Anda di halaman 1dari 18

Nilai Budaya pada Lanskap Industri… (Lia Nuralia & Iim Imadudin) 175

NILAI BUDAYA PADA LANSKAP INDUSTRI


PERKEBUNAN KINA CINYIRUAN BANDUNG
PADA MASA KOLONIAL

THE CULTURAL VALUE IN THE LANDSCAPE


OF THE CINYIRUAN QUININE PLANTATION INDUSTRY IN BANDUNG
DURING THE COLONIAL PERIOD

Lia Nuralia1, Iim Imadudin2


1,2,
Balai Arkeologi Jawa Barat
Jl. Raya Tagog Cinunuk No.KM. 17, Cimekar, Cileunyi, Bandung.
1,2
e-mail: liabalar@yahoo.com, imadudin1975@gmail.com

Naskah Diterima: 22 Juli 2021 Naskah Direvisi: 13 September 2021 Naskah Disetujui : 18 Oktober 2021

DOI: 10.30959/patanjala.v13i1.848

Abstrak
Perkebunan Kina Cinyiruan di Bandung telah berdiri sejak tahun 1855. Perkebunan Kina
Cinyiruan saat ini telah menjadi kebun afdeeling dari Perkebunan Kertamanah PTPN VIII, sejak
digabungkan secara manajerial di masa kemerdekaan. Jejaknya dapat ditelusuri sebagai lanskap
budaya industri perkebunan berupa area bekas kebun kina dan permukiman emplasemen, yang
mengandung nilai budaya. Apa dan bagaimana nilai budaya tersebut menjadi permasalahan
pokok dalam tulisan ini. Metode penelitian adalah desk research dengan pendekatan arkeologi
industri serta konsep nilai budaya dan lanskap budaya. Hasil yang diperoleh adalah lanskap
budaya industri Perkebunan Kina Cinyiruan memiliki tata guna lahan beragam dengan tinggalan
budaya benda beraneka fungsi. Nilai budaya yang terkandung di dalamnya merupakan nilai
budaya tradisional Sunda dan nilai budaya kolonial, terkait kearifan lokal dan teknologi modern
Barat. Kedua nilai budaya tersebut tampak pada tata letak dan arsitektur bangunan permukiman,
serta tata guna lahan area kebun sebagai sistem ekonomi subsistensi dan perkebunan sebagai
sistem ekonomi modern Barat yang komersial.
Kata kunci: Nilai budaya, lanskap budaya industri, perkebunan kina Cinyiruan.

Abstract
The Cinyiruan quinine plantation in Bandung has been established since 1855. After the
managerial merger during the independence of Indonesia, it is now the government-owned
plantation of PTPN VIII Kertamanah. The existence of the plantation can be traced as a cultural
landscape of the plantation industry. It includes the area of the former quinine plantation and the
emplacement settlement. Both contain cultural values. The main problem in this paper comprise
what and how the values are. The research method used is the desk research with an industrial
archeology approach and the concept of cultural values and cultural landscapes. The results
obtained indicate that the cultural landscape of the Cinyiruan quinine plantation industry has a
variety of land uses with cultural relics of various functions. The cultural values contained are the
Sundanese traditional cultural values and colonial cultural values which relate to the local
wisdom and western modern technology. These two cultural values are traceable in the layout and
architecture of residential buildings as well as the land use of the garden area as a subsistence
economic system and the plantations as a modern commercial Western economic system.
Keywords: cultural values, industrial cultural landscape, Cinyiruan quinine plantation.

Patanjala, ISSN 2085-9937 (print), ISSN: 2598-1242 (online)


