1. jurnal spatial planning system in Transitional Indonesia yang ditulis oleh Delik Hudalah
dan Johan Woltjer pada tahun 2014
VERSI FULL=============================================================
Artikel "Spatial Planning System in Transitional Indonesia" yang ditulis oleh Delik Hudalah dan Johan
Woltjer pada tahun 2014 membahas sejarah dan perkembangan sistem perencanaan tata ruang di
Indonesia sejak zaman kolonial hingga era reformasi. Berikut adalah tahun-tahun penting yang
dijelaskan dalam artikel tersebut:
• Tahun penting yang terkait dengan kutipan tersebut adalah tahun 1997, di mana Indonesia
dilanda krisis ekonomi dan politik yang panjang. Akibatnya, Indonesia mengalami perubahan
kelembagaan yang cepat, termasuk dalam penataan ruang. Pada tahun 2005-2006, draf undang-
undang baru tentang penataan ruang dibahas untuk menggantikan UU Penataan Ruang tahun
1992 yang dianggap tidak relevan lagi dengan tatanan kelembagaan baru tersebut.
• Dalam konteks tersebut, makalah ini membahas pengaruh kekuatan internal dan eksternal pada
sistem perencanaan tata ruang Indonesia, termasuk pengaruh budaya dan ide-ide neoliberal
dalam pembangunan sistem perencanaan. Makalah ini menekankan perlunya analisis kritis
terhadap pengadopsian gagasan neoliberal dalam pembangunan sistem perencanaan Indonesia,
dan memberikan kontribusi teoritis serta rekomendasi praktis bagi para pembuat kebijakan di
• 1926: Ordonansi Gangguan pertama kali muncul untuk menentukan lokasi instalasi industri di
Batavia.
• 1938: Undang-undang dikodifikasikan dalam Ordonansi Tata Kota (Staadvorming
Ordonnanke) dan peraturan pelaksanaan berikutnya (Stadvorming Verordening) yang
diumumkan pada tahun 1949.
• 1942-1945: Selama pendudukan Jepang di Hindia Timur, Ordonansi tahun 1938 digunakan
oleh pemerintah Belanda.
• 1948: Ordonansi memberikan pedoman untuk membangun kembali kota-kota yang rusak
karena perang, termasuk peraturan tentang pembangunan gedung dan mekanisme untuk
membayar proses tersebut.
• 1976: Keputusan presiden pertama menetapkan proses perencanaan di Jakarta, Pulau Batam,
Puncak, dan tipe pengembangan perkotaan tertentu seperti kawasan industri, perumahan, dan
zona pariwisata.
• 1987: Kementerian Dalam Negeri menerbitkan serangkaian pedoman yang telah direvisi
untuk persiapan rencana tata ruang kota.
• 1992: Undang-Undang Penataan Ruang Indonesia (UU) 24/1992 menetapkan proses
pembuatan rencana, pelaksanaan rencana, dan pengendalian pembangunan yang
mengkodifikasi serangkaian keputusan menteri dari tahun 1980-an.
• 1996: Peraturan Pemerintah 69/1996 memberi kekuatan pada undang-undang tahun 1992 dan
menambahkan hak warga negara untuk berpartisipasi dalam perencanaan dan mendapatkan
jaminan kompensasi ketika properti mereka diperoleh untuk kepentingan umum.
• 2007: UU Penataan Ruang 2007 (26/2007) memperkuat tanggung jawab pemerintah provinsi
dan kabupaten dan menempatkan tanggung jawab koordinasi di tingkat provinsi. UU tersebut
juga mengharuskan daerah perkotaan memiliki setidaknya 30 persen lahan mereka di ruang
terbuka untuk kepentingan umum dan memberikan peluang untuk memanfaatkan insentif dan
disinsentif untuk membantu mengimplementasikan rencana.
BERIKUT INI ADALAH POIN PENTING DARI BAB 6 HINGGA BAB 8 DARI UNDANG-
UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN
RUANG:================================================================
Bab 6 - Penyusunan Rencana Tata Ruang
• Setiap daerah wajib menyusun rencana tata ruang daerah yang mengacu pada RTRW nasional
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
• Penyusunan Rencana Tata Ruang harus dilakukan dengan partisipasi masyarakat, melalui
mekanisme konsultasi publik, audiensi, musyawarah, atau cara lain yang efektif.
• Rencana Tata Ruang dapat disusun secara terpadu dengan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN), dan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).