Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PARADIGMA POSISTIVISME DAN ANTI-POSITIVISME

DOSEN PENGAMPU :

Rifaid. S.IP.,M.IP

DISUSUN OLEH :

LALU GARIN HIDAYAT


(2020B1D037)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
ILMU PEMERINTAHAN
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya. Yang memberikan waktu dan saya dapat
menyelesaikan makalah tentang “PARADIGMA POSISTIVISME DAN ANTI-
POSITIVISME’’ dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan saya juga
berterimakasih kepada ayahanda Rifaid.S,IP.,M.IP selaku Dosen Pembimbing Metodologi
Ilmu Pemerintahan yang telah memberikan tugas ini kepada saya.

saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan.
Dalam menyusun makalah ini saya juga menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Sehingga kami sangat butuh kritik dan
saran untuk memajukan makalah ini dari para pembaca. Semoga makalah sederhana ini
dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya sekiranya makalah yang ini dapat
berguna bagi kami sendiri maupun orang lain yang membacanya.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Mataram, 8 Mei 2023

Lalu Garin Hidayat

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER ............................................................................ i

KATA PENGANTAR .......................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1

A. LATAR BELAKANG ............................................................... 1


B. RUMUSAN MASALAH .......................................................... 1
C. TUJUAN DAN MANFAAT ..................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................... 2

A. PARADIGMA POSITIVISME ……………………………… 2


B. PARADIGMA ANTI POSITIVISME ……………………… 4

BAB III PENUTUP ............................................................................. 6

A. KESIMPULAN ............................................................................ 6
B. SARAN .......................................................................................... 6

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 7

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sampai saat ini sejarah tentang ilmu merupakan sebuah kisah kesuksesan, kemenangan-
kemenangan ilmu melambangkan suatu proses kumulatif peningkatan pengetahuan
dan rangkaian kemenangan terhadap kebodohan dan tahayul. Dan dari ilmulah kemudian
mengalir arus penemuan-penemuan yang berguna untuk kemajuan hidup manusia.
Kata “paradigma” memiliki beberapa pengertian: pertama, cara memandang sesuatu.
Kedua, dalam ilmu pengetahuan: model, pola, ideal. Dari model-model ini fenomena yang
dipandang, dijelaskan. Ketiga, totalitas premis-premis teoritis dan metodologis yang
menentukan atau mendefinisikan suatu studi ilmiah konkret. Keempat, dasar untuk
menyeleksi problem-problem dan pola untuk memecahkan problem-problem riset.
Dalam Studi Ilmu Politik memiliki perhatian yang cukup besar dalam perkembanganya
dewasa ini sebagai sebuah disiplin akademik, Perkembangan Studi Ilmu politik hingga hari
ini seiring berkembangnya ilmu lain menjadikan ilmu politik semakin pesat berkembang
dikarenakan sebagai sebuah konsekuensi ilmu yang mempunyai peran besar dalam
kehidupan manusia dalam tatanan masyarakat.
Melalui persepektif yang beragam dalam pemikiran ilmuwan politik sebagai manifestasi
keanekaragaman disiplin ilmu politik sehingga dengan perpektif yang kaya menghasilkan
paradigma yang kaya pula untuk mengungkap realitas politik. Namun dalam penulisan
makalah ini untuk mempersempit ruang lingkup pembahasan akan membahas kedua
paradigma yakni, Paradigma Positivisme dan Anti-Positivisme dalam studi Ilmu Politik.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari uraian latar belakang tersebut agar penjelasan tidak membias maka berikut
dirumusakan permasalahannya :
1. Apa yang dimaksud dengan Paradigma Anti-Positivisme dalam studi ilmu politik?
2. Apa yang dimaksud dengan Paradigma Anti-Positivisme dalam studi ilmu politik?
C. TUJUAN DAN MANFAAT
1. Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan.
2. Agar dapat memahami tentang Paradigma Positivisme dan Anti-Positvisme dalam studi
Ilmu Politik.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Paradigma Positivisme
Postivisme (positivism) berasal dari bahasa Latin positives atau ponere yang berarti
meletakkan. Dalam filsafat, positivisme merupakan istilah umum untuk posisi filosofis yang
menekankan aspek faktual pengetahuan, khususnya pengetahuan ilmiah. Umumnya
positivisme menjabarkan pernyataan faktual pada suatu landasan pencerapan (sensasi).
Dengan kata lain, positivisme merupakan aliran filsafat yang menyatakan bahwa ilmu-ilmu
alam (empiris) sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak nilai
kognitif dari studi filosofis atau metafisik.
Dilihat dari asal perkembangannya, positivisme merupakan paham falsafah dalam alur
tradisi Galilean yang muncul dan berkembang pada abad XVIII. Positivisme berkembang
sebagai hasil pemikiran filsafat yang dirintis oleh Auguste Comte (1798-1857) khusunya
Karya utama A. Comte adalah Cours de Philosophie Phositive (1830-1842), yang diterbitkan
dalam enam jilid. Selain itu, karyanya inilah Comte menguraikan secara singkat pendapat-
pendapat positivis sehingga Comte sering disebut “Bapak Positivisme”, ilmuwan Perancis
yang berlatar belakang kesarjanaan matematika dan fisika. Comte telah mencoba
menggunakan paradigma Galilean untuk menjelaskan kehidupan manusia dalam masyarakat.
Menurut Comte, konsep dan metode ilmu alam dapat dipakai untuk menjelaskan kehidupan
kolektif manusia.
Selanjutnya dikatakan bahwa kehidupan manusia juga terjadi di bawah imperativ hukum
sebab-akibat dengan segala kondisi dan faktor probabilitasnya. Sebagaimana kejadian di alam
semesta yang tunduk pada hukum yang bersifat universal, Comte menyatakan bahwa
kehidupan manusia selalu dapat dijelaskan sebagai proses aktualisasi hukum sebab-akibat.
Setiap kejadian atau perbuatan dalam kehidupan manusia yang kasuistik sekalipun selalu
dapat dijelaskan dari sisi sebab-akibat yang rasional dan alami dan karena itu bersifat ilmiah
(scientific). Setiap perbuatan tidak dapat dimaknakan dari substansi yang berupa niat dan
tujuannya sendiri yang moral-altruistik dan yang metafisikal. Sebab, yang demikian itu
merupakan sesuatu yang dapat dianggap tidak ilmiah (unscientific).
Metode positif Auguste comte menempatkan akal rasio pada tempat yang sangat penting.
Dalam usaha untuk memecahkan suatu masalah yang ada dimasyarakat kelompok ini berusah

2
mengetahui lewat penelitian penyebab terjadinya masalah tersebut untuk selanjutnya
diusahakan penyelesaiannya dengan azaz positivism.
Secara metodologis, Alat penelitian yang pertama menurut comte adalah observasi,
tindak mengamati sekaligus menghubungkan dengan sesuatu hukum yang hipothetik
diperbolehkan oleh comte. Itu merupakan kreasi simultan observasi dengan hukum dan
merupakan lingkaran yang tak berujung. Eksperimentasi menjadi metode yang kedua menurut
comte yaitu suatu proses regular phenomena dapat diintervensi dengan sesuatu yang lain.
Komparasi dipakai untuk hal-hal yang lebih kompleks seperti biologi dan sosiologi.
Menurut Peter Halfpeny (1982), asumsi utama tradisi positivisme yaitu : Pertama,
realitas merupakan fenomena yang keberadaannya ditentukan oleh fenomena yang lain.
Kedua, realitas sosial dapat dibuat klasifikasi dan keberadaannya dapat digambarkan dalam
sebuah simbol dengan atribut tertentu. Untuk lebih memudahkan tradisi positivisme lebih
menekankan pada penggunaan teori dan penulis berusaha membuktikan kebenaran dari teori-
teori itu dan menjelaskannya dengan cara menyejajarkan dengan data yang diperoleh.
Istilah positivisme telah berubah maknanya dari waktu ke waktu. Namun, beberapa aspek
utama masih sama. Salah satunya adalah pentingnya pengalaman indrawi. Gagasan ini dapat
ditemukan dalam berbagai karya kuno, meskipun positivisme terutama merupakan hasil dari
zaman Pencerahan. Itu adalah alternatif baru untuk metafisika yang berakar kuat pada
epistemologi. Para ilmuwan berusaha keras untuk mencapai pengetahuan tentang sifat nyata
dunia.
Dalam perkembangannya Paradigma Postivisme pun memiliki kritik atas kekurangan
yang ditemukan oleh tokoh-tokoh era selanjutnya seperti Sir Karl Raymund Popper (1902-
1994), Thomas Samuel Kuhn (1922-1996), Para filsuf mazhab Frankfurt (1930), Paul Karl
Feyerabend (1924–1994) dan Richard Rotry (1931–2007). Pengkritik/memperbaiki paradigm
positivism ini dikenal dengan Paradigma Post-Positivisme.
Salah satu bentuk paradigma post-positivisme adalah paradigma interpretatif. Pendekatan
interpretif berasal dari filsafat Jerman yang menitik beratkan pada peranan bahasa, interpretasi
dan pemahaman dalam ilmu sosial. Pendekatan ini memfokuskan pada sifat subjektif dari
dunia sosial dan berusaha memahaminya dari kerangka berpikir objek yang sedang
dipelajarinya. Manusia secara terus menerus menciptakan realitas sosial mereka dalam rangka

3
berinteraksi dengan yang lain. Tujuan pendekatan interpretif tidak lain adalah menganalisis
realita sosial semacam ini dan bagaimana realita sosial itu terbentuk.
Untuk mengetahui post-positivisme dapat kita gambarkan dalam 4 bagian.
1) Harus diakui bahwa aliran ini bukan merupakan filsafat baru dalambidang keilmuan,
tetapi memang sangat dekat dengan paradigmapositivisme. Salah satu indikator yang
membedakan antara keduanyabahwa pospositivisme lebih mempercayai proses verifikasi
terhadapsuatu temuan hasil observasi melalui berbagai macam metode. Dengandemikian,
suatu ilmu memang betul mencapai objektivitas apabilatelah diverikasi oleh berbagai
kalangan dengan berbagai cara.
2) Pandangan aliran positivisme bukan suatu realitas yang menolak adanya realitas dari suatu
teori. Realisme modern bukanlah kelanjutan atau luncuran dari aliran post-itivisme, tetapi
merupakan perkembangan akhir dari pandangan post-positisme.
3) Banyak pospositivisme yang berpengaruh yang merupakan penganutrealismedan ini,
menunjukkan bahwa mereka tidak mengakui adanyasebuah kenyataan. Realisme
mengungkap bahwa semua pandangan itubenar sedangkan realis hanya berkepentingan
terhadap pandanganyang dianggap terbaik dan benar. Pospositivisme menolak
pandanganbahwa masyarakat dapat menentukan banyak hal sebagai hal yangnyata dan
benar tentang suatu objek oleh anggotanya.
4) Karena pandangan bahwa persepsi orang berbeda, Maka tidak adasesuatu yang benar-
benar pasti. Pandangan ini tidak bisa diterimakarena objektivitas nerupakan indeikator
kebenaran yang melandasipenyelidikan yang ingin ditekankan bahwa objektivitas
tidakmenjamin untuk mencapai kebenaran
B. Paradigma Anti-Positivisme
Anti positivism atau non positivism yang di pelopori oleh Thomas khun melalui buku the
strukcture of scientific revolution yang terbit pada 1962, Pendekatan Anti-positivisme dikenal
sebagai anti tesis dari paradigm positivisme dan sangat bertolak belakang dengan positivism.
Terdapat 3 prinsip yang meliputi dalam perkembangan paradigm anti positivism yaitu
pertama; Invidu menyikapi sesuatu atau apa saja yang di lingkungannya berdasarkan makna
sesuatu tersebut bagi dirinya, Kedua; Makna tersebut di berikan berdasarkan interaksi sosial
yang dijalin dengan individu lain dan ketiga; Makna tersebut dipahami dan di modifikasi oleh
individu melalui interpratif yang berkaitan dengan hal-hal lain yang di jumpainya. Dengan

4
Mengacu pada prinsip prinsip tersebut, Anti postivisme menawarkan metodologi yang
menekankan pada pemhaman makna dengan cara melakukakn empati terhadap suatu aktivitas
dan menempatkan realitas tersebut sebagai bagian dari keseluruhan aktivitas yang ada dalam
masyrakat yang mengasumsi bahwa setiap individu bisa melihat dirinya sendiri sebagai mana
dia melihat orang lain. Karena yang ditekankan pada Anti positivism iailah proses interaksi
karena dapat menyempitkan analisis, validitas tidak dianggap terletak pada ketepatann
pengukuran hubungan kausal antar variable, justru pad acara bagaimana realita terbangun
melalui proses interaksi antar actor.
Dalam perkembangannya anti positivism adalah satu cara pandang open minded untuk
mendapatkan keunikkan informasi serta tidak menggenaralisasi sebuah fenomena dengan
pemaknaan apa sebenarnya untuk menghasilkan teori dan bukan untuk pembenaran terhadap
sesuatu teori atau menjelaskan sesuatu teori; dikarenakan kebenaran yang diperoleh adalah
pemahaman terhadap teori yang dihasilkannya.

positivisme di tangan adalah.


Mengingat penjelasan tentang
positivisme di atas, pilihannya adalah
those ontologis
sudut pandang yang tidak bergantung
pada realitas atau kebenaran yang
independen atau bebas dari pengamat.
Latar belakang sejarah dari

5
Filsafat menghadirkan sejumlah sudut
pandang ontologis non-positivis yang
beragam. Mengingat fakta bahwa
pengamat memberikan kontribusi yang
lebih besar dalam pembentukan
realitas dan lebih sering dipercaya
melakukan hal ini
Melalui kecerdasannya, sejumlah
penulis berpandangan bahwa
kebalikan dari penelitian positivis
paradigma adalah rasionalisme (Goles
& Hirschheim, 2006). Nenamun
demikian bidang atau
arearasionalisme itu luas dan
memiliki banyak teori yang beragam.
Salah satunyah adalah doktrin atau
gagasan bahwapengamat atau peneliti
membangun kebenaranH
6
atau realitas dan bahwa, pada
akhirnya, semua realisme hanyalah
rekayasa dari pemikiran individu.
solipsist ini
anggapan tersebut tercermin dalam
konsep atau doktrin konstruktivisme
yang radikal atau mendasar
(Feyerabend, 2000;
Terbang, 2001; Gephart, 2008; Lee,
2001b)
Dalam situasi di mana positivisme
bukanlah titik ontologis, maka
masalahnyaterjadi opsi mana untuk
positivisme di tangan adalah.
Mengingat penjelasan tentang
positivisme di atas, pilihannya adalah
those ontologis

7
sudut pandang yang tidak bergantung
pada realitas atau kebenaran yang
independen atau bebas dari pengamat.
Latar belakang sejarah dari
Filsafat menghadirkan sejumlah sudut
pandang ontologis non-positivis yang
beragam. Mengingat fakta bahwa
pengamat memberikan kontribusi yang
lebih besar dalam pembentukan
realitas dan lebih sering dipercaya
melakukan hal ini
Melalui kecerdasannya, sejumlah
penulis berpandangan bahwa
kebalikan dari penelitian positivis
paradigma adalah rasionalisme (Goles
& Hirschheim, 2006). Nenamun
demikian bidang atau
arearasionalisme itu luas dan
8
memiliki banyak teori yang beragam.
Salah satunyah adalah doktrin atau
gagasan bahwapengamat atau peneliti
membangun kebenaranH
atau realitas dan bahwa, pada
akhirnya, semua realisme hanyalah
rekayasa dari pemikiran individu.
solipsist ini
anggapan tersebut tercermin dalam
konsep atau doktrin konstruktivisme
yang radikal atau mendasar
(Feyerabend, 2000;
Terbang, 2001; Gephart, 2008; Lee,
2001b)
Dalam situasi di mana positivisme
bukanlah titik ontologis, maka
masalahnyaterjadi opsi mana untuk

9
positivisme di tangan adalah.
Mengingat penjelasan tentang
positivisme di atas, pilihannya adalah
those ontologis
sudut pandang yang tidak bergantung
pada realitas atau kebenaran yang
independen atau bebas dari pengamat.
Latar belakang sejarah dari
Filsafat menghadirkan sejumlah sudut
pandang ontologis non-positivis yang
beragam. Mengingat fakta bahwa
pengamat memberikan kontribusi yang
lebih besar dalam pembentukan
realitas dan lebih sering dipercaya
melakukan hal ini
Melalui kecerdasannya, sejumlah
penulis berpandangan bahwa
kebalikan dari penelitian positivis
10
paradigma adalah rasionalisme (Goles
& Hirschheim, 2006). Nenamun
demikian bidang atau
arearasionalisme itu luas dan
memiliki banyak teori yang beragam.
Salah satunyah adalah doktrin atau
gagasan bahwapengamat atau peneliti
membangun kebenaranH
atau realitas dan bahwa, pada
akhirnya, semua realisme hanyalah
rekayasa dari pemikiran individu.
solipsist ini
anggapan tersebut tercermin dalam
konsep atau doktrin konstruktivisme
yang radikal atau mendasar
(Feyerabend, 2000;
Terbang, 2001; Gephart, 2008; Lee,
2001b)
11
Dalam situasi di mana positivisme
bukanlah titik ontologis, maka
masalahnyaterjadi opsi mana untuk
positivisme di tangan adalah.
Mengingat penjelasan tentang
positivisme di atas, pilihannya adalah
those ontologis
sudut pandang yang tidak bergantung
pada realitas atau kebenaran yang
independen atau bebas dari pengamat.
Latar belakang sejarah dari
Filsafat menghadirkan sejumlah sudut
pandang ontologis non-positivis yang
beragam. Mengingat fakta bahwa
pengamat memberikan kontribusi yang
lebih besar dalam pembentukan
realitas dan lebih sering dipercaya
melakukan hal ini
12
Melalui kecerdasannya, sejumlah
penulis berpandangan bahwa
kebalikan dari penelitian positivis
paradigma adalah rasionalisme (Goles
& Hirschheim, 2006). Nenamun
demikian bidang atau
arearasionalisme itu luas dan
memiliki banyak teori yang beragam.
Salah satunyah adalah doktrin atau
gagasan bahwapengamat atau peneliti
membangun kebenaranH
atau realitas dan bahwa, pada
akhirnya, semua realisme hanyalah
rekayasa dari pemikiran individu.
solipsist ini
anggapan tersebut tercermin dalam
konsep atau doktrin konstruktivisme

