Anda di halaman 1dari 61

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

PADA UKS PONDOK PESANTREN

Dosen Pembimbing :
Priyoto, S.Kep.,Ners.,M.Kes

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 1:
1. Deliana Kurniawati 202002068
2. Erik Sulistyo D 202002071
3. Maretha Zilda 202002079
4. Mauna Gia 202002080
5. Mutiaranie P 202002084
6. Pingky Puspita S 202002092
7. Putri Rahma D 202002093
8. Risma Febriana 202002096
9. Viska Yayan 202002105
10. Zulfan Fathan H 202002109

KELAS 6B KEPERAWATAN
  
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI HUSADA MULIA
MADIUN
2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan
tugas makalah ini dengan tepat waktu. Makalah ini penulis susun untuk memenuhi
tugas mata kuliah Komunitas dengan judul ”UKS Pesantren”
Dalam penyusunan makalah ini penulis juga memperoleh bantuan, dorongan
serta pengarahan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
bapak pembimbing kami serta semua teman yang ikutserta dalam penyusunan
makalah ini
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
banyak kekurangan, kelemahan, serta keterbatasan. Untuk itu penulis mengharap
kritik dan saran yang bersifat membangun guna kemajuan dari makalah ini.

Madiun, Juni 2023

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i


KATA PENGANTAR.............................................................................................. ii
BAB I ...................................................................................................................... iii
PENDAHULUAN.................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................... 2
C. Tujuan ................................................................................................. 3
D. Manfaat ............................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN TEORI .................................................................................. 5
A. Pengertian Pesantren .......................................................................... 5
B. Peran Pesantren .................................................................................. 8
C. Fungsi Pesantren ................................................................................ 11
D. Pos Kesehatan Pesantren ................................................................... 12
E. Definisi Pos Kesehatan Pesantren ..................................................... 14
F. Tujuan Pos Kesehatan Pesantren........................................................ 14
G. Fungsi Pos Kesehatan Pesantren ....................................................... 15
H. Manfaat Pos Kesehatan Pesantren ..................................................... 15
I. Ruang Lingkup Kegiatan Pos Kesehatan Pesantren .......................... 16
J. Sasaran Kegiatan Pos Kesehatan Pesantren ...................................... 16
K. Kader Pos Kesehatan Pesantren ........................................................ 17
L. Langkah Pembentukan Poskestren .................................................... 18
M. Pengorganisasian Poskestren ............................................................. 19
N. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Tatanan Pesantren .................... 20
O. Indicator Keberhasilan Poskestren .................................................... 20
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA PESANTREN ..... 22
A. Pengkajian Keperawatan ................................................................... 22
B. Analisis Data ..................................................................................... 24
C. Diagnose Keperawatan ...................................................................... 24
D. Prioritas Masalah ............................................................................... 25
E. Perencanaan Keperawatan ................................................................. 26

iii
F. Implementasi Keperawatan ............................................................... 27
G. Evaluasi Keperawatan ....................................................................... 31
H. Asuhan Keperawatan Komunitas di Institusi Pesantren .................... 32
BAB IV PENUTUP ................................................................................................ 55
A. Kesimpulan ........................................................................................ 55
B. Saran .................................................................................................. 55
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 56

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Komunitas adalah kelompok sosial yang tinggal dalam suatu tempat,
saling berinteraksi satu sama lain, saling mengenal serta mempunyai minat
yang sama. Komunitas adalah kelompok dari masyarakat yang tinggal di
suatu lokasi yang sama dengan dibawah pemerintahan yang sama, area atau
lokasi yang sama dimana mereka tinggal, kelompok sosial yang mempunyai
minat yang sama (Riyadi, 2007). 
M. Arifin (2012) secara terminologi dapat dikemukakan disini beberapa
pandangan yang mengarah kepada pengertian pesantren adalah suatu lembaga
pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui masyarakat sekitar, dengan
sistem (kompleks) dimana santri-santri menerima pendidikan agama Islam
melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya dibawah
kedaulatan dari leadership seorang atau beberapa orang kiai dengan ciri-ciri
khas yang bersifat karismatik serta independen dalam segala hal. Budaya
bersih merupakan cerminan sikap dan perilaku masyarakat dalam menjaga
dan memelihara kebersihan pribadi serta lingkungan dalam kehidupan sehari-
hari. Pondok Pesantren sebagai salah satu tempat pendidikan di Indonesia saat
ini berjumlah kurang lebih 40.000. Penyakit menular berbasis lingkungan dan
perilaku seperti tuberkulosis paru, infeksi saluran pernapasan atas, diare dan
penyakit kulit masih merupakan masalah kesehatan yang juga dapat
ditemukan di Pondok Pesanten.
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia prevalensi skabies
di Puskesmas seluruh Indonesia pada tahun 2008 adalah 5,6%-12,95% dan
skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit tersering (Siswono, 2008).
Data kesakitan skabies pada tahun 2008 tingkat Puskesmas se-Kota Semarang
adalah 1100 kasus. 14,72% diantaranya terjadi pada balita (DKK Semarang,
2008).

1
Keperawatan komunitas sebagai suatu bidang keperawatan yang
merupakan perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat (public
health) dengan dukungan peran serta masyarakat secara aktif serta
mengutamakan pelayanan promotif dan preventif secara berkesinambungan
tanpa mengabaikan perawatan kuratif dan rehabilitatif secara menyeluruh dan
terpadu yang ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok serta masyarakat
sebagai kesatuan utuh melalui proses keperawatan (nursing process) untuk
meningkatkan fungsi kehidupan manusia secara optimal, sehingga mampu
mandiri dalam upaya kesehatan.
Proses keperawatan komunitas merupakan metode asuhan keperawatan
yang bersifat alamiah, sistematis, dinamis, kontiniu, dan berkesinambungan
dalam rangka memecahkan masalah kesehatan klien, keluarga, kelompok
serta masyarakat melalui langkah-langkah seperti pengkajian, perencanaan,
implementasi, dan evaluasi keperawatan.
Pondok pesantren juga merupakan bagian dari lingkup komunitas yang
pada umumnya tergambar pada ciri khas yang biasanya dimiliki oleh pondok
pesantren, yaitu adanya pengasuh pomdok pesantren (Kyai/ Ajengan/ Tuan
Guru/ Buya/ Tengku/ ustadz), adanya masjid sebagai pusat kegiatan ibadah
dan tempat belajar, adanya santri yang belajar, serta adanya asrama sebagai
tempat tinggal santri. Asuhan keperawatan komunitas di warga pesantren
sebagai usaha pencegahan penyakit, pemeliharaan kesehatan dan
memandirikan warga pesantren agar dapat meningkatkan dan
mempertahankan derajat kesehatan secara optimal.

B. Rumusan Masalah
Dalam penyusunan makalah ini penulis hanya membatasi tentang hal-
hal berikut ini :
1. Apa definis Pesantren
2. Apa definisi keperawatan komunitas di pesantren ?
3. Apa fungsi Pesantren
4. Apa pengertian Pos Kesehatan Pesantren
5. Apa Definisi Pos Kesehatan Pesantren

2
6. Apa Tujuan Pos Kesehatan Pesantren
7. Apa Fungsi Pos Kesehatan Pesantren
8. Apa Manfaat Pos Kesehatan Pesantren
9. Ruang Lingkup Kegiatan Pos Kesehatan Pesantren
10. Sasaran Kegiatan Pos Kesehatan Pesantren
11. Kader Pos Kesehatan Pesantren
12. Tugas kader poskestren pada kegiatan musyawarah
13. Langkah Pembentukan Poskestren
14. Pengorganisasian Poskestren
15. Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Di Tatanan Pesantren
16. Indikator Keberhasilan Poskestren
17. Apa saja pengkajian keperawatan komunitas pada pesantren?
18. Apa saja diagnosa keperawatan komunitas pada pesantren?
19. Bagaimana perencanaan keperawatan komunitas pada pesantren?
20. Apa saja pelaksanaan keperawatan komunitas pada pesantren?
21. Apa evaluasi keperawatan komunitas pada pesantren?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui dan menambah
wawasan tentang asuhan keperawatan komunitas pada pondok pesantren.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui definis komunitas di pesantren serta arti pesantren
sendiri
b. Mengetahui tentang pengkajian komunitas UKS Pesantren.
c. Mengetahui diagnosa keperawatan komunitas yang muncul pada
balita UKS Pesantren.
d. Mengetahui perencanaan keperawatan komunitas pada UKS
Pesantren.
e. Mengetahui pelaksanaan keperawatan komunitas pada UKS
Pesantren.
f. Mengetahui evaluasi keperawatan komunitas pada UKS Pesantren.

3
D. Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari makalah ini adalah agar mahasiswa/
pembaca paham tentang asuhan keperawatan komunitas pada UKS
Pesantren., selain itu manfaat untuk pembaca bisa menambah informasi
terkait makalah ini.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pesantren
Kata pesantren berasal dari kata santri dengan awalan "pe-" dan akhiran
"-an", yang berarti tempat tinggal para santri. Istilah santri berasal dari kata
shastri yang dalam bahasa India adalah orang-orang yang tabu kitab suci
agama Hindu atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu. Kata shastri
sendiri memiliki akar makna yang sama dengan kata shastra yang berarti
buku-buku suci, agama, atau pengetahuan.
Tetapi mungkin juga kata santri dirunut dari kata cantrik yang berarti
para pembantu begawan atau resi yang diberi upah berupa ilmu. Teori
terakhir ini pun juga perlu dipertimbangkan karena di pesantren tradisional
yang kecil (pedesaan), santri tak jarang juga bertugas menjadi pembantu kyai.
Konsekuensinya, kyai memberi makan santri selama mereka ada di pesantren
dan juga mengajarkan ilmu agama kepada santri tersebut.
Selain itu, dikenal pula istilah pondok yang berasal dari kata funduq
yang dalam bahasa Arab berarti penginapan. Dalam perkembangan
selanjutnya, kedua istilah tersebut biasa digunakan secara bersama-sama,
yakni pondok pesantren.
Pe-santri-an atau pesantren adalah tempat para santri menimba ilmu
agama dan ilmu-ilmu lainnya. Pesantren juga dapat didefinisikan sebagai
sebuah masyarakat mini yang terdiri atas santri, guru, dan pengasuh (kyai).
Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan tertua di Indonesia.
Pesantren berasal dari masa pra-Islam dan berkembang dari bentuk-bentuk
pendidikan di India.
Sebagai lembaga pendidikan khas Indonesia, khususnya Jawa,
pesantren memiliki keunikan tersendiri yang tidak ditemui dalam sejarah
peradaban Islam di Timur Tengah dan dunia Islam pada umumnya. Seiring
dengan perkembangan zaman, pesantren-pesantren yang ada berusaha
mengembangkan diri sesuai dengan tuntutan zaman. Hal inilah yang
menyebabkan unsur-unsur pesantren saat ini berkembang menjadi beragam.

