Anda di halaman 1dari 9

Bacaan 1 : Pkh.

3,1-11
Injil : Yohanes 6 : 37-44

Dalam mengenang kepergian almahum


(sebutkan namanya) ini, saya mengajak kita
semua dan teristimewa keluarga yang
ditinggalkan untuk memaknai dan menerima
dalam iman rencana Tuhan berkaitan dengan
kepergian Almahum. Mengawali renungan ini
saya mengajak kita semua untuk menyimak dan
merasakan beberapa fakta seputar kematian
yang menjadi berita utama dalam beberapa
mingggu belakangan ini.

perasaaan kita, sandainya kisah-kisah kematian


massal keluarga seperti ini menimpa keluarga-
keluarga kita? Satu anggota keluarga meninggal
saja kita merasa sedih, apalagi kalau satu
keluarga meninggal sekaligus. Tidak
terbayangkan bagaimana suasana dan reaksi
keluarga besar yang ditinggalkan. Lebih dari itu,
mengapa saya mengangkat fakta kematian
massal, yang menimpa satu keluarga? Saya
sama sekali tidak bermaksud membangkitkan
rasa sedih berkepanjangan dalam diri kita tetapi
justru saya mau mengatakan kepada kita bahwa
cobaaan dan derita, apalagi kematian itu dialami
semua orang, semua keluarga.

Saat ini kita boleh ingat anggota keluarga kita


yang telah meninggal tetapi coba bayangkan
kalau saat ini kita
menjadi salah satu anggota keluarga dari satu
keluarga (4 orang) yang terbakar dalam
kecelakaan di Muntilan, atau keluarga (3 orang)
yang tewas di Situbondo, atau keluarga Ibu Yuli
yang tewas bersama suami dan dua anak
mereka? Saya kira kita akan menyadari bahwa
cobaan dan derita kita masih jauh lebih ringan
daripada yang dialami keluarga-keluarga
lainnya ini. Dengan membandingkan seperti ini
kita harapkan bahwa kita tidak tenggelam dalam
perasaan duka berkepanjangan apalagi putus-
asa dan kehilangan harapan. Tuhan mencobai
kita dalam batas kemampauan kita untuk
mengukur kekuatan iman kita dan sekaligus
mengukur kualitas iman dan harapan kita.

Apa artinya cobaan dan derita sebagai


pengukur iman dan harapan kita? Jawabannya
ada dalam firman Tuhan yang kita dengarkan
dalam bacaan-Kitab suci sama sekali tidak
keliru dan tidak salah karena yang tertawa dan
menangis itu adalah orang yang lahir dan yang
meninggal. Saat seorang bayi dilahirkan semua
orang lain senang tetapi tetapi bayi harus
menangis dan jika tidak menangis harus dibuat
agar menangis. Sebaliknya, ketika seseorang
meninggal semua yang lain menangis dan
bersedih tetapi yang meninggal senang,
tertawa, dan menari karena dibebaskan dari
beban kehidupan di dunia.

Konsep ini sesuai dengan ajaran iman kita


bahwa kematian adalah awal suatu kehidupan
kekal penuh sukacita. Dalam
konteks ini pula maka kita yang ditinggalkan
diharapkan tidak tengelam dalam duka
berkepanjangan apalagi berputus-asa. Kita
yang masih hidup diharapan mengisi waktu
sesuai rencana Tuhan. Segala sesuatu yang
terjadi dan kita alami dalam hidup hanyalah
seringan dan variasi di jalan yang kita lewati
bermula dari kelahiran hingga kematian. Hidup
kita terentang antara dua waktu yaitu lahir dan
mati?

Yesus melalui penginjil Yohanes juga


meneguhkan dan menguatkan kita bahwa
dengan janjinya yang tidak terbatalkan akan
setiap orang yang datang kepada-Nya.
Almahum (sebutkan namanya) merupakan
pemberian dan hadiah gratis dari Tuhan untuk
dititipkan sementara kepada keluarga dan
orangtua. Sebagai orangtua tentu keluarga telah
memelihara dan merawat titipan itu dan setahun
lalu titipan itu diambil kembali oleh Tuhan
sebagai pemiliknya. Ada waktunya Tuhan
memberikan itu kepada keluarga dan setahun
lalu Tuhan mengambilnya kembali. Sebagai
orang yang percaya kita hanya bisa bersyukur
karena pernah dipercayakan untuk menerima
dan memelihara pemberian Tuhan.
Dalam iman kita tentu yakin bahwa Tuhan
memanggilnya untuk menikmati sukcita abadi.
Semua yang Tuhan berikan akan diambilnya
dan Tuhan tidak membiarkan pemberiannya
hilang. Setahun lalu (sebutkan namanya) hilang
dari pandangan fisik kita dan keluarga tetapi
ada
dan hidup secara rohani di hadapan Tuhan sang
pemilik kehidupan itu. Yesus dalam injil
menegaskan bahwa Dia akan menjemput setiap
orang yang datang kepada-Nya. Dalam
keyakinan seperti inilah kita menerima
kenyataan ini dalam ketegaran semangat,
dalam keteguhan iman dan harapan.

Almarhum (sebutkan namanya) sudah


diselamatkan Tuhan, dan tentu alharhum lebih
berbahagia lagi jika semua keluarga yang
ditinggalkan tetap menjalani kehidupan secara
lebih bersemangat lagi, terutama dalam
mengembangkan amal dan kebaikan kepada
orang lain. Memang (sebutkan namanya) telah
dipanggil pulang tetapi Tuhan pasti mengirim
(sebutkan namanya)-(sebutkan namanya) yang
lain kepada keluarga yang ditinggalkan. Jika
keluarga tetap hidup bersemangat membantu
orang apalagi memperlakukan orang lain seperti
yang pernah dilakukan untuk (sebutkan
namanya) maka kepergian Almarhum bukannya
mematahkan semangat kita melainkan justru
memacu semangat dan meneguhkan iman dan
pengharapan kita dalam kerinduan sampai janji
Tuhan terlaksana. Yesus sebagai yang pertama
bangkit sudah berjanji bukan hanya kepada
(sebutkan namanya) yang telah dipanggilanya
setahun lalu, tetapi juga untuk kita yang masih
berziarah di dunia ini. Tidak ada jalan lain selain
kita terus berjuang sampai tiba waktunya kita
juga dipangggil. Semoga Tuhan terus memberi
kita semua
semangat iman dan harapan. Amin.

Anda mungkin juga menyukai