Anda di halaman 1dari 4

Sistem Pemilihan Umum

Fernando Ayala
FISIP, Universitas Sebelas Maret
-Pemilihan umum (disingkat Pemilu) adalah proses memilih seseorang untuk mengisi
jabatan politik tertentu. Jabatan tersebut beraneka ragam, mulai dari jabatan
presiden/eksekutif, wakil rakyat/legislatif di berbagai tingkat pemerintahan, sampai
kepala desa. ... Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai.

Abstrak
     Artikel ini bertujuan untuk membicarakan sistem pemilu yang dipakai oleh Indonesia. Membahas
mengenai sistem-sistem pemilu yang ada di Indonesia, sistem pemilu yang dikenal oleh masyarakat
secara luas, dan mengenai implikasi dari penerapan sistem pemilu terhadap stabilitas pemerintahan
yang telah dibangun. Membicarakan kelebihan-kelebihan serta kekurangan-kekurangan yang ada
dalam sistem pemilu Indonesia.

Pengantar
      Sistem pemilu (electoral system) merupakan bagian yang penting dalam bernegara. Sistem
demokrasi dapat menciptakan persaingan/kompetisi dalam memperebutkan dan mempertahankan
kekuasaan dan jaminan hak-hak sipil untuk berpolitik, sehingga kompetisi, partisipasi, dan jaminan
hak-hak untuk berpolitik dapat diamati.
     Keterlibatan dalam penggunaan sistem pemilu sangat beragam. Keragaman itu khususnya
berhubungan dengan derajat keterwakilan politik dari para wakil yang terpilih melalui pemilu. Oleh
karena itu, perdebatan mengenai sistem pemilu tentang sistem yang terbaik dan sesuai dengan negara
selalu dilakukan.
Sistem-Sistem Pemilu.
     Pemilu terbagi menjadi dua kelompok sistem, yaitu sistem proporsional dan sistem
nonproporsional. Sistem nonproporsional sering disebut sebagai sistem distrik. Jumlah sistem pemilu
yang telah digunakan oleh beberapa negara sangatlah banyak. Oleh karena itu, para ahli politik
kemudian berusaha melakukan pengelompokkan sistem pemilu. Secara umum, terdapat empat
kelompok dalam sistem pemilu, yaitu sistem mayoritas, sistem perwakilan proporsional, sistem
campuran, dan sistem-sistem lainnya.
      Kelompok pertama di dalam sistem pemilu ialah sistem mayoritas atau dapat juga disebut sistem
pluralistis. Di Indonesia, sistem ini dikenal sebagai sistem distrik karena pengiriman perolehan suara
ke dalam kursi lebih didasarkan pada prinsip yang mendapatkan suara terbesar atau terbanyak.
Kelompok kedua adalah sistem proporsional. Prinsip utamanya, perolehan hasil suara oleh peserta
pemilu ke dalam alokasi kursi di lembaga perwakilan secara proporsional. Kelompok ketiga ialah
sistem campuran. Sistem ini menggabungkan kelebihan-kelebihan dari sistem mayoritas dan sistem
proporsional.

Sistem Pemilu untuk DPD, Presiden atau Wakil Presiden, dan Kepala Daerah
     Pemilu dipakai sebagai instrumen untuk memilih anggota DPR/D dan pejabat-pejabat politik
lainnya. Untuk pemilihan anggota DPD, pemilihannya dilaksanakan secara bersamaan dengan
pemilihan anggota DPR/D. Namun, untuk pemilihan presiden/wakil presiden, dilakukan secara
terpisah.
     Pertama, sistem pemilihan anggota DPD. Dalam pemilihan DPD, calon anggota tidak didasarkan
pada partai, tetapi didasarkan pada perorangan. Hal ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan anggota
MPR dari daerah dan golongan yang telah dihapuskan. Artinya, masyarakat nonpartai mempunyai
peluang untuk menjadi anggota DPD tanpa harus berafiliasi dengan partai politik tersebut. Sebelum
tahun 2009, lebih tepatnya pada tahun 2004, banyak sekali di kalangan para aktivis partai yang
mencalonkan diri menjadi anggota DPD dengan dalih mengundurkan diri dari kepengurusan dan
keanggotaan partai secara formal. Namun, pada pemilu 2009 terdapat perubahan dalam struktur
pencalonan anggota DPD. Para aktivis politik boleh dan berhak untuk mencalonkan dirinya di dalam
anggota DPD.
     Kedua, sistem pemilihan presiden/wakil presiden. Pada awalnya, presiden dan wakilnya dipilih dan
ditunjuk langsung oleh MPR, tetapi semenjak tahun 2004 pemilihan tersebut dipilih secara langsung
oleh rakyat. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya untuk menciptakan proses demokrasi, membatasi
kekuasaan MPR, dan menciptakan adanya akuntabilitas yang lebih baik daripada pemimpin kepada
rakyat. Tujuannya agar presiden dan wakilnya terpilih berdasarkan legitimasi yang kokoh serta
penentuan hasil pemilihannya menggunakan prinsip mayoritas yang mutlak. Apabila diamati dari sisi
legitimasi, proses sistem pemilihan tersebut cukup bagus, tetapi dari sisi teknis dan biaya, proses itu
sangatlah rumit dan memakan banyak biaya.

Sistem Pemilu dan Stabilitas Pemerintahan


     Hubungan antara sistem pemilu dan stabilitas pemerintahan adalah topik hangat perbincangan
yang sering dibicarakan oleh para ilmuwan-ilmuwan politik. Sistem pemilu yang proporsional sering
kali dinyatakan tidak dapat menciptakan pemerintahan yang kurang stabil. Sistem proporsional
cenderung menghasilkan sistem multipartai/kebebasan dalam berpartai, bahkan cenderung
mengakomodasi partai-partai kecil dan ekstrem.
     Sistem multipartai di dalam sistem parlementer lebih condong menciptakan pemerintahan yang
lebih stabil. Hal ini dikarenakan di dalam sistem parlementer lebih memungkinkan jika adanya
mekanisme bangunan pemerintahan koalisi untuk memfasilitasi sistem multipartai (Mainwaring,
1993: 223). Argumentasi ini berlandasan ketika terdapat perdebatan antara eksekutif dan legislatif,
dalam sistem ini parlementer memungkinkan diatasi karena pemerintahan dibentuk berdasarkan
kekuatan yang ada di parlemen. Namun, dalam kasus yang pernah dialami oleh Indonesia, pernyataan
tersebut tidak sepenuhnya benar. Pada awal kemerdekaan sampai akhir 1950-an, Indonesia menganut
sistem multipartai dan sistem parlementer, pada saat itu sistem pemerintahannya tidak stabil yang
terbukti dengan seringnya mengalami pergantian kabinet/mosi tidak percaya. 

Penutup
     Apabila diamati dari kelompoknya, sistem pemilu di Indonesia belum pernah mengalami
perubahan sejak tahun 1955 sampai dengan sekarang, masih selalu menggunakan sistem proporsional.
Namun, dalam pelaksanaan pemilunya terdapat variasi atau perubahan-perubahan. Selama ini, dalam
pemilu selalu digunakan slogan Luber (langsung, umum, bebas, dan rahasia), tetapi dalam praktiknya
tidaklah bersesuaian dengan slogan tersebut.
     Sistem proporsional mengalami modifikasi pascapemerintahan Orde Baru, dapat dilihat dari distrik
yang mengalami pengecilan. Selain itu, sistem pemilihan suaranya juga berubah, dari yang hanya
memilih partai menuju ke memilih partai beserta calon yang ada di dalam daftar partai. Alokasi kursi
ke partai juga mengalami perubahan, dari yang hanya berdasarkan nomor urut hingga ke suara
terbanyak.
     Perubahan pemilihan presiden serta wakilnya juga terdapat perubahan. Apabila sebelumnya
pemilihan dilakukan oleh MPR, sejak 2004 mereka dipilih secara langsung oleh rakyat. Kepala daerah
juga dipilih secara langsung sejak tanggal 1 Juni 2005. Inti dari perubahan-perubahan tersebut adalah
untuk memperbaiki sistem demokrasi yang ada di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai