Anda di halaman 1dari 14

JDVA Volume 1, Nomer 1, April 2020

PEMERIKSAAN KUALITAS HIDUP PASIEN KUSTA TIPE MULTIBASILER


DENGAN DISABILITY GRADE 0 DAN 2
Mazaya Atif *, Santosa Basuki*, Dhelya Widasmara*

Abstrak

Penyakit kusta atau lepra merupakan penyakit menular, kronis, diakibatkan oleh Mycobacterium leprae. Penyakit lepra menyerang
saraf tepi, kulit, dan jaringan tubuh lainnya selain susunan saraf pusat. Selain mengakibatkan kecacatan fisik, kusta juga berdampak
pada psikosial penderita. Dua pasien berumur 24 tahun dan 21 tahun menderita penyakit kusta tipe multibasiler dengan disability
grade 0 dan grade 2. Dilakukan evaluasi kualitas hidup dengan cara pengisian kuesioner DLQI dan Skindex-16. Hasil dari evaluasi
terhadap kedua pasien dengan DLQI, terlihat skor DLQI jauh lebih besar pada pasien penderita kusta dengan derajat kecacatan 2
sedangkan hasil evaluasi dengan Skindex-16 terdapat perbedaan yang tidak signifikan antara derajat 0 dan dan derajat 2. Pada
skindex-16 yang lebih banyak dinilai adalah kondisi psikososial dibandingkan yang berhubungan dengan aktifitas fisik. Perbedaan
jenis evaluasi antara DLQI dan Skindex-16 mempengaruhi nilai kualitas hidup pada kedua pasien. Dari laporan kasus ini didapatkan
ternyata penderita kusta dengan derajat kecacatan 0 mengalami masalah psikologi yang tidak jauh berbeda dengan penderita kusta
dengan derajat kecacatan 2. Dari evaluasi kualitas hidup pasien kusta dengan derajat kecacatan 0 dan derajat kecacatan 2 masing-
masing pasien punya beban psikologis yang hampir sama. Keluhan pada penderita kusta tidak hanya melibatkan fisik, namun juga
berdampak pada kualitas hidup pasien dan keluarganya, baik dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan psikologis. Selain kecacatan,
kondisi mental dan rasa percaya diri pasien penderita kusta juga berperan dalam meningkatkan kualitas hidup.
Kata kunci : Morbus Hansen, lepra, DLQI, Skindex-16, multibasiler, kusta

QUALITY OF LIFE EXAMINATION OF LEPROSY PATIENTS TIPE MULTIBACILLARY WITH


DISABILITY GRADE 0 AND 2
Mazaya Atif *, Santosa Basuki*, Dhelya Widasmara*

Abstract

Morbus Hansen or leprosy is a chronic, contagious disease caused by Mycobacterium leprae. Leprosy attacks the peripheral nerves,
skin, and other body tissues besides the central nervous system. Beside to causing physical disability, leprosy also has an impact on
patients' psychology. Two patients aged 24 years and 21 years suffered from multibacillary type leprosy with grade 0 and grade 2
disability. Quality of life was evaluated by filling out the DLQI and Skindex-16 questionnaires. The results evaluation of the two patients
with DLQI, seen DLQI scores are much higher in patients with leprosy with degrees of disability grade 2 while the results of the
evaluation with Skindex-16 there is no significant difference between degrees 0 and degrees 2. In Skindex-16, which is more valued
is a psychosocial condition better than physical activity. The different types of evaluation between DLQI and Skindex-16 affect the
value of quality of life in both patients. From this case report, it was found that leprosy patients with 0 degree of disability experienced
psychological problems which were not much different from leprosy patients with 2 degrees of disability. same. Complaints in people
affected by leprosy do not only involve physical, but also have an impact on the quality of life of patients and their families, both in
social, economic, and psychological life. In addition to disability, the mental condition of leprosy patients also play a role in improving
quality of life.
Keywords: Morbus Hansen, leprosy, DLQI, Skindex-16, multibacillary

* Department Dermatologi dan Venereologi Universitas Brawijaya/ RS Dr. Saiful Anwar Jalan Jaksa Agung Suprapto no 2, Malang

