Anda di halaman 1dari 7

ANALISIS PENERAPAN SISTEM PEMILU PROPORSIONAL;

STUDI KOMPARATIF SISTEM PROPORSIONAL TERBUKA


DAN TERTUTUP

Hasan Sabti
Bakal Calon Komisioner KPU Provinsi Jambi

Email: hasansabti381@gmail.com

Abstrak
Sistem pemilihan umum proporsional merupakan sistem pemilu yang diterapkan di Indonesia.
Sistem ini bertujuan untuk memastikan bahwa setiap partai politik yang berkontestasi dalam
pemilu memperoleh kursi di parlemen sesuai persentase perolehan suara. Sistem pemilu
proporsional sudah digunakan sejak era demokrasi terpimpin pada tahun 1955. Dalam
perjalanan demokrasi Indonesia, terdapat dua jenis sistem proporsional. Pada pemilu 1955,
orde baru (1971-1997), pemilu tahun 1999 dan 2004 menggunakan sistem proporsional
tertutup, sedangkan sistem proporsional terbuka diterapkan pada pemilu tahun 2009 hingga
pemilu tahun 2019. Sistem proporsional dianggap dapat menjamin keadilan pada pelaksanaan
pemilu, serta menciptakan keragaman politik di Indonesia, kendati masih terdapat masalah
terkait dengan representasi politik dan stabilitas pemerintahan. Dalam penelitian ini penulis
berusaha mencari pola ideal dalam penerapan sistem proporsional pada Pemilihan Umum
Serentak Tahun 2024 dengan menganalisis penerapan sistem pemilu yang sudah berjalan,
menjelaskan perbedaan sistem proporsional terbuka dan tertutup, serta implikasi penerapan
sistem pemilu proporsional dalam pelaksanaan Pemilu di Indonesia yang akan datang.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode komparatif dengan pendekatan
kuantitatif. Dengan metode ini peneliti berusaha mencari pola ideal yang akan diterapkan
pada pemilu serentak Tahun 2024 dengan mengkomparasikan sistem proporsional terbuka
dan tertutup. Hasil penelitian ini akan menjelaskan analisis penerapan sistem proporsional
pada pemilu di Indonesia, mengenal sistem pemilu proporsional terbuka dan tertutup,
perbedaan sistem proporsional terbuka dan tertutup, serta implikasi penerapan sistem
proporsional pada pelaksanaan Pemilihan Umum Serentak Tahun 2024.

Kata Kunci: Sistem Pemilu, Proporsional,


Pendahuluan
Santer dibicarakan tentang wacana pengunaan sistem proporsional tertutup pada
pemilu serentak Tahun 2024 mendatang seiring dengan proses uji materi Perubahan
Undang-undang No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstutusi. Pro dan
kontra pun mencuat, hingga wacana ini ditolak oleh delapan fraksi di DPR, kecuali
PDI Perjuangan, yang menginginkan penerapan sistem proporsional tertutup pada
pelaksanaan Pemilu Serentak Tahun 2024. PDI-P menganggap bahwa menggunakan
proporsional terbuka memakan ongkos pemilu yang mahal, mengingat pada kontestasi
pemilu yang akan datang tidak hanya memilih calon legislatif di tiap tingkatan,
pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, namun dilaksanakan juga pemilihan umum
kepala daerah, tentunya hal tersebut akan merogoh anggaran yang tidak sedikit
bahkan digadang-gadang sebagai pemilu termahal sepanjang sejarah demokrasi di
Indonesia.
Sejatinya, otak-atik sistem pemilu di Indonesia sudah dilakukan dari masa ke
masa. Dua opsi dari sistem pemilu proporsional (terbuka dan tertutup) telah
diterapkan dalam pemilihan umum di Indonesia, hanya saja pola penerapan dan tata
cara pelaksanaannya dimodifikasi sedemikian rupa sesuai konteks demokrasi saat itu.
Misalnya, Di era demokrasi terpimpin pada pemilu tahun 1955 menggunakan sistem
pemilu proporsional tertutup, tetapi dalam pelaksanaanya pemilih dapat memilih
langsung atau memberikan suaranya kepada calon yang ada di dalam daftar, atau
pemilih hanya memberikan suaranya kepada partai saja. Bila pemilih hanya memilih
calonnya saja maka suara hanya diberikan kepada calon yang bersangkutan,
sedangkan jika yang dipilih adalah partai maka suara akan diberikan kepada calon
dengan nomor urut teratas. Pada pemilu di masa orde baru (1971-1997) dan pemilu
tahun 1999 menggunakan sistem proporsional tertutup dimana pemilih hanya bisa
memilih partai saja lalu partai yang memperoleh suara akan memberikan suaranya
kepada calon dengan nomor urut teratas.1 Pemilu tahun 2004 mengulang sistem
pemilu yang diterapkan di tahun 1955 dengan metode pemberian suara yang sama,
tetapi dalam penetapan calon terpilih suara partai diberikan kepada calon yang berada di
urutan atas, lalu suara yang diperoleh calon yang bersangkutan hanya untuk calon itu sendiri.2
Kemudian pada pemilu tahun 2009 hingga tahun 2019 menggunakan sistem
proporsional terbuka dengan syarat ambang batas electoral treshold sebesar 3%.

Metode
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah studi komparatif dengan
pendekatan kuantitatif. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan
studi pustaka untuk mencari data sekunder, dan teknik analisis data menggunakan
komparasi data.

1
Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, 2008. hlm. 486-487
2
Ibid, hlm. 487-488.
Hasil dan Pembahasan
Sistem pemilu proporsional adalah salah satu sistem pemilu yang digunakan
beberapa negara di dunia, termasuk Indonesia. Dalam sistem ini kursi di parlemen
dibagi secara proporsional terhadap jumlah suara yang diperoleh setiap partai politik.
Sistem pemilu proporsional memiliki beberapa keuntungan. Pertama, sistem ini
memastikan bahwa setiap suara memiliki nilai yang sama dan tidak akan terbuang
percuma, dalam kata lain one man one vote, satu orang satu suara. Kedua, sistem ini
dapat merepresentasikan prinsip adil dalam pemilu sehingga partai politik yang tidak
memiliki dukungan mayoritas dapat mewakili kepentingan yang lebih luas dari
pemilih. Ketiga, sistem ini dapat mencegah dominasi satu partai politik atau
kelompok kepentingan tertentu. Namun sistem ini juga memiliki kelemahan, salah
satunya adalah sulit terbentuknya koalisi dalam pemerintahan yang stabil, karena
partai politik yang berbeda dapat memperoleh kursi yang seimbang, seringkali
membutuhkan teknik negosiasi yang panjang dan kompleks untuk membentuk koalisi
pemerintahan yang solid dan stabil. Selain itu sistem ini dapat memunculkan partai
politik yang bersifat sempit dan kurang representatif.
Sistem pemilu proporsional memiliki dua varian sistem, yaitu proporsional
terbuka dan tertutup. Di Indonesia kedua varian sistem ini sudah pernah diterapkan,
Sistem proporsional tertutup diterapkan pada pemilu 1955, di masa orde baru (1971-1997),
dan pemilu tahun 1999. Sedangkan sistem proporsional terbuka diterapkan pada pemilu tahun
2004 hingga pemilu tahun 2019.
Sistem proporsional terbuka adalah sistem dimana pemilih dapat memilih calon-
calon individual dari partai politik, dan perwakilan partai politik ditentukan
berdasarkan perolehan suara. Dalam sistem ini setiap partai politik mengajukan daftar
calon yang telah ditetapkan sebelumnya, kemudian pemilih akan memilih calon yang
mereka inginkan dari daftar tersebut. Kelebihan dari sistem proporsional terbuka
adalah pemilih memiliki banyak pilihan untuk memberikan suaranya kepada calon
yang dipercaya dapat mewakili mereka di parlemen. Selain itu, sistem ini
memungkinkan lahirnya calon-calon yang berkualitas dan mampu menyerap aspirasi
pemilihnya. Sistem proporsional terbuka memiliki kelemahan, diantaranya dapat
memunculkan calon/kandidat independen yang tidak terikat partai politik, sehingga
parpol sulit mengendalikan perwakilan mereka di parlemen.
Sistem prorporsional terbuka pertama kali diterapkan pada pemilu legislatif
tahun 2009. Pada pemilu berikutnya di tahun 2014, sistem ini kembali digunakan
dengan melakukan beberapa perubahan. Salah satu perubahan tersebut adalah
kenaikan ambang batas parlemen yang sebelumnya 2,5% menjadi 3%, itu artinya
partai politik harus memperoleh suara minimal 3% suara secara nasional untuk
mendapatkan kursi di parlemen, hal ini dilakukan berbarengan dengan meningkatnya
Daftar Pemilih Tetap (DPT) Indonesia. Kemudian pada pemilu tahun 2019 perubahan
kembali dilakukan, salah satunya adalah pembatasan jumlah calon di tiap-tiap partai
politik untuk meminimalisir potensi terpilihnya kandidat independen. Selain itu, partai
politik diharuskan menyertakan kandidat perempuan sebesar 30% dalam daftar calon
mereka, ini dilakukan sebagai representasi pemenuhan kuota gender dalam sistem
proporsional terbuka.
Sistem proporsional tertutup ialah sistem pemilu dimana pemilih hanya memilih
partai politik saja ketimbang memilih calon-calonnya. Dalam sistem ini, setiap partai
politik memiliki daftar calon yang telah ditetapkan sebelumnya, dan calon terpilih
ditentukan oleh partai politik berdasarkan jumlah suara yang diperoleh oleh setiap
partai politik, jika partai memperoleh suara sebanding dengan dua kursi di parlemen
maka perwakilan yang akan menduduki kursi tersebut adalah calon yang berada di
daftar nomor urut 1 dan 2. Kelebihan dari sistem ini adalah partai politik memiliki
kontrol yang kuat terhadap perwakilannya di parlemen. Selain itu sistem ini dapat
menjaga stabilitas di parlemen oleh sebab adanya kontrol yang kuat dari partai
sehingga dapat membangun koalisi yang lebih stabil. Sistem proporsional terbuka
juga tidak luput dari kekurangan, misalnya tidak ada keterlibatan pemilih dalam
menentukan perwakilan di parlemen, dianggap tidak demokratis, cenderung
mengabaikan kualitas calon, karena calon terpilih ditentukan oleh partai tentunya
yang akan mendapat kursi adalah kader yang mengakar dan dekat dengan elit partai.
Di Indonesia sistem proporsional terbuka diterapkan pada pemilu tahun 1955 hingga
tahun 1997, dan pemilu legislatif tahun 1999 hingga tahun 2004.

Pada tabel berikut ini dapat dijelaskan perbandingan antara sistem proporsional
terbuka dan tertutup:
Perbandingan Proporsional Terbuka Proporsional Tertutup
Partai Politik mengajukan Partai politik mengajukan
daftar calon yang tidak disusun daftar calon yang disusun
berdasarkan nomor urut dan berdasarkan nomor urut, dan
Pelaksanaan
tanpa nomor di depan nama nomor urut tersebut
(berupa susunan abjad atau ditentukan oleh partai
nomor undian). politik.
Metode Pemilih memilih salah satu Pemilih memilih partai
Pemberian Suara nama calon. politik.
Penetapan calon terpilih
ditentukan berdasarkan
Penetapan nomor urut. Jika partai
Berdasarkan suara terbanyak
Calon Terpilih mendapatkan dua kursi,
maka calon terpilih adalah
nomor urut 1 dan 2.
Kurang demokratis karena
Memiliki derajat keterwakilan rakyat tidak bisa memilih
yang tinggi karena pemilin langsung wakil-wakilnya
bebas memilih wakilnya di yang akan duduk di
Keterwakilan
legislatif secara langsung. legislatif. Calon terpilih
Pemilih dapat mengontrol yang diusung partai politik
calon yang dipilih. belum tentu pilihan pemilih.

Dominasi kader yang


Memungkinkan lahirnya kader
mengakar ke atas karena
Kesetaraan yang tumbuh dan besar dari
kedekatannya dengan elit
Calon bawah dan menang karena
parpol, bukan karena
adanya dukungan massa.
dukungan massa.
Parpol menyediakan daftar
calon dengan jumlah yang
Partai memperoleh jumlah
Jumlah Kursi lebih dibandingkan jumlah
kursi yang sebanding dengan
dan Daftar Calon kursi yang dialokasikan
perolehan suara
untuk satu dapil (daerah
pemilihan)
- Mendorong kandidat
- Memudahkan pemenuhan
bersaing dalam memobilisasi
kuota gender, karena
dukungan massa untuk
parpol sendiri yang
mencapai kemenangan.
Kelebihan menentukan kandidat
- Membangun kedekatan calon
terpilihnya.
dengan pemilih.
- Dapat meminimalisir
- Membangun kedekatan antar
praktik politik uang
pemilih.
- Pemilih tidak memiliki
- Peluang terjadinya money
peran dalam menentukan
politic sangat tinggi.
siapa wakil mereka.
- Membutuhkan cost politic
- Tidak responsive terhadap
yang besar.
Kekurangan dinamika politik yang
- Kerumitan dalam
berkembang.
penghitungan suara.
- Menjauhkan hubungan
- Sulit mendapatkan kuota
antara pemilih dengan
gender.
wakil rakyat pascapemilu

Analisis perbandingan antara sistem proporsional terbuka dan tertutup dapat


dilihat dari dampak signifikan pada hasil pemilu, baik dalam hal perwakilan di
parlemen maupun dalam hal representasi kepentingan politik di masyarakat. Pada
sistem proporsional terbuka misalnya, di satu sisi terdapat pembagian suara yang tidak
merata di antara calon-calon individual, namun disisi lain sistem ini memberikan
kewenangan sepenuhnya kepada pemilih untuk menentukan perwakilan mereka di
parlemen, sehingga penerapan sistem proporsional terbuka dapat meningkatkan
representasi kepentingan politik di masyarakat. Di samping itu sistem ini mendorong
partai politik untuk menempatkan calon-calon yang berkualitas dan atau calon-calon
yang memiliki popularitas di masyarakat untuk memenangkan pemilu. Namun, sistem
ini dapat memicu terjadinya politik uang dan politik identitas dalam pemilu.
Sedangkan pada sistem proporsional tertutup dapat memberikan kendali penuh
kepada partai politik untuk menentukan siapa kandidat yang akan mengisi kursi di
parlemen, sehingga dapat menciptakan stabilitas politik dalam pemerintahan,
mendorong partai politik mempertahankan basis dukungan. Tetapi sistem ini memiliki
kesan kurang demokratis dengan mengabaikan keterlibatan pemilih dalam
menentukan kandidat/calon yang akan menduduki kursi di parlemen.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Perbedaan dalam penerapan sistem proporsional pada pemilu memiliki dampak
yang signifikan pada hasil. Di satu sisi sitem proporsional tertutup dapat
menghasilkan stabilitas politik dan memperkuat kendali partai politik terhadap
perwakilan mereka di parlemen. Di sisi lain sistem proporsional terbuka dapat
memberikan kewenangan penuh kepada pemilih untuk menentukan perwakilan
mereka di parlemen sehingga dapat meningkatkan representasi politik di masyarakat.
Pemilihan sistem pemilu proporsional yang tepat harus mempertimbangan
kondisi politik, sosial, dan budaya, serta dinamika yang sedang berkembang. Dalam
prakteknya sistem pemilu proporsional dapat diterapkan menggunakan kombinasi dari
kedua varian tersebut di atas. Misalnya, pada pemilihan umum di tingkat nasional
dapat menggunakan sistem proporsional tertutup, sementara pada pemilihan umum di
tingkat daerah, seperti pilkada, dapat menggunakan sistem proporsional terbuka.
Kombinasi ini dapat memberikan representasi yang lebih baik dan dapat
meminimalisir kelemahan dari kedua sistem. Selain itu, perlu adanya perbaikan dan
evaluasi yang berkelanjutan pada sistem pemilihan umum dengan model pemilu
campuran.
Daftar Pustaka

Budiharjo, Miriam, Prof. 2018. Pengantar Ilmu Politik. Penerbit Gramedia.


Jakarta
Jundi, Ahmad Karim, Skripsi, Abstrak, http://repository.unpas.ac.id/11607.
diakses 11 Februari 2023
Robby, M, 2010, Segmentasi, Targeting, Positioning,
https://teorimp.wordpress.com/segmentasi-targeting-dan-positioning. diakses 13
Februari 2023
Sholeha, Dyah Ayu, Skripsi, Abstrak, http://digilib.uin-suka.ac.id/16802.
diakses 11 Februari 2023
Parmadisme. 2012. Konsep Ilmu Politik

Anda mungkin juga menyukai