentang konstruksi aktif pengetahuan baru dengan berinteraksi
Manusia memproses informasi setiap menit. Beberapa informasi ini disaring dan
beberapa dimasukkan ke dalam apa yang kita tahu dan ingat. Perubahan-perubahan
dalam kemampuan adalah hasil dari apa yang kita sebut situasi belajar sebagaimana
dapat kita pahami dari pendapat Gagne, et al (2005) bahwa situasi belajar terdiri dari dua
bagian yaitu ekternal dan internal “ a learning situation has two parts: one external to
the learner and the other internal. The internal part of the learning situation, it appears,
derives from the stored memories and intentions of the learner. Prinsip-prinsip yang
harus diperhatikan oleh seorang dosen saat merancang sebuah pembelajaran agar
pembelajaran dapat mencapai tujuan yang sudah ditetapkan, sebagimana dapat dirujuk
88
kepada Gagne, et al (2005) bahwa prinsip belajar yang harus menjadi pertimbangan
dan respon yang harus diulang, atau berlatih, untuk pembelajaran ditingkatkan dan
penguatan telah dinyatakan sebagai berikut: Belajar dari tindakan baru ini diperkuat
ketika terjadinya tindakan yang diikuti oleh keadaan yang memuaskan urusan,
Namun demikian, belajar perubahan tersebut tidak harus tercermin dalam perilaku
nyata. Menurut Jeanne Ellis Ormrod, teori kognitivisme menekankan pada cara orang
berpikir mengenai suatu informasi yang mereka terima dari lingkungan, serta bagaimana
rangsangan sekitar mereka rasakan, serta bagaimana mereka cara menempatkan: bagian
mana yang mereka pertimbangkan sebagai sesautu yang memiliki kenangan, serta cara
mereka menemukan apa yang mereka pelajari ketika mereka perlu menggunakannya
(Ormrod & Davis, 2012). Ini menjelaskan pandangan kognitivisme tentang informasi
sebagai unsur yang tidak dapat dipisahkan dari belajar, karena belajar hanya akan efektif
ketika mahasiswa menghubungkan informasi baru dan pengalaman untuk hal-hal yang
c. Teori Konstruktivisme
89
dibuat melalui interaksi dengan orang lain, dan melalui memfasilitasi atau
Schunk (2012) menyebutkan bahwa teori-teori yang dikemukana oleh Piaget dan
Vygotsky adalah fondasi bagi terori konstruktivisme berikutnya. Hal pokok dalan teori
berfokus pada interaksi orang dengan situasi dan kondisi dalam perolehan dan
peningkatan pengetahuan serta keterampilan. Adapun yang menjadi asumsi kunci dari
Untuk konstruktivisme Piaget fokusnya adalah pada orang yang mengetahui dan
Konstruktivisme yang dimediasi media sosial menyediakan daya tarik untuk belajar,
dayatarik media sosial yang dapat menghubungkan mahasiswa dalam dunia teknologi
saat ini dan besok. Media sosial mewujudkan konstruktivisme itu sendiri ketika
Ershler (2015) menjelaskan bahwa media sosial menyediakan sarana dan peluang
baru untuk belajar yang konsisten dengan prinsip utama konstruktivisme sosial dan
kognitif, dan memperluas proses pembelajaran dan konstruksi makna ke komunitas yang
lebih beragam dan kegiatan bersama yang dapat diakses secara universal yang secara
interaksi sosial baik antara mahasiswa atau antara mahasiswa dan Dosen, dan pada
proksimal (ZPD), oleh Vygotsky (1978) didefinisikan sebagai: " distingsi antara level
potensial dibawah bimbingan orang dewasa atau bekerjasama dengan rekan-rekan yang
lebih mampu. Dillenbourg dalam Lin (2014) menyatakan bahwa konsep pembelajaran
Kolaboratif sebagian besar berakar pada teori sosial budaya Vygotsky yang memandang
belajar sebagai proses sosial inheren diaktifkan melalui Zona Pengembangan proksimal
Pandangan ini menerangi hubungan kausal antara interaksi sosial dan perkembangan
berkomunikasi dengan rekan-rekan yang lebih mahir dan dengan demikian memperluas
91
potensi konseptual, memberikan rekan-rekan dengan ide-ide baru dan dengan demikian
Ershler (2015) konstruktivisme kognitif dan sosial yang berhubungan secara khusus
untuk penggunaan media baru dan sosial dan mempromosikan pembelajaran dan
media sosial. Konstruktivisme kognitif menurut Schrader (2016) fokus pada bagaimana
proses aktif dari suatu interaksi. Hal ini dapat terjadi baik secara individu sebagai "agen
mahasiswa dapat membangun pengetahuan dalam kelompok teman sebaya atau ahli.
dalam komunitas Facebook secara sosial dapat digunakan untuk kerja kelompok,
baikdengan pemula ahli atau aktivitas pembelajaran antar rekan sejawat. Wozniak(2019)
mengemukan bahwa teori belajar konstruktivis sosial sekarang relevan di era digital
lebih dari sebelumnya karena orang-orang berbagi informasi dan berkomunikasi dengan
cepat dan dalam volume yang tak tertandingi oleh waktu lain dalam sejarah. Teori
dan konteks dalam memahami apa yang dialami komunitas dan dalam membangun
juga memberitahu kita bahwa pengetahuan adalah ciptaan manusia dan bahwa itu
dibangun dengan cara sosial dan budaya. Pembelajaran, konstruktivis sosial mengatakan
92
bahwa belajar adalah proses sosial. Hal ini tidak hanya sebuah proses individu, maupun
proses pasif.
medai memiliki beberapa prinsip sebagaimana dikemukan oleh Rennie (2019 ) bahwa
prinsip umum pembelajaran yang berasal dari konstruktivisme dan yang didukung
dengan baik melalui sosial media adalah : (1) belajar adalah proses aktif di mana
mahasiswa terlibat dengan ide-ide dan berinteraksi dengan mahasiswa lain untuk
membangun makna;(2) refleksi pada pembelajaran adalah komponen kunci lain dari
teori konstruktivis. belajar terdiri dari membangun makna dan membangun sistem
makna;(3) belajar melibatkan bahasa dan ekspresi diri. Lingkungan online mendukung
fungsi ini; (4) pembelajaran adalah kegiatan sosial: pembelajaran terkait erat dengan
hubungan mahasiswa dengan dosen, teman sebaya keluarga, serta kenalan biasa;(5)
Pelajaran adalah kontekstual: belajar dalam hubungan dengan apa lagi yang kita tahu,
apa yang kita yakini, prasangka kita dan ketakutan kita;(6) Seseorang membutuhkan
banyak ;(7) Pelajaran tidak instan: butuh waktu untuk belajar. Untuk pembelajaran yang
Pendapat lainnya yaitu oleh Chickering (1987) dalam Taylor (2016) mengemukakan
tujuh prinsip konstruktivisme dengan sosial media yaitu: (1) Mendorong kontak antara
mahasiswa dan fakultas; (2) Mengembangkan hubungan timbal balik dan kerjasama
antar mahasiswa; (3) Mendorong belajar aktif; (4)Memberikan umpan balik yang cepat;
(5) Menekankan waktu pada tugas.; dan (6) Berkomunikasi dengan harapan yang tinggi.
kata bahasa Inggris instruction dan teaching. Kata pembelajaran dan instruksional
93
memiliki padanan dengan kata instruction dalam bahasa Inggris. Kata Instruction
pembelajaran (instruction) berasal dari kata kerja to instruct . Akdeniz, ed (2016) yang
mengatakan bahwa arti kata instruct berasal dari akar “to build” or. “to structure”. Arti
kata dari instruksional berasal dari akar kata "membangun" atau "menyusun”. Pendapat
Akdeniz, ed (2016) ini memilik kemiripan dengan apa yang dikemukakan oleh Günter
et.all (2016) bahwa akar kata mengajar "membangun" atau "untuk struktur." to build” or
“to structure”.
Alice, et.all (2016) memberikan analogi alami antara instruksional dan membangun
tiga cara: a) perencanaan untuk audiens yang spesifik (Planning for a specific audience).
procedures), dan c) memilih bahan dan prosedur (Selecting materials and procedures).
sedangkan konstruksi dilakukan oleh mahasiswa (yaitu, mahasiswa aktif). prinsip utama
dari konstruktivisme adalah bahwa orang hanya dapat belajar dengan membangun
sendiri pengetahuan mereka, bahwa belajar membutuhkan rekayasa aktif dari bahan
yang akan dipelajari dan tidak dapat terjadi secara pasif. Perhatian kita adalah dengan
terjadi dan untuk pengembangan perilaku yang diharapakan dari mahasiswa “Instruction
refers the whole process applied for learning to occur and for the development of the
target behavior that learners are expected to have”. Gagne, et al (2005) memberikan
makna bahwa serangkaian kegiatan belajar itu dirancang lebih dahulu agar terarah pada
Gagne, et.al (2005) secara prinsip memiliki kesamaan dengan apa yang dikemukakan
that is done purposely to facilitate learning”. Menurut Smaldino et. all (2015)
pembelajaran mengacu pada setiap upaya yang disengaja untuk merangsang belajar
Belajar dapat terjadi tanpa pembelajaran, namun akan berlangsung lebih lama bila
pembelajaran tidak hanya terjadi di lembaga pendidikan formal dan non formal tapi juga
dengan cara dinamis untuk berinteraksi, membuat, dan berbagi, yang mendorong
interaksi dan partisipasi. Disamping itu White. et.all (2011) menambahkan bawah media
virtual, dan dengan perpanjangan, lingkungan belajar virtual. Dosen harus menggunakan
potensi media sosial untuk belajar, karena pembangunan pengetahuan dipengaruhi oleh
keterlibatan sosial, Akibatnya, penafsiran realitas pendidikan yang baru, di mana proses
digunakan untuk belajar formal yang berguna untuk 1) menemukan mahasiswa lain di
pesan di dinding mahasiswa tentang kelas, 4) mencari tahu apa yang tidak terjawab di
berbicara tentang kuliah kelas, 8) memperoleh catatan kelas dari mahasiswa lain.
Palloff (2010) menjelaskan bahwa kolaboratif tidak terjadi begitu saja. Dibutuhkan
perencanaan dan koordinasi pada bagian dari instruktur untuk melaksanakan kegiatan
kolaboratif berhasil di kelas online. Setelah kegiatan telah dimulai, instruktur perlu
96
tinggal hadir dan terlibat dalam rangka untuk memastikan bahwa mahasiswa akan
terlibat dengan satu sama lain dalam cara yang berarti. Kegiatan kolaboratif
dalam kursus online, yang instruktur melakukan evaluasi untuk menentukan seberapa
beberapa tips untuk berhasil menavigasi setiap fase menurut Palloff (2010)
tentang pentingnya kerja kolaboratif serta panduan yang jelas untuk menyelesaikan itu.
Hasil penelitian studi kasus dengan Yamashiro Ge dan Lee mencatat bahwa persiapan
instruksi untuk kegiatan serta memastikan bahwa mahasiswa merasa nyaman dengan
teknologi yang digunakan. Jika mahasiswa yang jelas tentang sifat kegiatan dan
menerima tantangan itu dan bergerak maju dengan intervensi instruktur minimal.
Agar kegiatan kolaboratif terjadi dengan baik, mahasiswa harus memiliki tempat
untuk bertemu dan mengetahui parameter bagaimana mereka harus terhubung. Dengan
kata lain, tidak semua aktivitas harus terjadi pada papan diskusi Jika demikian, akan ada
ruang yang dibuat untuk masing-masing kelompok untuk bertemu secara pribadi
97
Instruktur tidak dapat hanya mengatur kegiatan kolaboratif dan berjalan jauh dari
beberapa parameter di mana mereka akan bekerja dengan satu sama lain dan dengan
instruktur, instruktur menunjukkan apa kolaboratif yang baik terlihat seperti. Sebagai
Pemodelan proses adalah langkah pertama, namun tanggung jawab instruktur tidak
berakhir di sana. Instruktur juga memiliki tanggung jawab untuk membimbing proses
"Seorang dosen tidak bisa menjadi lalat di dinding jika itu berarti menjadi seorang
pengamat tidak mengganggu. Jika seorang dosen mengatakan apa-apa, ini akan
Mahasiswa akan selalu bertanya-tanya apa pendapat dosen tentang apa yang mereka
lakukan. Lebih baik untuk memberikan beberapa indikasi singkat tentang apa yang ada
Refleksi dari mahasiswa bahwa kita telah berbagi dalam bagian sebelumnya dari
daftar ini adalah potongan evaluasi kegiatan kolaboratif. Hal ini penting untuk
memasukkan beberapa bentuk evaluasi pada penutupan acara kolaboratif atau kegiatan
apakah tujuan pembelajaran dari kegiatan tertentu bertemu dan memberikan mahasiswa
kesempatan untuk berdiskusi pengalaman. Pada bagian ini diskusi yang lebih luas
Pada bagian ini penekanan pada dua konsep tentang evaluasi. Pertama, persepsi
mahasiswa dari nilai kegiatan kolaboratif yang mereka alami adalah sangat penting
dalam menentukan keberhasilan kegiatan atau kegagalan, dan kedua, penekanan dalam
a. Model Reid
Reid et al.(1989) dalam Roberts (2004) mengemukakan bahwa ada lima tahapan
presentasi, dan refleksi. Kelima tahapan ini dapat diuraikan sebagai berikut:
melalui tahapan penilaian terhadap kemampuan, minat, bakat dan kecerdasan yang
prestasinya.
(2) Exploration. Pada tahapan ini dosen mulai membagi tugas, misalnya berupa
problematika yang berkaitan dengan perkuliahan yang mesti dicarikan solusinya oleh
kelompok tersebut. Berbekal tugas yang diberikan semua anggota kelompok harus
gagasannya.
(3) Transformation adalah merupakan tahap perubahan yang hendak dicapai dalam
pembelajaran. Perubahan ini bisa terjadi di kalangan mahasiswa dengan saling bertukar
gagasan atau pendapat melalaui diskusi kelompok. Pada tahap ini kegiatan kolaboratif
(4) Presentation adalah tahap penyajian gagasan atau solusi terhadap persoalan
yang sudah didiskusikan. Kegiatan ini dilakukan setelah melakukan diskusi kemuydian
99
tanggapan
(5) Reflection. Setelah melakukan penyajian hasil diskusi, kemudia terjadi kegiatan
menerima tanggapan ataupun sanggahan dan pertanyaan, dari kelompok lain. Melalui
sejumlah pertanyaan yang diberikan kelompok lain, maka setiap anggota dalam
merupakan model yang khusus dikembangkan untuk proses pembelajaran masa depan,
yaitu online- learning atau web-based learning yang mengoptimalkan manfaat teknologi
atau online learning. Sebagai pengembangan model pembelajaran yang kongkrit, model
ini memiliki tiga tahapan yaitu: eksplorasi, enactement, serta evaluasi sebagaimana
Gambar 2.9. Model Integratve Learning Design Framewor (IDLF) (Dabbagh and
Bannan-Ritland, 2005)
tentang mahasiswa,
(2) Penyusun (enactment) merupakan tahapan pemetaan informasi yang telah diperoleh
(3) Evaluasi (Evaluation). Menentukan tujuan hasil yang diinginkan, dan metode
Yonggu Wang and Kedong Li (2008) menyebut OTBCL model akronim dari
2008).