13
yang radikal atau mendasar
(Feyerabend, 2000;
Terbang, 2001; Gephart, 2008; Lee,
2001b)

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Ada dua pandangan besar dalam kegiatan penelitian yang menyangkut metode yaitu
pandangan positivistik dan non positivistik. Dalam paham positivistik, segala sesuatu atau
gejala itu dapat diukur secara positif atau pasti sehingga dapat dikuantifikasikan.

14
Hal tersebut tidak hanya berlaku dalam ilmu alam saja, tetapi juga pada ilmu sosial.
Dalam ilmu alam, paham positivistik tersebut tidak banyak menemui kendala karena objeknya
adalah materi atau benda. Tetapi ketika diterapkan pada ilmu sosial, maka bukan saja sulit
dilakukan, tetapi juga banyak ditentang oleh ilmuwan-ilmuwan sosial. Penganut paham
positivistik tersebut berpendapat bahwa segala sesuatu itu tidak boleh melebihi fakta. Dalam
paham nonpositivistik, kebenaran tidak hanya berhenti pada fakta, melainkan apa makna di
balik fakta tersebut. Dalam ilmu sosial, di mana kajiannya adalah manusia bukannya benda,
maka pandangannya lebih didominasi oleh pandangan non-positivistik.
Dalam konsepsi ini, paham positivistik diidentifikasikan dengan kegiatan riset kuantitatif,
sedangkan paham nonpositivistik diidentifikasikan sebagai kegiatan riset kualitatif. Namun
demikian, perbedaan paham tersebut berdampak positif terutama dijadikan sebagai ajang
dialog dalam rangka untuk mengembangkan keilmuan baik sosial maupun alam, untuk saling
melengkapi kedua paradigma tersebut.
Perdebatan antara positivisme dan antipositivisme mengeksplorasi pendekatan kompetitif
untuk memahami bagaimana pengetahuan tentang dunia dibangun. Di satu sisi, seorang
positivis memegang pandangan objektif tentang dunia yang dapat didefinisikan dan diukur
dalam fakta. Di sisi lain, anti-positivisme percaya bahwa dunia dibangun secara sosial
sehingga pengetahuan bersifat subyektif. Dengan pemikiran tersebut, makalah ini berpendapat
bahwa anti-positivisme adalah pendekatan yang lebih baik untuk desain penelitian daripada
positivisme. Karena itu, anti-positivisme mempertimbangkan kompleksitas dan keragaman
seputar berbagai pemahaman dan makna yang diberikan kepada lingkungan sosial kita.
B. SARAN
Berdasarkan penjelasan yang dipaparkan diatas masih terdapat banyak kekurangan
sebagai bahan untuk mempelajari dua paradigma tersebut, namun yang terpenting sebuah
paradigma tergantung individu tersebut untuk memulai dari mana.

DAFTAR PUSTAKA

Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2017

Permadi, Dedy. 2011. Ilmu Sosial dan Ilmu Politik : Filsafat, Teori, dan Metodologi.
Yogyakarta : Institute of International Studies Universitas Gajah Mada.

15
Dysmala, E. (2014). Kritik terhadap paradigma Positivisme. Jurnal Wawasan Yuridika,
28(1), 622-633.

Irawati, D., Natsir, N. F., & Haryanti, E. (2021). Positivisme, Pospositivisme, Teori Kritis, dan
Konstruktivisme dalam Perspektif “Epistemologi Islam”. JIIP-Jurnal Ilmiah Ilmu
Pendidikan, 4(8), 870-880.

Goles, T., & Hirschheim, R.(2006).


Paradigma sudah Mati, tParadigma
sudah Mati ... PanjangJalani
Paradigma:
Warisan Burrell dan Morgan. Omega,
28 (3), 249–268.
http://dx.doi.org/10.1016/S0305-
0483(99)00042-
Goles, T., & Hirschheim, R.(2006). Paradigma sudah Mati, Paradigma sudah Mati Panjang
Jalani Paradigma:Warisan Burrell dan Morgan. Omega, 28 (3), 249–268.

16

Anda mungkin juga menyukai