Jamridafrizal
Artinya:
Dan belanjakanlah harta bendamu di jalan Allah dan janganlah kamu
menjerumuskan dirimu sendiri kedalam kebinasaan. Dan berbuat baiklah sesungguhnnya
Allah mengasihi orang-orang yang berbuat kebaikan.
Kemudian di dalam surat Al-Baqarah ayat 197 berfirman pula Allah SWT yang
semakin memperjelas pentingnya iman dalam kepribadian pemimpin, karena merupakan
pengendali sikap dan perilakunya. Firman tersebut mengatakan sebagai berikut:
Artinya:
Dan perbuatan kebajikan apa pun yang kamu perbuat, pasti diketahui Allah. Dan
lengkapilah peerbekalan! Perbekalan yang terbaik ialah: taqwa. Dan patuhlah kepadaku
hai orang-orang yang berfikir.
Kepribadian manusia termasuk yang menjadi pemimpin, cendrung yang bersifat
permanen(tetap), sulit berubahdan kompleks (unik), sehinngga sikap dan prilakunnya
sulit diduga atau diramalkan. Akan tetapi dengan kemauan daan usaha yang keras
pengembangan kearah kepribadian yang baik dan positif selalu dapat dilakukan. Dengan
demikian berarti seseorang dapat berusaha menyesuaikan kepribadianya dengan
kepribadian orang lain. Usaha itu dapat dilakukan oleh setiap pemimpin yang bertaqwa
dengan hanya mengembangkan kepribadianya dan menyesuaikan dengan kepribadian
anggota organisasiny, sesuai dengan petunjuk dan tuntunan Allah SWT. pemimpin yang
memiliki kepribadian seperti itu secara pasti hanya akan berbuat amal kebajikan, yang
memberi manfaat bagi umat (anggota organisasinya) yang dipimpinya dan masyarakat
pada umumnya.
Uraian-uraian diatas menunjukan bahwa pola kepribadian seorang pemimpin yang
efektif harus relevan dengan seluruh atau sebagian besar dari sifat-sifat di dalam
kepribadian anggota organisasinya. Relevansi itu merupakan syarat yang harus dipenuhi
dalam usahanya mempenngaruhianggota organisasinya, agar berbuat sesuatu yang terarah
pada tujuan bersama. Dalam ajaran islam berati mampu mempengaruhi anggota
organisasinya agar berbuat amal kebajikan, baik secara perseorangan maupun melalui
kerjasama yang efektif. Dengan kata lain penyesuaian kepribadian antara pemimpin dan
anggota organisasi, akan berlangsung efektif bilamana kedua belah pihak mendasarinya
dengan keimanan yang tinggim pada Allah SWT .
Dari sisi lain ternyata juga bahwa kepribadian dengan sifat-sifat dasar yang
dimiliki pemimpin, hanya akan terwujud menjadi perilaku kepemimpinan yang efektif,
apabila di dorong oleh motivasi mencari ridha Allah SWT yang kuat, maka akan
menghasilkan perilaku kepemimpinan yang berisi perbuatan amal kebajikan. Motivasi
yang terkuat dalam kepemimpinan menurut ajaran islam, tidak ada yang lain selain untuk
memperoleh ridha Allah SWT, yang hanya dimiliki oleh pemimpin yang didalam
kepribadianya dimiliki unsur berupa ketaqaan pada Allah SWT. Untuk itu uraian berikut
akan difokuskan mengenai hubungan antara kepribadian dan motivasi dalam
kepemimpinan.
Manusia diciptakan Allah SWT dalam kesatuan tubuh dan jiwa, yang tidak dapat
dipisahkan. Manusia memiliki kepribadian di dalam kesatuan tersebut. Di luar kesatuan
itu tidak ada kepribadian, karena tubuh tanpa jiwa berarti mayat( jenazah) dan jiwa tanpa
tubuh berarti roh. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kepribadian adalah corak
kejiwaan (psikis), yang dipengaruhi oleh kondisi tubuh (fisik).
Tubuh atau jasmani bersifat material (fisik), sedangkan jiwa(roh) bersifat non
material(psikis), tubuh sejak di dalam kandungan seoarang ibu, lahir dan sampai pada
saat kematian, terus tumbuh dan berkembang. Prosesnya sangat pesat pada usia mudadan
setelah menjadi dewasa tidak akan menunjukan lagi pertembahan besar dan tinnggi.
Pertumbuhan/perkembangan fisik hanya akan memperbaikidan menganti (sangat
terbatas) bagian yang rusak atau aus. Sedang jiwa/roh ( psikis) juga tumbuh dan
berkembang, yang terlihat dari sikap dan prilaku yang semakin matang, walaupun pada
batas tertentu akan menunjukan gejala menurun lagi seiring dengan proses penuaan.
Manusia hanya berfungsi sebagai manusia dalam kesatuan tubuh dan jiwa. Antara
kedua substansi itu saoling tergantung satu dengan yang lainnya. Jika antara dua
substransi itu berpisah yang di sebut sebagai kematian, maka bukanlah manusia lagi. Jika
yang meninggalkan tubuh disebut ruh yang tidak mungkin berfungsi sebagai manusia.
Sebaliknta tubuh (jasad) yang ditinggalkan disebut mayat atau jenazah, yang juga tidak
dapat menjalankanfungsi sebagai manusia. Oleh karena itrulah dikatakan manusia hanya
menjadi manusia dalam kesatuan tubh dan jiwa.
Kesatuan tubuh dan jiwa menghasilkan dan berlangsung sebagai kehidupaan. Selama
proses kehidupan itu berlangsung, baik tubuh (fisik) maupun jiw (psikis) tidak dapat
lepas dari berbagai kebutuhan (need). Tubuh membutuhkan udara yang segar dan
mengandung zat asam, makanan, minuman, sinar matahari, sandang (pakaian) dan lain-
laian. Begitu pula jiwa membutuhkan rasa aman, bebas dari rasa sakit, diterima/dihargai
secara manusiawi dan lain-lain.
Orang-orang yang beriman menyadari sepenuhnya bahwa terpenuhinya semua kebutuhan
itu merupakan nikmat, karunia dan rahmat Allah SWT. Sangat banyak firman Allah SWT
tentang kemurahan-Nya dalam memenuhi kebutuhan manusia, seperti menciptakan
matahari, menurunkan hujuan, menumbuhkan pepeohomnan yang menghasilkan berbagai
jenis buah untuk dimakan danmembersihkan udara, memberikan ketenangan dan
ketentraman dengan mwnghasilkan rasa takut, menciptakan perasaan cinta dan kasih
sayang dan lain-lain. Untuk itu itu diketengahkan satu saja firman Sllah swt sebagai satu
kesimpulan dari seluruh kemurahan-Nya memenuhi fisik dan psikis manusia. Firman itu
tersirat didala, Al-Qur’an Asy-syura ayat 36 sebagai berikut :
Artinya :
Maka sesuatu apapun yang diberiikan allah kepada mu itu, hanyalah sedikit
kesenangan hidup aja di dunia ini. Namun apa yang ada di sisi allah jauh lebih baik dan
lebih kekal bagi mereka yang beriman dan bagi mereka yang mempercayakan dirinya
kepada tuhannya.
Kesenangan hidup didunia yang dimaksud allah swt. Sedikit itu adalah
terpenuhinya kebutuhan hidup manusia, meskipun mungkin diantaranya ada yang terlihat
berlebih-lebihan. Kesenangan itu mwskipun harta kekayaan yang berlompah ruah atau
menduduki posisi yang di elu-elukan sesame manuia, sesungguhnya masih sangat sedikit
dibandingkan dennngan kesenangan yang akan diterima oreang-oreang yang beriman di
alam akhirat kelak. Namun firman tersbut juga merupakan penegasan bahwa manusia
memang diciptakan-Nya sebagai makhluk yang memiliki berbagai kebutuhan.
Kepemimpinan akan berlangsung efektif apabila dilaksakan dengan memperhatikan dan
ikut mengusahakan agar kebutuhan orang-orang yang dipimpin dapat dipenuhi. Dengan
terpenuhinya kebutuhan itu, manusia akandapat hidup layak secara manusiawi yang
mmemungkinkannya melakukan berbagai aktivitas dilingkungan organisasinya secara
intensif. Pada dasarnya para pemimpin hanya berusaha, karena yang memenuhi
kebutuhan manuisa itu sebenarnya tidak ada yang lain selain allah swt.
Untuk itu setiap pemimpin perlu mengetahui semua jeniskebutuhan manusia dalam
menjalakan dan menjalani hidup dan kehidupannya. Unuk ityu kwbutuhan manusia dapat
dirinci jenisnya sebagai berikut :
1.kebutuhan fisik (jasmaniah)
Kebutuhan ioniterdiri dari:
a. Kebutuhan makan dan minum(berupa rasa haus dan lapar) yang dipergunakan
untuk tumbuh dan berkembang, disamping memelihara stabilitas kesehatan tubuh.
b. Kebutuhan sandang dan papan (peraumahan dan pakaian) untuk perllindungan
dan kesehatan.
c. Kebutuhan seks(sex), untuk meneruskan keturunan.
d. Kebutuhan akan udara dan istirahat yang cukup, untuk mempertahankan.
kehidupan, memulihkan kondisi tubuh dari keletihan dan menenangkan psikis.
e. Kebutuhan melalukan gerak (aktivitas)berupa bekerja dan bermain,termasuk
berolah raga, berorganisasi dan berbagai kegiatan mengisi wakru sengang untuk
memberi makna pada kehidupan masing- masing.
3.kebutuhan spiritual.
Kebutuhan ini berbentuk peerasaan mendapatkan perlindungan dari yang Maha
Kuat, Maha Kuasa dan Maha Penyayang. Orang-orang yang tidak mendapat petunjuk,
dengan kebodohan tetapi juga kesombonganya dalam memenuhi kebutuhan ini memilih
matahari,api, pohon, gunung, patunng, kuburan,dewa dan lain-lain menjadi
pelindungnya. Ada juga orang-orang yang semula telah menjadai petunjuk, kemudian
dirperdaya setan dan kembali kufur, mencari pelindung yang disesatkan setan kebutuhan
ini dipenuhinya dengan berlindung pada Tuhan dan Anak Tuhan dan berusaha
mengkongkretkanya dalam bentuk Anak Tuhan yang terikat pada kayu salib. Di samping
itu ada pula yang mempertuhankan dirinnya sendiri, dengan hanya yakin dan percaya
pada akalnya dan menyatakan bahwa tuhan tidak ada,pertanda kesombongan yang sudah
diluar batas. Orang-orang itu mengira satu-satunya kekuatan untuk menguasai alam
semesta adalah akalnya atau dirinya sendiri.
Berbeda keadaanya dengan orang-orang yang mendapat petunjuk, yang dalam
memenuhi kebutuhan ini dihatinya memperoleh nikmat iman dan ketaqwaan, sehingga
hanya mencari perlindungan Allah SWT. Orang-orang yang beriman itu selain mendapat
limpahan, tetapi juga terus berusaha mencari, menjangkau dan meraih hidayah Allah
SWT secara aktif. Untuk itu seluruh aktivitasnya dalam memenuhi kebutuhan ini dan
kebutuhan–kebutuhan lainnya, sebagai makhluk hidup yang berpredikat manusia, yterus-
menerus dilakukanya dengan mengikuti dengan mengikuti petunjuk dan tuntunan Allah
SWT. Kebutuhan spiritual ini dengan tegas diperoleh orang-orang yang beriman
sebagaimana difirmankan Allah SWT di dalam surat An-Naas(manusia) ayat 1s/d 6
sebagai berikut:
Artinya:
Ucapkanlah: “Aku berlindung kepada tuhan yang melimpah rahmat pada manusia.
Yang menguasai dan mengatur manusia.
Senbahan manusia.
Dari kejahatan bisikan yang diulur tarik.
Yang membisikan kejahatan kedalam hati manusia, yaitu dari setan dalam bentuk jin
atau berbentuk manusia.“
Kebutuhan itu semakin terpenuhi karena ketegasan Allah SWT di dalam firmannya surat
An- Nisaa’ ayat 45 sebagai berikut:
Artinya:
Dan cukuplah Allah menjadi pelindung dan cukuplah allah menjadi penolongmu.
Ketegasan Allah SWT dalam firman tersebut diatas, semakin menyakinkan orang-
orang beriman akan terpenuhi kebutuhan spritualnya, karena tidak ada lagi pelindung
yang lebih baik, selain hannyalah Allah SWT. Demikianlah yang di tegaskan Allah SWT
didalam firma-Nya surat Al- Hajj ayat 78 yang menyatakan bahwa:
Artinya:
Dia (Allah SWT ) adalah Perlindunganmu, bahkan Perlindunganyang Terbaik, serta
Penolong Yang Terbaik pula.
Janji Allah SWT untuk memenuhi kebutuhan spiritual bagi orang-orang yang hanya
berlindung kepada-Nya di dalam surat Ali Imron ayat 160 difirmankan bahwa:
Artinya:
Jika Allah menolongmu, pasti tidak ada orang yang dapat mengalahkanmu, namun bila
tuhan membiarkanmu, maka siapa lagi yang dapat menolongmu setelah itu? Hanya
kepada Allah sajalah orang-orang beriman bertaqwa.
Semua manusia dimuka bumi ini memiliki ketiga jenis kebutuhan, sebagaimana
disebutkan diatas, hanya saja ada yang dapat memenuhi sesuai dengan petunjukdan
tuntutan Allah SWT, dan ada pula yang menyimpang atau bertentangan dengan jalan-Nya
yang lurus. Aktiviyas dalam kehidupan yang dilakukan manusia seluruhnya tertuju pada
pemenuhan kebutuhan (need) masing-masing, agar dapt hidupsecara manusiawi.
Sehubungn dengan itu perlu di sadari bahwa tidur sekalipun merupakan kegiatan untuk
memenuhi kebutuhan, meskipun banyak orang yang mengkategorikan sebagai kegiatan
yang sia-sia terutama jika sudah berlebih-lebihan.
Kegiatan manusia yang dilakukan secara sadar untuk memenuhi kebutuhannya,
pada dasarnya di dorog oleh kehendak, keinginan , kemauan tertentu yang disebut
motivasi. Dengan kata lain setiap perbuatan yang dilakukan secara sadar , selalu
didorong oleh motif tertentu dan tertuju pada pemenuhan kebutuhan tertentu pula. Sedang
motivasi berarti usaha menciptakan kondisi yang dapat mendorong seseorang melakukan
sesuau.
Kegiatan kepemimpinan yang tidak dapat lepas dari motivasi sebagai
pendorong,juga selalu tertuju pada pemenuhan kebutuhan tertentu demikian pula
dilingkungan orang-orang yang dipimpin dalam melakukan kegiatan pasti di dorong
motivasi tertentu dan tertuju pada pemenuhan kebutuhan masing-masing. Misalnya
seorang pemimpin didorong oleh motivasi kekuasaan, maka ditampilkanya perilaku
kepemimpinan otoriter seperti membuat keputusan sendiri, senang memerintah dan
menghukum dan lain-lain. Dengan demikian kebutuhanya berupa penghargaan, takut,
patuh, mengekor dan lain-lain dari anggotanya menimbulkan rasa puas.
Dari uraian-uaraian diatas berartijuga kepemimpinan harus dijalankan dengan
memberikan motivasi agar anggota organisasi berbuat sesuatu, yang dapat pula
memenuhi kebutuhanya. Apabila motivasi untuk berbuat sesuatu sama antara pemimpin
dan anggota organisasinya, berati telah tebuka peluang untuk mewujudkan kegiatan kerja
sama yang efektif . untuk itu setiap pemimpin perlu mengetahui fungsi motivasi, agar
dapat memanfaatkan dalam menggerakan anggota organisasi untuk berbuat sesuatu yang
terarah pada tujuannya. Fungsi motivasidalam kepemimpinan dimaksud dalam
hubungannya dengan kepribadian adalah:
1. motivasi merupakan motor penggerak atau sebagai energi yang menggerakan. Sedang
kepribadian merupakan pengatur arah dan penentu kualiltas dan kuantitas kegiatan yang
dilakukan. Misalnya kebutuhan untuk memperoleh ridha Allah SWT menimbulkan
motivasi berbuat amal kebaikan, yang diwujudkan menjadi tingkah laku/ kegiatan
melakukan daqwah, yang memberi kepuasan batin sebagai wujud dari terpenuhinya
kebutuhan tersebut di atas. Sedangkan kepribadian yang berisi minat dan perhatian, luas
sempitnya pengetahuan dan pengalman, sifat-sifat seperti kemampuan berbicara, senang
humor, terbuka( ekstroverts) atau tertutup (instroverts) dan lain-lain berpengaruh pada
intensif tidaknya (kuantitas), bermutu tidaknya (kulitas), dan menarik tidaknya daqwah
yang di sampaikan.
Artinya:
Barang siapa yang kafir, di sendirilah yan g menanggung akibat kekafiranya: dan
barang siapa yang berbuat kebajikan, berarti dia telah mempersiapkan tempat yang,
menyenangkan untuk dirinya.
Sejalan dengan firman itu Allah SWT mempertegas lagi petunjuk-Nya di dalam surat
Al-muddatstsir ayat 37 dan 38 yang menyatakan bahwa:
Artinya:
Yterhadap siapa diantaramu yang mau menerima perinngatan itu atau yang menolaknya.
Tiap-tiap dirimu berikut usahanya ( perbuatanya) terkadai disisi tuhan.
1. motivasi intrinsik
Motivasi ini adalah kondisi yang mendorong dilakukanya suatu kegiatan/tindakan
berasal dari dalam perbuatan/tindakan itu sediri. Kondisi itu di dalam diri orang yang
berbuat berbentuk kesadaran mengenai arti dan manfaat suatu perbuatan/ tindakan, baik
bagi dirinya sendiri maupun orang lain dan masyarakat luas. Pendorongnya tidak lebih
dari pada kehendak atau keinginan agar perbuatan/tindakan itu dilakukan, lain tidak ada.
Di linkkungan umat islam berbentuk movitasi pengabdian motivasi berbuat amal dan
kebaikan, yang bilamana disebut secara umum tidak adalain adalah mencari ridha Allah
SWT. Motivasi intrinsik itu bilamana dimiliki pemimpin, perlu di kembangkan/ditularkan
pada anggota organisasinya. Motivasi intrinsik itu bagi orang-orang yang beriman
termasuk para pemimpin, berpadu dengan kepribadian, kebutuhan dan tujuan perbuatan.
Perpaduan itu mengakkibatkan yang satu sulit dibedakan dari yang lain, dan menjadi satu
kesatuan yang disebut iman atau ketaqwaan pada Allah SWT, dengan menyadari firman-
Nya bahwa :“ tidak kuciptakan jin dan manusia, melainkan hanyalah untuk menyembah-
Ku.“
Contoh yang bersifat umum terlihat pada seorang pemimpinyang dalam kepemimpinanya
selalu berusaha menegakan dan bekerja dengan disiplin tinggi, karena menyadari hanya
dalam suasana seperti itu, setiap pengabdianya akan bernilai sebagai ibadah.
2. motivasi ekstrisik
Artinya:
Suruhlah anakmu mengerjakan shalat pada saat berusia tujuh tahun dan pukulah dia jika
tidak mengerjakan shalat setelah usia sepuluh tahun.
Dalam kepemimpina sepiritual dari allah SWT bagi semua umatr manusia banyak
sekali di temukan pemberian motivasi ekstrinik ini. Di antaranya dalam firman-firman
allah SWT ditemui janji berupa balasan kebaikan yang berlipat ganda dan bahkan
kehidupan di surga yang penuh nikmat, jika manusia dalam hidup dan kehidupan didunia
menjalankan perintah dan menjalankan larangannya. Sebaliknya juga ancaman hukuman
berupa siksa yang pedih dan bahkan kehidupan di neraka jahanam yang sangat buruk,
jika manusia melakukan pelanggaran trhadap perintanhnya, atau dengan memperturutkan
hawanafsunya mengerjakan larangannya.
Berdasarkan uraian-uraian diatas jelas bahwa motivasi merupakan proses psikologis
(kejiwaan). Proses itu menggambarkan interaksi antara kepribadian (sifat, watak, sikap,
pengetahuan/persepsi/pengalaman, keterampilan, nilai-nilai dan lain-lain) dengan
kebutuhan (psiukologis, fisik dan sepiritual), yang menghasilkan dorongan (motif) berupa
kehendak, kemauan, dan kegiata, yang diakhiri dengan pengambilan keputusan
melakukan kegiatan/tindakan aatau pperbuatan. Oleh karena itulah di dalam
kepemimpinan sebuah organisasi, agar anggotanya bersedia melakukan sesuatu
kegiatan/tindakan, faktor kebutuhan perlu di penuhi setidak-tidaknya berupa kebutuhan
minimal. Dengan kata lain kebutuhan setelah melalui pertimbangan sesuai dengan
kepribadian akan menghasilkan motivasi yang jika cukup kuat akan mendorong di
lakukannya kegiatan/tindakan tertentu, dengan menyisihkan motivasi lain yang lemah.
Kepemimpinan harus dilakukan juga dengan memanfaatkan kemampuan hasil
pengamatan terhadap tingkah laku anggaota organisasi. Dari pengamatan itu dapat
diungkapkan tentang sebab-sebab yang mendorong (motiv). Dilakukan kegiatan/tindakan
tertentu dalam kesempatan lain usaha memberikan motivasi ysng sama mungkin perlu
dilakukan, jika diharaapkan anggota organisasi melakukan kegiatan/tindakan yang
sejenis. Dengan cara seperti itu para pemimpin akan lebih mudah dalam mengendalikan
dan mengarahkan kegiatan/tindakan anggota organisasinya.
Uraian-uraian di atas menunjukan pula bahwa motivasi sangat di pengaruhi oleh
kebutuhan, namun perwujudannya menjadi kegiatan/tindakan dilakukan oleh
kepribadian. Orang-orang yang memiliki kebutuhan sejenis, akan memiliki motivasi yang
sama untuk melakukan sesuatu kegiatan. Akan tetapi kegiatanya belum tentu sama, baik
sejenis maupun intensitasnya (kualitas dan kuantitas) dalam pelaksanaannya secara
oprasional. Misalnya seorang pemimpin memiliki kebutuhan psikologis/sosial berupa
perasaan dapat pengakuan dan dihargai keberadaanya oleh anggota organisasi.
Kebutuhan itu dapat menimbulkan beberapa kemungkinan motivasi, salah satu di
antaranya adalaah motivasi berupa dalam bentuk ditaati dan di takuti. Motivasi itu
diwujudkan menjadi tindakan kepemimpinan yang cenderung bersifat otoriter seperti
mengambil keputusan sendiri yang tidak boleh di bantah, senang memerintah dengan
memperlakukan anggota organisasi sebagai objek, senang memberikan ancamanm, sanksi
dan hukuman dan lain-lain. Sedang para pemimpin yang lain kebutuhan dan motivasi
seperti tersebut di atas mungkin diwujudkan menjadi kegiatan kepemimpinan yang
bersifat partisipasif, koopratif, menciptakan komunikasi dua arah guna menciptakan rasa
hormat, segan dan dihargai secara manusiawi dan sebagainya.
Di samping pendapat tersebut di atas, masih terdapat beberapa pendapat lain
tentang pembagain kebutuhan dalam hubungannya dengan motivasi, meskipun
diantaranya terlihat juga persamaannya. Dalam pendapat-pendapat tersebut bahkan ada
juga yang tidak membedakan antara kebutuhan dan motivasi, yang dapat di pahami dan
diterima, karena hubungannya yang erat dan sering sulit di bedakan. Sedang mengenai
kepribadian pada umumnya berpendapat sama bahwa fungsinya merupakan pengarah,
pembatas dan pengendali dalam perwujudan menjadi prilaku atau kegiatan, tindakan
perbuatan. Hubungan tersebut berlaku juga di dalam proses kepemimpinan dalam
kegiatan-kegiatannya.
Dalam pembagain kebutuhan/motivasi biologis (fisik) ternyata pembagian yang
satu tidak banyak berbeda bahkan cebderung sama dengan pembagain yang lain. Di
bawah ini di ketengahkan pembagian motivasi/kebutuhan secara keseluruhan.
a. Kebutuhan/motivasi memperoleh makanan dan minuman (pangan) serta pakaian
(sandang).
b. Kebutuhan/motivasi istirahat (visceral motives).
c. Kebutuhan/motivasi seksual (sexual).
d. Kebutuhan/motivasi mempertahankan dan memelihara kelangsungan hudup, dalam
bentuk menghindari sakit dan bahaya yang mengancam keselamatan jiwa.
Pengelompokan berikutnya adalah kebutuhan/motivasi sosiopsikologis, yang terdiri dari:
a. Kebutuhan/motivasi kognitif.
Kebutuhan/motivasi ini berhubungan dengan aspek intelektual, karena menyentuh segala
sesuatu yang di ketahui/dialami (pengetahuan dan pengalaman) sebagai pendorong dan
sekaligus menseleksi dalam mewujudkan kegiatan, tindakan atau perbuatan.
b. Kebutuhan/motivasi afektif.
Kebutuhan/momtivasi ini berhubungan dengan aspek emosional, yakni yang bertalian
dengan keindahan, perasaan baru, senang, benci, cinta, kasihan, iba dan lain-lain yang
mendorong untuk melakukan kegiatan/tiindakan/perbuatan.
Kelompok berikutnya kebutuhan/motivasi sosiogenesis, yang merupakan motivasi
sekunder, sedang motivasi/kebutuhan biologis yang telah dikemukakan diatas disebut
motivasi primer. Pengklasifikasian sebagai motivasi sekunder tidak berarti
kebutuhan/motivasi ini tidak penting dalam kehidupan, termasuk juga dalam proses
kepemimpinan. Disamping juga terlihat juga perbedaan dalam memilah-milah
jenis/aspek-aspek yang termasuk dalam kebutuhan/motivasi ini, sebagaimana
diketengahkan berikut ini.
1. W.I. Thomas dan Florian Znaniecki membagi motivasi/kebutuhan sosiogenesis ini
sebagai berikut :
a. Keinginan memperoleh pengalaman baru.
b. Keinginan mendapatkan respons.
c. Keinginan akan pengakuan.
d. Keinginan rasa aman.
2. kebutuhan/motivasi sosiogenesis ini menurut David McClelland terdiri dari:
a. Kebutuhan/motivasi berprestasi (need for achievement).
b. Kebutuhan/motivasi akan kasih sayang (need for affilation).
c. Kebutuhan/motivasi berkuasa (need for power).
3. Abraham Maslow membagi motivasi/kebutuhan sosiogenesis ini sebagai berikut:
a. Kebutuhan/motivasi akan rasa aman (safety need)
b. Kebutuhan/motivasi akan keterkaitan dan cinta (belongingness and love needs)
c. Kebutuhan/motivasi akan penghargaan (esteem needs)
d. Kebutuhan/motivasiuntuk aktualisasi diri(self actualization needs).
4. menurut Melvin H. Marks kebutuhan/motivasio sosiogenesis terdiri dari:
a. kebutuhan/motivasi organisme meliputi :
1) Kebutuhan/motivasi ingin tahu( curiosity).
2) Kebutuhan/motivasi kompetensi(ecompetenc).
3) Kebutuhan/motivasi prestasi(achievement)
b. kebutuhan/motivasi sosial terdiri dari:
1) Kebutuhan/motivasi kasih sayang (affiliation).
2) Kebutuhan/motivasi kekuasaan( power).
3) Kebutuhan/motivasi kebebasan( independence).
4) Kebutuhan/motivasi menemukan identitas diri.
5) Kebutuhan/motivasi akan nilai, dambaan, dan makna kehidupan .
6) Kebutuhan/motivasi aktualisasi diri(self actualization).
Dalam proses kepemimpinan khususnya dari sudut ajaran Islam. Ternyata
kemampuan menggerakan orang-orang yang dipimpin, tidak dapat mengabaikan aspek-
aspek yang berkenaan dengan kebutuhan/motivasi. Sebagaimana telah dikemukakan di
atas, pemimpinperlu memahami kebutuhan orang-orang yang dipimpinnya sebagai
manusia, dan memanfaatkannya dalam memberikan motivasi agar berbuat sesuatu secara
manusiawi pula. Pemanfaatanya menjadi motivasi dap[at berbentuk motivasi intrisik dan
motivasi ekstrinsik, yang mungkin saja bersifat negatif dan positif oleh karena itulah di
dalam kepemimpinan islam faktor kepribadian, baik pada pemimpin maupun orang yang
dipimpin, sangat penting peranannya sebagai pengendali dan pengarah dalam
mewujudkan sebagai kegiatan/perbuatan/tindakan. Aspek yang terpenting dalam
kepribadian itu adalah keimann atau ketaqwaan pada Allah SWT, karena kebutuhan dan
motivasi apapun juga yang mendorong, jika terkendali oleh iman/ketaqwaan, maka
perbuatan/ kehgiatanya pasti tidak akan melampauwi batas. Dengan kendali
iman/ketaqwaan kegiatan/tindakan akan selalu merupakan perwujudan pemerintah dan
menjauhi larangan Allah SWT. Sehubungan dengan itu berfirman AllahSWT di dal;am
surat Al- Baqarah ayat 223 yang memberitakan sebagai berikut:
Artinya:
Dan kerjakanlah amal kebaikan untuk dirimu, dan bertaqwalah kepada Allah. Dan
ketahuilah bahwa kelak kamu akan menemuinya. Dan gembirakanlah orang-orang yang
mukmin.
Kebutuhn dan motivasi untuk berbuat amal kebaikan yang dikendalikan
iman/ketaqwaan, hasilnya akan memberi manfaat pada orang lain dan organisasi yang
dipimpin secara kongkret. Kondisi itu akan sangat menguntungkan bagi peningkatan
efetivitas kepemimpinan, sedang sebagaimana difirmankan Allah SWT di atas bahwa
sesungguhnya hasilnya akan terpulang pada pemimpinya sendiri, yanng akan mendapat
balasan pahala disisinya. Oleh karena itulah didalam islam faktor kepribadian pemimpin
sangat pentig, karena pasti akan mewarnai seluruh kehidupan organisasi ya ng dio
pimpinnya.
Artinya:
Ingatlah, ketika pemimpin-pemimpin yang diikuti [dipercaya], derlepas diri dari
pengikut-pengikutnya ketika telah melihat siksaan, lalu putuslah semua pertalian mereka.
Artinya:
Yusuf menjawab:” alangkah aku menjadi Menti Perbendaharaan Negri! Aku
sangat cermat, bahkan tahu mengendalikan kementrian itu. “
Berdasarkan rasa percaya diri yang penuh tanggung jawab maka orang lain akan
menaruh kepercayaan pada dirinya. Kepercayaan orang lain itu terlihat pula di dalam
surst yusuf ayat 54 yang berisi firman allah SWT yang mengatakan sebagai beriikut:
Artinya:
Ketika raja telah memulai pembicaraan dengan dia (Nabi yusuf, dia berkata:”
mulai hari ini engkau menjabat jabatan tertinggi di sampingku, dengan kepercayaan
penuh”.
Pemimpin yang dapat di percaya merupakan orang yang di yakini mampu
melaksanakan tugas/pekerjaan secara berdaya dan berhasil guna, baik dari anggota
organisasinya maupun oleh pimpinan yang lebih tinggi. Demikian yang di gambarkan
Allah SWT di dalam firman-nya surat al-Qashash ayat 26 sebagai berikut:
Artinya:
Selanjutnya, salah seorang dari kedua gadis itu berkata: “ ya ayahku
pekerjakanlah dia dengan kita. Oarang yang baik engkau jadikan pekerja, ialah yang
kuat lagi dapat di percaya.”
Pemimpin yang percaya diri, mempercayai orang lain dan di percayai, akan di
hormati, di senangi dan di taati, sebagai mana diberlakukan Allah SWT terhdap malaikat
jibril. Untuk itu berfirman Allah SWT di dalam surat Al-Takwir ayat 20 dan 21 sebagai
berikut:
Artinya:
Jibril itu, berdaya ingat amat kuat, di samping berkedudukan tertinggi di sisi
tuhan yang mempunyai singgasana. Di segani antar sesama (malaikat), bahkan sangat di
percaya.
Artinya:
Arahkanlah wawasan mu lurus-lurus kepada agama allah, selaras dengan
perintah. Allah telah menciptakan manusia serasi dengan fitrah kejiwaannya. Tidak ada
sesuatu perubahan dalam ciptaan allah tadi. Itulah agama yang lurus, tetapi
kebenarannya manusia tidak mengetahui.
Firman itu di pertegas lagi oleh Allah SWT melalui firmannya di dalam surst Ar-
rum ayat 31 sebagai berikut:
Artinya:
Arahkan wawasan mu lurus-lurus dengan bertaubat kepadanya! Bertakwalah
kepadanya kerjakanlah solat dan jangan lah kamu menjadi orang-orang yang musrik!.
Artinya:
Allah mengangkat derrajat orang-orang beriman dan di berinya
ilmu/pengetahuan di antara mu, dengan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui
apa saja yang kamu kerjakan.
Para pemimpin yang beriman pasti akan mengerjakan amal kebaikan dengan
memanfaatkan kelebihan yang di berikan oleh Allah SWT tersebut. Pengetahuan,
keterampilan dan ke ahlian yang di milikinya, juga dipergunakanya untuk membantu
anggota organisasinya agar secara bersama-sama mampu mewuujudkan tujuan bersama.
Bersamaan dengan itu hambatan, gangguan dan rintangan selalu akan di temui, sebagai
wujud dari upaya setan menyesatkan manuasia agar tidak berbuat amal kebajikan. Untuk
itu pengetahuan, keterampilan dan keahlian yang di miliki seorang pemimpin, akan selalu
di usahakannya agar tidak di boncengi setan yang terkutuk. Pemimpin itu selalu waspada
dalam menyalah gunakannya, karena menyakini firman Allah SWT di dalam surat Al-
zukhruf ayat 37 yang mengatakan bahwa:
Artinya:
Sesungguhnya setan-setan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang
benar, sedang mereka mengira mereka mendapat petunjuk.
4. Senang Bregaul, Ramah tamah, Suka Mendorong dan Memberi Petunjuk Serta
Membuka Pada kritik Orang lain
Didalam surat An- Nissa ayat 1 yang sudah di ketengahkan terdahulu, Allah SWT
telah memerintahkan agar “ Manusia memelihara silaturahmi atau kasihsayang antara
satu dan yang lain.” Seorang pemimpin yang beriman harus memahami kepentingannya
hubungan manusiawi yang efektif, baik antara dirinya dengan atau semua semua anggota
organisasinya. Untuk itu pemimpin harus memiliki kepribadian senang bergaul, ramah
tamah dan suka menolong, karena pemimpin tidak mungkin mengolah semua organisasi
seorang diri. Pemimpin hanya ada karena ada orang yang dipimpin kedua unsur itu tidak
mungkin di pisahkan didalam sebuah organisasi. Dengan kata lain kepemimpinan hanya
terwujud dalam pergaulan antara sesama manusia, yang mengharuskan seorang
pemimpin mampu bersikap dan beprilaku ramah tamah, suka menolong dan terbuka
terhadap kritik.
Mengenali hubungan manusiawi Allah SWT berfirman sebagaimana tersurat di
dalam surat Fush-shilat ayat 34 yang memberitakan bahwa:
Artinya:
Tidaklah semua kebaikan dengan kejahatan. Sebab itu tolaklah kejahatan itu
dengan perbuatan yang sangat baik,upaya orang yang tadinya dalam permusuhan
antara mu dengan dia, berubah sikap menjadi sahabat kharib mu yang amat mesra.
Firman tersebut menunjukan betapa pentingnya persahabatan sebagai salah satu
hubungan manusiawi yang efektif. Sehubungan dengan itu bahkan dengan orang yang
memusuhi, di perintahkan Allah SWT agar di usahakan merubahnya menjadi
persahabatan yang akrab. Hubungan seperti itu hanya mungkin di wujudkan oleh
pemimpin yang beriman dengan menjauhkan perasaan benci dan antipati kepada
siapapun saja, terutama terhadap anggota organisasinya. Usaha itu antara lain dapat di
lakukan dengan kebaikan kepada orang yang mungkin membenci atau memusuhinya.
Pemimpin seperti itu adalah orang-orang yang sabar dan terbuka pada keritik orang lain,
sebagai persyaratan pula di antara sifst-sifst di dalam kepribadiannya. Pemimpin yang
memiliki kedua sifat itu, selalu bersedia melakukan perbaikan terhadap sikap dan
tindakannya yang memungkinkan keliru atau tidak menyenangkan anggota
organisasinya. Kesediaan tersebut di lakukan dalam batas-batas tidak mengorbankan
kepentingan bersama dan terutama sekali tidak akan membawanya paada sikap dan
tindakan yang melanggar printaah dan memperturutkan larangan Allah SWT.
Seorang pemimpin harus berusaha mengisi pergaulan di dalam organisasinya
dengan menolong orang-orang yang mengalami kesulitan. Di antara anggota
organisasinya tidak mustahil ada yang mengalami kesulitan dalam mengadakan volume
dan beban berjaya atau kesulitan pribadi lainnya. Pertolongan yang di berikan itu harus
berbentuk usaha menemukan kemampuan orang yang mengalami kesulitan itu, agar
mapu menyelesaikan masalahnya. Dengan kata lain menjadi orang yang “mampu
menolong dirinya sendiri dan bukan orang yang brgantung pada orang lain” setiap kali
menghadapiu kesulitan/masalah. Menolong tidak boleh menimbulkan sifat
ketergantungan, sehingga seolah-olah tidak mampu berbuat sesuatu tanpa di dukung
pemimpinnya atau orang tertentu dalam menghadapi hidup dan kehidupan ini.
Usaha menolong seperti disebutkan di atas akanb menjadi faktor pendukung yang
sangat penting artinya dalam menumbuhkan kemampuan memimpin pada anggota
organisasinya. Usaha itu menggambarkan bahwa orang yang di tolong tersebut di
perlakukan sebagai subjek. Orang tersebut tidak saja di akuikemampuannya, tetapi juga
di beri jalan untuk mewujudkan kemampuannya dalam menyelesaikan masalah atau
kesulitannya. Perlakuan itu akan menjadi pendorong yang positif bagi berkembangannya
potensi kepemimpinan yang di miliiki oleh orang lain. Usaha seperti itu berarti juga
bahwa seorang pemimpin yang beriman, tidak akan mempersulit urusan yang mudah.
Sebaliknya selalu berusaha mempermudah urrusan yang di pandang sulit oleh anggota
organisasi atau orang lain yang memerlukan bantuannya. Cara itu di lakukan sebagai
orang yang beriman semata-mata untuk mencari ridha Allah SWT, sehingga selalu
didaasarkan pada keikhlasan dan kerelaan, tanpa suatu pamrih yang melatarbelakanginya.
Sehubungan dengan itu bersabda Rasulullah SAW yang di jadikan pegangan oleh para
pemimpin yang beriman sebagai berikut:
Artinya:
Barang siapa yang menginginkan untuk di selamatkan oleh allah dari kesulitan
dari kiamat, maka bantulah meringankan kesulitan orang lain atau hindarkanlah
kesulitannya.
Pemimpin yang suka bergaul harus memiliki sifat dan sikap rendah hati,
sederhana/bersahaja dan emosionalitas yang stabil. Ketiga sifat dan sikap itu harus
terlihat secara wajar di dalam penampilan dan perilakunya, bukan di buat-buat secara
tidak wajar. Ketidak wajaran akan mengundang olok-olok dan perasaan antipati serta
cemooh. Dengan demikian bukan simpat, rasa hormat dan segan yang terbentuk, tetapi
justru rasa tidak percaya dan keinginan menghindar. Untuk itu berarti juga pemimpin
harus mampu menampilkan diri sebagai seseorang yang memiliki stabilitas emosi,
dengan tidak mudah tersinggung, penuh tenggang rasa dan selalu berusaha memahami
kondisi orang lain khususnya para anggota organisasinya. Pemimpin tidak mudah marah
jika melihat atau mendengar sesuatu yang dilakukan anggota organisasinya, yang
dirasakan tidak sesuai/tidak tepat dan dapat merugikan dirinya atau organisasi secara
keseluruhan. Pepmimpin berusaha berlaku cermat dengan tidak mudah marah, agar setiap
kekeliruan dan kesalahan dapat di selesaikan secara obyektif dan tuntas, tanpa
menimbulkan masalah baru berupa kebencian dan antipati karena kemarahannya.
Sehubungan dengan itu bersabda Rasulullah SAW sebagai berikut:
Artinya:
Dari Abu Hurairah r.a berkata: Ada seorang laki-laki berkata kepada Nab SAW:
“Berilah saya wasiat (ajaran).” Beliau bersabda: “ianganlah pemarah! Ucapan ini
beliau ulang berkali-kali.”
5. Memiliki Semangat Untuk Maju, Semangat Pengabdian dan kesetiakawanan,
serta Kreatif dan Penuh Inisiatif.
Seorang pemimpin menempati posisi utama dan dambaan dalam mengajukan dan
mengembangkan organisasinya. Pemimpin merupakan figur tempat meletakan harapan
memperoleh sesuatu yang terbaik dalam kehidupan berorganisasi bagi orang-orang yang
dipimpinnya. Semua anggota organisasi menaruh harapan bahwa pemimpinnya dalam
mewujudkan eksistensi organisasinya akan memberikan manfaat yang besar, baik bagi
perseorangan maupun untuk kepentingan bersama. Harapan itu hanya akan dapat di
penuhi oleh pimpinan yang kretif dan penuh inisiatif, yang selalu aktif dalam berkarya,
sebagai gambaran dari kepribadian yang memiliki semangat untuk maju yang tinggi.
Aktifitasnya dirasakan sebagi pengabdian dan karyanya di jadikan persembahan untuk
orang lain dan organisasinya. Pemimpin berbuat dan bekerja semata-mata untuk
kepentingan bersama, atas dasar perasaan keistimewaan, karena menyadari bahwa
keberhasilan kepemimpinannya tergantung orang-orang yang di pimpinnya. Dirinya
sendiri tranpa anggota organisasinya, pasti tidak akan dapat berbuat banyak yang
bermanfaat, bagi dirinya sendiri, anggota dan organisasi secara keseluruhan.
Pengabdian dan kesetiakawanan merupakan juga sebagai perwujudan kesetiaan
yang tinggi pada cita-cita organisasinya. Kesetiaan itu akan tampil dalam kesediaan dan
kerelaan berkurban, bilamana prang-orang yang dipimpin dan organisasi
memerlukannya. Dengan kata lain kesetiaan akan selalu diwujudkan dalam kesediaan
berbuat yang terbaik bagi anggota dan organisasi secara keseluruhan.
Dalam kepribadian pemimpin yang beriman, pengabdian dan kesetiaannya
sepenuhnya ditupahkan pada Allah SWT dan Rasul-Nya Muhamad SAW. Pemimpin
seperti itu dalam organisasi yang manapun (tidak hanya bersifat keagamaan), selalu
menyelaraskan cita-cita organisasinya dengan suatu yang di ridhai Allah SWT. Dengan
demikian inisiatif dan kreatifitas dalam memajukan organisasinya, akan selalu berada
dalam lingkup perintah dan menjauhi larangan Allah SWT. Sehubungan dengan itu di
dalam surat Al- Baqarah ayat 345 telah difirmanka-Nya bahwa:
Artinya :
Siapa yang memanjari Allah dengan panjar yang baik maka Allah akan melilpat
gandakan pembayaranya berganda-ganda. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan
rezeki. Dan kepada-Nya kamu akan dikembalikan.
Firman Allah SWT tersebut diatas menunjukan bahwa dalam kegiatan sehari-hari,
bagi setiap orang yang beriman termasuk para pemimpin, yang mengikuti jalan-Nya yang
lurus akan dikategorikan sebagai panjar untuk memperoleh kebaikan pula dari Allah
SWT terhadap panjar itu, akan diberikan jauh ledih banyak dan bahkan berganda-ganda.
Diantara pembayaran yang banyak itu salah satu bentuknya adalah dengan melapangkan
rezeki dan menyempitkan rezeki bagi orang-orang yang berbuat sebaliknya, termasuk
juga para pemimpin.
Untuk itiu tidak ada pilihan lain bahwa dalam mewujudkan semangat ingin maju,
melalui pengabdian, kesetiakawanan, kreativitas dan inisiatif haruslah di dasari keimanan
yang tinggi pada Allah SWT. Berfirmanlah Allah SWT di dalam surat At-Taghabun ayat
8 dengan mengatakan sebagai berikut:
Artinya:
Karena itu, berimanlah kepada Allah dan Rasul-Nya, serta cahaya yang telah
kami turunkan. Dan Allah Maha Mengetahui barang apa yang kamu kerjakan.
6. Bertanggung Jawab dalam Mengambil Keputusan dan Konsekuen, Berdisiplin
serta Bijaksana dalam Menjalankannya.
Pemimpin merupakan motor penggerak yang utamadalam sebuah organisasi, yang
akan di ikuti oleh orang-orang yang dipimpinya. Untuk menggerakan anggota
orhganisasinya itu, setiap pemimpin harus berani, cepat dan tepat dalam mengambil
keputusan agar kegiatan tidak tertunda-tunda. Keputusan yang di tetapkan pemimpin
berfungsi untuk memperjelas mengenai sesuatu yang harus dikerjakan oleh setiap
anggota organisasinya.
Keputusan yang cepat dan tepat sangat diperlukan dalam menghadapi kondisi
yang mendesak dan kritis. Kondisi itu tidak memungkinkan pemimpin mengumpulkan
orang lain untuk bermusyawarah, karena akan terlambat dan berakibat merugikan, dalam
keadaan seperti itu pemimpin tidak sekedar dituntut keberaniannya dalam mengambil
keputusan, tetapi juga mampu mempertanggung jawabkannya, seperti juga keputusan-
keputusan yang lain yang di tetapkanya melalui musyawarah. Tanggung jawab itu tidak
sekedar dipikulkan pada pundak pucuk pimpinan, tetapi juga menjadi tanggung jawab
semua pemimpin sesuai jenjang/posisinya masing-masing di dalam orgnisasinya.
Tanggung jawab itiu tidak saja harus disampaikan pada pemimpin yang lebih tinggi,
tetapi pada anggota organnisasi dan bahkan kepada masyarakat bilamana akibatnya
berdampak ke luar organisasi. Sedang bagi pemimpin yang beriman, selalu disadari
bahwa tanggung jaawab utama akan dan harus disampaikannya pada Allah SWT pada
saatnya kelak. Pemimpin yang menetapkan keputusan tidak boleh mengelak dan
membebankan akibbat-akibat tersebutpaada anggota organisasi yang melaksakannya.
Pemimpin yang buruk bangga apabila keputusannya menhasilkan sesuatu yang positif
dan baik, tetapi senang menyalahkan petugas yang melaksanakanya jika ternyata
berakibat negatif dan buruk. Pemimpin harus menyadari bahwa pelaksanaan keputusan-
keputusannya menjadi kegiatan/tindakan, adalah berdasarkan perintahnya yang mungkin
saja keliruataiu salah. Tangguing jawab hanya patut diminta pada pelaksanaanya, apabila
tidak melaksanakannya atau dilaksanakan tidak sesuai dengan yuang diperintahkan
pemimpin. Untuk itu bagi pelaksana yang mungkin bermaksud mengembangkan dan
mempebaiki pelaksanaannya, seharusnyalah lebih dahulu disampaikan pada pimpinan
yang memerintahkanya, sebagai usul/saran yang tidak mustahil bersifat positif. Saran
tertsebut mmunngkin diterima dan mmungkin pula ditolak, yang harus di sesuaikan
dalam pelaksanaannya, karena tanggung jawab penuh berada pada pimpinan yang
memerintahkanya. Sehubungan dengan ituberfirman Allah SWT di dalam surat Al-Qalam
ayat 38 sampai dengan 40 sebagai berikut:
Artinya:
Yang m,emuat dasar hukum untuk membolehkanmu menetapkan keputusan
menurut kemauanmu sendiri?
Atau apakah kamu mempunyai janji dibawah sumpah atau nama kami, yang
berlaku sampai hari kiamat, bahwa kamu berhak menetapkan keputusan sekehendak
hatimu?
Tanyakanlah kepada mereka: “ siapakah yang menjadi penanggung jawab
terhadap keputusan yang telah ditetapkanitu?”
Firman tersebut bagi pemimpin yang beriman harus di jadikan pegangan utama
dan bahkan satu-satuny pegangan, dalam mewujudkan tanggungjawabnya setiap
mengambil keputusan. Pegangan pertama harus jelas dasar hukumnya dari Al-Qur’an dan
hadis yang shahih, bukan sekedar kehendak atau kemauan sendiri yang tidak di ridhai
Allah SWT. Peganyan kedua haruslah merupakan perwujudan janji atau sumpah pada
Allah SWT, yang isinya semata-mata untuk melaksanakan perintah dan meninggalkan
larangan Allah SWT. Dengan demikian isinya bukan pula untuk memperturutkan
kehendak hati, yang mudah di boncengi setan. Pegangan ketiga adalah kesadaran bahwa
keputusan yang telah di tetapkan dan di perintahkan pelaksanaanya, merupakan tanggung
jawab penuh pemimpin, terutama di hadapan Allah SWT yang maha mengetahui, maha
mendengar dan maha melihat. Tidak satupun keputusan pemimpin yang dapat di
sembunyikan, untuk mengelakan atau menghindari pertanggung jawabannya di hadapan
Allah SWT. Sehubungan dengan itu berfirman pula Allah SWT mempertegas maksud-
nya di dalam surst Al-Qiamah ayat 36 sebagai berikut:
Artinya:
Apakah manusia itu mengira bahwa ia akan di biarkan begitu saja tanpa
pertanggung jawab?
Artiny:
Tuhan memberikan kebijaksanaan kepada orang yang di kehendaki-Nya. Barang
siapa yang diberi-Nya kebijaksanaan itu, berarti ia telah mendapat banyak kebaikan.
Hanya orang-orang yang mau berpikir saja yang dapat mengambil pelajaran ini.
Kebijaksanaan dan sikap konsekuen pemimpin tidak sekedar terlihat dalam
tindakan mentaati peraturan disiplin dan memberikan sanksi/hukuman, tetapi terlihat juga
dalam berbagai kegiatan kepemimpinannya yang lain. Di antaranya terlihat dalam acara
membagi pekerjaan/tugas-tugas, baik untuk setiap unit maupun perseorangan di
lingkungan organisasinya. Demikian pula dalam melimpahkan wewenang dan tanggung
jawab, untuk unit-unit yang sama jenjangnya, yang akan memberikana peluang yang
sama pula dalam berpartisipasi untuk mencapai tujuan bersama.
Kesehatan jasmani dan rohani sangat penting dan besar pengaruhnya terhadap
usaha mewujudkan kepemimpinan yang efektif. Pemimpin yang aktif memelihara
kesehatan jasmaninya selallu siap melaksanakan kegiatan-kegiatan yang memerlukan
tenaga fisik, sesuai dengan sifat jabatannya. Misalnya kegiatan pengawasannya pada
pelaksanaan tugas di lingkungan beberapa unit yang berjauhan letaknya. Demikkian juga
bilamana pemimpin harus melakukan kun jungan kerja ke daerah-daerah di suatu negara
yang wilayahnya luas. Dari sini lain kesehatan fisik pemimpin ternyata sangat besar pula
pengaruhnya terhadap produktifitas fisiknya, terutama dalam mengambil keputusan-
keputusa yang memerlukan proses berfikir.
Uraian tersebut di atas jika bahwa koindisi kesehatan rohani (fisikis) berpengaruh
pada produktifitas kerja pemimpin, terutama bagi pekerjaan yang memerlukan kreatifitas
dan inisiatif yang memadai. Kesehatan rohani yang di maksud adalah kondisi mental
yang bebas dari tekanan, rasa takut, khawatir dan cemas, dan jauh dari penyimpangan-
penyimpangan yang di sebut gangguan jiwa atau yang sejenisnya. Kondisi mental seperti
itu berhubungan juga dengan prilaku praktis sehari-hari yang di tampilkan seorang
pemimpin. Diantaranya adalah memiliki emosionalitas yang stabil seperti tidak mudah
tersinggung, marah, sentimental dan lain-lain. Demikian juga tidak memiliki mental yang
kurang simpatik seperti suka menyindir, sinis, sombong, senang mempergunjing kan
orang lain, mengadu domba dan lain-lain. Untuk itu pemimpin harus aktif memelihara
kesehatan rohaninya antaara lain dengan menghindari kondisi konflik dalam
kepribadiannya dan stres, yang mudah terjadi di dalam kehidupan masyarakat maju dan
modern.
Sehubungan dengan itu ajaran islam telah memberikan petunjuk, terutama
berkenaan dengan kesehatan jasmani, yang secara langsung atau tidak langsung
berpengaruh pada kesehatan rohani. Petunjuk itu antara lain mengenai makanan yang di
perintahkan Allah SWT agar hany memakan makanan yang baik-baik bersih, bergizi,
halal dan merupakan hasil usaha yang tidak melanggar larangan Allah SWT. Bersamaan
dengan itu kesehatan rohani pun harus diwujudkan dengan jalan mensucikannya, melalui
usah-usaha mengisinya dengan kemampuan membedakan yang benar dan tahlil, sesuai
petunjuk Allah SWT. Sehubungan dengan itu berfirman Allah SWT di dalam surst Al-
A’la ayat 14 dan 15 sebagai berikut:
Artinya:
Beruntunglah orang-0orang yang mau mensucikan dirinya, dengan memuja nama
tuhan-Nya dan ber shalat secara hikmat.
Pemimpin yang memiliki rohani yang sehat dan selalu berusaha mensucikannya,
akan melaksanakan tugasnya dengan penuh gairah dan rasa bersyukur pada Allah SWT.
Suasana bathin seperti itu merupakan modal dasar yang penting untuk mewujudkan
kepemimpinan yang di namis. Perkembangan dan kemajuan organisasinya di pandang
sesuai nikmat, rahmat dan karunia Allah SWT. Perkembangan dan kemajuan itu yang di
lihat dari seggi pemimpin dapat di artikan sebagi keberhasilan atau sukses dalam
kepemimpinannya, akan di iringi dengan rasa bersyukur yang hikmat kepada Allah SWT.
Bersamaan dengan itu dimiliki pula kesadaran bahwa keberhasilan itu apa dasarnya
merupakan dasar ujian atau cobaannya, yang harus di perhatikan dan di tingkatkan agar
memberikan manfaat yang lebih banyak lagi seluruh anggota organisasi dan masyarakat
di sekitarnya.
Pemimpin yang sehat jasmani dan rohaninya serta beriman sebagaimana
digambarkan di atas, tidak akan menghindar jika menghadapi kesulitan, hambatan,
ringkasan dan masalah-masalah dalam usahanya mengajukan dan mengembangkan
organisasinya. Pemimpin tidak akan mengalami gangguan psikosomatis, yang dalam
menghadapi haambatan dan masalah-masalah, lari/menghindar dari tanggung jawab,
dengan merasakan dan kemudian menyatakan bahwa kesehatannya terganggu. Dalam
kondisi itu pemimpin tidak menyadari bahwa perasaan sakit secara fisik itu sebenarnya
sekedar untuk menutupi ketidakmampuanya dalam mengatasi hambatan atau
memecahkan masalah. Pemimpin seperti itu lari dari kenyataan, dan merasa puas jika
hambatan tidak teratasi atau masalah tidak terselesaikan, dianggap bukan karena
ketidakmampuannya, tetapi disebabkan oleh penyakit (sebenarnya tidak ada) dideritanya,
dengan harapan orang lain merasa kasihan dan terharu atas kegagalannya.
Pemimpin yang sehat jasmani dan rohani serta beriman dalam mengatasi
rintangan, hambatan dan memecahkan masalah selalu mampu bekerja sama, yang
memungkinkannya memperoleh pertolongan yang terbaik dari anggota organisasinya.
Namun selalu disadarinya bahwa pertolongan itu sebenarnya datang dari Allah SWT.
Dengan kata lain pimpinan yang beriman dalam menghadapi rintangan, tantangan,
hambatan dan masalah, menyadari bahwa tempat meminta petunjuk dan pertolongan
yang terbaik adalah Allah SWT. Berfirman Allah SWT di dalam surat Ali imron ayat160
yang mengatakan bahwa:
Artinya:
Jika allah menolongmu, pasti tak akan orang yang dapat ada orang yan g dapat
mengalahkan mu, namun bila Tuhan membiarkan mu, maka siapa lagi yang dapat
menolong mu sesudah itu? Hanya kepada Allah sajalah orang-orang yang beriman
harus bertawakal.
Artinya:
Oleh karena rakhmat Allah-lah engkau bersikap lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya engkau berhati keras dan berhati bengis, tentulah mereka akan menjauhkan
diri dari padamu. Karena itu maafkan lah mereka, mohonkanlah ampunan bagi mereka
dan dan bermusyawarah lah dengan mereka dalam urusan perang dan kemasyarakatan.
Bila engkau telah mempunyai tekad yang bulat, bertaqwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.
Artinya:
Dan sesungguhnya untuk mu pahala yang tidak berkeputusan. Dan engkau,
benar-benar mempunyai budi pekerti pilihan.
Artinya:
Dan tidak ada seorang pun akan beriman, kecuali dengan ixin Allah dan dia
memandang hina terhadap orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya.
Dari firman tersebut jelas bahwa seorang yang tidak mempergunakan akalnya
merupakan orang yang tidak disukai Allah SWT. Dengan demikian berarti Allah SWT
memerintahkan kepada semua pemimpin agar dalam keimanannya selalu berusaha
mempergunakan akal/pikiran, terutama dalam menganalisa dan memanfaatkan
situasi/kondisi yang dihadapinya. Usaha tersebut akan memberikan pengaruh terhadap
perkembangan dan kemajuan organisasi yang diridhai Allah SWT. Dengan katalain iman
yang mengendalikan akal dalam melaksanakan kepemimpinan sesuai tipe masing-
masing, akan selalu ada dalam ridha Allah SWT.sedang keadaan sebaliknya dapat terjadi
sebagaimana Allah SWT di dalam surat yunus ayat 101 sebagai berikut:
Artinya:
Katakanlah:” perhatikanlah yang ada di langit dan dibumi. Tidak akan berguna
tanda –tanda kekuasaan Tuhan dan peringatan-peringatan Rasul bagi orang-orang yang
tidak beriman itu.”
Tanda-tanda kekuasaan Allah SWT bagi seorang pemimpin yang beriman dapat
jjuga didalam interaksi sesama manusia, yang disebut situasi sosial. Interaksi antar
manusia sebagi situasi sosial itu berlangsung juga di dalam setiap organisasi. Setiap
pemimpin dapat mempergunakan pikiran/akalnya dalam menganalisa setiap situasi sosial
yang di hadapinya, agar mampu menjalankan fungsi kepemimpinan yang sesuai
petunjuk/tuntunan Allah SWT. Dalam menggunakan akal/pikiran itupemimpin yang
selalu berpegang tteguh pada firman Allah SWT di dalam surat yunusayat 105 dan 106
sebagai berikut:
Artinya:
Dan aku telah diperintahkan pula:” hadapkanlah mukamu kepada agama yang
cinta tauhid ini dengan tulus ikhlas dan sekalli-kali jangan kamu termasuk orang-orang
yang musyrik.”
“Dan janganlah kamu sekali-kali menyembah selain Allah, apa-apa yang tiak
dapat memberi manfaat dan mudarat bagimu, jika kamu perbuat yang demikian, sudah
tentu kamu termasukorng-orang yang zalim.”
A. FUNGSI-FUNGSI KEPEMIMPINAN
Proses kepemimpinen pada dasarnya merupakan gejala sosial,karena berlangsung
dalam interaksi antar manusia sebagai mahluk sosial. Kepemimpinan tidak dapat
dilepaskan hubungannya dengan situasi sosial yang terbentuk dan sedang berlangsungdi
suatu organisasi. Oleh karena situasi sosial itu selalu berkembang dan dapat berubah-
rubah, maka proses kepemimpinan tidak mungkin dilakukan sebagai kegiatan rutin yang
di ulang-ulang. Tidak satupun cara bertindak/ berbuat yang dapat di pergunakan secara
persis sama dalam menghadapi dua situasi yang terlihat sama, apalagiberbeda di
lingkungan suatu organisasi oleh seorang pemimpin. Dengan demikian berarti juga suatu
organisasi oleh seorang pemimpin. Dengan demikian berarti juga suatu cara bertindak
yang efektif dari seorang pemimpin, tidak dapat di tiru secara tepat dengan
mengharapkan hasil yang sama efektifnya oleh pemimpin yang lain.cara bertindak sama
di lingkungan organisasi yang berbeda dengan situasi sosial yang tidak sama, hasilnya
juga akan berbeda.
Cara bertindak/berbuat dari seorang pemimpin didasari oleh keputusan yang di
tetapkannya, yang sangat dipengaruhi oleh kemampuan menganalisa situasi sosial
organisasinya. Pemimpin yang efektif akan selalu berusaha mengembangkan situasi
sosial yang bersifat kebersamaan yang mampu memberikan dukungan positif terhadap
keputusan yang di tetapkannya. Oleh karena itu apabila menganalisa situasi sosial
menganalisa organisasinyaternyata tidak atau kurang di temukan sifat kebersamaan,
pemimpin perlu berusaha menciptakan dan mengembangkannya. Selanjutnya fungsi-
fungsi kepemimpinan akan dapat di wujudkannya, karena pelaksanaannya selalu
berlangsung dalam interaksi antar individu di lingkungan organisasi masing-
masingsehubungan dengan itu terdapat dua dimensi interaksi sosial yang perlu mendapat
perhatian seorang pemimpin. Kedua dimensi itu adalah:
1. dimensi kemampuan pemimpin mengarahkan (direction).
Dimensi ini merupakan aktivitas yang berisi tindakan-tindakan pemimpin dalam interaksi
engan interaksi organisasinya, yang mengakibatkan semuanya berbuat sesuatudi
bidangnya masing-masing yang tertuju pada tujuan organisasi. Dimensi ini tidak boleh di
lihat dari segi aktivitas pemimpin, tetapi tampak dalam respon anggota organisasinya.
Oleh karena itu bilaman respon belum menunjukan kebersamaan, maka terdapat
kecendrungan sulit mewujudkan fungsi-fungsi kepemimpinen secara efektif dan efisien,
meskipun tidak berarti sama sekali tidak bisa diwujudkan.
2.dimensitingkat dukungan (support) dari anggota organisasi.
Dimensi ini terbentuk keikutsertaan (keterlibatan) anggota organisasi dalam kegiatan-
kegiatan melaksanakan tugas-tugas pokoknya.pelaksanaan tugas pokok disamping
didasari oleh keputusan pucuk pimpinan, juga bersumber dari keberanian yang berisi
krreativitas dan inisiatif anggota terutama yang menjabat sebagai staf pimpinan dalam
mengambil keputusan-keputusan sebagai penjabaran tugas pokok yang harus menjadi
pendukung kebijaksanaan umum pucuk pimpinan. Apa bila staf pimpinan memiliki
kemampuan memberikan dukungn(support) yang tinggi, maka berarti setiap fungsi
kepemimpinan dapat diwujudkan secara efektif dan efisien.
Berdasarkan kedua dimensi tersebut di atas maka secara operasional dapat di
bedakan enam fungsi pokok kepemimpinan. Keenem fungsi tersebut adalah:
a. fungsi instruktif
setiap pemimpin perlu memiliki kemampuan dalam memberikan berintah yang
bersipat komunikatif, agar di laksanakan menjadi kegiatan orang yang menerima
perintahnya. Fumngsi ini bersipat komunikasi satu arah, namun harus komunikatif karena
sekurang-kurangnya harus di mengerti oelh anggota organisasi yang menerima perintah.
Pemi,pin yang memikul volume dan beban tugas mengambil keputusan, akan kehilangan
maknanya jika tidak di laksanakan. Sedang untuk melaksanakan pada umumnya tidak di
lakukan sendiri oleh pemimpin sebagai pembuat keputusan. Untuk itu di perlukan
kemampuan dalam mewujudkan fungsi instuktif, agar kepemimpinan berlangsung efektif.
Pemimpin harus menetapkan apa, bagaimana, bilamana, dan di mana suatu perintah di
laksanakan. Sebagai fumngsi orang yang di pimpin adalah melaksanakan perintah, yang
hanya dapat di lakukan secara efektif jika memiliki kemampuan mendengar dan
memahami isi instruksi. Kreatifitas dan inisiatif menetapkan apa yang harus dilaksanakan
sepenuhnya merupakan fungsi pemimpin.
Di lingkungan umat Islam gambaran dalam menjalankan fungsi instruktif terlihat
dari riwayat Ratu Balqis sebagai pemimpin, yang di firmankan Allah SWT di dalam surat
An-Naml ayat 32 dan 33. firman itu mengatakan sebagai berikut:
Artinya:
Berkata Balqis: “Sidang Mentriku! Berilah aku pertimbangan dalam urusan ini,
aku tidak akan memutuskan sesuatu persoalan sebelum mendapat persetujuan tuan-
tuan.”
Mereka menjawab; “kita mempunyai kekuatan dan semangat perang yang cukup,
dan urusan itu terserah paada bagin da; sebab itu baginda pikirkanlah apa yang hendak
baginda perintahkan.”
b. Fungsi Konsulatif.
fungsi ini bersifat komunikasi dua arah, karena berlangsung dalam bentuk
interaksi antara pemimpin dan anggota organisasinya. Namun sulit untuk di bantah
bilamana dinyatakan bahwa tingkat intensitas dan efektifitasnya sangat tergantung pada
pemimpin.
Fungsi ini antara lain dapat diwujudkan pemimpin dalam menghimpun bahan
sebagai masukan (input) apabila akan menetapkan berbagai keputusan penting dan
bersifat strategis. Untuk itu pemimpin perlu melakukan konsultasi dengan anggota
organisasinya, baik secara terbatas maupun meluas sebelum keputusan di tetapkan.
Pemimpin perlu menyimak berbagai persoalan, aspirasi, pendapat, perasaan, data,
informsi dan lain-lain yang di ungkapkan anggota organisasinya. Konsultasi serupa juga
perlu di lakukan setelah keputusan di tetapkan dan di laksanakan. Konsultasi dilakukan
untuk mendapatkan umpan balik (feed back), dalam rangka memperbaiki dan
menyempurnakan keputusan-keputusan tersebut, jika di perlukan.
Fungsi konsultasi yang di laksanakan teratur dan hasilnya di manfaatkan, bukan
saja akan menghasilkan keputusan yang tepat, tetapi juga akan mendapat dukungan dari
anggota organisasi dalam pelaksanaannya. Dampaknya akan memudahkan juga dalam
melaksanakan fungsi instruktif, karena setiap anggota organisasi merasa ikut bertanggung
jawab dalam mensukseskan pelaksanaan kputusan yang telah di tetapkan. Dengan kata
lain tingkat partisipasi anggota organisasi cenderung meningkat. Dari sudut ajaran Islam
surat An-Nahl ayat 32 tersebut di atas merupakan firman Allah SWT yang
menggambarkan Ratu Balqis sebagai pemimpin menjalankan fungsi konsulatif dalam
menetapkan keputusan. Dari firman itu Ratu Balqis melakukan konsultasi umum dengan
para mentrinya, untuk memperoleh masukan guna menetapkan suatu keputusan. Di
sammping itu di dalam firman Allah SWT surat Az-Zumar ayat 18 diberikan gambaran
tentang seseorang termasuk pemimpin dalam menjalankan fungsi ini. Firman itu
mengatakan sebagai berikut:
Artinya:
Yang suka mendengar perkataan, lalu mengikuti apa yang paling baik di
antaranya. Itulah orang-orang yang dipimpin Allah dan itu pulalah orang-orang yang
mengerti.
c. Fungsi Partisipasi
fungsi ini tidak sekedar bersifat komunikasi dua arah, tetapi juga merupakan
perwujudan hubungan manusiawi (hablum-minannas) yang kompleks. Dalam
menjalankan fungsi ini pemimpin harus berusaha mengaktifkan setiap anggota
organisasinya, sehingga terlalu terdorong untuk berkomunikasi, baik secara horizontal
maupun vertikal. Setiap anggota didorong agar aktif dalam melaksanakan tugas
pokoknya, sesuai dengan posisi/jabatan dan wewenang masing-masing. Dengan demikian
ada yang harus aktif menetapkan keputusan, memerintahkan dan mengawasi
pelaksanaannya. Di samping ituy ada pula yang aktif berpartisipasi sebagai pelaksana
saja.
Aktifitas yang di lakukan semua anggota organisasi memungkinkan
berkembangnya komunikasi yang memberi peluang terjadinya pertukaran informasi,
pendapat, gagasan, pandangan dan lain-lain. Kondisi partisipasi aktif anggota organisasi
akan meningkatkan efisiensi penyelesaian masalah-masalah, penetapan keputusan dan
penyelesaian tugas pokok yang terarah pada pencapaian tujuan organisasi. Partisipasi
seperti tersebut di atas antara lain dapat berbentuk musyawarah, yang sangat penting
artinya di dalam ajaran Islam. Sehubungan dengan itu di dalam surat Asy-Syura ayat 38
yang sudah diketengahkan sebelumnya, Allah SWT memfirmankan: “juga mereka yang
suka mematuhi seruan tuhannya, mengerjakan shalat, menyelesaikan setiap persoalan
antara sesamanya secara musyawarah, menafkahkan barang apa rezeki yang telah kami
berikan kepada-Nya.”
Orang yang menyukai musyawarah termasuk para pemimpin, dalam keadaan
orang tersebut beriman, merupakan orang yang di sukai Allah SWT. Musyawarah
memungkinkan anggota organisasi berpartisipasi aktif dalam proses kepemimpinan, akan
meningkatkan perasaan memiliki (sense of belonging) terhadap organisasi dan
kegiatannya.
Dari sisi lain fungsi partisipasi juga berarti kesediaan pemimpin untuk ikut serta
dalam pelaksanaan berbagai pelaksanaan berbagai keputusan. Pemimpin tidak boleh
sekedar mampu mengambil dan memerintahkan pelaksanaan keputusan. Dalam batas-
batas tertentu pemimpin pun dapat dan perlu ikut serta melaksanakan keputusan yang
telah di tetapkan. Namun keikutsertaannya itu tidak boleh menenggelamkannya kedalam
kegiatan teknis oprasional yang bersifat rutin, agar tugas kepemimpinannya tidak
terabaikan.
d. Fungsi Delegasi
Setiap pemimpin tidak mungkin bekerja sendiri dalam usaha mewujudkan tugas
pokok organisasinya. Pemimpin sendiri tidak mungkin berbuat banyak bagi
organisasinya, meskipun dengan mengerahkan seluruh tenaga, pikiran dan
kemampuannya. Tidak seoang pun pemimpin yang dapat menyelesaikan seluruh
pekerjaan organisasinya. Untuk itu setiap pemimpin harus bersedia dan mampu
menjalankan fungsi delegasi, yang dapat di lakukan dengan melimpahkan sebagian
wewenangnya kepada stsf pimpinan yang membantunya.
Pelimpahan wewenang dalam menetapkan keputusan mungkin di berikan dengan
persyaratan harus memulai persetujuan pucuk pimpinan dan dapat pula tanpa persetujuan
tersebut namun dibatasi pada bidang yang tidak bersifat prinsipil. Pelaksanaan fungsi ini
tergantung pada kepercayaan. Pemimpin harus mampu memberikan kepercayaan. Untuk
memelihara kepercayaan penerima delegasi harus berhati-hati dan teliti dalam
menetapkan keputusan. Segala sesuatu yang belum jelas atau yang sifatnya prinsipil,
sebaikanya untuk di konsultasikan lebih dahulu, yangm tidak mustahil oleh pucuk
pimpinan dijadikan bahan musyawarah.
Fungsi pendelegasian pada dasarnya berarti persetujauan atau pemberian izinpada
anggota organisasi dalam posisi tertentuuntuk menetapkan keputusan. Ajaran islam
mengajarkan pentingnya persetujuan dari pimpinan, karena berarti tidak bertindak
membelakangi yang dapat menimbulkan berbagai akibat yang kurang menguntungkan.
Untuk itu Rasullullah SAW telah memberikan petunjuk yang jelas, dalam sabdanya
beliau mengatakan sebagai berikut:
Artinya;
Barang siapa pemimpin suatu kaum(golongan) tanpa mendapatkan izin dari
pemimpin atasanya, maka ia mendapatkan kkutukan Allah serta Malaikat-Nya, dia tidak
akan diterima kebaikanya(oleh Allah) maupun keutamaanya (sedekahnya).
Dasar memberikan izin atau persetujuan pada anggota yang mendapat pelimpahan
wewenang sebagaimana dikatakan terdahulu adalah kepercayaan.dengan klata lain
anggota organisasi ter sebut merupakan orang kepercayaan, agar bertindak tidak
membelakangi, baik secara terang-terangan maupun secara tersembunyi, untuk itu bagi
pemimpin dari kalangan umat islam, orang kepercayaan yang terbaik menerima
pendelegasian adalah orang-orang yang beriman pula. Kedua belah pihak pasti akan
mematuhi perintah Allah SWT yang di yakininya akan
Memberi siksa yang pedih bagi orang yang mengkhianati kepercayaan yang telah
diterimanya. Sehubungan dengan itu berfirman Allah SWT di dalam surat Al- Maaidah
ayat 51 dan 57 sebagai berikut:
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memilih orang-orang yahhudi
dan nasrani menjadi pemimpin-pemimpinmu, sebagian mereka adalah pemimpin bagi
sebagian yang lain. Barang siapa diantara kamu memilih mereka menjadi pemimpin,
maka sesungguhnyaorang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.
...
Hai orang-orang yuang beriman, janganlah kamu memilih orang yang akan
memimpinmu, mereka yang membuat agamamu menjadi buah ejekanmu dan permainan.
Yaitu diantara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu dan orangorang yang
kafir. Dan bertaqwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman.
Peringatan Allah SWT dalam firman tersebut di atas, menunjukan dua arah. Arah
yang pertama seperti yang di sebutkan terdahulu, bahwa pimp[pinan yang beriaman agar
tidak mengangkat staf pimpinan pembantunya dari kalangan orang-orang yang tidak
beriman. Para staf pimpinan itu adalah orang-orang yang akan menerima delegasi sebagai
orang-orang kepercayaan. Dalam praktiknya secara terang-terangan atau tersembunyi,
para penerima wewenang itu dapat menimbulkan berbagi kesullitan dan merugikan
pemimpin yang pemberi wewenang. Di samping itu kan selalu pula tyimbul usaha-uasah
mempersulit annggota organisasinya yang beriman. Arah kedua dalam memilih dan
mengangkat pimpinan dengan pemungutan suara anggota. Umat islam tidak sepatutnya
memilih yang berarti juga mempercayakan orang-orang yahudi atau orang kafir lainya.
Umat islam hendaklah menyadari bahwa pimpinan yang di pilihnya itu merupakan
penerima delegasi dari anggota organisasi, yang akan memperoleh kesempatan
memperolok-olok, merugikan dan mempersulit anggotanya yang beriman.
e. fungsi pengendalian
fungsi ini cendrung bersifat komunikasi satu arah, meskipun seharusnya lebih
efektif jika dilaksanakan melalui komunikaasi dua arah. Fungsi pengendalian ini tidak
sekedar dilaksanakan melalui kegiatan kontrol atau pengawasan. Fungsi ini juga melalui
bimbingan kerja, termasuk juga memberikan penjelasan dan contoh dalam bekerja,
latihan di lingkungan organisasi lain dan sebagainya. Sehubungan dengan itu sulit pula
untuk di bantah bahwa fungsi p[e gendalian yang paling efektif, harus dilakukan melalui
kegiatan penngawasan atau kontrol.
Pengawasan yang bersifat pengendalian dilakukan pada saat kegiatan
berlangsung dengan maksud preventif yakni mencegah terjadinya penyipangan atau
kekeliruan dalam melaksanakan keputusanatau perintah pimpinan. Pengawasan pun
harusdilakukan juga pada kegiatan yang bersifat rutin, bahkan juga terhadap pelaksanaan
etika organisasi. Pemimpin harus berusaha agar tidak seorang pun anggota organisasi
yang terlepas dari pengendaliannya dalam melaksakan volume dan beban kerja masing-
masing untuk melaksakannya mungkin saja di lakukan secara berjenjang, agar tidak
terjadi terlalu berat dan semua pimpinan sesuai jenjang dan ruang lingkupnya masing-
masing ikut berperan serta dalam mewujudkan fungsi ini. Dalam keadaan seperti itu
fungsi pengendalian menjadi identik dengan pengawasan melekat,yang bersifat
pengawasan Allah SWT terhadap setiap manusia, sehingga setiap manusia yang beriman
merasa perlu mengendalikan dirinya. Untuk berfirman Allah SWT di dalam surat Al-
Maaidah ayat 117 dengan memberitakan bahwa sebagai berikut:
Artinya:
Engkau yang mengawasi mereka dan engkau pulalah yang menyaksikan segala-
galanya.
f. fungsi keteladanan.
Para pemimpin merupakan tokoh utama di lingkungan masing- masing. Seorang
pucuk pemimpin di antara para pemimpin yang membantunya dan orang-orang yang
dipimpin lainnya, merupakan tokoh sentral yang menjadi pusat perhatian. Oleh karena itu
tidak ada pilihan lain bagi orang yang bersedia menjalankan peranan sebagai pemimpin,
selain harus menjalankan kepemimpinan yang patut di teladani. Kepemimpinan iotu
harus di tunjang dengan kepribadian yang terpuji karena akan bermanifestasi dalam
tupikiran, sikap dan prilaku seorang pemimpin. Sikap dan prilaku itu selalu dapat
dirasakan dan diamati orang-orang yang dipimpinnya, dalam interaksi antar sesamanya
setiap hari.
Dalam keadaan seperti tersebut diatas, pemimpin di tuntut agar selalu
menampilkan sikap dan perilaku terbaik, sesuai dengan norma-normayang berlaku
dilingkungan organisasinya (termasuk kode etik kalau ada). Disamping itu harus sesuai
pula dengan norma-norma yang berlaku dimasyarakat atau lingkungan bangsanya, sedang
bagi yang beragama islam tidak dapat lain harus mencerminkan kemampuan mematuhi
norma-norma yang sifatnya berpegang pada yang diperintahkan dan meninggalkan apa
yang dilarangAllah SWT. Diantaranya secara operasional pemimpin dituntut menjadi
telaadan atau panutan dalam menjalankan disiplin waktu dan disiplin kerjamoral dan
sengat kerja, tanggung jawab dan pengabdian, loyalitas dan dedikasi, kecermatan dan
ketelitian dan lain-lain. Sedang dilingkungan umat islam pemi pin harus dapat pula di
teladani keimanannya, yang tercermin melalui ibadah sehari-hari, cara bergaulnya dalam
menghadapi dan memperlakukan orang lain, kesabarannya dan lain-lain.
Dalam menjalankan f uiungsi keteladanan ini,eorag pemimpin ynag beriman
dituntut menampilkanseluruh aspek kepribadian manusia yang terbaik dan terpuji disisi
Allah SWT, namun karena dirinya adalah manusia pastilah tidak sempurna. Dalam
kondisi seperti itu maka harus di usahakan agar kekurangan atau kelemamhan itu tidak
bersifat ekstrim, sehingga menjadi sifat, sikap dan prilaku yang di benci Allah SWT.
Dari uraian-uraian tentang fungsi kepemimpinan tersebut diatas, harus dijalankan
secara integratif, yang perwujudannya antara lain sebagai berikut:
a. menjabarkan keputusan-keputusan menjadi intruksi-intruksi yang jelas, agar tidak
membingungkan melaksanakannya. Instrusi yang tidak jelas, dan gagal pelaksanakanya,
bukan kesalahan petugas pelaksana. Tugas. Untuk itu intruksi harus jelas “apa yang harus
di kerjakan,” kemudian tentang “dimana mengerjakanya,” setelah itu jelas pula tentang
dimana mengerjakanya,” dan akhirnya mengenai “kapan harus selesai serta kepada
siapamenyampaikan hasilnya atau memprtanggung jawabkannya.
b. mengembangkan daan menyalurkan kebebasan berfikir dan mengeluarkan pendapat,
baik secara perseorangan maupun kelompok dengan demikian pemimpin akan
memperoleh berbagai masukan berupa data, informasi, gagasan, kreativitas inisiatif
saran, pendapat,kritik dan lain-lain. Bahan masukan itu dapat dimanfaatkan untuk
berbagai kegiatan, khususnya dalm mengambil dan menetapkan keputusan berikutnya,
memperbaiki kegiatan yang masih berlangsung dan sebagainya, sedang bagi orang-orang
yang dipimpin tyerbuka kesempatan untuk berpartisipasi, yang berm anfaat bagi
pengembangan kemampuannya yang ikut menunjan terwujudnya kepemimpinan yang
efektif.
c.mengembangkan kerja sama yang efektif dengan menghargai dan menyalurkan
kemampuan setiap orang yang di pimpin. Dengan demikian akan tumbuh dan
berkembang kepercayaan pada diri sendiri yang positif. Sebalikjnya pada orang-orang
yang dipimpin akan tumbuh dan berkembang pula kemampuan mengakui dan
menghargai kemampuan antar sesamanya. Kemampuan itu sangat penting artinya dalam
memberikan dorongan agar aktif berpartisipasi. Untuk itu setiap anggota organisasi harus
mengetahui secara jelas mengenai posisi dan peranannya, yang memungkinkannya
mengetahui sumbangan yang dapat di berikannya dalam setiap kerjasama.
d. Membantu dan mengembangkan kemampuan memecahkan masalah-masalah yang di
hadapi, baik secara perseorangan maupun dalam kelompok. Setiap anggota organisasi
harus di beri kesempatan memecahkan masalahnya sendiri, tanpa ketergantungan orang
lain, khususnya pemimpin. Pemimpin tidak boleh berperan sebagai pihak yang selalu dan
siap menyuapi, sehingga dalam menghadapi masalah semua anggota tidak dapat berbuat
sesuatu, bila pemimpin tidak bersedia berada di tempat. Pemimpin tidak boleh
mematikan kreativitas dan inisiatif anggota organisasinya dalam menyelesaikan masalah-
masalah.
e. Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan bertanggung jawab, dengan
memberikan kepercayaan penuh dalam melaksanakan tugas-tugas yang telah
didelegasikan. Tidak banyak di campuri yang menimbulkan kesan anggota tidak di
percayai, sebagai mana pepatah mengatakan “kepala di lepas, ekor dipegang.” Bersama
dengan itu di atur cara menyampaikan pertanggung jawaban tentang pelaksanaan dan
hasil yang di capai oleh setiap penerima delegasi.
f. Pengawasan sebagai usaha pengendalian agar di gunakan untuk meningkatkan prestasi,
baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Kualitas yang di capai harus di pergunakan
untuk pengembangan karier. Pengawasan melekat dari pimpinan supaya dimanfaatkan
untuk memberikan bimbingan, pengarahan dan petunjuk kerja, agar berdaya guna bagi
peningkatan produktivitas, baik perseorangan maupun kelompok (unit karja).
Dalam proses kepemimpinan selalu terlihat titik berat yang berbeda dalam
mewujudkan fungsi-fungsi kepemimpinan, antarpemimpin yang satu dengan yang lain.
Di antaranya ada yang lebih mengutamakan fungsi instruktif, sedang yang lain fungsi
delegasi, yang berikutnya fungsi partisipasi dan lain-lain. Di samping itu mungkin pula
ada yaang melaksanakan dalam bentuk kombinasi. Perbedan itu mengakibatkan
terjadinya berbagai tipe kepemimpinan, sebagai topik yang akan di bahas berikut ini:
B. TIPE KEPEMIMPINAN
Kepemimpina dengan gaya ini di dasari oleh asumsi bahwa tugas pemimpin
adalah mendorong agar setiap anggota melaksanakan tugas masing-masing secara
maksimal. Gaya ini berpola mementingkan pelaksanaan tugas melebihi berbagai kegiatan
lainnya dalam kehidupan berorganisasi. Pemimpin menaruh perhatian yang besar dalam
keinginan yang kuat terhadap pelaksanaan tugas oleh setiap anggota. Pemimpin tidak
menaruh perhatian pada cara melaksanakannya, baik sendiri maupun dengan kerjasama
di dalam susunan hubungan manusiawi yang efektif atau tidak. Di samping itu pemimpin
juga kurang menaruh perhatian pada hasil yang akan di capai, khususnya dalam
hubungan dengan tujuan organisasi.
Kepemimpinan dengan gaya ini berpola mementingkan hasil yang dapat dan
harus di capai setiap anggota organisasi dalam melaksanakan kerja atau kegiatan tertentu.
Pemimpin menaruh perhatian yang besar dan keinginan yang kuat untuk mencapai hasil
yang maksimal. Hasil tersebut menggambarkan tingkat produktivitas seseorang, tanpa
mempersoslkan cara mencapainya. Produk seseorang merupakan satu-satunya ukuran
prestasinya, meskipun miungkin bukan hasil pelaksanaan tugas yang di lakukan sendiri.
Perhatian pemimpin yang cenderung pada produk, mengurangi perhatiannya pada kerja
sama dan pelaksanaan tugas anggota organisasinya. Siapa yang melaksanakan dan
bagaimana pelaksanaan tugas tidak di persoalkan, karena yang penting bagi pemimpin
adalah hasilnyadan bukan prosesnya.
Tiga pola dasar gaya kepemimpinan tersebut di atas, dalam proses kepemimpinan
secara oprasional berlangsung serentak, namun selalu menunjukan kecenderungan salah
satu yang dominan. Dominannya salah satu tidak menghilangkan pola yang lain,
sehingga berlangsung sebagai penunjang. Dalam kaedaan seperti itu maka dapat di
bedakan 8 (delapan) perilaku kepemimpinan. Timbulnya delapan perilaku kepemimpinan
berdasarkan tiga pola gaya kepemimpinan, dapat terjadi krena dalam kenyataannya
proses kepemimpinan di pengaruhi juga oleh situasi sesaat. Di samping itu perlu di dasari
bahwa tidak satupun di antara kedelapan perilaku kepemimpinan itu merupakan
kepemimpinan yang sempurna, sehingga selalu di perlukan usaha seorang pemimpin
untuk memperpadukannya, sesuai dengan situasi sesaat yang di hadapinya. Kedelapan
perilaku kepemimpinan sebagai pola gaya ke pemimpinan yang lebih rinci adalah:
1. Otokrasi (Autocrat).
3. Birokrat (Bureucrat)
6. Eksekutif (pelaksanaan).
7. kompromi ( compromiser).
8. Pembelot (Deserter)
Bertolak dari tiga pola dasar dan delapan rincian perilaku dalam gaya
kepemimpinan seperti di uraikan di atas, secara teoretis dapat di bedakan tiga tipe utama
(pokok) dalam kepemimpinan. Pengelompokan menjadi tiga tipe pokok itu dikatakan
bersifat teoritis, karena dalam praktik/pelaksanaannya mungkin saja di lakukan secara
murni, tetapi tidak mustahil juga berlangsung sebagai kombinasi. Ketiga tipe
kepemimpinan di maksud adalah sebagai berikut:
Tipe kepemimpinan ini tergolong yang paling tua dan yang paling banyak di
kenal. Perilaku di dalam gaya kepemimpinan yang mendominasi tipe ini adalah perilaku
otokrasi dan otokrasi yang di sempurnakan. Oleh karena itu kepemimpinan tipe ini
menempatkan kekuasaan pada seseorang atau sekelompok kecil orang, yang bertindak
sebagai penguasa. Orang-orang yang dipimpin dengan jumlahnya lebih banyak,
merupakan pihak yangt dikuasai atau berada di bawah kekuasaan sang pemimpin.
Kedudukan orang-orang tersebut dalam pandangan pemimpin tidak lebih daripada
pelaksanaan perintah, keputusan dan kehendak pemimpin, sebagai cara memanifestasikan
kekuasaannya. Pihak pemimpin memandang dirinya lebih dalam segala hal, di
bandingkan dengan pihak yang dipimpin, terutama kemampuannya yang selalu
dipandang lebih rendah. Oleh karena itu pemimpin serlain sebagai penguasa juga selalu
merasa dirinya sebagai yang paling mampu dan paling benar, sehingga tidak boleh di
bantah. Kemauannya harus selalu di turuti, karena pemimpin merupakan penentu nasib
orang-orang yang di pimpinnya. Tidak ada pilihan lain selain harus tunduk dan patuh di
bawah kekuasaannya. Tekanan berupa ancaman, sanksi dan hukuman dijadikan alat
utama dalam melaksanakan kepemimpinannya. Pemimpin hanya memerlukan rasa takut
yang menjadi pendukung utama dalam menjalankan kepemimpinannya.
Dari uraian-uraian di atas jelas bahwa kepemimpina otoriter berlangsung
dalam”working on his group,” karena pemimpin menetapkan dirinya di luar dan bukan
menjadi bagian orang-orang yang dipimpinnya. Pemimpin menempatkan dirinya lebih
tinggi dari semua anggota organisasinya, sebagai pihak yang memiliki hak berupa
kekuasaan. Sedang orang-orang yang dipimpin sebagai pihak yang berada pada posisi
yang lebih rendah, hanya mempunyai tugas, kewajiban dan tanggung jawab. Tipe ini
yang eksterm bahkan tidak mengakui hak-hak asasi yang bersifat manusiwi dari orang-
orang yang berada di baawah kekuasaannya.
Di lingkungan suatu organisasi tipe ini terlihat pada perilaku pemimpin yang
selalu menetapkan keputusan sendiri, tanpa memberikan kesempatan anggotanya untuk
memberikan saran-saran dan pendapat-pendapat. Dengan katalain anggota organisasi
tidak boleh dan tidak di beri kesempatan untuk menyampaikan kreativitas dan
inisiatifnya. Pendapat, kreativitas, inisiatif, saran, pendapat dan lain-lain dari anggota
dalam melaksanakan tugas dan perintah, di pandang sebagai penyimpangan dan
pembangkangan. Pemimpin berpandangan bahwa segala sesuaatu yang datangnya dari
anggota pasti tidak berguna, meskipun mungkin jika dimanfaatkannya akan
meningkatkan efesiensi dan efektivitas kegiatan, dibandingkan dengan kegiatan yang di
laksanakan berdasarkan perintah pimpinan.
Instruksi/perintah atasan tidak boleh di tafsirkan dan harus di laksanakan tanpa
perubahan. Keputusan pemimpin adalah yang terbaik, harus dilaksanakan tanpa komentar
atau pertanyaan-pertanyaan. Jika terjadi kesalahan selalu di timpahkan pada pelaksana,
mekipun mungkin sumbernya dari keputusan/perintah. Yang tidak baik. Setiap kesalahan
anggota organisasi sebagai pelaksana, harus di jatuhi sanksi/hukuman, dengan maksu
agar tidak di ulangi atau tidak terjadi lagi.
Dalam mengelola organisasi hanya pemimpin yang boleh berpikir mengenai
sesuatu yang akan di jadikan keputusan, meski sekecil apa pun masalah yang di hadapi.
Berpikir dan menetapkan keputusan untuk kepentingan organisasi, merupakan hak
memonopoli yang ada pada pucuk pimpinan dan staf pimpinan pembantunya (jika ada).
Kepemimpinan otoriter bilamana mmelimpahkan wewenang dan tanggung jawab, tidak
lebih dari pada menjalankan perintah melakukan pengawasan sebagaimana di kehendaki
pemimpin. Pengawasan itu adalah pengawasan otoriter pula, yakni yang bersifat menekan
dan menjaga agar setiap instruksi di laksanakan tanpa di komentari. Dengan demikian
sebenarnya tidak pernah ada pelimpahan wewenang dalam kepemimpinan otoriter.
Dalam kenyataannya anggota organisasi sebagai bawahan hanya menerima
pelimpahan tanggung jawab, berupa tugas dan kewajiban melaksanakan perintah secara
tertib. Dalam melaksanakan tugas/kewajiban itu bahkan pemimpin memiliki hak veto, un
tuk merubah dan memberhentikan kegiatan yang sedang di laksanakan. Kegiatan itu
semula di lakukan berdasarkan perintahnya, namun karena keinginan atau kehendaknya
berubah, maka harus di rubah atau di hentikan.
Pemimpin yang otoriter senang mengemukakan ungkapan dalam kehidupan
sehari-haridengan mengatakan; “kantor saya” atau “pegawai saya” atau “karyawan saya”
atau “buruh saya” dan lain-lain. Ungkapan itu menyatakan seluruh organisasi atau unsur-
unsurnya adalah milik pemimpin, sehingga ungkapanyamengandung pengertian dirinya
sebagai penguasanya. Ungkapan dari sikap berkuasa itu merupakan manifestasi dari
pandangan, bahwa manusia sebagaimana benda adalah obyek dan alat yang dapat
diperlakukan sekehendak pemimpin. Manusia sebagai obyek harus mewujudkan
kemauan pemimpin, sebagaimana robot atau komputer, yang harus selalu siap
menjalankan intruksi tanpa bertanya, membantah atau komentar. Pemimpin lupa bahwa
anggota organisasinya sebagai manusia memiliki potensi, keterampilan, minat dan
perhatian, kemauan, kehendak, perasaan, kemampuan berfikir, kebutuhan dan lain-lain
seperti dirinya, yang kuantitas dan kualitasnya satu dengan yang lain tidaklah sama.
Dari uraian-uraian di atas terlihat pula bahw pemimpin tidak menyadari bahwa
kedudukan atau posisinya itu, hanya ada karena adanya orang lain karena yang menjadi
anggota organisasinya. Pemimpin lupa bahwa dirinya sendiri tidak dapat berbuat banyak,
tanpa orang-orang yang dipimpinya. Pimpinan juga lupa bahwa keberhasilanya adalah
berkat kesediaan anggota organisasi bekerja , baik secara perseorangan maupun kerja
sama. Dengan kata lain pemimpin tidak mampu mengahrgai peran dan keikut sertaan
anggota, yang sebenarnya sangat mempengaruhi dan ikut menentukan keberhasilan atau
kegagalan kepemimpinannya. Pemimpin seharusnya menyadari bahwa wajar bagi
anggota organisasinya untuk berharap agar seluruh kegiatan pemimpin dilakukan untuk
kepentingan bersama dalam rangka mewujudkan eksistensi organisasinya.
Kepemimpinan otoriter seperti di uraikan diatas cendrung berdampak negatif
dalam kehidupan berorganisasi. Beberapa dampak negatif tersebut adalah sebagi berikut:
a. Anggota organisasi menjadi manusia penurut/pengekor, yang tidak mampu dan
tidak mau berinisiatif dan takut mengambil keputusan. Kepemimpinan otoriter
mematikan kreativitas, sehingga anggota organisasi tidak mampu dan tidak mau
menciptakan kerja. Anggota organisasi hanya bekerja setelah menerima perintah.
Kebiasaan menunggu perintah tidak menumbuhkan dan membina sifat
kepemimpinan para anggota organisasi. Anggota tidak mau dan tidak mampu
membuat keputusan untuk mengerjaklan sesuatu, dan memilih tidak berbuat
apabila tidak ada perintah pimpinan (atasan).
b. Kesediaan anggota organisasi bekerja keras, berdisiplin patuh didasari oleh
perasaan takut dan tertekan, sehingga suasana kerja terasa kaku dan
tegang.dalam kenyataannya sikap seperti tersebut diatas dalam bekerjacendrung
bersifat berpura-pura, karena hanya diperlihatkan dihadapan pemimpin. Apabila
tidak ada di tempat, disiplin dan kepatuhan di tinggalkan, sehingga suasana kerja
berubah seperti anak ayam kehilangan induk. Di samping itu bahkan sering
berkembang sikap melawan dan membangkang secara diam. Dengan kata lain
anggota organisasi sebagai bawahan hanya aktif dan giat bekerja karena
pengawasan keras, ketat, dan iringi ancaman sanksi/hukuman. Bawahan
menunggu saat-saat pengawasan lemah untuk kembali bekerja santai dan
bilamana tekanan terasa semakin berat akan timbul sikap /tindakan menantang
secara agresif. Sikap seperti itu pada dasarnya merupakan usaha mendapatkan
hak masing-masing, sekurang-kurangnya berupa perlakuan secara manusiwidari
pimpinan. Pada giliran berikutnya bahkan juga dimaksudkan untuk memperoleh
hak sesuai kedudukan di organisasinya. Dalam keadaan itu anggota organisasi
sulit untuk dikendalikan.
c. Organisasi menjadi statis, karena pimpinan tidak menyukai perubahan
perkembangan dan kemajuan yanng biasanya datang dari anggota organisasi
yang kreatif dan berfikif maju. Pimpinan tidak menyukai rapat-rapat atau
musyawarah yang bermaksud untuk memberikan memberikan kesempatan pada
anggota organisasi menyampaikan pendapat, saran-saran dan gagasan-
gagasannya, rapat-rapat di pandang tidak perlu karena hanya membuang-buang
waktu. Untuk menghemat waktu maka diputuskan sendiri oleh pimpinan,
sehingga tidak saja cepat dalam proses menetapkanya, tetapi juga agar
secep[atnya dapat dilaksanakan. Rapat hanya di laksanakan untuk
menyampaikan perintah/instruksi atau kehendak atasan, yang harus diketahui
segera oleh anggota organisasi sebagai bawahan. Pemimpin tidak menyenangi
aaperubahan, perkembangan, perbaikan dan kemajuan. Pemimpin lebih
menyenangi situasi rutin dan statis, sehingga tidak pernah ada usaha untuk
menghimpun pendapat, saran, gagasan dan lain-lain.
Dari firman Allah SWT itu jelas bahwa kepemimpinan demokrasi dapat di terima dalam
kepemimpinan Islam yang sangat mementingkan keterbukaan, melalui kesediaan
pemimpin mendengarkan dan memanfaatkansesuatu yang benar dan baik dari orang-
orang yang dipimpin. Keterbukaan itu mengandung makna bahwa seorang pemimpin
mungkin saja berbuat kekeliruan dan Allah SWT membenarkan orang-orang yang
dipimpin-Nya membantah, terutrama pemimpin mengajak berbuat sesuatu yang
bertentangan dengan perintah atau sebaliknya memperturutkan larangan-Nya. Untuk itu
berfirman Allah SWT di dalam surat An-Nissa’ ayat 63 yang mengatakan sebagai
berikut:
Artinya:
Mereka adalah orang-orang yang di ketahui rahasia hatinya sebab itu, bantahlah
mereka, ajarlah dan katakanlah kepada mereka kata yang berkesan ke dalam lubuk
jiwanya.
Dari uraian-uraian di atas berarti pegangan utama dan yang terpenting dalam
pertemuan gagasan, pendapat dan lain-lain antara pemimpin dan anggota organisasi
menurutajaran islam, harus di ukur dari kebenaran dan keadilan di dalam Al-Qur’an,
hadits dan fatwa-fatwa ulama mujatahid. Sehubungan dengan itu Allah SWT
memberikan gambaran bahwa dari Rasulullah SAW selalu dapat di peroleh petunjuk
dalam menetapkan keputusan dari berbagai pendapat, agar di temukan kebenaran dan ke
adilan yang diridhai Allah SWT. Pemberitahuan Allah SWT itu tersurat di dalam surat
An-Nissa’ ayat 65 yang mengatakan sebagai berikut:
Artinya:
Maka demi tuhan! Mereka pada hakekatnya belum beriman, sebelum meminta
keputusanmu dalam perkara-perkara perselisihan antar mereka. Kemudian mereka tidak
menaruh keberatan di dalam hatinya terhadap keputusanmu itu, dan mereka
meneerimasepenuhnya.
Artinya:
Hai orang-orang yang bberiman, jika kamu mengadakan perundingan rahasia,
janganlah kamu merundingkan hal-hal yang menyangkut dosa, permusuhan, dan
menantang Rasul, namun berundinglah mengenai kebijakan dan taqwa. Dan
bertaqwalah kepada Allah yang kamu akan di kembalikan kepada-Nya.
Dengan demikian semakin jelas bahwa musyawarah pun hendaklah di lakukan dalam
mencari dan menemukan kebenaran dan keadilan yang di ridhai Allah SWT.
Musyawarah hendaklah tidak di gunakan untuk berbuat keburukan dan dosa. Perintah
Allah SWT itu dijelas lagi di dalam sabda Rasulullah SAW yang mengatakan sebagai
berikut:
Artinya:
Terhadap orang-orang muslim hendaknya ia mau mendengarkan dan taat pada
pimpinan, baik ia suka maupun tidak suka. Kecuali jika pemimpin itu memerintahkan
sesuatu maksiat. Maka maksiat itu di perintahkan olehnya janganlah didengarkan dan
tidak perlu di taati.
Artinya:
Dan dia-lah yang menjadikan kamu pengusaha-pengusaha bumi, dia
meninggikan sebagian kamu dari sebagian yang lain beberapa tingkat. Karena dia
hendak mengujimu tentang apa yang di berikannya kepadamu. Sesungguhnya tuhan mu
cepat memberikan siksaan. Namun dia juga maha pengampun dan maha penyayang.
Pemimpin yang kepribadiannya dikagumi, di segani, dihormati dan bahkan di sanjung
oleh orang-orang yang di pimpinnya, tidak boleh menjadi sombong, angkuh dan berusaha
untuk di kultuskan. Sikap seperti itu tidak akan terjadi pada pemimpin yang sungguh-
sungguh beriman.
Artinya:
Sesungguhnya Allah memberikan sesat siapa yang di kehendaki-Nya...
tipe ini menunjukan gejala bahwa seorang pemimpin selalu bersedia melakukan
segala sesuatu untuk kepentingan orang banyak, khususnya anggota organisasinya.
Pemimpin selalu tampil sebagai pelopor, sedia berkorban, penuh pengabdian dan
kesungguhan dalam menyelesaikan masalah dan lain-lain. Oleh karena itu pemimpin
menjadi tumpuan harapan, karena mampu mengayomi anggota organisasinya. Pemimpin
juga selalu berada paling depan dalam melindungi, membela dan memperjuangkan
kepentingan anggota, baik secara perseorangan maupun keseluruhan. Pemimpin sebagai
orang terkemuka di dalam organisasinya dipatuhi dan di segani, karena selalu berpihak
pada yang benar, bermanfaat dan menguntungkan bagi orang-orang yang dipimpinnya.
Pemimpin dengan Tipe ini sebagai orang yang beriman dalam mengayomi,
melindungi, membela dan memperjuangkan kepentingan anggota organisasinya, selalu
menyadari bahwa kemampuannya terbatas dan tidak sempurna. Sadar pula bahwa yang
sempurna dalam mewujudkan usaha-usaha itu hanyalah Allah SWT. Oleh karena itulah
usahanya selalu berpiuhak pada yang benar, sesuai dengan firman Allah SWT. Firman itu
tersurat dalam Kitab Suci Al-Qur’an surat An-Nisaa’ ayat 105dan 107 sebagai berikut:
Artinya:
Dan janganlah engkau menjadi penantang orang-orang yang jujur karena
hendak membela orang-orang yang khitmat.
Janganlah kamu berdebat untuk membela orang-orang yang mengkhianati
dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang khianat dan
bergelimang dosa.
Artinya:
Wah beginilah kalian! kalian yang telah berdebat untuk membela mereka dalam
kehidupan dunia. Maka siapakah yang akan mendebat Allah untuk membela mereka di
hari kiamat? Atau siapakah yang akan melindungi mereka dari siksaan Allah?
Pemimpin pengayom yang beriman akan bertanggung jawab atas aktifitas
kepemimpinannya di dunia pada sesama manusia dan di akhirat pada Allah SWT. Para
pemimpin itu mungkin berpredikat Presiden, Mentri, Gubernur, Bupati/Wali kota, Camat,
Kepala Adat, Kepala Desa, Rektor, Dekan dan lain-lain. Di antaranya ada yang dipilih
dan di angkat rakyat, sedang yang lain diangkat oleh sesuatu kekuasaan yang memiliki
kewenangan untuk itu. Dalam predikat apa punjuga pemimpin tersebut perilakunya
sebagai pengayom, selalu diwujudkan berupa kegiatan melindungi dan membela
kepentingan orang-orang yang dipimpinnya. Wujud kepemimpinannya menunjukan
kecenderungan berpaduan tipe otoriter dan tipe demokratis. Sedang bagi pemimpin yang
beriman berpaduan itu akan dilakukannya sesuai dengan petunjuk dan tuntunan Allah
SWT.
Berprestasi karena memiliki keahlian dalam kepemimpinan merupakan hasil kerja yang
harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Oleh karena itu tidak ada pilihan
lain selain berusaha mewujudkan hasil kerja yang memberikan manfaat bagi orang
banyak, khususnya bagi orang-orang yang dipimpin, sesuai dengan petunjuk dan
tuntunan Allah SWT.
e. Tipe Kepemimpinen Organisatoris dan Administrator
tipe ini di wujudkan berupa kemampuan menngelola dan membina kerjasama
yang efektif membina kerjasama yang efektif dalam bekerja atau melaksanakan kegiatan,
yang terarah pada tujuan yang jelas. Pemimpin menyenangi hubungan kerja yang
harmonis dengan orang-orang yang dipimpinnya. Di samping itu menyukai pula
mewujudkan hubungan kerja yang efektif di antara sesama anggota organisasinya.
Pemimpin tipe ini bejerja secara berencana, sistematis dan tertib, dengan
memanfaatkan berbagai masukan dari orang lain dari dalam dan luar organisasinya. Tipe
kepmimmpinan inibanyak di temui di lingkungan organisasi formal dan nonformal,
seperti di instansi pemerintahan, perusahaan, kepramukaan, organisasi kepemudaan, olah
raga dan lain-lain. Misalnya dilingkungan perusahaan (bisnis), yang bertujuan mencari
keuntungan secara finansial. Untuk itu pemimpin yang disebut manager harus bekerja
berencana dan terarah.
Pemimpin mengetahuio secara tepat posisi dan peranannya di dalam
organisasinya, dan selalu mampu mewujudkan kegiatan sesuai deengan posisinya itu.
Sehubungan dengan itu berfirman Allah SWT di dalam surst Al-An’aam ayat 132
sebagai berikut;
Artinya:
Dan untuk masing-masing orang ada tingkat-tingkat martabat yang seimbang
dengan perbuatannya. Dan tuhanmu tidak lengah dari apa-apa yang mereka kerjakan.
Firman Allah SWT tersebut memperingatkan juga pada para pemimpin, agar
selalu melakukan kegiatan/perbuatan yang di sukainya sesuai dengan statusnya itu.
Kegiatan/ perbuatan itu di lakukannya karena kesadarannya bahwa dirinya merupakan
pelaksana kehendak Allah SWT yang mengatur seluruh jagat raya, termasuk urusan
kehidupan manusia. Berfirman Allah SWT di dalam surat yunus ayat 31 yang
mengatakan sebagai berikut:
Artinya:
Dansiapa pulakah segala urusan ? tentu mereka akan menjawab: “Allah.”
Karena tanyakanlah. “ kalau begitu mengapa kamu tidak bertaqwa padanya.”
Untuk itulah di dalam kepemimpinan tipe ini bagi pemimpin yang beriman
terlihat kegandrungan melaksanakan perbuatan mengajak anggota organisasinya
melakukan amal kebaikan secara berkesinambungan. Pemimpin dengan tipe
kepemimpinan ini sebagaimana dikatakan terdahulu, selalu dikatakan terdahulu, selalu di
lakukan secara berencana dan terarah. Berfirman Allah SWT didalam surat Ash- shaffaat
ayat 61 senbagai berikut:
Artinya:
Untuk mencapai keberuntungan yang serupa itu, hendaklah beramal dan berusaha
berkepanjangan.
Peringatan Allah SWT itu bermakna pula agar para ulama dan umara’ (termasuk
para amir) sebagai orang-orang beriman dalam memimpin umat Islam tidak menjadi
pemimpin agiator . justru sebaliknya harus mampu menyelesaikan perselisihan antar
umat, dengan terus-menerus berpegang pada petunjuk dan tuntunan Allah SWT.
Sehubungan dengan itu berfirman Allah SWT di dalam surat Asy-Syura ayat 10 sebagai
berikut:
Artinya;
Dan segala yang kamu perselisihkan, makaserahkan keputusan hukumnya kepada
Allah. Itulah Allah Tuhanmu. Kepad-Nya-lah aku bertawakal dan kepada-Nya-lah aku
kembali.
Dalam kenyataan di dunia ini pemimpin agiaotor selalu ada ,meskipun menurut
ajaran islam kepemimpinannnya itu selalu membuat sifat keonaran, sebagai perbuatan
yang tidak di sukai Allah SWT. Perbuatan seperti itu di kategorikan sebagai perbuatan
yang sesat, karena dengan agitasi selalu memecah belah umat, yang seharusnya hidup
dalam kebersamaan dan saling nasehat-menasehati dalam kesabaran dan bertolong-
tolongandalam berbuat amal kebaikan. Untuk itu berfirman Allah SWT di dalam surat
Asy-Syura ayat 14 sebagai nberikut:
Artinya:
Mereka tidak berpecah belah kecuali setelah mengetahui bahwa berpecah belah
itu sesat, namun di kerjakannya juga, semata-mata karena kedengkian antara
sesamanya.
BUKU SOSIOLOGI untuk masyarakat indonesia (hassan shadily)
Hidup berteman
Apakah gerangan yang menyebabkan umumnya manusia itu lebih hidup
berteman?beberapa ahli sosiologi telah mengadakan penyelidikan dan antara lain mereka
berpendapat, bahwa hidup berteman adalah oleh karena:
a. Naluru, ialah kehendak untuk menggerakan setiap manusia dan hewan lainnya
terlepas dari perhitungan akal. Kehendak itu timbul dengan sendirinya
teristimewa dalam waktu bahaya dan manusia mencari keselamatan badan. Antara
lain kita mengenal : naluri melarikan diri, mengusir (menjauhkan sesuatu dari
dirinya sendiri), ingin mengetahui, ingin berkelahi, membela atau
mempertahankan diri, keinginan beranak, kendak bersatu, keinginan memiliki,
kehendak membangun, dan sebagainya.
b. Karena perasaan badan: panas, dingin, lapar dan sebagainya yang akan membawa
manusia kepada golongan manusia dimana api, makanan dan sebagainya mudah
terdapat.
c. Karena perhitungan untuk mencapai sesuatu keuntungan, biasanya dalam
perekonomian bagi manusia yang telah maju cara hidupnya, atau fasilitas
berolahraga dalam perkumpulan sport; kekuasaan dan kedudukanmelalui
perkumpulan politik dsb.
Akhirnya di kemukakan oleh bandura dan walters bahwa teori proses penngganti
ini dapat pula menerangkan gejala timbulnya emosi pada peniru yang sama dengan emosi
yang ada pada model. Misalnya : seseorng melihat film yang memperlihatkan suatu
operasi. Pasien yang di operasi dalam film itu (model) digambarkan meringiskesakitan.
Maka penonton pun bisa ikut meringis kesakitan.
BUKU THEORIES of LEARNING
Winfred F. Hill
DIANTARA para penerus behavioris, salah seorang yang tetap mendekati pendirian asli
Watson adalah Edwin R. Guthrie (1886-1959). Sejak tahun 1914 sampai pensiun pada
1956, Guthrie adalah seorang pengajar di Universitas di Wasington. Ia tidak pernah
belajar kepada Watson, dan pendidikan pasca sarjananya pun di bidang filsafat bukan
psikologi. Meski begitu interprestasinya mengenai pembelajaran akan terlihat mirip
sekali dengan interprestasi Warson seandainya saja ia memiliki kesempatan satu
dasawarsa lagi untuk mengerjakan topik tersebut. Karya klasiknya The Psychology of
learning, terbit pada 1935 dan direvisi pada 1952, dan statement teoretisnya yang terakhir
terbit pada 1959. dengan demikian, meski karir mengajarnya di Universitas di mulai
hanya 10 tahun setelah watson, guthrie tergolong generasi yang lebih muda secara
intelektual. Ia tidak termasuk kalangan perintis teori pembelajaran Amerika melainkan
termasuk generasi yang muncul sesudahnya dan menjadi penerus ide para perintis
tersebut.
Diantara teori-teori pembelajaran, teori guthrie termasuk teori yang paling mudah
dibaca namun paling sulit didiskusikan. Teorinya mudah di baca karena ia menulis
dengan gaya informal menyampakan butir-butir pikirannyadengan aekdot gamblang
bukan dengan istilah-istilah teknis atau persamaan matematis.teorinya sulit untuk
didiskusikan karena pemaparanya yang sederhana mengandung benih-benih teori
pembelajaran deduktif yang amat teknis. Membaca Guthrie sama seperti membaca
sebuah novel menarik yanng berisi kisah perlambangan mendalam. Ini berarti bisa di
baca pada level yang mudah atau yang sulit. Di tengah-tengah sistemnya ada satu prinsip
dasar pembelajaran. Jika di interprestasi secara longgar, prinsip ini merupakan sumber
interprestasi yang menarik dan sumber bimbingan yang bernilai untuk mengelola situasi-
situasi pembelajaran. Jika di interprestasi secara ketat, prinsip tersebut merupakan
landasan bagi teori yang berbobot. Dilihat sekilas teorinya sangat sederhananamun bila di
selidiki lebih teliti ternyata kompleks sekali. Teorinya tampil sebagai tantanganbagi para
pengkaji masalah pembelajaran. Benarkah Guthrie mampu merangkum segenap segi
pembelajaran dalam satu statemen kunci?