101
Model ini terdiri dari tiga lingkaran: lingkaran luar, lingkaran tengah dan lingkaran
dalam. Di lingkaran luar, ada delapan kegiatan belajar eksplisit, adalah langkah-langkah
yang khas dan diperlukan untuk melaksanakan pembelajaran kolaboratif tematik online.
Dalam lingkaran tengah, itu adalah portofolio pembelajaran yang dijadikan sebagai alat
bantu untuk introspeksi mahasiswa dan evaluasi dosen. Portofolio pembelajaran diwakili
oleh beberapa indikator partisipatif yang dikurangi dengan tindakan mahasiswa yang
dapat dilacak dan login lingkaran luar. Dalam lingkaran meliputi proses penalaran dan
pemikiran dalam pikiran mahasiswa: rencana, tindakan dan refleksi. Dalam gambaran
model, portofolio pembelajaran di lingkaran tengah, yang berfungsi sebagai media sosial
interpersonal dalam lingkaran luar dan internalisasi mental dalam lingkaran dalam.
di bawah ini
Pilihan tema adalah pusat keberhasilan akhir dari proyek. Dalam fase ini, dosen
menganalisis tujuan dan isi kurikulum, dan membagi kurikulum menjadi beberapa
tema pembelajaran yang memiliki tujuan yang pasti dan tugas-tugas tertentu. Ada
tiga prinsip ketika memilih tema: a) tema ini didasarkan pada satu masalah atau
proyek; b) tujuan dari tema dicapai dan terukur; c) tugas tema yang praktis dan
biasanya tidak lebih dari 8 anggota. Selain itu, ketika membentuk kelompok, perlu
102
Berdasarkan tujuan dan tugas dari tema, anggota kelompok perlu untuk lebih
menetapkan tujuan dan memaksakan tugas dengan berkomunikasi satu sama lain.
peristiwa belajar yang diatur oleh jadwal yang wajar. Oleh karena itu, dalam tahap
peristiwa pembelajaran, rasionalitas jadwal, hasil pasti dalam setiap acara belajar.
kemajuan yang sebenarnya dari peristiwa belajar secara real time. Ketika acara
Sumber belajar memberikan isi untuk anggota kelompok belajar. Pada awal fase
ini, dosen perlu memberikan beberapa sumber belajar tentang tema, yang dapat
anggota setiap kelompok mengumpulkan sumber daya mereka belajar dengan web
masing dengan mengasimilasi sumber belajar, dan berbagi sumber belajar dalam
103
kelompok repositori pribadi atau sumber daya publik kelas. Akhirnya, anggota
dapat menilai dan komentar para sumber belajar bersama dengan rekan-rekan
mereka.
Sumber belajar memberikan isi untuk anggota kelompok belajar. Pada awal fase
ini, kdosen perlu memberikan beberapa sumber belajar tentang tema, yang dapat
anggota setiap kelompok mengumpulkan sumber daya mereka belajar dengan web
dan berbagi sumber belajar dalam kelompok repositori pribadi atau sumber daya
publik kelas. Akhirnya, anggota dapat menilai dan komentar para sumber belajar
buah belajar mereka dengan kelompok-kelompok lain di kelas. Di sisi lain, anggota
kelompok lain dapat menilai dan mengomentari buah belajar kelompok. Rata dari
kerja kelompok adalah indeks untuk mengevaluasi kinerja berbasis tugas kelompok.
Ada dua macam metode untuk mengevaluasi kinerja kolaboratif berbasis tugas,
satu adalah evaluasi dosen, dan yang lainnya adalah evaluasi rekan. Dalam model,
kita mengintegrasikan dua jenis metode evaluasi. Pertama, anggota kelompok skor
dan berkomentar anggota lain dari kelompok yang sama. Kemudian dosen
mengevaluasi setiap anggota berdasarkan skor dan komentar dari rekan-rekan dan
oleh Salmon. Salmon (2012) mengusulkan kerangka lima tahap untuk meningkatkan
aktif dan interaktif pembelajaran online oleh individu dan kelompok. Salmon (2012)
menyebutnya belajar sebagai e-tivities. Kerangka Lima tahap menguraikan tahap khusus
memfasilitasi mahasiswa secara online pada setiap tahap dalam konstruksi pengetahuan
mereka sendiri dan bahwa kelompok mereka.berikut ini tahapan Model Five-stage:
1. Access and motivation Setting up system and access Welcoming and engaging
instruktur harus berjalan mahasiswa melalui mahasiswa sehingga secara online dapat
sehingga mereka dapat membuat kegiatan lebih menarik untuk melibatkan mahasiswa
f) Model PIP
(2018) dimaksudkan untuk menunjukkan fungsi ganda dari interaksi sosial, yaitu untuk
proses meta-kognitif dan sosio-kognitif dan untuk proses sosial dan sosial-emosional,
dan bagaimana proses ini mempengaruhi pembelajaran dan kinerja sosial. Proses meta-
(1) Teknik Pedagogis. Para peneliti telah mengembangkan pedagogi yang secara
kedua keefektifan skrip pada sejauh mana interaksi sosial dan kognitif yang
melebihi tingkat kompleksitas yang dapat diproses sendiri oleh seorang individu,
memahami berbagai bentuk ekspresi dan evaluasi mereka dan untuk mengambil
perspektif orang lain yang beroperasi dalam kerangka epistemik yang berbeda.
kondisi mereka karena “peserta harus (a) saling mengenal dan mempercayai, (b)
106
berkomunikasi secara akurat dan tidak ambigu, (c) menerima dan mendukung satu
(5) Ruang Sosial. pembelajaran kolaboratif yang efektif hanya dapat terjadi ketika suatu
kelompok produktif dan berfungsi dengan baik dengan iklim kelompok yang positif,
rasa saling percaya, rasa memiliki dan komunitas membuat kelompok itu menjadi
(6) Kehadiran Sosial. kehadiran sosial yaitu tingkat arti-penting orang lain dalam
Model ini terdiri dari lima komponen sebagaimana tertera pada gambar berikut.
teori ini, pola perbedaan terjadi antara informasi kekayaan persyaratan tugas dan
berarti secara bertahap muncul melalui interaksi (wacana sosial) dan menjadi
terletak dalam konteks aktivitas spesifik. Dalam pendekatan situasi ini, konstruksi
kedua bentuk interaksi (individu dan sosial) adalah bagian dari proses yang sama
yang merangsang interaksi teman sebaya dan mendorong kolaboratif rekan. Mereka
108
juga menyarankan bahwa tugas kolaboratif online atau kegiatan yang menyediakan
tempat dan kedekatan masalah yang ditimbulkan oleh tidak adanya kaya
fokus, waktu, harapan yang jelas, dan peran didefinisikan dengan baik untuk setiap
peserta, dan format evaluasi yang jelas untuk tugas online sangat penting dalam
Domain pengetahuan yang terintegrasi dengan baik adalah penting untuk tugas-
masalah dan tetap dalam domain pengetahuan karena mereka memecahkan masalah
interaksi kognitif atau individu (interaksi dengan konten) dan b) interaksi sosial atau
adalah konstruksi sosial yang dimediasi oleh bahasa dan wacana sosial. Pandangan
pada lingkungan belajar kolaboratif dan kooperatif dan mendorong dialog aktif
Dalam lingkungan seperti itu mahasiswa yang terkena berbagai perspektif yang
informasi dengan satu sama lain, orang-orang di sekitar mereka dan para ahli di
Proses belajar dari dosen kepada mahasiswa dan untuk struktur dan mendukung
untuk mempertahankan hubungan positif dengan satu sama lain, anggota komunitas
harus memiliki perasaan atau empati untuk satu sama lain dan memberikan
dukungan emosional bila diperlukan. Dukungan emosional ini bisa dalam bentuk
pengetahuan sosial dan pengetahuan pribadi. Dalam lingkungan seperti itu relevansi
kognitif.
mahasiwa yang memungkinkan untuk transformasi perspektif sebagai tujuan akhir, yang
terjadi baik di tingkat individu dan masyarakat. Bagian berikutnya membahas masing-
masing dimensi dari WisCom. Model WisCom adalah berpusat masyarakat. Lingkungan
belajar, berkolaboratif, dan menjadi kolektif bijaksana. tujuan WisCom adalah untuk
menciptakan sebuah komunitas yang bijaksana yang berbagi misi yang sama, terlibat
dalam refleksi dan dialog, percaya pada saling percaya, menghormati, dan komitmen,
memberikan kesempatan bagi peserta untuk berinteraksi, menerima umpan balik, dan
belajar dan tumbuh bersama. Bakat dari masyarakat sebagai nilai inti dari masyarakat
yang sama dan juga mampu mengajar atau berbagi bakat ini dengan orang lain. Individu
aspek penting dari perspektif transformasi, dan tujuan instruksional dari model WisCom.
(1) Merancang tugas kinerja otentik terbuka (misalnya, berbasis kasus atau skenario
berbasis masalah untuk kursus jangka pendek, atau tantangan berbasis proyek lebih
lama peristiwa durasi belajar). Topik yang dipilih harus benar-benar memungkinkan
pengalaman masing-masing.
(2) Menjamin tugas kinerja sesuai dengan kapasitas saat ini mahasiswa dalam domain
(3) Merancang model komunikasi yang mempromosikan kreatif, namun tertib, diskusi
dan memberikan masukan; dan mendukung kehadiran sosial dan penilaian formatif
sedang berlangsung.
Langkah Kedua. Pada tahap ini selama eksplorasi awal, peserta mewujudkan skema
makna saat ini dan mulai menghasilkan ide-ide awal untuk mengatasi
kebijaksanaan tidak bisa terlalu ditekankan. Tingkat identitas masyarakat yang terbagi
dan pemberdayaan persepsi anggota seacara individu dibuat di sini sehingga berdampak
menggunakan teknik kehadiran sosial tujuan dan misi bersama; peluang untuk refleksi
kritis, dialog, munculnya, perubahan, dan transformasi; lingkungan yang aman bagi
lebih kecil; saling percaya, keintiman, rasa hormat, dan komitmen; ruang untuk interaksi
sosial; dan peduli untuk kebaikan bersama anggota. Moderator / fasilitator belajar (baik
itu instruktur atau mahasiswa) memainkan peran penting dalam membangun sebuah
meringkas diskusi.
Ringkas dapat berupa sintesis sumatif yang berisi daftar dan menghubungkan
untuk membantu peserta menemukan hubungan antara ide-ide. Tugas desain di WisCom
sosial dan komitmen untuk tujuan pembelajaran umum. Menyediakan "aturan dasar,"
kewajiban respon (atau rekomendasi), harapan peran yang jelas, dan protokol
komunikasi yang mendukung lingkungan sosial yang demokratis dan menghormati akan
membantu mahasiswa dalam merumuskan ide awal dan membuat kepercayaan diri
dalam upaya selanjutnya untuk berkomunikasi ide kepada orang lain. (b) Menetapkan
sistem untuk memilih "perekam" untuk mengatur masukan peserta awal dan sistem
pengindeksan yang akan membedakan masukan ini dari tahap selanjutnya dari proses
pembelajaran. (c) Menetapkan siklus umpan balik yang mencakup sering klarifikasi,
evaluasi untuk menilai "pra-pengetahuan" sebagai dasar untuk mengukur "nilai tambah"
Langkah Tiga. Peserta berkonsultasi sumber yang relevan dengan tantangan (s)
termasuk penelitian eksternal dan kemampuan untuk belajar dari para ahli konten dan
mentor. Skema yang berarti memperluas sebagai mentor memperkenalkan poin dan
perspektif yang tidak dipertimbangkan oleh peserta dalam eksplorasi awal mereka
penting. Ide-ide baru diuji terhadap asumsi dan kepercayaan yang dianut sebelumnya.
Seorang mentor tidak perlu tahu segalanya, tapi tahu bagaimana mengakses sumber
daya yang relevan dan tepat, dan bersedia untuk menjadi teman dan penasihat.. Rekan
mentoring efektif jika pemula dan ahli mahasiswa dapat dicocokkan dengan hati-hati.
113
Dalam aplikasi model WisCom, mahasiswa yang telah mengambil kursus sebelumnya
menjabat sebagai mentor relawan. Rancangan tugas meliputi : (a) memilih mentor
dengan tingkat yang sesuai keahlian konten; (b) mentor pelatihan dalam strategi
bimbingan belajar dan mentor mendorong untuk memulai dan mempertahankan dialog
publik baik di daerah diskusi serta pribadi melalui email; (c) menjamin ketersediaan
diakses dan tepat waktu dari sumber eksternal yang sesuai termasuk posting artikel, link,
dan sumber daya yang disarankan Web; (d) pelaksanaan monitoring dari model
komunikasi dan siklus umpan balik; dan (e) menyediakan sebuah metode untuk arsip
dan merekam ide-ide, sumber daya, dan perspektif ditemukan paling berguna untuk para
peserta. Dicari, database diindeks adalah alat yang berguna untuk mengelola informasi
ini dan dapat diakses di masa depan sebagai siklus penyelidikan mengembang.
Langkah Keempat. Selama refleksi dan reorganisasi, mahasiswa terlibat dalam proses
refleksi diri yang kritis dan reorganisasi struktural yang menginternalisasi proses
pembelajaran. Individu merevisi tua atau mengembangkan asumsi baru. Setelah evaluasi
perspektif baru. Namun, kesediaan untuk berbagi proporsional dengan yang dirasakan
dan akses mengambil tempat terkemuka sebagai pertimbangan desain. Fasilitator belajar
'tugas desain reflektif meliputi: (a) menyusun metode (atau ruang virtual) yang
mendukung mahasiswa disengaja dan diarsipkan refleksi diri seperti jurnal pembelajaran
pribadi dan laporan diri; dan (b) menetapkan metode untuk kelompok-kelompok kecil
pengetahuan diciptakan dan dipelihara bahwa koneksi dukungan seluruh domain belajar.
114
Sekali lagi, mentor melayani peran penting dalam melegitimasi komoditas pengetahuan
diciptakan selama acara pembelajaran. Di sini, desainer: (a) Desain metode untuk
meringkas penciptaan pengetahuan. Pemetaan konsep, matriks, dan diagram visual alat
pelestarian berguna. Menyediakan aplikasi perangkat lunak dan pelatihan peserta untuk
mempekerjakan mereka selama fase ini sangat penting dalam memastikan bahwa
pengetahuan diaktifkan dicatat sebagai dasar untuk akses lebih lanjut dan pengambilan.
(b) Menyediakan skema organisasi untuk arsip pengetahuan baik teknis dan non-teknis
diindeks dengan cara yang mendukung pengambilan mudah dan pencarian masa depan.