176 Patanjala Vol. 13 No. 2 Oktober 2021: 175-192

A. PENDAHULUAN Perkebunan Kertamanah. Penggabungan


Nilai budaya pada lanskap industri terjadi di era kemerdekaan dengan alasan
perkebunan kina bukan saja memberi efisiensi perusahaan.
gambaran tentang bentang alam industri Perkebunan Kina Cinyiruan menjadi
perkebunan, tetapi dapat memberi penting untuk dikaji, erat kaitannya dengan
penjelasan tentang nilai budaya posisi, dan tinggalan budayanya di masa
perkebunan masa kolonial. Nilai budaya sekarang. Lokasi Perkebunan Kina
perkebunan merupakan nilai budaya Cinyiruan memiliki posisi strategis dengan
campuran antara budaya Barat dan Timur; cakupan lahan lebih memungkinkan untuk
antara budaya orang-orang Eropa ditelusuri, dan beragam tinggalan budaya
(Belanda) dan orang-orang Asia (Sunda- yang ada masih bisa dideskripsikan wujud
Indonesia). Kedua budaya tersebut fisiknya dan menunjukkan sinyal
bertemu dalam aktivitas industri di nonverbal (nonfisik/abstrak) sebagai nilai
perkebunan kina masa lalu, dan di masa budaya yang terkandung di dalam wujud
sekarang tampak dari lanskap budaya fisik tersebut. Sementara itu, Perkebunan
industri yang diwariskannya. Kertamanah di masa sekarang memiliki
Lanskap budaya industri perkebunan lahan yang sangat luas sebagai hasil dari
merupakan bentang alam yang ditata, guna gabungan beberapa lahan kebun. Keadaan
memenuhi kepentingan industri ini akan memerlukan banyak usaha untuk
perkebunan. Lanskap budaya perkebunan menelusuri jejaknya.
di masa lalu dapat ditelusuri di masa kini Komoditas Perkebunan Kertamanah
melalui jejak lahan dan objek arkeologis sekarang adalah kebun penghasil teh dan
kebun dan lahan permukiman emplasemen. kopi, serta aneka tanaman sayur, dan buah,
Salah satu lanskap budaya industri sedangkan kina sudah tidak diproduksi
perkebunan tersebut berada di Afdeling lagi. Berdasarkan hasil penelitian pada
Kebun Cinyiruan, Perkebunan Kertamanah 2019 dan informasi dari pihak kebun pada
PTPN VIII di Pangalengan Kabupaten 2021(Ramadhan, wawancara, Maret 2021).
Bandung. Perkebunan Kertamanah merupakan
Perkebunan Kina Cinyiruan dahulu gabungan dari Perkebunan Kertamanah,
terpisah secara manajerial dari Perkebunan Perkebunan Cinyiruan, Perkebunan
Kertamanah. Perkebunan ini didirikan oleh Tirtasari, dan Perkebunan Cikembang.
Pemerintah Belanda pada pertengahan Perkebunan Kertamanah sekarang sebagai
abad ke-19, tepatnya pada 1855. Pada 1877 kebun induk memiliki enam afdeling, yaitu
didirikan Perkebunan Kina Kertamanah Kertamanah, Cinyiruan, Puncak Gedeh,
(Kertamanah I)1. Kedua perkebunan Wayang, Tirtasari, dan Cikembang
tersebut memiliki lahan kebun berbatasan. (Nuralia, 2019: 33).
Pada masa sekarang, Perkebunan Sebagian lahan bekas Perkebunan
Cinyiruan menjadi bagian (afdeeling) dari Kina Cinyiruan, sekarang sudah ditanami
kopi dan teh, tetapi satu dua pohon kina
1
Gouvernement Kina Onderneming (Chincona sucirrubra dan Chincona
Tjinjiroean (Peta Topografi Blad 32 B/Alg. No. ledgeriana) masih tampak di lahan yang
XL 38-B, 1919 - 1923., n.d.). Kebun Kina belum dialihfungsikan. Sementara itu,
Cinyiruan didirikan oleh Pemerintah Belanda bangunan atau struktur bangunan lama
17 Desember 1855 (terpahat di Tugu yang masih ada sebagian tetap
Peringatan Seratus Tahun Kebun Kina dipertahankan dan digunakan. Sebagian
Cinyiruan, Kertamanah, Pangalengan,
bangunan lainnya dibiarkan begitu saja.
Bandung,1995). Perkebunan Kertamanah I, II,
III, dan IV (30 Mei 1877; 16 Jan 1884; 12 Feb Ada pula bangunan yang sudah hancur
1892; 13 Jan 1908; 29 Nov 1911) (Regerings karena usia atau sengaja dihancurkan, dan
Almanak Voor Nederlandsch-Indie, 1880, di atasnya didirikan bangunan baru atau
1892, 1893,1900, 1901, 1902, 1906.) dibiarkan menjadi lahan kosong.

