Imperialisme Eropa
Jauh sebelum bangsa-bangsa Barat memelopori apa yang disebabkan dengan era penjelahan samudera yang
kemudian diikuti era klonialisme-imperialisme, aktivitas perdagangan antarbangsa di dunia sudah berjalan. Aktivitas
perdagangan ini menghubungkan bangsa-bangsa di Asia timur dan Tenggara, wilayah Mediterania, serta Eropa
dengan melewati apa yang disebut Jalan Sutra (The Silk Road). Disebut "Jalan Sutra" karena pada awalnya komoditas
utama diperdagankan adalah sutra dari Cina. Dalam perkembangannya, banyak juga komoditas lain diperdagankan
sepanjang rute itu, dengan sarana pengangkut utama adalah unta. Jalan Sutra dirintis di Cina sekitar tahun 139 SM
ketika Cina bersatu di bawah Dinasti Han. Sebagian ahli berpendapat lalu lintas perdagangan itu bahkan telah dimulai
sejak 100 tahun sebelum itu. Jalan ini dikenal sebagai rute perdagangan dengan kurun waktu paling lama dan dengan
jarak paling panjang dalam sejarah manusia, yaitu digunakan selama sekitar 1500 tahun dengan panjang 6.400 km.
Selain para saudagar, rute ini digunakan juga oleh para diplomat dan penjelajah Inggris dan negara-negara
Eropa lain dalam perjalanannnya menuju Cina dan Jepang. Jalan Sutra diramaikan tidak saja karena banyak saudagar
Cina yang berdagang di sepanjang jalan itu, melainkan karena dalam kurun waktu yang sama para pedagang dari
Seleukia, Antiokia, Alexandria, dan Persepolis semuanya wilayah taklukan Romawi juga terlibat dalam kegiatan
perdaganan di sepanjang rute jalan Sutra. Perdagangan melalui Jalan Sutra dimulai di Changan (Xian) di Cina,
melewati kota-kota perdagangan di Asia Tengah seperti Samarkand (Uzbekistan) dan kota "sumber air" Kashgar di
Cina yang berbatas dengan Tajikistan Kyrgyzstan, dan berakhir di Antiokia ataupun konstantinopel (istanbul).
Antiokia dan Konstantinopel sekarang menjadi bagian dari Turki. Pada saat ini, Kashgar menjadi salah satu kota di
Cina mayoritas penduduknya beragama Islam, sebagaimana juga Ubekistan, Rajikistan, dan Kyrgyzstan.
Perjalanan yang panjang itu terkadang melawati padang rumput yang luas (steppa), yang diselingi alam yang cukup
ganas seperti padang gurun Gobi dan Takla Makan di Cina. Dengan alasan mendapatkan perbekalan, kondisi alam
yang keras, serta keamana, para kafilah-saudagar itu kerap berhenti dan beristirahat di satu kota atau tempat yang
memiliki sumber air sebelum melanjutkan perjalanan ke kota-kota lainnya
Akan tetapi, jarang sekali para kafilah ini menempuh perjalanan yang sangat jauh. Di berbagai kota yang
sudah disinggahi, sudah banyak pedagang perantara (middlemen), yang siap menjual barang-barang ke kota-kota
lainnya, Jadi, sudah ada semacam sistem perdagangan berantai. Komoditas yang diperdagangkan antara lain sutra,
emas, batu giok (jade), teh, dan rempah-rempah. Hanya barang-barang mewah semacam itu yang diperdagangkan oleh
karena jarak yang jauh, biaya tinggi, dan seringkali tidak aman. Cina, misalnya, menyuplai Asia Barat dan wilayah
Mediterania dengan sutra, sementara rempah-rempah didapatkan dari Asia Selatan. Kota-kota yang dilewati Jalan
Sutra ini berubah dengan cepat menjadi kota perdagangan yang ramai. Kota-kota itu juga menjadi pusat ilmu
pengetahuan, budaya, dan seni. Orang-orang dari berbagai latar belakang suku dan budaya dan berinteraksi, berbaur,
bertukar gagasan, pandangan, dan bahkan agama--awalnya agama Budhha dan kemudian Islam. Kondisi seperti ini
memungkinkan peradaban Eropa, Timur Tengah, dan Asia berinteraksi satu sama lain.
Dalam perkembangannya kemudian, para kafilah ini menggunakan jalur alternatif, yaitu jalur laut. Jalur laut
pertama kali digunakan ketika bangsa Romawi menguasai dunia termasuk Dunia Timur. Jalur laut ini menghubungkan
wilayah Mediterania dan India. Rute laut utama dimulai di Canton (Guangzhou), Cina, melintasi Asia tenggara,
Samudera Hindia, dan Laut Merah, kemudian mencapai Alexandria. Antara abar ke-1 dan abad ke-6 M, kapal-kapal
dagan, termasuk kapal-kapal dagan arab, lalu-lalang melintasi laut Merah dan India. Barang-barang yang
diperdagangkan dikapalkan di Kota Berenike--nama sebuah kota kuno di wilayah Epirus yaitu wilayah Yunani dan
Albania sekarang di sepanjang Laut Merah dan diangkut menggunakan unta ke daerah pedalaman sampai ke Sungai
Nil. Dari situ, perahu-perahu sungai mengangkut barang-barang tersebut ke Alexandria, dan dari Alexandria
diperdagangkan ke seluruh wilayah kekaisaran Romawi. Sejak abad ke-9 M, ketika Kekaisaran Romawi runtuh, rute
laut atau maritim dikendalikan oleh saudagar-saudagar Arab.
Perlahan-lahan, penggunaan Jalan Sutra ditinggalkan. Penggunaan rute laut lebih memungkinkan terjadinya
pengiriman dan perdagangan barang dalam jumlah besar dan beraneka ragam, sesuatu yang sulit dilakukan melalui
Jalan Sutra Jalan Sutra kembali ramai selama kejayaan Kekaisaran Mongol pada abad ke-13. Pada saat yang sama
hubungan antara Eropa dan Tiongkok semakin terbuka terutama sejak Marco Polo (1271-1292) berhasil melakukan
ekspedisi ke Asia terutama ke Tiongkok.
Ketika bangsa-bangsa Eropa berhasil mengembangkan teknologi maritim sejak Abad XV (dipelopori
Portugis), dominasi saudagar-saudagar Arab atas rute-rute perdagangan di Asia dan Afrika perlahan-lahan berkurang.
Kapal-kapal berteknologi canggih lengkap dengan persenjataan modern bangsa Eropa tidak saja meredupkan peran
Jalan Sutra dan dominasi pedagang Arab di last, tetapi juga meningkatkan transaksi perdagangan.
Tujuan Merkantilisme adalah untuk melindungi perkembangan industri perdagangan dan melindungi kekayaan
negara yang ada di masing-masing negara. Inggris misalnya, menjadikan praktik politik ekonomi Merkantilisme
dengan tujuan untuk:
1. Mendapatkan neraca perdagangan aktif, yakni untuk memperoleh keuntungan besar dari perdagangan luar
negeri;
2. Melibatkan pemerintah dalam segala lapangan usaha dan perdagangan;
3. Mendorong pemerintah untuk menguasai daerah lain yang akan dimanfaatkan sebagai daerah monopoli
perdagangannya.
Pada perkembangan selanjutnya, nilai uang disamakan dengan emas, masing-masing negara berusaha
untuk mendapatkan emas. Oleh karena itu, paham Merkantilisme tidak hanya menjadikan logam sebagai
sumber kemakmuran, tetapi lebih dari itu memandang pula pentingnya usaha untuk menukarkan barang-barang
lainnya dengan emas batangan. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya arus masuk emas ke pasaran Eropa.