5
Meskipun demikian, secara umum pesantren dapat diklasifikasikan menjadi
berikut ini.
1. Pesantren tipe A, yaitu pesantren yang sangat tradisional. Para santri pada
umumnya tinggal di asrama yang terletak di sekitar rumah kyai. Mereka
hanya belajar kitab kuning. Cara pengajarannya memakai metode sorogan
(satu guru-satu santri) dan bandongan (satu guru-banyak santri).
2. Pesantren tipe B, yaitu pesantren yang memadukan antara metode sorogan
dengan pendidikan formal yang ada di bawah departemen pendidikan atau
departemen agama. Hanya saja lembaga pendidikan formal itu khusus
untuk santri pesantren tersebut.
3. Pesantren tipe C, hampir sama dengan tipe B tetapi lembaga
pendidikannya terbuka untuk umum.
4. Pesantren tipe D, yaitu pesantren yang tidak memiliki lembaga pendidikan
formal, tetapi memberikan kesempatan kepada santri untuk belajar pada
jenjang pendidikan formal di luar pesantren.
Berdasarkan kegiatan yang berlangsung di dalam pesantren, pesantren
dapat diklasifikasikan lagi menjadi berikut ini :
1. Pesantren salafi atau salafiah (tradisional), merupakan pondok pesantren
yang hanya mengajarkan kitab klasik dan agama Islam. Umumnya, lebih
mendahulukan dan mempertahankan hal-hal yang bersifat tradisional
dalam sistem pendidikan maupun perilaku kehidupannya, serta sangat
selektif terhadap segala bentuk pembaruan, termasuk kurikulum
pengajarannya.
2. Pesantren khalafi atau khalafiah (modern), merupakan pondok pesantren
yang selain menyelenggarakan kegiatan pendidikan agama juga
menyelenggarakan pendidikan jalur sekolah atau formal, baik sekolah
umum (SD, SMP, SMA, dan SMK) maupun sekolah berciri khas agama
Islam (MI, MTs, MA, atau MAK). Dalam implementasi proses belajar
mengajar, akomodatif terhadap perkembangan modern, metodologi
penerapan kurikulum melibatkan perangkat modern, mengajarkan
sejumlah keterampilan pengetahuan umum lainnya, termasuk kesehatan.

6
3. Pesantren salafi-khalafi (perpaduan tradisional dan modern), merupakan
pondok pesantren yang dalam kegiatannya memadukan antara metode
salafi dengan khalafi, yaitu memelihara nilai tradisional yang baik dan
akomodatif terhadap perkembangan yang bersifat modern.
Dengan adanya klasifikasi pesantren seperti di atas, maka arah
pembinaan kesehatan disesuaikan dengan tipologi pesantren yang ada dan
kebutuhan warga pesantren itu sendiri. Penyelenggaraannya diserahkan
sepenuhnya kepada pihak pengelola atau pimpinan pesantren yang
bersangkutan, dengan tetap memadukan tiga prinsip utama, yaitu peningkatan
keimanan dengan ibadah, penyebaran ilmu dan ajaran agama Islam dengan
tabligh, serta memberdayakan potensi warga pesantren dan menerapkan nilai-
nilai kemasyarakatan yang baik dengan amal soleh. Dalam agama Islam
sendiri pun terdapat slogan "Kebersihan merupakan sebagian dari iman" dan
di dalam Al-Quran (surat As-Syu'ara: 80) juga telah ditegaskan bahwa "Dan
apabila aku sakit, maka Dialah (Allah) yang menyembuhkan aku".
Keperawatan komunitas sebagai suatu bidang keperawatan yang
merupakan perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat (public
health) dengan dukungan peran serta masyarakat secara aktif serta
mengutamakan pelayanan promotif dan preventif secara berkesinambungan
tanpa mengabaikan perawatan kuratif dan rehabilitative secara menyeluruh
dan terpadu yang ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok serta
masyarakat sebagai kesatuan utuh melalui proses keperawatan (nursing
process) untuk meningkatkan fungsi kehidupan manusia secara optimal,
sehingga mampu mandiri dalam upaya kesehatan (Mubarak, 2006).
Proses keperawatan komunitas merupakan metode asuhan keperawatan
yang bersifat alamiah, sistematis, dinamis, kontiniu, dan berkesinambungan
dalam rangka memecahkan masalah kesehatan klien, keluarga, kelompok
sertamasyarakat melalui langkah-langkah seperti pengkajian, perencanaan,
implementasi, dan evaluasik eperawatan (Wahyudi, 2010).
Pesantren merupakan tempat untuk mendidik agar santri-santri menjadi
orang yang bertaqwa, berakhlak mulia serta memeiliki kecerdasan yang
tinggi. Santri-santri yang berada di pondok Pesantren merupakan anak didik

7
yang pada dasarnya sama saja dengan anak didik di sekolah-sekolah umum
yang harus berkembang dan merupakan sumber daya yang menjadi generasi
penerus pembangunan yang perlu mendapat perthatian khusus terutama
kesehatan dan pertumbuhannya. Permasalahan kesehatan yang dihadapi
santri-santri tidak beda dengan permasalahan yang dihadapi anak sekolah
umum bahkan bagi santri yang mondok akan bertambah lagi dengan masalah
kesehatan lingkungan yang ada di pondok yang mereka tempati.
Berdasarkan hal tersebut di atas dituntut suatu peran aktif dari
masyarakat dalam hal ini adalah Pesantren bekerjasam dengan pihak
kesehatan melakukan pembinaan kesehatan bagi santri-santri yang ada
sehingga terwujud pola perilaku hidup bersih dan sehat bagi para santri dan
masyarakat Pondok Pesantren serta masyarakat lingkungannya.

B. Peran Pesantren
Peran dan juga fungsi pesantren dalam kehidupan kebangsaan dan
keberagamaan di Indonesia sudah sangat dikenal luas dan diakui. Mulai dari
peran merebut kemerdekaan dari tangan penjajah sampai peran pesantren
dalam membina dan melahirkan kader-kader politisi Islam, kader-kader
pemerintahan, serta masih banyak peran serta pesantren dan santrinya dalam
berbagai sendi kehidupan masyarakat Indonesia.
1. Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan
Peran pesantren sebagai lembaga pendidikan yang mengajarkan ilmu
keagamaan dan nilai-nilai kesantunan ini tidak begitu disorot oleh para
politisi, kecuali oleh para pemerhati pendidikan. Sebagai lembaga
pendidikan, pesantren tentu saja terus mengalami perubahan. Pada
awalnya hanya berbentuk pengajian kitab kuning, tetapi seiring dengan
perkembangan zaman, pesantren kemudian mengadopsi jenis pendidikan
formal. Namun, peran pesantren sebagai lembaga dakwah yang
berhubungan dengan kemasyarakatan, sangat menarik perhatian para
politisi.
Menurunnya peran pesantren sebagai lembaga pendidikan terlebih
dalam mengelola konflik yang ada di masyarakat juga disebabkan krisis

8
ekonomi yang berujung pada ketidakmandirian pesantren dalam mencari
Jana pendukung. Akibat ketergantungan pesantren, maka sebagian kyai
yang menjadi figur dan pedoman masyarakat mulai menjadi partisan partai
politik tertentu dan akibatnya peran pesantren sebagai agen pengelola
konflik sudah mulai mati.
2. Pesantren Sebagai Lembaga Sosial
Peran pesantren sebagai lembaga sosial mulai berkembang sejak
awal tahun 1970-an. Hal ini merupakan suatu kecenderungan untuk
memperluas fungsi pesantren tidak hanya sebagai lembaga agama, tetapi
juga menanggapi persoalan kemasyarakatan yang berkembang di
masyarakat. Pekerjaan sosial ini semula mungkin merupakan pekerjaan
sampingan atau justru "titipan" dari pihak di luar pesantren. Tetapi jika
diperhatikan secara saksama, pekerjaan sosial ini justru akan memperbesar
dan mempermudah gerak usaha pesantren untuk memberikan pelayanan
terhadap masyarakat di sekitarnya.
Tugas kemasyarakatan pesantren tidak akan mengurangi tugas
keagamaannya karena peran tersebut merupakan penjabaran nilai-nilai
hidup keagamaan bagi kemaslahatan masyarakat luas. Dengan tugas
tersebut, pesantren akan menjadi milik bersama, didukung dan dipelihara
oleh kalangan yang lebih luas, serta akan membuka kesempatan untuk
melihat pelaksanaan nilai hidup keagamaan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Pesantren Sebagai Subkultur
Jika diamati dalam sejarah, ulama dengan pesantrennya senantiasa
memegang fungsi di, wilayah keagamaan. Dengan akar budaya yang kuat,
pesantren menjadi sebuah entitas yang begitu sublim dengan
masyarakatnya dalam menanamkan misinya. Pesantren bahkan menjelma
menjadi sebuah subkultur yang tidak dapat terpisah dari masyarakatnya.
Sebatas pemahaman selama ini, berikut adalah elemen yang membuat
pesantren mampu menjadi subkultur tersendiri.
Pola kepemimpinan yang mandiri dan tidak terkooptasi kepentingan-
kepentingan berjangka pendek. Elemen ini sangat penting bagi pesantren.
Artinya, atasan seorang kyai itu hanyalah Allah, tidak ada kelompok

9
politik, aparatur negara, birokrat, atau manusia lain, yang bisa
mengintervensi terlalu jauh di dunia pesantren. Pola kepemimpinan seperti
itu membuat pesantren menjadi unik.
Kitab-kitab rujukan yang digunakan di banyak pesantren umumnya
terdiri atas warisan peradaban Islam dari berbagai abad. Jika dikaji dengan
baik, pengetahuan yang akan diserap para santri akan sangat luas. Mereka
tidak hanya belajar bagian fikih yang rigid, sempit, kaku, hitam-putih, dan
halal-haram saja, tapi juga ilmu-ilmu ushul fikih, kalam, tasawuf, dan
lainnya. Semua itu menunjukkan kearifan dan keindahan Islam. Mestinya
itu akan membentuk wawasan keislaman yang padu dan utuh bagi santri
karena mereka mendalami agama tidak sekadar pilihan hitam putih yang
tampak di permukaan.
Subkultur pesantren adalah sistem nilai (values system) yang
diterapkan di pesantren itu sendiri. Sistem nilai itulah yang nantinya akan
dibawa dalam proses kehidupan mereka di masyarakat. Nilainilai dasar
pesantren yang banyak dikenal adalah al-ushul khamsah (lima prinsip
dasar) yang diadopsi dari paham ahli sunnah. Pertama, prinsip tawasuth
berarti tidak memihak atau moderasi. Kedua, prinsip tawazurt berarti
menjaga keseimbangan dan harmoni. Ketiga, prinsip tasamuh yaitu
toleransi. Keempat, prinsip adl yaitu sikap adil. Kelima, prinsip tasyawur
yang berarti musyawarah. Lima prinsip dasar pesantren tersebut tidak
hanya sekadar hiasan kata, tapi terinternalisasi dan dipraktikkan dalam
dunia pesantren. Sebab, komunitas pesantren itu hidup seperti dalam
akademi militer selama 24 jam dan menjalankan aktivitas pendidikan sejak
sebelum subuh sampai kembali tidur. Jadi, komunitas pesantren
sesungguhnya membuat miniatur dunia ideal mereka sendiri.
4. Pesantren Sebagai Institusi
Pesantren tentunya juga termasuk dalam lingkup dunia global yang
tidak bisa lepas dari pengaruh di luar dirinya. Derasnya arus informasi
melalui media, hubungan antarnegara, antar-institusi, dan antarorganisasi
seperti jalur sumbangan dan bantuan dengan berbagai motif tentu ikut
memengaruhi dunia pesantren. Pesantren sedikit banyaknya tidak bisa

10
lepas dari pengaruh global.
Pesantren yang tidak mampu mempertahankan lima prinsip
dasarnya, akan terjebak dalam permainan politik global dan tanpa sadar
dapat berada dalam jaringan yang mempunyai agenda tertentu, tidak lagi
seperti yang diinginkan pesantren itu secara konvensional. Artinya,
kalaupun sebuah pesantren mengalami disorientasi, itu bisa disebabkan
oleh dua faktor yaitu:
a. Faktor internal berupa merosotnya etos lima prinsip dasar;
b. Faktor eksternal seperti pengaruh jaringan global.
Keduanya saling berkaitan. Lemahnya peran kyai atau
kepemimpinan pesantren yang selama ini dikenal independen, mandiri,
dan tidak terkooptasi oleh kepentingan politik, ekonorni, ataupun ideologi
di luar pesantren, bisa berakibat buruk bagi sebuah pesantren. Akibat-
akibat yang dapat timbul adalah sebagai berikut. Pesantren pada zaman
dulu benar-benar bagaikan sebuah kerajaan kecil akan tetapi saat ini
banyak kepemimpinan pesantren yang sudah tidak lagi menjadi panutan.
Kurikulum pesantren juga sebuah problem yang harus diselesaikan secara
komprehensif tetapi yang diharapkan sebenarnya bukan hanya perbaikan
kurikulum melainkan koreksi dan kritik untuk pesantren dan masyarakat.

C. Fungsi Pesantren
Secara kelembagaan pesantren termasuk sebagai lembaga pendidikan.
Namun, pendidikan di pesantren tidak berhenti sebagai aktivitas transfer ilmu
saja. Selain sebagai transfer ilmu, pesantren juga sebagai kaderisasi ulama
dan sebagai pemelihara budaya islam. Dua unsure tambahan tersebut perlu
ditekankan sebab seorang ulama bukan sekadar orang yang memiliki
penguasaan ilmu yang tinggi, tetapi juga harus disertai dengan
kemampuannya mengamalkan ilmu tersebut dalam kehidupannya.
Pengamalan ilmu keislaman dalam kehidupan sehari-hari akan mendukung
seseorang untuk berkreasi dalam melaksanakan pesan-pesan syar'i sesuai
dengan kondisi dan situasi setempat.
Secara umum, pesantren juga berfungsi untuk membentuk manusia-

11
manusia yang mampu membangun hubungan dengan Allah, manusia lain, dan
lingkungan. Pada fungsi sosial ini, pesantren berhasil merespons persoalan-
persoalan kemasyarakatan seperti mengatasi kemiskinan, memelihara tali
persaudaraan, mengurangi pengangguran, memberantas kebodohan,
menciptakan kehidupan yang sehat, dan sebagainya. Menghilangkan
kemiskinan bukan saja dengan menggembirakan si miskin pada hari raya,
memberikan uluran tangan saat mereka meminta, atau mengasuhnya di panti
asuhan, melainkan membawa mereka pada kehidupan yang layak,
memperpendek jurang kekayaan, atau tindakan lainnya. Jadi, jika
disimpulkan secara garis besar, pesantren berfungsi sebagai berikut :
1. Tempat belajar ilmu-ilmu agama (keislaman).
2. Meningkatkan fungsi syiar dan pelayanan.
3. Berperan aktif dalam peningkatan kualitas umat melalui dakwah.
4. Mengembangkan dakwah dengan cara yang kreatif dan inovatif.
5. Membangun struktur lembaga yang kokoh dan berwibawa.
6. Membentuk kader-kader dakwah islami.
7. Sebagai garda depan dalam mencetak para mujahid dakwah, termasuk para
penghafal Al-Quran (hafiz dan hafizah).
8. Menjadikan pesantren sebagai media pemberdayaan untuk perempuan
korban kekerasan.
9. Merespons persoalan-persoalan kemasyarakatan seperti masalah
kemiskinan, memelihara tali persaudaraan, mengurangi pengangguran,
memberantas kebodohan, menciptakan kehidupan yang sehat, dan
sebagainya.
10. Sebagai aktor pengelola perdamaian.

D. Pos Kesehatan Pesantren


Kesehatan merupakan investasi sumber Jaya manusia. Kesehatan juga
merupakan tanggung jawab bersama, untuk itu perlu diperjuangkan oleh
banyak pihak termasuk komunitas pesantren yang berisiko tinggi untuk
terjangkit penyakit. Transmisi yang mudah ini di antaranya disebabkan oleh
tingkat kepadatan dan lingkungan yang kurang memadai. Bila ditilik dari sisi

12
kesehatan, pada umumnya kondisi kesehatan di lingkungan pesantren masih
memerlukan perhatian dari berbagai pihak terkait, baik dalam aspek akses
pelayanan kesehatan, perilaku sehat, maupun kesehatan lingkungannya.
Salah satu upaya pemerintah untuk mendekatkan pelayanan kesehatan
bagi warga pesantren adalah menumbuhkembangkan pos kesehatan pesantren
atau poskestren. Upaya perbaikan kesehatan pada generasi muda usia sekolah
sudah dilakukan dengan program UKS. Poskestren juga tidak terlepas dari
upaya-upaya yang ada di UKS, hanya saja poskestren dikhususkan pada
komunitas santri yang sedang belajar di pesantren. Untuk memperkuat
pengadaannya, poskestren memiliki beberapa landasan hukum yaitu sebagai
berikut (Depkes RI, 2007).
1. Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 28 H ayat 1.
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak.
4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pusat dan Pemerintahan Daerah.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan
Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
9. Surat keputusan bersama tiga menteri (menteri kesehatan, menteri agama,
dan menteri dalam negeri): Nomor 1067/Menkes/SKB/VIII/2002, Nomor
385 Tahun 2002, dan Nomor 37 Tahun 2002 tentang Peningkatan
Kesehatan Pondok Pesantren dan Institusi Keagamaan Lainnya.
10. Surat keputusan bersama empat menteri (menteri pendidikan nasional,
menteri kesehatan, menteri agama, dan menteri dalam negeri): Nomor
1/U/SKB/2003, Nomor 1067/Menkes/ SKB/VII/2003, Nomor
MA/230A/2003, dan Nomor 26 Tahun 2003 tentang Pembinaan dan
Pengembangan Usaha Kesehatan Sekolah.

13
11. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1540/Menkes/SK/XII/2002 Tahun
2002 tentang Penempatan Tenaga Medis Melalui Masa Bakti dan Cara
Lain.
12. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 128 Tahun 2004 tentang Kebijakan
Dasar Puskesmas.
13. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 131 Tahun 2004 tentang Sistem
Kesehatan Nasional.
14. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 331/Menkes/SK/V/2006 tentang
Rencana Strategis Departemen Kesehatan Tahun 2005-2009.

E. Definisi Pos Kesehatan Pesantren


Pos kesehatan pesantren (poskestren) adalah pesantren yang memiliki
kesiapan, kemampuan, serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi
masalah-masalah kesehatan secara mandiri sesuai dengan kemampuannya
(Depkes RI, 2007). Poskestren merupakan salah satu wujud upaya kesehatan
berbasis masyarakat di lingkungan pesantren dengan prinsip dari, oleh, dan
untuk warga pesantren yang mengutamakan pelayanan promotif
(peningkatan) dan preventif (pencegahan) tanpa mengabaikan aspek kuratif
(pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan) dengan binaan
puskesmas setempat. Tempat untuk poskestren berada dalam lingkungan
pesantren itu sendiri dan bisa memanfaatkan ruangan serba guna maupun
ruangan di masjid atau musala.

F. Tujuan Pos Kesehatan Pesantren


Poskestren sebagai salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan
derajat kesehatan warga pesantren memiliki beberapa tujuan umum dan
khusus sebagai berikut.
1. Tujuan Umum
Terwujudnya pesantren yang sehat serta peduli dan tanggap terhadap
permasalahan kesehatan di wilayahnya.
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran santri dan guru tentang

14
pentingnya kesehatan.
b. Meningkatnya kesadaran santri dan guru untuk melaksanakan perilaku
hidup bersih dan sehat.
c. Meningkatnya kesehatan lingkungan di pesantren.
d. Meningkatnya kemampuan dan kemauan santri untuk menolong diri
sendiri di bidang kesehatan.

G. Fungsi Pos Kesehatan Pesantren


1. Sebagai wadah pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan dalam alih
informasi (pengetahuan dan keterampilan) dari petugas ke warga pesantren
dan masyarakat sekitarnya serta antarwarga pesantren dalam rangka
meningkatkan perilaku hidup sehat.
2. Sebagai wadah untuk mendekatkan pelayanan kesehatan dasar kepada
warga pesantren dan masyarakat sekitarnya.