Patanjala, ISSN 2085-9937 (print), ISSN: 2598-1242 (online)


Nilai Budaya pada Lanskap Industri… (Lia Nuralia & Iim Imadudin) 177

Tata guna lahan bekas Perkebunan spesialisasi; sistem administrasi dan


Cinyiruan beraneka ragam, dan mengalami birokrasi; serta tanaman komersial
perubahan fungsi seiring perkembangan (commercial crops) komoditas ekspor.
zaman. Perubahan yang terjadi dalam Keadaan ini berbeda dengan sistem kebun
periode waktu tertentu telah melahirkan yang tradisional dengan ekonomi
budaya khas perkebunan yang terus subsisten, tidak padat modal, dan tidak
berkembang. Bekas lahan perkebunan berorientasi ekonomi (Kartodirdjo &
tersebut menjadi lanskap budaya industri Surjo, 1991: 3-4).
perkebunan yang bernilai sejarah. Lanskap Lanskap budaya (cultural
budaya industri perkebunan juga memberi landscape) merupakan suatu bentukan
petunjuk tentang nilai-nilai budaya lanskap masa lampau yang memiliki
perkebunan. Apa dan bagaimana nilai dimensi waktu di dalamnya (Nurisjah &
budaya perkebunan masa kolonial apabila Pramukanto, 2001), hasil interaksi antara
ditelusuri dari lanskap budaya industri manusia dengan sistem alam, dalam
perkebunan tersebut, akan menjadi rentang waktu panjang. Suatu bentukan
permasalahan pokok dalam tulisan ini. lanskap dikatakan memiliki nilai sejarah
Nilai budaya dalam sistem budaya apabila memiliki minimal satu kriteria.
merupakan lapisan yang paling abstrak dan Ada tiga kriteria yang mendukung suatu
luas ruang lingkupnya. Nilai adalah ukuran bentukan lanskap, yaitu: (1) etnografis,
baik dan buruk, memiliki fungsi merupakan produk khas suatu sistem
memantapkan dan menstabilkan ekonomi dan sosial suatu kelompok/suku
kebudayaan (Foster, 1975). Perbedaan masyarakat (etnik); (2) associative, suatu
nilai-nilai dapat disebabkan oleh dua bentuk lanskap yang berasosiasi atau yang
faktor, yaitu perbedaan ruang dan waktu. dapat dihubungkan dengan suatu peristiwa,
Misalnya budaya Barat dan budaya Timur personal, masyarakat, legenda, pelukis,
memiliki nilai-nilai yang berbeda, karena estetika dan sebagainya; dan (3) adjoining,
orang Barat memiliki ruang yang berbeda adalah bentukan lanskap bagian dari suatu
dengan orang Timur. Kemudian perbedaan unit tertentu, bagian monumen, atau bagian
nilai juga terjadi karena perbedaan waktu dari struktur bangunan tertentu.
seiring perkembangan zaman. Pada zaman Selanjutnya dijelaskan bahwa lanskap
dahulu nilai tertentu memiliki makna budaya juga merupakan lanskap sejarah,
tinggi, tetapi menjadi turun atau tidak lanskap yang berasal dari masa lampau,
bernilai di masa sekarang. Perbedaan nilai dan di dalamnya terdapat bukti fisik
budaya tersebut akan berpengaruh kepada tentang keberadaan manusia pendukung
berbagai bidang kehidupan, salah satunya budaya tersebut (Harvey dan Buggey,
terhadap sistem ekonomi dan sistem sosial 1988).
yang dianut oleh suatu negara atau Lanskap budaya atau cultural
sekelompok manusia. landscape disebut juga dengan istilah
Sistem perkebunan merupakan “saujana budaya”. Istilah “saujana budaya”
sistem perekonomian pertanian komersial merupakan satu konsep yang telah diterima
(commercial agriculture) bercorak secara luas dan diadopsi dalam
kolonial, bersandar pada sistem kriteria World Heritage sejak tahun 1973.
perkebunan Eropa (european plantation). UNESCO World Heritage Centre pada
Ciri-ciri utama sistem perkebunan, yaitu tahun 2005 menjelaskan bahwa “saujana
bentuk usaha pertanian berskala besar dan budaya” sengaja dirancang oleh manusia,
kompleks; bersifat padat modal (capital terbentuk secara perlahan dan bertahap,
intensive); lahan luas; organisasi tenaga hasil dari interaksi manusia dengan alam
kerja besar; pembagian kerja rinci; tenaga (baik yang sudah menjadi relik maupun
kerja upahan (wage labour); struktur yang masih terus berproses). Saujana
hubungan kerja rapih; teknologi modern; budaya asosiatif selalu dikaitkan dengan

