Oleh:
Moh. Rifqy Fakhrul Hadi
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita berbagai
macam nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa
keberkahan,
serta teman-teman sekalian yang telah membantu, baik bantuan berupa moriil
maupun materil, sehingga makalah ini terselesaikan dalam waktu yang telah
ditentukan. Kami menyadari sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh
sekalian.
Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
A. Kesimpulan……. ..................................................................... 11
B. Saran ........................................................................ 11
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kompilasi Hukum Islam adalah ketentuan hukum Islam yang ditulis dan
disusun secara sistematis menyerupai peraturan perundang-undangan untuk
sedapat mungkin diterapkan seluruh umat Islam dalam menyelesaikan masalah-
masalah di bidang yang telah diatur Kompilasi Hukum Islam. Oleh para hakim
peradilan agama Kompilasi Hukum Islam digunakan sebagai pedoman dalam
memeriksa, mengadili dan memutus perkara yang diajukan kepadanya.
Isi dari Kompilasi hukum islam berjumlah 229 pasal, terdiri atas tiga
kelompok materi hukum, yaitu Hukum Perkawinan (170 pasal), Hukum
Kewarisan termasuk wasiat dan hibah (44 pasal) dan Hukum Perwakafan (14
pasal).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Perwakafan dalam prespektif Kompilasi Hukum Islam ?
2. Apakah fungsi dari Kompilasi Hukum Islam yang mambahas tentang
perwakafan?
4
BAB II
PEMBAHASAN
1. Ketentuan Umum
Pasal 215
Yang dimaksud dengan:
(1) Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau
badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan
melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau
kerpeluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.
(2) Wakif adalah orang atau orang-orang ataupun badan hukum yang
mewakafkan benda miliknya.
(3) Ikrar adalah pernyataan kehendak dari wakif untuk mewakafkan benda
miliknya.
(4) Benda wakaf adalah segala benda baik benda bergerak atau tidak
bergerak uang memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan
bernilai menurut ajaran Islam.
(5) Nadzir adalah kelompok orang atau badan hukum yang diserahi tugas
pemeliharaan dan pengurusan benda wakaf.
5
(6) Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf yang selanjutnya disingkat PPAIW
adalah petugas pemerintah yang diangkat berdasarkan peraturan peraturan
yang berlaku, berkwajiban menerima ikrar dan wakif dan menyerahkannya
kepada Nadzir serta melakukan pengawasan untuk kelestarian perwakafan.
(7) Pejabat Pembuat Ikrar Wakaf seperti dimaksud dalam ayat (6),
diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Agama.
Bagian Kesatu
Fungsi Wakaf
Pasal 216
Fungsi wakaf adalah mengekalkan manfaat benda wakaf sesuai dengan
tujuan wakaf.
Bagian Kedua
Unsur-unsur dan Syarat-syarat
Wakaf Pasal 217
(1) Badan-badan Hukum Indonesia dan orang atau orang-orang yang
telah dewasa dan sehat akalnya serta yang oleh hukum tidak terhalang
untuk melakukan perbuatan hukum, atas kehendak sendiri dapat
mewakafkan benda miliknya dengan memperhatikan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2) Dalam hal badan-badan hukum, maka yang bertindak untuk dan
atas namanya adalah pengurusnya yang sah menurut hukum.
(3) Benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 215 ayat (4)
harus merupakan benda milik yang bebas dari segala pembebanan,
ikatan, sitaan dan sengketa.
Pasal 218
6
(1) Pihak yang mewakafkan harus mengikrarkan kehendaknya secara
jelas dan tegas kepada Nadzir di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar
Wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 215 ayat (6), yang
kemudian menuangkannya dalam bentuk ikrar Wakaf, dengan
didaksikan oleh sekurangkurangnya 2 orang saksi.
(2) Dalam keadaan tertentu, penyimpangan dan ketentuan dimaksud
dalam ayat (1) dapat dilaksanakan setelah terlebih dahulu mendapat
persetujuan Menteri Agama.
Pasal 219
(1) Nadzir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 215 ayat (4) terdiri dari
perorangan yang harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. warga negara Indonesia;
b. beragama Islam;
c. sudah dewasa;
d. sehat jasmani dan rohani;
e. tidak berada di bawah pengampuan;
f. bertempat tinggal di kecamatan tempat letak benda yang
diwakafkannya.
(2) Jika berbentuk badan hukum, maka Nadzir harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
b. mempunyai perwakilan di kecamatan tempat tinggal benda yang
diwakafkannya.
(3) Nadzir dimaksud dalam ayat (1) dan (2) harus didaftar pada
Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat setelah mendengar saran
dari Camat Majelis Ulama Kecamatan untuk mendapatkan
pengesahan.
7
sekurang-kurangnya oleh 2 orang saksi dengan isi sumpah sebagai
berikut:
”Demi Allah, saya bersumpah, bahwa saya untuk diangkat menjadi
Nadzir langsung atau tidak langsung dengan nama atau dalih apapun
tidak memberikan atau menjanjikan ataupun memberikan sesuatu
kepada siapapun juga”
”Saya bersumpah, bahwa saya untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatan ini tiada sekali-kali akan menerima langsung
atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian”.
”Saya bersumpah, bahwa saya senantiasa akan menjunjung tinggi
tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepada saya selaku Nadzir
dalam pengurusan harta wakaf sesuai dengan maksud dan tujuannya”.
(5) Jumlah Nadzir yang diperbolehkan untuk satu unit perwakafan,
seperti dimaksud Pasal 215 ayat (5) sekurang-kurangnya terdiri dari 3
orang dan sebanyak-banyaknya 10 orang yang diangkat oleh Kepala
Kantor Urusan Agama Kecamatan atas saran Majelis Ulama
Kecamatan dan Camat setempat.
Bagian Ketiga
Kewajiban dan Hak-hak Nadzir
Pasal 220
(1) Nadzir berkewajiban untuk mengurus dan bertanggung jawab atas
kekayaan wakaf serta hasilnya, dan pelaksanaan perwakafan sesuai
dengan tujuan menurut ketentuan-ketentuan yang diatur oleh Menteri
Agama.
(2) Nadzir diwajibkan membuat laporan secara berkala atas semua hal
yang menjadi tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) kepada Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat dengan
tembusan kepada Majelis Ulama Kecamatan dan Camat setempat.
8
(3) Tata cara pembuatan laporan seperti dimaksud dalam ayat
(2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan Menteri Agama.
Pasal 221
(1) Nadzir diberhentikan oleh Kepala Kantor Urusan Agama
Kecamatan karena:
a. meninggal dunia;
b. atas permohonan sendiri;
c. tidak dapat melakukan kewajibannya lagi sebagai Nadzir;
d. melakukan suatu kejahatan sehingga dipidana.
(2) Bilamana terdapat lowongan jabatan Nadzir karena salah satu
alasan sebagaimana tersebut dalam ayat (1), maka penggantinya
diangkat oleh Kepala Kantor Urutan Agama Kecamatan atas saran
Majelis Ulama Kecamatan dan Camat setempat.
(3) Seorang Nadzir yang telah berhenti, sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) sub a, tidak dengan sendirinya digantikan oleh salah seorang
ahli warisnya.
Pasal 222
Nadzir berhak mendapatkan penghasilan dan fasilitas yang jenis dan
jumlahnya ditentukanberdasarkan kelayakan atas saran Majelis Ulama
Kecamatan dan Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat.
9
(3) Pelaksanaan Ikrar, demikian pula pembuatan Akta Ikrar Wakaf,
dianggap sah jika dihadiri dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2
(dua) orang saksi.
(4) Dalam melaksanakan Ikrar seperti dimaksud ayat (1) pihak yang
mewakafkan diharuskan menyerahkan kepada Pejabat yang tersebut
dalam Pasal 215 ayat (6), surat-surat sebagai berikut:
a. tanda bukti pemilikan harta benda;
b. jika benda yang diwakafkan berupa benda tidak bergerak, maka
harus disertai surat keterangan dari Kepala Desa, yang diperkuat
oleh Camat setempat yang menerangkan pemilikan benda tidak
bergerak dimaksud;
c. surat atau dokumen tertulis yang merupakan kelengkapan dari
benda tidak bergerak yang bersangkutan.
Bagian Kedua
Pendaftaran Benda Wakaf
Pasal 224
Setelah Akta Ikrar Wakaf dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam
Pasal 223 ayat (3) dan (4), maka Kepala Kantor Urusan Agama
Kecamatan atas nama Nadzir yang bersangkutan diharuskan
mengajukan permohonan kepada Camat untuk mendaftarkan
perwakafan benda yang bersangkutan guna menjaga keutuhan dan
kelestarian.
10
(2) Penyimpangan dari ketentuan tersebut dalam ayat (1) hanya dapat
dilakukan terhadap hal-hal tertentu setelah terlebih dahulu mendapat
persetujuan tertulis dari Kepala Kantur Urusan Agama Kecamatan
berdasarkan saran dari Majelis Ulama
Kecamatan dan Camat setempat dengan alasan:
a. karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti diikrarkan
oleh wakif;
b. karena kepentingan umum.
Bagian Kedua
Penyelesaian Perselisihan Benda Wakaf
Pasal 226
Penyelesaian perselisihan sepanjang yang menyangkut persoalan
benda wakaf dan Nadzir diajukan kepada Pengadilan Agama setempat
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Bagian Ketiga
Pengawasan
Pasal 227
Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Nadzir
dilakukan secara bersama-sama oleh Kepala Kantor Urusan Agama
Kecamatan, Majelis Ulama Kecamatan dan Pengadilan agama yang
mewilayahinya.
5. Ketentuan Peralihan
Pasal 228
Perwakafan benda, demikian pula pengurusannya yang terjadi sebelum
dikeluarkannya ketentuan ini, harus dilaporkan dan didaftarkan kepada
Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat untuk disesuaikan dengan
ketentuan-ketentuan ini.1
1
Buku Kompilasi Hukum Islam . Yogyakarta: Pustaka Widyatama 95-105
11
B. Fungsi Kompilasi Hukum Islam dalam bidang Perwakafan
a) Ditunjau dari segi pokok materi umum, ada beberapa pemikiran yang
telah dirumuska dalam KHI, diantaranya:
1) Mensejajarkannya dengan peraturan perwakafan dibidang
pertanahan
2) Menerbitkan administrasi perwakafan dengan adnya sionaris
pejanbat pembuat akta ikrar wakaf (PPAIW), penerbitan nadzir
melalui pendaftaran, penertiban ikrar wakaf dan penertiban yang
diwakafkan
3) Pertangung jawaban yang jealas yang diatur pada pasal 220 KHI
mengenai kewajiban dan hak nadzir. Hal ini di maksudkan untuk
menghindari ketidak pastian pengelolaan dan pemanfaatan
benda wakaf.
4) Pelenturan benda dan tujuan wakaf. Selama ini dipahami bahwa
perubahan tidak dapat dilakukan atas benda wakaf. KHI telah
melakukan modifikasi dalam masalah ini sebab ia telah
menyatakan perubahan atas benda wakaf yang meliputi dua hal,
yaitu perubahan lokasi dan tujuan yang harus dilakukan melalui
prosedure yang jelas.2
Meskipun ini merupakan suatu kemajuan yang sangat berarti bagi
hukum perdata islam secara umum, tapi KHI ini dalam hal perwakafan
masih perlu untuk dikaji lebih jauh. Setidaknya ada dua alaan yang
mendasari hal tersebut. Pertama, kalau dilihat dari materi, hukum wakaf
yang ada dalam buku perwakafan jauh lebih sederhana dari materi hukum
perwakafan. Kedua, apabila kita memperhatikan materi hukum wakaf
yang
2
M. Yahya Harahap, Informasi Materi Kompilasi Hukum Islam: Mempositifkan
Abstraksi Hukum Islam. (Cet. I; Jakarta: Cv. Logos Wacana Ilmu, 1999), 28-29
12
ada dalam KHI lalu membandingkannya dengan PP.No.28 Tahun 1977
serta peraturan menteri agama No.1 Tahun 1978, mka kita kan menemui
bahwa KHI seakan-akan hanya merupakan duplikasi atas PP No.28 tahun
1977 yang disertai dengan beberapa perubahan ringan dalam teks dan
pasal. Misalnya, kita “tanah milik” diubah menjadi “tanah wakaf”. Ini
merupakan ekspresi dari sifat konservatisme Kompilasi Hukum Islam.3
Wakaf dalam bahasa Arab (waqf), dalam bentuk jamaknya atau plural
bahasa Arab awqaf adalah perbuatan yang dilakukan wakif (pihak yang
melakukan wakaf) untuk menyerahkan sebagian atau keseluruhan harta benda
yang dimilikinya untuk kepentingan ibadah dan kesejahteraan masyarakat islam
untuk selama-selamanya.
13
(wakif) tanpa imbalan1
1. Dasar Hukum Wakaf
Adapaun yang mendasari diperbolehkannya wakaf ialah Al-Qur‟an
dan sunnah2 . Firman Allah mengenai wakaf ialah QS. Ali-„Imran : 92
لَ ْن تَنَالُوا ْالبِ َّر َح ٰتّى تُ ْنفِقُوْ ا ِم َّما تُ ِحبُّوْ نَ َۗو َما تُ ْنفِقُوْ ا ِم ْن َش ْي ٍء فَا ِ َّن هّٰللا َ بِ ٖه َعلِ ْي ٌم
Wakaf untuk amal kebaikan, yang ditujukan untuk semacam amal sosial.
Wakaf jenis kedua inilah yang banyak terdapat dimana-mana dalam berbagai
jenis amal kebaikan. Wakaf ini amat besar faedahnya kepada masyarakat
umum dalam bidang jaminan sosial dan bidang-bidang lain, yang bertujuan
mulia yang jarang ada dalam sejarah umat-umat lain.
13
Ridwan Jamal. Hukum Perwakafan Kompilasi Hukum Islam Dalam Sorotan,
dalam Jurnal Academia, 10
4
Tim El-Madani, Tata Cara Pembagian Waris dan Pengaturan Wakaf, Cet. Ke-1, (Yogyakarta:
Pustaka Yustisia, 2014), hal.101-102.
14
3) Pendapat Fuqaha
Namun para ahli fikih dalam tataran pengertian wakaf yang lebih rinci saling
bersilang pendapat. Sehingga mereka berbeda pula dalam memandang hakikat
wakaf itu sendiri, baik ditinjau dari aspek kontinyuitas waktu (ikrar), dzat yang
diwakafkan (benda wakaf), pola pemberdayaan dan pemanfaatan harta wakaf.
Untuk itu, pandangan para ulama yang terkait dengan wacanawacana tersebut
akan diuraikan sebagai berikut;
15
boleh disyaratkan sebagai wakaf kekal selamanya.
2
Kementerian Agama Republik Indonesia, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Islam, Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Tahun 2013.
16
terhalang
3
Abd. Shomad, Hukum Islam; Penormaan Prinsip Syariah dalam hukum Indonesia, Cet. 1, (Jakarta:
Kencana, 2010), hal. 23.
4
Miftahul Khairi, Ensiklopedi Fiqih Muamalah dalam Pandangan 4 Madzhab, Cet ke-. 1,(Jakarta:
Maktabah Al-hanif, 2009), hal. 443.
17
Adapun syarat sahnya wakaf yaitu;
1) Orang yang mewakafkan harus sepenuhnya berhak untuk menguasai
benda yang akan diwakafkan. Waqif juga harus mukallaf (aqil baligh)
dan atas kehendak sendiri, tidak dipaksa oleh orang lain;
2) Benda yang diwakafkan harus kekal zatnya. Hal itu berarti ketika timbul
manfaatnya, zat barang tidak rusak. Hendaklah wakaf itu disebutkan
dengan terang dan jelas kepada siapa diwakafkan;
3) Penerima wakaf hendaknya orang yang berhak memiliki sesuatu maka
tidak sah wakaf kepada hamba sahaya;
4) Ikrar wakaf dinyatakan dengan jelas, baik dengan tulisan maupun lisan;
5) Tunai, dan tidak ada khiyar, karena wakaf berarti memindahkan milik
waktu.5
5
Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal Watamwil, Cet.ke-1, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), hal.
217.
18
a. Tanggung jawab kepada Allah SWT yaitu atas perilaku
perbuatannya, apakah sesuai atau bertentangan dengan
aturan-aturanNya.
b. Tanggung jawab Kelembagaan yaitu tanggung jawab
kepada pihak yang memberikan wewenang (lembaga yang
lebih tinggi).
c. Tanggung jawab Hukum yaitu tanggung jawab yang
dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan hokum yang
berlaku.
d. Tanggung jawab Sosial yaitu tanggung jawab yang terkait
dengan moral masyarakat.
3) Asas Profesional Manajemen
Manajemen wakaf menempati pada posisi paling urgen dalam
dunia perwakafan. Karena yang paling menentuka benda wakaf itu lebih
bermanfaat atau tidak tergantung pada pola pengelolaan, bagus atau
buruk. dalam asas profesional manajemen ini harus memiliki/mengikuti
sifat-sifat Nabi yaitu:
a. Amanah (dapat dipercaya).
b. Shiddiq (jujur).
c. Fathanah (cerdas/brilian).
d. Tabligh (menyampaikan informasi yang tepat dan benar).
4) Asas Keadilan Sosial
Penegakan keadilan sosial dalam islam merupakan kemurnian dan
legalitas agama. Orang yang menolak prinsip keadilan sosial ini dianggap
sebagai pendusta agama (QS. 147/ Al-Ma‟un). Substansi yang terkandung
dalam ajaran wakaf ini sangat tampak adanya semangat menegakkan
keadilan sosial melalui pendermaan harta untuk kebajikan umum.
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kompilasi Hukum Islam adalah ketentuan hukum Islam yang
ditulis dan disusun secara sistematis menyerupai peraturan perundang-
undangan untuk sedapat mungkin diterapkan seluruh umat Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah di bidang yang telah diatur Kompilasi
Hukum Islam.
20
DAFTAR PUSTAKA
Mempositifkan Abstraksi Hukum Islam. (Cet. I; Jakarta: Cv. Logos Wacana Ilmu,
1999)
(Jakarta: Kencana)
Maktabah Al-hanif)
21