(Langkah 5) untuk eksplorasi awal (Langkah 2). Selama dua langkah terakhir,
WisCom sebagai metodologi pembelajaran dan pengajaran baru. Dengan desain yang
terampil yang disediakan oleh instruktur, dan sebagai mahasiswa maju melalui zona
transformatif dalam komunitas kebijaksanaan seperti itu terjadi di salah satu acara
yang dinegosiasikan dan diawetkan berfungsi sebagai batu loncatan untuk siklus lanjut
mengatasi tingkat yang lebih besar kompleksitas. Hasilnya: sebuah spiral yang terus
untuk mengatasi tingkat yang lebih tinggi dari tantangan dan mencapai everincreasing
model yang dimodifikasi yaitu model Borg dan Gall, ADDIE dikombinasikan dengan
Model Reid. Pembahasan pada bagian ini meliputi analisi terhadap Komponen Dasar
Model Reid, Komponen Model reid Reid et al. dalam Pritchard (2009). Rancangan
model pembelajaran kolaboratif online berbasis situs jejaring sosial yang dihasilkan
Providing
Preparation
pre-requsite skills
Creation of
Engagement
a Facebook group
Putting up
Exploration
Announcements
Sharing
Transformation
Course Resources
Other Administrative
Reflexion
Matters
(SMOCL)
Pada tahap ini, dosen membekali mahasiwa dengan keterampilan prasyarat yang
kolaboratif online berbasis situs jejaring sosial Facebook yang mencakup: membuat
116
Pada tahap ini, dosen melakukan penilaian terhadap kemampuan, minat, bakat dan
sebelum awal perkuliahan. Akses Facebook diatur ke mode terbuka untuk publik (Open
to Public) sehingga akses tidak memerlukan peserta untuk menjadi teman. Setelah
akses pengunjung yang bukan anggota kelas untuk mengakses secara acak (random).
Kegiatan yang dilakukan mahasiswa dalam kelompok Facebook pada langkah ini antara
Setelah dilakukan pengelompokkan, lalu dosen mulai memberi tugas dan menyediakan
materi perkuliahan dalam berbagai format seperti file teks, presentasi PPT, atau
dokumen PDF, serta video melalui dinding Facebook ( Facebook Wall), misalnya
gambar dan video. Dinding juga akan memungkinkan mahasiswa untuk berbagi sumber
daya dan menerima umpan balik dari dosen atau mahasiswa lain di dalam group. Fitur
lain yang membantu pada wall ini adalah setiap kali topik diskusi, dokumen atau gambar
117
dibuat dalam kelompok Facebook, maka secara otomatis akan muncul di dinding, yang
akan membuat kemudian facebook akan mengirimkan pesan (notifikasi) kepada setiap
anggota group. Pada fase ini terjadi pembelajaran kolaboratif ada tahapan ini dosen
mulai membagi tugas misalnya berupa problematika yang berkaitan dengan perkuliahan
perkuliahan dalam berbagai format seperti file teks, presentasi PPT, atau dokumen PDF,
serta video.Berbekal tugas dan bahan yang diberikan semua anggota kelompok harus
gagasannya. Pada fase ini dan tahap Transformasi terjadi pembelajaran kolaboratif
setiap anggota saling bertukar pikiran dan melakukan diskusi kelompok. Dengan begitu,
mahasiswa yang semula mempunyai prestasi rendah, lama kelamaan akan dapat
memiliki prestasi tinggi kepada mahasiswa yang prestasinya rendah.Pada langkah ini,
dosen
Setelah selesai melakukan diskusi dan menyusun laporan, lalu setiap kelompok
presentasi tersebut, dan menanggapi. Tahap presentasi mencakup dua kegiatan utama,
yaitu mengorganisasikan sesi tutorial dan melakukan diskusi.Pada langkah ini, dosen
juga memantau partisipasi mahasiswa yang mengunjungi group, yang disimmpan secara
Langkah berikutnya pada tahap ini adalah pelaksanaan diskusi online menggunakan
ruang umpan balik (feedback) dan ruang diskusi (discussion) dimana dosen hanya
ataupun sanggahan dari kelompok lain. Dengan pertanyaan yang diajukan oleh
kelompok lain, anggota kelompok harus bekerjasama secara kompak untuk menanggapi
METODOLOGI PENELITIAN
Penjelasan pada bagian ini akan berfokus pada Tempat dan waktu penelitian,
Penelitian ini bertempat di UIN SMH Banten. Adapun yang menjadi objek
penelitian disini adalah mahasiswa pada jurusan Bahasa Inggris. Pemilihan mahasiswa
jurusan Bahasa Inggris ini dikarenakan pada umumnya mahasiswa pada jurusan bahasa
inggris karena mereka telah memiliki kemampuan atau konsep dasar tentang social
media, kolaborasi dan kelengkapan perangkat mobil, adanya jaringan internet. Sehingga
diharapkan proses penelitian ini dapat berjalan dengan baik dan tidak terkendala dengan
Penelitian ini dilaksanakan pada awal semester ganjil 2018. Penelitian pendahuluan
dilakukan di bulan Mei, pengembangan draft produk bulan Januari sd Maret, Uji pakar
April dan Mei, Revisi Juni,One to one student Juli, evaluasi Small group September,
Field trial November sampai dengan Pebruari 2019 Pengambilan data hasil belajar akhir
B. Desain Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian, metode yang digunakan pada penelitian ini adalah
research and development (R&D) sebagaimana dikemukakan Richey dan Klein (2007:
“the systematic study of design, development and evaluation processes with the aim
of establishing an empiricalbasis for the creation of instructional and non-
instructional products and tools and new or enhanced models that govern their
development”
Agar dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang permasalahan daan
dihasilkan pada penelitian ini terdiri dari data kualitatif dan data kuantitatif. Asumsi
Pembelajaran Kolaboratif Berbasis Situs Jejaring Sosial pada mata kuliah Cross-
Cultural Undestanding didasarakan pada model Borg and Gall, ADDIE dan Model
Reid.
Uji coba lapangan awal (main product revision), 5) Merevisi hasil uji coba (main
product revision), 6) Uji coba lapangan (main field testing), 7) Penyempurnaan produk
(operational field testing ), 9) Penyempurnaan produk akhir (final product revision), dan
10) Diseminasi dan implementasi. (Borg & Gall, 2002) Dari Sepuluh langkah
pengembangan yang dikemukakan oleh Borg and Gall di atas yang dipakai dalam
Gambar 3.1 Model Pengembangan Model Pembelajaran Berbasis Situs Jejaring Sosial
(Diadaptasi dari Borg and Gall, ADDIE, Reid Model)
Peneliti menyajikan rancangan atau desain model dalam bentuk bagan (flowchart),
disertai penjelasan alur yang ada pada bagan. Model ini dirancang dengan menggunakan
modifikasi dari model Borg and Gall, Addie dan Reid Model
Bagian ini terdiri dari kajian konseptual dan studi lapangan bertujuan untuk mengkaji
Langkah pertama ini meliputi analisis kebutuhan, studi pustaka, studi literatur,
penelitian skala kecil dan standar laporan yang dibutuhkan. Untuk melakukan analisis
kebutuhan pada beberapa kriteria yang terkait dengan urgensi pengembangan produk
dan pengembangan produk itu sendiri, juga ketersediaan SDM yang kompeten dan
pengenalan sementara terhadap produk yang akan dikembangkan, dan ini dilakukan
untuk mengumpulkan temuan riset dan informasi lain yang bersangkutan dengan
pengembangan produk yang direncanakan. Sedangkan riset skala kecil perlu dilakukan
2. Analisis (Analysis)
3. Desain (Design)
Desain merupakan tahap setelah proses analisis dimana tahap ini adalah tidak lanjut
atau kegiatan inti dari langkah analisis. Desain pembelajaran juga dikatakan sebagai
kemudian mencari solusi melalui identifikasi dari tahap analisis kebutuhan pada proses
sebelumnya. Salah satu tujuan dari tahap ini adalah menentukan strategi pembelajaran
yang tepat agar mahasiswa dapat mencapai tujuan dalam proses pendidikan, khususnya
dalam mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan dalam proses pembelajaran
Tujuan tahap ini adalah memverifikasi kinerja yang akan dicapai dan pemilihan
metode tes yang sesuai. Langkah-langkah umum yang ditempuh dalam mendisain
123
pembelajaran adalah: 1.) Menyusun daftar tugas-tugas; 2.) Menyusun tujuan kinerja; 3.)
Disain yang digunakan berupa Diagram susunan tugas, Perangkat pelengkap tentang
tujuan pembelajaran, Perangkat tes lengkap, Strategi Tes, Proposal investasi/biaya yang
dikeluarkan.
4. Pengembangan (Develop)
Bagian ini terdiri dari tiga komponen yaitu Menyusun alat penilaian hasil belajar,
pembelajaran
Alat penilaian hasil belajar berupa instrumen test untuk mata kuliah Cross-Culture
Undestanding yang terdiri dari 200 butir item soal dengan bentuk multiple choice,100
3) Exploration. Pada tahapan ini pendidik mulai membagi tugas, misalnya berupa
oleh kelompok tersebut. Berbekal tugas yang diberikan semua anggota dalam
Melalui sejumlah pertanyaan yang diberikan kelompok lain, maka setiap anggota
dapat melahirkan dan memvalidasi instruksional material melalui (1) pembuatan isi;
125
(2) Menseleksi dan mendesain media pendukung; (3) Merancang panduan untuk
para mahasiswa; (4) Membentuk panduan untuk dosen; (5) Menyusun revisi
formatif; (6) Membentuk pilot tes atau tes awal dan tahapan menyelenggarakannya.
5. Implementasi ( Implement)
jika tidak terdapat sebuah kegiatan atau tindakan. Dengan adanya kegiatan tersebut
merasa sangat bermanfaat sebab instryuksional akan melahirkan hal baru berupa
apabila telah melahirkan suatu hasil. Maka penerapan dianggap perlu, sebab dengan
Implementasi dan Evaluasi merupakan salah satu langkah yang harus dilakukan
dalam model ADDIE. Langkah ini meruapakan satu kesatuan dengan langkah
dilaksanakan. Pada tahapan ini yang dilakukan adalah dengan mempersiapkan dan
tujuan (1) Memandu mahaiswa untuk meraih kompetensi yang hendak dicapai; (2)
kesenjangan hasil belajar yang dialami mahasiswa. (3) Memastikan bahwa pada
pengetahuan, keterampilan, serta sikap dan prilaku sesuai dengan yang dibutuhkan.
6. Evaluasi (Evaluate)
Evaluasi adalah pilihan sistematis atas nilai, nilai, dan signifikansi subjek,
sebelumnya atau yang sudah ada, adalah untuk memudahkan refleksi dan membantu
126
dan menilai subyek yang diminati dalam berbagai perusahaan manusia, termasuk
kesehatan, dan layanan manusia lainnya. Ini jangka panjang dan dilakukan pada
Desain pembelajaran yang sudah dibuat secara ajag akan melalui prosedur
pengembangan model ADDIE ini berakhir pada tahapan evaluasi. Evaluasi adalah
dilakukan guna mensukseskan proses ini yaitu tidak hanya sekedar melakukan tahap
ini saja namun kegiatan evaluasi dapat juga terjadi pada proses yang sudah
memperhatian adalah bahwa sejumlah tujuan yang hendak diraih saat awal desain
mesti selalu mendapat perhatian agar evaluasi tidak merembet kemana mana, karena
suatu evaluasi memiliki indikator untuk mengetahui tingkat ketercapaian batas yang
sudah ditentukan dari kegiatan. Dengan demikian diperlukan informasi dan data-data
Tahapan utama dari kegiatan evaluasi mencakup (1) Menentukan kriteria evaluasi;
(2) menseleksi alat evaluasi; (3) Mengadakan evaluasi itu sendiri. Hasil dari kegiatan
terhadap waktu baik secara individu maupun kelompok pada etiap jenjang evaluasi;
Maka setiap satu set kriteria penilaian evaluasi amak dilengkapi dengan satu set alat
untuk evaluasi.
Terkait dengan rekomendasi ini, dalam proses pengembangan model akan dilakukan
evaluasi formatif secara bertahap, mulai dari evaluasi teman sejawat, kajian ahli, dan
127
juga evaluasi satu-satu terbatas dari uji lapangan. Melalui tahap ini nantinya akan
diperoleh model pembelajaran yang lebih baik, karena telah dilakukan perbaikan atas
(Evaluation) adalah penilaian yang sistematik tentang manfaat atau kegunaan suatu
objek. Kegunaan evaluasi untuk menunjukan peranan yang dijalankan dalam rangka
pencapaian tujuan.
1) Telaah Pakar
Pada tahap ini model pembelajaran Pembelajaran Berbasis Situs Jejaring Sosial
yang dikembangkan dievaluasi oleh ahli materi, ahli desain instruksional, ahli bahasa
dan ahli desain grafis. Setiap bidang akan dinilai oleh satu orang pakar. Sedangkan
Maret, Uji pakar April dan Mei, Revisi Juni,One to one student Juli, evaluasi Small
group September, Field trial November sampai dengan Pebruari 2019 Pengambilan
data hasil belajar akhir bulan Maret 2019. Untuk lebih rincinya jadwal dapat dilihat
pada lampiran.
dilaksanakan pada bulan April dan Mei 2018. Jumlah pakar yang dilibatkan pada
evaluasi tahap ini sebanyak 4 orang yaitu: 1) pakar desain pembelajaran; 2) pakar
pakar ini digunakan untuk melakukan revisi draft bahan pembelajaran yang
dikembangkan. Informasi dan masukan dari pakar yang digunakan pada penelitian ini
Nama :Dr.Hidayatullah,.M.Pd
128
pembelajaran untuk mata kuliah CCU program studi Tadris Bahasa Inggris UIN
Sultan Maulana Hasanuddin secara umum sudah baik, namun beberapa hal yang
karena ada perumusan TIU yang belum tepat seperti penggunaan kata
(2) Kesesuaian antara TIU dan TIK, perlu diperbaiki karena TIK masih banyak
(3) Kesesuai materi dengan TIK perlu diperbaiki, karena banyak isi bahan ajar
(4) Contoh–contoh yang terdapat dalam bahan ajar perlu diperbaiki karena kurang
menarik mahasiswa
(2) Menyesuaikan perumusan antara TIU dan TIK dalam setiap unit modul
ditetapkan
b) Pakar Materi
129
Hasil evaluasi dengan pakar materi terhadap draft bahan pembelajaran untuk
mata kuliah CCU program studi Tadris Bahasa Inggris UIN Sultan Maulana
Hasanuddin secara umum sudah baik, namun beberapa hal yang perlu diperbaiki,
yaitu:
(2) Perlu memperbaiki Konsep yang ada dalam bahana ajar karena masih kurang
(3) Keakurasian Konsep/materi yang dijelaskan dalam bahan ajar belum tepat, perlu
(4) Konsep-konsep yang disusun belum disusun secara sistematis, sehingga sulit
understanding.