H. Manfaat Pos Kesehatan Pesantren


Poskestren didirikan dengan menjanjikan beberapa manfaat bagi orang-
orang yang terlibat di dalamnya maupun orang-orang di sekitarnya. Manfaat
tersebut di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Bagi Warga Pondok Pesantren Dan Masyarakat Sekitarnya
a. Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi, pengetahuan,
dan pelayanan kesehatan dasar.
b. Memperoleh bantuan secara profesional dalam pemecahan masalah
kesehatan.
c. Mendapatkan informasi awal tentang kesehatan.
d. Mewujudkan kondisi kesehatan yang lebih baik bagi warga pesantren
dan masyarakat sekitarnya.
2. Bagi Kader Poskestren
a. Mendapatkan informasi lebih awal tentang kesehatan.
b. Mewujudkan aktualisasi dirinya untuk membantu warga pesantren dan
masyarakat sekitarnya dalam menyelesaikan masalah kesehatan yang
ada di lingkungannya.

15
3. Bagi Puskesmas
a. Mengoptimalkan fungsi puskesmas sebagai pusat penggerak
pembangunan berwawasan kesehatan, pemberdayaan masyarakat, dan
pelayanan kesehatan tingkat pertama.
b. Memfasilitasi warga pesantren dan masyarakat sekitarnya dalam
pemecahan masalah kesehatan sesuai kondisi setempat.
c. Meningkatkan efisiensi waktu, tenaga, dan dana melalui pemberian
pelayanan kesehatan terpadu.
4. Bagi Sektor Lain
a. Memfasilitasi warga pesantren dan masyarakat sekitarnya dalam
pemecahan masalah sektor terkait.
b. Meningkatkan efisiensi melalui pemberian pelayanan secara terpadu
sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing sektor.

I. Ruang Lingkup Kegiatan Pos Kesehatan Pesantren


Ruang lingkup kegiatan poskestren meliputi pelayanan kesehatan dasar
secara komprehensif, yaitu upaya promotif dan preventif tanpa meninggalkan
upaya kuratif dan rehabilitatif, serta upaya sumber Jaya warga pesantren dan
masyarakat sekitar dalam bidang kesehatan. Kegiatan pelayanan kesehatan
dasar yang diselenggarakan oleh poskestren adalah sebagai berikut.
1. Upaya promotif, antara lain konseling kesehatan, penyuluhan kesehatan,
perlombaan di bidang kesehatan, pemberdayaan, olahraga teratur, serta
fatwa (imbauan kesehatan terhadap warga pesantren dan masyarakat
sekitarnya).
2. Upaya preventif, antara lain pemeriksaan berkala, penjaringan kesehatan
santri, imunisasi, kesehatan lingkungan dan kebersihan diri, serta
pemberantasan nyamuk dan sarangnya.
3. Upaya kuratif dan rehabilitatif, antara lain pengobatan terbatas atau
pelayanan kesehatan sederhana dan rujukan kasus.

J. Sasaran Kegiatan Pos Kesehatan Pesantren


1. Semua individu mencakup santri, guru, dan pengurus pesantren beserta

16
keluarganya yang tinggal di lingkungan pesantren, yang diharapkan
mampu melaksanakan hidup sehat serta peduli dan tanggap terhadap
permasalahan kesehatan di lingkungan pesantren.
2. Pihak-pihak yang mempunyai pengaruh terhadap perubahan perilaku
individu dan keluarga atau dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi
perubahan perilaku tersebut seperti pimpinan pesantren, pengurus yayasan,
serta petugas kesehatan.
3. Pihak-pihak yang diharapkan memberikan dukungan kebijakan, peraturan,
dana, tenaga, sarana, dan lain-lain seperti camat, para pejabat terkait,
swasta, para donatur, dan pemangku kepentingan lainnya.

K. Kader Pos Kesehatan Pesantren


Dalam pelaksanaan kegiatannya, pengelola pesantren memilih kader
kesehatan poskestren. Kader-kader tersebut dilatih khusus oleh petugas
puskesmas. Kader poskestren tersebut berfungsi sebagai pemberi inspirasi
atau ide (inspirator); pemberi gagasan baru (inovator); pemberi contoh awal
(initiator); penggerak (activator); pemberi dorongan, semangat, atau
mengajak (motivator); serta pelaksana (implementator).
- Tugas kader poskestren pada kegiatan musyawarah
1. Memberikan informasi tentang perlunya perhatian terhadap masalah
kesehatan di pesantren (data tentang hasil survei dan status kesehatan
santri).
2. Menyampaikan kegiatan poskestren tentang upaya pencegahan (jenis
pencegahan, frekuensi kegiatan, dan jumlah kegiatan penyuluhan
kesehatan di pesantren).
3. Menyampaikan rencana kegiatan yang akan datang untuk mendapatkan
kesepakatan dalam forum musyawarah warga pesantren.
Dalam kegiatan survei mawas diri, tugas kader poskestren adalah
sebagai anggota tim, mulai dari mengumpulkan data sampai membuat laporan
hasil survei. Sedangkan dalam pelaksanaan kegiatan poskestren secara rutin
tugas kader adalah melakukan atau mengoordinasikan kegiatan pencegahan
penyakit, melakukan penyuluhan kesehatan di pesantren, memberikan

17
pelayanan kesehatan sederhana, dan melakukan pencatatan kegiatan
poskestren.
Kader poskestren dipilih oleh pengurus dan santri pesantren yang
bersedia secara sukarela, mampu, dan memiliki waktu untuk
menyelenggarakan kegiatan poskestren. Kriteria kader poskestren antara lain
sebagai berikut.
1. Berasal dari santri pesantren.
2. Mempunyai jiwa pelopor, pembaru, dan penggerak masyarakat.
3. Bersedia bekerja secara sukarela.
Sebelum melaksanakan tugasnya, kader poskestren terpilih perlu
diberikan orientasi atau pelatihan. Orientasi atau pelatihan tersebut
dilaksanakan oleh puskesmas sesuai dengan pedoman orientasi yang berlaku.
Materi orientasi atau pelatihan antara lain mencakup kegiatan yang akan
dikembangkan di poskestren antara lain kesehatan masyarakat, gizi,
kesehatan lingkungan, PHBS, pencegahan penyakit menular, usaha kesehatan
gigi masyarakat desa (UKGMD), penyediaan air bersih dan penyehatan
lingkungan pemukiman (PAB-PLP), program intensifikasi pertanian tanaman
pangan dan pemanfaatan pekarangan melalui taman obat keluarga (TOGA),
kegiatan ekonomi produktif seperti usaha peningkatan pendapatan keluarga
(UP2K), dan usaha simpan pinjam.

L. Langkah Pembentukan Poskestren (Dinkesprop Jatim, 2007)


1. Tahap persiapan. Pada tahap persiapan ini dilakukan beberapa langkah
berikut.
a. Mempersiapkan petugas puskesmas agar mampu mengelola dan
membina poskestren.
b. Pendekatan kepada pimpinan pesantren untuk mendapatkan
dukungan.
c. Sosialisasi poskestren pada masyarakat pesantren.
d. Pertemuan membahas persamaan persepsi tentang poskestren.
e. Memilih santri husada (kader poskestren) dari masyarakat pesantren.
f. Membekali santri husada agar mampu melakukan Survei Mawas

18
Diri (SMD).
2. Melakukan SMD untuk mendapatkan data yang akurat tentang kesehatan
di pesantren.
3. Mengadakan musyawarah antara warga pesantren dan masyarakat sekitar
untuk mendapatkan kesepakatan pembentukan poskestren.
4. Mengadakan pelatihan santri husada untuk membekali pengelola dan
santri husada tentang kesehatan.
5. Peresmian pembentukan poskestren.

M. Pengorganisasian Poskestren
1. Kedudukan dan hubungan kerja
a. Secara teknis medis, poskestren dibina oleh puskesmas.
b. Secara kelembagaan, poskestren dibina oleh pemerintah kecamatan
atau desa.
c. Terhadap UKBM lain, poskestren dibina oleh mitra.
2. Pengelola poskestren
Struktur organisasi pengelola poskestren terdiri atas ketua, sekretaris,
bendahara, dan kader poskestren merangkap anggota
3. Santri husada (kader poskestren) berasal dari santri yang berjiwa pembaru
(penggerak) dan bersedia bekerja keras.

Pemerintah kec/desa Puskesmas

Pondok pesantren UKBM/ lain

Poskestren

Ketua
Keterangan :
: Garis Koordinasi Garis Kemitraan

19
: Garis Pembinaan
N. Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Di Tatanan Pesantren
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di tatanan pesantren
merupakan perpaduan dari tatanan institusi pendidikan dan tatanan rumah
tangga yang bertujuan untuk membudayakan PHBS bagi santri, pendidik, dan
pengelola pesantren agar mampu mengenali dan mengatasi masalah-masalah
kesehatan di lingkungan pesantren dan sekitarnya (Dinkes Provinsi Jatim,
2007). Indikator PHBS di tatanan pesantren adalah sebagai berikut.
1. Kebersihan perorangan (badan, pakaian, dan kuku).
2. Penggunaan air bersih.
3. Kebersihan tempat wudu.
4. Penggunaan jamban.
5. Kebersihan asrama, halaman, dan ruang belajar.
6. Ada santri husada dan kegiatan poskestren.
7. Bak penampungan air bebas dari jentik nyamuk.
8. Penggunaan garam beryodium.
9. Makanan bergizi seimbang.
10. Pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan.
11. Gaya hidup tidak merokok dan bebas napza.
12. Gaya hidup sadar AIDS.
13. Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM), dana
sehat, atau asuransi kesehatan lainnya.

O. Indikator Keberhasilan Poskestren


1. Pada prinsipnya, keberhasilan poskestren dapat diukur melalui indikator
input, proses, dan output sebagai berikut.
2. Indikator input, yaitu adanya santri husada (kader poskestren), sarana
poskestren, dan dukungan pendanaan.
3. Indikator proses, yaitu frekuensi penyuluhan yang dilaksanakan,
frekuensi pertemuan, melakukan survei PHBS, frekuensi pembinaan dari
petugas, dan dilakukannya survei masyarakat desa.
4. Indicator output yaitu dilaksanakannya gerkaan jumat bersih, adanya

20
kawasan bebas rokok, adanya tanaman obat keluarga (TOGA), adanya
dana sehat, menurunnya angka kesakitan masyarakat pesantren, dan
meningkatkankesadaran masyarakat pesantren untuk melaksanakan
program PHBS

21
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA PESANTREN

A. Pengkajian Keperawatan
Pengakajian adalah upaya pengumpulan data secara lengkap
dan sistematis terhadap masyarakat untuk dikaji dan dianalisis sehingga
masalah kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat baik individu, keluarga
atau kelompok yang menyangkut permasalahan pada fisiologis, psikologis,
social ekonomi, maupun spiritual dapat ditentukan (Mubarok, 2006)
Pengkajian terdiri dari atas dua bagian utama yaitu inti komunitas (core) dan
delapan subsistem yang melengkapinya.(Komang Ayu, 2011).
1. Inti komunitas menjelaskan kondisi penduduk yang dijabarkan dalam
demografi, vital statistic, sejarah komunitas, nilai dan keyakinan, serta
riwayat komunitas.
2. Delapan subsistem meliputi lingkungan fisik, pendidikan, keamanan dan
trasnportasi, politik dan pemerintahan, layanan kesehatan dan social,
komunikasi, ekonomi dan rekreasi. Delapan subsistem yang harus dikaji:
1) Data Lingkungan Fisik
a. Tempat tinggal yang dapat mempengaruhi kesehatan
b. Batas-batas wilayah
c. Luas daerah 
d. Denah atau peta wilayah
e. Iklim
f. Jumlah dan kepadatan penduduk
g. Kesehatan lingkungan dan kegiatan penduduk sehari-hari
2) Pelayanan Kesehatan dan Social
a. Pelayanan kesehatan
1. Ketersediaan layanan kesehatan
2. Bentuk layanan
3. Jenis layanan

22
4. Sumber daya alam (Dokter atau Kader)
5. Karakteristik konsumen
6. Statistik
7. Pembayaran
8. Waktu pelayanan
9. Pemanfaatan dan keterjangkauan
b. Pelayanan social
Pusat pembelanjaan (pasar, toko, swalayan)
3) Subsistem Ekonomi
a. Jenis pekerjaan
b. Jumlah penghasilan
c. Status pekerjaan
d. Sumber penghasilan
e. Jumlah penduduk miskin
f. Keberadaan industry
g. Bantuan dana untuk pemeliharaan kesehatan.
4) Subsistem komunikasi
a. Orang-orang yang berpengaruh
b. Media komunikasi yang digunakan dalam komunitas,
c. Keikutsertaan dalam pendidikan kesehatan
d. Bagaimana biasanya komunitas memperoleh informasi tentang
kesehatan
e. Perkumpulan atau wadah komunitas
5) Subsistem Pendidikan
a. Status pendidikan komunitas
b. Ketersediaan dan keterjangkauan sarana pendidikan
c. Fasilitas pendidikan yang ada dikomunitas
d. Jenis pendidikan
e. Tingkat pendidikan dan komunitas yang buta huruf
6) Subsistem Rekreasi
a. Kebiasaan rekreasi
b. Sarana penyaluran bakat komunitas

23
c. Aktifitas diluar rumah termasuk dalam mengisi waktu luang
d. Jenis rekreasi yang dapat dimanfaatkan oleh komunitas
7) Komponen politik dan pemerintahan
a. Situasi politik dan pemerintahan dikomunitas
b. Peraturan kebijakan pemerintah daerah terkait kesehatan
komunitas
c. Adanya progam kesehatan yang ditujukan pada peningkatan
kesehatan komunitas
8) Keamanan dan transportasi
a. Keamanan : sistem keamanan, penanggulangan kebakaran,
penanggulangan bencana, penanggulangan polusi, udara, air dan tanah
b. Transportasi : kondisi jalan, jenis transportasi yang dimiliki, sarana transportasi
yang ada

B. Analisa Data  
Analisa adalah kemampuan untuk mengaitkan data
dan menghubungkan data dengan kemampuan kognitif yang dimiliki
sehingga dapat diketahui tentang kesenjangan atau masalah yang dihadapi
oleh masyarakat apakah itu masalah kesehatan atau masalah keperawatan.
Tujuan analisa data adalah:
1. Menetapkan kebutuhan komunitas
2. Menetapkan kekuatan
3. Mengidentifikasi pola respon komunitas
4. Mengidentifikasi kecenderungan penggunaan pelayanan kesehatan

C. Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian yang sesuai dengan data-data yang dicari,
maka kemudian dikelompokkan dan dianalisis seberapa besar stressor yang
mengancam masyarakat dan seberapa berat reaksi yang timbul
pada masyarakat tersebut. Berdasarkan hal tersebut diatas dapat disusun
diagnose keperawatan komunitas dari : masalah kesehatan, karakteristik
populasi, karakteristik lingkungan. Contoh : 

24
1. Ketidakmampuan keluarga balita menggunakan pelayanan
kesehatan berhubungan dengan pengetahuan masyarakat yang
kurang.
2. Kurangnya kesadaran keluarga balita tentang masalah kesehatan balita
berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga balita tentang
kesehatan dan gizi pada balita.
3. Ketidakpatuhan keluarga balita untuk memeriksakan kesehatan ke
Puskesmas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga balita
tentang kesehatan gizi pada balita
4. Kurangnya pengetahuan keluarga balita tentang KEP atau gizi
buruk berhubungan dengan kurangnya kemampuan keluarga balita dalam
mengambil keputusan tentang pemilihan, pengolahan, serta pengaturan
gizi yang seimbang pada balita.

D. Prioritas Masalah
Dalam menentukan prioritas masalah kesehatan masyarakat
dan keperawatan perlu mempertimbangkan berbagai faktor sebagai
kriteria, diantaranya adalah:
1. Perhatikan masyarakat
2. Prevalensi kejadian
3. Berat ringannya masalah
4. Kemungkinan masalah untuk diatasi
5. Tersedianya sumber daya masyarakat
6. Aspek politis
Dalam menyusun atau mengurutkan masalah atau diagnosis komunitas
sesuai dengan prioritas (penapisan) yang digunakan dalam
keperawatankomunitas 

Tabel 2.1 Skoring diagnosis keperawatan komunitas (Ayu, 2011)


MASALAH KEPERAWATAN A B C D E F G H TOTAL
  

25
Keterangan : Pembobotan :
A. Resiko keparahan 1. Sangat rendah
B. Minat masyarakat 2. Rendah
C. Kemungkinan diatasi 3. Cukup
D. Waktu 4. Tinggi
E. Dana 5. Sangat tinggi
F. Fasilitas
G. Sumber daya
tempat

E. Perencanaan  Keperawatan
1. Model keperawatan komunitas
Teori keperawatan berkaitan dengan kesehatan masyarakat menjadi
acuan dalam mengembangkan model keperawatan komunitas adalah teori
Betty Neuman (1972) dan Model Keperawatan Comunity as
Partner (2000). Model Neuman memandang klien sebagai sistem yang
terdiri dari berbagai elemen meliputi sebuah struktur dasar, garis
kekebalan, garis pertahanan normal dan garis pertahanan fleksibel
(Neuman, 1994).
Model intervensi keperawatan yang dikembangkan oleh Betty
Neuman melibatkan kemampuan masyarakat untuk bertahan atau
beradaptasi terhadap stressor yang masuk kedalam garis pertahanan diri
masyarakat. Kondisi kesehatan masyarakat ditentukan oleh kemampuan
masyarakat dalam menghadapi stressor. Intervensi keperawatan dilakukan
bila masyarakat tidak mampu beradaptasi terhadap stressor yang masuk
kedalam garis pertahanan (Clark, 1999).
2. Perencanaan keperawatan komunitas
Perencanaan merupakan tindakan pencegahan primer, sekunder,
tersier yang cocok dengan kondisi klien (keluarga, masyarakat) yang
sesuai dengan diagnosa yang telah ditetapkan. Proses didalam tahap
perencanaan ini meliputi penyusunan, pengurutan masalah berdasarkan
diagnosa komunitas sesuai dengan prioritas (penapisan masalah),

26
penetapan tujuan dan sasaran, menetapkan strategi intervensi dan renca
Perencanaan merupakan tindakan pencegahan primer, sekunder, tersier
yang cocok dengan kondisi klien (keluarga, masyarakat) yang sesuai
dengan diagnosa yang telah ditetapkan. Proses didalam tahap perencanaan
ini meliputi penyusunan, pengurutan masalah berdasarkan diagnosa
komunitas sesuai dengan prioritas (penapisan masalah), penetapan tujuan
dan sasaran, menetapkan strategi intervensi dan rencana evaluasi

F. Implementasi Keperawatan
1. Pelaksanaan ( Implimentasi )
Pelaksanaan kegiatan komunitas berfokus pada
tiga tingkat pencegahan (Anderson dan Mcfarlene, 1985), yaitu:
a. Pencegahan primer  
Pencegahan primer adalah pencegahan sebelum sakit atau disfungsi
dan diaplikasikan ke populasi sehat pada umumnya, mencakup pada
kegiatan kesehatan secara umum dan perlindungan khusus terhadap
suatu penyakit. Misalnya, kegiatan penyuluhan gizi, imunisasi,
stimulasi dan bimbingan dini dalam kesehatan keluarga.
b. Pencegahan sekunder 
Pencegahan sekunder adalah kegiatan yang dilakukan pada saat
terjadinya perubahan derajat kesehatan masyarakat dan ditemukannya
masalah kesehatan. Pencegahan sekunder ini menekankan pada
diagnosa dini dan inervensi yang tepat untuk menghambat proses
penyakit atau kelainan sehingga memperpendek waktu sakit dan
tingkat keparahan. Misalnya mengkaji dan memberi intervensi segera
terhadap tumbuh kembang anak usia bayi sampai balita.
c. Pencegahan tersier 
Pencegahan tersier adalah kegiatan yang menekankan pada
pengembalian individu pada tingkat fungsinya secara optimal dari
ketidakmampuan keluarga. Pencegahan ini dimulai ketika terjadinya
kecacatan atau ketidakmampuan yang menetap bertujuan untuk
mengembalikan ke fungsi semula dan menghambat proses penyakit.

27
2. Pendidikan Kesehatan
a. Pengertian Pendidikan Kesehatan 
Pendidikan kesehatan adalah proses perubahan prilaku yyang
dinamis yang mana perubahan tersebut bukan sekadar proses transfer
materi/teori dari seseorang ke orang lain dan bukan pula seperangkat
prosedur. Akan tetapi, perubahan tersebut terjadi akibat adanya
kesadaran dari dalam diri individu, kelompok, dan masyarakat sendiri
(Wahit et al, 2006).
b. Tujuan (Wahit,2009)
Tujuan utama pendidikan kesehatan adalah agar individu
mampu untuk:
1) Menetapkan masalah dan kebutuhan mereka sendiri
2) Memahami apa yang dapat mereka lakukan terhadap masalah
kesehaatan yang dihadapi dengan sumber daya yang ada pada
mereka ditambah dengan dukungan dari luar,
3) Memutuskan kegiatan yang paling tepat guna untuk
meningkatkan tarafhidup sehat dan kesejahteraan masyarakat
c. Sasaran pendidikan kesehatan ( Wahit, 2009) 
Sasaran pendidikan kesehatan dibagi dalam tiga kelompok, yaitu
sebagai berikut:
1) Sasaran primer (primary target), sasaran langsung pada
masyarakat berupa segala upaya pendidikan/ promosikesehatan.
2) Sasaran sekunder (sekundary target), sasaran ditujukan pada
tokoh masyarakat, diharapkan kelompok ini pada umumnya akan
memberikan pendidikan kesehatan pada masyarakat di sekitarnya.
3) Sasaran tersier (tersiery target), sasaran ditujukan pada pembuat
keputusan/ penentu kebijakan baik di tingkat pusat maupun di
tingkat daerah, diharapkan dengan keputusan dari kelompok ini
akan berdampak kepada prilaku kelompok sasaran sekunder yang
kemudian pada kelompok primer.
d. Pendidikan kesehatan dalam keperawatan komunitas dan aplikasi
penyuluhan kesehatan ( Wahit, 2009) 

28
Kegiatan pendidikan kesehatan yang secara langsung dapat
dilakukan oleh perawat komunitas adalah penyuluhan. Untuk dapat
melakukan penyuluhan kesehatan dengan baik agar sasaran yang
diinginkan dapat tercapai, perawat kesehatan dalam komunitas perlu
dibekali landasan teori (knowledge) yang baik, attitude, dan practice
yang memadai. Selain itu kemampuan dalam mengorganisasikan
masyarakat juga sangat penting sehingga muncul partisipasi aktif dari
masyarakat. Pengorganisasian masyarakat adalah suatu proses di mana
masyarakat dapat mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan dan
menentukan prioritas dari kebutuhan-kebutuhan tersebut dan
mengembangkan keyakinan untuk berusaha memenuhi kebutuhan
sesuai dengan skala prioritas berdasarkan atas sumber-sumber, baik
yang ada di masyarakat sendiri maupun yang berasal dari luar secara
gotong royong.
Berdasarkan pengertian di atas, ada tiga aspek penting yang
terkandung di dalam pengorganisasian masyarakat, yaitu sebagai
berikut:
1) Proses, merupakan proses yang terjadi secara sadar, tetapi mungkin
pula tidak. Jika proses disadari, berarti masyarakat menyadari
adanya kebutuhan, dalam prosesnya ditemukan unsur-unsur
kesulitan.  Kesulitan timbul karena adanya kebutuhan, sehingga
masyarakat mengambil inisiatif atau prakarsa untuk mengatasi
kebutuhan tersebut. Kesulitan terjadi karena dorongan untuk
memenuhi kebutuhan- kebutuhan kelompok atau masyarakat.
Kesadaran terhadap kebutuhan dan masalah yang dihadapi
biasanya ditemukan pada sejumlah orang yang kemudian
melakukan upaya menyadarkan masyarakat untuk mengatasinya.
Selanjutnya menginstruksikan kepada masyarakat untuk bersama-
sama mengatasi kebutuhan tersebut.
2) Masyarakat, diartikan sebagai kolompok besar yang
mempunyai batas- batas geografis, mempunyai kebutuhan bersama
yang lbih besar daripada kelompok kecil. Kelompok kecil yang

29
menyadari masalah harus dapat menyadarkan kelompok yang lebih
besar dan secara bersama-sama mencoba untuk mengatasi masalah
dan memenuhi kebutuhannnya.
3) Memfungsikan masyarakat. Untuk dapat memfungsikan
masyarakat, maka harus dilakukan langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Menarik orang-orang yang mempunyai inisiatif dan dapat
bekerja untuk membentuk kepanitiaan yang akan menangani
masalah- masalah yang berhubungan dengan masyarakat.
b. Menyusun rencana kerja yang dapat diterima dan dilaksanakan
oleh keseluruhan masyarakat.
c. Melakukan upaya penyebaran rencana agar masyarakat dapat
menyebarkan rencana tersebut. 
e. Pendekatan ( Wahid, 2009) 
Terdapat tiga cara yan dapat digunakan untuk melakukan
pendekatan pada masyarakat, antara lain sebagai berikut:
1) Spesific Content Objective Approach
Adalah pendekatan baik perorangan (promotor kesehatan desa),
lembaga swadaya, atau badan tertentu yang merasakan adanya
masalah kesehatan dan kebutuhan dari masyarakat akan pelayanan
kesehatan mengajukan suatu proposal atau proposal atau program
kepada instansi yang berwenang untuk mengatasi masalah dan
memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut. Misalnya program
penanggulangan masalah kesehatan, penanganan sampah,
pencemaran lingkungan dan sebagainya.
2) General Content Objective Approach
Adalah pendekatan yang mengoordikasikan berbagai upaya dalam
bidang kesehatan dalam suatu wadah tertentu. Misalnya program
posyandu yang melaksanakan lima sampai tujuh upaya kesehatan
yang dijalankan sekaligus seperti KIA, KB, gizi, imunisasi,
penanggulangan diare, penyediaan air bersih, dan penyediaan obat-
obat esensial.

30
3) Proses Objective Approach
Adalah pendekatan yang lebih menekankan kepada proses yang
dilaksanakan oleh masyarakat sebagai pengambil prakarsa, mulai
dari mengidentifikasi masalah, analisis, menyusun perencanaan
penanggulangan masalah, pelaksanaan kegiatan sampai dengan
penilaian dan pengembangan kegiatan, di mana masyarakat sendiri
yang mengembangkan kemampuannya sesuai dengan kapasitas
yang mereka miliki. Hal yang dipentingkan dalam pendekatan ini
adalah partisipasi masyarakat atau peran serta masyarakat dalam
pengembangan kegiatan.

G. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi perbandingan antara status kesehatan klien dengan hasil yang
diharapkan. Evaluasi terdiri dari tiga yaitu evaluasi struktur, evaluasi proses
dan evaluasi hasil. Tugas dari evaluator adalah melakukan evaluasi,
menginterpretasi data sesuai dengan kriteria evaluasi, menggunakan
penemuan dari evaluasi untuk membuat keputusan dalam memberikan asuhan
keperawatan.
Penilaian asuhan keperawatan dapat dilakukan setelah pelaksanaan
dijalankan dalam jangka waktu tertentu. Penilaian dapat dilakkan dalam dua
cara yaitu:
1) Selama kegiatan berlangsung (penilaian formatif), penilaian ini dilakukan
untuk melihat apakah pelaksanaan kegiatan dijalankan sesuai perencanaan
penganggulangan masalah yang disusun. Penilaian ini dapat juga
dikatakan monitoring, sehingga dapat diketahui perkembangan hasil yang
akan dicapai.
2) Setelah   program   selesai dilaksanakan (penilaian   somatif), penilaian ini
dilakukan setelah melalui jangka waktu tertentu dari kegiatan yang
dilakukan. Penilaian ini disebut juga penilaian akhir program, sehingga
dapat diketahui apakah tujuan atau target dalam pelayanan kesehatan dan
keperawatan telah dicapai atau belum.

31
Perluasan merupakan pengembangan dari kegiatan yang akan
dilakukan. Perluasan dapat dilakukan dengan dua cara:
1) Perluasan kuantitatif, yaitu perluasan dengan menambah jumlah kegiatan
yang akan dilakukan, apakah pada wilayah setempat atau di wilayah
lainnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
2) Perluasan kualitatif, yaitu perluasan dengan meningkatkan mutu atau
kualitas kegiatan yang telah dilaksanakan, sehingga dapat meningkatkan
kepuasaan dari masyarakat yang dilayani

H. Asuhan Keperawatan Komunitas di Instuti Pesantren


1. Kasus
Desa Sawo Matang, Kota Malang, Provinsi Jawa Timur, terdapat
sebuah pondok pesantren bernama “As-Salam”. Pondok pesantren ini
sudah berdiri sejak 10 November 1999. Pondok pesantren yang mulanya
didirikan oleh K.H. Wahid, pada tahun 2010 diganti alih oleh anak
sulungnya yaitu K.H. Ahmad. Pondok pesantren yang awalnya hanya
terdiri dari 15 orang saja (10 santri putri dan 5 santri putra) pada tahun
1999, kini pada tahun 2021 sudah memiliki santri sebanyak 140 orang
dengan rincian, 60 santri putra dan 80 santri putri. Para santri mayoritas
berasal dari Jawa Timur, sebagian Jawa Timur, dan Yogyakarta. Untuk
bangunan, terdapat 2 asrama besar yang mana masing-masing dibedakan
untuk santri putra dan putri. Adapun bangunan lain terdapat sekolah,
kantin, masjid, dan aula pendopo (masing-masing 1 bangunan). Terdapat 8
orang petugas kebersihan yang bertanggung jawab akan kebersihan
pondok, disamping para santri. Pondok pesantren ini berada di wilayah
yang sedikit jauh dari pusat kota kira-kira sekitar 15 km dari pusat kota
Pada suatu hari dilakukan pengkajian dan pemeriksaan kesehatan di
pondok tersebut oleh tim puskesmas setempat. Dari total keseluruhan
santri disana yakni 140 santri, ditemukan 42 orang santri mengalami
scabies, dengan rincian 25 santri putri dan 17 santri putra. Alasan utama
ditemukan scabies adalah karena kurangnya penerapan PHBS dan
lingkungan pondok yang lembab serta kurang terawat. Hal ini sejalan

32
dengan observasi lingkungan pondok yang mana ditemukan ruang asrama
yang kebanyakan cenderung tertutup, lembab, kurang sinar matahari dan
sirkulasi, peralatan sholat, karpet masjid, dan sprei kasur yang lama tidak
dicuci atau diganti, beberapa sudut ruang juga nampak ditumbuhi kerak.
Selain itu  juga ditemukan toilet serta selokan saluran air toilet terlihat
kotor dan kurang terawat sehingga menimbulkan bau. Ditambah pula,
petugas kebersihan mengatakan bahwa terdapat kebiasaan para santri yang
mana tidak segera mencuci pakaian sehingga menumpuk atau
menggantung di sudut kamar atau belakang pintu. Pengurus pesantren
menyadari bahwa disamping kurangnya PHBS, kurangnya petugas
kebersihan juga merupakan salah satu faktor dari masalah kesehatan yang
timbul
2. Pengkajian
a. Data Inti
Elemen Deskripsi
Sejarah Pondok pesantren “As-Salam” berdiri sejak 10
November 1999, dengan jumlah santri awal sebanyak
15 orang ( 10 santri putrid dan 5 santri putra). Pendiri
sekaligus kepala pengurus pertama pondok pesantren
yakni K.H Wahid (1999-2010). Kepengurusan kini
dipegang oleh K.H. Ahmad (2010-sekarang)

Demografi Pondok pesantrem “As-Salam” berlokasi sekitar 15 km


dari pusat kota. Tepatnya di Desa Sawo Matang. Kota
Malang, Provinsi Jawa Timur. Pondok Pesantren ini
memiliki santri sebanyak 140 orang dengan rincian, 60
santri putra dan 80 santri putrid. Para santri mayoritas
berasal dari Jawa Timr, sebagian Jawa Timur, dan
Yogyakarta. Untuk bangunan, terdapat 2 asrama besar
yang mana masing-masing dibedakan untuk santri
putra dan putrid. Adapun bangunan lain terdapat
sekolah, kantin, masjid, dan aula pandopo (masing-

33
Elemen Deskripsi
masing 1 bangunan). Data terkait status kesehatan
santri sebanyak 30% atau 42 orang dari 140 jumlah
santri mengalami scabies.

b. Data Subsistem
Elemen Deskripsi
Fisik dan Penerapan PHBS dan lingkungan pondok lembab serta
Lingkungan kurang terawatt, ruang asrama yang kebanyakan
cenderung tertutup, lembab, kurang sinar matahari dan
sirkulasi, peralatan sholat, karpet masjid, dan sprei
kasur yang lama tidak dicuci atau diganti. Beberapa
sudut ruang juga tidak di cuci atau diganti. Beberapa
sudut ruang juga Nampak ditumbuhi kerak. Selain itu
juga ditemukan toilet serta selokan saluran air toilet
terlihat kotor dan kurang terawatt sehingga
menimbulkan bau
Pendidikan Lama pendidikan di Pondok Pesantren As-Salam ada
tingkat tajhizi (persiapan) 1 tahun. Wutsha 3 tahun,
dan kuliah 3 tahun. Adapun sumber informasi
kesehatan didapatkan dari petugas puskesmas yang
dating 4 bulan sekali,
Komunikasi Dalam keseharian kebanyakan antar santri
berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa. Adapun
dalam lingkup pendidikan pondok menggunakan
bahasa Indonesia. Sedangkan sarana komunikasi
terkait pendidikan kesehatan yang digunakan yakni
poster atau majalah dinding
Kesehatan dan Dari total keseluruhan santri yakni 140 santri
Layanan Sosial ditemukan 30% santri sebanyak 42 orang santri
mengalami scabies, dengan rincian 25 santri putrid dn
17 santri putra, Selain scabies, masalah gatal akibat

34
Elemen Deskripsi
kutu rambut juga diderita sebagian santri. Didapatkan
untuk permasalahan kutu rambut sebesar 20,71% atau
sebanyak 29 orang, dengan rincian 21 santri putrid dan
8 santri putra. Namun sekitar 70% santri atau sebanyak
98 orang tidak mendapati masalah scabies ataupun
kutu rambut karena penerapan PHBS yang cukup
diterapkan. Puskesmas Desa Sawo Matang merupakan
layanan social. Kesehatan yang dating dan melakukan
pemeriksaan setiap 4 bulan sekali sekaligus pusat
keluhan kesehatan santri setempat
Keamanan dan Keamanan pondok pesantren cukup aman karena santri
Transportasi dilarang keluar masuk tanpa izin yang jelas kecuali
untuk keperluan kesehatan dan makanan. Untuk
monilisasi terkait pemenuhan misalnya seperti
kesehatan dan makanan. Sebagian santri memilih jalan
kaki sebagian menggunakan angkutan umum
Ekonomi Dana pondok pesantren didapatkan dari biaya
pendidikan oleh orang tuan santri dan bantuan donator
tiap bulannya. Untuk biaya pendidikan yang
dibayarkan oleh orang tua tiap bulannya sebesar Rp.
500.000. Sedangkan bantuam donator tiap bulannya
tidak menentu kisaran Rp. 500.000 – 1.000.000.
Pengurus mengatakan masih keberatan untuk menggaji
dan menambah petugas kebersihan lagi.
Politik dan Pengurus Pondok Pesantren As-Salam, terkadang
Pemerintahan terdapat kunjungan oleh aparatur desa setempat,
Namun tidak menentu dan sangat jarang sekali
Rekreasi Rekreasi para santri biasanya dilakukan setahun sekali
untuk keperluan study tour. Sedangkan fasilitas
rekreasi dalam pondok berupa, perkebunan dan kolam
dibelakang asrama untuk santri bercocok tanam dan

35
Elemen Deskripsi
budidaya ikan.
Persepsi Sebagian besar santri bahkan santri yang cukup
melakukan PHBS beranggapan bahwa scabies / kudis
dan kutu rambut adalah masalah yang sudah biasa
yang tidak parah dan dapat diobati. Mereka juga
menganggap selagi masih bisa beraktivitas fisik maka
tidak bermasalah bagi diri mereka walaupun
kebersihan kurang memadai. Selain itu sebagian santri
mengatakan mengetahui bagaimana PHBS itu namun
masih rendah tingkat implementasinya . Sebagian
lainnya terutama yang mengalami masalah berupa
scabies dan kutu rambut mengatakan tidak tahu factor
penyebab dan penerapan PHBS yang baik.

c. Analisis Data
Masalah
Data Subjektif Data Objektif
Keperawatan
- Sebagian besar santri - Sebanyak 30% atau 42 Defesiensi
beranggapan bahwa orang dari 140 jumlah kesehatan
scabies/ kudis dan kutu santri mengalami komunitas pada
rambut adalah masalah scabies. Dengan rincian kelompok santri di
yang sudah biasa yang 25 santri putrid dan 17 Pondok Pesantren
tidak parah dan dapat santri putra. As-Salam Desa
diobati. - Sebanyak 20,7 % atau Sawo Matang. Kota
- Para santri sebanyak 29 orang dari Malang, Provinsi
menganggap selagi 140 santri mengalami Jawa Timur
masih bisa beraktivitas gatal akibat kutu
fisik maka tidak rambut, dengan rincian
bermasalah bagi diri 21 santri putri dan 8
mereka walaupun santri putra
kebersihan kurang

36
Masalah
Data Subjektif Data Objektif
Keperawatan
memadai
- Sebagian santri - Lingkungan pondok
mengatakan tidak tahu yang lembab serta
penerapan PHBS yang kurang terawatt
- Ruang asrama Perilaku kesehatan
baik
cenderung tertutup, cenderung beresiko
- Sebagian santri
lembab, kurang sinar pada kelompok
mengatakan
matahari dan sirkulasi santri di Pondok
mengetahui PHBS
Pesantren As-Salam
namun kurang - Peralatan sholat, karpet
masjid, dan sprei kasur Desa Sawo Matang.
melaksanakan.
yang lama tidak dicuci Kota Malang,
- Petugas kebersihan
atau diganti Provinsi Jawa
mengatakan bahwa
Timur.
terdapat kebiasaan - Beberapa sudut ruang
para santri yang mana juga nampak ditumbuhi
tidak segera mencuci kerak.
pakaian sehingga - Toilet serta selokan
menumpuk atau saluran air toilet terlihat
menggantung di sudut kotor dan kurang
kamar atau belakang terawatt sehingga
puntu menimbulkan bau.

Diagnosis Keperawatan Komunitas


- Defisiensi kesehatan komunitas pada kelompok santri di Pondok Pesantren
As-Salam Desa Sawo Matang, Kota Malang, Provinsi Jawa Timur
(Domain 1, Kelas 2, Kode 00215)
- Perilaku kesehatan cenderung beresiko pada kelompok santri di Pondok
Pesantren As-Salam Desa Sawo Matang, Kota Malang, Provinsi Jawa
Timur ( Doamin 1, Kelas 2, Kode 00188)

d. Perencanaan Keperawatan Komunitas

37
Perhatian Kemungkina
Pola Tingkat
Masalah Masyaraka n untuk Total
Prevelensi Buadaya
t Dikelola
Defesiensi kesehatan
komunitas pada
kelompok santri di
Pondok Pesantren As- 2 2 3 3 36
Salam Desa Sawo
Matang. Kota Malang,
Provinsi Jawa Timur
Perilaku kesehatan
cenderung beresiko pada
kelompok santri di
Pondok Pesantren As- 2 2 3 2 24
Salam Desa Sawo
Matang. Kota Malang,
Provinsi Jawa Timur
Keterangan
Total :
2 x 2 x 3 x 3 = 36
2 x 2 x 3 x 2 = 24
1 = rendah
2 = sedang
3 = tinggi
4 = sangat tinggi

38
Berdasarkan total skor yang didapatkan, maka dapat disimpulkan prioritas masalah keperawatan pada kelompok santri pondok
pesantren As-Salam Desa Sawo Matang, Kota Malang, Provinsi Jawa Timur yakni “Defisiensi Kesehatan Komunitas”.
NOC NIC
No Dr. Keperawatan Tujuan sasaran Metode Waktu Tempat PJ
Kode Hasil Kode Intervensi
1 Defisien kesehatan Tujuan warga 270102 8500 Primer Cerama 18.00 Pondok Primer
komunitas pada jangka pesantre h dan pada 29 pesantren Santri
pondok pesantren panjang n Primer Pengembangan diskusi Mei As- terpilih
As-Salam : kondisi Prevalens Kesehatan 2023 Salam
kesejaht i program masyarakat sampai Kota Sekunder
eraan peningkat 1. Identifikasi 30 Mei Dungus Petugas
fisik, an dan bina 2023 provinsi kesehatan
mental Kesehata pemimpin Jawa
dan 185519 n (1-3) masyarakat timur Tersier
komunit yang potensi Ketua
as dapat Faktor 2. Bantu yayasan
meningk personal anggota pondok
at. yang masyarakat pesantren
mempeng (warga As-Salam
270129 aruhi pesantren)
perilaku untuk Primer
kesehatan meningkatka Santri
(1-3) n kesadaran
39
Sekunde dan terpilih
r memberikan
Monitorin perhatian Sekunder
g standar mengenai Petugas
270427 kesehatan masalah- kesehatan
komunita masalah
s untuk kesehatan. Tersier
ukuran 3. Fasilitasi Ketua
160107 dan implementasi yayasan
evaluasi dan revisi pondok
kesehatan dari rencana pesantren
(2-4) masyarakat. As-Salam
185536 Kerjasam 4. Sediakan
a lingkungan,
komunita ciptakan
s untuk situasi 10.00
270429 mengatasi dimana 30 Mei
tantangan indivisu dan Pemerik 2023
(1-3) kelompok saan
Melakuka merasa aman Kesehat
n skrining untuk an
diri ketika mengekspresi
40
diarahkan kan
(1-3) pandangan
Tersier mereka.
Tahu
kapan Sekunder
untuk Skrining kesehatan
mendapat 1. Tentukan
kan populasi
bantuan target untuk
dari dilakukan
seorang 6520 pemeriksaan
professio kesehatan.
nal 2. Tentukan
kesehatan tingkat
(2-4) pemahaman
Adaptasi pasien
komunita sebelum
s terhadap skrining
perubaha dimulai.
n(1-3) 3. Dapatkan
riwayat
kesehatan
41
secara detail.
4. Jadwalakan 18.00
pertemuan pada 29
untuk Mei
meningkatka Kunjun 2023.sa
n efisiensi gan mpai 30
dan perwatan rutin Mei
individual. 2023
Tersier
Surveilans :
komunitas
1. Intruksikan
santri,
keluarga dan
pihak
6652 pesantren
terkait
pentingnya
tindak lanjut
untuk
penangannan
penyakit.
42
2. Berpartisipasi
dalam
pengembanga
n program
yang
berhubungan
dengan
pengumpulan
pelaporan
data.
3. Gunakan
laporan untuk
mengambil
perlunya
tambahan
pengumpulan
, analisa dan
interprerasi
data2
2. Perilaku kesehatan Tujuan Penguru 160217 Primer 5510 Primer Diskusi, 18.00 Pondok Primer
cenderung berisiko jangka s dan Menghin Pendidikan presenta pada 31 pesantren Santri
panjang anak- dari si, dan Mei As-
43
: anak paparan kesehatan kunjung 2023 Salam terpilih
Kondisi pesantre penyakit - Targetkan an rutin sampai kota
kesehata n yang sasaran pada 01 Juni dungus Sekunder
n, menular kelompok 2023 provinsi Petugas
kesejaht (4) berisiko Jawa kesehatan
eraan 160201 menggun tinggi dan timur
fisik, akan rentang usia Tersier
mental perilaku yang akan Ketua
dan yang mendapatkan yayasan
komunit menghind manfaat pondok
as dapat ari risiko besar dari pesantren
meningk 160222 (3) pendidikan As-Salam
at Mempert - Tekankan
ahankan manfaat
Tujuan tidur yang kesehatan
Jangka adekuat positif yang
pendek (4) langsung/jan
: gka pendek
Peningk 160202 Sekunde
atan r
pemaha Memonit
man 160203 or
44
tentang lingkunga
pola n terkait
hidup dengan
bersih risiko (3)
dan Memonit 6610
sehat 160210 or
(PHBS) perilaku
dan personal
kebersih terkait
an risiko (3)
lingkun
gan. Tersier
Menggun
akan
dukungan
sosial - Berikan
untuk diskusi
meningka kelompok
tkan - Lakukan
kesehatan demonstra
(4) si
Sekunder
45
Identifikasi risiko
6652 - Pertimban
gkan
ketersedia
an dan
kualitas
sumber
daya yang
ada
- Identifikas
i risiko
biologis,
lingkunga
n, dan
perilaku
serta
hubungan
timbal
balik
- Rencanak
an monitor
jangka
46
panjang
Tersier
Surveilans :
komunitas
- Instruksik
an santri,
keluarga,
dan pihak
pesantren
terkait
pentingny
a tindak
lanjut
untuk
penangana
n penyakit
- Kumpulka
n data
terkait
kejadian
kesehatan,
misalnya
47
penyakit
atau
didera
untuk
dilaporkan
- Berpartisi
pasi dalam
pengemba
ngan
program

48
No Diagnosa Kegiatan Waktu/Tempat Peserta Pelaksanaan
1. Defisien kesehatan Ceramah, 18.00 pada 29 Santri di - Pelaksanaan Ceramah dan diskusi 2x
komunitas pada pondok diskusi, dan Mei 2023 pondok seminggu membahas materi tentang
pesantren As-Salam kunjungan rutin sampai 30 Mei pesantren AS- peningkatan kesadaran dan perhatian
serta 2023 Salam Sawo mengenai penerapan hidup sehat dan
pemeriksaan Matang bersih
kesehatan Kota dungus, - Melakukan skrin ini kesehatan pada
Jawa timur 30 Mei 2023 pukul 10.00 bagi santri
dan pengurus yayasan pondok
- Melakukan surveilans dengan
kunjungan rutin pada komunitas
terkait pentingnya tindak lanjut
penanganan penyakit scabies dengan
pengumpulan data (pengajaran,
pengambilan, kebijakan, dan
melakukan hobi)
2. Perilaku kesehatan Diskusi, 18.00 pada 31 Santri di -pelaksanaan presentasi atau pemaparan
cenderung berisiko presentasi, data Mei 2023 pondok materi, diskusi membahas materi tentang
kunjungan rutin sampai 01 Juni pesantren AS- pendidikan kesehatan mengenai manfaat
2023 Salam Sawo kesehatan positif yang langsung/jangka
49
No Diagnosa Kegiatan Waktu/Tempat Peserta Pelaksanaan
Matan pendek.
-melakukan pertimbangan sumber-sumber di
komunitas yang sesuai dengan kebutuhan
kesehatan pemenuhan kebutuhan sehari-hari
-melakukan surveilans dengan kunjungan
rutin pada komunitas terkait pentingnya
tindak lanjut penanganan penyakit dengan
kegiatan pengumpulan data dan partisipasi
dalam pengembangan program.

No. Diagnosa Kegiatan Waktu/ Peserta Pelaksanaan Evaluasi


Tempat
1. Defisien kesehatan Ceramah, 18.00 pada 29 Santri di pondok - Pelaksanaan S : Sebanyak 89%
komunitas pada diskusi, dan Mei 2023 pesantren AS- Ceramah dan santri mengatakan
pondok pesantren As- kunjungan sampai 30 Mei Salam Sawo diskusi 2x paham tentang
Salam rutin serta 2023 Matan seminggu peningkatan
pemeriksaan membahas materi kesadaran dan
kesehatan Kota dungus, tentang perhatian mengenai
Jawa timur peningkatan penerapan hidup
50
No. Diagnosa Kegiatan Waktu/ Peserta Pelaksanaan Evaluasi
Tempat
kesadaran dan bersih dan sehat
perhatian mengenai
penerapan hidup O : persentase santri
sehat dan bersih yang ikut dalam
- Melakukan skrin kegiatan diskusi
ini kesehatan pada sebanyak 98%
30 Mei 2023 pukul
10.00 bagi santri A : kurangnya

dan pengurus kesadaran tentang

yayasan pondok pemeriksaan

- Melakukan kesehatan

surveilans dengan
kunjungan rutin P : memaksimalkan
pada komunitas santri untuk

terkait pentingnya meningkatkan


tindak lanjut kesadaran dan

penanganan perhatian mengenai

penyakit scabies penerapan hidup

51
No. Diagnosa Kegiatan Waktu/ Peserta Pelaksanaan Evaluasi
Tempat
dengan bersih dan sehat.
pengumpulan data
(pengajaran, Hambatan :
pengambilan, kegiatan pondok
kebijakan, dan pesantren yang padat
melakukan hobi)
Solusi : berdiskusi
dengan pemilik
pondok pesantren
untuk membuatkan
jadwal para santri
untuk menjaga
kesehatan pondok.
2. Perilaku kesehatan S : Sebanyak 80%
cenderung berisiko santri mengatakan
paham tentang
manfaat kesehatan
positif yang

52
No. Diagnosa Kegiatan Waktu/ Peserta Pelaksanaan Evaluasi
Tempat
langsung atau tidak
langsung

O : persentase santri
yang ikut dalam
kegiatan diskusi
sebanyak 98%
A : kurangnya
fasilitas kebersihan
dan tenaga
kebersihan pondok
pesantren
P : memaksimalkan
santri-santri untuk
menjaga kebersihan
serta membuat
peralatan kebersihan
untuk menunjang

53
No. Diagnosa Kegiatan Waktu/ Peserta Pelaksanaan Evaluasi
Tempat
kesehatan.

Hambatan :
kegiatan pondok
pesantren yang padat

Solusi : berdiskusi
dengan pemilik
pondok pesantren
untuk membuatkan
jadwal para santri
untuk menjaga
kebersihan pondok.

54
55
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesehatan merupakan investasi sumber Jaya manusia. Kesehatan juga
merupakan tanggung jawab bersama, untuk itu perlu diperjuangkan oleh
banyak pihak termasuk komunitas pesantren yang berisiko tinggi untuk
terjangkit penyakit.
Salah satu upaya pemerintah untuk mendekatkan pelayanan kesehatan
bagi warga pesantren adalah menumbuhkembangkan pos kesehatan pesantren
atau poskestren. Upaya perbaikan kesehatan pada generasi muda usia sekolah
sudah dilakukan dengan program UKS. Poskestren juga tidak terlepas dari
upaya-upaya yang ada di UKS, hanya saja poskestren dikhususkan pada
komunitas santri yang sedang belajar di pesantren.
Poskestren merupakan salah satu wujud upaya kesehatan berbasis
masyarakat di lingkungan pesantren dengan prinsip dari, oleh, dan untuk
warga pesantren yang mengutamakan pelayanan promotif (peningkatan) dan
preventif (pencegahan) tanpa mengabaikan aspek kuratif (pengobatan) dan
rehabilitatif (pemulihan kesehatan) dengan binaan puskesmas setempat.
Tempat untuk poskestren berada dalam lingkungan pesantren itu sendiri dan
bisa memanfaatkan ruangan serba guna maupun ruangan di masjid atau
musala.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan
demi kesempurnaan pembuatan makalah yang akan datang.

55
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Kurikulum dan Modul


Pelatihan Pos Kesehatan (Poskestren). Jakarta : Depkes RI.

Dinas Kesehatan Provinsi Jatim. 2007. Poskestren dan PHBS Tatanan Pesantren.
Surabaya: Dinkesprop Jatim. http://id.wikipedia.org/wiki/Pesantren
Daftar pustaka kurang

56

Anda mungkin juga menyukai