Selain itu, ditandai pula dengan semangat bangsa-bangsa Barat untuk melakukan penjelajahan atau perdagangan
dengan Dunia Timur yang kaya akan sumber daya alam bagi pemenuhan pasar Eropa. Sejak saat itu, tidak
sedikit penjelajahan dan pelayaran bangsa-bangsa Eropa yang dibiayai oleh raja atau negara
Politik Merkantilisme kemudian melahirkan terbentuknya persekutuan dagang di Eropa
seperti VOC yang dimiliki Belanda, dan EIC yang dimiliki oleh Inggris. Merkantilisme juga tidak bisa
dilepaskan dengan adanya revolusi Industri di Inggris. Pelaksanaan merkantilisme berhubungan dengan
kapitalisme dan imperialisme. Oleh karena itu dalam perkembangan politik ekonomi, Merkantilisme secara
langsung atau tidak telah menimbulkan ekses lain, yakni perebutan daerah koloni.
Kongsi dagang yang lebih dikenal dengan singkatannya VOC ini merupakan gabungan perusahaan-
perusahaan dagang Belanda untuk perdagangan di Hindia Timur. Kongsi dagang ini didirikan di Amsterdam pada
tahun 1602. Tujuan pendiriannya untuk memonopoli perdagangan pada saat itu, ketika terjadi perlombaan dan
perebutan hegemoni perdagangan terutama perdagangan rempah-rempah dari Timur (termasuk Indonesia) di antara
penjajah Barat, seperti Spanyol, Portugis, Inggris, Perancis, dan Belanda.
Latar Belakang Pembentukan VOC
Latar belakang pendirian VOC tidak terlepas dari perundingan alot antara Staten Generaal (Dewan
Perwakilan) yang diwakili oleh pengacara Holland yang tangguh dan terkenal, Johan van Oldenbarneveldt, dan para
pengurus perusahaan dagang Holland dan perusahaan Zeeland yang telah terbentuk antara tahun 1596 dan 1602 untuk
berdagang di Kepulauan Hindia Timur. Pada tahap genting dalam perundingan yang diselenggarakan tanggal 15
Januari 1602 itu, Oldenbarneveldt mendapat tanggapan positif dari penguasa, Pangeran Maurits. Dengan demikian
terbentuklah VOC dengan hak-hak yang dimilikinya.
Pembentukan VOC di Indonesia oleh Belanda ini tentu saja mempunyai dasar atau kehendak untuk
memonopoli Indonesia di bidang perdagangan. Dan sebenarnya bukan saja Belanda yang mempunyai kehendak untuk
menguasai perdagangan di Indonesia, Negara Inggris pun juga mempunyai niat yang serupa. Bahkan, Inggris dapaat
disebut melangkah lebih dulu daripada VOC dengan membentuk suatu perserikatan dagang untuk kawasan Asia di
tahun 1600 yang kala itu diberi nama EIC (East India Company). adanya EIC ini membuat Belanda cemas atas
dominasi perdagangan di Indonesia. Sehingga, persaingan yang ada di antara para pedagang Belanda sendiri kemudian
beralih menjadi persatuan serta kesepakatan untuk membentuk suatu persekutuan untuk menghadang gerak langkah
dari EIC.
Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh para pedagang Belanda untuk membendung EIC ini tidak ada cara
lain kecuali dengan mempersatukan para pedagang Belanda dalam sebuah wadah atau perserikatan dagang. Dan
kemudian, salah satu orang anggota parlemen dari Belanda yang bernama Johan van Oldebanevelt mengajukan usul
atau pendapat mengenai penggabungan pedagang – pedagang Belanda menjadi serikat dagang. dan pada tanggal 20
Maret 1602 atas prakarsa dari Pangeran Maurits serta Olden Barneveld didirikanlah suatu perkumpulan kongsi
perdagangan yang bernama Verenigde Oost-Indische Compagnie – VOC (Perkumpulan Dagang India Timur). Untuk
menjalankan VOC ini, ada pengurus pusat yang terdiri dari 17 orang. VOC kemudian membuka kantor pertamanya di
Indonesia yang berada di Banten yang diketuai oleh Francois Wittert pada tahun 1602.
Pada awal keberadaannya di Indonesia (Hindia Belanda), VOC tidak lain adalah sebuah kongsi dagang.
Perdagangan bangsa Belanda di Indonesia dan di Asia pada umumnya tidak berbeda dari perdagangan bangsa-bangsa
lainnya. VOC merupakan kongsi dagang di antara kongsi dagang lain milik bangsa Gujarat, Iran, Turki, Tionghoa,
dan Indonesia sendiri. Sebagai serikat dagang, VOC diberi hak-hak dan kekuasaan yang istimewa oleh Pemerintah
Belanda, antara lain:
1) Mendapat hak monopoli perdagangan di daerah antara Tanjung Harapan (ujung selatan benua Afrika) dan
Selat Magelhaen (ujung selatan benua Amerika);
2) Boleh mengadakan perjanjian-perjanjian dengan raja-raja atau kepala-kepala pemerintahan negeri;
3) Boleh mempunyai serta memelihara Angkatan Perang sendiri;
4) Boleh mengumumkan perang dan mengadakan perjanjian-perjanjian perdamaian;
5) Boleh mengangkat pegawai-pegawai yang dibutuhkan;
6) Boleh membuat mata uang sendiri.
Organisasinya lebih stabil dan sesuai dengan urusan dagang, diangkat satu pembesar yang berkuasa untuk mengambil
segala keputusan di daerah yang sangat jauh, dan sumber keuangannya besar dan konstan. Faktor-faktor inilah yang
membuat VOC mampu menjegal EIC dalam memperebutkan monopoli rempah-rempah.
Tujuan Pembentukan VOC Di Indonesia
Dalam pembentukannya, VOC di Indonesia sendiri mempunyai beberapa tujuan yang spesifik. Sehingga
sesungguhnya mereka mempunyai road map yang jelas pada saat dibentuk, bukan asal serta tanpa tujuan yang jelas.
sebab pada masa itu, sesungguhnya ada banyak pedagang Belanda yang juga tengah menjalankan dagang dan
bisnisnya di Indonesia.
Berikut dibawah ini tujuan utama dari pembentukan VOC di Indonesia :
1. Menghindari persaingan dagang yang tidak sehat diantara sesama pedang Belanda agar keuntungan maksimal
bisa didapat
2. memperkokoh keadaan Belanda dalam menghadapi persaingan dagang dengan bangsa Eropa lainya.
3. Membantu berupa dana ke pemerintah Belanda yang sedang berjuang melawan Spanyol yang masih
menduduki Belanda.
1. Verplichhte Leverantie
Verplichhte Leverantie adalah memaksa pribumi untuk menjual hasil bumi dengan harga yang sudah
diterakpan oleh VOC. Peraturan ini melarang rakyat untuk menjual hasil bumi kepada pedagang lain selain
VOC. Hasil bumi tersebut diantaranya yaitu lada, kapas, kayu manis, gula, beras dan nila binatang ternak.
2. Contingenten
Contingenten adalah kewajiban bagi rakyat untuk membayar pajak berbentuk hasil bumi.
3. Ektripasi
Ektripasi adalah hak VOC untuk menebang tanaman rempah-rempah agar tidak terjadi kelebihan produksi
yang bisa mengakibatkan merosotnya harga.
4. Pelayaran Hongi
Pelayaran Hongi merupakan bertujuan untuk mengawasi pelaksanaan perdagangan yang dilakukan oleh VOC.
Pelayaran ini dilakukan untuk menghindari adanya penyelundupan serta perdagangan pasar gelap yang
menyalahi aturan VOC. Tindakan yang dilakukan oleh VOC untuk yang melanggar peraturan atau ketentuan
yang telah disepakati VOC yaitu penyitaan barang dagangan, dijebloskan ke penjara dan yang paling kejinya
dijual sebagai budak di pasar budak bahkan sampai pada yang terberat yakni menghabisi nyawa.
VOC didirikan karena terjadi persaingan dan permusuhan di kalangan para pedagang Belanda, sehingga
apabila tidak dilakukan pencegahan dapat membawa bencana dan malapetaka. Atas prakarsa Johan van
Oldenbarneveldt, seorang tokoh dan negarawan Belanda, para pedagang Belanda tersebut dikumpulkan dalam suatu
organisasi. VOC atau lebih dikenal dengan sebutan Kompeni, Kompania Belanda, dibentuk sebagai perusahaan yang
melakukan perdagangan secara monopoli antara Asia dan Belanda. Para pedagang Belanda yang hendak berdagang di
Asia harus bergabung dalam VOC melalui pembelian saham atau membeli barang di pusat pelelangan di negeri
Belanda, dengan komoditi utamanya rempah-rempah.
Di negeri Belanda VOC dipimpin oleh tujuh belas orang pemilik kekuasaan (bewindhebbers) yang sering
disebut "De Heren Zeventien" artinya Tuan-tuan Yang Tujuh belas orang. Bagi VOC, kedudukan Batavia semula
hanya sebagai pangkalan untuk menyuplai kapal-kapal dalam perdagangan rempah dengan makanan, air, juga
perbaikan. Loji VOC pertama kali didirikan di Banten. Karena pihak Banten dianggap terlalu sewenang-wenang
dalam memungut bea cukai maka Jaques I'Hermite (presiden perwakilan dagang Kompeni Belanda di Banten) berniat
memindahkan factorij-nya ke Jayakarta. Dalam kepemimpinan Gubernur Jenderal Coen, wilayah VOC di Jayakarta
dulu hanya meliputi kota bawah. Dari tahun 1619, VOC tetap mempertahankan dominasi atas kota ini sampai
anggaran dasarnya tidak diperpanjang lagi oleh pemerintah Belanda pada tahun 1799.
Mereka mulai membangun tembok kota lama (1620 dan 1640), kastil pertama (1619), dan mengganti kastil
dengan yang lebih besar (1627). Benteng ini menjadi pertahanan bagi Belanda dari serangan Mataram, Kesultanan
Banten, para bandit (budak pelarian), serdadu bayaran dan dari hewan liar.
VOC terus mengembangkan kongsi dagangnya. Sejak tahun 1619, VOC mendirikan tiga buah pangkalan di
Indonesia, yakni di Jayakarta, Ambon, dan Banda. Pada saat terjadi kemerosotan perdagangan di kota-kota pesisir
Jawa, VOC dengan cepat memanfaatkan kesempatan ini, VOC mengkonsentrasikan kegiatan perdagangannya di
Jayakarta, sehingga kota tersebut cepat berkembang menjadi bandar terpenting di Jawa. Dengan makin majunya
perdagangan di Jayakarta, VOC yang sebelumnya berdagang di Asia (India, Burma, Siam, dan Tiongkok) mulai
memusatkan perhatiannya ke Jawa. Meskipun demikian perdagangan di negeri-negeri lainnya di Asia masih tetap
dilakukan tapi tidak menjadi prioritas utamanya. Di Indonesia terutama di Jawa, Ambon, dan Banda dijadikan pusat
perhatian VOC. Dengan menjalankan politiknya lebih teratur terutama politik monopoli dagangnya.
Tahun 1626 ditetapkan teori perdagangan terbuka dengan Pantai Coromandel yang merupakan usul dari JP.
Coen. Tetapi untuk perdagangan yang bebas kepada swasta perseorangan di Jakarta dikeluarkan larangan pada tahun
1627. Untuk perdagangan di lingkungan sendiri yakni koloni-koloni dari Belanda ditentukan pada tahun 1630, dimana
adanya keharusan memiliki surat izin dari gubernur jenderal. Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Baron van
Imhoff diadakan suatu pembaharuan sistem politik Kompeni yang tradisional yakni mengajukan adanya pemasukan
koloni-koloni untuk pertanian. Pada tahun 1627 sudah banyak tempat-tempat pasar terbuka disepanjang sungai-sungai.
Keberadaan orang-orang Cina pun ikut meramaikan perkembangan Jakarta sebagai pusat perdagangan dan politik
Kompeni Belanda, meskipun kunci perekonomian dan perdagangan tersebut ada pada VOC.
Pada tahun 1641, VOC berhasil merebut Malaka dari tangan Portugis. Dengan direbutnya Malaka, kedudukan
VOC semakin kuat karena daerah ini dapat dijadikan pangkalan angkatan lautnya. Dari Malaka, VOC mengadakan
pengawasan terhadap jalannya perdagangan di Selat Malaka. Segala arus perdagangan Malaka disalurkan ke Batavia,
sehingga kota itu menjadi bandar yang semakin ramai. Setelah berhasil merebut Malaka tahun 1641, VOC
memusatkan perdagangannya di Indonesia.
Pieter Both adalah gubernur jenderal VOC yang pertama. Ia mulai menjabat pada tahun 1610 dan
berakhir di tahun 1614. Both diperkirakan lahir di tahun 1568 di kota kecil Amersfoort. Sebelum menjadi
pemimpin VOC ia berdagang di Italia dan mempunyai sebuah perusahaan di sana. Tahun 1609 ia diminta
untuk tinggal di Hindia-Belanda dan memimpin VOC oleh para pedagang yang tergabung di VOC.
Tidak ada yang mengetahui pasti alasan pedagang memilih Both namun ia menyetujuinya. Kapal
Pieter Both berlabuh di Banten pada tanggal 9 Desember 1610. Sesampainya tiba di Banten, Both segera
mencari tempat untuk dijadikan pusat perdagangan. Both memilih Maluku sebagai pusat perdagangan
namun kantor administrasi berpusat di Pulau Jawa.
Tugas yang diemban oleh Pieter Both adalah memberantas pedagang VOC yang melakukan korupsi.
Selain itu Both juga bertugas untuk menjatuhkan monopoli rempah-rempah ke tangan VOC. Untuk
merealisasikan tugas-tugasnya itu Peter Both membuat kebijakan diantaranya adalah membuat pos-pos
perdagangan di Banten dan juga membuat perjanjian dengan Maluku untuk menguasai hasil bumi mereka
yang berupa rempah-rempah.
Jan Pieterszoon Coen (Memerintah tahun 1619-1623 dan 1627-1629)
Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke 4 ini tidak kalah tenar dengan gubernur jenderal lainnya. Jan Pieterszoon
Coen atau J.P Coen, adalah orang yang memindahkan markas VOC dari Banten ke Jayakarta, kemudian nama
Jayakarta sendiri diubah menjadi Batavia. J.P Coen juga dikenal sebagai pembesar VOC yang cukup berpengaruh di
Hindia Belanda.
Kesuksesannya sebagai Gubernur Jenderal ke 4, membuat dirinya dipercaya untuk menjadi Gubernur Jenderal
ke 6. Pada masa J.P Coen, terjadi perlawanan dari Sultan Agung Hanyokrokusumo, yang lebih dikenal sebagai Sultan
Agung, dari Kerajaan Mataram Yogyakarta. Perlawanan tersebut terjadi pada tahun 1628 dan 1629, dimana Sultan
Agung dan pasukannya menyerang Batavia.
Pasukan Mataram berhasil menyebarkan wabah kolera ke Batavia melalui Sungai Ciliwung. Banyak orang
Belanda yang terjangkit penyakit kolera dan wafat, salah satunya adalah Jan Pieterszoon Coen. Gubernur Jenderal itu
wafat di Batavia pada tahun 1629.
Para pengkritik memperolok VOC sebagai kependekan dari Vergaan Ondeer Corruptie atau "runtuhnya
karena korupsi". Akhirnya VOC meminta bantuan kepada pemerintah Belanda. Pada akhir abad ke-18 VOC
mengalami kebangkrutan dan keruntuhan, akhirnya pada tanggal 31 Desember 1799 dibubarkan. Segala milik dan
utang VOC diambil alih oleh pemerintah Belanda. VOC dibubarkan pada 31 Desember 1799. Dan kekuasan VOC
berakhir tepat pada 1 Januari 1800.
DAMPAK PENJAJAHAN DALAM BIDANG POLITIK, BUDAYA, SOSIAL,
EKONOMI DAN PENDIDIKAN
A. Dampak Kolonialisme di Bidang Politik
Pernahkah kamu membayangkan bagaimana kehidupan bangsa Indonesia pada masa penjajahan? bagaimana mereka harus
melawan para penjarah di bumi mereka? Terbayang bukan bagaimana menderitanya bangsa kita pada saat itu.
Pengaruh kekuasaan Belanda semakin kuat karena intervensi yang intensif dalam masalah-masalah istana, seperti
pergantian tahta, pengangkatan pejabat-pejabat kerajaan, ataupun partisipasinya dalam menentukan kebijaksanaan pemerintah
kerajaan. Dengan demikian, dalam bidang politik penguasa-penguasa pribumi makin tergantung pada kekuasaan asing, sehingga
kebebasan dalam menentukan kebijaksanaan pemerintah istana makin menipis. Di samping itu, aneksasi wilayah yang
dilakukan oleh penguasa asing mengakibatkan semakin menyempitnya wilayah kekuasaan pribumi. Penghasilan yang berupa
lungguh, upeti atau hasil bumi; semakin berkurang dan bahkan hilang, sebab kedudukannya telah berganti sebagai alat
pemerintah Belanda.
Dalam bidang politik, kolonialisme dan imperialisme bangsa Barat di Indonesia menyebabkan semakin hilangnya
kekuasaan Politik dan para penguasa Indonesia yang beralih ke tangan Belanda. Hal tersebut dibuktikan oleh beberapa faktor
sebagai berikut.
1) Penerapan sistem indirect rule (sistem pemerintahan tidak langsung) yaitu dengan memanfaatkan penguasa-penguasa tradisional,
seperti bupati dan raja yang memerintah atas nama VOC.
2) Munculnya berbagai perlawanan rakyat Indonesia terhadap pemerintah Hindia Belanda.
3) Belanda sangat berpengaruh dalam menentukan kebijakan politik kerajaan karena intervensinya.
4) Bupati menjadi alat kekuasaaan pemerintahan kolonial. Mereka menjadi pegawai pemerintahan kolonial yang diberi gaji.
Padahal menurut adat penguasa tradisional tersebut mendapat upeti dari rakyat.
5) Semakin merosotnya dan bergantungnya kekuasaan raja kepada kekuasaan asing. Bahkan sebagian diambil alih atau di bawah
kekuasaan kolonial.
Handuk
Handdoek
Sepatu
Sepato
Buku
Book
Selain kosa kata ternyata kedatangan Bangsa Eropa juga mengenalkan berbagai hal baru ke bangsa kita. Misalnya, kita jadi tahu
berbagai musik internasional ataupun tarian seperti dansa.
Selain itu, ada juga bangunan-bangunan yang menjadi saksi bisu terhadap segala peristiwa masa lampau. Semua bangunan
tersebut punya ciri khas yang sulit dibuat saat ini. Seperti bangunan yang bisa kita temui di Kota Tua, Lawang Sewu adalah gedung
bersejarah milik PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang awalnya digunakan sebagai Kantor Pusat perusahaan kereta api swasta
Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NISM).
Bangunannya dirancang oleh Prof. Jakob F. Klinkhamer dan B.J. Ouendag, arsitek dari Amsterdam dengan ciri dominan berupa
elemen lengkung dan sederhana. Bangunan di desain menyerupai huruf L serta memiliki jumlah jendela dan pintu yang banyak
sebagai sistem sirkulasi udara. Karena jumlah pintunya yang banyak maka masyarakat menamainya dengan Lawang Sewu yang
berarti seribu pintu.
Terjadinya mobilitas sosial dengan adanya gelombang transmigrasi, terutama untuk memenuhi tenaga-tenaga di perkebunan-
perkebunan yang dibuka Belanda di luar Jawa. Muncul golongan buruh dan golongan majikan yang muncul karena berdirinya
pabrik-pabirk dan perusahaan sehingga pekerjaan masyarakat Indonesia menjadi dinamis. Munculnya elit terdidik karena tuntutan
memenuhi pegawai pemerintah sehingga menyebabkan didirikannya sekolah-sekolah di berbagai kota.Hal ini mendrong lahirnya elit
terdidik (priyai cendikiawan) di perkotaan. Walaupun jumlah mereka sedikit, tetapi sangat berperan dalam perkembangan
pergerakan selanjutnya. Pembentukan status sosial dimana yang tertinggi adalah Eropa lalu Asia dan Timur yang terakhir kaum
Pribumi.
Terjadinya penindasan dan pemerasan secara kejam. Tradisi yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, seperti upacara dan tata cara
yang berlaku dalam lingkungan istana menjadi sangat sederhana, bahkan cenderung dihilangkan. Tradisi tersebut secara perlahan-lahan
digantikan oleh tradisi pemerintah Belanda.
Daerah Indonesia terisolasi di laut sehingga kehidupan berkembang ke pedalaman. Kemunduran perdagangan dilaut
secara tak langsung menimbulkan budaya feodalisme di pedalaman. Dengan feodalisme rakyat pribumi dipaksa untuk tunduk atau
patuh pada tuan tanah Barat atau Timur Asing sehingga kehidupan penduduk Indonesia mengalami kemerosotan.
Lain sekarang, lain dulu. Mari kita tengok 75 tahun lalu saat Indonesia belum merdeka dan masih berada dalam dekapan
Belanda. Pernahkah kamu berfikir bagaimanakah asal mula lahirnya pendidikan di Indonesia, munculnya pendidikan di Indonesia tidak
lepas dari dampak adalanya kolonialisme di Indonesia. Pendidikan di Indonesia terus berkembang
Pendidikan mulai dianggap penting saat kebijakan Politik Etis dilakukan oleh pemerintah kolonial. Perhatian pemerintah kolonial
Belanda terhadap pendidikan dikarenakan guna memenuhi kebutuhan tenaga kerja di sektor-sektor swasta dan pemerintahan. Sekolah-
sekolah yang didirikan pemerintah menganut sistem pendidikan barat dan hanya bisa dimasuki oleh kalangan bangsawan.
Usaha –usaha yang dilakukan oleh kolonial Belanda dalam bidang pendidikan tidak lain adalah untuk keuntungan
pemerintahan Belanda, yaitu menghasilkan pegawai administrasi Belanda yang murah, terampil, dan terdidik. Selain itu Pemerintah
Belanda menyusun kurikulum pendidikannya sendiri, akibatnya perkembangan pendidikan dan pengajaran di Indonesia sampai abad
ke–19 menunjukkan kecenderungan Politik dan Kebudayaan. Tidak semua masyarakat mendapatkan pendidikan, masyarakat yang
mempunyai jabatan lah yang dapat merasakan pendidikan, seperti keturunan raja, keturunan bangsawan, pengusaha kaya, dan yang
lainnya. Beberapa contoh sekolah yang didirikan pada masa awal pemerintah kolonial Belanda, antara lain: