Anda di halaman 1dari 69

KEPRIBADIAN PEMIMPIN

Jamridafrizal

Kepemimpinan yang berlangsung dalam interaksi manusiawi,terkaitlangsung


dengan masalah penyesuaian keptribadian antara pemimpin dengan orang yang
dipimpinnya atau sebaliknya. Penyesuaian itu di perlukan karena tidak ada dua manusia
yang memiliki kepribadian yang sama. Dengan dremikian didalam sebuah berkumpul
jumlah kepribadian sebannyak manusia yang menjadi anggotanya.
Kepribadian seseorang pada dasarnya bersifat subyektif, karena berisi tentang
konsep diri yang berpengaruh pada sikap dan tingkah laku yang di tampilkanya. Sedang
kepribadian yang dimaksud dalam kepemimpinan adalah sikap dan prilaku yang terllihat
oleh orang lain di luardirinya. Sikap dan prilaku yang ditmpilkn berulang-ulang yang
dikategorikan sama oleh banyak orang dari seseorang, dipandang sebagai kepribadian
yang bersifat objektif atau yang sebenarnya dari orang tersebut. Sikap dan prilaku itu
memberi gambaranmengenai sifat-sifat khas, watak, kemampuan dan keterampilan yang
dimiliki, minat dan perhatian, hobi, kebiasaan dan lain-lain sebagai isi kepribadian
seseorang. Dari sudut ajaran islam perilaku itu menggambarkan jugatingkat atau kualitas
keimanan seseorang pada Allah SWT. Justru iman merupakan isi yang utama dalam
kepribadian, karena berfunngsi sebagai pengendali sikap dan prilaku yang didasari oleh
berbagai unsur kepribadian tersebut diatas. Sehubungan dengan itu berfirman Allah SWT
di dalam surat Al-Ankabut ayat 7 sebagai berikut:
Artinya:
Dan orang-orang yang beriman serta mengerjakan amal kebajikan, akan kami
hapuskan dosa-dosa mereka, dan benar-benar akan kami balas amal kebajikan mereka
dengan ganjaran yang lebih baik dari yang lebih baik dari yang mereka kerjakan dahulu.

Pemimpin adalah seorang manusia, yang memiliki kepribadian, yang tercermin di


dalam sikap dan perilkaunya melaksanakan kepemimpinan. Pemimpin yang didalam
kepribadiannya terdapat unsure keimanan yang tinggi pada Allah SWT, sebagaimana
firman diatas akan selalu bersikap dan berprilaku untuk berbuat amal kebajikan.
Pemimpin dengan kepribadian sep[erti itu merupakan orang yang berada dalam ridho
Allah SWT, yang akan menerima ganjaran lebih baik dari segala sesuatu yang pernah
dikerjakanya dalam memimpin. Untuk itu berfirman pula Allah SWT di dalam surat Al-
Baqaroh ayat 195 yang mengatakan sebagai berikut:

Artinya:
Dan belanjakanlah harta bendamu di jalan Allah dan janganlah kamu
menjerumuskan dirimu sendiri kedalam kebinasaan. Dan berbuat baiklah sesungguhnnya
Allah mengasihi orang-orang yang berbuat kebaikan.

Kemudian di dalam surat Al-Baqarah ayat 197 berfirman pula Allah SWT yang
semakin memperjelas pentingnya iman dalam kepribadian pemimpin, karena merupakan
pengendali sikap dan perilakunya. Firman tersebut mengatakan sebagai berikut:
Artinya:
Dan perbuatan kebajikan apa pun yang kamu perbuat, pasti diketahui Allah. Dan
lengkapilah peerbekalan! Perbekalan yang terbaik ialah: taqwa. Dan patuhlah kepadaku
hai orang-orang yang berfikir.
Kepribadian manusia termasuk yang menjadi pemimpin, cendrung yang bersifat
permanen(tetap), sulit berubahdan kompleks (unik), sehinngga sikap dan prilakunnya
sulit diduga atau diramalkan. Akan tetapi dengan kemauan daan usaha yang keras
pengembangan kearah kepribadian yang baik dan positif selalu dapat dilakukan. Dengan
demikian berarti seseorang dapat berusaha menyesuaikan kepribadianya dengan
kepribadian orang lain. Usaha itu dapat dilakukan oleh setiap pemimpin yang bertaqwa
dengan hanya mengembangkan kepribadianya dan menyesuaikan dengan kepribadian
anggota organisasiny, sesuai dengan petunjuk dan tuntunan Allah SWT. pemimpin yang
memiliki kepribadian seperti itu secara pasti hanya akan berbuat amal kebajikan, yang
memberi manfaat bagi umat (anggota organisasinya) yang dipimpinya dan masyarakat
pada umumnya.
Uraian-uraian diatas menunjukan bahwa pola kepribadian seorang pemimpin yang
efektif harus relevan dengan seluruh atau sebagian besar dari sifat-sifat di dalam
kepribadian anggota organisasinya. Relevansi itu merupakan syarat yang harus dipenuhi
dalam usahanya mempenngaruhianggota organisasinya, agar berbuat sesuatu yang terarah
pada tujuan bersama. Dalam ajaran islam berati mampu mempengaruhi anggota
organisasinya agar berbuat amal kebajikan, baik secara perseorangan maupun melalui
kerjasama yang efektif. Dengan kata lain penyesuaian kepribadian antara pemimpin dan
anggota organisasi, akan berlangsung efektif bilamana kedua belah pihak mendasarinya
dengan keimanan yang tinggim pada Allah SWT .
Dari sisi lain ternyata juga bahwa kepribadian dengan sifat-sifat dasar yang
dimiliki pemimpin, hanya akan terwujud menjadi perilaku kepemimpinan yang efektif,
apabila di dorong oleh motivasi mencari ridha Allah SWT yang kuat, maka akan
menghasilkan perilaku kepemimpinan yang berisi perbuatan amal kebajikan. Motivasi
yang terkuat dalam kepemimpinan menurut ajaran islam, tidak ada yang lain selain untuk
memperoleh ridha Allah SWT, yang hanya dimiliki oleh pemimpin yang didalam
kepribadianya dimiliki unsur berupa ketaqaan pada Allah SWT. Untuk itu uraian berikut
akan difokuskan mengenai hubungan antara kepribadian dan motivasi dalam
kepemimpinan.

A. HUBUNGAN KEPRIBADIAN PEMIMPIN DENGAN MOTIVASI

Manusia diciptakan Allah SWT dalam kesatuan tubuh dan jiwa, yang tidak dapat
dipisahkan. Manusia memiliki kepribadian di dalam kesatuan tersebut. Di luar kesatuan
itu tidak ada kepribadian, karena tubuh tanpa jiwa berarti mayat( jenazah) dan jiwa tanpa
tubuh berarti roh. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kepribadian adalah corak
kejiwaan (psikis), yang dipengaruhi oleh kondisi tubuh (fisik).
Tubuh atau jasmani bersifat material (fisik), sedangkan jiwa(roh) bersifat non
material(psikis), tubuh sejak di dalam kandungan seoarang ibu, lahir dan sampai pada
saat kematian, terus tumbuh dan berkembang. Prosesnya sangat pesat pada usia mudadan
setelah menjadi dewasa tidak akan menunjukan lagi pertembahan besar dan tinnggi.
Pertumbuhan/perkembangan fisik hanya akan memperbaikidan menganti (sangat
terbatas) bagian yang rusak atau aus. Sedang jiwa/roh ( psikis) juga tumbuh dan
berkembang, yang terlihat dari sikap dan prilaku yang semakin matang, walaupun pada
batas tertentu akan menunjukan gejala menurun lagi seiring dengan proses penuaan.
Manusia hanya berfungsi sebagai manusia dalam kesatuan tubuh dan jiwa. Antara
kedua substansi itu saoling tergantung satu dengan yang lainnya. Jika antara dua
substransi itu berpisah yang di sebut sebagai kematian, maka bukanlah manusia lagi. Jika
yang meninggalkan tubuh disebut ruh yang tidak mungkin berfungsi sebagai manusia.
Sebaliknta tubuh (jasad) yang ditinggalkan disebut mayat atau jenazah, yang juga tidak
dapat menjalankanfungsi sebagai manusia. Oleh karena itrulah dikatakan manusia hanya
menjadi manusia dalam kesatuan tubh dan jiwa.
Kesatuan tubuh dan jiwa menghasilkan dan berlangsung sebagai kehidupaan. Selama
proses kehidupan itu berlangsung, baik tubuh (fisik) maupun jiw (psikis) tidak dapat
lepas dari berbagai kebutuhan (need). Tubuh membutuhkan udara yang segar dan
mengandung zat asam, makanan, minuman, sinar matahari, sandang (pakaian) dan lain-
laian. Begitu pula jiwa membutuhkan rasa aman, bebas dari rasa sakit, diterima/dihargai
secara manusiawi dan lain-lain.
Orang-orang yang beriman menyadari sepenuhnya bahwa terpenuhinya semua kebutuhan
itu merupakan nikmat, karunia dan rahmat Allah SWT. Sangat banyak firman Allah SWT
tentang kemurahan-Nya dalam memenuhi kebutuhan manusia, seperti menciptakan
matahari, menurunkan hujuan, menumbuhkan pepeohomnan yang menghasilkan berbagai
jenis buah untuk dimakan danmembersihkan udara, memberikan ketenangan dan
ketentraman dengan mwnghasilkan rasa takut, menciptakan perasaan cinta dan kasih
sayang dan lain-lain. Untuk itu itu diketengahkan satu saja firman Sllah swt sebagai satu
kesimpulan dari seluruh kemurahan-Nya memenuhi fisik dan psikis manusia. Firman itu
tersirat didala, Al-Qur’an Asy-syura ayat 36 sebagai berikut :

Artinya :
Maka sesuatu apapun yang diberiikan allah kepada mu itu, hanyalah sedikit
kesenangan hidup aja di dunia ini. Namun apa yang ada di sisi allah jauh lebih baik dan
lebih kekal bagi mereka yang beriman dan bagi mereka yang mempercayakan dirinya
kepada tuhannya.

Kesenangan hidup didunia yang dimaksud allah swt. Sedikit itu adalah
terpenuhinya kebutuhan hidup manusia, meskipun mungkin diantaranya ada yang terlihat
berlebih-lebihan. Kesenangan itu mwskipun harta kekayaan yang berlompah ruah atau
menduduki posisi yang di elu-elukan sesame manuia, sesungguhnya masih sangat sedikit
dibandingkan dennngan kesenangan yang akan diterima oreang-oreang yang beriman di
alam akhirat kelak. Namun firman tersbut juga merupakan penegasan bahwa manusia
memang diciptakan-Nya sebagai makhluk yang memiliki berbagai kebutuhan.
Kepemimpinan akan berlangsung efektif apabila dilaksakan dengan memperhatikan dan
ikut mengusahakan agar kebutuhan orang-orang yang dipimpin dapat dipenuhi. Dengan
terpenuhinya kebutuhan itu, manusia akandapat hidup layak secara manusiawi yang
mmemungkinkannya melakukan berbagai aktivitas dilingkungan organisasinya secara
intensif. Pada dasarnya para pemimpin hanya berusaha, karena yang memenuhi
kebutuhan manuisa itu sebenarnya tidak ada yang lain selain allah swt.
Untuk itu setiap pemimpin perlu mengetahui semua jeniskebutuhan manusia dalam
menjalakan dan menjalani hidup dan kehidupannya. Unuk ityu kwbutuhan manusia dapat
dirinci jenisnya sebagai berikut :
1.kebutuhan fisik (jasmaniah)
Kebutuhan ioniterdiri dari:
a. Kebutuhan makan dan minum(berupa rasa haus dan lapar) yang dipergunakan
untuk tumbuh dan berkembang, disamping memelihara stabilitas kesehatan tubuh.
b. Kebutuhan sandang dan papan (peraumahan dan pakaian) untuk perllindungan
dan kesehatan.
c. Kebutuhan seks(sex), untuk meneruskan keturunan.
d. Kebutuhan akan udara dan istirahat yang cukup, untuk mempertahankan.
kehidupan, memulihkan kondisi tubuh dari keletihan dan menenangkan psikis.
e. Kebutuhan melalukan gerak (aktivitas)berupa bekerja dan bermain,termasuk
berolah raga, berorganisasi dan berbagai kegiatan mengisi wakru sengang untuk
memberi makna pada kehidupan masing- masing.

2. kebutuhan psikologis( Rohaniah) terdiri dari:


a. Kebutuhan akan rasa aman dan bebas dari rasa takut.
b. Kebutuhan pada kepastian dan jaminan masa depan.
c. Kebutuhan sosial berupa perasaan diakui, diterima, dihormati dan dihargai
keberadaan dalam kehidupan bersama(pergaulan)

3.kebutuhan spiritual.
Kebutuhan ini berbentuk peerasaan mendapatkan perlindungan dari yang Maha
Kuat, Maha Kuasa dan Maha Penyayang. Orang-orang yang tidak mendapat petunjuk,
dengan kebodohan tetapi juga kesombonganya dalam memenuhi kebutuhan ini memilih
matahari,api, pohon, gunung, patunng, kuburan,dewa dan lain-lain menjadi
pelindungnya. Ada juga orang-orang yang semula telah menjadai petunjuk, kemudian
dirperdaya setan dan kembali kufur, mencari pelindung yang disesatkan setan kebutuhan
ini dipenuhinya dengan berlindung pada Tuhan dan Anak Tuhan dan berusaha
mengkongkretkanya dalam bentuk Anak Tuhan yang terikat pada kayu salib. Di samping
itu ada pula yang mempertuhankan dirinnya sendiri, dengan hanya yakin dan percaya
pada akalnya dan menyatakan bahwa tuhan tidak ada,pertanda kesombongan yang sudah
diluar batas. Orang-orang itu mengira satu-satunya kekuatan untuk menguasai alam
semesta adalah akalnya atau dirinya sendiri.
Berbeda keadaanya dengan orang-orang yang mendapat petunjuk, yang dalam
memenuhi kebutuhan ini dihatinya memperoleh nikmat iman dan ketaqwaan, sehingga
hanya mencari perlindungan Allah SWT. Orang-orang yang beriman itu selain mendapat
limpahan, tetapi juga terus berusaha mencari, menjangkau dan meraih hidayah Allah
SWT secara aktif. Untuk itu seluruh aktivitasnya dalam memenuhi kebutuhan ini dan
kebutuhan–kebutuhan lainnya, sebagai makhluk hidup yang berpredikat manusia, yterus-
menerus dilakukanya dengan mengikuti dengan mengikuti petunjuk dan tuntunan Allah
SWT. Kebutuhan spiritual ini dengan tegas diperoleh orang-orang yang beriman
sebagaimana difirmankan Allah SWT di dalam surat An-Naas(manusia) ayat 1s/d 6
sebagai berikut:
Artinya:
Ucapkanlah: “Aku berlindung kepada tuhan yang melimpah rahmat pada manusia.
Yang menguasai dan mengatur manusia.
Senbahan manusia.
Dari kejahatan bisikan yang diulur tarik.
Yang membisikan kejahatan kedalam hati manusia, yaitu dari setan dalam bentuk jin
atau berbentuk manusia.“

Kebutuhan itu semakin terpenuhi karena ketegasan Allah SWT di dalam firmannya surat
An- Nisaa’ ayat 45 sebagai berikut:
Artinya:
Dan cukuplah Allah menjadi pelindung dan cukuplah allah menjadi penolongmu.

Ketegasan Allah SWT dalam firman tersebut diatas, semakin menyakinkan orang-
orang beriman akan terpenuhi kebutuhan spritualnya, karena tidak ada lagi pelindung
yang lebih baik, selain hannyalah Allah SWT. Demikianlah yang di tegaskan Allah SWT
didalam firma-Nya surat Al- Hajj ayat 78 yang menyatakan bahwa:

Artinya:
Dia (Allah SWT ) adalah Perlindunganmu, bahkan Perlindunganyang Terbaik, serta
Penolong Yang Terbaik pula.

Janji Allah SWT untuk memenuhi kebutuhan spiritual bagi orang-orang yang hanya
berlindung kepada-Nya di dalam surat Ali Imron ayat 160 difirmankan bahwa:

Artinya:
Jika Allah menolongmu, pasti tidak ada orang yang dapat mengalahkanmu, namun bila
tuhan membiarkanmu, maka siapa lagi yang dapat menolongmu setelah itu? Hanya
kepada Allah sajalah orang-orang beriman bertaqwa.

Semua manusia dimuka bumi ini memiliki ketiga jenis kebutuhan, sebagaimana
disebutkan diatas, hanya saja ada yang dapat memenuhi sesuai dengan petunjukdan
tuntutan Allah SWT, dan ada pula yang menyimpang atau bertentangan dengan jalan-Nya
yang lurus. Aktiviyas dalam kehidupan yang dilakukan manusia seluruhnya tertuju pada
pemenuhan kebutuhan (need) masing-masing, agar dapt hidupsecara manusiawi.
Sehubungn dengan itu perlu di sadari bahwa tidur sekalipun merupakan kegiatan untuk
memenuhi kebutuhan, meskipun banyak orang yang mengkategorikan sebagai kegiatan
yang sia-sia terutama jika sudah berlebih-lebihan.
Kegiatan manusia yang dilakukan secara sadar untuk memenuhi kebutuhannya,
pada dasarnya di dorog oleh kehendak, keinginan , kemauan tertentu yang disebut
motivasi. Dengan kata lain setiap perbuatan yang dilakukan secara sadar , selalu
didorong oleh motif tertentu dan tertuju pada pemenuhan kebutuhan tertentu pula. Sedang
motivasi berarti usaha menciptakan kondisi yang dapat mendorong seseorang melakukan
sesuau.
Kegiatan kepemimpinan yang tidak dapat lepas dari motivasi sebagai
pendorong,juga selalu tertuju pada pemenuhan kebutuhan tertentu demikian pula
dilingkungan orang-orang yang dipimpin dalam melakukan kegiatan pasti di dorong
motivasi tertentu dan tertuju pada pemenuhan kebutuhan masing-masing. Misalnya
seorang pemimpin didorong oleh motivasi kekuasaan, maka ditampilkanya perilaku
kepemimpinan otoriter seperti membuat keputusan sendiri, senang memerintah dan
menghukum dan lain-lain. Dengan demikian kebutuhanya berupa penghargaan, takut,
patuh, mengekor dan lain-lain dari anggotanya menimbulkan rasa puas.
Dari uraian-uaraian diatas berartijuga kepemimpinan harus dijalankan dengan
memberikan motivasi agar anggota organisasi berbuat sesuatu, yang dapat pula
memenuhi kebutuhanya. Apabila motivasi untuk berbuat sesuatu sama antara pemimpin
dan anggota organisasinya, berati telah tebuka peluang untuk mewujudkan kegiatan kerja
sama yang efektif . untuk itu setiap pemimpin perlu mengetahui fungsi motivasi, agar
dapat memanfaatkan dalam menggerakan anggota organisasi untuk berbuat sesuatu yang
terarah pada tujuannya. Fungsi motivasidalam kepemimpinan dimaksud dalam
hubungannya dengan kepribadian adalah:
1. motivasi merupakan motor penggerak atau sebagai energi yang menggerakan. Sedang
kepribadian merupakan pengatur arah dan penentu kualiltas dan kuantitas kegiatan yang
dilakukan. Misalnya kebutuhan untuk memperoleh ridha Allah SWT menimbulkan
motivasi berbuat amal kebaikan, yang diwujudkan menjadi tingkah laku/ kegiatan
melakukan daqwah, yang memberi kepuasan batin sebagai wujud dari terpenuhinya
kebutuhan tersebut di atas. Sedangkan kepribadian yang berisi minat dan perhatian, luas
sempitnya pengetahuan dan pengalman, sifat-sifat seperti kemampuan berbicara, senang
humor, terbuka( ekstroverts) atau tertutup (instroverts) dan lain-lain berpengaruh pada
intensif tidaknya (kuantitas), bermutu tidaknya (kulitas), dan menarik tidaknya daqwah
yang di sampaikan.

2. motivasi merupakan penentu tujuan yang dilakukan. Sedang kepribadian menjadi


pembatas atau pengatur keseimbangan antara tujuan dan kebutuhan serta jenis
kegiatanya. Misalnnya motivasi merupakan kehidupan yang aman, selamat dan damai
dalam ridha Allah SWT, akan mengarahkan perbuatan/tingkah laku pada tujuan sejahtera
dan bahagia material dan spiritual serta memperoleh syuilaksanakan kerga di akhirat
kelak. Untuk itu akan dilaksanakan kegiatan mencari rezeki/penghasilan sesar-besarnya,
namun kepribadian akan membatasi dengan hanya bekerja sesuai dengan cara-cara yang
halal dan tidak dimurkai Allah SWT. Kegiatan bekerja seperti itu akan berlangsung
apabila di dalam kepribadian terintegrasi iman yang tinggi pada Allah SWT. Kepribadian
juga akan menjadi pembatas, dengan tidak melakukan mencari rezeki/ penghasilan
melalui cara-cara yang tidak halal dan dimurkai Allah SWT. Dengan demikian
terwujudlah keseimbangan antara motivasi, kebutuhan, dan tujuan serta jenis kegiatanya.

3.motivasi merupakan penyaring/penyeleksi jenis kegiatan yang akan dilakukan.sedang


kepribadian menjadi penguat untuk melakukan kegiatan yang terpilih, agar
perlaksanaanya menjadi intensif bagi pemenuhan kebutuhan. Misalnya pada saat yang
sama seorang pemimpin harus memilih salah satu dari tiga jenis kegiatan.motivasi yang
mendorong kegiatan-kegiatan berbeda satu dengan yang lain untuk itu pemimpin harus
berusaha memperkuat salah satu motif, dengan memperhatikan aspek-aspek
kepribadiannya yang akan menunjang keberhasilan yang dipilih itu. Dengan kata lain
motif yang diperkuat harus sesuai dengan apek-aspek kepribadian yang dimiliki, agagr
kegiatanya dapat dilaksanakan secara intensif, baik secara kuantitaf maupun kualitatif
dan dapatmemenuhi kebutuhan. Sebaliknya jika motivasi yang diperkuat tidak
mempertiombangkan aspek-aspek kepribadian yang dimiliki maka kegiatan yang
dilakukan menjadi tidak intensif, gagal dan tidak akan memenuhi kebutuhan. Dengan
demikian jelas bahawa motiviasi yang diperkkuaat akan menghasilkan tindakan sedang
motivasi lainya melemah dan tidak di wujudkan menjadi tindakan. Bagi ppemimpin yang
beriman yang harus diperkuat bila mana harus memilih diantara beberapa motivasi, harus
yang akan menghasilkan tindakan/ perbuatan yang dapat mendekatkan dirinya pada ridha
Allah SWT. Dalam memilih motivasi dan tindakan guna memenuhhi kebutuhan, bagi
orang-orang yang kepribadiannya memiliki iman, menyadari bahwa yang dipilihnya akan
berakibat baik atau buruk adalah tanggung jawabnya sendiri. Untuk itu Allah SWT
berfirman di dalam Ar- Rum ayat 44 bahwa:

Artinya:
Barang siapa yang kafir, di sendirilah yan g menanggung akibat kekafiranya: dan
barang siapa yang berbuat kebajikan, berarti dia telah mempersiapkan tempat yang,
menyenangkan untuk dirinya.

Sejalan dengan firman itu Allah SWT mempertegas lagi petunjuk-Nya di dalam surat
Al-muddatstsir ayat 37 dan 38 yang menyatakan bahwa:

Artinya:
Yterhadap siapa diantaramu yang mau menerima perinngatan itu atau yang menolaknya.
Tiap-tiap dirimu berikut usahanya ( perbuatanya) terkadai disisi tuhan.

Sehubungan dengan uraian-uraian tersebut diatas, dalam kepemimpinaan letak


persoalanya tidak sekedar menyentuh kepribadian, kebutuhan dan motivasi, tetapi yang
penting adalah perwujudannya menjadi tingkahlaku/kegiatan. Kegiatan/tingkahlakku
yang bersifat kongkretdan dapat diamati dengan segala macam kemungkinan akibatnya
itu, dalam kepemimpinan tidak saja berasal dari pimpinan dari tetap[i juga dari anggota
organisasi oleh karena anggota organisasi selalu lebih dari dua orang maka
kegiatan/tingkahlaku yang dapat timbul kemungkinannya adalah sama jumlahnya dengan
seluruh anggota organisasi untuk itulah diperlukan kepemimpinan yang mampu
mempersatukan kegiatan/perilaku tersebut, agar selalu terarah pada pencapaian tujuan
organisasi. Pemimpin harus mampu memberikan motivasi yang mungkkin berbeda-beda
tetapi akan menjadi pendorong bagi terwujudnya kegiatan/ tingkahlaku yang sama
sehubungan dengan itu para pemimpin perlu mengetahui dua jennis motivasi yang
menyebabkan anggota organisasinya melakukan kegiatan/tindakan. Kedua jenis motivasi
itu adalah:

1. motivasi intrinsik
Motivasi ini adalah kondisi yang mendorong dilakukanya suatu kegiatan/tindakan
berasal dari dalam perbuatan/tindakan itu sediri. Kondisi itu di dalam diri orang yang
berbuat berbentuk kesadaran mengenai arti dan manfaat suatu perbuatan/ tindakan, baik
bagi dirinya sendiri maupun orang lain dan masyarakat luas. Pendorongnya tidak lebih
dari pada kehendak atau keinginan agar perbuatan/tindakan itu dilakukan, lain tidak ada.
Di linkkungan umat islam berbentuk movitasi pengabdian motivasi berbuat amal dan
kebaikan, yang bilamana disebut secara umum tidak adalain adalah mencari ridha Allah
SWT. Motivasi intrinsik itu bilamana dimiliki pemimpin, perlu di kembangkan/ditularkan
pada anggota organisasinya. Motivasi intrinsik itu bagi orang-orang yang beriman
termasuk para pemimpin, berpadu dengan kepribadian, kebutuhan dan tujuan perbuatan.
Perpaduan itu mengakkibatkan yang satu sulit dibedakan dari yang lain, dan menjadi satu
kesatuan yang disebut iman atau ketaqwaan pada Allah SWT, dengan menyadari firman-
Nya bahwa :“ tidak kuciptakan jin dan manusia, melainkan hanyalah untuk menyembah-
Ku.“
Contoh yang bersifat umum terlihat pada seorang pemimpinyang dalam kepemimpinanya
selalu berusaha menegakan dan bekerja dengan disiplin tinggi, karena menyadari hanya
dalam suasana seperti itu, setiap pengabdianya akan bernilai sebagai ibadah.

2. motivasi ekstrisik

Motivasi ini adalah kondisi yang mendorong dilakukanya suatu kegiatan/tindakan,


yang berasal dari luar perbuatan/tindakan tersebut kondisi itu berbentuk sesuatu yang
mengharuskan seseorang berbuat/bertindak, agar kebutuhannya dapat dipenuhi. Sesuatu
yang mendorong itu biasanya cenderung sesuai dengan salah satu atau semua unsur di
dalam kepribadianya. Sesuatu dari luar diri yang dapat mendorong seseorang berbuat
dapat berbentuk hadiah, insentif material, insentif nonmaterial,(pujian, sanjungan, dan
lain-lain), paksaan (sanksi atau hukum), keinginan untuk menyenangkan orang lain,
kehendak membuat orang lain menderita dan lain-lain. Motivasi ini akan bernilai positif
bilamana digunakan untuk mendorong seseorang berbuat amal kebaikan.

Misalnya dalam kekemungkinan orang tua dilingkungan keluarga sebagai


organisasi/kelompok yang bersifat informal. Agar anak sebagai anggota keluarga mau
melakukan kegiatan belajar atau membantu orang tua membersihkan halaman dan lain-
lain, dapat diberikan motifasi berupa hadiah. Orang tua menjanjikan apabila naik kelas
apalagi atau mendapat rangking disediakan hadiah yang menarik. Pemberian motivasi
ekstrinsik itu dapat juga yang sebaliknya yang bersifat paksaan yang berupa sanksi atau
hukuman. Dari contoh diatas orang tua memperingatkan bahwa kalaw tidak naik kelas,
uang jajan akan dikurangi hanya akan di berikan setengahnya.
Motivasi seperti itu di lingkungan umat islam di benarkan oleh allah SWT selama
digunakan untuk mendorong orang lain melakukan amal kebaikan yang diridoinya. Salah
satu diantaranya terlihat di dalam sabda Rasullullah SAW yang mengatakan sebagai
berikut:

Artinya:
Suruhlah anakmu mengerjakan shalat pada saat berusia tujuh tahun dan pukulah dia jika
tidak mengerjakan shalat setelah usia sepuluh tahun.
Dalam kepemimpina sepiritual dari allah SWT bagi semua umatr manusia banyak
sekali di temukan pemberian motivasi ekstrinik ini. Di antaranya dalam firman-firman
allah SWT ditemui janji berupa balasan kebaikan yang berlipat ganda dan bahkan
kehidupan di surga yang penuh nikmat, jika manusia dalam hidup dan kehidupan didunia
menjalankan perintah dan menjalankan larangannya. Sebaliknya juga ancaman hukuman
berupa siksa yang pedih dan bahkan kehidupan di neraka jahanam yang sangat buruk,
jika manusia melakukan pelanggaran trhadap perintanhnya, atau dengan memperturutkan
hawanafsunya mengerjakan larangannya.
Berdasarkan uraian-uraian diatas jelas bahwa motivasi merupakan proses psikologis
(kejiwaan). Proses itu menggambarkan interaksi antara kepribadian (sifat, watak, sikap,
pengetahuan/persepsi/pengalaman, keterampilan, nilai-nilai dan lain-lain) dengan
kebutuhan (psiukologis, fisik dan sepiritual), yang menghasilkan dorongan (motif) berupa
kehendak, kemauan, dan kegiata, yang diakhiri dengan pengambilan keputusan
melakukan kegiatan/tindakan aatau pperbuatan. Oleh karena itulah di dalam
kepemimpinan sebuah organisasi, agar anggotanya bersedia melakukan sesuatu
kegiatan/tindakan, faktor kebutuhan perlu di penuhi setidak-tidaknya berupa kebutuhan
minimal. Dengan kata lain kebutuhan setelah melalui pertimbangan sesuai dengan
kepribadian akan menghasilkan motivasi yang jika cukup kuat akan mendorong di
lakukannya kegiatan/tindakan tertentu, dengan menyisihkan motivasi lain yang lemah.
Kepemimpinan harus dilakukan juga dengan memanfaatkan kemampuan hasil
pengamatan terhadap tingkah laku anggaota organisasi. Dari pengamatan itu dapat
diungkapkan tentang sebab-sebab yang mendorong (motiv). Dilakukan kegiatan/tindakan
tertentu dalam kesempatan lain usaha memberikan motivasi ysng sama mungkin perlu
dilakukan, jika diharaapkan anggota organisasi melakukan kegiatan/tindakan yang
sejenis. Dengan cara seperti itu para pemimpin akan lebih mudah dalam mengendalikan
dan mengarahkan kegiatan/tindakan anggota organisasinya.
Uraian-uraian di atas menunjukan pula bahwa motivasi sangat di pengaruhi oleh
kebutuhan, namun perwujudannya menjadi kegiatan/tindakan dilakukan oleh
kepribadian. Orang-orang yang memiliki kebutuhan sejenis, akan memiliki motivasi yang
sama untuk melakukan sesuatu kegiatan. Akan tetapi kegiatanya belum tentu sama, baik
sejenis maupun intensitasnya (kualitas dan kuantitas) dalam pelaksanaannya secara
oprasional. Misalnya seorang pemimpin memiliki kebutuhan psikologis/sosial berupa
perasaan dapat pengakuan dan dihargai keberadaanya oleh anggota organisasi.
Kebutuhan itu dapat menimbulkan beberapa kemungkinan motivasi, salah satu di
antaranya adalaah motivasi berupa dalam bentuk ditaati dan di takuti. Motivasi itu
diwujudkan menjadi tindakan kepemimpinan yang cenderung bersifat otoriter seperti
mengambil keputusan sendiri yang tidak boleh di bantah, senang memerintah dengan
memperlakukan anggota organisasi sebagai objek, senang memberikan ancamanm, sanksi
dan hukuman dan lain-lain. Sedang para pemimpin yang lain kebutuhan dan motivasi
seperti tersebut di atas mungkin diwujudkan menjadi kegiatan kepemimpinan yang
bersifat partisipasif, koopratif, menciptakan komunikasi dua arah guna menciptakan rasa
hormat, segan dan dihargai secara manusiawi dan sebagainya.
Di samping pendapat tersebut di atas, masih terdapat beberapa pendapat lain
tentang pembagain kebutuhan dalam hubungannya dengan motivasi, meskipun
diantaranya terlihat juga persamaannya. Dalam pendapat-pendapat tersebut bahkan ada
juga yang tidak membedakan antara kebutuhan dan motivasi, yang dapat di pahami dan
diterima, karena hubungannya yang erat dan sering sulit di bedakan. Sedang mengenai
kepribadian pada umumnya berpendapat sama bahwa fungsinya merupakan pengarah,
pembatas dan pengendali dalam perwujudan menjadi prilaku atau kegiatan, tindakan
perbuatan. Hubungan tersebut berlaku juga di dalam proses kepemimpinan dalam
kegiatan-kegiatannya.
Dalam pembagain kebutuhan/motivasi biologis (fisik) ternyata pembagian yang
satu tidak banyak berbeda bahkan cebderung sama dengan pembagain yang lain. Di
bawah ini di ketengahkan pembagian motivasi/kebutuhan secara keseluruhan.
a. Kebutuhan/motivasi memperoleh makanan dan minuman (pangan) serta pakaian
(sandang).
b. Kebutuhan/motivasi istirahat (visceral motives).
c. Kebutuhan/motivasi seksual (sexual).
d. Kebutuhan/motivasi mempertahankan dan memelihara kelangsungan hudup, dalam
bentuk menghindari sakit dan bahaya yang mengancam keselamatan jiwa.
Pengelompokan berikutnya adalah kebutuhan/motivasi sosiopsikologis, yang terdiri dari:
a. Kebutuhan/motivasi kognitif.
Kebutuhan/motivasi ini berhubungan dengan aspek intelektual, karena menyentuh segala
sesuatu yang di ketahui/dialami (pengetahuan dan pengalaman) sebagai pendorong dan
sekaligus menseleksi dalam mewujudkan kegiatan, tindakan atau perbuatan.
b. Kebutuhan/motivasi afektif.
Kebutuhan/momtivasi ini berhubungan dengan aspek emosional, yakni yang bertalian
dengan keindahan, perasaan baru, senang, benci, cinta, kasihan, iba dan lain-lain yang
mendorong untuk melakukan kegiatan/tiindakan/perbuatan.
Kelompok berikutnya kebutuhan/motivasi sosiogenesis, yang merupakan motivasi
sekunder, sedang motivasi/kebutuhan biologis yang telah dikemukakan diatas disebut
motivasi primer. Pengklasifikasian sebagai motivasi sekunder tidak berarti
kebutuhan/motivasi ini tidak penting dalam kehidupan, termasuk juga dalam proses
kepemimpinan. Disamping juga terlihat juga perbedaan dalam memilah-milah
jenis/aspek-aspek yang termasuk dalam kebutuhan/motivasi ini, sebagaimana
diketengahkan berikut ini.
1. W.I. Thomas dan Florian Znaniecki membagi motivasi/kebutuhan sosiogenesis ini
sebagai berikut :
a. Keinginan memperoleh pengalaman baru.
b. Keinginan mendapatkan respons.
c. Keinginan akan pengakuan.
d. Keinginan rasa aman.
2. kebutuhan/motivasi sosiogenesis ini menurut David McClelland terdiri dari:
a. Kebutuhan/motivasi berprestasi (need for achievement).
b. Kebutuhan/motivasi akan kasih sayang (need for affilation).
c. Kebutuhan/motivasi berkuasa (need for power).
3. Abraham Maslow membagi motivasi/kebutuhan sosiogenesis ini sebagai berikut:
a. Kebutuhan/motivasi akan rasa aman (safety need)
b. Kebutuhan/motivasi akan keterkaitan dan cinta (belongingness and love needs)
c. Kebutuhan/motivasi akan penghargaan (esteem needs)
d. Kebutuhan/motivasiuntuk aktualisasi diri(self actualization needs).
4. menurut Melvin H. Marks kebutuhan/motivasio sosiogenesis terdiri dari:
a. kebutuhan/motivasi organisme meliputi :
1) Kebutuhan/motivasi ingin tahu( curiosity).
2) Kebutuhan/motivasi kompetensi(ecompetenc).
3) Kebutuhan/motivasi prestasi(achievement)
b. kebutuhan/motivasi sosial terdiri dari:
1) Kebutuhan/motivasi kasih sayang (affiliation).
2) Kebutuhan/motivasi kekuasaan( power).
3) Kebutuhan/motivasi kebebasan( independence).
4) Kebutuhan/motivasi menemukan identitas diri.
5) Kebutuhan/motivasi akan nilai, dambaan, dan makna kehidupan .
6) Kebutuhan/motivasi aktualisasi diri(self actualization).
Dalam proses kepemimpinan khususnya dari sudut ajaran Islam. Ternyata
kemampuan menggerakan orang-orang yang dipimpin, tidak dapat mengabaikan aspek-
aspek yang berkenaan dengan kebutuhan/motivasi. Sebagaimana telah dikemukakan di
atas, pemimpinperlu memahami kebutuhan orang-orang yang dipimpinnya sebagai
manusia, dan memanfaatkannya dalam memberikan motivasi agar berbuat sesuatu secara
manusiawi pula. Pemanfaatanya menjadi motivasi dap[at berbentuk motivasi intrisik dan
motivasi ekstrinsik, yang mungkin saja bersifat negatif dan positif oleh karena itulah di
dalam kepemimpinan islam faktor kepribadian, baik pada pemimpin maupun orang yang
dipimpin, sangat penting peranannya sebagai pengendali dan pengarah dalam
mewujudkan sebagai kegiatan/perbuatan/tindakan. Aspek yang terpenting dalam
kepribadian itu adalah keimann atau ketaqwaan pada Allah SWT, karena kebutuhan dan
motivasi apapun juga yang mendorong, jika terkendali oleh iman/ketaqwaan, maka
perbuatan/ kehgiatanya pasti tidak akan melampauwi batas. Dengan kendali
iman/ketaqwaan kegiatan/tindakan akan selalu merupakan perwujudan pemerintah dan
menjauhi larangan Allah SWT. Sehubungan dengan itu berfirman AllahSWT di dal;am
surat Al- Baqarah ayat 223 yang memberitakan sebagai berikut:
Artinya:
Dan kerjakanlah amal kebaikan untuk dirimu, dan bertaqwalah kepada Allah. Dan
ketahuilah bahwa kelak kamu akan menemuinya. Dan gembirakanlah orang-orang yang
mukmin.
Kebutuhn dan motivasi untuk berbuat amal kebaikan yang dikendalikan
iman/ketaqwaan, hasilnya akan memberi manfaat pada orang lain dan organisasi yang
dipimpin secara kongkret. Kondisi itu akan sangat menguntungkan bagi peningkatan
efetivitas kepemimpinan, sedang sebagaimana difirmankan Allah SWT di atas bahwa
sesungguhnya hasilnya akan terpulang pada pemimpinya sendiri, yanng akan mendapat
balasan pahala disisinya. Oleh karena itulah didalam islam faktor kepribadian pemimpin
sangat pentig, karena pasti akan mewarnai seluruh kehidupan organisasi ya ng dio
pimpinnya.

B. ASPEK-ASPEK KEPRIBADIAN PEMIMPIN


Dalam uraian-uraian terdahulu telah dikemukakan, bahwa manusia diciptakan Allah
SWT berupa kesatuan tubuh dan jiwa. Kesatuan itu bagi manusia disebut satu diri atau
individu sebagai pribadi yang memilliki kepribadian. Kepribadian ini menjadi fartor
utama yang menentukan identitas ( jati diri), sehingga individu yang satu tidak sama
dengan individu yang lain.
Sehubungan dengan itu secara sederhana di dalam kamus besar indonesia di
rumuskan penngertian kepribadian sebagai “keadaan manusia sebagai manusia
perseorangan; keseluruhan sifst-sifsat yang merupakan watak orang; sifat hakiki yang
tercermin pada sikap seseorang,...yang membedakan dirinya dari orang lain. “ Oleh
karena buku ini buklan tentang psikologi, maka pengertian yang sederhana itu cukup
memadai untuk membahas kepribadian yang perlu di miliiki seseorang pemimpin.
Dengan memahami masalah kepribadian ini diharapkan seorang pemimpin mampu
melakukan penyesuaian-penyesuaian, agar kepemimpinan yang diwujudkan berlangsung
efektif.
Kepribadian yang berisi sifat-sifst sebagai watak atau sifst hakiki seseorang
merupakan perpaduan antaara sifst-sifst yang dirumuskan dari orang tua, dengan sifst-
sifst yany di peroleh dan berkembang melalui interaksi dengan lingkungan yang di sebut
pengalaman dan proses belajar. Oleh karena itu isis kepribadian tidak sekedar sifat-sifat
yang di turunkan, tetapi juga berisi kristalisasi antara pengetahuan dengan penghayatan
terhadap nilai-nilai kehidupan yang menghasilkan pandangan hidup, yang berproses
secara individual. Dengan demikian berarti juga kepribadian terbentuk dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan seseorang sejak usia dini hingga memnjadi dewasa.
Oleh karena itulah masa muda bagi umat islam sangat penting sekali artinya untuk diisi
dengan usaha-usaha pendidikan yang memungkinkan terbentuknya pribadi-pribadi yang
beriman. Dengan usaha itu diharapkan berlangsung kristalisasi antara hakekat manusia
beragama tauhid, dengan pengalaman dan proses belajar yang berisi penghayatan dan
pengetahuan tentang ajaran islam sebagai agama yang haq, sehingga terbentuklah
pandangan hidup yang berisi nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan pada Allah SWT.
Kristalisasi kepribadian seperti itu akan menjadi energi psikis yang kuat dan terpenting
dalam mewujudkan kepemimpinan yang efektif dan diridhai Allah SWT bagi yang
berpeluang menjadi pemimpin.
Dalam uraian-uaraian terdahulu telah dio kemukakan bahwa kepemimpinan terlihat
dari sikap dan tingkah laku individu. Setiap pemimpin sebagai individu untuk
mewujudkan kepemimpinan yang efektif dan di ridhai Allah SWT dengan kepribadianya
sebagai orang yang beriman harus menampilkan sikap dan prilaku sebagai berikut:
1. Mencintai kebenaran dan hanya takut pada Allah SWT
Pemimpin yang beriman harus berpegang teguh pada firman Allah SWT di dalam
surat Al- Baqarah ayat 147 yanng mengatakan bahwa :
Artinya :
Kebenaran itu adalah dari tuhanmu: sebab itu janganlah kamu termasuk orang-orang
yang ragu.
Pemimoin yang berpegang teguh pada dan terus menurus berusaha menegakan
kebenaran berdasarkan pada tuntunan ajaran islam, akan disegani, dihormati dan
dipatuhi. Disamping itu karena merupakan perwujudan iman/ketaqwaan, maka sesuai
janji Allah SWT bahwa pemimpin tersebut akan mendapat tempat yang mulia disisinya.
Pemimpin yang mencintai kebenaran hanya takut pada Allah SWT, sebagai sumber
dan pemilik kebenaran yang maha sempurna. Ketakutan pada Allah SWT tidak di
iringinya dengan menjauhinya, tetapi justru denganmencintai dan semakin mendekatkan
diri kepadanya, untuk mendapatkan limpahan Rakhman dan Rakhimnya. Sehubungan
dengan itu berfirman pula Allah SWT di dalam surat yunus ayat 108 sebagai berikut:
Artinya:
Katakanlah!” hai manusia ! sesungguhnya telah datang kepadamu kebenaran dari
tuhanmu. Sebab itu yang mendapat petunjuk tuhan, maka petunjuk tuhan itu untuk
kebaikan dirinya sendiri. Dan siapa yang sesat, maka kesestan itu akan mencelakai
dirinya pula. Dan aku bukan penanggung jawab urusanmu di hadapan tuhan.”
Demikian tegas firman Allah SWT bahwa pemimpin yang berpihak pada
kebenaran merupakan pemimpin yang mendapat petunjuk tuhan, maka petunjuk tuhan itu
untuk kebaikan bagi dirinya sendiri. Pemimpin yang menentang kebenaran justru akan di
kategorikan Allah SWT sebagi orang yang ttermasuk golongan kafir. Untuk itu
berfirman Allah SWT di dalam surat An-Nisaa ayat 170 sebagai berikut:
Artinya:
Hai manusia, sesungguhnya telah datang Rasul Muhamad kepadamu dengan membawa
kebenaran dari Tuhanmu, karena berimanlah sebab itulah yang lebih baik bagimu dan
jika kamu kafir, tuhanmu tidak membutuhkan imanmmu, karena sesungguhnya apa yang
ada dilangit dan di bumi adalah kepunyaan Allah. Dan Allah Maha Mengethui Dan
Maha Bijaksana.
Allah SWT mengategorikan pemimpin yang menentang kebenarean sebagai
golongan kafir, tercermin dalam firmannya surat yunus ayat 32 sebagai berikut:
Artinya:
Itulah tuhanmu yang sebenarnya! Apakah yang ada diluar kebenaran itu, kalau bukan
kesehatan? Mengapa kamu masih berpaling juga dari kebenaran?
Seorang pemimpin yang mencintai kebenaran, akan menjadi pemimpin yang
kepribadianya juga mencintai kebenaran. Dalam kepribadian seperti itu berarti juga
merupakan pemimpin yang jujur. Ketiga sifat atau watak dalam kepribadian merupakan
rangkaian dan bahkan kebulatan, sehingga tidak dapat dipisahkan yang satu dariyang
lain. Sikap adil didalam pemimpin sangat penting artinya dalam usaha mewujudkan
kepemimpinan yang efektif dalam hubungn itu Allah SWT dalam surat Al-Maaidah ayat
8 yang mengatakan sebagai berikut:
Artinya :
Berlaku adilah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Karena itu, bertaqwalah
kepada Allah ! sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Sejalan dengan firman tersebut Allah SWT telah memfirmankan juga di dalam surat
An- Nahl ayat 90 yang mengatakan bahwa :
Artinya:
Sesungguhnya Allah menyuruhmu; berlaku adil, berbuat kebajikan, membantu keluarga
dekat, dan sebaliknya melarang: perbuatan keji, kemungkaran dan permiusuhan. dia
memberi pengajaran kepadamu, semoga kamu mengerti.
Selanjutnya secara lebih oprasional Allah SWT memberikan petunjuk di dalam
firmannya surat Al-An’aam ayat 152 sbb:
Artinya :
Apabila dikatakan kepada kamu selain hendalah kamu berlaku adil, sekalipun terhadap
kaum karabatmu sendiri. Dan penuhilah janji Allah. Begitulah yang diperintahkan
tuhanmu. Semoga kamu ingat.
Dalam keterpaduan antara keadilan dan kejujuran didalam kepribadiaan seorang
pemimpin, Allah SWT telah berfiman di dalam surat Al- Hujarat ayat 9 dan 10 sebagai
berikut:
Artinnya :
Jika golongan itu telah kembali kepada perintah Allah, damaikanlah kedua belah pihak
dengan adil dan jujurlah. Allah menyayangi orang-orang yang jujur.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara. Karena itu damaikanlah
antara kedua saudarammu. dan bertaqwalah kepada Allah, semoga kamu mendapat
rahmat.
Pemimpin yang mencintai kebenaran, keadilan dan kejujuran dalam keadaan
beriman, akan menaruh perhatian besar terhadap nasib dan kepentingan orang-orang yang
dipimpinnya, baik secara perseorangan maupun sebagai satu-kesatuan. Pemimpin tidak
akan pernah berlaku sewenang-wenang atau semena-mena terhadap orang-orang yang
dipimpinnya. Pemimpin seperti itu akan selalu dekat dan mengetahi serta ikut dalam suka
dan duka orang-orang yang dipimpinnya.

2. DAPAT DIPERCAYA, BERSEDIA DAN MAMPU MEMPERCAYAI ORANG


LAIN
Pemimpin yang berpegang teguh pada kebenaran tidak mudah digoyahkan, karena
mempunyai sipat percaya diri yang besar sebagai wujuud keyakinan bahwa dirinya
berlindung pada Allah SWT sumber kebenaran yang berlaku mutlak. Pemimpin yang
beriman dan memiliki percaya diri yang besar, yakin kepemimpinannya semata-mata
untuk meujudkan kekhalifannya di muka bumi. Dalam menjalankan fungsi tersebut
meyakini pula bahwa usahanya mempengaruhi, mengarahkan dan mengendalikan orang-
orang yang dipimpinnya, akan memperoleh respon kepatuhan dan ketaatan. Meyakini
bahwa dirinya adalah khalifah yang memiliki kemampuan dalam menyeru dan mengajak
orang lain untuk berbuat amal kewajiban. Pemimpin meyakini bahwa dengan
kemampuan mewjudkan dan membina kerja sama itu, akan diperoleh hasil yang
maksimal dan berada dalam ridha Allah SWT. Dengan kepercayaan pada diri itu,
pemimpin tidak menjauhkan atau mengasingkan diri dari anggota kelompoknya, karena
merasa dirinya lebih penting. Pemimpin harus berusaha menjadi orang yang dekat dan
berada dalam kebersamaan dengan anggota organisasinya [membership], yang hanya
mungkin terjadi jika dipercayai. Dengan demikian pemimpin memperoleh kesempatan
untuk menghayati perasaan, pikiran, aspirasi dan keluhan-keluhan yang terdapat dan
berkembang di antara anggota organisasinya. Bilamana sebaliknya, pemimpin akan
menghadapi berbagai kendala, rintangan dan hambatan yang mempersulit untuk
meujudkan dan membina kerjasama dalam melaksanakan tugas yang memerlukan
kebersamaan.
Dari uraian-uraian tersebut di atas berarti seorang pemimpin harus berusaha
menempatkan diri sebagai anggota atau bagian dari anggota lainnya, dan bukan berada di
luar anggota organisasinya. Untuk itu perlu dibina dan dikembangkan sikapsaling
percaya-mempercayai. Dengan kata lain pemimpin yang percaya diri, selain dipercayai
harus mampu pula mempercayai anggota organisasinya.
Pemimpin yang dipercaya, mampu mempercayai orang lain dan memiliki
kepercayaan diri, merupakan pemimpin yang bertanggung jawab. Pemimpin tidak senang
mempersalahhkan orang lain dengan maksud lain dari tanggung jawab. Sebaliknya selalu
membela anggota organisasinya, karena mempercayainya telah berbuat sesuatu sesuai
dengan perintah atau petunjuknya, yang mungkin saja tidak dapat atau keliru. Pemimpin
seperti itu yang memiliki rasa tanggung jawab, tidak akan berlaku seperti firman Allah
SWT di dalam surat Al-Baqarah ayat 166 yang mengutuk pemimpin yang tidak
bertanggung jawab. Firman tersebut mengatakan sebagai berikut:

Artinya:
Ingatlah, ketika pemimpin-pemimpin yang diikuti [dipercaya], derlepas diri dari
pengikut-pengikutnya ketika telah melihat siksaan, lalu putuslah semua pertalian mereka.

Sikap percaya diri pada seorang pemimpin bukanlah kesombongan pada


kemampuan dirinya, tetapi merupakan keyakinan bahwa dirinya memiliki kemampuan
menjalankan kepemimpinan yang efektif dalam bidangnya. Kondisi pemimpin yang
percaya diri itu terlihat di dalam firman Allah SWT surat yusuf ayat 55 sebagai berikut:

Artinya:
Yusuf menjawab:” alangkah aku menjadi Menti Perbendaharaan Negri! Aku
sangat cermat, bahkan tahu mengendalikan kementrian itu. “
Berdasarkan rasa percaya diri yang penuh tanggung jawab maka orang lain akan
menaruh kepercayaan pada dirinya. Kepercayaan orang lain itu terlihat pula di dalam
surst yusuf ayat 54 yang berisi firman allah SWT yang mengatakan sebagai beriikut:

Artinya:
Ketika raja telah memulai pembicaraan dengan dia (Nabi yusuf, dia berkata:”
mulai hari ini engkau menjabat jabatan tertinggi di sampingku, dengan kepercayaan
penuh”.
Pemimpin yang dapat di percaya merupakan orang yang di yakini mampu
melaksanakan tugas/pekerjaan secara berdaya dan berhasil guna, baik dari anggota
organisasinya maupun oleh pimpinan yang lebih tinggi. Demikian yang di gambarkan
Allah SWT di dalam firman-nya surat al-Qashash ayat 26 sebagai berikut:

Artinya:
Selanjutnya, salah seorang dari kedua gadis itu berkata: “ ya ayahku
pekerjakanlah dia dengan kita. Oarang yang baik engkau jadikan pekerja, ialah yang
kuat lagi dapat di percaya.”
Pemimpin yang percaya diri, mempercayai orang lain dan di percayai, akan di
hormati, di senangi dan di taati, sebagai mana diberlakukan Allah SWT terhdap malaikat
jibril. Untuk itu berfirman Allah SWT di dalam surat Al-Takwir ayat 20 dan 21 sebagai
berikut:

Artinya:
Jibril itu, berdaya ingat amat kuat, di samping berkedudukan tertinggi di sisi
tuhan yang mempunyai singgasana. Di segani antar sesama (malaikat), bahkan sangat di
percaya.

3. MEMILIKI KEMAMPUAN DALAM BIDANGNYA DAN BERPANDANGAN


LUAS DI DAASARI KECERDASAN (INTELIGENSI) YANG MEMADAI

Seorang pemimpin tidak cukup hanya memiliki kemampuan kepemimpinan. Di


samping itu pemimpin harus mengetahui juga seluk-beluk bidang yang di kelola
organisasinya, bahkan terdapat juga organisasi yang menurut pemimpin memiliki
keterampilan atau keahlian yang memadai di bidang tersebut. Dengan demikian
pemimpin akan mampu memberikan bimbingan, petunjuk dan pengarahan pada anggota
organisasi yang memerlukannya.pada tahap berikutnya kemampuan di bidangnya itu,
akan sangat di perlukan dalam melakukan kegiatan pengawasan (kontrol) yang efektif.
Dengan kata lain kemampuan pemimpin seperti tersebut di atas akan sangat besar
pengaruhnya terhadap peningkatan kualitas organisasinya.
Untuk mampu menjalankan kepemimpinan dengan mendayagunakan
pengetahuan, keterampilan dan keahlian tertentu, setiap pemimpin harus memiliki
kecerdasan (inteligensi) yang memadai. Kecerdasan dengan pengetahuan yang memadai,
akan mengantarkan seseorang menjadi pemimpin yang bertanggung luas, yang tidak
terbelenggu oleh di siplin ilmunya sendiri. Pemimpin yang memiliki egoisme di siplin
ilmu yang besar, cenderung menjadi orang yang tidak mampu menghargai bidang atau
disiplin ilmu orang lain. Pemimpin seperti itu mengira dalam kehidupan ini hanya bidang
atau disiplin ilmunya yang penting dan menentukan.
Pengetahuan, keterampilan dan keahlian dapat di peroleh melalui lembaga
pendidikan formal, namun sifatnya cenderung teoretis. Di samping itu dapat juga di
peroleh dari pengalaman kerja, yang cenderung bersifat praktis. Dalam kenyataannya
sering terjadi seseorang menjadi pemimpin di luar bidangnya. Dalam keadaan seperti itu
di perlukan kesediaanya untuk menunjuk/mengangkat para pembantu utama yang
menguasai atau ahli di bidang yang di kelola organisasinya.
Dalam pengangkatan pembantu utama seperti dimaksud, dapat dipilih salah satu
dari kedua bentuk berikut ini:

a. Bentuk Staf Pelaksana (Exsecutive Staff/Committee).


Pembantu utama pimpinan ini terdiri dari orang-orang yang memiliki
kemampuan/keahlian di bidangnya, yang dalam melaksanakan tugasnya memiliki
kewenangan untuk mendapatkan keputusan dan memerintahkan pelaksanaannya.
Keputusan yang di ambil tidak boleh bertentengan dengan kebijaksanaan pokok dari
pucuk pimpinan. Pengambilan keputusan yang bersifat prinsipil berada pada puncak
pimpinan, bilamana dilimpahkan juga wewenangnya biasanya hanya dapat dilakukan staf
pimpinan setelah mendapat persetujuan.

b. Bentuk Staf Penasihat (Advisory Stafft/commitee).


Pembantu utama pimpinan ini terdiri dari orang-orang yang memiliki
keahlian/kemampuan di bidangnya, yang dalam melaksanakan tugas tidak mendapat
pelimpahan wewenang memberi keputusan dan memerintahkan pelaksanaannya. Staf
pimpinan ini berfungsi sebagai penasihat, yang dapat di lakukannya dengan
menyampaikan bahan-bahan pertimbangan hasil telaahaan staf, sarana-sarana dan
pendapat-pendapat, untuk di pergunakan pucuk pimpinan untuk mengambil keputusan.
Bahan-bahan itu dapat di sampaikan diminta atau tidak di minta agar pucuk pimpinan
tidak mengalami kesulitan dan di harapkan keputusannya selalu di tetapkan secara cepat
dan tepat. Pucuk pimpinan tidak berkewajiban menerima semua bahan masukan tersebut,
dalam arti bahan yang disampaikan mungkin saja di tolak atau tidak di setujuinya.
Ajaran islam sangat mementingkan kemampuan mempergunakan kecerdasan
(inteligensi), sehingga banyak firman Allah SWT yang menganjurkan dan
memperintahkan manusia dan mempergunakaan akalnya dalam menghadapi gejala alam
dan kehidupan. Dengan mempergunakan akal/pikirannya berarti manusia akan
memperoleh pengetahuan, yang jika semakin di identifikasinya maka akan berkembang
menjadi keterampilan dan keahlian yang dapat di manfaatkannya untuk mewujudkan
kepemimpinan yang efektif. Dengan kemampuan di bidangnya itu, pucuk pimpinan tidak
akan mudah terkecoh dalam menanggapi dan mempertimbangkan saran-saran, pendapat
dan gagasan para stsf pimpinan yang membantunya.
Sehubungan dengan itu sulit untuk di bantah bahwa kecerdasan, keterampilan dan
keahlian di bidangnya, akan menjadi sisa-sisa apabila tidak di bentengi dengan iman dan
ketakwaan pada allah. Pucuk pimpinan sebagai oarang pimpinan yang beriman perlu
berpegang pada prinsip bahwa dalam memilih setaf pimpinan pembantu utamanya selain
memperhatikan persyaratan kemampuan khusus di bidangnya, hendaklah terdiri dari
orang-orang yang briman. Dalam kesamaan iman pada Allah SWT maka usaha meman
faatkan kecerdasan untuk memperluas wawasan, akan selalu terarah pada jalan Allah
SWT yang lurus. Untuk itu brfirman Allah SWT di dalam surat Ar-rum ayat 30 sebagai
berikut:

Artinya:
Arahkanlah wawasan mu lurus-lurus kepada agama allah, selaras dengan
perintah. Allah telah menciptakan manusia serasi dengan fitrah kejiwaannya. Tidak ada
sesuatu perubahan dalam ciptaan allah tadi. Itulah agama yang lurus, tetapi
kebenarannya manusia tidak mengetahui.
Firman itu di pertegas lagi oleh Allah SWT melalui firmannya di dalam surst Ar-
rum ayat 31 sebagai berikut:

Artinya:
Arahkan wawasan mu lurus-lurus dengan bertaubat kepadanya! Bertakwalah
kepadanya kerjakanlah solat dan jangan lah kamu menjadi orang-orang yang musrik!.

Dengan mengarahkan wawasan lurus-lurus kepada agama Allah SWT, seorang


pemimpin akan selalu mampu mensyukuri setiap pengetahuan, keterampilan dan keahlian
yang di milikinya. Rasa bersyukur itu merupakan ungkapan dari kesadaran bahwa Allah
SWT telah memberikan kelebihan kepada dirinya, yang seharusnya akan meningkatkan
keimanan dan ketakwaanya kepada Allah SWT. Untuk itu berfirman Allah SWT di
dalam surat Al-Muaidah ayat 11 sebagai berikut:

Artinya:
Allah mengangkat derrajat orang-orang beriman dan di berinya
ilmu/pengetahuan di antara mu, dengan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui
apa saja yang kamu kerjakan.

Para pemimpin yang beriman pasti akan mengerjakan amal kebaikan dengan
memanfaatkan kelebihan yang di berikan oleh Allah SWT tersebut. Pengetahuan,
keterampilan dan ke ahlian yang di milikinya, juga dipergunakanya untuk membantu
anggota organisasinya agar secara bersama-sama mampu mewuujudkan tujuan bersama.
Bersamaan dengan itu hambatan, gangguan dan rintangan selalu akan di temui, sebagai
wujud dari upaya setan menyesatkan manuasia agar tidak berbuat amal kebajikan. Untuk
itu pengetahuan, keterampilan dan keahlian yang di miliki seorang pemimpin, akan selalu
di usahakannya agar tidak di boncengi setan yang terkutuk. Pemimpin itu selalu waspada
dalam menyalah gunakannya, karena menyakini firman Allah SWT di dalam surat Al-
zukhruf ayat 37 yang mengatakan bahwa:

Artinya:
Sesungguhnya setan-setan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang
benar, sedang mereka mengira mereka mendapat petunjuk.
4. Senang Bregaul, Ramah tamah, Suka Mendorong dan Memberi Petunjuk Serta
Membuka Pada kritik Orang lain
Didalam surat An- Nissa ayat 1 yang sudah di ketengahkan terdahulu, Allah SWT
telah memerintahkan agar “ Manusia memelihara silaturahmi atau kasihsayang antara
satu dan yang lain.” Seorang pemimpin yang beriman harus memahami kepentingannya
hubungan manusiawi yang efektif, baik antara dirinya dengan atau semua semua anggota
organisasinya. Untuk itu pemimpin harus memiliki kepribadian senang bergaul, ramah
tamah dan suka menolong, karena pemimpin tidak mungkin mengolah semua organisasi
seorang diri. Pemimpin hanya ada karena ada orang yang dipimpin kedua unsur itu tidak
mungkin di pisahkan didalam sebuah organisasi. Dengan kata lain kepemimpinan hanya
terwujud dalam pergaulan antara sesama manusia, yang mengharuskan seorang
pemimpin mampu bersikap dan beprilaku ramah tamah, suka menolong dan terbuka
terhadap kritik.
Mengenali hubungan manusiawi Allah SWT berfirman sebagaimana tersurat di
dalam surat Fush-shilat ayat 34 yang memberitakan bahwa:

Artinya:
Tidaklah semua kebaikan dengan kejahatan. Sebab itu tolaklah kejahatan itu
dengan perbuatan yang sangat baik,upaya orang yang tadinya dalam permusuhan
antara mu dengan dia, berubah sikap menjadi sahabat kharib mu yang amat mesra.
Firman tersebut menunjukan betapa pentingnya persahabatan sebagai salah satu
hubungan manusiawi yang efektif. Sehubungan dengan itu bahkan dengan orang yang
memusuhi, di perintahkan Allah SWT agar di usahakan merubahnya menjadi
persahabatan yang akrab. Hubungan seperti itu hanya mungkin di wujudkan oleh
pemimpin yang beriman dengan menjauhkan perasaan benci dan antipati kepada
siapapun saja, terutama terhadap anggota organisasinya. Usaha itu antara lain dapat di
lakukan dengan kebaikan kepada orang yang mungkin membenci atau memusuhinya.
Pemimpin seperti itu adalah orang-orang yang sabar dan terbuka pada keritik orang lain,
sebagai persyaratan pula di antara sifst-sifst di dalam kepribadiannya. Pemimpin yang
memiliki kedua sifat itu, selalu bersedia melakukan perbaikan terhadap sikap dan
tindakannya yang memungkinkan keliru atau tidak menyenangkan anggota
organisasinya. Kesediaan tersebut di lakukan dalam batas-batas tidak mengorbankan
kepentingan bersama dan terutama sekali tidak akan membawanya paada sikap dan
tindakan yang melanggar printaah dan memperturutkan larangan Allah SWT.
Seorang pemimpin harus berusaha mengisi pergaulan di dalam organisasinya
dengan menolong orang-orang yang mengalami kesulitan. Di antara anggota
organisasinya tidak mustahil ada yang mengalami kesulitan dalam mengadakan volume
dan beban berjaya atau kesulitan pribadi lainnya. Pertolongan yang di berikan itu harus
berbentuk usaha menemukan kemampuan orang yang mengalami kesulitan itu, agar
mapu menyelesaikan masalahnya. Dengan kata lain menjadi orang yang “mampu
menolong dirinya sendiri dan bukan orang yang brgantung pada orang lain” setiap kali
menghadapiu kesulitan/masalah. Menolong tidak boleh menimbulkan sifat
ketergantungan, sehingga seolah-olah tidak mampu berbuat sesuatu tanpa di dukung
pemimpinnya atau orang tertentu dalam menghadapi hidup dan kehidupan ini.
Usaha menolong seperti disebutkan di atas akanb menjadi faktor pendukung yang
sangat penting artinya dalam menumbuhkan kemampuan memimpin pada anggota
organisasinya. Usaha itu menggambarkan bahwa orang yang di tolong tersebut di
perlakukan sebagai subjek. Orang tersebut tidak saja di akuikemampuannya, tetapi juga
di beri jalan untuk mewujudkan kemampuannya dalam menyelesaikan masalah atau
kesulitannya. Perlakuan itu akan menjadi pendorong yang positif bagi berkembangannya
potensi kepemimpinan yang di miliiki oleh orang lain. Usaha seperti itu berarti juga
bahwa seorang pemimpin yang beriman, tidak akan mempersulit urusan yang mudah.
Sebaliknya selalu berusaha mempermudah urrusan yang di pandang sulit oleh anggota
organisasi atau orang lain yang memerlukan bantuannya. Cara itu di lakukan sebagai
orang yang beriman semata-mata untuk mencari ridha Allah SWT, sehingga selalu
didaasarkan pada keikhlasan dan kerelaan, tanpa suatu pamrih yang melatarbelakanginya.
Sehubungan dengan itu bersabda Rasulullah SAW yang di jadikan pegangan oleh para
pemimpin yang beriman sebagai berikut:

Artinya:
Barang siapa yang menginginkan untuk di selamatkan oleh allah dari kesulitan
dari kiamat, maka bantulah meringankan kesulitan orang lain atau hindarkanlah
kesulitannya.

Pemimpin yang suka bergaul harus memiliki sifat dan sikap rendah hati,
sederhana/bersahaja dan emosionalitas yang stabil. Ketiga sifat dan sikap itu harus
terlihat secara wajar di dalam penampilan dan perilakunya, bukan di buat-buat secara
tidak wajar. Ketidak wajaran akan mengundang olok-olok dan perasaan antipati serta
cemooh. Dengan demikian bukan simpat, rasa hormat dan segan yang terbentuk, tetapi
justru rasa tidak percaya dan keinginan menghindar. Untuk itu berarti juga pemimpin
harus mampu menampilkan diri sebagai seseorang yang memiliki stabilitas emosi,
dengan tidak mudah tersinggung, penuh tenggang rasa dan selalu berusaha memahami
kondisi orang lain khususnya para anggota organisasinya. Pemimpin tidak mudah marah
jika melihat atau mendengar sesuatu yang dilakukan anggota organisasinya, yang
dirasakan tidak sesuai/tidak tepat dan dapat merugikan dirinya atau organisasi secara
keseluruhan. Pepmimpin berusaha berlaku cermat dengan tidak mudah marah, agar setiap
kekeliruan dan kesalahan dapat di selesaikan secara obyektif dan tuntas, tanpa
menimbulkan masalah baru berupa kebencian dan antipati karena kemarahannya.
Sehubungan dengan itu bersabda Rasulullah SAW sebagai berikut:

Artinya:
Dari Abu Hurairah r.a berkata: Ada seorang laki-laki berkata kepada Nab SAW:
“Berilah saya wasiat (ajaran).” Beliau bersabda: “ianganlah pemarah! Ucapan ini
beliau ulang berkali-kali.”
5. Memiliki Semangat Untuk Maju, Semangat Pengabdian dan kesetiakawanan,
serta Kreatif dan Penuh Inisiatif.
Seorang pemimpin menempati posisi utama dan dambaan dalam mengajukan dan
mengembangkan organisasinya. Pemimpin merupakan figur tempat meletakan harapan
memperoleh sesuatu yang terbaik dalam kehidupan berorganisasi bagi orang-orang yang
dipimpinnya. Semua anggota organisasi menaruh harapan bahwa pemimpinnya dalam
mewujudkan eksistensi organisasinya akan memberikan manfaat yang besar, baik bagi
perseorangan maupun untuk kepentingan bersama. Harapan itu hanya akan dapat di
penuhi oleh pimpinan yang kretif dan penuh inisiatif, yang selalu aktif dalam berkarya,
sebagai gambaran dari kepribadian yang memiliki semangat untuk maju yang tinggi.
Aktifitasnya dirasakan sebagi pengabdian dan karyanya di jadikan persembahan untuk
orang lain dan organisasinya. Pemimpin berbuat dan bekerja semata-mata untuk
kepentingan bersama, atas dasar perasaan keistimewaan, karena menyadari bahwa
keberhasilan kepemimpinannya tergantung orang-orang yang di pimpinnya. Dirinya
sendiri tranpa anggota organisasinya, pasti tidak akan dapat berbuat banyak yang
bermanfaat, bagi dirinya sendiri, anggota dan organisasi secara keseluruhan.
Pengabdian dan kesetiakawanan merupakan juga sebagai perwujudan kesetiaan
yang tinggi pada cita-cita organisasinya. Kesetiaan itu akan tampil dalam kesediaan dan
kerelaan berkurban, bilamana prang-orang yang dipimpin dan organisasi
memerlukannya. Dengan kata lain kesetiaan akan selalu diwujudkan dalam kesediaan
berbuat yang terbaik bagi anggota dan organisasi secara keseluruhan.
Dalam kepribadian pemimpin yang beriman, pengabdian dan kesetiaannya
sepenuhnya ditupahkan pada Allah SWT dan Rasul-Nya Muhamad SAW. Pemimpin
seperti itu dalam organisasi yang manapun (tidak hanya bersifat keagamaan), selalu
menyelaraskan cita-cita organisasinya dengan suatu yang di ridhai Allah SWT. Dengan
demikian inisiatif dan kreatifitas dalam memajukan organisasinya, akan selalu berada
dalam lingkup perintah dan menjauhi larangan Allah SWT. Sehubungan dengan itu di
dalam surat Al- Baqarah ayat 345 telah difirmanka-Nya bahwa:
Artinya :
Siapa yang memanjari Allah dengan panjar yang baik maka Allah akan melilpat
gandakan pembayaranya berganda-ganda. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan
rezeki. Dan kepada-Nya kamu akan dikembalikan.
Firman Allah SWT tersebut diatas menunjukan bahwa dalam kegiatan sehari-hari,
bagi setiap orang yang beriman termasuk para pemimpin, yang mengikuti jalan-Nya yang
lurus akan dikategorikan sebagai panjar untuk memperoleh kebaikan pula dari Allah
SWT terhadap panjar itu, akan diberikan jauh ledih banyak dan bahkan berganda-ganda.
Diantara pembayaran yang banyak itu salah satu bentuknya adalah dengan melapangkan
rezeki dan menyempitkan rezeki bagi orang-orang yang berbuat sebaliknya, termasuk
juga para pemimpin.
Untuk itiu tidak ada pilihan lain bahwa dalam mewujudkan semangat ingin maju,
melalui pengabdian, kesetiakawanan, kreativitas dan inisiatif haruslah di dasari keimanan
yang tinggi pada Allah SWT. Berfirmanlah Allah SWT di dalam surat At-Taghabun ayat
8 dengan mengatakan sebagai berikut:
Artinya:
Karena itu, berimanlah kepada Allah dan Rasul-Nya, serta cahaya yang telah
kami turunkan. Dan Allah Maha Mengetahui barang apa yang kamu kerjakan.
6. Bertanggung Jawab dalam Mengambil Keputusan dan Konsekuen, Berdisiplin
serta Bijaksana dalam Menjalankannya.
Pemimpin merupakan motor penggerak yang utamadalam sebuah organisasi, yang
akan di ikuti oleh orang-orang yang dipimpinya. Untuk menggerakan anggota
orhganisasinya itu, setiap pemimpin harus berani, cepat dan tepat dalam mengambil
keputusan agar kegiatan tidak tertunda-tunda. Keputusan yang di tetapkan pemimpin
berfungsi untuk memperjelas mengenai sesuatu yang harus dikerjakan oleh setiap
anggota organisasinya.
Keputusan yang cepat dan tepat sangat diperlukan dalam menghadapi kondisi
yang mendesak dan kritis. Kondisi itu tidak memungkinkan pemimpin mengumpulkan
orang lain untuk bermusyawarah, karena akan terlambat dan berakibat merugikan, dalam
keadaan seperti itu pemimpin tidak sekedar dituntut keberaniannya dalam mengambil
keputusan, tetapi juga mampu mempertanggung jawabkannya, seperti juga keputusan-
keputusan yang lain yang di tetapkanya melalui musyawarah. Tanggung jawab itu tidak
sekedar dipikulkan pada pundak pucuk pimpinan, tetapi juga menjadi tanggung jawab
semua pemimpin sesuai jenjang/posisinya masing-masing di dalam orgnisasinya.
Tanggung jawab itiu tidak saja harus disampaikan pada pemimpin yang lebih tinggi,
tetapi pada anggota organnisasi dan bahkan kepada masyarakat bilamana akibatnya
berdampak ke luar organisasi. Sedang bagi pemimpin yang beriman, selalu disadari
bahwa tanggung jaawab utama akan dan harus disampaikannya pada Allah SWT pada
saatnya kelak. Pemimpin yang menetapkan keputusan tidak boleh mengelak dan
membebankan akibbat-akibat tersebutpaada anggota organisasi yang melaksakannya.
Pemimpin yang buruk bangga apabila keputusannya menhasilkan sesuatu yang positif
dan baik, tetapi senang menyalahkan petugas yang melaksanakanya jika ternyata
berakibat negatif dan buruk. Pemimpin harus menyadari bahwa pelaksanaan keputusan-
keputusannya menjadi kegiatan/tindakan, adalah berdasarkan perintahnya yang mungkin
saja keliruataiu salah. Tangguing jawab hanya patut diminta pada pelaksanaanya, apabila
tidak melaksanakannya atau dilaksanakan tidak sesuai dengan yuang diperintahkan
pemimpin. Untuk itu bagi pelaksana yang mungkin bermaksud mengembangkan dan
mempebaiki pelaksanaannya, seharusnyalah lebih dahulu disampaikan pada pimpinan
yang memerintahkanya, sebagai usul/saran yang tidak mustahil bersifat positif. Saran
tertsebut mmunngkin diterima dan mmungkin pula ditolak, yang harus di sesuaikan
dalam pelaksanaannya, karena tanggung jawab penuh berada pada pimpinan yang
memerintahkanya. Sehubungan dengan ituberfirman Allah SWT di dalam surat Al-Qalam
ayat 38 sampai dengan 40 sebagai berikut:
Artinya:
Yang m,emuat dasar hukum untuk membolehkanmu menetapkan keputusan
menurut kemauanmu sendiri?
Atau apakah kamu mempunyai janji dibawah sumpah atau nama kami, yang
berlaku sampai hari kiamat, bahwa kamu berhak menetapkan keputusan sekehendak
hatimu?
Tanyakanlah kepada mereka: “ siapakah yang menjadi penanggung jawab
terhadap keputusan yang telah ditetapkanitu?”
Firman tersebut bagi pemimpin yang beriman harus di jadikan pegangan utama
dan bahkan satu-satuny pegangan, dalam mewujudkan tanggungjawabnya setiap
mengambil keputusan. Pegangan pertama harus jelas dasar hukumnya dari Al-Qur’an dan
hadis yang shahih, bukan sekedar kehendak atau kemauan sendiri yang tidak di ridhai
Allah SWT. Peganyan kedua haruslah merupakan perwujudan janji atau sumpah pada
Allah SWT, yang isinya semata-mata untuk melaksanakan perintah dan meninggalkan
larangan Allah SWT. Dengan demikian isinya bukan pula untuk memperturutkan
kehendak hati, yang mudah di boncengi setan. Pegangan ketiga adalah kesadaran bahwa
keputusan yang telah di tetapkan dan di perintahkan pelaksanaanya, merupakan tanggung
jawab penuh pemimpin, terutama di hadapan Allah SWT yang maha mengetahui, maha
mendengar dan maha melihat. Tidak satupun keputusan pemimpin yang dapat di
sembunyikan, untuk mengelakan atau menghindari pertanggung jawabannya di hadapan
Allah SWT. Sehubungan dengan itu berfirman pula Allah SWT mempertegas maksud-
nya di dalam surst Al-Qiamah ayat 36 sebagai berikut:

Artinya:
Apakah manusia itu mengira bahwa ia akan di biarkan begitu saja tanpa
pertanggung jawab?

Semua pemimpin adalah manusia, yang akan efektif melaksanakan


kepemimpinannya, bilamana bertanggung jawab dalam mengambil dan memerintahkan
setiap keputusannya. Tanggung jawab itu berarti juga pemimpin harus jadi orang yang
paling konsekuen dalam menjalankan dan mematuhi keputusan-keputusanya. Pemimpin
yang selalu melanggar keputusannya sendiri, akan kehilangan sikap dan perasaan hormat
dan segan dari anggoata organisasinya. Demikian pula pemimpin yang mudah dan terlalu
sering menarik/membatalkan dan mengganti keputusannya, bukan saja akan kehilangan
popularitasnya, tetapi juga akan membingungkan anggota organisasinya dalam bekerja.
Sikap konsekuen ini harus di terapkan juga dalam mengawasi (kontrol) dan mengevaluasi
pelaksanaan keputusan/perintahnya. Sikap konsekuen harus dimulai dari diri pemimpin
sendiri, bilamana menginginkan anggota organisasinya juga bersikap konsekuen dalam
melaksanakan dan mematuhi keputusan/perintah pimpinannya. Pemimpin tidak mungkin
mengharapkan keputussan/perintahnya di laksanakan, bilamana pemimpin sendiri tidak
konsekuen dalam melaksanakannya.
Pemimpin yang konsekuen seperti tersebut di atas, merupakan juga seseorang
yang berdisiplin, karena mentaati keputusan dan perintah berarti sedia bekerja dalam
jangka waktu yang seharusnya. Pemimpin merupakan seorang yang mampu mengadakan
disiplin kerja dan di siplin waktu, baik secara perseorangan (disiplin pribadi maupun di
siplin kelompok/organisasi). Sipat di dalam kepribadian seperti itu sangat penting artinya
bagi pemimpin yang beriman, yang harus di mulai dari dirinya sendiri agar menjadi
teladan bagi anggota organisasinya. Disiplin itu bagi pemimpin yang beriman bukan
sesuatu yang asing dan berat, karena telah menjadi bagian hidupnya dalam menunaikan
ibadah yang di perintahkan dan meninggalkan yang di larang Allah SWT. Di siplin sudah
terlatih di dalam kepribadiannya, antara lain melalui kewajiban menunaikan shalat fardhu
lima kali sehari semalam, berpuasa di bulan Ramadhan, menunaikan zakat dan ibadah
haji ke Baitullah atau Tanah Suci Makkah. Di dalam ibadah itu secara implisit terdapat
unsur disiplin, baik dari segi waktu untuk melaksanakannya maupun dalam ketepatan dan
ketrtiban cara mengerjakannya.
Disiplin yang terbaik adalah yang datang dari dalam diri sendiri. Disiplin seperti
itu disadari oleh kesadaran mengenai makna dan pentingnya bagi kehidupan secara
perseorangan dan di dalam kelompok/organisasi dan masyarakat. Gejalanya terlihat dari
kesediaan mematuhi berbaagai ketentuan mengenai waktu dan cara bekerja dalam
berorganisasi, yang dilakukan tanpa dipaksakan melalui ancaman sanksi/hukuman, dan
bahkan mungkin juga melalui pemberian hadiah atau insentif lainnya. Disiplin ini di
tampilkan juga karena kesadaran bahwa prestasi dan keberhasilan (sukses) dalam
berkarya, sangat di pengaruhi dan di tentukan oleh di siplin seseorang.
Disiplin sering sulit di lepaskan dari sanksi atau hukuman, karena tidak selalu
secara otomatis datang dalam diri seseorang. Disiplin seperti itu pada dasarnya bersifat
dipaksakan, karena pelaksanaannya didasari oleh rasa takut kehilangan sesuatu yang
menyenangkan atau berakibat tidak dapat menolak dari keharusan menerima sesuatu
yang tidak menyenangkan. Disiplin yang dipaksakan adalah ketataan atau kepatuhan
pada ketentuan tata tertib dalam bertingkah laku, karena ancaman sanksi/hukuman atau
harapan memperoleh inisiatif yang menyenangkan. Disiplin ini lebih rendah mutunya
dari pada yang didasari kesadaran, karena tanpa sanksi/hukuman atau insentif, akan
kendur dan bahkan di tinggalkan. Dengan kata lain disiplin cenderung hanya di lakukan
pada saat pemimpin atau pihak yang berwenang menjatuhkan hukuman berada di tempat
dan melakukan pengawasan.
Dalam uraian terdahulu telah di kemukakan bahwa dalam menjatuhkan hukuman,
setiap pemimpin harus berlaku adil dan bijaksana. Pemimpin yang bijaksana dalam
mewujudkan keadilan selalu konsekuen, namun tidak berlaku sewenang-wenang atau
semena-mena. Pemimpin seperti itu tidak akan mempergunakan sanksi/hukuman untuk
balas dendam, memuaskan hati dan tindakan yang sejenis. Bijaksana dan konsekuen tidak
boleh di pertentangkan. Bijaksana berarti tidak kaku dalam menerapkan peraturan
disiplin, namun tidak mengorbankan kepentingan organisasi. Konsekuen berarti mampu
melaksanakan dan mematuhi ketentuan disiplin, tanpa meminta perlakuan diistimewakan,
namun bersedia meninjaunya kembali apabila berakibat merugikan organisasi atau
kepentingan bersama. Oleh krena itu sungguh beruntung seorang pemimpin yang
konsekuen dan bijaksana, sebagaimana difirman kan Allah SWT di dalam surat Al-
Baqarah ayat 269 yang memberitakan bahwa:

Artiny:
Tuhan memberikan kebijaksanaan kepada orang yang di kehendaki-Nya. Barang
siapa yang diberi-Nya kebijaksanaan itu, berarti ia telah mendapat banyak kebaikan.
Hanya orang-orang yang mau berpikir saja yang dapat mengambil pelajaran ini.
Kebijaksanaan dan sikap konsekuen pemimpin tidak sekedar terlihat dalam
tindakan mentaati peraturan disiplin dan memberikan sanksi/hukuman, tetapi terlihat juga
dalam berbagai kegiatan kepemimpinannya yang lain. Di antaranya terlihat dalam acara
membagi pekerjaan/tugas-tugas, baik untuk setiap unit maupun perseorangan di
lingkungan organisasinya. Demikian pula dalam melimpahkan wewenang dan tanggung
jawab, untuk unit-unit yang sama jenjangnya, yang akan memberikana peluang yang
sama pula dalam berpartisipasi untuk mencapai tujuan bersama.

7. Aktif Memelihara Kesehaatan Jasmani dan Rohani.

Kesehatan jasmani dan rohani sangat penting dan besar pengaruhnya terhadap
usaha mewujudkan kepemimpinan yang efektif. Pemimpin yang aktif memelihara
kesehatan jasmaninya selallu siap melaksanakan kegiatan-kegiatan yang memerlukan
tenaga fisik, sesuai dengan sifat jabatannya. Misalnya kegiatan pengawasannya pada
pelaksanaan tugas di lingkungan beberapa unit yang berjauhan letaknya. Demikkian juga
bilamana pemimpin harus melakukan kun jungan kerja ke daerah-daerah di suatu negara
yang wilayahnya luas. Dari sini lain kesehatan fisik pemimpin ternyata sangat besar pula
pengaruhnya terhadap produktifitas fisiknya, terutama dalam mengambil keputusan-
keputusa yang memerlukan proses berfikir.
Uraian tersebut di atas jika bahwa koindisi kesehatan rohani (fisikis) berpengaruh
pada produktifitas kerja pemimpin, terutama bagi pekerjaan yang memerlukan kreatifitas
dan inisiatif yang memadai. Kesehatan rohani yang di maksud adalah kondisi mental
yang bebas dari tekanan, rasa takut, khawatir dan cemas, dan jauh dari penyimpangan-
penyimpangan yang di sebut gangguan jiwa atau yang sejenisnya. Kondisi mental seperti
itu berhubungan juga dengan prilaku praktis sehari-hari yang di tampilkan seorang
pemimpin. Diantaranya adalah memiliki emosionalitas yang stabil seperti tidak mudah
tersinggung, marah, sentimental dan lain-lain. Demikian juga tidak memiliki mental yang
kurang simpatik seperti suka menyindir, sinis, sombong, senang mempergunjing kan
orang lain, mengadu domba dan lain-lain. Untuk itu pemimpin harus aktif memelihara
kesehatan rohaninya antaara lain dengan menghindari kondisi konflik dalam
kepribadiannya dan stres, yang mudah terjadi di dalam kehidupan masyarakat maju dan
modern.
Sehubungan dengan itu ajaran islam telah memberikan petunjuk, terutama
berkenaan dengan kesehatan jasmani, yang secara langsung atau tidak langsung
berpengaruh pada kesehatan rohani. Petunjuk itu antara lain mengenai makanan yang di
perintahkan Allah SWT agar hany memakan makanan yang baik-baik bersih, bergizi,
halal dan merupakan hasil usaha yang tidak melanggar larangan Allah SWT. Bersamaan
dengan itu kesehatan rohani pun harus diwujudkan dengan jalan mensucikannya, melalui
usah-usaha mengisinya dengan kemampuan membedakan yang benar dan tahlil, sesuai
petunjuk Allah SWT. Sehubungan dengan itu berfirman Allah SWT di dalam surst Al-
A’la ayat 14 dan 15 sebagai berikut:

Artinya:
Beruntunglah orang-0orang yang mau mensucikan dirinya, dengan memuja nama
tuhan-Nya dan ber shalat secara hikmat.
Pemimpin yang memiliki rohani yang sehat dan selalu berusaha mensucikannya,
akan melaksanakan tugasnya dengan penuh gairah dan rasa bersyukur pada Allah SWT.
Suasana bathin seperti itu merupakan modal dasar yang penting untuk mewujudkan
kepemimpinan yang di namis. Perkembangan dan kemajuan organisasinya di pandang
sesuai nikmat, rahmat dan karunia Allah SWT. Perkembangan dan kemajuan itu yang di
lihat dari seggi pemimpin dapat di artikan sebagi keberhasilan atau sukses dalam
kepemimpinannya, akan di iringi dengan rasa bersyukur yang hikmat kepada Allah SWT.
Bersamaan dengan itu dimiliki pula kesadaran bahwa keberhasilan itu apa dasarnya
merupakan dasar ujian atau cobaannya, yang harus di perhatikan dan di tingkatkan agar
memberikan manfaat yang lebih banyak lagi seluruh anggota organisasi dan masyarakat
di sekitarnya.
Pemimpin yang sehat jasmani dan rohaninya serta beriman sebagaimana
digambarkan di atas, tidak akan menghindar jika menghadapi kesulitan, hambatan,
ringkasan dan masalah-masalah dalam usahanya mengajukan dan mengembangkan
organisasinya. Pemimpin tidak akan mengalami gangguan psikosomatis, yang dalam
menghadapi haambatan dan masalah-masalah, lari/menghindar dari tanggung jawab,
dengan merasakan dan kemudian menyatakan bahwa kesehatannya terganggu. Dalam
kondisi itu pemimpin tidak menyadari bahwa perasaan sakit secara fisik itu sebenarnya
sekedar untuk menutupi ketidakmampuanya dalam mengatasi hambatan atau
memecahkan masalah. Pemimpin seperti itu lari dari kenyataan, dan merasa puas jika
hambatan tidak teratasi atau masalah tidak terselesaikan, dianggap bukan karena
ketidakmampuannya, tetapi disebabkan oleh penyakit (sebenarnya tidak ada) dideritanya,
dengan harapan orang lain merasa kasihan dan terharu atas kegagalannya.
Pemimpin yang sehat jasmani dan rohani serta beriman dalam mengatasi
rintangan, hambatan dan memecahkan masalah selalu mampu bekerja sama, yang
memungkinkannya memperoleh pertolongan yang terbaik dari anggota organisasinya.
Namun selalu disadarinya bahwa pertolongan itu sebenarnya datang dari Allah SWT.
Dengan kata lain pimpinan yang beriman dalam menghadapi rintangan, tantangan,
hambatan dan masalah, menyadari bahwa tempat meminta petunjuk dan pertolongan
yang terbaik adalah Allah SWT. Berfirman Allah SWT di dalam surat Ali imron ayat160
yang mengatakan bahwa:

Artinya:
Jika allah menolongmu, pasti tak akan orang yang dapat ada orang yan g dapat
mengalahkan mu, namun bila Tuhan membiarkan mu, maka siapa lagi yang dapat
menolong mu sesudah itu? Hanya kepada Allah sajalah orang-orang yang beriman
harus bertawakal.

Dari uraian-uraian yang telah di kjetengahkan di atas, jelas bahwa di dalam


kepribadian pemimpin haruslah terhimpun sifat-sifat baik manusia yang di senangi Allah
SWT. Sifat-sifat baik itu tidak sekedar yang telah di uraikan terdahulu, tetapi masih
banyak lagi yang belum di sebutkan seluruhnya. Beberapa sifat lain itu adalah sifst
amanah, yang suka memaafkan, tidak sombong, jauh dari angkuh dan serakah, tidak
egois, mampu bekerja sama tetapi juga mampu bersaing secara sehat (jujur dan positif),
bukan dan tidak menyukai penjilat dan lain-lain. Semua sifst-sifst baik itu memang tidak
mungkin terhimpun pada diri seorang pemimpin sebagai manusia, kecuali Rasulullah
SAW, namun yang di maksud di dalam kepribadian seorang pemimpin harus dominan
sifat-sifat baik dari pada sifat-sifat sebaliknya. Untuk itu setiap pemimpin perlu dan
bahkan harus menteladaninya dari Rasulullah SAW, yang berarti di suatu pihak akan
meningkatkan efektivitas kepemimpinannya, sedsang di pihak lain akan semakin
meningkatkan keimanannya. Sifat-sifat di dalam kepribadian Rasulullah SAW perlu dan
harus di teladani, karena merupakan pancaran isi kandungan Al-Qur’an sebagai
kepribadian manusia yang sempurna, meskipun tidak mustahil terdapat juga
kelemahannya. Namun dalam keimanan yang sepenuhnya patut dan harus diyakini bahwa
kelemahan manusiawi yang terdapat di dalam kepribadian beliau,tidak saja sangat sedikit,
tetapi juga tidak akan pernah membawa beliau pada cara berpikir, bersikap dan
bertingkah laku yang tidak di sukai Allah SWT. Derngan meneladani beliau dalam
melaksanakan kepemimpinan, insya Allah seorang pemimpin yang beriman, akan
menjadi tokoh yang di teladani pula oleh anggota organisasinya. Gambar umum dari
kepribadian Rasulullah SAW dinyatakan Allah SWT di dalam firma-Nya surat Ali Imran
ayat 159 sebagai berikut:

Artinya:
Oleh karena rakhmat Allah-lah engkau bersikap lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya engkau berhati keras dan berhati bengis, tentulah mereka akan menjauhkan
diri dari padamu. Karena itu maafkan lah mereka, mohonkanlah ampunan bagi mereka
dan dan bermusyawarah lah dengan mereka dalam urusan perang dan kemasyarakatan.
Bila engkau telah mempunyai tekad yang bulat, bertaqwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.

Sedang di dalam surat Al-Qalam ayat 3 dan 4 kepribadian Rasulullah SAW di


perjelas lagi oleh Allah SWT dengan menyatakan sebagai berikut:

Artinya:
Dan sesungguhnya untuk mu pahala yang tidak berkeputusan. Dan engkau,
benar-benar mempunyai budi pekerti pilihan.

Budi pekerti yang luhur/pilihan pada dasarnya emrupakan pencerminan


kepribadian Rasulullah SAW sebagai pemimpin umat islam. Keluruha budi pekerti beliau
itu merupakan rakhmat Allah SWT, ternyata merupakan salah satu unsur yang
memungkinkan berlangsungnya kepemimpinan yang efektif. Bercermin dari kepribadian
Rasulullah SAW itu, maka dapat disimpulkan bahwa seseorang hanya akan menjadi
pemimpin yang effektif, jika memiliki sifat-sifat yang terpuji di dalam kepribadiannya.
Sifat-sifat terpuji itu merupakan salah satu kelebihan yang perlu di mikliki pemimpin,
dibandingkan dengan orang-oarng yang dipimpinnya. Persyaratan memiliki kelebihan
kepribadian kepribadian itu tidak berarti seorang pemimpin harus memiliki kepribadian
yang sempurna, sebagaimana kepribadian Rasulullah SAW, karena tidak seorang pun
manusia kecuali beliau, yang mendapat limpahan rakhmat dari Allah SWT secara
sempurna. Pemimpin lainnya sebagai manusia memang di ciptakan dengan berbagai
kekurangan dan kelemahan. Untuk itu pemimpin yang beriman harus berusaha menekan,
mengurangi dan bahkan menindakan kelemahan dan kekurangan dalam sifat-sifat
kepribadiannya, dan berusaha mendekati kepribadian Rasulullah SAW.
Uraian-uraian di atas tidak berarti sebaliknnya, bahwa tidak semua orang yang
memiliki ahlak mulia dan terpuji, secara otomatis akan mampu mewujudkan
kepemimpinan yang efektifm. Keadaan itu terjadi karena orang yang bersangkutan tidak
memiliki kemampuan memimpin, dan juga pernah mendapat kesempatan melatih diri
sebagai pemimpin.
BAB V
FUNGSI DAN TIPE KEPEMIMPINAN

Kepemimpinan sebagai proses menggerakan orang lain, pada dasarnya


merupakan rangkaian interaksi antarmanusia. Interaksi itu bersumber dari seseorang yang
berani dan bersedia tampil mempelopori danb mengajak mengajak orang lain berbuat
sesuatu melalui kerjasama satu dengan yang lain. Dengan berada di depan seorang
pemimpin akan menjadi ikutan, yang sikap dan perilakunya di teladani. Bersamaan
dengan itu Pemimpin juga selalu mampu berada di tengah orang yang dipimpinnya untuk
bergandengan tangan atau bekerja sama dalam mewujudkan kegiatan bersama. Untuk itu
pemimpin berfungsi sebagai teman yang saling bantu membantu dalam mewujudkan
kegiatan yang memerlukan kekrja sama. Demikian pula pada saat pemimpin berada di
belakang orang-orang yang dipimpinnya, akan berusaha memfungsikan dirinya dalam
memberikan dorongan untuk berbuat sesuatu. Fungsi kepemimpinan seperti di sebutkan
di atas, di kristalisasikan dalam pepatah Bahasa jawa yang sangat terkenal berbunyi: “ ing
ngarso sung tulodo, ing madio mangun karso, tutwuri handayani.”
Ungkapan yang terkenal itu sering di hubungkan secara operasional dengan 15
jenis gaya kepemimpinan Patih Gajah Mada yang hidup pada abad 14. gaya dimaksud
secara ringkas terdiri dari: 1. Mijnana = Sikap Bijaksana. 2. Mantri Wira = Pembela
Negara Sejati. 3. Wicaksono-ngnoyo = Memiliki kemampuan menganalisa dan
mengambil keputusan. 4. Tanggwan = Dipercaya oleh anak buah/bawahan. 5. Sayo
Bhakti Haprabu = loyal pada atasan. 6. Wakjnana = Pandai berpidato. 7. Sajjawaopasama
= Tidak sombong, rendah hati dan manusiawi. 8. Dhirottsaha = Rajin dan kreatif. 9. Tan
Lalana = Gembira/periang. 10. Disyacitta = Jujur dan Terbuka. 11. Tan Satrisna = Tidak
egois. 12. Mashihi Samatha Bhuana = Penyayang dan cinta alam. 13. Ginong Pratidina =
Tekun Menegakan kebenaran. 14. Sumantri = Abdi negara yang baik. 15. Anayakan
Musuh = Mampu membinasakan musuh.
Gaya kepemimpinan Gajah Mada itu sebagian di antaranya mmerupakan sifat-
sifat yang seharusnya terdapat di dalam kepribadian seorang pemimpin. Perwujudan gaya
dan sifat kepemimpinan itu secara operasional sangat di pengaruhi oleh kondisi di
zamannya masing-masing.
Berdasarkan prilaku yang di tampilkan oleh para pemimpin di lihat dari sudut
orang-orang yang di pimpin, dapat di klasifikasikan fungsi-fungsi kepemimpinan. Gaya
kepemimpinan merupakan hasil interaksi antara pemimpin dan orang-orang yang di
pimpinnya di dalam berbagai kondisi yang mempengaruhinya. Gaya kepemimpinan yang
menggambarkan prilaku dalam interaksi tersebut, bila mana di himpun berdasarkan
kesamaannya yang dominan, akan menghasilkan berbagai tipe kepemimpinan. Kesamaan
yang dominan itu merupakan ciri utama dari tipe kepemimpinan yang tetap terlihat
meskipun kondisi yang mempengaruhinya berubah-ubah, karena bersipat insidental.
Dalam kondisi yang berbeda satu dengan yang lain, maka di perlukan kemampuan
menganalisa dan memanfaatkan setiap kondisi/situasi yang dihadapi, yang akan
memberikan gambaran mengenai gaya dan tipe kepemimpinan.
Kemampuan menjalankan fungsi kepemimpinan, sesuai dengan gaya dan tipe
kepemimpinan masing-masing bagi pemimpin yang beriman sandarannya tidak dapat lain
daripada petunjuk/tuntunan Allah SWT. Untuk itulah berperanan kemampuan berpikir
yang memadai guna melakukan analisa terhadap kondisi/situasi, yang hasilnya dapat di
manfatkan dalam meningkatkan efesien dan efektivitas kepemimpinan. Bebrpikir analitis
dengan landasan iman dalam kepemimpinan merupakan perwujudan dari firman Allah
SWT di dalam surat Yunus ayat 100 sebagai berikut:

Artinya:
Dan tidak ada seorang pun akan beriman, kecuali dengan ixin Allah dan dia
memandang hina terhadap orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya.

Dari firman tersebut jelas bahwa seorang yang tidak mempergunakan akalnya
merupakan orang yang tidak disukai Allah SWT. Dengan demikian berarti Allah SWT
memerintahkan kepada semua pemimpin agar dalam keimanannya selalu berusaha
mempergunakan akal/pikiran, terutama dalam menganalisa dan memanfaatkan
situasi/kondisi yang dihadapinya. Usaha tersebut akan memberikan pengaruh terhadap
perkembangan dan kemajuan organisasi yang diridhai Allah SWT. Dengan katalain iman
yang mengendalikan akal dalam melaksanakan kepemimpinan sesuai tipe masing-
masing, akan selalu ada dalam ridha Allah SWT.sedang keadaan sebaliknya dapat terjadi
sebagaimana Allah SWT di dalam surat yunus ayat 101 sebagai berikut:
Artinya:
Katakanlah:” perhatikanlah yang ada di langit dan dibumi. Tidak akan berguna
tanda –tanda kekuasaan Tuhan dan peringatan-peringatan Rasul bagi orang-orang yang
tidak beriman itu.”

Tanda-tanda kekuasaan Allah SWT bagi seorang pemimpin yang beriman dapat
jjuga didalam interaksi sesama manusia, yang disebut situasi sosial. Interaksi antar
manusia sebagi situasi sosial itu berlangsung juga di dalam setiap organisasi. Setiap
pemimpin dapat mempergunakan pikiran/akalnya dalam menganalisa setiap situasi sosial
yang di hadapinya, agar mampu menjalankan fungsi kepemimpinan yang sesuai
petunjuk/tuntunan Allah SWT. Dalam menggunakan akal/pikiran itupemimpin yang
selalu berpegang tteguh pada firman Allah SWT di dalam surat yunusayat 105 dan 106
sebagai berikut:
Artinya:
Dan aku telah diperintahkan pula:” hadapkanlah mukamu kepada agama yang
cinta tauhid ini dengan tulus ikhlas dan sekalli-kali jangan kamu termasuk orang-orang
yang musyrik.”
“Dan janganlah kamu sekali-kali menyembah selain Allah, apa-apa yang tiak
dapat memberi manfaat dan mudarat bagimu, jika kamu perbuat yang demikian, sudah
tentu kamu termasukorng-orang yang zalim.”

Demikianlah kenyataannang yang berimanya bahwa fungsi kepemimpinan hanya


akan memberi manfaat bagi orang-orang beriman dalam suatu situasi sosial yang
dihadapinya selalu didasarkan pada ajaran Islam. Kepada para pemimpin seperti itu Allah
SWT akan memenuhi janjinya, karena digolongkan sebagi umat-Nya diberinya ilmu
kebijaksanaan. Untuk itu berfirman Allah SWT di dalam surat yusuf ayat 22 yang
mengatakan bahwa:
Artinya:
Kami beri dia ilmu kebijaksanaan. Demikianlah kami memberikan balasan
kepada orang-orang berbuat jasa yang baik.

Dengan kemampuan menganalisa situasi sosial berdasarkan ilmu kebijaksanaan


yang ridhai Allah SWT, kepemimpinan akan berlangsung efektif, karena fungsi
kepemimpinan dilaksanakansecara baik, benar dan tepat.

A. FUNGSI-FUNGSI KEPEMIMPINAN
Proses kepemimpinen pada dasarnya merupakan gejala sosial,karena berlangsung
dalam interaksi antar manusia sebagai mahluk sosial. Kepemimpinan tidak dapat
dilepaskan hubungannya dengan situasi sosial yang terbentuk dan sedang berlangsungdi
suatu organisasi. Oleh karena situasi sosial itu selalu berkembang dan dapat berubah-
rubah, maka proses kepemimpinan tidak mungkin dilakukan sebagai kegiatan rutin yang
di ulang-ulang. Tidak satupun cara bertindak/ berbuat yang dapat di pergunakan secara
persis sama dalam menghadapi dua situasi yang terlihat sama, apalagiberbeda di
lingkungan suatu organisasi oleh seorang pemimpin. Dengan demikian berarti juga suatu
organisasi oleh seorang pemimpin. Dengan demikian berarti juga suatu cara bertindak
yang efektif dari seorang pemimpin, tidak dapat di tiru secara tepat dengan
mengharapkan hasil yang sama efektifnya oleh pemimpin yang lain.cara bertindak sama
di lingkungan organisasi yang berbeda dengan situasi sosial yang tidak sama, hasilnya
juga akan berbeda.
Cara bertindak/berbuat dari seorang pemimpin didasari oleh keputusan yang di
tetapkannya, yang sangat dipengaruhi oleh kemampuan menganalisa situasi sosial
organisasinya. Pemimpin yang efektif akan selalu berusaha mengembangkan situasi
sosial yang bersifat kebersamaan yang mampu memberikan dukungan positif terhadap
keputusan yang di tetapkannya. Oleh karena itu apabila menganalisa situasi sosial
menganalisa organisasinyaternyata tidak atau kurang di temukan sifat kebersamaan,
pemimpin perlu berusaha menciptakan dan mengembangkannya. Selanjutnya fungsi-
fungsi kepemimpinan akan dapat di wujudkannya, karena pelaksanaannya selalu
berlangsung dalam interaksi antar individu di lingkungan organisasi masing-
masingsehubungan dengan itu terdapat dua dimensi interaksi sosial yang perlu mendapat
perhatian seorang pemimpin. Kedua dimensi itu adalah:
1. dimensi kemampuan pemimpin mengarahkan (direction).
Dimensi ini merupakan aktivitas yang berisi tindakan-tindakan pemimpin dalam interaksi
engan interaksi organisasinya, yang mengakibatkan semuanya berbuat sesuatudi
bidangnya masing-masing yang tertuju pada tujuan organisasi. Dimensi ini tidak boleh di
lihat dari segi aktivitas pemimpin, tetapi tampak dalam respon anggota organisasinya.
Oleh karena itu bilaman respon belum menunjukan kebersamaan, maka terdapat
kecendrungan sulit mewujudkan fungsi-fungsi kepemimpinen secara efektif dan efisien,
meskipun tidak berarti sama sekali tidak bisa diwujudkan.
2.dimensitingkat dukungan (support) dari anggota organisasi.
Dimensi ini terbentuk keikutsertaan (keterlibatan) anggota organisasi dalam kegiatan-
kegiatan melaksanakan tugas-tugas pokoknya.pelaksanaan tugas pokok disamping
didasari oleh keputusan pucuk pimpinan, juga bersumber dari keberanian yang berisi
krreativitas dan inisiatif anggota terutama yang menjabat sebagai staf pimpinan dalam
mengambil keputusan-keputusan sebagai penjabaran tugas pokok yang harus menjadi
pendukung kebijaksanaan umum pucuk pimpinan. Apa bila staf pimpinan memiliki
kemampuan memberikan dukungn(support) yang tinggi, maka berarti setiap fungsi
kepemimpinan dapat diwujudkan secara efektif dan efisien.
Berdasarkan kedua dimensi tersebut di atas maka secara operasional dapat di
bedakan enam fungsi pokok kepemimpinan. Keenem fungsi tersebut adalah:

a. fungsi instruktif
setiap pemimpin perlu memiliki kemampuan dalam memberikan berintah yang
bersipat komunikatif, agar di laksanakan menjadi kegiatan orang yang menerima
perintahnya. Fumngsi ini bersipat komunikasi satu arah, namun harus komunikatif karena
sekurang-kurangnya harus di mengerti oelh anggota organisasi yang menerima perintah.
Pemi,pin yang memikul volume dan beban tugas mengambil keputusan, akan kehilangan
maknanya jika tidak di laksanakan. Sedang untuk melaksanakan pada umumnya tidak di
lakukan sendiri oleh pemimpin sebagai pembuat keputusan. Untuk itu di perlukan
kemampuan dalam mewujudkan fungsi instuktif, agar kepemimpinan berlangsung efektif.
Pemimpin harus menetapkan apa, bagaimana, bilamana, dan di mana suatu perintah di
laksanakan. Sebagai fumngsi orang yang di pimpin adalah melaksanakan perintah, yang
hanya dapat di lakukan secara efektif jika memiliki kemampuan mendengar dan
memahami isi instruksi. Kreatifitas dan inisiatif menetapkan apa yang harus dilaksanakan
sepenuhnya merupakan fungsi pemimpin.
Di lingkungan umat Islam gambaran dalam menjalankan fungsi instruktif terlihat
dari riwayat Ratu Balqis sebagai pemimpin, yang di firmankan Allah SWT di dalam surat
An-Naml ayat 32 dan 33. firman itu mengatakan sebagai berikut:

Artinya:
Berkata Balqis: “Sidang Mentriku! Berilah aku pertimbangan dalam urusan ini,
aku tidak akan memutuskan sesuatu persoalan sebelum mendapat persetujuan tuan-
tuan.”
Mereka menjawab; “kita mempunyai kekuatan dan semangat perang yang cukup,
dan urusan itu terserah paada bagin da; sebab itu baginda pikirkanlah apa yang hendak
baginda perintahkan.”

Firman tersebut menunjukan Ratu Balqis sebagai pemimpin telah mencoba


menjalankan fungsi iinstruktif, namun karena keputusan yang di perintahkannya tidak
berisi tentang apa, bagaimana dan bilamana kegiatannya dilaksanakan, maka terlihat
prosesnya masih mengalami hambatan. Oleh karena itu para mentrinya menolak untuk
berpartisipasi dalam menetpkan keputusan, dan sebaliknya menyerahkan kembali kepada
pemimpin untuk membuat keputusan. Kemudian memohon agar keputusan itu di
perintahkan, dan untuk melaksanakannya.

b. Fungsi Konsulatif.

fungsi ini bersifat komunikasi dua arah, karena berlangsung dalam bentuk
interaksi antara pemimpin dan anggota organisasinya. Namun sulit untuk di bantah
bilamana dinyatakan bahwa tingkat intensitas dan efektifitasnya sangat tergantung pada
pemimpin.
Fungsi ini antara lain dapat diwujudkan pemimpin dalam menghimpun bahan
sebagai masukan (input) apabila akan menetapkan berbagai keputusan penting dan
bersifat strategis. Untuk itu pemimpin perlu melakukan konsultasi dengan anggota
organisasinya, baik secara terbatas maupun meluas sebelum keputusan di tetapkan.
Pemimpin perlu menyimak berbagai persoalan, aspirasi, pendapat, perasaan, data,
informsi dan lain-lain yang di ungkapkan anggota organisasinya. Konsultasi serupa juga
perlu di lakukan setelah keputusan di tetapkan dan di laksanakan. Konsultasi dilakukan
untuk mendapatkan umpan balik (feed back), dalam rangka memperbaiki dan
menyempurnakan keputusan-keputusan tersebut, jika di perlukan.
Fungsi konsultasi yang di laksanakan teratur dan hasilnya di manfaatkan, bukan
saja akan menghasilkan keputusan yang tepat, tetapi juga akan mendapat dukungan dari
anggota organisasi dalam pelaksanaannya. Dampaknya akan memudahkan juga dalam
melaksanakan fungsi instruktif, karena setiap anggota organisasi merasa ikut bertanggung
jawab dalam mensukseskan pelaksanaan kputusan yang telah di tetapkan. Dengan kata
lain tingkat partisipasi anggota organisasi cenderung meningkat. Dari sudut ajaran Islam
surat An-Nahl ayat 32 tersebut di atas merupakan firman Allah SWT yang
menggambarkan Ratu Balqis sebagai pemimpin menjalankan fungsi konsulatif dalam
menetapkan keputusan. Dari firman itu Ratu Balqis melakukan konsultasi umum dengan
para mentrinya, untuk memperoleh masukan guna menetapkan suatu keputusan. Di
sammping itu di dalam firman Allah SWT surat Az-Zumar ayat 18 diberikan gambaran
tentang seseorang termasuk pemimpin dalam menjalankan fungsi ini. Firman itu
mengatakan sebagai berikut:

Artinya:
Yang suka mendengar perkataan, lalu mengikuti apa yang paling baik di
antaranya. Itulah orang-orang yang dipimpin Allah dan itu pulalah orang-orang yang
mengerti.

Firman tersebut di jelas menunjukan bahwa Islam sangat menghargai pemimpin


yang mampu menjalankan fungsi konsultatif. Pemimpin itu merupakan orang yang
mau/bersedia mendengarkan pendapat, saran keterangan, aspirasi dan lain-lain dari
anggota organisasinya. Kesediaan itu bukan sekedar formalitas untuk membina hubungan
manusiawi yang efektif, tetapi benar-benar di manfaatkan untuk memajukan dan
mengembangkan organisasinya. Pemimpin seperti itu di dalam ajaran Islam akan
berusaha mengikuti masukan yang terbaik, dengan menggunakan tolak ukur
bebrdasarkan sesuatu yang di perintahkan dan yang di larang-Nya untuk di kerjakan.
Fungsi konsulatif dapat di lakukan juga melalui arus sebaliknya, dalam bentuk
kesediaan pemimpin melayani anggota organisasi yang memerlukan penjelasan,
informasi, petunjuk dan lain-lain dalam melaksanakan keputusan yang diinstruksikan
kepadanya. Dalam kenyataan tidak semua anggotra organisasi sama kemampuannya
dalam memahami suatu keputusan atau instruksi dari pemimpinnya. Di samping itu pula
ketidakjelasan itu bukian bersumber pada anggota organisasi, tetapi justu bberasal dari
pimpinan pembuat keputusan dan yang memberikan instruksi pelaksanaannya. Fungsi
konsul tatif dari sudut anggota organisasi sangat penting artinya untuk menghindari
berbagai kemungkinan membuat kekeliruan, jauh lebih baik dari pada harus memperbaiki
kekeliruan yang terjadi. Pemimpin tidak boleh mengabaikan pelaksanaan fungsi
konsultatif ini, meskipun mungkin akan dapat merepotkannya, namun dapat diatasi
dengan mengatur pembagian antar pucuk pimpinan dan staf pimpinan lainnya, dalam
memberikan konsultasi sesuai jenjang dan biddangnya masing-masing.

c. Fungsi Partisipasi

fungsi ini tidak sekedar bersifat komunikasi dua arah, tetapi juga merupakan
perwujudan hubungan manusiawi (hablum-minannas) yang kompleks. Dalam
menjalankan fungsi ini pemimpin harus berusaha mengaktifkan setiap anggota
organisasinya, sehingga terlalu terdorong untuk berkomunikasi, baik secara horizontal
maupun vertikal. Setiap anggota didorong agar aktif dalam melaksanakan tugas
pokoknya, sesuai dengan posisi/jabatan dan wewenang masing-masing. Dengan demikian
ada yang harus aktif menetapkan keputusan, memerintahkan dan mengawasi
pelaksanaannya. Di samping ituy ada pula yang aktif berpartisipasi sebagai pelaksana
saja.
Aktifitas yang di lakukan semua anggota organisasi memungkinkan
berkembangnya komunikasi yang memberi peluang terjadinya pertukaran informasi,
pendapat, gagasan, pandangan dan lain-lain. Kondisi partisipasi aktif anggota organisasi
akan meningkatkan efisiensi penyelesaian masalah-masalah, penetapan keputusan dan
penyelesaian tugas pokok yang terarah pada pencapaian tujuan organisasi. Partisipasi
seperti tersebut di atas antara lain dapat berbentuk musyawarah, yang sangat penting
artinya di dalam ajaran Islam. Sehubungan dengan itu di dalam surat Asy-Syura ayat 38
yang sudah diketengahkan sebelumnya, Allah SWT memfirmankan: “juga mereka yang
suka mematuhi seruan tuhannya, mengerjakan shalat, menyelesaikan setiap persoalan
antara sesamanya secara musyawarah, menafkahkan barang apa rezeki yang telah kami
berikan kepada-Nya.”
Orang yang menyukai musyawarah termasuk para pemimpin, dalam keadaan
orang tersebut beriman, merupakan orang yang di sukai Allah SWT. Musyawarah
memungkinkan anggota organisasi berpartisipasi aktif dalam proses kepemimpinan, akan
meningkatkan perasaan memiliki (sense of belonging) terhadap organisasi dan
kegiatannya.
Dari sisi lain fungsi partisipasi juga berarti kesediaan pemimpin untuk ikut serta
dalam pelaksanaan berbagai pelaksanaan berbagai keputusan. Pemimpin tidak boleh
sekedar mampu mengambil dan memerintahkan pelaksanaan keputusan. Dalam batas-
batas tertentu pemimpin pun dapat dan perlu ikut serta melaksanakan keputusan yang
telah di tetapkan. Namun keikutsertaannya itu tidak boleh menenggelamkannya kedalam
kegiatan teknis oprasional yang bersifat rutin, agar tugas kepemimpinannya tidak
terabaikan.

d. Fungsi Delegasi

Setiap pemimpin tidak mungkin bekerja sendiri dalam usaha mewujudkan tugas
pokok organisasinya. Pemimpin sendiri tidak mungkin berbuat banyak bagi
organisasinya, meskipun dengan mengerahkan seluruh tenaga, pikiran dan
kemampuannya. Tidak seoang pun pemimpin yang dapat menyelesaikan seluruh
pekerjaan organisasinya. Untuk itu setiap pemimpin harus bersedia dan mampu
menjalankan fungsi delegasi, yang dapat di lakukan dengan melimpahkan sebagian
wewenangnya kepada stsf pimpinan yang membantunya.
Pelimpahan wewenang dalam menetapkan keputusan mungkin di berikan dengan
persyaratan harus memulai persetujuan pucuk pimpinan dan dapat pula tanpa persetujuan
tersebut namun dibatasi pada bidang yang tidak bersifat prinsipil. Pelaksanaan fungsi ini
tergantung pada kepercayaan. Pemimpin harus mampu memberikan kepercayaan. Untuk
memelihara kepercayaan penerima delegasi harus berhati-hati dan teliti dalam
menetapkan keputusan. Segala sesuatu yang belum jelas atau yang sifatnya prinsipil,
sebaikanya untuk di konsultasikan lebih dahulu, yangm tidak mustahil oleh pucuk
pimpinan dijadikan bahan musyawarah.
Fungsi pendelegasian pada dasarnya berarti persetujauan atau pemberian izinpada
anggota organisasi dalam posisi tertentuuntuk menetapkan keputusan. Ajaran islam
mengajarkan pentingnya persetujuan dari pimpinan, karena berarti tidak bertindak
membelakangi yang dapat menimbulkan berbagai akibat yang kurang menguntungkan.
Untuk itu Rasullullah SAW telah memberikan petunjuk yang jelas, dalam sabdanya
beliau mengatakan sebagai berikut:
Artinya;
Barang siapa pemimpin suatu kaum(golongan) tanpa mendapatkan izin dari
pemimpin atasanya, maka ia mendapatkan kkutukan Allah serta Malaikat-Nya, dia tidak
akan diterima kebaikanya(oleh Allah) maupun keutamaanya (sedekahnya).

Dasar memberikan izin atau persetujuan pada anggota yang mendapat pelimpahan
wewenang sebagaimana dikatakan terdahulu adalah kepercayaan.dengan klata lain
anggota organisasi ter sebut merupakan orang kepercayaan, agar bertindak tidak
membelakangi, baik secara terang-terangan maupun secara tersembunyi, untuk itu bagi
pemimpin dari kalangan umat islam, orang kepercayaan yang terbaik menerima
pendelegasian adalah orang-orang yang beriman pula. Kedua belah pihak pasti akan
mematuhi perintah Allah SWT yang di yakininya akan
Memberi siksa yang pedih bagi orang yang mengkhianati kepercayaan yang telah
diterimanya. Sehubungan dengan itu berfirman Allah SWT di dalam surat Al- Maaidah
ayat 51 dan 57 sebagai berikut:
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memilih orang-orang yahhudi
dan nasrani menjadi pemimpin-pemimpinmu, sebagian mereka adalah pemimpin bagi
sebagian yang lain. Barang siapa diantara kamu memilih mereka menjadi pemimpin,
maka sesungguhnyaorang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.
...
Hai orang-orang yuang beriman, janganlah kamu memilih orang yang akan
memimpinmu, mereka yang membuat agamamu menjadi buah ejekanmu dan permainan.
Yaitu diantara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu dan orangorang yang
kafir. Dan bertaqwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman.

Peringatan Allah SWT dalam firman tersebut di atas, menunjukan dua arah. Arah
yang pertama seperti yang di sebutkan terdahulu, bahwa pimp[pinan yang beriaman agar
tidak mengangkat staf pimpinan pembantunya dari kalangan orang-orang yang tidak
beriman. Para staf pimpinan itu adalah orang-orang yang akan menerima delegasi sebagai
orang-orang kepercayaan. Dalam praktiknya secara terang-terangan atau tersembunyi,
para penerima wewenang itu dapat menimbulkan berbagi kesullitan dan merugikan
pemimpin yang pemberi wewenang. Di samping itu kan selalu pula tyimbul usaha-uasah
mempersulit annggota organisasinya yang beriman. Arah kedua dalam memilih dan
mengangkat pimpinan dengan pemungutan suara anggota. Umat islam tidak sepatutnya
memilih yang berarti juga mempercayakan orang-orang yahudi atau orang kafir lainya.
Umat islam hendaklah menyadari bahwa pimpinan yang di pilihnya itu merupakan
penerima delegasi dari anggota organisasi, yang akan memperoleh kesempatan
memperolok-olok, merugikan dan mempersulit anggotanya yang beriman.

e. fungsi pengendalian
fungsi ini cendrung bersifat komunikasi satu arah, meskipun seharusnya lebih
efektif jika dilaksanakan melalui komunikaasi dua arah. Fungsi pengendalian ini tidak
sekedar dilaksanakan melalui kegiatan kontrol atau pengawasan. Fungsi ini juga melalui
bimbingan kerja, termasuk juga memberikan penjelasan dan contoh dalam bekerja,
latihan di lingkungan organisasi lain dan sebagainya. Sehubungan dengan itu sulit pula
untuk di bantah bahwa fungsi p[e gendalian yang paling efektif, harus dilakukan melalui
kegiatan penngawasan atau kontrol.
Pengawasan yang bersifat pengendalian dilakukan pada saat kegiatan
berlangsung dengan maksud preventif yakni mencegah terjadinya penyipangan atau
kekeliruan dalam melaksanakan keputusanatau perintah pimpinan. Pengawasan pun
harusdilakukan juga pada kegiatan yang bersifat rutin, bahkan juga terhadap pelaksanaan
etika organisasi. Pemimpin harus berusaha agar tidak seorang pun anggota organisasi
yang terlepas dari pengendaliannya dalam melaksakan volume dan beban kerja masing-
masing untuk melaksakannya mungkin saja di lakukan secara berjenjang, agar tidak
terjadi terlalu berat dan semua pimpinan sesuai jenjang dan ruang lingkupnya masing-
masing ikut berperan serta dalam mewujudkan fungsi ini. Dalam keadaan seperti itu
fungsi pengendalian menjadi identik dengan pengawasan melekat,yang bersifat
pengawasan Allah SWT terhadap setiap manusia, sehingga setiap manusia yang beriman
merasa perlu mengendalikan dirinya. Untuk berfirman Allah SWT di dalam surat Al-
Maaidah ayat 117 dengan memberitakan bahwa sebagai berikut:
Artinya:
Engkau yang mengawasi mereka dan engkau pulalah yang menyaksikan segala-
galanya.

Anggota organisasi yang mennyadari bahwa pimpinannya melakukan


pengawasan terhadap dirinnya, akan berusaha mengandalikan kegiatannya dalam
menunaikan tugas-tugasnya. Demikianlah kenyataanya bahwa Allah SWST melakukan
pengawasan untuk mengendalikan prilaku manusia, apalagi bagi sesama manusia di
dalam satsu oraganisasi dengan posisi pemimpin terhadap sejumlah orang yang
dipimpinnya. Firman tersebut mengingatkan bahwa pengawasan untuk pengendalian
sangat penting artinya, sehinga tidak boleh diabaikan. Pengawasan dimaksud
Sebagaimana dikatakan terdahulu bersifat preventif dengan tiujuan mencegah terjadinya
kekelliruan, kesalahan dan penyimpangan. Pencegahan dalah tindakan pengendalian jauh
lebih baik, dari pda harus memperbaiki kekeliruan atau kesalahan yang sudah terjadi baik
yang sengaja atau tidak sengaja.

f. fungsi keteladanan.
Para pemimpin merupakan tokoh utama di lingkungan masing- masing. Seorang
pucuk pemimpin di antara para pemimpin yang membantunya dan orang-orang yang
dipimpin lainnya, merupakan tokoh sentral yang menjadi pusat perhatian. Oleh karena itu
tidak ada pilihan lain bagi orang yang bersedia menjalankan peranan sebagai pemimpin,
selain harus menjalankan kepemimpinan yang patut di teladani. Kepemimpinan iotu
harus di tunjang dengan kepribadian yang terpuji karena akan bermanifestasi dalam
tupikiran, sikap dan prilaku seorang pemimpin. Sikap dan prilaku itu selalu dapat
dirasakan dan diamati orang-orang yang dipimpinnya, dalam interaksi antar sesamanya
setiap hari.
Dalam keadaan seperti tersebut diatas, pemimpin di tuntut agar selalu
menampilkan sikap dan perilaku terbaik, sesuai dengan norma-normayang berlaku
dilingkungan organisasinya (termasuk kode etik kalau ada). Disamping itu harus sesuai
pula dengan norma-norma yang berlaku dimasyarakat atau lingkungan bangsanya, sedang
bagi yang beragama islam tidak dapat lain harus mencerminkan kemampuan mematuhi
norma-norma yang sifatnya berpegang pada yang diperintahkan dan meninggalkan apa
yang dilarangAllah SWT. Diantaranya secara operasional pemimpin dituntut menjadi
telaadan atau panutan dalam menjalankan disiplin waktu dan disiplin kerjamoral dan
sengat kerja, tanggung jawab dan pengabdian, loyalitas dan dedikasi, kecermatan dan
ketelitian dan lain-lain. Sedang dilingkungan umat islam pemi pin harus dapat pula di
teladani keimanannya, yang tercermin melalui ibadah sehari-hari, cara bergaulnya dalam
menghadapi dan memperlakukan orang lain, kesabarannya dan lain-lain.
Dalam menjalankan f uiungsi keteladanan ini,eorag pemimpin ynag beriman
dituntut menampilkanseluruh aspek kepribadian manusia yang terbaik dan terpuji disisi
Allah SWT, namun karena dirinya adalah manusia pastilah tidak sempurna. Dalam
kondisi seperti itu maka harus di usahakan agar kekurangan atau kelemamhan itu tidak
bersifat ekstrim, sehingga menjadi sifat, sikap dan prilaku yang di benci Allah SWT.
Dari uraian-uraian tentang fungsi kepemimpinan tersebut diatas, harus dijalankan
secara integratif, yang perwujudannya antara lain sebagai berikut:
a. menjabarkan keputusan-keputusan menjadi intruksi-intruksi yang jelas, agar tidak
membingungkan melaksanakannya. Instrusi yang tidak jelas, dan gagal pelaksanakanya,
bukan kesalahan petugas pelaksana. Tugas. Untuk itu intruksi harus jelas “apa yang harus
di kerjakan,” kemudian tentang “dimana mengerjakanya,” setelah itu jelas pula tentang
dimana mengerjakanya,” dan akhirnya mengenai “kapan harus selesai serta kepada
siapamenyampaikan hasilnya atau memprtanggung jawabkannya.
b. mengembangkan daan menyalurkan kebebasan berfikir dan mengeluarkan pendapat,
baik secara perseorangan maupun kelompok dengan demikian pemimpin akan
memperoleh berbagai masukan berupa data, informasi, gagasan, kreativitas inisiatif
saran, pendapat,kritik dan lain-lain. Bahan masukan itu dapat dimanfaatkan untuk
berbagai kegiatan, khususnya dalm mengambil dan menetapkan keputusan berikutnya,
memperbaiki kegiatan yang masih berlangsung dan sebagainya, sedang bagi orang-orang
yang dipimpin tyerbuka kesempatan untuk berpartisipasi, yang berm anfaat bagi
pengembangan kemampuannya yang ikut menunjan terwujudnya kepemimpinan yang
efektif.
c.mengembangkan kerja sama yang efektif dengan menghargai dan menyalurkan
kemampuan setiap orang yang di pimpin. Dengan demikian akan tumbuh dan
berkembang kepercayaan pada diri sendiri yang positif. Sebalikjnya pada orang-orang
yang dipimpin akan tumbuh dan berkembang pula kemampuan mengakui dan
menghargai kemampuan antar sesamanya. Kemampuan itu sangat penting artinya dalam
memberikan dorongan agar aktif berpartisipasi. Untuk itu setiap anggota organisasi harus
mengetahui secara jelas mengenai posisi dan peranannya, yang memungkinkannya
mengetahui sumbangan yang dapat di berikannya dalam setiap kerjasama.
d. Membantu dan mengembangkan kemampuan memecahkan masalah-masalah yang di
hadapi, baik secara perseorangan maupun dalam kelompok. Setiap anggota organisasi
harus di beri kesempatan memecahkan masalahnya sendiri, tanpa ketergantungan orang
lain, khususnya pemimpin. Pemimpin tidak boleh berperan sebagai pihak yang selalu dan
siap menyuapi, sehingga dalam menghadapi masalah semua anggota tidak dapat berbuat
sesuatu, bila pemimpin tidak bersedia berada di tempat. Pemimpin tidak boleh
mematikan kreativitas dan inisiatif anggota organisasinya dalam menyelesaikan masalah-
masalah.
e. Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan bertanggung jawab, dengan
memberikan kepercayaan penuh dalam melaksanakan tugas-tugas yang telah
didelegasikan. Tidak banyak di campuri yang menimbulkan kesan anggota tidak di
percayai, sebagai mana pepatah mengatakan “kepala di lepas, ekor dipegang.” Bersama
dengan itu di atur cara menyampaikan pertanggung jawaban tentang pelaksanaan dan
hasil yang di capai oleh setiap penerima delegasi.
f. Pengawasan sebagai usaha pengendalian agar di gunakan untuk meningkatkan prestasi,
baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Kualitas yang di capai harus di pergunakan
untuk pengembangan karier. Pengawasan melekat dari pimpinan supaya dimanfaatkan
untuk memberikan bimbingan, pengarahan dan petunjuk kerja, agar berdaya guna bagi
peningkatan produktivitas, baik perseorangan maupun kelompok (unit karja).

Dalam proses kepemimpinan selalu terlihat titik berat yang berbeda dalam
mewujudkan fungsi-fungsi kepemimpinan, antarpemimpin yang satu dengan yang lain.
Di antaranya ada yang lebih mengutamakan fungsi instruktif, sedang yang lain fungsi
delegasi, yang berikutnya fungsi partisipasi dan lain-lain. Di samping itu mungkin pula
ada yaang melaksanakan dalam bentuk kombinasi. Perbedan itu mengakibatkan
terjadinya berbagai tipe kepemimpinan, sebagai topik yang akan di bahas berikut ini:

B. TIPE KEPEMIMPINAN

Dalam mewujudkan fungsi kepemimpinan pada tahap pertama mudah terlihat


gaya kepemimpinan, yang akan mendasari pengelompokannyamenjadi beberapa tipe
kepemimpinan. Oleh karena itu uraian dalam bagian ini akan di dahului dengan
pembahasan tentang gaya kepemimpinan.
Dalam rangka pembahasan secara teoritis dapat di bedakan tiga pola dasar gaya
kepemimpinan, yang secara rinci masih dapat di jabarkan menjadi 8 (delapan) jenis
kepemimpinan. Ketiga pola dasar gaya kepemimpinan itu adalah:
1. Gaya Mengutamakan Tugas.

Kepemimpina dengan gaya ini di dasari oleh asumsi bahwa tugas pemimpin
adalah mendorong agar setiap anggota melaksanakan tugas masing-masing secara
maksimal. Gaya ini berpola mementingkan pelaksanaan tugas melebihi berbagai kegiatan
lainnya dalam kehidupan berorganisasi. Pemimpin menaruh perhatian yang besar dalam
keinginan yang kuat terhadap pelaksanaan tugas oleh setiap anggota. Pemimpin tidak
menaruh perhatian pada cara melaksanakannya, baik sendiri maupun dengan kerjasama
di dalam susunan hubungan manusiawi yang efektif atau tidak. Di samping itu pemimpin
juga kurang menaruh perhatian pada hasil yang akan di capai, khususnya dalam
hubungan dengan tujuan organisasi.

2. Gaya Mengutamakan Kerjasama

Kepemimpinan dengan gaya ini berpola mementingkan kerjasama, yang berarti


juga mengutamakan hubungan manusiawi antara anggota organisasi. Pemimpin menaruh
perhatian yang besar dan keinginan yang kuat dalam menciptakan hubungan kerjasama
antar sesama pimpinan unit, pimpinan dengan anggota dan antar sesama organisasi.
Untuk itu hubungan manusiawi yang efekif di tempatkan sebagai faktor yang sangat
menentukan. Perhatian yang besar terhadap kerjasama yang akrab, mengakibatkan
melemahgnya perhatian terhadap pelaksanaan tugas dan hasil yang hendak di capai.

3. Gaya Mengutamakan Hasil.

Kepemimpinan dengan gaya ini berpola mementingkan hasil yang dapat dan
harus di capai setiap anggota organisasi dalam melaksanakan kerja atau kegiatan tertentu.
Pemimpin menaruh perhatian yang besar dan keinginan yang kuat untuk mencapai hasil
yang maksimal. Hasil tersebut menggambarkan tingkat produktivitas seseorang, tanpa
mempersoslkan cara mencapainya. Produk seseorang merupakan satu-satunya ukuran
prestasinya, meskipun miungkin bukan hasil pelaksanaan tugas yang di lakukan sendiri.
Perhatian pemimpin yang cenderung pada produk, mengurangi perhatiannya pada kerja
sama dan pelaksanaan tugas anggota organisasinya. Siapa yang melaksanakan dan
bagaimana pelaksanaan tugas tidak di persoalkan, karena yang penting bagi pemimpin
adalah hasilnyadan bukan prosesnya.
Tiga pola dasar gaya kepemimpinan tersebut di atas, dalam proses kepemimpinan
secara oprasional berlangsung serentak, namun selalu menunjukan kecenderungan salah
satu yang dominan. Dominannya salah satu tidak menghilangkan pola yang lain,
sehingga berlangsung sebagai penunjang. Dalam kaedaan seperti itu maka dapat di
bedakan 8 (delapan) perilaku kepemimpinan. Timbulnya delapan perilaku kepemimpinan
berdasarkan tiga pola gaya kepemimpinan, dapat terjadi krena dalam kenyataannya
proses kepemimpinan di pengaruhi juga oleh situasi sesaat. Di samping itu perlu di dasari
bahwa tidak satupun di antara kedelapan perilaku kepemimpinan itu merupakan
kepemimpinan yang sempurna, sehingga selalu di perlukan usaha seorang pemimpin
untuk memperpadukannya, sesuai dengan situasi sesaat yang di hadapinya. Kedelapan
perilaku kepemimpinan sebagai pola gaya ke pemimpinan yang lebih rinci adalah:
1. Otokrasi (Autocrat).

Perilaku kepemimpinan ini menunjukan ciri-ciri sebagai berikut:


a. Mengutamakan pelaksanaan tugas. Untuk itu pemimpin harus memberikan
instruksi-instruksi agar setiap anggota organisasi melaksanakan tugas-tugasnya.
b. Agar ttugas-tugas dilaksanakan, kontrol harus dilaksanakan secara ketat.
Kekeliruan atau kesalahan harus di jatuhi sannksi/hukuman, agar tidak terjadi lagi
dalam melaksanakan tugas berikutnya. Dalam melaksanakan kontrol pemimpin
bertok dari asumsi bahwa manusia pada dasarnya malas dan suka menghindarkan
diri dari tugas-tugasnya.
c. Kreativitas dan inisiatif anggotanya di matikan dan di pandang tidak perlu.
Pemimpin bertolak dari asumsi bahwa pada dasarnya manusia “suka di arahkan”
dari pada diberi kebebaasan untuk bekerja secara kreatif dan bertanggung jawab.
d. Kurang memperhatikan hubungan manusiawi antar pemimpin dengan dan antar
sesama orang yang dipimpin.
e. Kurang mempercayai orang lain di dalam organisasinya.
f. Menyenangi ditakuti dan akibatnya kurang di senangi serta cenderung dihindari
oleh orang-orang dipimpin.
g. Orang yang di pimpin di anggap tidak lebih dari pelaksanaan kehendak pemimpin,
sebagai mana layaknya sebuah mesin. Oleh karena itu tugas tugas anggota
hanyalah menunggu dan melaksanakan perintah pemimpin, tanpa boleh membuat
kekeliruan sedikit pun.
h. Dalam kepemimpinan sukar memberikan maaf pada orang yang di pimpinnya.
Pemimpin menurut ketaatan/kepatuhan buta, berupa kepenurutan tanpa bertanya,
tanpa kritik, tanpa komentar dan tanpa pendapat. Tugas anggota hanya
melaksanakan perintah, dengan tanggung jawab sepenuhnya pada pemimpin yang
membuat keputusan dan memberikan perintah.
i. Pendapat dan sarana dari anggota (sebagai bawahan) bukan saja tidak benar/salah,
tetapi juga di nilai sebagai sikap menantang atau membangkang. Bilamana terjadi
konflik penyelesaiannya dilakukan dengan menekan dan menghukum anggota,
karena pemimpin di anggap tidak pernah salah. Kesalahan pemimpin di lindungi
dan di tutup-tutupi, demi wibawanya terhadap anggota organisasi.
j. Orang yang dipimpin dalam merespon kepemimpinan dengan pola/gaya seperti ini,
cenderung terpecah-pecah dan membentuk kelompok-kelompok kecil. Di
samping itu anggota cenderung lebih senang menghindar dari pada berhadapan
atau bertemu langsung dengan para pimpinan.

2. Otokrasi Yang Disempurnakan (Benevolnt Autocrat).

Perilaku kepemimpinan dalam gaya ini menunjukan ciri-ciri sebagai berikut:


a. Berorientasi pada hasil atau produktivitas yang didasari oleh ketepatan dan
efektivitas dalam melaksanakan perintah. Dengan demikian berarti pangkalnya
adalah perintah pimpinan, namun pimpinan juga cukup mahir dalam menggerakan
anggota organisasinya agar melaksanakan perintahnya itu.
b. Memiliki kemampuan memberikan petunjuk untuk memperjelas perintah yang di
berikan. Dengan demikian bekekrja sebagai pelaksanaan perintah dapat
berlangsung efektif dan efesien. Kemampuan itu dimiliki pemimpin dengan cara
belajar dari pengalaman dan kemauan atau usahanya mengatasi kesalahan.
c. Ketat dalam menerapkan peraturan-peraturan dalam mengawasi pelaksanaannya.
d. Kurang yakin pada diri sendiri, sehingga selalu cenderung berusaha mengatasi
masalah dengan memanfaatkan orang lain.

3. Birokrat (Bureucrat)

Perilaku kepemimpinan dalam gaya ini menunjukan ciri-ciri sebagai berikut:


a. Bekerja sesuai dan mengikuti dengan ketat peraturan dan produser kerja yang
sudah di tetapkan.
b. Taat pada perintah pimpinan yang lebih tinggi dan selalu berusaha mencari
peraturan yang membenarkan dan mendukung ketaatan tersebut.
c. Mengusahakan lingkungan dan situasi kerja sesuai aturan-aturan teoritis,
agarkepemimpinan dapat dilaksanakan secara formal.
d. Kurang aktif dan bersifat saling mengganggu dalam melaksanakan tugas-tugas.
e. Gagasan-gagasan, inisiatif dan kreativitas tidak berorientasi pada produktivitas
kerja, tetapi lebih tertarik pada pengaturan cara bekerja.
f. Dalam melaksanakan pekerjaan kurang berusaha mengembangkan hubungan
manusiawi dengan orang-orang yang di pimpin. Dengan demikian berarti juga
kurang tertarik pada perwujudan dan pengembangan kerja sama dalam bekerja,
karena lebih berpegang pada status/jabatan atau posisi dan kepangkatan, yang
membatasi siapa dapat/boleh berkomunikasi dengan siapa.
g. Kurang menyukai orang luar dan masyarakat, karena pemimpin berkewajiban
merahasiakan berbagai hal yang berkenaan dengn pekerjaannya. Dengan kata lain
setiap jabatan dan keseluruhan organisasi, memiliki sesuatu yang harus di jaga
kerahasiaannya dari orang luar/masyarakat. Oleh karena itu pemimpin cenderung
sulit menjalin hubungan dan mempercayai orang lain.

4. Pelindung dan Penyelamat (Missionary).

Perilaku kepemimpinan gaya inimenunjukan ciri-ciri sebagai berikut:


a. Pemimpin berkepribadian ramah dan murah senyum.perilaku itu di dasari asumsi
bahwa hubungan maanusiawi yang akrab (persahabatan) melebihi segala-galanya
atau merupakan faktor utama dalam membantu orang lain.
b. Aktif berusaha mencegah pertentangan, menghindari perdebatan dan konflik
ddengan orang lain, karena merupakan penghambat dalam usaha membantu
mengatasi masalah dan kesulitan seseorang atau masyarakat tertentu.
c. Melaksanakan tugas secara santai, agar terhindar dari tekanan emosional/psikis.
d. Cendrung mengabaikan para pembantunya(orang dalam), dan lebih besar
perhatiannya pada orang lain/masyarakat, terutama yang memerlukan
bantuan/pertolongan karena menghadapi masalah/kesulitan.
e. Hasil dalam melaksanakan kepemimpinannya di pandang tidak penting, karena
mengutamakan kepuasan orang luar atau masyarakat yang memerlukannya. Oleh
karena itu pemimpin juga kurang berminatmemecahkan masalah-masalah yang
terdapat di dalam organisasinya.
5. Mengembangkan dan Memajukan Organisasi ( Develover).

Perilaku kepemimpinan dalam gaya ini menunjukan ciri-ciri sebagai berikut:


a. Mahir berorganisasi karena mampu mewujudkan dan membina kerja sama dalam
rangka meencapai tujuan bersama. Di samping itu bahkan mengarah pada
kemampuan mewujudkan, kegiatan menejemen atau administrasi dilingkungan
organisasinya.
b. Memiliki kemampuan menggerakan orang lain secara efektif , efisien dan
bertanggung jawab.
c. Mampu mempercayai orang lain dalam bekerja bersama dengan itu juga selalu
berusaha menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kemampuan
( keterampilandan keahlian) dalam melaksanakan pekerjaan dan bertanggung
jawab pada orang-orang yang dipimpinya.
d. Mampu menghargai dan menghormati orang lain, bertolak dari kesadaran bahwa
setiap individu memiliki kecerdasan, bakat, kreativitas, terbatas kondisi fisik dan
psikisnya perasaan dan lain-lain. Disamping itu juga mampu mengenadalikan diri,
tidak aktif dan sibuk sendiri, tetapi juga selalu mengaktifkan setiap anggota
organisasinya.
e. Cendrung pada usaha menciptakan hubunngan manusiawi yang efektif, kkurang
intensif terhadap tugas sehari-hari, dan memandang bekerja merupakan aktifitas
biasa yang harus dilaksanakan secara rutin, sebagaimana layaknya aktifitas lain
seperti beristirahat termasuk tidur dan bermain, berolahraga dan rekreasi.
f. Meyakini bahwa orang-orang yang mendapat pelimpahan/wewenang mampu
melaksakannya secara bertannggung jawab. Disamping itu mamou pula
melakukan pengarahan dan pengendakian diri dalam melaksanakannya.

6. Eksekutif (pelaksanaan).

Perilaku kepemimpinan dalam gaya ini menunjukan ciri-ciri sebagai berikut:


a. Bekerja dengan asumsi bahwa orang lain dapat bekerja sama baiknya
sebagaimana dirinya.
b. Perhatiannya sangat tinggi pada hasil yang berkualitas. Dengan kata lain sangat
mementingkan kualitas dan menekankan bekerja harus menghasilkan sesuatu
yanng memenuhi standar yang tinggi.
c. Berdisiplin dalam melaksanakan tugas. Oleh karena itu sangat meyakinkan dan
disegani orang-orang yang dipimpinnya.
d. Berusaha menumbuhkan dan memberi partisipasi aktif anggota organisasinya, dan
memiliki kemampuan dalam memotivasi yang memperpadukan kepentingan
individu denngan kepentingan bersama ( organisasi).
e. Memiliki semangat dan moral kerja yang tinggi sehingga menjadi teladan/
panutan bagi orang-orang yang di pimpinnya.
f. Mampu menumbuhkan kesediaan bekerja keras tanpa menekan dan memeras
orang yang dipimpinya. Kesediaan bekerja keras itu tumbuh sebagai kesadaran
dan dilakukan secara sukarela karena orang lain anggota organisasi dipandang
rekan kerja.
g. Mampu menumbuhkan rasa aman, karena dalam mewujudkan hubungan
manusiawi yang efektif memperlakukan orang lain sebagai subyek. Setiap
anggota organisasi di perlakukan sebagai orang dewasa yang matang dan
bertanggung jawab termasuk juga terhadap pendatang baru.
h. Efisien dan efektif dalam bekerja disamping itu cendrung banyak memberikan
kesempatan dan latihan agar anggota organisasinnya mampu pula bekerja secara
efisien dan efektif.
i. Menaruh perhatian serius dalam menyelesaikan konflik, karena di pandang
sebagai penghambat kerja. Namun pemimpin juga menyadari bahwa konflik juga
wajar terjadi dalam pergaulan dan dillingkungan kerja, sebagai lingkungan yang
mengharuskan anggotaya bekerja sama dalam menyelesaikan konflik dan
perselisihan, selalu berlaku obyektif senang menekan salah satu pihak. Pemimpin
memiliki kemampuan positif dalam menyelesaikan perbedaan pendapat.
j. Memiliki kemampuan menganalisa situasi untuk menetapkan keputusan. Oleh
karena itu terlihat juga pemimpin memiliki kemampuan menetapkan keputusan
secara tepat,cepat dan cendrung berkualitas (baik).
k. Terbuka terhadap kritik, pendapat dan saran-saran terutama dalam memperbaiki
kekeliruan dan kesalahan-kesalahan dalam tugas.
l. Mampu memilah-milah dan memisah-misahkan masalah-masalah yang perlu dan
tidak perlu di bawa kedalam masyarakat.

7. kompromi ( compromiser).

Perilaku kepemimpinan dalam gaya ini menunjukan ciri-ciri sebagai berikut:


a. Cendrung suka berusaha mengambil hati dengan menyenangkan pimpinan yang
lebih tinggi (atasan) atau yang berpengaruh, sehingga lebih bersifat suka
mengambil muka dan berpura-pura baik.
b. Banyak mengikut serytakan orang-orang yang dipimpin dalam menetapkan
keputusan, agar lepas dari tanggung jawab perseorangan. Dengan demikian jika
kekeliruan atau kesalahan, selalu mengelak dengan menyatakan bukan
keputusannya sendiri, tetapi merupakan keputusan bersama.
c. Sebelum melaksanakan suatu tugas, cenderung selalu menilai untng rugi bagi
dirinya. Oleh karena itu senang memilih cara berkomprmi
untumenghindarkandiri dari tugas yang tidak disenanginya atau tidak
memberikan keuntungan bagi dirinya. Pelaksanaan tugas selalu dilihat diri
kemungkinan dapat digunakan untuk mengambil hati pimpinan yang lebih tinggi
(atasan) aggar disenangi atau mendapat pujian.
d. Pelaksanaan tugas-tugas cenderung tidak di kerjakan secara baik, karena bersifat
mendua hati antara perasaan bertanggung jawab dengan keinginan untuk
mengambil muka. Jika terlihat kesempatan mengambil muka, maka tampak usaha
yang serius untuk melaksanakan tugas-tugas secara baik.
e. Mampu menjalin hubungan manusiawi yang baik dengan orang-orang yang
dipimpin, untuk dimanfaatkan atau di peralat agar bekerja, dalam rangka
meyakinkan pemimpin yang lebih tinggi (atasan) tentang kemampuan kerjanya.
Dengan kata lain berusaha agar hasil kerja orang lain dapat digunakan untuk
meyakinkan pemimpin atasan, seolah-olah hasil kerjanya.
f. Memberikan motivasi kerja secara selektif atau setengah hati, agar anggota
organisasinya tidak menjadi orang yang dipuji atau disukai pimpinan atasannya.
Motivasi diberikan secara serius bila mengetahui bahwa hasil kerja anggota
organisasi (bawahannya) akan menguntungkan dirinya.

8. Pembelot (Deserter)

Perilaku kepemimpinan dalam gaya ini menunjukan ciri-ciri sebagai berikut:


a. Menghindar dari tugas dan tanggungjawab.
b. Hanya melibatkan diri pada tugas-tugas yang ringan, mudah dan tidak banyak
menggunakan energi, baik secara fisik maupun psikis.
c. Suka menyendiri dan kurang menyenangi pergaulan, sehingga cenderung kurang
mampu membina hubungan manusiawi yang efektif dengan orang-orang yang
dipimpinnya.
d. Bersikap mengabaikan orang lain dan cenderung senang menyabot pekerjaan
orang lain, sehingga sering mengecewakan anggota organisasi atau pimpinan
yang lebih tinggi (atasan), karena perilakunya yang kurang/tidak terpuji itu.
e. Mudah menyerah jika menghadapi kesulitan sejak awal pelaksanaan suatu tugas.
Apabila suatu tugas di kerjakannya, sering terjadi tugas tersebut di tinggalkan
pada saat dilaksanakan secara tidak bertanggung jawab.
f. Bekerja hanya untuk mencapai hasil yang minimal, baik mutu (kualitas) maupun
jumlah (kuantitas), sehingga tidak pernah mencapai hasil sesuai standar yang
telah di tetapkan.

Bertolak dari tiga pola dasar dan delapan rincian perilaku dalam gaya
kepemimpinan seperti di uraikan di atas, secara teoretis dapat di bedakan tiga tipe utama
(pokok) dalam kepemimpinan. Pengelompokan menjadi tiga tipe pokok itu dikatakan
bersifat teoritis, karena dalam praktik/pelaksanaannya mungkin saja di lakukan secara
murni, tetapi tidak mustahil juga berlangsung sebagai kombinasi. Ketiga tipe
kepemimpinan di maksud adalah sebagai berikut:

1. Tipe Kepemimpinan Otoriter.

Tipe kepemimpinan ini tergolong yang paling tua dan yang paling banyak di
kenal. Perilaku di dalam gaya kepemimpinan yang mendominasi tipe ini adalah perilaku
otokrasi dan otokrasi yang di sempurnakan. Oleh karena itu kepemimpinan tipe ini
menempatkan kekuasaan pada seseorang atau sekelompok kecil orang, yang bertindak
sebagai penguasa. Orang-orang yang dipimpin dengan jumlahnya lebih banyak,
merupakan pihak yangt dikuasai atau berada di bawah kekuasaan sang pemimpin.
Kedudukan orang-orang tersebut dalam pandangan pemimpin tidak lebih daripada
pelaksanaan perintah, keputusan dan kehendak pemimpin, sebagai cara memanifestasikan
kekuasaannya. Pihak pemimpin memandang dirinya lebih dalam segala hal, di
bandingkan dengan pihak yang dipimpin, terutama kemampuannya yang selalu
dipandang lebih rendah. Oleh karena itu pemimpin serlain sebagai penguasa juga selalu
merasa dirinya sebagai yang paling mampu dan paling benar, sehingga tidak boleh di
bantah. Kemauannya harus selalu di turuti, karena pemimpin merupakan penentu nasib
orang-orang yang di pimpinnya. Tidak ada pilihan lain selain harus tunduk dan patuh di
bawah kekuasaannya. Tekanan berupa ancaman, sanksi dan hukuman dijadikan alat
utama dalam melaksanakan kepemimpinannya. Pemimpin hanya memerlukan rasa takut
yang menjadi pendukung utama dalam menjalankan kepemimpinannya.
Dari uraian-uraian di atas jelas bahwa kepemimpina otoriter berlangsung
dalam”working on his group,” karena pemimpin menetapkan dirinya di luar dan bukan
menjadi bagian orang-orang yang dipimpinnya. Pemimpin menempatkan dirinya lebih
tinggi dari semua anggota organisasinya, sebagai pihak yang memiliki hak berupa
kekuasaan. Sedang orang-orang yang dipimpin sebagai pihak yang berada pada posisi
yang lebih rendah, hanya mempunyai tugas, kewajiban dan tanggung jawab. Tipe ini
yang eksterm bahkan tidak mengakui hak-hak asasi yang bersifat manusiwi dari orang-
orang yang berada di baawah kekuasaannya.
Di lingkungan suatu organisasi tipe ini terlihat pada perilaku pemimpin yang
selalu menetapkan keputusan sendiri, tanpa memberikan kesempatan anggotanya untuk
memberikan saran-saran dan pendapat-pendapat. Dengan katalain anggota organisasi
tidak boleh dan tidak di beri kesempatan untuk menyampaikan kreativitas dan
inisiatifnya. Pendapat, kreativitas, inisiatif, saran, pendapat dan lain-lain dari anggota
dalam melaksanakan tugas dan perintah, di pandang sebagai penyimpangan dan
pembangkangan. Pemimpin berpandangan bahwa segala sesuaatu yang datangnya dari
anggota pasti tidak berguna, meskipun mungkin jika dimanfaatkannya akan
meningkatkan efesiensi dan efektivitas kegiatan, dibandingkan dengan kegiatan yang di
laksanakan berdasarkan perintah pimpinan.
Instruksi/perintah atasan tidak boleh di tafsirkan dan harus di laksanakan tanpa
perubahan. Keputusan pemimpin adalah yang terbaik, harus dilaksanakan tanpa komentar
atau pertanyaan-pertanyaan. Jika terjadi kesalahan selalu di timpahkan pada pelaksana,
mekipun mungkin sumbernya dari keputusan/perintah. Yang tidak baik. Setiap kesalahan
anggota organisasi sebagai pelaksana, harus di jatuhi sanksi/hukuman, dengan maksu
agar tidak di ulangi atau tidak terjadi lagi.
Dalam mengelola organisasi hanya pemimpin yang boleh berpikir mengenai
sesuatu yang akan di jadikan keputusan, meski sekecil apa pun masalah yang di hadapi.
Berpikir dan menetapkan keputusan untuk kepentingan organisasi, merupakan hak
memonopoli yang ada pada pucuk pimpinan dan staf pimpinan pembantunya (jika ada).
Kepemimpinan otoriter bilamana mmelimpahkan wewenang dan tanggung jawab, tidak
lebih dari pada menjalankan perintah melakukan pengawasan sebagaimana di kehendaki
pemimpin. Pengawasan itu adalah pengawasan otoriter pula, yakni yang bersifat menekan
dan menjaga agar setiap instruksi di laksanakan tanpa di komentari. Dengan demikian
sebenarnya tidak pernah ada pelimpahan wewenang dalam kepemimpinan otoriter.
Dalam kenyataannya anggota organisasi sebagai bawahan hanya menerima
pelimpahan tanggung jawab, berupa tugas dan kewajiban melaksanakan perintah secara
tertib. Dalam melaksanakan tugas/kewajiban itu bahkan pemimpin memiliki hak veto, un
tuk merubah dan memberhentikan kegiatan yang sedang di laksanakan. Kegiatan itu
semula di lakukan berdasarkan perintahnya, namun karena keinginan atau kehendaknya
berubah, maka harus di rubah atau di hentikan.
Pemimpin yang otoriter senang mengemukakan ungkapan dalam kehidupan
sehari-haridengan mengatakan; “kantor saya” atau “pegawai saya” atau “karyawan saya”
atau “buruh saya” dan lain-lain. Ungkapan itu menyatakan seluruh organisasi atau unsur-
unsurnya adalah milik pemimpin, sehingga ungkapanyamengandung pengertian dirinya
sebagai penguasanya. Ungkapan dari sikap berkuasa itu merupakan manifestasi dari
pandangan, bahwa manusia sebagaimana benda adalah obyek dan alat yang dapat
diperlakukan sekehendak pemimpin. Manusia sebagai obyek harus mewujudkan
kemauan pemimpin, sebagaimana robot atau komputer, yang harus selalu siap
menjalankan intruksi tanpa bertanya, membantah atau komentar. Pemimpin lupa bahwa
anggota organisasinya sebagai manusia memiliki potensi, keterampilan, minat dan
perhatian, kemauan, kehendak, perasaan, kemampuan berfikir, kebutuhan dan lain-lain
seperti dirinya, yang kuantitas dan kualitasnya satu dengan yang lain tidaklah sama.
Dari uraian-uraian di atas terlihat pula bahw pemimpin tidak menyadari bahwa
kedudukan atau posisinya itu, hanya ada karena adanya orang lain karena yang menjadi
anggota organisasinya. Pemimpin lupa bahwa dirinya sendiri tidak dapat berbuat banyak,
tanpa orang-orang yang dipimpinya. Pimpinan juga lupa bahwa keberhasilanya adalah
berkat kesediaan anggota organisasi bekerja , baik secara perseorangan maupun kerja
sama. Dengan kata lain pemimpin tidak mampu mengahrgai peran dan keikut sertaan
anggota, yang sebenarnya sangat mempengaruhi dan ikut menentukan keberhasilan atau
kegagalan kepemimpinannya. Pemimpin seharusnya menyadari bahwa wajar bagi
anggota organisasinya untuk berharap agar seluruh kegiatan pemimpin dilakukan untuk
kepentingan bersama dalam rangka mewujudkan eksistensi organisasinya.
Kepemimpinan otoriter seperti di uraikan diatas cendrung berdampak negatif
dalam kehidupan berorganisasi. Beberapa dampak negatif tersebut adalah sebagi berikut:
a. Anggota organisasi menjadi manusia penurut/pengekor, yang tidak mampu dan
tidak mau berinisiatif dan takut mengambil keputusan. Kepemimpinan otoriter
mematikan kreativitas, sehingga anggota organisasi tidak mampu dan tidak mau
menciptakan kerja. Anggota organisasi hanya bekerja setelah menerima perintah.
Kebiasaan menunggu perintah tidak menumbuhkan dan membina sifat
kepemimpinan para anggota organisasi. Anggota tidak mau dan tidak mampu
membuat keputusan untuk mengerjaklan sesuatu, dan memilih tidak berbuat
apabila tidak ada perintah pimpinan (atasan).
b. Kesediaan anggota organisasi bekerja keras, berdisiplin patuh didasari oleh
perasaan takut dan tertekan, sehingga suasana kerja terasa kaku dan
tegang.dalam kenyataannya sikap seperti tersebut diatas dalam bekerjacendrung
bersifat berpura-pura, karena hanya diperlihatkan dihadapan pemimpin. Apabila
tidak ada di tempat, disiplin dan kepatuhan di tinggalkan, sehingga suasana kerja
berubah seperti anak ayam kehilangan induk. Di samping itu bahkan sering
berkembang sikap melawan dan membangkang secara diam. Dengan kata lain
anggota organisasi sebagai bawahan hanya aktif dan giat bekerja karena
pengawasan keras, ketat, dan iringi ancaman sanksi/hukuman. Bawahan
menunggu saat-saat pengawasan lemah untuk kembali bekerja santai dan
bilamana tekanan terasa semakin berat akan timbul sikap /tindakan menantang
secara agresif. Sikap seperti itu pada dasarnya merupakan usaha mendapatkan
hak masing-masing, sekurang-kurangnya berupa perlakuan secara manusiwidari
pimpinan. Pada giliran berikutnya bahkan juga dimaksudkan untuk memperoleh
hak sesuai kedudukan di organisasinya. Dalam keadaan itu anggota organisasi
sulit untuk dikendalikan.
c. Organisasi menjadi statis, karena pimpinan tidak menyukai perubahan
perkembangan dan kemajuan yanng biasanya datang dari anggota organisasi
yang kreatif dan berfikif maju. Pimpinan tidak menyukai rapat-rapat atau
musyawarah yang bermaksud untuk memberikan memberikan kesempatan pada
anggota organisasi menyampaikan pendapat, saran-saran dan gagasan-
gagasannya, rapat-rapat di pandang tidak perlu karena hanya membuang-buang
waktu. Untuk menghemat waktu maka diputuskan sendiri oleh pimpinan,
sehingga tidak saja cepat dalam proses menetapkanya, tetapi juga agar
secep[atnya dapat dilaksanakan. Rapat hanya di laksanakan untuk
menyampaikan perintah/instruksi atau kehendak atasan, yang harus diketahui
segera oleh anggota organisasi sebagai bawahan. Pemimpin tidak menyenangi
aaperubahan, perkembangan, perbaikan dan kemajuan. Pemimpin lebih
menyenangi situasi rutin dan statis, sehingga tidak pernah ada usaha untuk
menghimpun pendapat, saran, gagasan dan lain-lain.

Kepemimpinan bertipe otoriter dari sudut pandangan/ajaranislam tidak


sepenuhnya dapat diterima, karena yang berhakmewujudkan kepemimpinanini secara
murnihanyalah Allah SWT. Oleh karena itu jika dilakukan oleh manusia sebagai
pemimpin, yang semata-mata untuk merealisasikan kepemimpinan Allah SWT,
kepemimpinan tipe ini menjadi benar dan tidak dapat di tolak. Kepemimpinan itu
diwujudkan dengan sepenuhnya mengharuskan manusia atau umat islamuntuk
melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan Allah SWT. Tanpa inisiatif, saran,
gagasan, kreativitas dan lain-lain. Kepemimpinan otoriter bersifat apriori.
Berbeda dengan wujud kepemimpinan spiritual yang mutlak bersifat otoriter,
kepemimpinan apostriori di lingkungan sesama manusia, bagi ajaran islam tidak
sepatutnya dilakukan secara otoriter. Disaatu pihak tidak seorangpun manusia yang
mewakili atau pengganti Allah SWT yang boleh membuat keputusan baru di luar firman-
Nya dan Hadits Rasullulah SAW sebagaimana di uraiakan terdahulu cendrung lebih
banyak buruknya, yanng kenyataannya merupakanperilaku yan g disukai Allah SWT.
Salah satu contoh betapa buruknya kepemimpinan tipe ini, telah di firmankan berupa
riwayat fir’aun. Kepemimpinan otoriter fir’aun telah membawanya pada kedurhakaan
yang tidak berampun, karena telah menyatakan dirinya sebagai tuhan. Kepemimpinannya
yang lazim terlihat di dalam firman Allah SWT surst yunus ayat 83 yang menyatakan
bahwa:
Artinya;
Sesungguhnys fir’aun itu berbuat sewenang-wenang di muka bumi. Dan dia
termasuk oranorang yang melanggar batas.

Kesewenang-wenangan fir’aun sebagai pemimpin yang otoriter diberikan Allah


SWT di dalam surat Al- Qashash ayat 4 sebagai berikut:
Artinya:
Bahwasanya fir’aun telah berlaku sewenang-wenang di muka bumi. Dia telah memecah
belah penduduknya menjadi beberapa golongan di antara mereka, menyembelih bayi-bayi
mereka yang laki-laki dan membiarkan bayi mereka yang perempuan. Sesungguhnya
fir’aun terbilang orang yang perusak.
Artinya;
Fir’aun berkata kepada kaumnya: “ hai pembesar-pembesar! Aku tidak mengenal
tuhan lain untuk kalian sembah selain aku.”

Pernyataan fir’aun itu tidak lain merupakan manifestasi dari kepemimpinannya


yang bersifat otoriter, sehingga merasa dirinya paling berkuasa dimuka bumi. Oleh
karena itu pulalah Allah SWT dengan tegas memfirmankan balasan buruk yang akan di
terima fir’aun, yang diawali dengan di tenggelamkandi laut sebagai akhir hidupnya yang
sekaligus membuktikan bahwa dirinya bukanlah Tuhan. Balasan buruk yang akan
dirasakan fir’aun itu di firmankan Allah SWT surat Hud ayat 97 dan 98 yang
memberitakan bahwa:
Artinya:
. . . mereka mengikuti perintah fir’aun , padahal perintah fir’aun itu tidak benar.
Dia akan merintis jalan masuk keneraka bagi kaumnya, pada hari kiamat nanti,
alangkah buruknya nerka, tempat yang dimasukinya itu.

Dari uraian-uraian di atas jelas bahwa kepemimpinan otoriter tidak di benarkan


menurut ajaran Islam, bilamana dengan kekuasaan dan kewenangannya seseorang
pemimpin menyerahkan untuk berbuat membelakangi Allah SWT dan Rasul-Nya
Muhamad SAW. Kepemimpinan otoriter dapat diterima dan di benarkan manifestasinya
berupa pemakaian kekuasaan dan kewenangan untuk memerintahkan patuh dan taat
dalam melaksanakan petunjuk dan tuntunan, sebaliknya meninggalkan larangan Allah
SWT. Untuk itu pemimpin memperoleh kekuasaan dan kewenangan dalam menjatuhkan
sanksi/hukuman sebagaimana di ajarkan Allah SWT, apabila umat melanggar perintah
dan memperturutkan larangan-Nya. Sanksi/hukuman itu antara lain: memotong tangan
pencuri, merajam seorang penzina dan lain-lain. Demikian pula pada orang tua sebagai
pemimpin rumah tangga diwajibkan memerintah ana-anaknya menunaikan shalat sejak
berusia 7 tahun. Berikutnya bilamanasetelah anak berusia 10 tahun, ternyata masih
enggan menunaikan perintah itu maka orang tuia sebagai pemimpin harus menjatuhkan
sanksi/hukumandengan memukulnya.
Sehubungan dengan uraian-uraian diatas perludisadari bahwa Allah sesungguhnya
sebagai pemimpin dalam perwujudan kepemimpinan otoriter, bukanlah pemimpin yang
zalim. Dalam kenyataannya kepemimpinanotoriter itu hanya dirassakan akibat buruknya
oleh orang-orang yang tidak taat, yang berarti tidak beriman kepada-Nya, sebaliknya bagi
orang yang patuh karena beriman, Allah SWT sebagai pemimpin yang otoriter, ternyata
merupakan pemimpin yang Maha Bijaksan, Maha Adil, Maha Pengasih, Maha
Penyayang dan Maha Pemurah.bagi umaynya yang telah melakukan pelanggaran atau
berbuat dosa , jika benar-benar bertobat akan memperoleh keampunan dan kemudian
hidup dengan keimanan yang tinggi , Insya allah akan terhindar dari siksa-Nya yang
pedih.
Dari uraian diatas ajkaran islam menolak pengkultusan individu seorang
pemimpin, yang cendrung pada mempertuhankan atau menyamakan sesama manusia
sebagai tuhan. Mengkultuskan dalam batas tidak mempertuhankannya, hanya patut
dilakukan pada Rasullulah SAW, junjungan umat Islam.menngkultuskanya sebagi umat
manusia yang dipilih dan di tempatkan Allah SWT sebagi pemimpin besar dan
dimuliakan-Nya. Mengkultuskan dalam arti mencintainya yanng dinyatakan dengan
kerelaan mengorbankan harta banda bahkan jiwa raga untuk membela beliau , yang
merupakan manifestasi kepemimpinan Allah SWT melalui beliau . meyakini dan
meneladani setiap perilku kepemimpinan beliau yang merupakan manifestasi
kemimpinan Allah SWT yang di dalamnya terkandung sifat otoriter.

2. tipe kepemimpinen bebas ( laiissez faire)


Tipe kepemimpinan ini merupakan kebalikan dari tipe kepemimpinan otoriter.
Perilaku yang dominan dalam kepemimpinan ini adalah perilaku yanng domain dalam
gaya kepemimpinan kompromi (compromiser) dan perilaku kepemimpian pembelot
(deserter). Dalam proses kepemimpinan ini ternyata tidak melakukan fungsinya dalam
menggerakan orang-orang yang dipimpinnya, dengan cara apapun juga.
Pemimpin dalam tipe ini berkedudukan sebagai simbol/ perlambangan organisasi.
Kepemimpinan dijalankan dalam dengan memberikan kebebasan kepada semua anggota
organisasi dalam menetapkan keputusan dan melaksanakannya menurut kehendak
masing-masing.angota organisasi bebas membuat keputusan dan melaksanakanya,
pemimpin dapat melepaskan diri dari tanggung jawab, bilamana terjadi kekeliruan.
Pemimpin dengan mudah dapat menuding para anggota yang menetapkan keputusan dan
melaksanakanya.
Kepemimpinan yang tidak bertanggung jawab ii terjadi di lingkungan orang-
orang yang kafir, meskipun baru terlihat setelah dimintai pertanggungan jawab oleh Allah
SWT kelak di akherat , demikianlah yang diberitahukan Allah SWT dalam firman-Nya
surat ash-shaffat ayat 27-30 yang menyatakan bahwa:
Artinya:
Sebagaimana meereka menemui yang lain; tanya-bertanya, salah menyalahkan.
Golongan pengikut menuduh kepada pemimpin-pemimpin mereka: “sungguh,
kamulah yang mendatangi kami dari kanan.”
“kami sekalian tidak berkuasa terhadapmu, bahkan kalianlah orang-orang yang
durhaka.”
Pemimpin yang tidak bertanggung jawab itu sebagaimana telah disabdakan
Rasulullah SAW yang telah diketengahkan dalam uraian terdahulu, merupakan pemimpin
meninggalkan jama’ah. Sabda Rasulullah SAW itu antara lain mengatakan: “Hendaknya
kamu berpegang pada jama’ah, dan kamu jauhilah perpecahan (menyendiri), karena
sesungguhnya setan itu bersama orang menyendiri, dan dia menjauhkan diri dari dua
orang. Barang siapa hendak tinggal di surga, maka hendaklah ia menetapi (mengikuti)
jama’ah.” Rasulullah SAW mempertegas lagi bahwa kepemimpinan bekas, merupakan
kepemimpinan yang keluar dari jama’ah dalam sabda-Nya yang mengatakan bahwa:
“Sesungguhnya Allah itu tidak akan mengumpulkan umatku (umat MuhammadSAW)
atas kesesatan; dan tangan Allah beserta jama’ah, dan barang siapa yang mengasingkan
diri, tentu dia mengasingkan diri ke neraka.”

3. Tipe Kepemimpinan Demokratis


Kepemimpinan tipe inimenempatkan faktor manusia sebagai faktor utama dan
terpenting dalam sebuah organisasi dalam kepemimpinanan ini setiap individu sebagai
manusia diakaui dan dihargai/dihormati eksistensi dan pernannya dalam memajukan dan
mengembangkan organisasi. Pada tipe kepemimpinan ini adalah perilaku memberi
perlindungan dan penyelamatan, perilaku eksekutif(pelaksana).
Dalam praktiknya kepemimpinan ini diwarnai oleh usaha mewujudkan hubungan
manusiawi (human relation ship/hablum-minannas) yang efektif dengan prinsip saling
memperlakukan sebagai subyek. Pemimpin sebagai individu yang harus dihormati, diakui
dan di hargai hak dan kewajibannya. Dengan dengan kata lain setiap individu diterima
eksistensinya dengan kepribadian masing-masing sebagaimana diri pemimpin sendiri.
Oleh karena itu dalam tipe kepemimpinan ini setiap kamauan, kehendak, kemampuan,
buah pikir, gagasan, pendapat, minat dan lain-lain, yang berbeda antar individu selalui di
hargai dan di salurkan untuk kepentingan bersama.
Kepemimpinan demokratis bersifat aktif, dinamis dan terarah, aktif dalam
mengerjakan dan memotivasi. Dinamis dalam mengembangkan dan memajukan
organisasi. Terarah pada tujuan bersama yang jelas, melalui pelaksanaan kegiatan-
kegiatan yang relevan secara efektif dan efisien
Diatas telah dikemukakan bahwa dalam tipe kepemimpinan ini, seorang
pemimpin selalu dihormati dan disegani, bukan ditakuti dan dibenci. Sikap hormat
keseganan anggota itu didasari oleh kemampuan pemimpin memelihara dan menjaga
wibawa dalam usanya membina hubungan manusiawi yang efektif dengan semua anggota
organisasinya.
Dari uraian-uraian di atas jelas bahwa tipe kepemimpinan demokratis selalu
berpihak pada kepentingan anggota, dengan berpegang pada prinsip mewujudkan
kebenaran dan keadilan untuk kepentingan bersama. Konsep seperti itu sejalan dengan
ajaran islam yang sangat mengutamakan perilaku yang mampu membedakan antara yang
haq an yang batil.sehubungan dengan itu berfirman Allah SWTdi dalam suratAl-Baqarah
ayat 42 sebagai berikut:
Artinya;
Janganlah kamu campur adukan antara yang haq dan yang batil, dan janganlah
kamu sembunyikan yang haq itu, padahal kamu mengetahui.

Dari firman Allah SWT itu jelas bahwa kepemimpinan demokrasi dapat di terima dalam
kepemimpinan Islam yang sangat mementingkan keterbukaan, melalui kesediaan
pemimpin mendengarkan dan memanfaatkansesuatu yang benar dan baik dari orang-
orang yang dipimpin. Keterbukaan itu mengandung makna bahwa seorang pemimpin
mungkin saja berbuat kekeliruan dan Allah SWT membenarkan orang-orang yang
dipimpin-Nya membantah, terutrama pemimpin mengajak berbuat sesuatu yang
bertentangan dengan perintah atau sebaliknya memperturutkan larangan-Nya. Untuk itu
berfirman Allah SWT di dalam surat An-Nissa’ ayat 63 yang mengatakan sebagai
berikut:
Artinya:
Mereka adalah orang-orang yang di ketahui rahasia hatinya sebab itu, bantahlah
mereka, ajarlah dan katakanlah kepada mereka kata yang berkesan ke dalam lubuk
jiwanya.

Dari uraian-uraian di atas berarti pegangan utama dan yang terpenting dalam
pertemuan gagasan, pendapat dan lain-lain antara pemimpin dan anggota organisasi
menurutajaran islam, harus di ukur dari kebenaran dan keadilan di dalam Al-Qur’an,
hadits dan fatwa-fatwa ulama mujatahid. Sehubungan dengan itu Allah SWT
memberikan gambaran bahwa dari Rasulullah SAW selalu dapat di peroleh petunjuk
dalam menetapkan keputusan dari berbagai pendapat, agar di temukan kebenaran dan ke
adilan yang diridhai Allah SWT. Pemberitahuan Allah SWT itu tersurat di dalam surat
An-Nissa’ ayat 65 yang mengatakan sebagai berikut:

Artinya:
Maka demi tuhan! Mereka pada hakekatnya belum beriman, sebelum meminta
keputusanmu dalam perkara-perkara perselisihan antar mereka. Kemudian mereka tidak
menaruh keberatan di dalam hatinya terhadap keputusanmu itu, dan mereka
meneerimasepenuhnya.

Dari isi laiun tipe kepemimpinan demokratis yang sangat mementingkan


musyawarah, ternyata juga telah ada petunjuk Allah SWT bagi umat Islam. Petunjuk itu
bagi pemimpinb yang beriman merupakan pegangan yang penting dalam menjalankan
kepemimpinannya. Petunjuk itu terdapat di dalam firman Allah SWT surat Al-Mujadilah
ayat 9 sebagai berikut:

Artinya:
Hai orang-orang yang bberiman, jika kamu mengadakan perundingan rahasia,
janganlah kamu merundingkan hal-hal yang menyangkut dosa, permusuhan, dan
menantang Rasul, namun berundinglah mengenai kebijakan dan taqwa. Dan
bertaqwalah kepada Allah yang kamu akan di kembalikan kepada-Nya.

Dengan demikian semakin jelas bahwa musyawarah pun hendaklah di lakukan dalam
mencari dan menemukan kebenaran dan keadilan yang di ridhai Allah SWT.
Musyawarah hendaklah tidak di gunakan untuk berbuat keburukan dan dosa. Perintah
Allah SWT itu dijelas lagi di dalam sabda Rasulullah SAW yang mengatakan sebagai
berikut:

Artinya:
Terhadap orang-orang muslim hendaknya ia mau mendengarkan dan taat pada
pimpinan, baik ia suka maupun tidak suka. Kecuali jika pemimpin itu memerintahkan
sesuatu maksiat. Maka maksiat itu di perintahkan olehnya janganlah didengarkan dan
tidak perlu di taati.

Dan demikian jelas bahwa kepemimpinan demokratis sangat mementingkan


komunikasi dua arah, yang dalam pelaksanaannya di dalam islam kepada para anggota
organisasi di berikan hak untuk menilai keputusan dan perintah pimpinannya.
Selanjutnya berhak pula menolak melaksanakannya, bilamana keputusan dan perintah itu
berisi dan bersifat menyesatkan, karena mempertaruhkan kehendak setan. Dengan kata
lain kepemimpinan dalam Islam harus terbuka terhadap kritik, saran, pendapat dan buah
pikiran, demi terwujudnya kegiatan-kegiatan yang efektif dan di ridhai Allah SWT dalam
mencapai tujuan organisasinya.
Dalam uraian-uraian terdahulu mengenai Tipe kepemimpinan telah di kemukakan
tiga pola dasar Gaya kepemimpinan, yang kemudian di jabarkan menjadi 8 (delapan)
perilaku yang merupakan manisfestasi kepada ketiga gaya kepemimpinan tersebut.
Dalam kenyataannya sulit menemukan penerapan perilaku dalam gaya kepemimpinan itu
yang murni, tetapi selalu terlihat kombinasi perilaku antara yang satu dengan yang lain.
Berdasarkan kombinasi lperilaku yang dominan, dapat di bedakan tiga Tipe
kepemimpinan utama, dan beberapa Tipe kepemimpinan pelengkap. Ketiga tipe
kepemimpinan utama yang terdiri dari tipe kepemimpinan Otoriter, Tipe kepemimpinan
Bebas (Laiseez Faire) dan Tipe kepemimpinan Demokratis, telah di ungkapkan satu
persatu dalam uraian di atas. Selanjutnya dalam uraian berikut ini akan di ke tengahkan
tentang Tipe Kppemimpinan pelengkap.

a. Type Kepemimpinan Kharismatis

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia di kemukakan bahwa “karismatik berarti


bersifat karisma.” Sedang perkataan karismas diartikan sebagai “keadaan atau bakat yang
di hubungkan dengan kemampuan yang luar biasa dalam kepemimpinan seseorang untuk
membangkitkan pemujaan dan rasa kagum dari masyarakat terhadap dirinya” atau
”atribut kepemimpinan didasarkan atas kualitas kepribadian individu.”
Selanjutnya dengan ungkapan di dalam kamus Besar Bahaasa Indonesia, Tipe
Kemampuan Kharismatikdapat diartikan sebagaikemampuan menggunakan
keistimewaan atau kelebihan sifat kepribadian dalam mempengaruhi pikiran, perasaan
dan tingkah laku orang lain, sehingga dalam suasana batin mengagumi dan
mengagungkan pemimpin bersedia berbuat sesuatu yang di kehendaki pemimpin. Dengan
kata lain pemimpin dan kepemimpinannya di pandang istimewa karena sifat-sifat
kepribadiannya yang mengagumkan dan berwibawa. Dalam kepribadian itu pemimpin di
terima dan dipercayai sebagai orang yang di hormati, di segani dan di patuhi/ditaati
secara rela dan ikhls.
Keistimewaan kepribadian mendasari perilaku kepemimpinan kharismatik,
sehingga di mata orang-orang yang dipimpinnya secara pasti pemimpin merupakan
seseorang yang memiliki akhlaq yang terpuji. Oleh kaarena itu perilaku
kepemimpinannya cenderung mengaplikasikannya tipe kepemimpinan demokratis atau
otoriter. Misalnya seorang presiden memiliki kharisma bagi rakyatnya, ulama tertentu
bagi umatnya, kepala sekolah atau guru tertentu di lingkungan murid/siswanya, pemuka
adat dan di tengah-tengah sukunya dan lain-lain.
Seorang pemimpin yang memiliki kharisma dan beriman, selalu menyadari ddan
mensyukuri kelebihan dan kepribadiannya sebagai pemberian Allah SWT. Oleh karena
itu akan selalu pula di gunakannya untuk mengajak dan mendorong orang-orang yang
dipimpinnya berbuat sesuatu yang diridhai Allah SWT dalam rangka memakmurkan
bumi, sebagai tugas kekhalifannya. Demikianlah yang difirmankan Allah SWT di dalam
surat Al-an’aam ayat 165 yang memberitakan sebagai berikut:

Artinya:
Dan dia-lah yang menjadikan kamu pengusaha-pengusaha bumi, dia
meninggikan sebagian kamu dari sebagian yang lain beberapa tingkat. Karena dia
hendak mengujimu tentang apa yang di berikannya kepadamu. Sesungguhnya tuhan mu
cepat memberikan siksaan. Namun dia juga maha pengampun dan maha penyayang.
Pemimpin yang kepribadiannya dikagumi, di segani, dihormati dan bahkan di sanjung
oleh orang-orang yang di pimpinnya, tidak boleh menjadi sombong, angkuh dan berusaha
untuk di kultuskan. Sikap seperti itu tidak akan terjadi pada pemimpin yang sungguh-
sungguh beriman.

b. Tipe Pemimpin Sebagai Simbol

Tipe kepemimpinan ini sejalan dengan uraian-uraian terdahulu yang di sebut


pemimpin formal, yang tidak menjalankan kepemimpinan, yang kemudian di laksanakan
oleh orang lain di lingkungan organisasinya. Pemimpin sekedar menjadi simbol atau
perlambang dan tetap di akui sebagai pemimpin, meskipun tidak menjalankan fungsi
kepemimpinannya. Pengakuan itu dapat terjadi karena berbagai sebab. Salah satu
sebabnya adalah karena jabatan formalnya sekarang. Misalnya seorang presiden atau
mentri atau Gubernur tingkat sebagai Ketua Umum atau Ketua Kehormatan suatu
Yayasan. Fungsi kepemimpinannya sehari-hari dijadikan orang lain diangkat sebagai
Ketua Pelaksanaan atau Ketua Harian atau Wakil Ketua. Sebab yang lain adalah tradisi
yang berlaku dan dihormati di dalam sejarah suatu masyarakat. Misalnya di lingkungan
suatu bangsa yang dipimpin oleh seorang raja. Setelah kondisi kenegaraannya berubah
dan berkembang sehingga rakyat ikut dalam pemerintahan, ternyata keturunan raja
sebagai ahli waris kerajaan tetap di angkat menjadi raja pengganti. Dalam kenyataan
pemerintahan tidak lagi di selenggarakan oleh raja, tetapi di laksanakan oleh seorang
perdana mentri yang di pilih dan di angkat rakyatnya. Di samping kedua sebab tersebut di
atas, dapat pula terjadi seseorang di angkat menjadi pemimpin karena jasanya terhadap
suatu masyarakat. Orang tersebut mungkin di angkat sebagai pemimpin, yang tidak
mustahil karena usianya sudah tidak mungkin menjalankan kepemimpinan. Kerap kali
juga setelah yang bersangkutan meninggal, kepemimpinan dipercayakan pada anaknya,
karena masyarakat tetap bermaksud dia menghargai jasa-jasanya. Misalnya seorang
Kepala Adat atau kepala Suku atau Kepala Desa yang di angkat mungkin karena berjasa
di bidang pertanian, pendidikan, keamanan dan lain-lain.
Dari uraian-uraian di atas jelas bahwa pengangkatan pemimpin sebagai
lambang/simbol selain untuk melanjutkan tradisi/kebiasaan, adalah juga untuk
memelihaara citra organisasi yang mengangkatnya. Secara teoritis wewenang dan
tanggung jawab memang tetap berada pada pemimpin tersebut, namun dalam praktik
wewenang dan tanggung jawab itu dijadikan sepenuhnya oleh pemimpin yang secara real
menjalankan kepemimpinan sehari-hari.
Berdasarkan uraian-uraian di atas maka terlihat bahwa tipe kepemimpinan ini
cenderung pada perilaku kepemimpinan bebas (Laissez faire). Di dalam Al-Qur’an dapat
di temukan bagaimana Allah SWT bermaksud memimpin manusia ke jalan yang benar,
namun orang-orang kafir memilih kebebasan. Orang-orang tersebut hanya menempatkan
Allah SWT sebagai simbol, sedang perbuatanya mendurhaka yang jauh dari tuntunan-
Nya. Orang yang tersesat itu merasa bebas berbuat menurut kehendak-Nya. Orang-orang
tersebut mengira Allah SWT mempunyai anak dan melukiskannya di dalam gambar,
bahkan membuat patungnya untuk di sembah. Untuk itu Allah SWT membiarkannya,
sehingga sekedar berfungsi sebagai pemimpin simbol. Sehubungan dengan itu di dalam
surat An-Nahl ayat 37 Allah SWT berfirman sebagai berikut:
Artinya:
Kalaupun kamu hai Rasul sangat mengharapkan agar mereka mendapat
pentunjuk Tuhan, maka sungguh, Allah tindak hendak menunjuki orang-orang yang di
biarkan-Nya sesat karena dosanya. Dan tidak ada orang menolongnya.

Ketidak pedulian Allah SWT dalam memimpin orang-orang tersesat itu


ditegaskan lagi di dalam surat Fathir ayat 8 yang mengatakan bahwa:

Artinya:
Sesungguhnya Allah memberikan sesat siapa yang di kehendaki-Nya...

c. Tipe Pengayom (Headmanship)

tipe ini menunjukan gejala bahwa seorang pemimpin selalu bersedia melakukan
segala sesuatu untuk kepentingan orang banyak, khususnya anggota organisasinya.
Pemimpin selalu tampil sebagai pelopor, sedia berkorban, penuh pengabdian dan
kesungguhan dalam menyelesaikan masalah dan lain-lain. Oleh karena itu pemimpin
menjadi tumpuan harapan, karena mampu mengayomi anggota organisasinya. Pemimpin
juga selalu berada paling depan dalam melindungi, membela dan memperjuangkan
kepentingan anggota, baik secara perseorangan maupun keseluruhan. Pemimpin sebagai
orang terkemuka di dalam organisasinya dipatuhi dan di segani, karena selalu berpihak
pada yang benar, bermanfaat dan menguntungkan bagi orang-orang yang dipimpinnya.
Pemimpin dengan Tipe ini sebagai orang yang beriman dalam mengayomi,
melindungi, membela dan memperjuangkan kepentingan anggota organisasinya, selalu
menyadari bahwa kemampuannya terbatas dan tidak sempurna. Sadar pula bahwa yang
sempurna dalam mewujudkan usaha-usaha itu hanyalah Allah SWT. Oleh karena itulah
usahanya selalu berpiuhak pada yang benar, sesuai dengan firman Allah SWT. Firman itu
tersurat dalam Kitab Suci Al-Qur’an surat An-Nisaa’ ayat 105dan 107 sebagai berikut:

Artinya:
Dan janganlah engkau menjadi penantang orang-orang yang jujur karena
hendak membela orang-orang yang khitmat.
Janganlah kamu berdebat untuk membela orang-orang yang mengkhianati
dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang khianat dan
bergelimang dosa.

Firman-firman tersebut dipertegas lagi oleh Allah SWT dengan memberikan


peringatan, sebagaimana dinyatakan di dalam surat An-Nisaa’ ayat 109 sebagai berikut:

Artinya:
Wah beginilah kalian! kalian yang telah berdebat untuk membela mereka dalam
kehidupan dunia. Maka siapakah yang akan mendebat Allah untuk membela mereka di
hari kiamat? Atau siapakah yang akan melindungi mereka dari siksaan Allah?
Pemimpin pengayom yang beriman akan bertanggung jawab atas aktifitas
kepemimpinannya di dunia pada sesama manusia dan di akhirat pada Allah SWT. Para
pemimpin itu mungkin berpredikat Presiden, Mentri, Gubernur, Bupati/Wali kota, Camat,
Kepala Adat, Kepala Desa, Rektor, Dekan dan lain-lain. Di antaranya ada yang dipilih
dan di angkat rakyat, sedang yang lain diangkat oleh sesuatu kekuasaan yang memiliki
kewenangan untuk itu. Dalam predikat apa punjuga pemimpin tersebut perilakunya
sebagai pengayom, selalu diwujudkan berupa kegiatan melindungi dan membela
kepentingan orang-orang yang dipimpinnya. Wujud kepemimpinannya menunjukan
kecenderungan berpaduan tipe otoriter dan tipe demokratis. Sedang bagi pemimpin yang
beriman berpaduan itu akan dilakukannya sesuai dengan petunjuk dan tuntunan Allah
SWT.

d. Tipe Pemimpin Ahli (Expert)

Dalam itpe ini seseorang yang mempunyai keterampilan/keahlian atau profesional


dalam suatu bidang tertentu, menjalankann kepemimpinan di lingfkungan organisasi yang
bergerak di bidang tersebut. Orang-orang yang dipimpinnya mungkin terdiri dari sesama
para ahli di bidang tersebut, dan mungkin pula merupakan orang-orang yang tidak
memiliki keahlian dibidang tersebut. Seorang Ketua ikatan Dokter Indonesia (IDI) pasti
seorang dokter, demikian pula anggotanya. Berbeda dengan seoarng Menteri Kesehatan
atau Kepala Kantor Wilayah di bidang kesehatan yang memiliki ka ahlian kedokteran,
harus menjalankan kepemimpinan di lingkungan orang-orang yang tidak semuanya
memiliki ke ahlian tersebut.
Sehubungan dengan itu di lingkungan umat Islam sebagai mana telah
diketengahkan dalam uraian terdahulu, perlu ditekankan lagi mengenai sabda Rasullullah
SAW mengenai kepemimpinan ini. Sabda tersebut mengatakan: “Serahkanlah suatu
urusan pada ahlinya, jika tidak demikian tunggulah kehancurannya.” Dengan demikian
jelas bahwa Islam sangat mengutamakan pemimpin yang menguasai bidang yang di
kelola organisasinya, atau yang tidak sekedar memiliki kemampuan memimpin.
Keahlian atau profesionalisme itu mungkin di peroleh seseorang melalui bangku
sekolah (pendidikan formal) dan mungkin pula melalui pengalaman kerja atau
berorganisasi. Dengan demikian keahlian atau profesional di bidangnya itu, berarti
pemimpin memiliki kelebihan untuk membimbing orang-orang yang dipimpinnya,
melalui proses kerjasama yang efektif dan efisien. Sedang bagi umat islam prestasi itu
harus merupakan sesuatu yang di ridhai Allah SWT. Untuk itu berfirman Allah SWT di
dalam surat Al-Baqarah ayat 286 sebagai berikut:
Artinya:
Allah tidak membebani kewajiban kepada seseorang kecuali sesuai dengan
kesanggupanya, hasil kerjanya yang baik untuknya sendiri dan yang tidak baik menjadi
tunggangannya sendiri pula.

Berprestasi karena memiliki keahlian dalam kepemimpinan merupakan hasil kerja yang
harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Oleh karena itu tidak ada pilihan
lain selain berusaha mewujudkan hasil kerja yang memberikan manfaat bagi orang
banyak, khususnya bagi orang-orang yang dipimpin, sesuai dengan petunjuk dan
tuntunan Allah SWT.
e. Tipe Kepemimpinen Organisatoris dan Administrator
tipe ini di wujudkan berupa kemampuan menngelola dan membina kerjasama
yang efektif membina kerjasama yang efektif dalam bekerja atau melaksanakan kegiatan,
yang terarah pada tujuan yang jelas. Pemimpin menyenangi hubungan kerja yang
harmonis dengan orang-orang yang dipimpinnya. Di samping itu menyukai pula
mewujudkan hubungan kerja yang efektif di antara sesama anggota organisasinya.
Pemimpin tipe ini bejerja secara berencana, sistematis dan tertib, dengan
memanfaatkan berbagai masukan dari orang lain dari dalam dan luar organisasinya. Tipe
kepmimmpinan inibanyak di temui di lingkungan organisasi formal dan nonformal,
seperti di instansi pemerintahan, perusahaan, kepramukaan, organisasi kepemudaan, olah
raga dan lain-lain. Misalnya dilingkungan perusahaan (bisnis), yang bertujuan mencari
keuntungan secara finansial. Untuk itu pemimpin yang disebut manager harus bekerja
berencana dan terarah.
Pemimpin mengetahuio secara tepat posisi dan peranannya di dalam
organisasinya, dan selalu mampu mewujudkan kegiatan sesuai deengan posisinya itu.
Sehubungan dengan itu berfirman Allah SWT di dalam surst Al-An’aam ayat 132
sebagai berikut;
Artinya:
Dan untuk masing-masing orang ada tingkat-tingkat martabat yang seimbang
dengan perbuatannya. Dan tuhanmu tidak lengah dari apa-apa yang mereka kerjakan.

Firman Allah SWT tersebut memperingatkan juga pada para pemimpin, agar
selalu melakukan kegiatan/perbuatan yang di sukainya sesuai dengan statusnya itu.
Kegiatan/ perbuatan itu di lakukannya karena kesadarannya bahwa dirinya merupakan
pelaksana kehendak Allah SWT yang mengatur seluruh jagat raya, termasuk urusan
kehidupan manusia. Berfirman Allah SWT di dalam surat yunus ayat 31 yang
mengatakan sebagai berikut:
Artinya:
Dansiapa pulakah segala urusan ? tentu mereka akan menjawab: “Allah.”
Karena tanyakanlah. “ kalau begitu mengapa kamu tidak bertaqwa padanya.”

Pemimpin yang beriman dan menjalankan tipe kepemimpinan ini, dalam


mewujudkan kehendak Allah SWT itu menyadari betul bahwa seluruh
kegiatan/perbuatannya diketahui dan dinilai oleh penguasa jagat raya ini. Demikianlah
yang difirmankan Allah SWT di dalam surat Baraa-ah (At-Taubah) ayat 105 sebagai
berikut:
Artinya:
Dan katakanlah: “bekerjalah kamu ! maka Allah, Rasulnya dan orang-orang
yang beriman akan menilai pekerjaanmu itu. Dan kamu akan di kembalikan kepada
tuhan yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu di beritahukannya kepadamu
apa-apa yang telah kamu kerjakan.”

Untuk itulah di dalam kepemimpinan tipe ini bagi pemimpin yang beriman
terlihat kegandrungan melaksanakan perbuatan mengajak anggota organisasinya
melakukan amal kebaikan secara berkesinambungan. Pemimpin dengan tipe
kepemimpinan ini sebagaimana dikatakan terdahulu, selalu dikatakan terdahulu, selalu di
lakukan secara berencana dan terarah. Berfirman Allah SWT didalam surat Ash- shaffaat
ayat 61 senbagai berikut:
Artinya:
Untuk mencapai keberuntungan yang serupa itu, hendaklah beramal dan berusaha
berkepanjangan.

Pemimpin dengan tipe organisatori dan administrator sebagai orang-orang


beriman, dalam berbuat amal kebaikan selalu berkesinambungan, dengan tujuan tetap
terarah untuk meraih ridha Allah SWT. Perbuatan itu tidak boleh dilakukan secara
insidentil, tetapi harus direncanakan secara jelas dan dilaksanakan melalui tahap demi
tahap, sehinngga tahap satu menunjang tahap yang lainnya.

f. Tipe Kepemimpinan Agitator

Tipe kepemimpinan ini dilakukan dengan memberikan tekanan-tekanan,


mengadu domba, menimbulkan dan mempertajam perselisihan, memecah belah dan
menghasut annggota organisasi, dengan maksud untuk memperoleh keuntungan bagi
pimpinan dengan atau tanpa kelompoknya. Pemimpin memiliki kemampuan yang tinggi
untuk menciptakan dan memanfaatkan pertengkaran di antara anggota organisasinya,
bahkan juga denganorang luar. Kemampuan yang tinggi itu dapat digunakannya untuk
memecah belah, mengadu domba, menghasut dan lain-lain anggota organisai lain, untuk
mendapatkan keuntungan dirinya atau organisainya.
Dalam suekan, gelisah, saling tidak percaya-mempercayai yang timbul di
lingkungan orang-orang yang mengalami agitasi itu, p[emimpin berusaha mendapati
simpati dan dukungandari dari salh satu atau kedua belah pihak yang bertentangan.
Dengan demikian kedua belah pihak itu tanpa rasa curiga,mengira pimpinan berada di
pihaknya . kedua belah pihak tidak pernah menyadari bahwa yang menimbulkan dan
mengobarkan pertentangan itu adalah pemimpinnya,nuntuk pendapatkan keuntungan bagi
dirinya.
Kepemimpinan tipe ini banyak di temui di bidang politik kepartaian. Dengan
demikian terjadilah perpecahan didalam partai politik lawan, yang dapat melemahkan
perjuangan dan pemimpin partai politik A berusaha memetik manfaat dari perpecahan itu
dalam memenangka PEMILU bagi partainya.
Agitasi seperti contoh tersebut sangat perlu diwaspadai oleh parapemimpin umat
islam, karena tidak mustahil ada pemimpin agitator di dalam atau di luar organisasinya,
yang bermaksud mengambil keuntungan dari pertentangan yang di timbulkanya antara
organisasi di bidang agama islam yang tidak sedikit juimlahnya. Perlu didasari bahwa
agitasi yang tidak dirihai Allah SWT mungkin saja dipergunakan oleh pemimpin-
pemimpin yang tidak beriman, karena pemimpin seperti itu cendrung menghalalkan
semua cara untuk melumpuhkan umat islam dari dalam. Akan lebih berbahaya lagi jika
justru pemimpin-pemimpin umat islam termakan agitasinya, sehingga berpecah belah
dan jauh dari rasa kebersamaan.
Sehubungan dengan uraian-uraian di atas berfirman Allah SWTdi dalam surat Al-
Hasyr ayat 14 yang menggambarkan kondisi perpecahan. Firman itu mengatakan sebagai
berikut:
Artinya:
Permusuhan dikalangan mereka telah memuncak. Kamu kira mereka kompak,
namun hati mereka pecah belah. Perpecahan itu timbul karena mereka tidak mengerti
keampuhan persatuan.

Perpecahan yang di maksud Allah SWT adalah dilingkungan orang-orang yahudi


yang tidak beriman, yang terjadi karena pemimpin agiator di antara kaumnya kondisi itu
lebih diperjelas Allah SWT didalam firmannya surat fush-shilat ayat 5. ayat ituu
mengatakan:
Artinya:
Mereka berkata:”Hati kamu sudah tertutup terhadap ajakanmu itu, telinga kamu
pun sudah tersumbat, antara kami dan engkau terdapat suatu sekatan. Engkau boleh
bekerja menurut gayamu sendiri, kami pun akan bekerja menurut gaya kami sendiri
pula.”
Dalam kondisi seperti itu Allah memperingatkan umat islam agar tidak termakan
agitasi, yang dapat memecah belah. Allah SWT itu difirmankan dalam surat Asy-syura
ayat 13 sebagai berikut:
Artinya:
Tegakanlah agama tauhid ini dan janganlah kamu berpecah belah dalam ikatan
agama itu.

Peringatan Allah SWT itu bermakna pula agar para ulama dan umara’ (termasuk
para amir) sebagai orang-orang beriman dalam memimpin umat Islam tidak menjadi
pemimpin agiator . justru sebaliknya harus mampu menyelesaikan perselisihan antar
umat, dengan terus-menerus berpegang pada petunjuk dan tuntunan Allah SWT.
Sehubungan dengan itu berfirman Allah SWT di dalam surat Asy-Syura ayat 10 sebagai
berikut:
Artinya;
Dan segala yang kamu perselisihkan, makaserahkan keputusan hukumnya kepada
Allah. Itulah Allah Tuhanmu. Kepad-Nya-lah aku bertawakal dan kepada-Nya-lah aku
kembali.

Dalam kenyataan di dunia ini pemimpin agiaotor selalu ada ,meskipun menurut
ajaran islam kepemimpinannnya itu selalu membuat sifat keonaran, sebagai perbuatan
yang tidak di sukai Allah SWT. Perbuatan seperti itu di kategorikan sebagai perbuatan
yang sesat, karena dengan agitasi selalu memecah belah umat, yang seharusnya hidup
dalam kebersamaan dan saling nasehat-menasehati dalam kesabaran dan bertolong-
tolongandalam berbuat amal kebaikan. Untuk itu berfirman Allah SWT di dalam surat
Asy-Syura ayat 14 sebagai nberikut:
Artinya:
Mereka tidak berpecah belah kecuali setelah mengetahui bahwa berpecah belah
itu sesat, namun di kerjakannya juga, semata-mata karena kedengkian antara
sesamanya.
BUKU SOSIOLOGI untuk masyarakat indonesia (hassan shadily)
Hidup berteman
Apakah gerangan yang menyebabkan umumnya manusia itu lebih hidup
berteman?beberapa ahli sosiologi telah mengadakan penyelidikan dan antara lain mereka
berpendapat, bahwa hidup berteman adalah oleh karena:
a. Naluru, ialah kehendak untuk menggerakan setiap manusia dan hewan lainnya
terlepas dari perhitungan akal. Kehendak itu timbul dengan sendirinya
teristimewa dalam waktu bahaya dan manusia mencari keselamatan badan. Antara
lain kita mengenal : naluri melarikan diri, mengusir (menjauhkan sesuatu dari
dirinya sendiri), ingin mengetahui, ingin berkelahi, membela atau
mempertahankan diri, keinginan beranak, kendak bersatu, keinginan memiliki,
kehendak membangun, dan sebagainya.
b. Karena perasaan badan: panas, dingin, lapar dan sebagainya yang akan membawa
manusia kepada golongan manusia dimana api, makanan dan sebagainya mudah
terdapat.
c. Karena perhitungan untuk mencapai sesuatu keuntungan, biasanya dalam
perekonomian bagi manusia yang telah maju cara hidupnya, atau fasilitas
berolahraga dalam perkumpulan sport; kekuasaan dan kedudukanmelalui
perkumpulan politik dsb.

Herskovitch dalam bukunya cultural antropology untuk perkataan lingkungan ini


membedakan:
1. habitat, ialah lingkungan alam yang di tempati golongan manusia, serta kekayaan
alam itu yang langsung bisa dirasakan atau dipergunakan, termasuk potensi-
potensi (kemungkinan atau harapan guna pemakaiannya)dari lingkungan alam itu.
Iklim yang dingin di pegunungan atau didaerah salju, di pesisir dan sebagainya
yang mempengaruhi cara hidup dan tekni hidup peternak, petani, gembaladan
sebagainya. Kita ingat pada golongan eskimo yang bisa hidup di padang salju dan
membuat rumahnya dari bahansalju,tetapi dibuat begitu rupa, sehingga
dapatbertahan begitu lama dan dapat menyimpan hawa hangat menentang hawa
dingin yang ganas di luar hanya hanya dengan menyalakan sebuah lilin saja. Alat
pemburu mereka terbuat dari bahan-bahan yang ada disekitar seperti tulang ikan
dan sebagainya.
2. lingkungan sosial termasuk seluruh kebudayaan meliputi perumahan, teknik-
teknik yang dipakai untuk memudahkan kehidupan dan menambah hasil usaha;
peradaban, perpustakaan serta buku-bukunya; teman-teman sepermainan
( secondary group) dan anggota keluarga, famili dekat dan sebagainya (primry
group) yang dapat mempengaruhiwatak manusia yang bersangkutan .
3. lingkungan yang sebenarnya meliputi 1 dan 2 ialah yang merupakan sebagian dari
penentu kebudayaan serta keterampilan manusia dalammasyarakatnya.
BUKU TEORI-TEORIPSIKOLOGI SOSIAL
Dr. SARLITO WIRAWAN SARWONO

TEORI RANGSANG-BALAS UNTUK MENERANGKAN SIKAP

Teori rangsang-balas (stimulus-response theory)yang sering juga disebut sebagai


teori penguat (reinforcement-theory) dapat di gunakan untuk menerangkan berbagai
kejala tingkah laku sosial dalam sub-bab ini akan dijelaskan bagaimana teori penguat
menerangkan sikap (attitude). Yang dimaksud sikap disini adalah kecendru gan atau
kesediaan seseorang untuk bertingkahlaku tertentu kalau ia menghadapi suatu rangsangan
tertentu. Misalnya seseorang yang mempunyai sikap positif terhadap makanan yang
pedas, akan selalu mengambil atau membeli dan makan setiap kali dia menemui makanan
pedas. Sebaliknya orang bersikap negatif terhadap makanan pedas selalu akan
menghindar kalau ia menjumpai makanan pedas. Sikap ini bisa terjadi terhadap benda,
situasi, orang, kelompok, nilai-nilai dan semua hal yang terdapat disekitar manusia.
Salah satu teori untuk menerangkan terbentunya sikap ini dikemukakan oleh
Daryl Beum (1964) yang pengikut skinner (berpandangan operant). Ia mendasarkan diri
pada pernyataan skinner bahwa tingkahlaku manusia berkembang dan dipertahankan oleh
anggota-anggota masyarakat yang memberi penguat pada individu untuk bertingkah laku
secara tertentu (yang dikehendaki oleh masyarakat). Atas dasar pendapat Skinner itu
Beum mengemukakan 4 asumsi dasr yaitu:
1. setiap tingkah laku, baik yang verbal maupun sosial adalah suatu hal, yang bebas
dan berdiri sendiri, dan bukan merupakan refleksi (mengambarkan) sikap, sistem
kepercayaan, dorongan, kehendak, ataupun keadaan-keadaan tersembunyi lainya
dalam diri individu.
2. rangsang dan Tingkah laku-balas adalah konsep-konsep dasar untuk
menerangkansuatu gejala tingkahlaku. Konsep-konsep ini hanya dapat di
definisikan dan di ukursecara fisik dan nyata (nampak mata).
3. prinsip-prinsip rangsang-balas sebetulnya hanya sedikit, ia nampak sangat
bervariasi karena berfariasinya lingkungan dimana hubungan rangsang-balas itu
berlaku.
4. dalam analisa tentang tingkahlaku perlu dihindari di ikut sertakannya keadaan-
keadaan internal yang terjadi pada waktu tingkah laku itu timbul, baik yang
bersifat fisiologik (kelelahan, lapar dan lain-lain) maupun yang bersifat
konseptual (dorongan, kehendak dan lain-lain).

Berdasarkan asumsi-asumsi dasar tersebut, belum mengemukakan teori-teori


hubungan tentang fungsional( funcional relation ship)dalam interaksi sosial. Dalam teori
tersebut. Beum menyatakan bahwa dalam interaksi sosial terjadi 2 macam hubungan
fungsional yang pertama adalah hubungan fungsional dimana terdapat kontrol
penguat( reinforcement control) yaitu jika tinggkah laku-balas (response) ternyata
menimbulkan penguat(reinforcement) yang bersifat ganjaran (reward). Dalam hal ini ada
tidaknya atau banyak sedikitnya rangsang penguat akan mengontrol tingkah-laku-balas.
Misalnya; seorang anak berkata pada ibunya:”bu, saya minta kue”, ternyata ibunya benar-
benar memberi kue(ganjaran), maka pada kesempatan lain anak akan mengucapkan
kalimat yang sama untuk mendapatkan kue. Tingkah laku untuk mendapatkan ganjaran
tersebut, disebuut tingkah laku operan(operant response). Dalam tingkah laku operan itu
ganjaran yang diminta selalu dinyatakan dengan jelas ( dalam contoh diatas:kue).
Tingkah laku operan yang bersifat verbal seperti contoh di atas disebut mand( singkatan
dari “comand”atau “demand” yang berarti perintah atau permintaan).
Hubungan fungsionalyang kedua terjadi jika tingkah laku-balashanya mendapat
ganjaranan pada keadaan-keadaan tertentu. Misalnya, ibu hanya memberi kue pada anak
hanya jika anak sudah menghabiskan nasinya. Dalam hal ini “nasi” merupakan rangsang
deskriminatif dan anak hanya akan berkata: Bu, minta kue, kalau ia siudah maklan nasi.
Hubungan fungsional seperti ini di sebut hubungan fungsional dimana terdapat kontrol
deskriminatif ( discriminative control) dan tingkah laku-baklas yang terjadi hanya jika
ada rangsang diskriminatif disebut tact.
Menurut Beum, tact lama-lama bisa menjadi kepercayaan(belief). Contoh:
anakmelihat jika ayah mau pergi (tact) ia selalu memakai sepatunya (rangsang
diskriminatif). Kalau ayah tidak memakai sepatu, maka ia tiidak akan pergi. Lama-
kelamaan anak akan percaya bahwa kalau ayah memakai sepatu, maka ayah akan pergi
walaupun kenyataannya mungkin ayah hanya mau menerima tamu di rumah. Beum
selanjutnya menyimpulkan bahwa sistem kepercayaan selalu di pengaruhi oleh fakto-
faktor internalnya.
Selanjutnya kumpulan kepercayaan terhadap suatu hal akan menyebabkan
timbulnya sikap (attitude)tertentu tehadap hal tersebut.misalnya: seorang anak
percaya(belief) bahwa ibu selalu marah kalau iameminta permen, bahwa anak-anak yang
suka makan permensering sakit perutdan sebaginya kumpulan kepercayaan ini
menyebabkan anak tidak suka permen,walaupun ia tahu bahwapermen itu enak. Rasa
enak permen itu sebagai ganjaran tidak cukup kuat untuk mengalahkan penngaruh
rangsang-rangsang penguat dalam hubungan dengan kontrol diskriminatif yang terjadi.
Dalam kontak sosial, menurut Beum yang terpenting adalah kesanggupan
seseorang untuk membedakan tingkah-tingkah laku mana yang merupakan mand dan
tingkah-tingkah laku mana yang merupakan tact. Seseorang yang terlalu sering
melakukan mand biasanya tidak dapat dipercaya, sedangkan seseoranng yang melakukan
tact (hanya melakukan hal-hal tertentu pada kondisi-kondisi tertentu) lebih mudah
mendapat kepercayaan orang lain (credible).
Makin besar kepercayaan orang lain pada orang tersebut makin kuat pengaruhnya
untuk mengubah tingkah laku atau sikap orang lain. Misalnya: Si A sering
mengatakan:”Nanti sore akan hujan”, atau “Besok akan hujan” (mand) tetapi nyatanya
hujan tidak datang (tidak ada penguat), maka orang tidak akan percaya pada A.
Sebaiknya B hanya mau mengatakan “Nanti sore hujan”, jika ia tahu hujan akan benar-
benar turun (tact), maka B akan mendapatkan kepercayaandari orang lain. Dengan
perkataan lain, orang-orang yang lebih sering melakukan “tact” dari pada “mand” akan
lebih baik dalam kontak-sosialnya.
Selanjutnya, Belum juga berpendapat bahwa pengetahuan seseorang tentang
mand dan tact pada dirinya sendiri dapat menimbulkan rasa percaya pada diri sendiri.
Kalau ia menyadari bahwa ucapan-ucapannya sering kali menjadi kenyataan dan
perbuatan-perbuatannya dapat mempengaruhi orang lain (lebih banyak tact dari pada
mand), maka ia akan percaya pada dirinya sendiri.
Teori untuk menerangkan sikap diajukan oleh Doob (1947). Ia penganut paham
mediationist dan menyatakan bahwa sikap pada hakikatnya adalah tingkah laku balas
yang tersembunyi (implicite response) yang terjadi langsung setelah anda rangsang, baik
secara disadari atau tidak disadari. Tingkah laku balas yang tersembunyi ini ditambah
dengan faktor-faktor lain dari dalam diri individu (internal foctors) seperti dorongan,
kehendak, kebiasaan dan lain-lain akan menimbulkan tingkah laku nyata (overt
behavior). Dengan demikian sikap selalu mendahului suatu tingkah laku nyata tertentu
dan selalu merujuk ke tingkah laku nyata tersebut. Misalnya seorang makan buah apel,
timbul rasa tidak enak (hukuman). Tingkah laku balasnya adalah membuang buah apel
itu. Lama kemudian timbul tingkah laku balas yang tersembunyi untuk menghindari buah
apel dan melalui generalisasi orang itu juga akan menghindari kue apel, sirup apel dan
makanan-makanan lain dari apel.

D. TEORI-TEORI BELAJAR SOSIAL DAN TIRUAN


Dalam kehidupan manusia ada 2 macam belajar yaitu belajar secara fisik (belajar
menari, belajar naik sepeda dan lain-lain) dan belajar psikis. Termasuk belajar psikis ini:
belajar sosial (social learning), di mana seseorang mempelajari dan pelan orang-orang
lain dalam kontak sosial. Selanjutnya orang tersebut akan menyesuaikan tingkah lakunya
sesuai dengan peran sosial yang telah dipercayainya itu. Cara yang sangat penting dalam
cara sosial, menurut aliran rangsang-balas, adalah tingkah laku tiruan (imitation). Dalam
sub-bab ini akan dipercayakan 2 teori tentang tingkah laku tiruan yaitu dari Miller &
Dollard (1941) dan Bandura & Walters (1963).

1. Teori Belajar Sosial dan Tiruan dari Miller & Dollard


Miller dan Dollard bertitik tolak dari teori Hull (mediationist) yang di
kembangkan menjadi teori sendiri. Pandangan dasar mereka adalah: tingkah laku
manusia adalah dipelajari. Karena itu untuk mempelajari tingkah laku sosial dan proses
belajar sosial, kita harus mengetahui prinsip-prinsip psikologi belajar.
Menurut Millerdan Dollard ada 4 prinsip belajaryaitu dorongan (drive),
isyarat(cue), tingkah laku-balas (response)dan ganjaran(reward). Keempat prinsip itu kait
mengait dan dapat saling dipertukarkan, yaitu dorongan menjadi isyarat, isyarat menjadi
ganjaran dan seterusnya.
Dorongan adalah rangsangan yang sangat kuat mendorong organisme(manusia,
hewan) untuk bertingkah laku. Stimulus-stimulus yang cukup kuat biasanya bersifat
biologis seperti : lapar, haus, seks, kejenuhan (fatigue)dan sebagainya. Ini disebut
dorongan primer(primary drive) dan menjadi dasar utama untuk motivasi. Pada manusia
yang berbudaya tinggi, dorongan primer jarang menjadi kepentingan pokok kecuali
dalam keadaan perang, bencana, kemiskinan dan keadaan-keadaan lainya pada manusia
berbudaya tinggi, dorongan-dorongan primer disosialisasikanmenjadi dorongan
sekunder( secondary drive), misalnya lapar menjadi dorongan untuk makan-makanan
tertentu ( nasi atau roti), seks disosialisasikan menjadi hubungan suami isteri dalam
perkawinan, dorongan-dorongan primer lain di sosialisasikanmenjadi dorongan untuk
memperoleh uang, pujian dan sebagainya, menurut Miller & Dollard, semua tingkah laku
disadari oleh dorongan, termasuk tingkah laku tiruan.
Isyarat adalah rangsang yang menentukan bila dan dimana suatu tingkah laku-
balas akan timbul dantingkah laku-balas apa yang akan terjadi. Isyarat disini dapat
disamakan dengan rangsang diskriminatif. Dalam bejar sposial, isyarat terpenting adalah
tingkah laku orang lain, baik yang langsung ditujukan kepada seseorang tertentu maupun
yang tidak. Contoh: uluran tangan merupakan isyarat berjabat tangan.
Mengenai tingkah laku-balas Miller & Dollard berpendapat bahwa organisme
mempunyai hierarki bawaan dari tingkah laku-tingkah laku ( innate hierarchy of
responses). Pada waktu organisme dihadapkan untuk pertama kalinya kepada suatu
rangsang tertentu, maka tingkah laku balas yang timbul didasarkan pada hierarki bawaan
tersebut. Baru setelah beberapa kali terjadi ganjaran dan hukuman, maka akan timbul
tingkah laku balas yang sesuai dengan faktor-faktor penguat tersebut. Tingkah laku balas
yang sudah di sesuaikan dengan faktor tersebut di susun menjadi hierarki resultan
(resultant hierarchy of responses). Disinilah pentingnya belajar dengan cara coba dan
ralat (trial and error learning). Dalam tingkah laku sosial, belajar coba dan ralat di
kurangi ddengan belajar tiruan(imitation learning) dimana seorang anak tinggal meniru
tingkah laku orang dewasa untuk dapat memberikan tingkah laku-balas yang tepat,
sehingga ia tidak perlu membuang waktu untuk belajar dengan cara coba dan ralat.
Disinilah peran guru, orang tua dan orang dewasa dalam mendidik anak-anak dan
generasi muda.
Ganjaran menurut Miller & Dollard adalah rangsangan yang menetapkan apakah
suatu tingkah laku-balas akan di ulang atau tidak dalam kessempatan lain. Ada dua
macam ganjaran, yaitu: ganjaran primer( yang memenuhi dorongan-dorongan primer)dan
ganjaran sekunder (yang memenuhi dorongan-dorongan sekunder).
Selanjutnya Miller dan Dollard menyatakan bahwa ada3 mekanisme tiruan, yaitu:
a. Tingkah laku sama( same bihavior).
b. Tingkah laku tergantung (matched dependent bihavior).
c. Tingkah laku salinan(copying).

ad. a. tingkah laku sama


Tingkah laku sama terjadi bila dua orang bertingkah laku balas sama terhadap
rangsang atau isyarat yang sama, misalnya: dua orang naik bis sama karena mereka
sejurusan. Tingkah laku sama ini tidak selalu merupakn hasil tiruan, oleh karena itu tidak
di bicarakan lebih lanjut oleh Miller dan Dolard.

ad. b. tinglah laku tegantung


Tingkah laku tergantung timbul antara 2pihak dimana salah satu pihak adalah
lebih pintar, lebih tua atau lebih mampu daripada pihak yang lain , dalam hal ini pihak
yang lain akan menyesuaikan tingkah lakunya (match) dan akan bergantung (dependent)
pada pihak pertama, misalnya: kakak adik sedang bermain menunggu ayah pulang.
Biasanya ayah pulanng membawa perman . terdengar suara langkah kaki ayah. Kakak
segera berlari kepintu. Adik ikut-ikutan berlari. Ternyata ayah membawa permen dan
diberikan kepada adiknya. Adik yanng semula hanya meniru tingkah laku kakaknya
mendapat ganjaran. Dilain waktu adik mendengar langkah kaki ayahnya, ia langsung
berlari ke pintu walaupun kakak tidak ada.
Tingkah laku tergantung dapat terjadi dalm 4 situasi yang berbeda:
1. tujuan (goal) sama tetapi tingkah laku-balas berbeda. Dalam keadaan ini kalau
orang pertma mendapat ganjaran, sedangkan orang kedua tidak. Maka orang
kedua akan meniru orang pertama.
2. si peniru mendapat ganjaran (berupa ganjaran sekunder) dengan melihat tingkah
laku orang lain. Misalnya: anak kecil merasa senang melihat ibunya mengajak
bermain ciluk-ba. Karena senang maka ia menirukan perbuatan ibunya dan
ternyata ibunya lebih senang lagi dan tertawa atau memuji anak tersebut(ganjaran
yang lebih kuat lagi)
3. si peniru membiarkan orang lain meniru untuk melakukan tingkah laku-balas
terlebih dahulu. Kalau berhasil barulah ditiru.
4. dalam hal ganjaran terbatas (hanya untuk di peniru atau yanng ditiru), maka akan
terjadi persaingan antara model dan peniru. Peniru akan menirukan tingkah laku
model untuk mendapatkan ganjaran.

ad. c. tingkah laku salinan


seperti halnya tingkah laku tergantung, pada tingkah laku salinan, si peniru
bertingkah laku atas dasar isyarat (berupa tingkah laku juga)yang di berikan
model.demikian juga dalam tingkah laku salinan ini pengruh ganjaran dan hukuman
sangat besar terhadap kuat atau lemahnyatingkah laku tiruan.
Tetapi berbeda dari tingkah laku tergantung dimana si peniru hanya bertingkah
laku terhadap isyarat yang di beri model pada saat itu saja, pada tingkah laku salinan si
peniru memperhatikan juga si peniru memperhatikan juga tingkah laku model di masa
lalu maupun yang akan di lakukan di masa akan datang. Perkiraan tingkah laku model
dalam kurun waktu yang relatif panjang ini akan di jadikan patokan oleh si peniru untuk
memperbaiki tingkah lakunya sendiri dimasa yang akan datang sehingga lebih sesuai
dengan tingkah laku model. Dalam hubungan ini peranan kritik penting sekali untuk lebih
mempercepat proses penyalinan tingkah laku. Miller dan Dollard berpendapat bahwa
konformitas sosial yang terdapat dalam setiap masyarakat di sebabkan oleh tingkah laku
salinan ini yang dasarnya adalah dorongan untuk menyalin( drive copy). Dorongan ini
mengandung rasa kecemasan( anxiety) akan kehilangan pengakuan dari masyarakat dan
ganjaran untuk mendapat pengakuan atau pujian dari orang lain.

2. teori proses pengganti


Teori ynag dikemukakan oleh bandura dan walters ini menyatakan bahwa
tinngkah laku tiruan adalah suatu bentuk asosiasi suatu rangsangan dengan rangsangan
lainya. Penguat (reinforcement) memang memperkuat tingkah laku-balas, tetapi bukan
syarat yanng penting dalam proses belajar sosial.
Sebagai orang-orang yang juga sepaham dengan Hull, ban dura dan walters
menyatakan bahwa kalau seseorang melihat suatu rangsangan dan ia melihat model
bereaksi secara tertentu terhadap rangsangan itu, maka dalam khayalan(imagination)
orang tersebut terjadi seranngkaian simbol-simbo;l yang menggambarkan rangsangan
dari tingkah laku batas tersebut. Rangkaian simbol-simbol ini merupakan pengganti dari
pada hubungan rangsanngan balas yang nyata dan melalui asosiasi si peniru akan
melakukan tingkah laku yang sama dengan tingkah laku model, terlepas dari ada atau
tidak adanya rangsangan. Proses asosiasi yang tersembunyi ini sangat di bantu oleh
kemampuan verbal seseorang. Dalam proses ini tidak ada cara coba dan ralat berupa
tingkah laku nyata. Karena semuanya berlangsung secara tersembunyi dalam diri
individu. Disini yang penting adalah pengaruh tingkah laku model pada tingkah laku
peniru yang menurut bandura dan walters ada3 macam,yaitu:
a. efek modeling(modeling effect) dimana peniru melakukan tingkah laku-tingkah
laku baru( melalui asosiasi-asosiasi ) sehingga sesuai dengan tingkah laku model.
b. Efek menghambat (inhibition) dan menghapus hambatan (disinhibition), yaitu
tingkah laku-tingkah laku yang tidak sesuai dengan tingkah laku model di hambat
timbulnya, sedangkan tingkah laku-tingkah laku yang sesuai dengan tingkah laku
model di hapuskan hambatan-hambatannya sehingga timbul tingkah-tingkah laku
yang dapat menjadi nyata.
c. Efek kemudahan (fascilitation effect): dimana tingkah-tingkah laku yang sudah
pernah di pelajari peniru lebih mudah muncul kembali dengan mengamati
tingkah laku model.

Akhirnya di kemukakan oleh bandura dan walters bahwa teori proses penngganti
ini dapat pula menerangkan gejala timbulnya emosi pada peniru yang sama dengan emosi
yang ada pada model. Misalnya : seseorng melihat film yang memperlihatkan suatu
operasi. Pasien yang di operasi dalam film itu (model) digambarkan meringiskesakitan.
Maka penonton pun bisa ikut meringis kesakitan.
BUKU THEORIES of LEARNING
Winfred F. Hill

Teori Pembelajaran Menurut Guthrie

DIANTARA para penerus behavioris, salah seorang yang tetap mendekati pendirian asli
Watson adalah Edwin R. Guthrie (1886-1959). Sejak tahun 1914 sampai pensiun pada
1956, Guthrie adalah seorang pengajar di Universitas di Wasington. Ia tidak pernah
belajar kepada Watson, dan pendidikan pasca sarjananya pun di bidang filsafat bukan
psikologi. Meski begitu interprestasinya mengenai pembelajaran akan terlihat mirip
sekali dengan interprestasi Warson seandainya saja ia memiliki kesempatan satu
dasawarsa lagi untuk mengerjakan topik tersebut. Karya klasiknya The Psychology of
learning, terbit pada 1935 dan direvisi pada 1952, dan statement teoretisnya yang terakhir
terbit pada 1959. dengan demikian, meski karir mengajarnya di Universitas di mulai
hanya 10 tahun setelah watson, guthrie tergolong generasi yang lebih muda secara
intelektual. Ia tidak termasuk kalangan perintis teori pembelajaran Amerika melainkan
termasuk generasi yang muncul sesudahnya dan menjadi penerus ide para perintis
tersebut.
Diantara teori-teori pembelajaran, teori guthrie termasuk teori yang paling mudah
dibaca namun paling sulit didiskusikan. Teorinya mudah di baca karena ia menulis
dengan gaya informal menyampakan butir-butir pikirannyadengan aekdot gamblang
bukan dengan istilah-istilah teknis atau persamaan matematis.teorinya sulit untuk
didiskusikan karena pemaparanya yang sederhana mengandung benih-benih teori
pembelajaran deduktif yang amat teknis. Membaca Guthrie sama seperti membaca
sebuah novel menarik yanng berisi kisah perlambangan mendalam. Ini berarti bisa di
baca pada level yang mudah atau yang sulit. Di tengah-tengah sistemnya ada satu prinsip
dasar pembelajaran. Jika di interprestasi secara longgar, prinsip ini merupakan sumber
interprestasi yang menarik dan sumber bimbingan yang bernilai untuk mengelola situasi-
situasi pembelajaran. Jika di interprestasi secara ketat, prinsip tersebut merupakan
landasan bagi teori yang berbobot. Dilihat sekilas teorinya sangat sederhananamun bila di
selidiki lebih teliti ternyata kompleks sekali. Teorinya tampil sebagai tantanganbagi para
pengkaji masalah pembelajaran. Benarkah Guthrie mampu merangkum segenap segi
pembelajaran dalam satu statemen kunci?

PRINSIP DASAR PEMBELAJARAN


Prinsip pembelajaran Guthrie mirip dengan prinsip pengkondisian Watson, namun
pernyataan Guthrie berbentuk lebih umum, Guthrie mengatakan;’ kombinasi stimuli yang
mengiringi suatu gerakan bila diulangi akan cendrung untuk di iringi oleh gerakan
itu’(1960,h.23). prinsip ini bisa dikatakan dengan cara lain, jika anda melakukan sesuatu
dalam sebuah situasi , kitika anda berada dalam situasi itu lagi anda akan cendrung
melakukan itu lagi.’prinsip ini lebih umum dibandingkan prinsip pengkondiian klasik
karena prinsip ini tidak mengtakan apapun mengenai stimulus tidak berkondisi. Prinsip
ini hanya mengatakan bahwa jika suatu respon mengikuti suatu stimulus tidak berkondisi.
Prinsip ini pada saat tertentu, maka rrespon itu cendrung untuk mengikuti stimulus itu
lagi. Dalam pengkondisian klasik, respon berlangsung menyertai stimulus(berkondisi)
selama percobaan karena hal itu dihasilkan oleh stimulus tidak berkondisi. Rangkaian
seperti ini tentu saja memenuhi syarat pembelajaran Guthrie. Sungguhpun demikian,
Guthrie tidak mempersoalkan apakah respon dalam percobaan tersebut dihasilkan oleh
stimulus tidak (berkondisi) dan responnya berlangsung bersama, maka pembelajaran pun
terjadi.
Dengan klaemnya bahwa ia mampu meringkas segenap segi pembelajaran
kedalam suatu statemen, Guthrie membuat semua pihak tertantang untuk mencari
kekurangan yang ada dalam ringkasannya itu, dan para psikologi dengan cepat menjawab
tantangan ini. Kesullitan pertama yang ada pada prinsip ini adalahbahwa sering
seseorang melakukan dalam sebuah situasi yang sama. Yang mana akan terjadi saat
berikutnya? Tantangan ini tidak menjadi soal bagi Guthrie; ia dengan mudah menjawab,
‘yang terakhir.’seorang yang tengah menghadapi puzzel(teka-teki) mekanis akan
mencoba berbagai respon. Jika pada akhirnya ia berhasil membuat respon yang tepat, ia
akan cendrung melakukan respon yang sama ini ketika saat berikutnya ia di hadapkan
pada puzzel tersebut. Dengan begitu bisa di katakan bahwa is telah belajar cara mengajar
puzzel itu. Akan tetapi seandainya saat itu ia menyerah dan membiarkan puzzel itu begitu
saja tidak terselesaikan; saat berikutnya ia menghadapi puzzel itu ia cendrung melakukan
hal terakhir yang ia lakukan-yakni,membiarkan begitu saja. Dalam kasus ini tidak bisa
dikatakan bahwa ia belajar cara mengajarkan puzzel, akan tetapi ia masih belajar
sesuatu.dalam kedua kasus tersebut ia dihadapkan pada kombinasi stimuli dari puzzel.
Dalam masing-masing kasus ada gerakan yang menghilangkan stimuli. Bagi pengamat,
salah satu gerakan ini menggambarkan keberhasilan dan yang lain kegagalan, namun bagi
Guthrie keduanya menggambarkan respon yang menghilangkan stimuli puzzel yang tidak
terselesaikansehingga cendrung terjadi lagi. Dalam kedua kasus ituada respon yang di
pelajari, dan itu adalah yang terakhirdilakukan oleh pelajar terhadap stimuli.
Aspek sistem Guthrie ini terdengar amat mirip dengan prinsipresensi Watson,
karena apa yang terakhir terjadi dalam suatu situasi akan terulang lagi. Sekalipun
demikian, Guthrie tidak menggunakan prinsip Watson yang lainya, frekuensi. Bagi
Watson ,hubungan (koneksi) stimulus-respon bisa berubah kekuatannya dan tmbuh
semakin kuat melalui latihan atau praktik, sementara bagi Guthrie hubungan itu bersifat
ya atau tidak sama sekali. Koneksinya bersifat ada atau tidak ada, tanpa ada variasi
kekuatan. Dengan begitu pengkondisiangerakan pada suatu kombinasi stimuli selesai
secara komplit dalam suatu pengalaman, dan ppraktik atau latiahn berikutnyatidak akan
menambah kekuatan hubungan tersebut.
Dilihat sekilas asumsi ini seperti bertentangan dengan hukum pembelajaran yang
banyak dikenal orang. Berlatih mungkin tidak menghasilkan kesempurnaan, namun
biasanya berlatih akam mengahsilkan peningkatan betahap.bagaimana bisa Gutrie
mengatakan bahwa peningkatan itu terjadi dalam satu pengalaman tunggal? Jawab
Guthrie, kita harus waspada untuk tidak menyamakan antara ‘gerakan’(movement) dan
tindakan(act) atau penyelesaian (accomplshment). Dalam prinsip pembelajarannya
Guthrie merujuk pada gerakan-gerakan kecil dari otot-otot tertentu , diperlukan kerja
sama dari banyak gerakan seperti itu untuk menghasilkan suatu tindakan yang terlatih ,
lebih dari itu, suatu keahlian yang handal akan mencakup banyak tindakan yang terlatih
demikian. Masing-masing sebagai respon atas kombinasi stimuli tertentu. Jadi, benar cara
melakukan sesuatu akan mencakup belajar banyak koneksi stimuli –gerakan kecil.
Peningkatan keahlian berlangsung bertahap namun belajar masing-msing bagian kecilnya
berlangsung serta-merta.
Bayangkanlah keahlian tertentu seperti mengendarai sepeda. Untuk mengendarai
posisi bersepeda di butuhkangerakan yang berbeda untuk menjaga pengendara agar tetap
tegak. Masing-masing gerakan ini pada gilirannya terbentuk dari gerakan-gerakan
tangan,kaki dan batang tubuhkita. Satu gerakan tangan kiri untuk membetulkan
derajatkkemiringan tubuh mungkin di pelajari dalam satu kesempatan, namun tidak
berarti keahlian menyeimbangkan sepeda secara total bisa di pelajari dengan secepat itu .
jika kita juga merenungkan semua aspek yang ada dalam mengendarai sepeda, perbedaan
antara belajar suatu gerakan dan penguasaaan keahlian bertahap akan menjadi jelas.
Ilustrasi ini tidak menunjukan bahwa Guthrie benar ketika ia mengatakan satu gerakan
dipelajari dalam latihan, namun hal ini membuat interprestasinya lebih bisa di mengerti.
Meski demikian , penjelasan ini memunculkan ambiguitastertentu kedalam teori
Guthrie. Dalam banyak kasus, ‘hal terakhir yang kita lakukan dalam suatu sintuasi’adalah
berbentuk tindakan, seperti menyalakan sebatanng rokok atau mengataka sesuatu. Bagai
mana pun juga, hal-hal itu merupakan keahlian terlatih yang terbentukdari banyak
gerakan yang spesifik. Mengapa Guthrie memandangnya sebagai gerakan-gerakan
tunggal yang bisa di kondisikan dalam satu kesempatan? Agaknya disini kita
membutuhkan analisis mengenai hierarki kompleksitas. Menyalakan korek api adalah
keahlian yang terbentuk dari banyak koneksi stimulus-gerakan yang harus di kondisikan.
Namun ketika hal itu telah di pelajari, segenap tindakan ini berlangsung sebagai gerakan
tunggal yang bisa di kondisikan sedemikian rupa pada kombinasi stimuli. Guthrie tidak
memusatkan pada pembahasannya pada hubungan seperti ini, melainkan pada bagaimana
pada prinsip pembelajaran diterapkan untuk gerakan (movement) dan kadang untuk
tidakan (act), bergantuung pada argumen apa yang hendak ia sampaikan. Untuunglah,
dalam dalam situasi ambiguitas ini tidak terlalu penting artinya.
Aspek teori Guthrie yang selama ini paling banyak di serang adalah kekurangan
perhatiannya pada keberhasilan dan kegagalan, pada pembelajaran melakukan apa yang
benar. Apa saja yang terakhir kita lakukan dalam suatu situasi , benar atau salah, itu pula
yang akan kita lakukan lagi. Guthrie tidak menggunakan konsep
penguatan(reinforsement). Ia tidak mengatakan bahwa kita belajar membuat respon yang
berfungsi atau respon yang menghasilkan imbalan. Persoalan mengenai apakah suatu
yanng kita lakukan bisakita pelajari sebagai respon atas situasi akan bergntunghanya
padaapakah sesuatu itu mengiubah situasi tersebut menjadi situasi yang berbeda,
sehinggasesiuatu itu menjadi hal terahir yang dikerjakan dalamsituasi awalnya.
Kaberhasilan juga di akibatkan oleh hal ini, karena sebuah solusi mengubah situasi
bermasalah menjadi situasi tanpa masalah . walhasil tinadakan yang berhasil adalah yang
terakhir terjadi dalam situasi bermasalah, dan itu cendrungterjadi jika masalah dihadirkan
kembali. Sekalipun demikian , jika kita bisa melepaskan diri dari situasi tanpa
memecahkan masalah, respon melepaskan diri akan kita pelajari. Metode yang tidak
efisien bisa kita pelajaridan pertahankan seperti halnya metode yang efisien, karena
keduanya membawa kita keluar dari situasi. Kekeliruan bisa terjadi berulang-ulang. Kita
belajar bukan melalui keberhasilam atau penguatan melainkan semata-mata karena kita
melakukannya.
Pendirian ini telah memunculkan sejumlah prediksi yang kemudian di uji
kebenarannya. Sebagai contoh, di andaikan ada seekor tikus lapar yang bisa mendapatkan
makanandengan menekan sebuah tombol. Sitikus belajar menekan tombolsemakin sering
dan semakin cepat. Menurut Guthrie, tikus belajar karena makanan mengubah situasi
dengan efek terhadap rasa lapar dan sensasidi mulut.

Anda mungkin juga menyukai