E-mail: mazayaatif@gmail.com
27
JDVA Volume 1, Nomer 1, April 2020
Pendahuluan diterima di keluarganya dan di lingkungan
Kusta merupakan penyakit menular, masyarakat.3 Hal-hal tersebut yang kemudian
penyebabnya adalah bakteri Mycobacterium akan mempengaruhi tingkat kualitas hidup
leprae. Kusta ditandai oleh keterlibatan kulit dan pasien kusta.2
neurologis, yang bila dibiarkan dan tidak diobati Menurut World Health Organization (WHO)
dapat berkembang menjadi penyebab kualitas hidup diartikan sebagai persepsi
kecacatan fisik yang signifikan.yang akan individu tentang posisi dirinya dalam kehidupan,
berdampak pada kesejahteraan psikologis konteks budaya dan sistem nilai yang dimiliki,
pasien dan sering dikaitkan dengan stigma.1 yang berhubungan dengan harapan, tujuan,
Menurut WHO pada Weekly minat, dan standar hidup. Hal tersebut juga
Epidemiological Report tentang kusta tahun merupakan konsep yang luas yang melibatkan
2010, terdapat kasus baru kusta di Indonesia keadaan psikologis, kesehatan fisik, derajat
sebanyak 17.260 selama tahun 2009, dengan ketidakbergantungan, sosial, kepercayaan, dan
kasus kusta tipe Multi Basiler (MB) sebanyak hubungannya dengan lingkungan. Pengertian
14.227 kasus. Dari data kasus kusta baru pada tersebut mencerminkan bahwa kualitas hidup
tahun 2009 tersebut, kaum perempuan mengacu pada penilaian subyektif yang
menderita kusta sebanyak 6.887 kasus, tertanam dalam konteks sosial, lingkungan, dan
sedangkan 2.076 kasus diderita oleh anak- budaya.4
anak. Dalam laporan kasus ini, kuesioner dari
Klasifikasi cacat dalam WHO (1980) DLQI (the Dermatology Life Quality Index) dan
sebagai berikut: impairment, disability, dan Skindex-16 digunakan untuk mengevaluasi
handicap. Sedangkan klasifikasi cacat bagi pasien kusta Multibasiler dengan derajat
penderita kusta menurut WHO Expert Comittee kecacatan 0 dan derajat kecacatan 2 terhadap
on Leprosy dalam laporan yang dimuat dalam kehidupan sehari-hari, menganalisis kualitas
WHO Technical Report Series No. 607 antara hidup mereka.
lain: Tingkat 0, tingkat 1, tingkat 2. 2
Pada penderita kusta selain masalah Kasus
medis yang menonjol terdapat juga masalah Pada laporan kasus pasien pertama,
psikososial yang timbul. Hal ini dikarenakan Seorang pria, usia 24 tahun, datang ke Poliklinik
oleh adanya stigma dan leprofobi yang banyak Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Daerah
dipengaruhi oleh berbagai paham dan informasi Saiful Anwar (RSSA) Malang dengan keluhan
yang tidak tepat terkait penyakit kusta. Sikap utama bercak kemerahan dan bercak putih
dan perilaku masyarakat yang negatif dapat tersebar pada wajah, badan dan kedua tangan
menyebabkan penderita kusta merasa tidak . Pasien mengeluh timbul bercak putih yang

28
JDVA Volume 1, Nomer 1, April 2020
mulai muncul sejak 3 bulan yang lalu. Bercak kuman BTA/10 lapang pandang (+4), dan pada
awalnya muncul pada punggung tangan kanan, lesi di antebrachii dekstra didapati 10-100
kemudian muncul di ibu jari tangan kanan. kuman BTA/1 lapang pandang (+4) fragmented.
Setelah itu mulai muncul bercak kemerahan ). Indeks bakteriologis didapatkan +4 dan
juga tersebar pada wajah dan badan. Selain indeks morfologis 80%.
bercak pada kulit, pasien juga mengeluh sering Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
kesemutan pada kedua telapak tangan dan pemeriksaan penunjang, pasien
dirasakan sejak 1 bulan lalu. Keluhan demam, didiagnosis Morbus Hansen Multibasiler.
kulit terasa kering, penglihatan kabur, nyeri Berdasarkan derajat kecacatan World Health
pada mata, mata merah, kerontokan alis mata Organization (WHO) termasuk derajat
disangkal. kecacatan 0.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan Pada pasien ini dilakukan evaluasi nilai
keadaan umum penderita baik, kesadaran Dermatology Life Quality Index (DLQI) dan
kompos mentis, berat badan saat ini 62 kg. skindex-16 dengan cara pengisian kuesioner
Tekanan darah 110/80 mmHg, denyut nadi DLQI dan skindex-16.
82x/menit, frekuensi pernafasan 20 x/menit, Pada laporan kasus pasien kedua,
temperatur aksila 36,50C. Pada pemeriksaan Seorang pria usia 21 tahun telah didiagnosis
status generalis juga tidak didapatkan kelainan. menderita Morbus Hansen tipe Multibasiler
Pada pemeriksaan kekuatan otot dan sejak Juni 2017 dan mendapatkan pengobatan
palpasi saraf tidak didapatkan penurunan MDT MB sejak Juni 2017. Saat ini pasien
kekuatan pada nervus ulnaris, nervus mengeluh kelemahan dan kekakuan telapak
medianus, nervus peroneus communis dan dan jari pada kedua tangan. Keluhan
nervus tibialis posterior. Pada pemeriksaan kelemahan dirasakan sejak 5 bulan sebelum
palpasi saraf didapatkan penebalan pada pasien memulai pengobatan rutin. Sedangkan
nervus ulnaris dekstra dan sinistra. kekakuan pada kedua tangan mulai dirasakan
Pemeriksaan sensoris rasa raba pada telapak sejak 1 tahun pengobatan dan semakin lama
tangan dan kaki tidak didapatkan kelainan. dirasakan semakin parah. Pasien juga
Hasil pemeriksaan laboratorium darah mengeluhkan kulit terasa kering .
hematologi darah lengkap didapatkan dalam Pasien awalnya mengeluhkan jari
batas normal. kelingking tangan kanan terasa lemah dan
Pada pasien dilakukan pemeriksaan slit kaku dan kemudian jari-jari lain ikut terasa kaku
skin smear dari cuping telinga kanan dan setelah itu jari-jari tangan kiri juga mengalami
didapatkan hasil 100-1000 kuman BTA/1 keluhan serupa. Pasien juga mengeluhkan
lapang pandang (+5), cuping telinga kiri 10-100 adanya bercak di kulit yang mati rasa

29
JDVA Volume 1, Nomer 1, April 2020
bersamaan dengan keluhan kekakuan di Pemeriksaan fisik status generalis
tangan kanan. Riwayat adanya trauma di didapatkan keadaan umum pasien tampak baik
lengan dan tangan kanan disangkal. dan kesadaran kompos mentis. Tanda-tanda
Pasien setelah selesai SMP tidak vital dalam batas normal : tekanan darah
melanjutkan sekolah lagi karena sudah 110/70, nadi 88 x/menit, pernafasan 20 x/menit,
mengalami keluhan lemah pada tangan, sehari- suhu 36,8⁰C. Berat badan 56 kg. Didapatkan
hari pasien hanya dirumah dan tidak bekerja. kelainan pada tangan kanan dan tangan kiri
Pasien mengeluh kesulitan mengangkat barang yakni claw hand.
dengan jari tangan misalnya mengankat ember Pada status dermatologi, di regio fasialis
dan membawa mangkok terutama dengan dextra dan sinistra, brachialis dextra dan
tangan kanan maupun tangan kiri. Pasien juga sinistra, antebrachii dextra dan sinistra
mengeluh sering terkena luka pada tangan dan didapatkan patches hiperpigmentasi batas tidak
kaki karena mati rasa. Pasien juga mengeluh tegas, bentuk ireguler, ukuran bervariasi. Pada
pada betis bagian depan kulit dirasakan kering trunkus posterior secara tersebar didapatkan
dan sering menjadi luka saat tergesek. macula hiperpigmntasi batas tegas, multiple.

Gambar 1. Pemeriksaan Dermatologi Ekstremitas Superior.

30
JDVA Volume 1, Nomer 1, April 2020
Pada pemeriksaan kekuatan otot dan lapang pandang (+3) fragmented (Gambar 12).
palpasi saraf didapatkan penurunan kekuatan Indeks bakteriologis didapatkan +3 dan indeks
pada nervus ulnaris dan nervus medianus. morfologis 50%.
Pada pemeriksaan palpasi saraf didapatkan Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
penebalan pada nervus Auricularis magnus, dan pemeriksaan penunjang, pasien
nervus ulnaris dekstra sinistra dan nervus didiagnosis Morbus Hansen Multibasiler.
common peroncal. Berdasarkan derajat kecacatan World Health
Hasil pemeriksaan laboratorium darah Organization (WHO) termasuk derajat
hematologi darah lengkap didapatkan dalam kecacatan 2.
batas normal. Pada pasien kedua ini juga dilakukan
Pada pasien dilakukan pemeriksaan slit evaluasi nilai Dermatology Life Quality Index
skin smear dari cuping telinga kanan dan (DLQI) dan skindex-16 dengan cara pengisian
didapatkan hasil 1-10 kuman BTA/1 lapang kuesioner DLQI dan skindex-16. Hasil
pandang (+3), cuping telinga kiri 1-10 kuman penjumlahan skor DLQI dan skindex-16 akan
BTA/10 lapang pandang (+3), dan pada lesi di dibandingkan dengan pasien Morbus hansen
antebrachii dekstra didapati 1-10 kuman BTA/1 tipe multibasiler dengan derajat kecacatan 0.

Tabel 1. Perbandingan skor DLQI antara pasien MHMB dengan derajat kecacatan 0 dan derajat kecacatan
2

31
JDVA Volume 1, Nomer 1, April 2020

Tabel 2. Perbandingan skor Skindex-16 antara pasien MHMB dengan derajat kecacatan 0 dan derajat
kecacatan 2

Pembahasan utama yaitu adanya bercak kulit dan lesi kulit


Penyakit lepra atau kusta merupakan suatu yang mati rasa, penebalan saraf, dan
penyakit kronis granulomatosa, penyebabnya ditemukannya BTA pada pemeriksaan hapusan
adalah Mycobacterium leprae, yang mengenai sayatan kulit.
saraf perifer dan kulit, serta jaringan lain seperti Penyakit kusta secara umum dapat
mata, mukosa traktus penapasan, otot dan diklasifikasikan menurut klasifikasi WHO dan
tulang. Berdasarkan laporan World Health klasifikasi Ridley and Jopling. Who membagi
Organization (WHO) terdapat 213.899 kasus penyakit kusta menjadi 2 kelompok, yaitu tipe
baru kusta yang telah terdeteksi pada tahun pausibasiler (PB) dan multibasiler (MB). Tipe
2014 yang mencakup 121 negara di seluruh PB ditentukan dengan jumlah lesi 1-5,
dunia,.4 penebalan saraf tepi dengan gangguan fungsi
Penyakit kusta ditegakkan dengan adanya saraf hanya pada 1 cabang saraf dan BTA
3 tanda utama, yaitu adanya bercak kulit yang negatif. Untuk tipe MB ditentukan dengan lesi
mati rasa, adanya gangguan atau penebalan yang berjumlah lebih dari 5, penebalan saraf
pada saraf tepi yang dapat disertai dengan tepi disertai gangguan fungsi saraf lebih dari 1
gangguan fungsi saraf baik secara sensorik, cabang saraf dan BTA positif. Pada kedua
motorik atau otonom, dan ditemukannya basil pasien ini digolongkan dalam penyakit kusta
tahan asam (BTA) pada pemeriksaan hapusan tipe multibasiler (MB).5 Pada laporan kasus ini
sayatan kulit. Diagnosis dapat ditegakkan jika kedua pasien di diagnosa dengan penyakit
ditemukan salah satu dari tanda-tanda diatas.5 kusta tipe multibasiler dari kriteria WHO.
Pada kedua pasien ini didapatkan tanda-tanda

