Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

POSITIVISTIK SEBAGAI PENDEKATAN FILSAFAT ILMU

Dosen Pengampu : Amru Syahputra, S.H.I., M.H.I

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 8

KIKI AMALIA

M.ILHAM TARIGAN

MUFTYA MELLISYA

NANTA WIRAYUDA

PRODI : PERBANKAN SYARIAH VI-B EKSLUSIF

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ( STAI ) SYEKH

H. ABDUL HALIM HASAN AL – ISHLAHIYAH

BINJAI

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat dan
hidayahnya sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “POSITIVISTIK SEBAGAI
PENDEKATAN FILSAFAT ILMU” Pada makalah ini Penulis banyak mengambil dari berbagai sumber dan
refrensi dan pengarahan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini Penulis
mengucapkan terima kasih sebesar-sebesarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini sangat jauh dari sempurna, untuk itu Penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata Penulis mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk semua
pihak yang membaca…

Binjai, Mei 2022

Kelompok 8
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG ........................................................................................................ 1


B. RUMUSAN MASALAH .................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian positivistik ................................................................................................. 2


B. Sejarah kemunculan positivisme ................................................................................. 2
C. Positivisme Auguste Comte ......................................................................................... 3
D. Ajaran-ajaran di dalam filsafat Positivisme ................................................................. 4
E. Konsep Positivisme serta Kelemahan dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan ....... 4
F. Sejarah Kemunculan Positivisme Logis ........................................................................ 5

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN ............................................................................................................... 7
B. SARAN ......................................................................................................................... 7

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 8


BAB I

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Pendekatan adalah upaya untuk mencari, menemukan, atau memberi dukungan akan kebenaran yang
relatif, yang sebagai suatu model. Untuk memahami dari dunia beserta seluruh isinya, kita sebagai
manusia pasti menggunakan pendekatan. Manusia sebagai mahluk sosial yang mempunyai nafsu
terkadang menimbulkan masalah bagi dirinya sendiri. Untuk menyelesaikan masalahnya Dalam hal ini
manusia tersebut bisa menggunakan pendekatan-pendekatan ilmiah. Lalu Dalam konteks ini,
pendekatan itu disebut “objektif” berdasarkan pandangan bahwa objek-objek, prilaku-prilaku, dan
peristiwa-peristiwa eksis di suatu dunia “nyata” yang diamati oleh panca indra ,diukur, dan
diramalkan. Bagi seorang ilmuan penguasaan pendekatan ilmiah merupakan suatu kewajiban, karena
tanpa pendekatan ilmiah tidak akan dapat melaksanakan kegiatan ilmiah, sehingga mudah bagi
seorang ilmuan untuk mengembangkan materi pengetahuannya berdasarkan metode-metode ilmiah.

Oleh karena itulah pendekatan ilmiah sangat penting sekali untuk mengetahui seberapa jauh
penalaran kita terhadap hal-hal yang jelas dan objektif. Positivisme yang merupakan salah satu akar
dari filsafat modern, merupakan suatu paham yang hanya menerima ilmu kealaman sebagai satu-
satunya ilmu yang benar.nah,atas dasar itulah penulis makalah ini akan memperdalam pendekatan
positivisme tersebut agar menjadi suatu pemahaman yang baru tentang keunggulan pendekatan
positivistik tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana Sejarah kemunculan positivisme

2. Bagaimanakah positivisme auguste comte ?

3. Bagaimana Konsep Positivisme


BAB II

PEMBAHASAN

A.Pengertian positivistik

Positivisme berasal dari kata “positif”yang artinya faktuual, sesuatu yang berdasar fakta atau
kenyataan, menurut positivism, pengetahuan kita tidak boleh melebihi fakta-fakta yang ada, sehingga
dalam bidang pengetahuan, ilmu pengetahuan empiris menjadi contoh istimewa dalam bidang
pengetahuan. Positivisme adalah istilah umum dalam filsafat yang mengutamakan aspek factual
pengetahuan khususnya ilmiah.

Pendekatan Positivistik mengandalkan kemampuan pengamatan secara langsung (empiris) penalaran


yang digunakan induktif. Oleh karena itu, positivisme menolak cabang filsafat filsafat. Ilmu
pengetahuan juga filsafat yang fakta dan hubungan yang terdapat antara fakta-fakta. Tugas Filsafat
adalah mengoordinasi ilmu pengetahuan yang beragam coraknya. Model pendekatan positivistic
terilhami dari gerakan ilmiah masa modern, yang membutuhkan kepastian dalam suatu kebenaran.
Syarat objek ilmu yaitu: dapat diamati (observable), diulang-ulang(repeatable), diukur (measurable),
diuji(testable), diramalkan(predicable). Dan penelitiannya berpusat pada eksperimen datadata
tertentu, dan memanfaatkan rasio, dan pengalaman (aposteriori) akan menarik. Positivisme
mengutamakan pengalaman, namun berbeda dengan empiris Inggris yang menerima pengalaman
batiniah atau subjektif sebagai sumber pengetahuan, positivisme tidak menerima sumber
pengetahuan melalui pengalaman batiniah dan hanya mengandalkan fakta-fakta belaka.

Positivisme adalah cara pandang dalam memahami dunia berdasarkan sains.Positivisme sebagai
perkembangan empirisme yang eksterm,adalah pandangan yang menganggap bahwa yang dapat
diselidiki atau dipelajari hanyalah “data-data yang nyata/empirik”,atau yang mereka namakan
positif.Nilai-nilai politik dan sosial menurut positivisme dapat digeneralisasikan berdasarkan fakta-
fakta yang diperoleh dari penyelidikan terhadap kehidupan masyarakat itu sendiri.

Positivisme mengutamakan pengalaman, namun berbeda dengan empiris Inggris yang menerima
pengalaman batiniah atau subjektif sebagai sumber pengetahuan, positivisme tidak menerima
sumber pengetahuan melalui pengalaman batiniah dan hanya mengandalkan fakta-fakta belaka.
Diulang-ulang(dapat diulang), diukur (dapat diukur), diuji(dapat diuji), diramalkan(dapat diprediksi).
Dan penelitiannya berpusat pada eksperimen data-data tertentu, dan memanfaatkan rasio, dan
pengalaman (aposteriori) akan menarik.

B.Sejarah kemunculan positivisme

Istilah Positivisme pertama kali digunakan oleh Saint Simon (sekitar 1825). Prinsip filosofik tentang
positivisme dikembangkan pertama kali oleh seorang filosof berkebangsaan Inggris yang bernama
Francis Bacon yang hidup di sekitar abad ke-17. Ia berkeyakinan bahwa tanpa adanya pra asumsi,
komprehensi-komprehensi pikiran dan apriori akal tidak boleh menarik kesimpulan dengan logika
murni maka dari itu harus melakukan observasi atas hukum alam.

Barulah pada paruh kedua abad ke-19 muncullah Auguste Comte (1798-1857), seorang filsuf sosial
berkebangsaan Perancis, yang dilahirkan di Montpellier pada tahun 1798 dari keluarga pegawai negeri
yang beragama Katolik. Comte menggunakan istilah ini kemudian mematoknya sebagai tahapan paling
akhir sesudah tahapan-tahapan agama dan filsafat dalam karya utamanya yang berjudul Course de
Philosophie Phositive, Kursus tentang Filsafat Positif (1830-1842), yang diterbitkan dalam enam jilid.

Melalui tulisan dan pemikirannya ini, Comte bermaksud memberi peringatan kepada para ilmuwan
akan perkembangan penting yang terjadi pada perjalanan ilmu ketika pemikiran manusia beralih dari
fase teologis, menuju fase metafisis, dan terakhir fase positif. Pada fase teologis (tahapan agama dan
ketuhanan) diyakini adanya kuasa-kuasa adikodrati yang mengatur semua gerak dan fungsi yang
mengatur alam ini.

Zaman ini dibagi menjadi tiga periode: animisme, politeisme dan monoteisme. Pada tahapan ini untuk
menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi hanya berpegang kepada kehendak Tuhan atau Tuhan-
Tuhan. Selanjutnya pada zaman metafisis (tahapan filsafat), kuasa adikodrati tersebut telah digantikan
oleh konsep-konsep abstrak, seperti ‘kodrat’ dan ‘penyebab’.

Pada fase ini manusia menjelaskan fenomena-fenomena dengan pemahaman-pemahaman metafisika


seperti kausalitas, substansi dan aksiden, esensi dan eksistensi. Dan akhirnya pada masa positif (tahap
positivisme) manusia telah membatasi diri pada fakta yang tersaji dan menetapkan hubungan antar
fakta tersebut atas dasar observasi dan kemampuan rasio. Pada tahap ini manusia menafikan semua
bentuk tafsir agama dan tinjauan filsafat serta hanya mengedepankan metode empiris dalam
menyingkap fenomena-fenomena.

C.Positivisme Auguste Comte

Munculnya aliran filsafat positivisme ini dipelopori oleh seorang filsuf yang bernama August
Comte.seorang filosof yang lahir di Montpellier Perancis. Mulai abad 20-an sampai dengan saat ini,
aliran positivisme mampu mendominasi wacana ilmu pengetahuan. Aliran ini menetapkan kriteria-
kriteria yang harus dipenuhi oleh ilmu-ilmu manusia maupun alam untuk dapat disebut sebagai ilmu
pengetahuan yang benar, yaitu berdasarkan kriteria-kriteriaeksplanatoris dan prediktif.

Untuk dapat memenuhi kriteria-kriteria dimaksud, maka semua ilmu harus mempunyai pandangan
dunia positivistik, yaitu :

* Objektif. Teori-teori tentang semesta haruslah bebas nilai

* Fenomenalisme. Ilmu pengetahuan hanya bicara tentang semesta yang teramati.Substansi


metafisis yang diandaikan berada di belakang gejala-gejala penampakan disingkirkan

* Reduksionisme.Semesta direduksi menjadi fakta-fakta keras yang dapat diamatidan

* Naturalisme. Alam semesta adalah obyek-obyek yang bergerak secara mekanis seperti bekerjanya
jam

Positivisme diperkenalkan oleh Auguste Comte(1798-1857) dalam buku utamanya yang berjudul
Cours de Philosophic Positive, yaitu kursus tentang filsafat positif (1830-1842)yang diterbitkan dalam
enam jilid. Comte melihat masyarakat sebagai suatu keseluruhan organik yang kenyataanya lebih
daripada sekedar jumlah bagia-bagian yang saling bergantung ,tetapi untuk mengerti kenyataan
ini,metode penelitian empiris harus digunakan dengan keyakinan bahwa nasyarakat adalah suatu
bagian dari alam seperti halnya gejala fisik.Comte melihat perkembangan ilmu tentang masyarakat
yang bersifat alamiah sebagai puncak suatu proses kemajuan intelektual yang logis yang telah dilewati
oleh ilmu-ilmu lainya.kemajuan ini mencakup kemajuan teologis purba, penjelasan metafisik, dan
akhirnya sampai terbentuknya hukum-hukum ilmiah yang positif. Penganut paham positivisme
meyakini bahwa hanya da sedikit perbedaan (jika ada )antara ilmu sosial dan ilmu alam,karena
masyarakat dan kehidupan sosial berdasarkan aturan-aturan, demikian juga alam.

D. Ajaran-ajaran di dalam filsafat Positivisme

Positivisme memuat nilai-nilai dasar yang diambil dari tradisi ilmu alam, yang menempatkan
fenomena yang dikaji sebagai objek yang dapat dikontrol, digeneralisasi sehingga gejala ke depan bisa
diramalkan. Yang mana positivisme menganggap ilmu-ilmu alam adalah satu-satunya ilmu
pengetahuan yang secara universal adalah valid. Jadi, ajaran di dalam filsafat positivisme dapat
dipaparkan sebagai berikut:

1. Positivisme bertolak dari pandangan bahwa filsafat positivisme hanya mendasarkan pada
kenyataan (realita, fakta) dan bukti terlebih dahulu.

2. Positivisme tidak akan bersifat metafisik, dan tidak menjelaskan tentang esensi

3. Positivisme tidak lagi menjelaskan gejala-gejala alam sebagai ide abstrak. Gejala-gejala alam
diterangkan berbasis hubungan sebab-akibat dan dari itu kemudian didapatkan dalil-dalil atau hukum-
hukum yang tidak tergantung dari ruang dan waktu.

4. Positivisme menempatkan fenomena yang dikaji sebagai objek yang dapat digeneralisasi sehingga
kedepan dapat diramalkan (diprediksi).

5. Positivisme menyakini bahwa suatu realitas (gejala) dapat direduksi menjadi unsur-unsur yang
saling terkait membentuk sistem yang dapat diamati.

E. Konsep Positivisme serta Kelemahan dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan

Konsep positivisme adalah penelitian dengan metode kuantitatif yang bersifat obyektif, dan juga
Hipotetik. Di dalam konsep tersebut terdapat beberapa kelemahan yaitu sebagai berikut:

1. Analisis biologik yang ditransformasikan ke dalam analisis sosial dinilai sebagai akar terpuruknya
nilai-nilai spiritual dan bahkan nilai-nilai kemanusiaan. Hal ini dikarenakan manusia tereduksi ke dalam
pengertian fisik-biologik.

2. Akibat dari ketidakpercayaannya terhadap sesuatu yang tidak dapat diuji kebenarannya, maka
faham ini akan mengakibatkan banyaknya manusia yang nantinya tidak percaya kepada Tuhan,
Malaikat, Setan, surga dan neraka. Padahal yang demikian itu didalam ajaran Agama adalah benar
kebenarannya dan keberadaannya. Hal ini ditandai pada saat paham positivistik berkembang pada
abad ke 19, jumlah orang yang tidak percaya kepada agama semakin meningkat.

3. Manusia akan kehilangan makna, seni atau keindahan, sehingga manusia tidak dapat merasa
bahagia dan kesenangan itu tidak ada. Karena dalam positivistic semua hal itu dinafikkan.

4. Hanya berhenti pada sesuatu yang nampak dan empiris sehingga tidak dapat menemukan
pengetahuan yang valid.

5. Positivisme pada kenyataannya menitik beratkan pada sesuatu yang nampak yang dapat dijadikan
obyek kajiaannya, di mana hal tersebut adalah bergantung kepada panca indera. Padahal perlu
diketahui bahwa panca indera manusia adalah terbatas dan tidak sempurna. Sehingga kajiannya
terbatas pada hal-hal yang nampak saja, padahal banyak hal yang tidak nampak dapat dijadikan bahan
kajian.
6. Hukum tiga tahap yang diperkenalkan Comte mengesankan dia sebagai teorisi yang optimis,
tetapi juga terkesan lincah – seakan setiap tahapan sejarah evolusi merupakan batu pijakan untuk
mencapai tahapan berikutnya, untuk kemudian bermuara pada puncak yang digambarkan sebagai
masyarakat positivistic.

F.Sejarah Kemunculan Positivisme Logis

Positivisme logis muncul dari hasil perombakan dari positivisme yang mana Positivisme logis
merupakan aliran pemikiran dalam filsafat yang membatasi pikirannya pada segala hal yang dapat
dibuktikan dengan pengamatan atau pada analisis definisi antara istilah-istilah. Fungsi analisis ini
mengurangi metafisik dan meneliti struktur logis pengetahuan ilmiah. Tujuan dari pembahasan ini
adalah menentukan isi konsep-konsep dan pernyataan-pernyataan ilmiah yang dapat diversifikasi
secara empiris.

Positivisme logis adalah filsafat ilmu pengetahuan yang timbul pada abad ke-20 di Wina, ibu kota
kekaisaran Habsburg dan pusat dunia musik di Austria, Eropa Tengah. Pada abad ke-19 sudah ada
beberapa orang yeng memperhatikan pengembangan ilmu pengetahuan dan menulis tentang
gejala ini. Namun usaha-usaha mempelajari ilmu pengetahuan itu belum bersifat sistematis dan juga
belum menghasilkan teori. Positivisme logis adalah usaha pertama yang tertuju pada sasaran ini dan
berkembang pada masa M.Schlick (1882-1936) menjadi maha ilmu pengetahuan induktif di
Universitas Wina. Schlick membentuk kelompok bersama antara lain R. Carnap (1891-1970), ahli
logika, Ph.Frank, ahli ilmu pasti, V. Kraft, ahli sejarah, H. Feigl dan F. Waismann, dua ahli filsafat.

Kelompok ini disebut Der Wiener Kreis (Kelompok Wina). Pada tahun 1929 R. Carnap, bersama H.
Hahn, ahli ilmu pasti, dan O Neurath (1882-1945), ahli Sosiologi menerbitkan sebuah manifes yang
berjudul, Wissenschaftliche Weltauf fassung “Der Wiener Kreis” (pandangan Dunia Ilmiah, Kelompok
Wina).

Tulisan ini mendapat sambutan hangat di beberapa negara lain. Di Berlin, ibukota Jerman, dibentuk
satu kelompok yang disebut Der Beriner Gruppe (Kelompok Berlin) yang meliputi antara lain H.
Reichenbach (1891-1953), R. Von Mises dan C.G Hempel . Di Inggris A.J Ayer juga tertarik pada
positivisme logis. Di Amerika Serikat C. Morris dan E. Nagel mengikuti aliran filsafat ilmu
pengetahuan ini.

Positivisme Logis merupakan aliran pemikiran yang membatasi pikiran pada segala hal yang dapat
dibuktikan dengan pengamatan atau pada analisis defnisi dan relasi antara istilah-istilah. Tugas
pertamanya dipersiapkan untuk ilmu dan yang kedua khusus untuk filsafat. Karena menurut
positivisme Logis, filsafat ilmu murni hanya sebagai suatu analisis logis tentang bahasa ilmu atau
sebuah proposisi saja.

Fungsi analisis ini disatu pihak, mengurangi “metafisika”, dan di lain pihak, meneliti struktur logis
pengetahuan ilmiah. Penelitian ini bertujuan menentukan isi konsep-konsep dan pernyatan-
pernyataan ilmiah yang dapat diverifikasi secara empiris. Mengenai tugas filsafat sebagai analisis logis
terhadap pengetahuan ilmiah, maka berkembanglah sebuah prinsip yang disebut verifikasi atau
kriteria kebermaknaan. Menurut Anyer Ihwal hubungan antara proposisi sebagai simbol dengan
realitas yang disimbolkannya perlu ditempuh lewat prinsip verifikasi.
Berikut prinsip-prinsip verifikasi:

1. Suatu proposisi (pernyataan) dianggap bermakna manakala secara prinsip dapat diverifikasi. Arti
suatu pernyataan adalah sama dengan metode verifikasinya yang berdasarkan pengalaman empiris.

2. Yang mesti dilakukan itu adalah verifikasi bukan menghasilkan suatu pernyataan yang mesti
benar. Proposisi “di rumah itu ada tiga orang pencuri” adalah bermakna walaupun setelah diverifikasi
ketiga pencuri itu tidak ada. Ungkapan “ John tidak akan mati” bermakna sebab kalimat itu dapat
diverifikasi untuk membuktikan ketidakbenarannya secara empiris. Sebaliknya ungkapan “hari ini
cuaca lebih baik daripada di luar” tidak bermakna, sebab dalam ungkapan itu sendiri terdapat
kontradiksi (pertentangan).

3. Setiap pernyataan yang secara prinsip tidak dapat diverifikasi pada hakikatnya pernyataan itu
tidak bermakna. Pernyataan-pernyataan metafisik tidaklah bermakna karena secara empirik tidak
dapat diverifikasi, atau tidak dapat di analisis secara empirik. Kalimat metafisik God Exists bukanlah
kalimat yang secara faktual bermakna. Demikian pula halnya kalimat God does not exist.
BAB III

PENUTUP

A.KESIMPULAN

Positivisme dirintis oleh auguste comte (1798-1857), positivisme yaitu suatu cara pandang dalam
memahami dunia berdasarkan sains. Sebagai pekembangan empiris yang ekstrem , berpandangan
bahwa yang dapat diselidiki atau hanya dipelajari data-data yang nyata atau empiris atau disebut
positif. Menurut Comte, nilai-nilai politik dan sosial dapat digeneralisasikan berdasarkan fakta dari
penyelidikan terhadap kehidupan masyarakat itu sendiri dan dapat dijelaskan secara ilmiah, dengan
mengemukakan pendapat historis atas cara berpikir induktif. Jadi, nilai-nilai tersebut tumbuh dan
berkembang dalam proses kehidupan masyarakat itu sendiri. Penganut positivisme yakin bahwa
hanya saedikit perbedaan antara ilmu sosial dan ilmu alam karena masyarakat dan kehidupan sosial
mengikuti aturan demikian juga alam.

Di dalam perkembangan positivisme juga muncul aliran positivisme logis yang mana aliran ini lebih
menaruh perhatian pada upaya menentukan bermakna atau tidak bermaknanya suatu pernyataan
dalam filsafat dan ilmu pengetahuan, bukan pada pertanyaan apakah benar atau salah.

B.SARAN

Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari kata kesempurnaan.
Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah. Atas kritik dan
sarannya penulis ucapkan terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul hakim, Atang dan Beni Ahmad Saebani. 2008. Filsafat Umum dari Mitologi sampai Teofilosofi.
Pustaka Setia. Bandung.

Adib, Mohammad. 2010. Filsafat ilmu Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika ilmu
Pengetahuan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Anshari Endang Saifuddin, 1987, Ilmu Filsafat dan Agama (Surabaya: Bina Ilmu).

Asmoro Achmadi, 2012, Filsafat Umum (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada).

Suhesti S., Ermi. 2012. Pengantar Filsafat Ilmu. Prajnya Media. Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai