Anda di halaman 1dari 4

Tugas Mandiri Guru Pembimbing

Bahasa Indonesia Irsad, S.Pd

MAKALAH CERITA FABEL


SI KANCIL DAN SEKAWANAN GAJAH

DI SUSUN OLEH :

SELVI UTARI
Kelas : VII

SMP NEGERI 2 KAMPA


KECAMATAN KAMPA KABUPATEN KAMPAR
TP. 2019 - 2020

Dongeng Sang Kancil dan Sekawanan Gajah

“Blusukkkk krik krik krik....byuuurrr!!!!” Sang Kancil tiba-tiba terperosok ke dalam


sebuah sumur tua tatkala sedang berada di tepi hutan saat dalam perjalanan menuju Pantai
Samas. Kabut masih tebal saat itu sehingga sumur tersebut tidak terlihat oleh Sang Kancil.
Rupanya itu adalah sumur peninggalan Tarzan yang telah lama meninggalkan tempat itu
untuk menjadi Tarzan Kota.
“Aduh biyuuungg, kakiku sakit buangeeet!” teriak Sang Kancil yang tubuhnya hanya
kelihatan kepalanya karena terendam air -- sambil mulutnya nyengir-nyengir menahan sakit.
Meskipun dirinya terjatuh di air, karena air sumur tak seberapa dalam maka kakinya terasa
nyeri yang hebat akibat benturan. Lalu dengan terpincang-pincang Sang Kancil berenang
menepi dan duduk di batu besar yang menyembul di tepi sumur.

Sang Kancil termenung memikirkan nasibnya. Sumur ini ada di tepi hutan. Jarang sekali ada
binatang yang berani bepergian sampai ke tepi hutan. Paling-paling sekawanan Gajah yang
sedang menjajaki rute baru, kawanan Babi Hutan yang hendak mencari jagung atau Serigala
yang sedang mencari-cari makanan tambahan karena sudah bosan dengan makanan yang ada
di dalam hutan. Itu artinya dirinya harus lama menunggu sampai ada binatang yang
menemukan dirinya di dalam sumur.

Setelah tiga hari tiga malam terjebak, pada hari keempat barulah muncul sekawanan Babi
Hutan yang melongok dari bibir sumur. Mereka kehausan dan sedang mencari-cari sumber
air minum yang memang jarang ada di tepi hutan itu. Sang Kancil berteriak kegirangan
melihat Babi Hutan.

“Woooiiii beib, bantu aku keluar dari sini duuuuuuung!!!” teriaknya sekuat tenaga.

Tapi alih-alih menolong Sang Kancil, para Babi Hutan malahan lari terbirit-birit mendengar
suara menggelegar dari dasar sumur. Dikiranya ada monster penunggu sumur yang akan
memakan mereka.

Sang Kancil kesal bukan main. Dianggapnya para Babi Hutan itu sungguh terlalu takut pada
bayangan monster dalam pikiran mereka sendiri. Mereka terlalu percaya pada cerita-cerita
monster sehingga apa saja yang aneh dan menakutkan langsung dianggap monster.

Pada hari kelima muncul lagi seekor binatang lain. Kali ini datang seekor keledai yang baru
saja meloloskan diri dari majikannya. Dengan hati riang senang-senang dia bersiul-siul
menyusuri tepi hutan. Sampailah dia di bibir sumur tempat Sang Kancil terperosok. Tentu
saja dia haus dan penasaran, apakah bisa minum dari sumur tersebut. Belajar dari pengalaman
ketakutan para Babi Hutan, kali ini Sang Kancil tidak berteriak. Dia hanya menyapa pelan
pada Keledai yang tengah melongokkan kepala.

“Wahai teman, Tolonglah aku. Aku terperosok di dalam sumur tanpa bisa keluar lagi” kata
Sang Kancil.

Keledai melihat sejenak ke dalam sumur dan terheran-heran mendengar suara dari dalam
sumur. Kemudian dia mengamat-amati dasar sumur, barulah dilihatnya Sang Kancil yang
sedang duduk lemas di atas batu. Tiba-tiba Keledai tertawa terbahak-bahak. Si Keledai
tertawa terpingkal-pingkal sampai-sampai berguling-guling di atas tanah.

“Hohohoho...bukankah kamu itu Kancil yang terkenal cerdik itu??. Gunakan otakmu yang
katanya hebat itu! Atau kecerdasanmu itu berita bohong belaka sehingga kamu masih butuh
bantuanku? Uruslah sendiri nasibmu!. Aku tak punya banyak waktu untuk menolongmu!.
Lagipula waktu aku jadi peliharaan majikanku, tak ada seorang pun yang peduli. Kini
giliranmu dicuekin....Hahahahahaha. Sorry yah!” kata Keledai sambil berlalu dengan masih
ketawa ngikik.

Sang Kancil kembali ditinggal seorang diri di dalam sumur. Pada hari keenam muncullah
sekelompok orang membawa pedati yang beristirahat di tempat itu. Mereka mendirikan
tenda-tenda dan mulai memasak. Nampaknya mereka adalah kafilah pedagang yang sedang
mampir beristirahat.

Saat terdengar suara-suara orang berteriak-teriak gaduh karena berhasil menangkap seekor
keledai yang lepas, tahulah Sang Kancil bahwa keledai yang kemarin menertawakan dirinya
itu masih berkeliaran di sekitar sumur dan tertangkap kembali oleh tuannya. Sungguh malang
nasibnya.

Sang Kancil menyadari bahwa dirinya juga harus menghindar dari tangkapan mereka. Maka
cepat-cepatlah dia masuk ke sebuah rongga yang ada di dinding sumur dan bersembunyi di
situ karena takut ditangkap dan dijadikan sate kancil yang tersohor kegurihannya.

Untunglah para pedagang itu jarang melongok ke dalam sumur sehingga tidak memergoki
Sang Kancil. Mereka hanya sesekali saja pergi ke sumur itu untuk mengambil air dengan
ember yang diikat dengan tali. Air itu dipergunakan untuk memasak, mencuci dan mandi.
Keesokan harinya mereka telah meninggalkan tempat itu. Dari suara-suara mereka, tahulah
Sang Kancil bahwa para pedagang itu membuang ember bertali di dekat sumur karena
dianggapnya sudah usang.

Pada hari ketujuh muncullah sekelompok gajah yang melintas di dekat sumur. Mereka
meneliti dasar sumur karena kehausan. Tak sengaja terlihat oleh mereka Sang Kancil tengah
tertidur di sana. Para Gajah itu saling berbisik membicarakan binatang yang tengah terbaring
di dasar sumur. Kemudian mereka berteriak memanggil Sang Kancil.

Sang Kancil kaget oleh teriakan para Gajah dan terbangun. Dilihatnya ada beberapa kepala
gajah menyembul di bibir sumur. Diam-diam dia sedang berpikir keras cara minta bantuan
mereka untuk keluar dari sumur. Akhirnya dia memutuskan untuk membantu para Gajah,
baru kemudian minta tolong pada mereka. Memberi dulu baru kemudian menerima
pertolongan.

“Wahai Gajah kita adalah sobat yang harus tolong menolong” kata Kancil.

Para Gajah mengangguk-angguk sambil bergumam tanda setuju. Mereka tak sadar jika Sang
Kancil berada di dalam sumur karena terjatuh.

“Aku tahu kalian kehausan. Aku akan membantu kalian mengambil air dari dalam sumur.
Coba lihat adakah ember dan tali yang diletakkan di dekat sumur. Kemarin kudengar para
kafilah membuang ember beserta talinya karena sudah punya ember baru. Walaupun butut
ember itu masih berguna bagi kalian. Turunkan ember ke dalam sumur, pegang ujung talinya.
Aku akan membantumu menciduk air sumur” teriak Sang Kancil.

Para Gajah yang tengah kehausan dengan antusias mencari-cari barang yang disebutkan Sang
Kancil. Sampai akhirnya mereka menemukan tak jauh dari bibir sumur tergeletak ember
butut yang diikat dengan tali yang tak kalah bututnya dan penuh sambungan. Kemudian
mereka menurunkan ember ke dalam sumur. Sang Kancil membantu menciduk air dan
menyuruh gajah menarik ember yang sudah terisi air ke atas.

Begitulah berulang kali air diambil dari dasar sumur. Dengan girangnya para Gajah
bergantian minum dan mandi dari air dalam ember yang diambil dari dalam sumur. Maklum
sudah dari kemarin mereka kesulitan mencari sumber air. Setelah semua Gajah selesai mandi,
barulah Sang Kancil berteriak untuk minta dikeluarkan dari dasar sumur.

Merasa Sang Kancil telah membantu mereka mendapatkan air, para Gajah dengan senang
hati membantu Sang Kancil keluar dari dasar sumur. Sang Kancil berpegangan erat pada
ember saat dia ditarik keluar dari dasar sumur.

Para Gajah serta merta mengerumuninya dan bertanya-tanya mengapa Sang Kancil bisa
berada di dasar sumur. Tadinya mereka mengira Sang Kancil sengaja berdiam diri di sana.
Kemudian Gajah-gajah itu membawakan berbagai macam pucuk daun muda dan buah-
buahan untuk Sang Kancil yang terlihat begitu lemah sehingga sulit berjalan.

Setelah satu malam menginap di tempat itu dengan dijagai para Gajah, Sang Kancil merasa
dirinya cukup kuat untuk melanjutkan perjalanan menuju pantai selatan samas untuk bertemu
dengan keluarga Paus biru. Keluarga mamalia laut raksasa itu mengundang Sang Kancil
untuk mengajari mereka tentang perubahan angin, cuaca dan iklim di Samudera Hindia agar
mereka tidak terdampar di pantai yang dangkal karena kesalahan memperkirakan sifat-sifat
lautan. 

Kancil berterimakasih pada para Gajah yang telah membantunya. Para Gajah juga merasa
sangat berhutang budi pada Sang Kancil yang telah memberi tahu teknik sederhana
mengambil air dari dalam sumur. Sengaja mereka membawa ember butut bertali ke rumah
mereka di tengah hutan. Di sana terdapat sumur yang tidak pernah dimanfaatkan karena para
Gajah tidak tahu cara mengambil air dari sumur yang dalam

Anda mungkin juga menyukai