32
JDVA Volume 1, Nomer 1, April 2020
Penyakit lepra atau kusta dipengaruhi oleh pertama dengan terdapat bercak kulit merah
beberapa faktor seperti usia, sanitasi yang tersebar di wajah, badan dan tangan tanpa ada
kurang buruk, kebersihan individu, hygine, kecacatan dan satu pasien lain nya terdapat
daya tahan tubuh, dan keadaan sosial ekonomi. kecacatan pada kedua tangan. Kecacatan pada
Bakteri Mycobacterium Leprae ini dapat penderita kusta memberikan dampak psikis dan
menularkan melalui kontak langsung dengan fisik, dampak fisiknya adalah terganggunya
penderita, dan dapat masuk melalui kemampuan fungsional tubuh yang mengalami
pernapasan. Dalam jangka 14-21 hari kuman kecacatan, sedangkan dampak psikisnya
membelah dengan masa inkubasi sekitar 2-5 adalah munculnya permasalahan konsep diri
tahun. Gejala seseorang menderita penyakit pada pasien.7
kusta mulai muncul antara lain, bercak putih Dampak yang dapat terjadi pada penderita
pada kulit, merah, pada bagian anggota tubuh kusta dengan kecacatan atau (PCK)
rasa kesemutan hingga tidak berfungsi cenderung mengurangi kegiatan sosial dengan
sebagaimana mestinya. Penderita kusta lingkungan dan hidup menyendiri, penyakit
apabila tidak segera ditangani dengan cermat kusta dengan kecacatan akan mempengaruhi
dapat menimbulkan beberapa masalah seperti tingkat kualitas hidup penderita.8 Terdapat
masalah kecacatan terutama kecacatan pada penurunan kepercayaan diri pada penderita
mata tangan dan kaki.6 kusta dengan kecacatan, mereka merasa
Klasifikasi cacat bagi penderita kusta bahwa dirinya tidak bermanfaat dan berguna
menurut WHO Expert Comittee on Leprosy dimasyarakat, hal ini mempengaruhi kualitas
pada laporan yang terdapat dalam WHO hidup penderita kusta dan menyebabkan
Technical Report Series No. 607 antara lain: 1. terjadinya perilaku menarik diri dari lingkungan
Tingkat 0 (tidak terdapat gangguan sensibilitas sekitar.9
atau deformitas yang terlihat pada tangan, kaki Selain karena kecacatan, dampak
dan mata), 2. Tingkat 1 (terdapat gangguan psikologis pasien kusta juga berat dikarenakan
sensibilitas, tanpa ada kerusakan yang terlihat penilaian negatif masyarakat (stigma). Pada
pada kaki dan tangan. terdapat gangguan pada penyakit kusta, mempunyai kulit yang tampil
mata, tidak terdapat gangguan penglihatan berbeda dibandingkan dengan kulit sehat dan
yang berat. Visus 6/60 atau lebih baik), dan 3. akan mengundang reaksi dan perhatian orang
Tingkat 2 (ada deformitas pada kaki dan sekitar. Ketakutan akan tertular penyakit
tangan, visus kurang dari 6/60, terdapat berefek pada penderita dan keluarga penderita
gangguan penglihatan berat). mengalami perlakuan negatif, perilaku
Pada kasus ini satu pasien didagnosis diskriminatif, dan isolasi sosial yang juga akan
kusta dan baru menjalani pengobatan bulan