(2) memperbaiki Konsep yang ada dalam bahana ajar agar relevan dengan keadaan
sekarang.
pembelajaran untuk mata kuliah CCU program studi Tadris Bahasa Inggris UIN
Sultan Maulana Hasanuddin secara umum sudah baik, namun beberapa hal yang
(1) Perbaikan gambar sampul, dan gambar lain yang disajikan pada bahan
(2) Perlunya memasukan gambar yang sesuai dengan konteks materi bahan ajar
(3) Perlunya memperbaiki gambar yang ada dalam materi dengan porsi yang sesuai
(4) Disarankan agar menggunakan gambar sendiri atau orang yang dikenal, untuk
(5) Masih adanaya inkonsistensi jenis dan ukuran huruf tiap unit atau bagian dalam
bahan ajar, misalnya jenis dan ukuran huruf untuk judul setiap unit/chapter dan
(6) Layout antara unit satu dengan yang lain sama, sub unit satu dengan yang lain
(1) Memperbaiki gambar sampul, dan gambar lain yang disajikan pada bahan
(2) memasukkan gambar yang sesuai dengan konteks materi bahan ajar agar dapat
(3) Menyesuaiakan porsi gambar dalam bahan ajar yang menarik bagai mahasiswa
131
(4) Mengganti gambar dengan gambar orang yang dikenal dengan minta izin secara
lisan
(5) Memperbaiki jenis dan ukuran huruf tiap unit /chapter dalam bahan ajar
(6) Melayout ulang unit/chapter, sub unit satu sehingga konsisten dalam bahan ajar
d) Pakar Bahasa
Hasil evaluasi dengan pakar bahasa Inggris terhadap draft bahan pembelajaran
untuk mata kuliah CCU program studi Tadris Bahasa Inggris UIN Sultan Maulana
Hasanuddin secara umum sudah baik, namun beberapa hal yang perlu diperbaiki,
yaitu:
(1) Banyak kalimat dalam bahan ajar sulit dipahami mahasiswa karena banyak yang
(2) Bahasa yang digunakan belum sesuai dengan bahasa mahasiswa, banyak
(3) gaya bahasa dalam bahan ajar kurang komunikatif sehingga pesan yang
(4) Terdapat makna kalimat yang susah dipahami sehingga mahaiswa dapat sulit
(5) Banyak tanda banya yang tidak sesuai dengan fungsinya dalam
kalimat,misalnya titik koma tanda seru tanda tanya titik dua titik koma tanda
(6) Relevansi antara kalimat pada beberapa unit perlu diperbaiki karena, banyak
(7) Terdapat pengguna ejaan yang dicampur antara gaya Amerika dan British dalam
setiap unit, sehingga perlu diperbaiki agar mengguna gaya bahasa yang sama
(1) Mengganti kalimat dalam bahan ajar sulit dipahami mahasiswa dengan kalimat
(3) Memperbaiki gaya bahasa menajdi gaya yang komunikatif sehingga pesan yang
(4) Merubah kalimat yang ada dalam bahan ajar sehingga makna kalimat dapat
(6) Memperbaiki kalimat dalam dibeberapa bagian dalam bahan ajar sehingga
(7) Merubah gaya bahasa yang tidak konsisten yang ada dalam setiap unit, sehingga
Setelah instrumen di buat peneliti melakukan telaah pakar kepada ahli materi
untuk mencermati produk yang dikembangkan tentang konten materi. Masukan dan
hasil validasi ahli akan menjadi masukan untuk memperbaiki produk pada langkah
revisi.
Setelah model di validasi oleh para ahli peneliti melakukan uji coba 1-1. Uji coba
satu-satu ini merupakan uji coba awal terhadap produk yang dikembangkan. Uji coba
satu-satu dilakukan pada satu orang mahasiswa dan satu orang Dosen yang dibentuk
secara khusus. Penilaian yang dilakukan oleh satu- satu orang ini bertujuan untuk
mendapat data tentang produk yang dikembangkan, sebagai bahan acuan dalam revisi.
133
Sebelum diberikan pada uji coba kelompok kecil. Hasil uji coba one to one juga
memberikan masukan revisi pada gambar, isi terlalu padat dan model-model yang ada
Sesudah model direvisi selanjutnya akan diujicobakan pada kelompok kecil, yaitu
kepada 9 orang responden mahasiswa yang akan menjadi sasaran target penelitian. Uji
coba dilakukan di UIN SMH Banten dengan membentuk kelas khusus. Setelah
Melakukan uji coba lapangan. Dalam konteks yang nyata. Pada tahap ini model
Tadris Bahasa Inggris UIN SMH Banten. Adapun jumlah mahasiswa yang menjadi
kelas eksperimen ini adalah 30 orang mahasiswa. Implementasi model ini hanya
dilakukan pada mahasiswa UIN SMH Banten dengan melakukan eksperimen pada
Data yang dibutuhkan untuk studi pendahuluan guna mendapatkan gambaran atau
data awal tentang kondisi tempat penelitian dilakukan dengan cara wawancara kepada
ketua program Study Tadris Bahasa Inggris, kepada dosen mata kuliah Cross Culture
Understanding, serta mahasiswa yang sudah menyelesaikan Mata Kuliah Cross Culture
Understanding. Data yang dibutuhkan untuk melihat proses pembelajaran di Prodi Study
Tadris Bahasa Inggris dipergunakan instrumen observasi. Data yang diperlukan untuk
134
kepada Expert, one to one learners, Small Group, dan Field Trial
Selain data data yang tersebut di atas juga data berupa data hasil Pre-Test dan
Post-Test small group,Kelas Field Trial dan ujian akhir semester mata kuliah Cross-
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah uji formatif dan sumatif. Data
formatif adalah data yang dikumpulkan sebagai tahapan untuk menganalisis kebutuhan
dalam penelitian ini adalah;kuisioner, skala sikap, dan tes yang diberikan kepada
mahasiswa dan Dosen, kuisioner adalah pengumpul data yang berbentuk pertanyaan
yang akan di isi atau di jawab oleh responden. Skala digunakan untuk memperoleh
indikator jawaban sudah tepat, kurang tepat, dan tidak tepat. Sedangkan tes adalah
dan diberikan kepada individu atau kelompok untuk dikerjakan, dijawab, atau direspon,
baik dalam bentuk tertulis, lisan maupun perbuatan. Teknik penyusunan dan
3. Membuat kisi-kisi
4. Menetapkan besaran atau parameter misal sudah tepat, kurang tepat, dan tidak
tepat
6. Butir-butir yang telha ditulis merupakan konsep instrumen yang melalui proses
9. Pengujian validitas
11. Menghitung koefisien reliabilitas. Rentangan nilai (0-1) adalah besaran yang
Hasil analisis kebutuhan ini digunakan sebagai dasar dalam merencanakan dan
sebagaiman yang telah di jelaskan sebelumnya. Analisis data dalam penelitian ini
4. Melakukan proses sintesis, yaitu mengolah keseluruhan data dengan uji t satu untuk
1. Ketekunan pengamatan
2. Triangulasi
tahap demi tahap dan setelah semua pekerjaan selesai dilakukan untuk
meningkatkan kepercayaan.
5. Melakukan interpretasi skor. Berdasarkan skor aktual yang diperoleh, maka kualitas
Data yang diperoleh dari skala sikap dan kuisioner akan di interprestasikan
dulu dilakukan uji coba instrumen, untuk melihat validitas dan reliabilitas instrumen
yang dikembangkan. Pengolahan dilakukan dengan SPSS versi 22 dan Excel 2010.
137
BAB IV
A. Penelitian Pendahuluan
1. Kajian Literatur
Kajian literatur adalah ringkasan komprehensif dan penilaian kritis dari literatur
yang relevan dengan topik penelitian. Ini menyajikan pembaca dengan apa yang sudah
dikenal di bidang ini dan mengidentifikasi kontroversi tradisional dan saat ini serta
Dalam disertasi yang melibatkan pengumpulan data, peneliti membahas apa yang
ditemukan di tubuh literatur melalaui dua tahap. Pertama, Peneliti menyajikan tinjauan
literatur untuk menunjukkan pemahaman peneliti tentang apa yang telah ditulis di
meninjau kembali setelah temuan peneliti untuk membahas persamaan dan perbedaan
antara apa yang peneliti temukan dan apa yang telah ditemukan peneliti sebelumnya.
Dalam disertasi ini peneiti hanya menggunakan literatur untuk membuat argumen
pengantar atau memberikan latar belakang penelitian, yang juga akan menginformasikan
a. Konsep Belajar
penelitian ini didasarkan pada konsep-konsep belajar yang dikemukakan oleh Gundi
49T 49T
138
(1992), Gagne (1995), Schunk (2012), Ormrod (2015), Parson (2011), dan Spector
(2009) bahwa:
2) Belajar melibatkan semua pengalaman dan pelatihan dari seorang individu yang
3) Belajar menyebabkan perubahan dalam perilaku tetapi tidak selalu berarti bahwa
perubahan ini selalu membawa perbaikan atau pengembangan ke arah yang positif.
Kita kesempatan yang sama untuk melayang ke sisi debit dari kepribadian manusia.
5) Belajar berorientasi pada tujuan. Jika tidak ada tujuan, maka hampir tidak akan ada
belajar apapun.
7) Belajar berlangsung seumur hidup untuk semua orang yang dimulai dari ayunan
Kesimpulan dari pokok pikiran di atas adalah bahwa belajar merupakan proses
yang berlangsung secara terus menerus dan relatif menetap yang diperoleh dari latihan
b. Konsep pembelajaran
Miarso (2004), Gagne, et al. (2005), Reigeluth (2009), Smaldino, et.all (2015), Clark,
139
and Mayer. (2016), Dijkstra, et al (1989), Akdeniz (2016). Boekaerts and Simons
1) Pembelajaran adalah suatu usaha yang disengaja, bertujuan, dan terkendali agar
orang lain belajar atau terjadi perubahan yang relatif menetap pada diri orang lain
pembelajaran
4) Pembelajaran adalah setiap upaya yang disengaja untuk merangsang belajar dengan
mendorong pembelajaran
yang baik dalam kondisi tertentu dalam suatu system untuk mencapai tujuan yang
telah ditentukan
7) Pembelajaran adalah proses kegiatan yang membantu aktualisasi diri dan memenuhi
kebutuhan sendiri
pembelajaran
9) Pembelajaran adalah fasilitasi yang disengaja menuju tujuan yang telah ditentukan
10) Pembelajaran adalah sebagai kegiatan yang diberikan Dosen kepada mahasiswa
mereka
140
rangkaian kegiatan yang disengaja oleh pengajar dalam lingkungan belajar yang
3T 3T
pengetahuan, dan keterampilan seseorang terfasilitasi dalam mencapai tujuan yang telah 3T
ditentukan sehingga terwujud aktualisasi diri dan dapat memenuhi kebutuhan sendiri.
3T
dikemukakan oleh MacGregor (1992), Panitz.(1999), Srinivas (2011), Lee dan Wong
(2012), Alexandrov, et.al. (2012), serta Enyedy dan Stevens (2014) bahwa:
mahasiswa bekerja dalam kelompok yang beranggotakan dua atau lebih, saling
2) Pembelajaran kolaboratif adalah filosofi pribadi, bukan hanya teknik kelas, dalam
5) Pembelajaran kolaboratif adalah teori belajar atau teknik yang bertujuan untuk
49T 49T
melibatkan pengajar dan mahasiswa dalam kelompok pembelajaran baik dua orang
57T 57T 49T57 49T
atau lebih bekerjasama dalam sebuah kelompok dengan prinsip setara, demokratis,
berpartisipasi, bekerja sebagai mitra baik di dalam maupun di luar kelas semua
bertanggung jawab untuk memecahkan masalah, menyelesaikan tugas, atau membuat 49T 49T57 49T57 49T57 49T57 49T57 49T57 49T57
suatu produk.
49T57
oleh Carliner (1999), Carliner.(2004), Dabbagh dan Bannan-Ritland (2005), Ally (2008)
computer
3) Pembelajaran online sebagai lingkungan pembelajaran terbuka dan terdistribusi 49T 49T 49T 49T 49T
yang menggunakan teknologi internet dan berbasisi web guna memfasilitasi belajar
49T 49T 49T 49T 49T 49T 49T 49T 49T
4) Pembelajaran secara online terhubung ke sistem, dalam operasi, fungsional dan siap 49T 49T 49T 49T 49T 4 9T 49T 49T 49T 49T 49T 49T
untuk layanan.
49T 49T
5) Pembelajaran online adalah penggunaan internet untuk mengakses materi 49T 49T 49T 49T 49T
belajar 49T
aplikasi Pendidikan dalam bentuk penunjang, campuran, dan secara Penuh 49T 49T
penggunaan jaringan komunikasi online dan berbasis web guna memfasilitasi belajar 49T 49T
Penuh.
penelitian ini didasarkan pada konsep-konsep belajar yang dikemukakan oleh Boyd dan
Ellison (2013) Buettner (2016), Manca dan Ranieri (2014). Agosto dan Abbas (2011)
Keyes (2011) Alhajj, Reda, dan Rokne (2014), serta DeGarmo (2014) bahwa jejaring 72T 72T
sosial adalah:
1) Jejaring sosial adalah Platform untuk membangun jaringan sosial atau hubungan 49T 49T 49T 49T 49T 49T 49T
2) Situs Jejaring Sosial adalah layanan web yang memungkinkan pengguna membuat 49T 49T 49T
profil publik atau semi-publik, membentuk sebuah komunitas online jaringan publik
49T 49T 49T 49T 49T 49T 49T 49T 49T 49T 49T 49T 49TP
3) Situs Jejaring Sosial adalah ruang online di mana anggota masyarakat bertemu 49T 49T 49T 49T 49T 49T 49T 49T
dalam semua jenis interaksi sosial, dari membaca tentang anggota lainnya, posting
49T 4 9T 49T 49T 49T 49T 49T 49T 49T 49T 49T 49T 49T 49T 49T
4) Situs Jejaring Sosial adalah komunitas online yang pengguna dapat membuat profil 49T 49T 49T 49T 49T 49T 49T 49T 49T 49T 49T 49T
dan bersosialisasi menggunakan berbagai alat media sosial termasuk blog, video,
49T 49T 49T 49T 49T 49T 49T 49T 49T 49T 49T 49T
5) Situs Jejaring Sosial situs website internet yang memungkinkan interaksi sosial dan 49T 49T 49T 49T 49T 49T 49T 49T 49T 49T
berkolaborasi antara dua atau lebih pengguna 49T 49T 49T 49T 49T 49TP
Kesimpulan dari pokok pikiran di atas adalah bahwa jejaring sosial merupakan
layanan berbasis web yang memungkinkan individu untuk membangun profil publik
49T 49T 49T 49T 49T 49T 49T 49T 49T 49T
atau semi-publik dapat berkomunikasi dengan orang lain yang ada dalam groupnya
49T 5T49 5T 49T
dengan menggunakan berbabagai fasilitas yang tersedia dalam situs tersebut. 49T
Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten yang berdiri pada tanggal 3 April 2017
melalui Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2017 yang berada di provinsi Banten yang
beralamat di jalan jendral sudirman No.30 Serang Banten, Kecamatan Serang Kota
Serang. UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten ini dahulunya adalah Institut Agama
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan memiliki visi menjadi Fakultas yang unggul dan
terkemuka dalam mengembangkan ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang integratif dan
menyiapkan Dosen dan Tenaga Kependidikan yang Islami dan berwawasan global
tahun 2030
144
Pendidikan dan pengajaran yang profesional, berkualitas, dan berwawasan global 2).
kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang berbasis ilmu tarbiyah dan Keguruan
kepentingan
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan memiliki tujuan 1). Menghasilkan lulusan yang
islami, kompetitif, dan kompenten; 2). Menghasilkan calon Dosen dan Tenaga
Kependidikan yang islami dan Profesional; 3). Menghasilkan penelitian dan publikasi
ilmiah yang berkualitas dan integratif di bidang ilmu tarbiyah dan Keguruan ; 4).
dengan berbagai institusi baik dalam maupun luar negeri dan para pemangku
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan saat ini memiliki enam program studi S1:
Program Studi Tadris Bahasa Inggris memiliki visi yaitu menjadi jurusan yang
unggul dan terkemuka di tingkat internasional pada tahun 2030 dalam penyelenggaraan
145
Tujuan Program Studi Tadris Bahasa 1). Menghasilkan tenaga Pendidikan dan
kependidikan yang professional dalam bidang Bahasa Inggris, berdaya saing dan berjiwa
menghasilkan tenaga Dosen dan kependidikan yang memiliki dedikasi dan komitmen
Bahasa Inggris. 4). Membangun kerjasama dalam skala nasional, maupun internasional
dan peningkatan profesionalisme tenaga pendidik yang mandiri dan berdaya saing
pembelajaran tatap muka di kelas, dan hanya sedikit dosen yang menggunakan social
146
media untuk pembelajaran, itupun secara informal, hanya untuk memrikan informasi
perkuliah
pembelajaran kolaboratif berbasisi situs jejaring social Facebook untuk mata kuliah
instrumen kuesioner dan wawancara dengan mahaiswa, dosen, ketua Program Studi
Tadris Bahasa Inggris. Hasil pengumpulan data kuesioner yang diberikan kepada
Understanding.
4) Sarana belajar seperti komputer dan peralatan IT lainnya di Fakultas Tarbiyah dan
komputer.
5) Materi instruksional mata kuliah Cross Culure Understanding yang diberikan oleh
Dosen belum dikemas dalam bentuk modul sehingga sumber yang berlimpah
membuat mahasiwa kebingunan memilih sumber yang relevan untuk setiap pokok
bahasan
6) Sebagaian besar mahasiwa belum bisa belajar mandiri tanpa dibantu Dosen
147
pembelajaran
10) Desain pembelajaran mata kuliah Cross Culure Understanding belum menarik
11) Dosen belum menggunakan media social untuk tujuan pembelajaran formal
Hasil wawancara dengan ketua Program Studi Tadris Bahasa Inggris Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan UIN SMH Banten dapat disajikan permasalahan pembelajaran
sebagai berikut:
1) Dosen mata kuliah Cross Culure Understanding belum membuat bahan ajar dalam
satu paket mata kuliah, dosen hanya memberikan sejumlah buku elektronik untuk
materi
dosen sering dinas luar dan mengikuti rapat, seminar dan workshop
untuk pembelajaran.
4) Materi pelajaran ada yang tidak tercapai karena terkendala waktu, khususnya
5) Program Studi Tadris Bahasa Inggris membutuhkan sarana yang sifatnya mudah
6) Mahasiswa kurang aktif memanfaatkan waktu untuk berdiskusi bila dosen tidak
hadir.
Hasil pengumpulan data dari dosen mata kuliah Cross Culure Understanding
1) Waktu untuk pembelajaran mata kuliah Cross Culure Understanding masih kurang
hanay 100 menit sedangakan materi yang harus disampaikan untuk durasi waktu
150 menit.
2) Masalah pembelajaran lain yang ditemui dosen adalah tidak bisa melaksanakan
proses belajar mengajar dengan baik karena mahasiswa sering datang terlambat
3) Materi pelajaran ada yang tidak tercapai karena terkendala adanya kegiatan luar
yang harus diikui oleh dosen misalnya seminar, rapat dan workshop
mengadopsi beberapa model pengembangan, yaitu model Borg dan Gall (1983),
Berikut akan dikemukakan deskripsi data dari setiap tahapan penelitian dan
49T 49T
Bagian ini mendeskripsikan hasil analisis kesenjangan kinerja mahasiswa pada mata
kuliah CCU Program Studi Tadris Bahasa Inggris UIN SMH Banten yang memuat
informasi tentang kinerja saat ini, dan kinerja yang diharapkan serta penyebab
kesenjangan kinerja. Hasil analisis kesenjangan kinerja disajikan pada tabel 4.1 sebagai
berikut:
Pada bagian ini disajikan rumusan tujuan instruksional yang merupakan tujuan
CCU pada kurikulum Program Studi Tadris Bahasa Inggris UIN Sultan Maulana
Memahami konsep dasar budaya yang terkait dengan pembelajaran bahasa; menyadari keragaman
budaya di negara-negara berbahasa Inggris; memahami beberapa perbedaan dan persamaan antara
budaya bahasa target dan budaya bahasa asli mereka dan konteks budaya indonesia, memahami
konsep konflik budaya dan penyesuaian serta akrab dengan beberapa pola komunikasi tertentu
Berdasarkan hasil angket yang disebarkan kepada mahasiswa yang menjadi sasaran
49T 49T
mahasiswa lahir tahun 1998, 3 persen mahasiswa lahir tahun 1999. Secara lengkap
dapat berkontribusi lebih efisien untuk proses, dan keterampilan kognitif mereka
yang maju dapat membuat mereka lebih efektif dalam memahami, menghasilkan,
konteks.
setiap hari untuk update status, berbagi informasi perkuliahan secara pribadi
(tujuan akademik) dengan durasi waktu yang berbeda. Secara lengkap tujuan
Bagan di atas menunjukkan bahwa media sosial Facebook sudah sangat familiar
informal.
Program Studi Tadris Bahasa Inggris di UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten,
a) Dosen menggunakan facebook setiap hari untuk update status dan berbagi informasi
perkuliahn dengan mahasiswa secara pribadi, ini menunjukkan bahawa dosen sudah
b) Fasilitas wireless kampus tersedia secara gratis, ini menunjukkan bahwa jaringan
merupakan dukungan pembelajaran berbasis social media, hal ini sejalan dengan
visi Tarbiyah dan Keguruan yang Integratif dan Menyiapkan Dosen dan Tenaga
Kependidikan yang Islami dan Berwawasan Global Tahun 2030 (Wawasan 2030)
Pada bagian ini akan dibahas mengenai hasil analisis tugas, hasil merumuskan
instruksional
analisis tugas ini adalah cetak biru (blueprint) pembelajaran yang berfungsi sebagai
berbasis jejaring sosial. Hasil analisis tugas disusun dalam bentuk diagram sebagai
80T
berikut:
154
Pada tahap ini dilakukan perumusan tujuan kinerja atau tujuan instruksional khusus
80T 80T 80T 80T
mata kuliah CCU yang diturunkan dari diagram analisis tugas yang dihasilkan dari
tahapan penelitian sebelumnya. Tujuan kinerja dirumuskan dengan format CPS, yaitu: C
(criteria), P (perrformance), dan S (Criteria(s). Tabel 4.2 berikut contoh hasil rumusan
tujuan kerja:
Secara lengkap, hasil rumusan tujuan kerja dilampirkan pada lampiran 13.
Secara lengkap, butir-butir item penilaian pada penelitian dan pengembangan ini
80T
meliputi butiran Pre-Test lampiran - 2 ( Butiran Soal Pre - Test ) dan Post-Test, lampiran
Tujuan
No Instruksional No Item Tes
Khusus
1. Students will be 1. The followings are definition of culture, except
able to define A. Culture as “collective programming of the mind; it manifests
culture itself not only in values, but in more superficial ways: in sym-
bols. Heroes, and rituals
B. Culture as “all that human beings learn to do, to use, to
produce, to know, and to believe as they grow to maturity and
live out their lives in the social groups to which they belong
C. Cultures as “ a learned set of shared interpretations about
beliefs, values, norms, and social practices, which affect the
behaviors of a relatively large group of people.
D. Culture are ethnic, religious and professional cultures;
individuals
2. When studying different areas of the world, it is important to have an
idea of a particular regions culture before continuing. But, how do
we define "culture"?
A. Particular Person's Lifestyle
B. Delicious Desert From Oregon Dairy
C. all the elements that make up a society or civilization
D. particular segment that has interesting values
3. Which of the following statements is true of culture?
A. Languages are cultures.
B. Archaeologists dig up culture in their excavations.
C. Culture is a powerful human tool for survival,
D. all of the above
4. Which of the following was not identified as a defining feature of
culture?
A. Culture is learned.
B. Culture is cumulative.
C. Culture is symbolic.
D. Culture is transmitted.
E. Culture is shared.
2. Students will be 5. The followings are examples of culture, except…..
able to give A. Traditional dance
examples of culture B. Wedding ceremony
C. School system
D. Kinship system
6. Values, traditions, and beliefs are all examples of
A. material culture,
B. customs.
C. cultural relativism,
D. non-material culture.
3. Students will be 7. Which is the statements below describe difference cultural norms
able differ cultural and cultural values
values and cultural A. cultural norms is the collective expectations of what constitute
norm proper or improper behavior in a given situation, on the other
hand cultural values are generally accepted standards of
behavior for any cultural group
B. cultural norms are dimensions that members of a particular
group consider important and desirable. on the other hand
cultural values are the collective expectations of what constitute
proper or improper behavior in a given situation,
C. cultural norms are systems of knowledge shared by a relatively
large group of people, on the other hand cultural values are
generally accepted standards of behavior for any cultural group
D. cultural norms are a set of priorities that guide “good” or “bad”
behaviors, “desirable” or “undesirable” practices, and “fair” or
157
B. Grebekkan Maulud
73T
C. Greeting
73T
D. Visiting neighbour
73T 30T7 30T
…
A. the Minangkabau people from West Sumatra
B. The Batak people from Norh Sumatera
30T
18. .............are cultures where value the group over the individual. Self
is defined by group membership and/or family
A. Cultural norms
B. Individualist cultures
C. Deductive reasoning
D. Collectivist cultures
9. Students will be 23. Communicating and establishing relationships with people from
able to analyze different cultures can lead to a whole host of benefits. The are..
the importance of
30T 30T A. promoting intercultural understanding and building an effective
intercultural intercultural communication
communication B. Healthier communities; increased international, national, and local
commerce; reduced conflict; and personal growth through
increased tolerance
C. promoting intercultural understanding in cultural diversity and
reducing intercultural tensions
D. increasing international, national, and local commerce; reducing
conflict; and personal growth through increased tolerance
24. 1. International tensions
2. National conflicts
3. Intrapersonally needed- for personal, social, and professional
lives and relationships
4. Growing tensions due to ineffective communication between
cultures.
5. Dependent on what we choose to say and what others choose to
listen to.
6. Identify misunderstandings and misinterpretations
The staments above mention…
A. What are the needs for interculturat communication?
B. Describe the last four dimensions of intercuttural
159
communication.
C. Distinguish between fixed, semi-fixed, and informal spaces.
D. What are the benefits of intercuttural communication?
10. Students will be 25. Statements below is dealing with the relationship between language
able to identify the and culture
Relationship A. Language is not embedded in culture; language utterances
Between Culture cannot be made outside the context of a certain culture nor be
And language fully interpreted as separate from this culture.
B. language can be embedded only into same cultures
C. languages and cultures are not being mutually interacting and
reinforcing
D. Culture defines language and language is shaped by culture;
26. The followings are people who conducted studies on language and
culture, except….
A. Wilhelm von Humboldt
B. Risager
C. Damen
D. D. Gurito
27. Which of these Indonesians words does not have an exact English
translation?
A. Galau, gemas, kebelet
30T
B. Sepupu
C. Paman
D. Cantik
28. The cultural element of language Is one of the most diverse when
looking at different societies from around the world. Which of the
following examples is NOT an example of language?
A. Reading
B. Writing
C. Speaking
D. Gestures or body language
29. Which of these English words does not have an exact Indonesian
translation?
A. Christmas
B. Thanksgiving
C. Smile
D. Dance
30. Which of these short conversations shows cultural
misunderstanding?
A. + : You have a beautiful eyes ( America)
- : Thank you
B. + : Wow, your dress is very beautiful? ( America)
- : Ah, this is ugly and cheap (blushing) (indonesia)
C. + : Can you meet me after lunch? ( America)
- : I can’t!
D. + : What do you think of his idea? ( America)
- : It’s the worse idea I’ve ever heard!
Tabel 4.3 Hasil menyusun instrumen penilaian. 80T
tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Kegiatan ini meliputi; pemilihan model,
160
pendekatan, metode, pemilihan format media, serta pengaturan waktu yang dipandang
dan dirancang untuk 8 pertemuan yang di sesuaikan dengan alokasi waktu yang tersedia.
dan manfaat, tujuan intruksional khusus), tahap penyajian (uraian,contoh dan non
contoh/latihan, rangkuman dan glosarium) dan penutup (tes formatif dan umpan balik,
dan kriteria penilaian diberitahukan diawal perkuliahan atau di awal pertemuan pada
kelompok. Dosen atau mahasiswa membuat grup tertutup di facebook dan mewajibkan
Pada awal perkuliahan, selama satu minggu mahasiswa diminta untuk bergabung
pada grup diskusi facebook dan mempelajari aplikasi facebook yang akan digunakan.
diskusi, dan mereka sudah mengerti cara menggunakan fitur-fiturnya untuk terlibat aktif
dalam diskusi online. Karena kolaboratif online merupakan sesuatu yang baru bagi
sebagian besar mahasiswa, maka pada minggu pertama ini mahasiswa latihan
Semua mahasiswa akan memperoleh PKM secara online dengan mengunduh file
yang sudah dibagi dalam grup. PKM berisi tujuan pembelajaran, materi dan masalah
dibahas dalam diskusi tatap muka. Hal ini dapat menjadi kegiatan belajar yang baik bagi
mahasiswa.
Secara ringkas skenario pembelajaran yang menjelaskan peran dan aktivitas dari
dosen dan mahasiswa serta tujuan dari sesi ini dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Sesi ini merupakan lanjutan dari pembahasan materi yang tidak tuntas pada diskusi
kelas dan tambahan materi diskusi sebagai pengayaan. Kolaboratif online pada model
pembelajaran kolaboratif online berbasis jejaring sosial berlangsung selama delapan kali
Masing-masing tim pemandu diskusi membuat status pada grup facebook dan
(2) Fase 2. Mahasiswa melaksanakan kolaboratif online yang dipandu oleh anggota
diskusi dengan mengingatkan pertanyaan yang belum tuntas dan yang sudah
tuntas pada status masing-masing. Pada langkah ini, dosen menyediakan materi
49T 49T 49T
perkuliahan dalam berbagai format seperti file teks, presentasi PPT, atau
49T 49T 49T 49T
menjelaskan pemikiran mereka terhadap masalah yang dibahas ada tahapan ini
presentasi PPT, atau dokumen PDF, serta video.Berbekal tugas dan bahan yang
kemampuan berupa ilmu, pendapat ataupun gagasannya. Pada fase ini dan tahap
yang semula mempunyai prestasi rendah, lama kelamaan akan dapat menaikkan
prestasi tinggi kepada mahasiswa yang prestasinya rendah. (catatan tertulis dan
saat salah satu kelompok melakukan presentasi, maka kelompok lain mengamati,
menggunakan fasilitas yang telah disediakan pada facebook, yaitu event. Melalui
mengatur gambar profil pada event yang merepresentasikan topik pada setiap
sesi serta mengatur akses mahasiswa pada materi agar memudahkan mahasiswa
mengirimkan pesan kepada setiap anggota group setiap kali ada informasi baru.
Pada langkah ini, dosen juga memantau partisipasi mahasiswa yang mengunjungi
group, yang disimmpan secara otomatis oleh Facebook setiap kali mereka
mengunjungi group
(a) Apa kesimpulan kolaboratif online dari setiap status (masalah yang
didiskusikan)?
(b) Apa saja referensi (situs web, artikel, buku) yang dapat digunakan untuk
minggu ini?
sudah mereka lakukan selama 8 kali. Penilaian diri ini hanya dilakukan
sebanyak tiga kali, setelah setiap tiga topik selesai dibahas melalui diskusi
ditetapkan.
dilakukan untuk dua jenis bahan pembelajaran, meliputi bahan cetak dan bahan
online. Pengembangan bahan pembelajaran cetak terdiri dari: a) Modul mata kuliah
CCU, b) Buku Panduan untuk dosen dan c) Buku Panduan untuk mahasiswa.
Modul mata kuliah CCU yang dihasilkan penelitian dan pengembangan ini
kepada mahasiswa selama satu semester. Modul ini terdiri empat modul yang
meliputi:
Mata
ilmu cross cultural understanding
Kuliah
After studying this unit students expected to be able to understand the basic concept
of culture, cultural values and cultural norm, the importance of intercultural
TIU
communication, Communication and Intercultural Communication, relationship
Between Culture And language
Urutan
Garis Besar Isi Metode Media& Alat Waktu
Kegiatan
1. 2. 3. 4. 5.
Tahap pendahuluan
Deskripsi After studying this unit students Diskusi 1. Laptop/HP 1 menit
singkat expected to understand the basic kelompok 2. buku panduan
concept of culture, cultural values dalam kelas dosen
and cultural norm, the importance of
30T 30T 3. buku panduan
intercultural communication, maahsiwa
Communication and Intercultural 4. Modul CCU
Communication, relationship
Between Culture And language
Relevansi students expected to understand the 2 menit
dan basic concept of culture, cultural
manfaat values and cultural norm,
the importance
30T of intercultural
30T
communication
166
communication
10. Students will be able to to
identify the relationship
Between Culture And language
Contoh Students are given give examples of
language usage cultural context
Non Students are given give examples of
Contoh language usage out of cultural
context
Latihan Mahasiswa diberikan soal latihan Berdiskusi
dalam group
kecil di kelas
dan
mempraktekkan
dalam group FB
examples of
cultura in
Indonesia
of intercultural
communicatio,
Communication
and
Intercultural
Communication
, relationship
167
Between
Culture And
language
Rangkum Urain singkat basic concept of
an culture, cultural values and cultural
norm, the importance of
30T 30T
intercultural communication,
Communication and Intercultural
Communication, relationship
Between Culture And language
Glosari Daftar istilah penting yang berkaitan
dengan, cultural values and cultural
nor, culture and language
TAHAP PENUTUP
Unpan 1. Penilai atas diskusi kelompok 20
balik yang sudah dilakukan
2. the basic concept of culture,
cultural values and cultural norm,
the importance of intercultural
30T 30T
communication, Communication
and Intercultural Communication,
relationship Between Culture And
language
3. Pemberian motivasi pada
mahasiswa pentingnya memahami
hubungan culture and language
dalam kehidupan sehari dan dalam
mengajar
Tindak Mahasiswa diminta Diskusi 1. Laptop/HP
lanjut mendiskusikan examples of kelompok 2. Koneksi
cultural value in indonesia dn online lewat FB internet
examples of cultura in Indonesia
pembelajaran kolaboratif
Fase 3: 1. Mengingatkan kelompok pemandu 1. Kelompok pemandu diskusi membuat
penutup diskusi membuat kesimpulan, kesimpulan dan menutup diskusi.
penilaian dan laporan diskusi online. 2. Kelompok pemandu diskusi membuat
2. Memberikan penghargaan terhadap laporan diskusi dan memberikan
keberhasilan mahasiswa. penilaian terhadap aktifitas kolaboratif
3. meminta mahasiswa membuat online yang terjadi FB selama 8 kali.
penilaian diri” terhadap apa yang 3. Mahasiswa membuat penilaian diri
sudah mereka pelajari dari terhadap apa yang mereka sudah
kolaboratif online pelajari dari materi diskusi online.
1. Tittle
2. Introduction
3. Content Outline
5. Objectives
6. Learner activities
7. Summary
8. Formative Tests
9. Leaner Feedback
10. References
169
11. Glosary
Buku panduan dosen secara rinci memuat panduan tentang pedoman pelaksanaan
yang dihasilkan penelitian dan pengembangan ini. Secara keseluruhan buku panduan
Halaman muka
49T
Kata pengantar
49T
Daftar isi
49T
Daftar lampiran
49T
Bagian 1 Pendahuluan
49T
A. Latar Belakang
49T
B. Tujuan
49T
C. Peta Kompetensi
49T
49T Competence
Bagian 3 Penutup
49T
Lampiran-Lampiran
49T
Buku panduan mahasiswa secara rinci memuat panduan bagi mahasiswa agar secara
mandiri dapat mempelajari modul mata kuliah CCU menggunakan model pembelajaran
Halaman muka
49T
Kata pengantar
49T
Daftar isi
49T
Daftar lampiran
49T
Bagian 1 Pendahuluan
49T
Latar Belakang
49T
Tujuan
49T
Peta Kompetensi
49T
Modul 2:
49T Intercultural Conflict, Acculturation , Culture Shock, and Intercultural
Competence
Bagian 3 Penutup
49T
Lampiran-lampiran
49T
naskah teks yang diunggah sebagai bahan diskusi mahasiswa selama melakukan diskusi
Engagement Phase
80T Exploration Phase
80T 80T
reflection Phase
80T 80T 80T
1. Validasi
Validasi Produk bahan pembelajaran dilakukan oleh empat orang pakar yaitu: a.
pada tanggal 28 April s.d 13 Mei 2018. Jumlah pakar yang dilibatkan pada validasi
produk ini sebanyak 4 orang yaitu: (1) pakar desain pembelajaran; (2) pakar materi; (3)
pakar media; dan (4) pakar bahasa. Masukan/mendapat dari pakar ini digunakan untuk
173
masukan dari pakar yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
pembelajaran untuk mata kuliah CCU program studi Tadris Bahasa Inggris UIN Sultan
Maulana Hasanuddin secara umum sudah baik, namun beberapa hal yang perlu
diperbaiki, yaitu:
Setelah perbaikan dilakukan dan didiskusikan lagi dengan pakar desain pembelajaran,
Validasi yang dilakukan oleh pakar pakar materi terhadap draft bahan
pembelajaran untuk mata kuliah CCU program studi Tadris Bahasa Inggris UIN
Sultan Maulana Hasanuddin secara umum sudah baik, namun beberapa hal yang
2. Perlu memperbaiki Konsep yang ada dalam bahana memperbaiki Konsep yang ada
174
ajar karena masih kurang relevan dengan keadaan dalam bahana ajar yang relevan
sekarang. dengan keadaan sekarang.
3. Keakurasian Konsep/materi yang dijelaskan dalam Memperbaiki Keakurasian
bahan ajar belum tepat, perlu diperbaiki agar Konsep/materi dalam bahan ajar
keakurasian dapat dicapai
4. Konsep-konsep yang disusun belum disusun secara Memperbaiki susunan Konsep-
sistematis, sehingga sulit dipahami secara konsep dengan disusun sistematis,
menyeluruh sehingga sulit dipahami secara
menyeluruh
Setelah memperbaiki produk pembelajaran dan didiskusikan lagi dengan pakar
materi, maka maka dapat disimpulkan bahwa materi pembelajaran layak digunakan
pembelajaran untuk mata kuliah CCU program studi Tadris Bahasa Inggris UIN
Sultan Maulana Hasanuddin secara umum sudah baik, namun beberapa hal yang
digunakan
Hasil evaluasi dengan pakar bahasa Inggris terhadap draft bahan pembelajaran
untuk mata kuliah CCU program studi Tadris Bahasa Inggris UIN Sultan Maulana
Hasanuddin secara umum sudah baik, namun beberapa hal yang perlu diperbaiki,
yaitu:
Uji Coba Produk (bahan pembelajaran) dilakukan setelah dilakukan validasi oleh
pakar design instruksional, pakar materi, pakar bahasa dan pakr media/grafis.
Berdasarkan saran / masukan dari ahli Desain, ahli materi, ahli media/desain
grafis dan ahli bahasa selanjutkan draft pertama bahan instruksional digunakan untuk
melalui one-to-one Learners. Pelaksanaan evaluasi formatif one- to- one learners
176
lakukan dengan 3 (tiga) orang mahasiswa program studi Tadris Bahasa Inggris.
Mahasiswa tersebut berasal dari peringkat atas, peringkat tengah, dan peringkat
bawah di kelas semester VI . Pada uji coba one-to-one learners ini, mahasiswa
dengan one-to-one learners ini ditunjukan untuk mengurangi kesalahan yang terdapat
pada bahan Cross Culture Understanding mata kuliah Cross Culture Understanding
sebagai berikut:
Model draft ketiga dihasilkan setelah melalui uji coba kelompok kecil (Small
Group). Evaluasi formatif Small Group dilakukan dengan 9 (sembilan) mahasiswa yang
berasal dari 3 (tiga) kelompok mahasiswa yang berbeda yaitu 3 orang mahasiswa
peringkat atas, 3 orang dari peringkat menengah dan 3 orang dari peringkat bawah kelas
Vl program Tadris Bahasa Inggris Tujuan dilakukannya evaluasi formatif Small Group
ini adalah untuk mengidentifikasi kekurangan bahan pembelajaran yang sudah diuji
177
cobakan pada one-to-one learners. Uji coba dengan Small Group ini diawali dengan
Setelah melalui uji coba kelompok kecil (Small Group) ini maka dapat disimpulkan
No Masukan Perbaikan
1. Desain modul pada unit four masih kurang Memperbaiki desain modul pada unit four agar
menarik dibaca menarik dibaca
2. Beberapa istilah yang digunakan dalam Memperbaiki istilah yang digunakan dalam modul
modul agak sulit dipahami agar mudah dipahami
3. Beberapa ilustrasi yang disajikan dalam Memperbaiki ilustrasi yang disajikan dalam modul
modul masih kurang menarik yang masih kurang menarik
Berdasarkan Uji coba produk dengan kelompok kecil maka dapat disimpulkan
sosial, hasil pretest dan posttest yang diberikan kepada mahasiswa pada ujicoba
Tabel 4.13 Rerata nilai pretest dan posttest ujicoba kelompok kecil
Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation
Statistic Statistic Std. Error Statistic
Pretest 9 76,33 1,000 3,000
Postest 9 79,56 1,144 3,432
Valid N (listwise) 9
Tabel di atas menunjukkan bahwa rerata nilai posttest (76,33) lebih tinggi dari
rerata nilai pretest (79,56) dengan selisih keduanya sebesar 3,23. Berdasarkan data pada
tabel di atas dapat disimpulkan bahwa terjadi kenaikan nilai rerata mahasiswa sebelum
dan setelah uji coba. Hal ini menunjukkan adanya efektivitas hasil perbaikan yang
dilakukan pada ujicoba sebelumnya, yaitu ujicoba satu-satu dengan pakar dan ujicoba
178
satu-satu dengan mahasiswa . Data hasil pretest dan posttes tersebut di atas kemudian
Berdasarkan hasil perhitungan secara analitik, diperoleh harga Lo = 0,116 pada data R R
pretest dan harga Lo = 0,115 pada data posttest. Kemudian diperoleh harga Ltabel (Lt) dengan
R R R R R R
taraf kepercayaan 95% dan N = 9 adalah L t (0,05; 9) = 0,271. Dengan demikian, karena
R R
L o = 0,116 dan 0,115 < L t (0,05; 9) = 0,271, maka dapat disimpulkan bahwa data hasil
R R R R
pretest dan posttest pada uji coba kelompok kecil berdistribusi normal.
berbasis situs jejaring sosial dengan one-sample t-test. Berdasarkan hasil uji-t yang
Tabel 4.13 Hasil one-sample t-test pada uji coba kelompok kecil
Test Value = 9
95% Confidence Interval of the
t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Difference
Lower Upper
Posttest 61,677 8 ,000 70,556 67,92 73,19
Berdasarkan hasil one-sample t-test pada data hasil uji coba kelompok kecil
diperoleh nilai t hitung sebesar 61,677 dengan derajat kebebasan 8. Sedangkan nilai
R R
signifikansi uji dua sisi (2-tailed) adalah sebesar 0,000. Karena nilai t hitung >t tabel (61,677 R R R R
>2,306) atau P value (0,000 < 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa model
rumus Cohen Eta squared, diperoleh nilai sebesar 0,99 yang berarti bahwa terdapat
pengaruh yang kuat (strong effect), model pembelajaran pengaruh model pembelajaran
kolaboratif online terhadap hasil belajar mahasiswa pada mata kuliah CCU.
179
pengembangan ini, peneliti juga menyebarkan angket kepada mahasiswa dan dosen
untuk mengetahui persepsi mahasiswa dan dosen terhadap model yang dikembangkan
mencakup tingkat: (1) perhatian, (2) relevansi, (3) kepercayaan diri, dan (4).
bagan 4.4
maupun dosen secara keseluruhan memberikan penilaian yang baik terhadap model
pembelajaran online berbasis jejaring sosial yang dikembangkan melalui penelitian dan
pengembangan ini.
c. Uji coba produk dengan uji coba lapangan (evaluasi field trial)
Evaluasi uji coba lapangan (field trial) dilakukan terhadap 30 mahasiswa yang
terdiri dari mahasiswa yang berasal dari tiga kelompok mahasiswa dengan kemampuan
Tujuan dilakukannya evaluasi kelompok besar ini adalah untuk menguji efektivitas
bahan pembelajaran yang sudah diuji cobakan pada evaluasi kelompok kecil. Uji coba
180
kelompok besar ini diawali dengan pemberian soal Pretest dan di akhir pembelajaran,
mahasiswa diberikan soal posttest. Hasil pretest dan posttest yang diberikan kepada
mahasiswa pada ujicoba kelompok kelompok besar menunjukkan data sebagai berikut:
Tabel 4.17 Rerata Nilai Pretest Dan Post-test Ujicoba Kelompok Besar
Tabel di atas menunjukkan bahwa rerata nilai posttest (72,83) lebih tinggi dari
rerata nilai pretest (78,40) dengan selisih keduanya sebesar 5,57. Berdasarkan data pada
tabel di atas dapat disimpulkan bahwa terjadi kenaikan nilai rerata mahasiswa sebelum
dan setelah uji coba. Hal ini menunjukkan adanya efektivitas hasil perbaikan yang
dilakukan pada ujicoba sebelumnya, yaitu uji coba kelompok kecil. Data hasil pretest
dan posttes tersebut di atas kemudian dihitung normalitas distribusinya menggunakan uji
Liliefors.
Berdasarkan hasil perhitungan secara analitik, diperoleh harga Lo = 0,075 pada data
R R
pretest dan harga Lo = 0,100 pada data posttest. Kemudian diperoleh harga Ltabel (Lt) dengan
R R R R R R
taraf kepercayaan 95% dan N = 9 adalah L t (0,05; 30) = 0,161. Dengan demikian, karena
R R
L o = 0,075 dan 0,100 < L t (0,05; 9) = 0,161, maka dapat disimpulkan bahwa data hasil
R R R R
pretest dan posttest pada uji coba kelompok kecil berdistribusi normal.
berbasis situs jejaring sosial dengan one-sample t-test. Berdasarkan hasil uji-t yang
Tabel 4.13 Hasil one-sample t-test pada uji coba kelompok kecil
Test Value = 9
181
Berdasarkan hasil one-sample t-test pada data hasil uji coba kelompok kecil
diperoleh nilai t hitung sebesar 81,717 dengan derajat kebebasan 29. Sedangkan nilai
R R
signifikansi uji dua sisi (2-tailed) adalah sebesar 0,000. Karena nilai t hitung >t tabel (81,717
R R R R
>2,306) atau P value (0,000 < 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa model
rumus Cohen Eta squared, diperoleh nilai sebesar 0,99 yang berarti bahwa terdapat
pengaruh yang kuat (strong effect), model pembelajaran pengaruh model pembelajaran
kolaboratif online terhadap hasil belajar mahasiswa pada mata kuliah CCU.
online berbasis jejaring sosial terhadap mahasiswa mulai dari one to one student,
keompok kecil dan uji coba lapangan yang menghasilkan menghasilkan prototipe bahan
pembelajaran, peneliti juga menyebarkan angket kepada mahasiswa dan dosen untuk
mencakup tingkat: (1) perhatian, (2) relevansi, (3) kepercayaan diri, dan (4).
bagan 4.5
182
Bagan 4.5 Persepsi mahasiswa dan dosen terhadap Model Pembelajaran On-line
maupun dosen secara keseluruhan memberikan penilaian yang baik terhadap model
D. Pembahasan
Pada bagian ini akan dideskripsikan kekuatan dan kelemahan model kolaboratif
online learning berbasis jejaring sosial pada setiap tahapan penelitian dan
1. Kekuatan Model
a. Tahap Analisis
80T Analisis kesenjangan kinerja atau sering dipertukarkan dengan istilah analisis
kinerja aktual dan ideal mahasiswa dan mengidentifikasi peluang dan strategi untuk
80T 80T
183
yang telah berjalan sebelumnya. Dengan kata lain, analis kesenjangan kinerja
sebelumnya.
untuk perbaikan atau, lebih khusus, bahwa ada perbedaan antara apa yang
sebenarnya terjadi dan apa yang diinginkan terjadi. Hasil analisis kesenjangan
ini memiliki dasar dan landasan yang kuat, karena didasarkan pada adanya
184
terdahulu. Hasil analisis kesenjangan kinerja yan dilakukan pada tahapan ini
memberikan solusi yang efektif untuk meningkatkan kinerja mahasiswa pada mata
kuliah CCU pada Program Studi Tadris Bahasa Inggris di UIN Sultan Maulana
Hasanuddin Banten.
Hasil
80T penelitian O’Reilly
80T 80T (2016) menunjukkan bahwa untuk dapat
diperoleh pada tahapan ini dapat memberikan informasi yang berharga dan
tepat untuk memenuhi kebutuhan pengembangan modul pembelajaran bahasa dapat 80T
80T Tujuan instruksional pada hakikatnya merupakan pernyataan tentang apa yang
diharapkan diketahui dan dapat dilakukan dan dipahami pada akhir pembelajaran.
Oleh karena itu tujuan instruksional harus dirumuskan secara jelas sehingga dapat
Menurut Parker (2013), Strong learning objectives set up goals for what learners
80T 80T
will be able to do, and they also indicate how well they should be able to do it.
Lebih lanjut Parker menjelaskan, bahwa rumusan tujuan instruksional yang kuat
80T
harus: (1) dapat diobservasi (observable), (2) dapat diukur (measurable), (3) dapat
80T
kolaboratif online berbasis jejaring sosial ini mengacu pada capaian pembelajaran
(CP) lulusan Program Studi Tadris Bahasa Inggris UIN Sultan Maulana Hasanuddin
pembelajaran mata kuliah CCU ini selaras dengan pernyataan mutu lulusan program
kuliah CCU dapat dilihat dari beberapa indikator, antara lain: (1) kelengkapan
unsur deskripsi, (2) kesesuaian dengan jenjang kualifikasi, (3) kejelasan batas
bidang keilmuan/keahlian program studi, (4) tingkat kedalaman dan keluasan materi
dalam penelitian Daliri, Munir, dan Daliri (2018), bahwa tujuan pembelajaran yang
80T 80T
baik harus menggambarkan hasil pembelajaran yang dapat menjelaskan apa yang
186
peserta dapat lakukan, ketahui atau yakini sebagai hasil dari pengajaran. Tujuan
digunakan secara efektif, tujuan pembelajaran menjadi dasar dan landasan bagi
seluruh pihak yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
yang diharapkan, dengan kata lain, setiap orang mengetahui secara jelas peranan
mereka dalam proses pembelajaran, dan hasil apa yang mereka inginkan setelah
dalam proses belajar mereka. Karena itu, ketika merancang bahan ajar, penting
baik faktor kognitif maupun afektif. Latar belakang Pendidikan, pengalaman belajar
bahasa sebelumnya, serta komponen penilaian bakat dan gaya belajar dapat
pembelajaran.
187
informasi sangat rentan terhadap kegagalan, karena jenis pembelajaran ini salah
memiliki handphone dan laptop, (2) rerata usia mahasiswa 21-22 tahun, dan (3)
setiap hari untuk update status, berbagi informasi perkuliahan. Data ini
berkolaborasi. Selain itu sosial media familiar dengan keseharian mereka. Kondisi
ini menunjukkan internet dan social media sudah menjadi bagian kehidupan sehari-
Beberapa hasil penelitian, antara lain penelitian Widyastuti, dan Utami (2018)
pembelajaran yang ingin dicapai, dalam hal model, strategi, metode atau media
untuk mendukung perubahan paradigma pengajaran dari yang berpusat pada dosen
untuk secara aktif belajar, berinteraksi secara sosial, secara bebas mengeksplorasi
hal-hal baru dan secara bermakna. Untuk itu, pengembangan bahan pembelajaran
lokasi peserta yang diusulkan, jenis tujuan yang akan dikembangkan, konten yang
Komunikasi telah menjadi fenomena abad ke-21 dan tumbuh memainkan peran
Informasi dan Komunikasi ini dalam praktik pembelajaran, namun beberapa hasil
Yasmin (2018) yang mengungkapkan bahwa tantangan utama yang dihadapi para
ketersediaan sarana dan prasarana teknologi itu sendiri. Sementara hasil penelitian
tidak memadai, kurangnya kompetensi TIK, dan sikap terhadap TIK. Penelitian ini
bahwa kepercayaan diri dosen memainkan peran penting dalam keinginan untuk
menggunakan alat-alat teknologi di dalam kelas. Oleh karena itu, dosen harus
lebih daripada itu, hal tersebut justru dapat menyebabkan dosen dan mahasiswa
praktik pembelajaran.
online berbasis jejaring sosial di UIN SMH Banten, diperoleh data bahwa Dosen
menggunakan facebook setiap hari untuk update status dan berbagi informasi
perkuliahn dengan mahasiswa secara pribadi, ini menunjukkan bahawa dosen sudah
terbiasa menggunakan facebook. Selain itu, UIN SMH Banten telah dilengkapi
dengan fasilitas koneksi internet nirkabel (wireless hotspot) yang tersedia di hampir
seluruh area kampus dan dapat diakses, baik oleh para dosen maupun mahasiswa.
kolaboratif online berbasis jejaring sosial di UIN SMH Banten yang dihasilkan dari
1) Analisis Tugas
(Ledford, Lane, dan Barton, 2119). Pendapat lain dikemukakan Mazhisham, et.al
2T80 2T80 80T 8 0T
kemampuan apa yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan atau tugas tertentu.
191
tahapan penting dalam pengembangan instruksional karena pada tahapan ini tujuan
pembelajaran berlangsung, serta diurutkan secara tepat dan logis sehingga dapat
tersebut. Hal ini sebagaimana dikemukakan (Jonassen, Tessmer and Hannum (1989)
80T 80T
bahwa analisis tugas pembelajaran memiliki lima fungsi yang berbeda, meliputi: (a)
sequence, because elements of the task were not revealed by the analysis. Gaps
in the instructional sequence result in insufficient learning and subsequent
deficient performance
menghasilkan pembelajaran dan kinerja yang tidak memadai. Berkenaan dengan hal
mahasiswa setelah pembelajaran, dan dapat diukur. Hasil penelitian Bansal dan
80T
Alat ukur yang baik mengukur apa yang seharusnya diukur, konsisten, dan
dengan pengeluaran minimum waktu, energi, dan biaya. Pendapat ini menjelaskan
seluruh domain dan mampu mengukur hasil pembelajaran secara tepat, konsisten
berdasarkan hasil belajar secara tatap muka, namun juga harus dinilai dari aktivitas
dilakukan berdasarkan hasil analisis tugas di mana setiap item tes baik pretest dan
posttest memiliki bobot yang sama. Penyusunan instrumen penilaian pada penelitian
pembelajaran khusus (4) menentukan Jenis penilaian yang tepat, (5) menentukan
bobot setiap item tes, dan (6) merangkai instrumen tes, dan (7) menguji validitas
dihasilkan diharapkan dapat mengukur secara tepat apa yang hendak diukur.
193
mahasiswa di rumah.
pembelajaran yang mungkin diterapkan dosen. Meskipun demikian, menurut Hunt, 2T80
Wiseman, dan Touzel (2009), pemilihan strategi harus didasarkan, terutama, pada
2T80
korelasi tujuan pelajaran, yaitu, hasil belajar mahasiswa yang diinginkan, dengan
dapat motivasi dan hasil belajar mahasiswa . Menurut Orlich, et.al. (2009) Dengan
Pemilihan strategi yang baik tentu saja bukan karena variasinya, namun yang
80T
lebih penting, strategi pembelajaran yang dipilih harus sesuai dengan karakteristik
materi atau informasi yang akan disampaikan kepada mahasiswa , di samping harus
dalam hasil penelitian Mundy, Kupczynski dan Challoo (2018) bahwa Penerapan
80T 80T
strategy yang tepat dan sesuai dengan karateristik materi dan mahasiswa
online berbasis jejaring sosial ini dilaksanakan dalam bentuk evaluasi formatif yang
terdiri serangkaian tahapan, meliputi: (1) evaluasi satu-satu dengan pakar, (2)
evaluasi satu-satu dengan mahasiswa , (3) evaluasi kelompok kecil, dan (4) evaluasi
untuk diterapkan pada pembelajaran mata kuliah CCU pada Program Studi Tadris
Bahasa Inggris UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten. Menurut Tessmer (1993),
mahasiswa mempelajari apa yang ingin perancang ingin mereka pelajari, (2)
efisien, mahasiswa belajar dengan waktu atau biaya yang efektif, (3)
seperti yang dimaksudkan atau tidak menggunakannya sama sekali. Secara singkat,
benar.
memberikan jaminan bahwa produk hasil penelitian dan pengembangan ini layak
Program Studi Tadris Bahasa Inggris UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten. Hal
tersebut didasarkan pada proses evaluasi yang dilaksanakan secara bertahap dan
melibatkan banyak pihak, antara lain pakar desain instruksional, pakar materi, pakar
media, pakar bahasa, serta dosen dan mahasiswa. Berdasarkan hasil evaluasi pada
setiap tahapan kemudian dilakukan revisi. Proses evaluasi dan revisi yang
2. Kelemahan model
memanfaatkan media sosial sebagai alat bantu yang berfungsi sebagai suplement
aktivitas diskusi dan kolaborasi sehingga hasil yang diharapkan agar seluruh
secara efektif. Oleh karena itu perlu adanya pengaturan waktu diskusi dan
kolaborasi yang jelas agar para mahasiswa dapat mengatasi kendala tersebut,
mahasiswa masih berada di sekitar area kampus yang akses internetnya tersedia
setiap saat.
jejaring sosial ini pada hakikatnya adalah pemanfaatan media yang sudah ada (by
facebook dalam penerapan model pembelajaran ini, antara lain bahwa Facebook
tidak dapat menampilkan secara langsung file-file dalam format dokumen seperti
format *.doc, *.ppt, atau *.pdf, sehingga dosen, perlu mengkonversi file-file
yang akan diunggah ke dalam bentuk image (*.jpg). Selain itu, dalam
mengunggah file-file dalam bentuk video, jika diinginkan kualitas video yang
baik akan menghasilkan ukuran file yang sangat besar sehingga menyulitkan
video harus dikompres sedemikian rupa agar ukuran filenya menjadi kecil.
secara online tanpa bimbingan dan pengawasan dari dosen pengampu mata
ikut terlibat aktif memantau jalannya diskusi yang pelaksanaannya lebih banyak
dilakukan di luar jam kerja dosen. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu ada
kesepakatan antara dosen dan mahasiswa tentang jadwal diskusi online akan
dilakukan.
sebagai berikut:
tanpa instruksi yang tepat tidak menjamin terjadinya kolaborasi yang efektif.
Karena itu, perlu adanya kehadiran dosen terkait dalam kegiatan belajar mengajar
Popularitas Facebook yang luar biasa, ditambah dengan jumlah tulisan yang
yang efektif untuk melakukan diskusi dan kolaborasi. Karena itu, dalam penelitian
Data hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kehadiran dosen sangat penting
Ini akan memotivasi dan mendorong mereka untuk tetap terlibat dalam tugas-tugas
online. Selain sederhana, model ini efektif dan efisien meningkatkan hasil belajar
80T
harus melakukan intervensi dan apa yang harus diintervensi. Dalam lingkungan
1) Persamaan
2) Perbedaan
199
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian peneliti adalah pada pendekatan dan
tujuan penelitian, di mana penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bertujuan
2) Penelitian Al-Rahmi dan Zeki (2016) yang berjudul: “A model of using social
maupun platform-platform yang lain. Jika sebelumnya media sosial secara umum
untuk tujuan berinteraksi dalam lingkungan sosial, namun akhir-akhir ini media
Model berikutnya menyoroti topik adopsi teknologi baru yang sangat dipengaruhi
Data hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari tujuh faktor yang diteliti
80T
pembelajaran kolaboratif.
mahasiswa dalam konteks belajar Quran dan Hadits. Selain itu konstruk kepuasan
1) Persamaan
2) Perbedaan
mana penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui
a. Faktor pendukung
berikut:
(a) Dukungan kebijakan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sultan Maulana
dan Keguruan , yaitu menyiapkan Dosen dan tenaga kependidikan yang islami
(b) Dukungan dari dosen pengampu yang terlibat dalam tahapan ujicoba, baik uji
dan komitmen yang kuat dari dosen pengampu mata kuliah untuk senantiasa
online berbasis jejaring sosial ini tidak akan dapat berjalan sesuai dengan
(c) Antusiasme mahasiswa yang tinggi untuk berperan serta aktif dalam kegiatan
b. Faktor penghambat
diterapkan.
203
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI
A. KESIMPULAN
Pengembangan model pembelajaran kolaboratif online berbasis jejaring sosial ini
dikembangkan berdasarkan tahapan-tahapan penelitian pengembangan, mengacu pada
model desain Instruksional ADDIE, yang terdiri atas: Analyze, Design, Development,
Implement, dan Evaluate. Hasil penelitian ini berupa Bahan Pembelajaran tercetak
berupa modul mata kuliah Cross-Cultural Understanding, pedoman untuk dosen,
pedoman untuk mahasiswa, serta bahan pembelajaran online berupa pengaturan
lingkungan belajar online pada alikasi Facebook.
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Prosedur pengembangan model pembelajaran online kolaboratif online berbasis
jejaring sosial ini mengadopsi beberapa model pengembangan, yaitu model Borg
dan Gall (1983), ADDIE (Branch, 2009) dikombinasikan dengan Mancy And Reid
Model (Robert, 2004). Model prosedural penelitian dan pengembangan ini
mencakup empat tahapan utama, meliputi: 1) penelitian pendahuluan, mencakup: a)
kajian literatur, dan b) studi lapangan, 2) analisis, mencakup: a) analisis
kesenjangan kinerja, b) merumuskan tujuan instruksional, c) mengidentifikasi
karakteristik peserta didik, dan d) menganalisis ketersediaan sumberdaya dan
teknologi, 3) desain dan pengembangan, mencakup: a) melakukan analisis tugas, b)
merumuskan tujuan kinerja, c) menyusun instrumen penilaian, d) mengembangkan
strategi pembelajaran kolaboratif online learning, dan d) mengembangkan bahan
pembelajaran, dan 4) implementasi, mencakup: a) validasi ahli dan revisi, b) ujicoba
satu-satu dengan peserta didik dan revisi, c) uji coba kelompok kecil dan revisi,
serta d) ujicoba kelompok besar.
2. Hasil penelitian ini layak untuk digunakan untuk pembelajaran mata kuliah CCU
pada program studi Tadris Bahasa Inggris Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN
Sultan Maulana Hasanuddin Banten, baik peserta didik maupun dosen secara
keseluruhan memberikan penilaian yang baik terhadap: (1) perhatian, (2) relevansi,
204
pendidik dan tenaga kependidikan yang islami dan berwawasan global Tahun
2030 (Wawasan 2030), para desainer instruksional di lingkungan Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan UIN Sultan Maulana Hasanuddin agar dapat
mengembangkan model-model pembelajaran dan sumber-sumber belajar
berbasis teknologi dan informasi baik dengan merancang dan mengembangkan
sendiri sumber belajar by design atau dengan mengembangkan dan memodifikasi
media-media yang telah tersedia (by utilization).
2. Bagi para desainer instruksional di lingkungan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
DAFTAR PUSTAKA
208
Benson, V., & Morgan, S. J. (2014). Cutting-edge technologies and social media use in
higher education: Information Science Reference.
Borg, W. R., & Gall, M. D. (1984). Educational research: An introduction.
Borich, G. D. (1974). Evaluating educational programs and products: Educational
Technology.
Branch, R. M. (2009). Instructional design: The ADDIE approach (Vol. 722): Springer
Science & Business Media.
Brinkmann, S. (2013). John Dewey: Science for a changing world (Vol. 1): Transaction
Publishers.
Brown, A. H., & Green, T. D. (2019). The essentials of instructional design: Connecting
fundamental principles with process and practice: Routledge.
Chao, L. (2007). Strategies and technologies for developing online computer labs for
technology-based courses: IGI Global.
Chen, X., Fang, Y., & Lockee, B. (2015). Integrative review of social presence in
distance education: Issues and challenges. Educational research and reviews,
10(13), 1796.
Chiang, I.-T., Liu, E. Z.-F., Chen, S.-T., & Shih, R.-C. (2011). Using web 2.0 social
networking to enhance collaborative learning in preparing graduation events. Paper
presented at the International Conference on Technologies for E-Learning and
Digital Entertainment.
Clark, R. C., & Mayer, R. E. (2016). E-learning and the science of instruction: Proven
guidelines for consumers and designers of multimedia learning: John Wiley & Sons.
Conole, G., Creanor, L., Irving, A., & Paluch, S. (2007). In their own words: Exploring
the learner’s perspective on e-learning. London: JISC. In.
Conrad, R.-M., & Donaldson, J. A. (2011). Engaging the online learner: Activities and
resources for creative instruction (Vol. 38): John Wiley & Sons.
Creswell, J. W. (2002). Educational research: Planning, conducting, and evaluating
quantitative: Prentice Hall Upper Saddle River, NJ.
Crook, C. (2002). Deferring to resources: collaborations around traditional vs computer‐
based notes. Journal of Computer Assisted Learning, 18(1), 64-76.
Czaja, S. J., & Sharit, J. (2012). Designing training and instructional programs for older
adults: CRC Press.
Dabbagh, N., & Bannan-Ritland, B. (2005). Online learning: Concepts, strategies, and
application: Pearson/Merrill/Prentice Hall Upper Saddle River, NJ.
Dahri, A. J., & Muneer, R. (2019). Bloom’s Taxonomy of Education Objectives in
Writing Instructional Objective for Sciences Subject At Secondary School Level: A
Case Study of Sindh. Grassroots, 52(2).
209
210
211
Jones, P., & Davis, R. (2008). Instructional design methods integrating instructional
technology. In Handbook of research on instructional systems and technology (pp.
15-27): IGI Global.
Joosten, T. (2012). Social media for educators: Strategies and best practices: John Wiley
& Sons.
Junco, R. (2014). Engaging students through social media: Evidence-based practices for
use in student affairs: John Wiley & Sons.
Kabilan, M. K., Ahmad, N., & Abidin, M. J. Z. (2010). Facebook: An online
environment for learning of English in institutions of higher education? The Internet
and higher education, 13(4), 179-187.
Karal, H., Kokoc, M., & Cakir, O. (2017). Impact of the educational use of Facebook
group on the high school students’ proper usage of language. Education and
Information Technologies, 22(2), 677-695.
Keller, J. M. (1987). The systematic process of motivational design. Performance+
Instruction, 26(9‐10), 1-8.
Khalid, F. (2017). Understanding University Students ‘Use of Facebook for
Collaborative Learning. International Journal of Information and Education
Technology, 7(8), 595-600.
Khatib, T., & Karajeh, H. (2015). The Impact of Social Media Networks Websites Usage
on Students’ Academic Performance.
Kock, N. (2009). E-Collaboration: Concepts, Methodologies, Tools, and Applications:
Concepts, Methodologies, Tools, and Applications: IGI Global.
Kole, S. (2010). Utilizing Open Source Tools for Online Teaching and Learning:
Applying Linux Technologies, by LEE CHAO. Indian Journal of Open Learning,
19(3), 226-227.
Lam, J. (2015). Collaborative learning using social media tools in a blended learning
course. Paper presented at the International Conference on Hybrid Learning and
Continuing Education.
Ledford, J., Lane, J. D., & Barton, E. E. (2019). Methods for Teaching in Early
Education: Contexts for Inclusive Classrooms: Routledge.
Lee, E. B. (2015). Too much information: Heavy smartphone and Facebook utilization
by African American young adults. Journal of Black Studies, 46(1), 44-61.
Liddicoat, A. J., & Scarino, A. (2013). Intercultural language teaching and learning:
John Wiley & Sons.
Lin, L. (2016). Investigating Chinese HE EFL Classrooms: Springer.
Luce, D. L. (2019). Social Media Tools for Learning: Activating Collaboration
Strategies for Success. In: Taylor & Francis.
212
213
Morrison, G. R., Ross, S. J., Morrison, J. R., & Kalman, H. K. (2019). Designing
effective instruction: John Wiley & Sons.
Mustofa, S. (2011). Strategi Pembelajaran Bahasa Arab Inovatif: UIN-Maliki Press.
Nosko, A., & Wood, E. (2011). Learning in the digital age with SNSs: Creating a profile.
In Social media tools and platforms in learning environments (pp. 399-418):
Springer.
Nusa, P. (2011). Research and Development: Penelitian dan Pengembangan. In: Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
O'Reilly, E. (2016). Developing technology needs assessments for educational
programs: An analysis of eight key indicators. International Journal of Education
and Development using ICT, 12(1).
Ormrod, J. E., & Jones, B. D. (2014). Essentials of educational psychology: Big ideas
to guide effective teaching: Pearson.
OSONDU, S. I. Scholars Journal of Engineering and Technology (SJET) ISSN 2347-
9523 (Print).
Özyer, T., Erdem, Z., Rokne, J., & Khoury, S. (2013). Mining Social Networks and
Security Informatics: Springer.
Palagolla, W., & Wickramarachchi, A. (2019). Effective integration of ICT to facilitate
the secondary education in Sri Lanka. arXiv preprint arXiv:1901.00181.
Palloff, R. M., & Pratt, K. (2007). Building online learning communities: Effective
strategies for the virtual classroom: John Wiley & Sons.
Palloff, R. M., & Pratt, K. (2010). Collaborating online: Learning together in community
(Vol. 32): John Wiley & Sons.
Pammer-Schindler, V., Pérez-Sanagustín, M., Drachsler, H., Elferink, R., & Scheffel,
M. (2018). Lifelong Technology-Enhanced Learning: 13th European Conference
on Technology Enhanced Learning, EC-TEL 2018, Leeds, UK, September 3-5,
2018, Proceedings (Vol. 11082): Springer.
Panitz, T. (1999). Collaborative versus Cooperative Learning: A Comparison of the Two
Concepts Which Will Help Us Understand the Underlying Nature of Interactive
Learning.
Parker, R. E. (2013). Redesigning Courses for Online Delivery: Design, Interaction,
Media & Evaluation: Emerald Group Publishing.
Parsons, R. D., Hinson, S. L., & Sardo-Brown, D. (2001). Educational psychology: A
practitioner-researcher model of teaching: Wadsworth/Thomson Learning.
Patria, L., & Yulianto, K. (2011). Pemanfaatan Facebook untuk Menunjang Kegiatan
Belajar Mengajar Online Secara Mandiri.
Patrut, M., & Patrut, B. (2013). Social media in higher education: Teaching in Web 2.0:
IGI Global.
214
215
216
Spector, J. M., Merrill, M. D., Elen, J., & Bishop, M. J. (2014). Handbook of research
on educational communications and technology: Springer.
Stabile, C., & Ershler, J. (2015). Constructivism Reconsidered in the Age of Social
Media: New Directions for Teaching and Learning, Number 144: John Wiley &
Sons.
Stacey, E. (2005). A constructivist framework for online collaborative learning: Adult
learning and collaborative learning theory. In Computer-supported collaborative
learning in higher education (pp. 140-161): IGI Global.
Stahl, G. (2004). Building collaborative knowing. In What we know about CSCL (pp.
53-85): Springer.
Sultana, A. S., & Viswanathan, U. M. (2018). Senior Editor: Paul Robertson. Asian EFL
Journal, 20(4).
Syafrial (2019). The empowerment of Facebook in language learning at the university.
Asian EFL Journal, 25(51), 43-61, ISSN 1738-1460
Taylor, M. (2015). Leveraging social media for instructional goals: Status, possibilities,
and concerns. New Directions for Teaching and Learning, 2015(144), 37-46.
Taylor, V. (2005). Online group projects: Preparing the instructors to prepare the
students. In Computer-supported collaborative learning in higher education (pp. 19-
50): IGI Global.
Tennyson, R. D. (2012). Automating instructional design, development, and delivery
(Vol. 119): Springer Science & Business Media.
Tiruwa, A., Yadav, R., & Suri, P. K. (2018). Modelling Facebook usage for collaborative
learning in higher education. Journal of Applied Research in Higher Education.
Ushakov, D. (2014). Urbanization and migration as factors affecting global economic
development: IGI Global.
Van Boxtel, C. (2000). Collaborative concept learning. Unpublished PhD dissertation.
Utrecht University, Utrecht.
van Maarseveen, H. T. J., & van der Tang, G. F. (1978). Written constitutions: a
computerized comparative study: Brill.
Ventura, R., & Quero, M. J. (2013). Using Facebook in university teaching: A practical
case study. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 83, 1032-1038.
Vishwanath, H. (2006). Models of teaching in environmental education: Discovery
Publishing House.
Vygotsky, L. (1978). Mind and society: Thr development of higher psychological
processes. Ed (Cole M. John.
Wang, C.-M. (2012). Using Facebook for cross-cultural collaboration: The experience
of students from Taiwan. Educational Media International, 49(1), 63-76.
217
Wankel, C. (2011). Teaching arts and science with the new social media: Emerald Group
Publishing.
Wankel, L., & Blessinger, P. (2013). New pathways in higher education: An
introducttion to using mobile technologies. Increasing student engagement and
retention using mobile applications: Smartphones, Skype and texting technologies,
3-19.
White, B., King, I., & Tsang, P. (2011). Social media tools and platforms in learning
environments: Springer Science & Business Media.
Widyastuti, R., & Utami, I. S. (2018). Development of Product-Based Job Sheet as
Instructional Media in Vocational Education. Journal of Educational Science and
Technology (EST), 4(2), 119-125.
Wu, J., & Coggeshall, S. (2012). Foundations of predictive analytics: CRC Press.
Yang, J., Kinshuk, Yu, H., Chen, S.-J., & Huang, R. (2014). Strategies for smooth and
effective cross-cultural online collaborative learning. Journal of Educational
Technology & Society, 17(3), 208-221.
Yasmin, F. (2018). Challenges to Computer Assisted Language Teaching at University
Level. International Journal of Language and Literature, 6(2), 86-93.
Zain, J. M., Mohd, W. M. W., & El-Qawasmeh, E. (2011). Software Engineering and
Computer Systems, Part III: Second International Conference, ICSECS 2011,
Kuantan, Pahang, Malaysia, June 27-29, 2011, Proceedings (Vol. 181): Springer
Science & Business Media.
Zaphiris, P., & Ioannou, A. (2014). Learning and Collaboration Technologies:
Designing and Developing Novel Learning Experiences: First International
Conference, LCT 2014, Held as Part of HCI International 2014, Heraklion, Crete,
Greece, June 22-27, 2014, Proceedings (Vol. 8523): Springer.
Zhan, H. (2008). The effectiveness of instructional models with collaborative learning
approaches in undergraduate online courses: Northern Arizona University.
Zygouris-Coe, V. I. (2014). Teaching discipline-specific literacies in grades 6-12:
Preparing students for college, career, and workforce demands: Routledge.