33
JDVA Volume 1, Nomer 1, April 2020
sangat mempengaruhi kualitas hidup bersifat ringan dan sederhana, DLQI banyak
penderita.10 digunakan pada praktek dan penelitian klinis.
Kualitas hidup itu sendiri bersifat Lewis dan Finlay melaporkan bahwa DLQI
multidimensi dan dipengaruhi oleh kesehatan merupakan kuesioner yang paling banyak
maupun beberapa aspek non medis. Dari sisi digunakan di bidang dermatologi dan dalam
penyakit yang dialami, kualitas hidup pasien penelitian pada pasien dengan penyakit kulit.
antara lain dapat dipengaruhi oleh diagnosis DLQI telah digunakan pada 32 negara dan
spesifik, derajat keparahan, lokasi lesi, dan sudah terdapat dalam 55 bahasa. Terdapat 202
terapi. Sementara dari aspek non medis, penelitian terhadap 33 penyakit yang
kualitas hidup pasien antara lain dipengaruhi berhubungan dengan gangguan kulit. Banyak
oleh usia, jenis kelamin, status sosioekonomi, penelitian di berbagai negara menunjukkan
status pernikahan, pekerjaan/karir profesional, kuesioner ini valid, reliabel, responsif terhadap
kepribadian, kebudayaan, dan pengalaman.11 perubahan.13
Pada laporan kasus kedua pasien sama-sama Dermatology Life Quality Index terdiri atas
berusia muda yaitu berumur 24 tahun dan sepuluh pertanyaan mengenai keluhan dan
berumur 21 tahun dan sama-sama belum perasaan, gejala pasien, aktivitas sehari-hari,
menikah, terdiagnosis kusta sangat pekerjaan, kegiatan di waktu luang, hubungan
mengganggu kualitas hidup kedua pasien. personal, sekolah, dan terapi. Aspek gejala dan
Dengan banyaknya faktor yang perasaan terdiri atas dua pertanyaan (nomor 1
mempengaruhi, bisa saja pasien dengan dan 2), aspek aktivitas sehari-hari terdiri atas
penyakit kulit berat misalnya psoriasis memiliki dua pertanyaan (nomor 3 dan 4), aspek
kualitas hidup relatif baik, sementara pasien lain kegiatan di waktu santai terdiri atas dua
dengan ekzem ringan memiliki kualitas hidup pertanyaan (nomor 5 dan 6), aspek pekerjaan
relatif buruk. Sehingga penilaian kualitas hidup dan sekolah hanya terdiri atas satu pertanyaan
penting dilakukan ketika dicurigai terdapat (nomor 7), aspek hubungan personal terdiri
gangguan kualitas hidup dan ketika terapi tidak atas dua pertanyaan (nomor 8 dan 9), dan
memenuhi harapan pasien.12 aspek terapi terdiri atas satu pertanyaan (nomor
Dermatolgy quality life index (DLQI) 10).14
merupakan kuesioner penilai kualitas hidup Kedua pasien ini juga dilakukan pengisian
yang dapat diisi sendiri oleh pasien terdiri atas kuesioner DLQI dan dibandingkan antara
sepuluh pertanyaan dalam satu lembar kertas pasien kusta tipe multibasiler dengan derajat
dan memiliki waktu penyelesaian rata-rata 124 kecacatan 0 dan derajat kecacatan 2. Hasil nya
detik. Skor total DLQI diperoleh dengan cara adalah skor DLQI untuk derajat kecacatan 0
menjumlahkan nilai setiap pertanyaan. Karena adalah 9 dan skor DLQI untuk derajat

34
JDVA Volume 1, Nomer 1, April 2020
kecacatan 2 adalah 23. Pada kedua pasien ini pasien ini hanya terdapat sedikit perbedaan dari
terdapat perbedaan yang signifikan pada skor skor Skindex antara pasien kusta multibasiler
DLQI antara pasien kusta multibasiler dengan dengan kecacatan derajat 0 dan derajat 2 bila
kecacatan derajat 0 dan derajat 2. Pada pasien dibandingkan dengan DLQI dikarenakan pada
dengan derajat 2 skor DLQI nya tinggi skindex yang lebih banyak dinilai adalah kondisi
dikarenakan kedua tangan pasien sudah psikososial dibandingkan dengan yang
mengalami claw hand dan tidak dapat bekerja berhubungan dengan aktifitas fisik.15
dan sangat menggangu aktifitas, dibandingkan Perbedaan jenis evaluasi antara DLQI
dengan pasien kusta derajat kecacatan 0 dan Skindex-16 mempengaruhi nilai kualitas
pasien nya hanya terdapat gangguan psikologi hidup pada kedua pasien. Dari laporan kasus ini
tanpa gangguan untuk beraktifitas. didapatkan ternyata penderita kusta dengan
Kuesioner DLQI memang dinilai fokus pada derajat kecacatan 0 mengalami masalah
fungsi dan aktivitas pasien sehari-hari, psikologi yang tidak jauh berbeda dengan
sehingga aspek emosi dan kesehatan mental penderita kusta dengan derajat kecacatan 2.
tidak termasuk dalam cakupan. Hingga tahun Pada penderita kusta dengan derajat
2007, DLQI merupakan instrumen penilaian kecacatan 2, stress yang dialami nya
kualitas hidup yang spesifik untuk kelainan kulit merupakan masalah yang ditimbulkan dari
yang paling luas digunakan.11 Dan hasil skor kecacatan akan mempengaruhi tingkat kualitas
DLQI pada kedua pasien ini menunjukkan hidup penderita kusta. Kecacatan yang terjadi
semakin tinggi derajat kecacatan maka yaitu perubahan struktur tubuh, perubahan
semakin tinggi skor DLQI. bentuk tubuh, perubahan fungsi, penampilan
Selain penilaian kualitas hidup dengan yang berubah dan keterbatasan gerak
DLQI, kedua pasien ini juga dievaluasi dengan merupakan stressor pada penderita kusta.
penilaian kuesioner Skindex-16. Skindex-16 Penderita kusta dengan adanya perubahan
terdiri dari 16 pertanyaan yang menilai efek bentuk tubuh, struktur tubuh, keterbatasan
kognitif, efek sosial, keterbatasan fisik, depresi, gerak kemungkinan besar menyebabkan
takut, malu dan kemarahan pada pasien. Kedua individu tersebut kehilangan peran dalam
pasien ini juga dilakukan pengisian kuesioner kehidupannya. Hilangnya peran pada penderita
Skindex-16 dan dibandingkan antara pasien dengan kecacatan menjadi merasa tidak
kusta tipe multibasiler dengan derajat berguna, tidak berharga dan pada akhirnya
kecacatan 0 dan derajat kececacatan 2. Hasil mengucilkan diri. Penelitian menunjukkan
nya adalah skor Skindex untuk derajat bahwa terdapat hubungan yang signifikan
kecacatan 0 adalah 45 dan skor Skindex untuk antara harga diri dan kesehatan fisik.8
derajat kecacatan 2 adalah 56. Pada kedua

35
JDVA Volume 1, Nomer 1, April 2020
Pada penderita kusta dengan derajat dirinya dan hubungan sosial. Salah satu bagian
kecacatan 0, penyakit kusta juga menyebabkan dari konsep diri adalah identitas diri. Identitas
depresi, akibat stigma sosial dan stigma diri diri Menurut Tarwoto (2006) adalah kesadaran
yang tidak mudah dihilangkan. Stigma tentang akan dirinya sendiri yang bersumber dari
kusta membuat pasien tidak percaya diri dan observasi dan penilaian yang merupakan
menghindari lingkungan sekitar. Selain stigma sintesis dari semua aspek konsep diri sebagai
diri yang menyebabkan mereka mengucilkan satu kesatuan yang utuh. Penderita yang
diri dari kehidupan sosial, penyakit kusta juga mengalami gangguan fisik pada tubuhnya
menyebabkan mereka kecewa, putus asa, dikarenakan menderita penyakit kusta akan
marah, merasa pupusnya impian dan cita- mengalami krisis identitas. Krisis identitas ini
citanya.16 sangat berpengaruh untuk masa depan.
Pada penderita kusta baik yang mengalami Merupakan krisis yang paling berat dan
derajat kecacatan 0 ataupun derajat kecacatan berbahaya karena penyelesaian yang gagal
2 gangguan terhadap stres banyak terjadi. dari krisis identitas itu.17,18
Dukungan dan peran yang bersinambungan Persepsi lingkungan dan masyarakat
dari petugas kesehatan dan keluarga, sangat terhadap penderita kusta secara tidak langsung
penting untuk menimbulkan rasa percaya diri juga mempunyai pengaruh terhadap persepsi
serta menghilangkan stigma diri, sehingga diri penderita. Penderita merasa bahwa mereka
kualitas hidup pasien kusta menjadi lebih baik. merupakan orang yang tidak berguna karena
Peran keluarga sangat berperan untuk memiliki cacat secara fisik dan diri mereka hina
mengurangi stigma diri, namun stigma social sehingga dikutuk oleh Tuhan. Dampak sosial
sulit dirubah dan tetap melekat pada semua lain terhadap penderita kusta yang timbul
penderita. Sosialisasi penyakit kusta kepada dimasyarakat adalah masyarakat takut tertular
masyarakat diperlukan secara terus menerus penyakit kusta, sehingga masyarakat
agar stigma sosial dapat dihilangkan dan mengucilkan, cenderung menolak penderita
kualitas hidup pasien kusta menjadi lebih baik.16 kusta, dipaksa bersembunyi, dikeluarkan dari
Pada penderita kusta mempunyai banyak tempat kerja atau sekolah, ditolak hasil produksi
masalah yang dihadapi, baik dari diri sendiri, yang mereka hasilkan dan tidak mendapatkan
masyarakat, dan keluarga, yang berpengaruh pekerjaan.19
terhadap aspek psikis penderita kusta seperti Dari Hasil penelitian Reny (2016)
konsep diri yang akan mempengaruhi dalam menunjukkan bahwa responden penderita
kehidupan sosial. Konsep diri adalah semua kusta sebagian besar memiliki kualitas hidup
pikiran, ide, kepercayaan, dan keyakinan yang dalam kategori kurang. Untuk mencapai
merupakan pengetahuan individu tentang kualitas hidup yang optimal maka seseorang

36
JDVA Volume 1, Nomer 1, April 2020
harus dapat menjaga pikiran, kesehatan tubuh keyakinan pribadi, belajar, berpikir, Konsentrasi
dan jiwa sehingga seseorang dapat melakukan dan memori mempengaruhi psikologis pasien
semua aktivitas tanpa hambatan. Menjaga kusta. Pada penderita kusta hubungan pribadi,
kesehatan merupakan salah satu upaya aktivitas seksual dan dukungan sosial,
mencapai kualitas hidup yang baik, sehingga termasuk dalam aspek hubungan sosial. Aspek
apabila terdapat gangguan pada kesehatan Lingkungan dijabarkan antara lain:
dapat berakibat menurunkan derajat kualitas kenyamanan fisik, sumber daya keuangan,
hidup, sama halnya dengan pasien kusta keamanan, kebebasan, kepedulian sosial,
dengan kecacatan menyebabkan kondisi sakit lingkungan rumah, partisipasi dan kesempatan
yang menimbulkan hambatan fisik, keluhan untuk rekreasi dan keterampilan baru, peluang
nyeri, kelemahan dan perubahan suhu tubuh untuk memperoleh informasi dan keterampilan
sehingga menimbulkan perasaan gelisah, putus baru, lingkungan fisik (populasi atau kebisingan
asa, cemas dan mengakibatkan depresi. atau lalu lintas atau iklim) dan transportasi.20
Menjaga kesehatan merupakan salah satu Penyakit lepra atau kusta merupakan salah
upaya mencapai kualitas hidup yang baik, satu penyakit menular yang menimbulkan
Untuk responden dengan kualitas hidup cukup banyak masalah yang kompleks, tidak hanya
berdasarkan data kuesioner paling banyak dari segi kesehatan, tetapi meluas sampai
mereka yang “memiliki vitalitas cukup untuk masalah sosial dan masalah ekonomi.
beraktivitas sehari-hari adalah menjawab Masyarakat masih memberikan stigma negatif
sedang dan sering sekali” ini menunjukkan pada penderita, mereka mengatakan penyakit
bahwa vitalitas cukup untuk beraktivitas sehari- kusta adalah penyakit kutukan, beberapa
hari yang dimiliki responden dengan kualitas masyarakat menganggap penyakit ini adalah
hidup cukup ini mengalami peningkatan atau penyakit yang menakutkan dan harus dijauhi.
tidak mengalami gangguan yang cukup parah Stigma negatif masyarakat mengakibatkan
atau kondisi sakit yang akan menimbulkan masalah psikososial pada para penderita kusta.
ketidaknyamanan fisik, perubahan suhu tubuh, Penyakit kusta merupakan penyakit infeksi
keluhan nyeri, dan kelemahan yang ada akan yang berlangsung lama, penyakit ini menyerang
menimbulkan perasaan gelisah, cemas, putus saraf perifer, kulit, dan jaringan tubuh selain
asa, belum sepenuhnya mengalami gangguan susunan saraf pusat, sehingga apabila tidak
sehingga mereka masih memiliki kesempatan ditangani dengan cermat dapat menyebabkan
untuk beraktualisasi.19 kecacatan dan menjadi gangguan bagi
Pada penderita kusta tampilan dan bentuk penderita kusta dalam menjalani kehidupannya.
tubuh, perasaan positif, perasaan negatif, Intensitas interaksi sosial berkurang pada
spiritualitas agama, penghargaan diri atau

37
JDVA Volume 1, Nomer 1, April 2020
penderita kusta, khususnya untuk dimensi kerja signifikan lebih parah dibandingkan dengan
sama dan daya saing di lingkungan.21 populasi umum. Stigma dan diskriminasi yang
Dampak psikologis kusta sama beratnya terjadi menyebabkan tingginya persentase
dengan deformitas fisik yang dialami pasien penderita kusta yang merasa putus asa dan
kusta. Ketakutan yang berhubungan dengan kemungkinan dapat timbul ide untuk bunuh
kegagalan terapi setelah menjalani terapi diri.23
jangka panjang dan tingginya angka kejadian Pada Laporan kasus ini kedua pasien
reaksi serta relaps menyebabkan dilakukan evaluasi kualitas hidup dengan
keterlambatan pelaporan diri. Persepsi diri kuesioner DLQI dan Skindex-16. Hasil dari
berperan penting dalam mempengaruhi evaluasi dengan DLQI terlihat skor DLQI jauh
kehidupan sosial seseorang, dalam hal ini lebih besar pada pasien penderita kusta
hubungan dengan sesama manusia, prestasi dengan derajat kecacatan 2 sedangkan hasil
belajar, dan prospek pekerjaan. Penampilan evaluasi dengan Skindex-16 terdapat
wajah, merupakan aspek yang penting dalam perbedaan yang tidak signifikan antara derajat
persepsi penampilan tubuh, sehingga 0 dan dan derajat 2. Dari evaluasi kualitas hidup
kerusakan wajah menyebabkan terjadi pasien kusta dengan derajat kecacatan 0 dan
psikopatologi, yakni hilangnya rasa percaya diri derajat kecacatan 2 masing-masing pasien
dan perasaan kekurangan dalam diri. Pasien punya beban psikologis yang hampir sama.
kusta dengan deformitas yang tampak pada Keluhan pada penderita kusta tidak hanya
wajah dan ekstremitas memiliki risiko yang melibatkan fisik, namun juga berdampak pada
tinggi terjadinya masalah psikologis, khususnya kualitas hidup pasien dan keluarganya, baik
kecemasan, kepercayaan diri yang rendah, dan dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan
depresi. Masalah tersebut kemudian ditambah psikologis. Selain kecacatan, kondisi mental
lagi dengan adanya penolakan dari komunitas. dan rasa percaya diri pasien penderita kusta
Bahkan anggota keluarga dan kontak sosial juga berperan dalam meningkatkan kualitas
yang dekat tidak mau berhubungan dengan hidup.
pasien kusta karena khawatir akan tertular.22
Stigma kusta mempengaruhi kesehatan Daftar Pustaka
mental dan kualitas hidup pasien kusta. 1. Van Brakel, Wim H., et al. Disability in
Berbagai studi menunjukkan bahwa penderita people affected by leprosy: the role of
kusta memiliki angka kejadian yang tinggi impairment, activity, social participation,
terjadi masalah psikiatri dibandingkan dengan stigma and discrimination. Global health
pasien penyakit lain atau populasi umum. action, 2012, 5.1: 18394.
Depresi yang dialami penderita kusta secara

38
JDVA Volume 1, Nomer 1, April 2020
2. Kosasih, A, et al., Kusta. Dalam: Djuanda, 9. Budayatna, M & Ganiem, Leila Mona.
A., Hamzah, M., Aisah, S. (eds). Ilmu Teori Komunikasi Antar Pribadi. Jakarta:
Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima. Prenada. 2011
Edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit 10. Rensen C, Bandyopadhyay S, Gopal PK,
FKUI,2008, 73-88. Vanbrakel WH. Measuring leprosy-related
3. Kurniato, J.Faktor-faktor risiko yang stigma – a pilot study to validate a toolkit
berhubungan dengan kecacatan of instruments. 2010
penderita kusta di kabupaten Tegal. 2006. 11. Both H, Essink-Bot M, Busschbach J,
Diperoleh dari: Nijsten T. Critical review of generic and
http://eprints.undip.ac.id/14286/1/2002MI dermatology-specific health-related
KM1809.pdf quality of life instruments. J Invest
4. World Health Organization. Global Dermatol. 2007;127:2726-40.
Leprosy: update on the 2012 situation. 12. Cranenburgh O, Prinsen C, Sprangers M,
Weekly epidemiological Record. Spuls P, Korte Jd. Health-related quality-
2013;35(88): 365-80 of- life assessment in dermatologic
5. Kumar B, Kar KH. IAL Textboook of practice: Relevance and application.
Leprosy (Indian Association Of Dermatol Clin 2012;30:323-32.
Leprologists). 2nd edition. New Delhi: 13. Basra M, Fenech R, Gatt R, Salek M,
Jaypee Brothers Medical Publisher. 2015 Finlay A. The Dermatology Life Quality
6. Kunoli J. Firdaus. Pengantar Epidemologi Index 1994–2007: a comprehensive
Penyakit Menular : Untuk Mahasiswa review of validation data and clinical
Kesehatan Masyarakat. Jakarta : TIM. results. Br J Dermatol. 2008;159:997-
2013 1035.
7. Najmuddin, M. Konsep Diri Mantan 14. Lewis V, Finlay A. 10 years experience of
Penderita Kusta Melalui Komunikasi Antar the Dermatology Life Quality Index (DLQI).
Pribadi. Makassar. 2013 J Investig Dermatol Symp Proc
8. Pratama, Saddam Emir. Tingkat kualitas 2004;9:169 –80.
hidup pasien kusta yang datang berobat 15. Chren, Mary-Margaret, et al. "Improved
ke RSU Dr. Pirngadi Medan September- discriminative and evaluative capability of
Oktober 2011. a refined version of Skindex, a quality-of-
http://repository.usu.ac.id/handle/12345 life instrument for patients with skin
6789/31135. diseases." Archives of dermatology
133.11 (1997): 1433-1440.

39
JDVA Volume 1, Nomer 1, April 2020
16. Menaldi, Sri Linuwih SW. The Quality of 20. Rapley, Mark. Quality of Life Research A
Life of Leprosy Patients in Critical Introduction. London: SAGE
Dermatovenereology Polyclinic of Dr. Publications, Inc. 2006
Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta: 21. Azizah, N. Analisis Dampak Penyakit
Study on Social Stigma. eJournal Kusta terhadap Interaksi Sosial Penderita
Kedokteran Indonesia, 2019. di Kecamatan Brondong, Lamongan.
17. Sutrisno, F.I. Hubungan Antara Dimensi Paper Statistika ITS. 2011
Konsep Diri Dengan Interaksi Sosial Pada 22. Ladhani S. Leprosy disabilities: the impact
Penderita Kusta Di Rsud Kusta Donorojo of multidrug therapy (MDT). Int J Dermatol
Jepara. 2012 1997; 36: 561-72
18. Tarwoto & Wartonah. Kebutuhan Dasar 23. Tsutsumi A, Izutsu T, Islam A, Maksuda
Manusia Dan Proses Keperawatan. Edisi AN, Kato H, Wakai S. The quality of life,
Ke-3. Jakarta: Salemba Medika. 2006 mental health, and perceived stigma of
19. Nugraheni, Reny. "Analisis Konsep Diri leprosy patients in Bangladesh. Soc Sci
Terhadap Kualitas Hidup Penderita Kusta Med 2007; 64: 2443-53.
Yang Mengalami Kecacatan Di Rumah
Sakit Kusta Kediri." PREVENTIA 1.2
(2016).

40

Anda mungkin juga menyukai