Patanjala, ISSN 2085-9937 (print), ISSN: 2598-1242 (online)


178 Patanjala Vol. 13 No. 2 Oktober 2021: 175-192

gagasan religius, tradisi, atau pemahaman arkeologis mengenai wujud fisik dan
budaya tertentu atau terkait unsur budaya tata letaknya dalam lanskap kebun dan
tak benda (intangible) (Lanskap Budaya, emplasemen permukiman;
2018). - Mencari sumber arsip terkait sejarah
perkebunan dan lay out kawasan kebun
B. METODE PENELITIAN dan emplasemen lama;
Penelitian situs perkebunan termasuk - Mencari pengertian konsep yang
penelitian arkeologi industri (industrial digunakan; dan
archaeology) (Casella, 2005: 15). Tulisan - Melakukan analisis bentuk wujud fisik,
ini berdasarkan hasil penelitian arkeologi memahami simbol atau sinyal
industri tahun 2019, dengan framework: nonverbal (bahasa nonverbal) yang
surface surveys, excavations, archival ditunjukkan, dan interpretasi terhadap
research; dan oral history interviews wujud fisik sehingga dapat menjelaskan
(Palmer & Neaverson, 2000: 15); dan nilai budaya yang terkandung di
diperkaya dengan sumber data hasil survei dalamnya.
tahun 2021. Metode penelitian dalam
tulisan ini adalah desk research terhadap C. HASIL DAN BAHASAN
laporan hasil penelitian arkeologi, jurnal Perkebunan kina Cinyiruan terletak di
ilmiah, buku, serta sumber arsip kolonial Bandung Selatan dengan fisiografi
ketika penulisan dilakukan di tahun 2021. didominasi lahan perbukitan dan
Tulisan ini menggunakan konsep nilai pegunungan. Karakter lingkungan seperti
budaya dan konsep lanskap budaya. ini sangat cocok untuk tumbuh kembang
Langkah-langkah pengkajian yang pohon kina. Perkebunan ini merupakan
dilakukan sebagai berikut. perusahaan besar milik negara,
- Menetapkan objek arkeologis yang akan Gouvernement Kina Onderneming
dijadikan sumber data; Tjinyiroean yang didirikan 17 Desember
- Melakukan deskripsi terhadap objek 1855 (Nuralia et.al, 2019: 215).

Gambar 1. Perkebunan Cinyiruan (Gouvt. Kina Og. Tjinjiroean)


Sumber: Peta Topografi Blad 32 B (Alg. No. XL 38-B) Java. Res. Preanger Regentschappen.
Topografischen Dienst in 1919 - 1923. Dutch Colonial Maps – Leiden University Libraries.

Patanjala, ISSN 2085-9937 (print), ISSN: 2598-1242 (online)


Nilai Budaya pada Lanskap Industri… (Lia Nuralia & Iim Imadudin) 179

Permukiman emplasemen perkebunan Belanda ketika pertama kali didirikan di


didirikan pada pedataran lereng atau tahun 1855. Sistem perkebunan merupakan
puncak yaitu bukit, dan lembah. Bukit, sistem ekonomi modern berpadu dengan
lereng, dan lembah tersebut merupakan sistem ekonomi tradisional. Sistem
lahan luas di gunung-gunung yang masih ekonomi modern berasal dari budaya Barat
aktif dahulunya, bahkan ada yang masih yang dibawa oleh Belanda (Eropa) yang
menunjukkan keaktifannya sampai menjadi pengelola dan pemilik
sekarang. perkebunan, sedangkan budaya Timur
Salah satu puncak gunung api di (Asia) adalah budaya para pekerja kebun
Bandung Selatan, di Kecamatan berasal dari pribumi asli Indonesia (etnis
Pangalengan di bagian timur adalah Sunda). Kedua budaya bercampur dalam
Gunung Malabar (2.321 m dpl). Kawasan satu komunitas dengan sistem ekonomi
lahan di sebelah selatan Gunung Malabar berbeda.
terdapat Gunung Wayang (2.182 m dpl) Sistem ekonomi modern diterapkan
dan Gunung Windu (2.054 m dpl) (Peta ke dalam perkebunan dalam skala besar
Topografi sheet, 1944). Daerah dengan komoditas tanaman pertanian
pegunungan ini tersusun oleh batuan komersial, sedangkan sistem ekonomi
gunung api muda. Kawasan di antara tradisional merupakan sistem ekonomi
puncak-puncak gunung merupakan subsistensi, berjalan dalam keseharian para
Dataran Pangalengan. Lahan di tengah- pekerja perkebunan. Para pekerja atau kuli
tengah Dataran Pangalengan terdapat kebun menggarap sawah dan ladang serta
danau (situ) bernama Situ Cileunca. beternak untuk memenuhi kebutuhan
Dataran Pangalengan ini tersusun oleh pangan sehari-hari (Nuralia, 2016).
endapan piroklastika yang sangat tebal Dengan Demikian, dalam komunitas
(Nuralia et.al, 2019). Kemudian kawasan perkebunan terjadi dualisme ekonomi
permukiman emplasemen perkebunan seperti yang dikemukakan J.H. Boeke.
Cinyiruan juga berada di antara sungai Hasil sistem kebun masuk sektor ekonomi
kecil, yaitu Sungai Cihejo yang berhulu di subsistensi, sedangkan hasil agro industri
lereng timur Gunung Malabar, cabang dari masuk sektor ekonomi Barat (Boeke,
sungai besar Citarum. Kawasan di bagian 1983). Hasil kebun adalah garapan mandiri
tengah terdapat aliran Cisangkuy yang para pekerja berupa lahan sawah, lahan
berhulu di Situ Cileunca, mengalir ke utara kebun sayur dan palawija, serta ternak.
di sebelah barat Gunung Malabar (Nuralia Sebagian besar hasil kebun dikonsumsi
et.al, 2019: 118-121). sendiri dan ada sebagian kecil lainnya
Lokasi Kebun Cinyiruan berada di dijual di pasar lokal. Kemudian lahan hasil
daerah pedalaman dengan topografi lahan agro industri (perkebunan) di antaranya
tidak rata atau bergelombang (Gambar 1). kopi, kina, teh, karet, dan kelapa sawit,
Lahan seperti ini memberi efek persediaan yang merupakan komoditas perdagangan
air yang tidak tetap. Keadaan topografi dunia internasional (ekspor).
secara tidak langsung berperan dalam Sistem ekonomi modern melahirkan
pengembangan profil tanah dan sistem ekonomi uang, sebagai jelmaan
memengaruhi persediaan air, yang dapat sistem ekonomi liberal (Barat) beserta
digunakan untuk pertumbuhan tanaman. kapitalismenya. Sistem ini secara perlahan
Selain itu, juga memengaruhi nilai dan terus menerus menunjukkan garis
pertanian tanah, sehingga berkaitan dengan progresif terhadap pertanian di Pulau Jawa
drainase luar dan dalam, serta kemudahan dan sebagian wilayah utara Pulau Sumatra
melaksanakan pengerjaan pembajakan (Sajogyo, 1982: 7). Upah buruh
(Foth, 2010: 211). perkebunan dibayar dengan uang. Alat
Perkebunan Cinyiruan merupakan tukar berupa uang sudah semakin popular
perusahaan perkebunan milik pemerintah dalam masyarakat perkebunan, walaupun

Patanjala, ISSN 2085-9937 (print), ISSN: 2598-1242 (online)


180 Patanjala Vol. 13 No. 2 Oktober 2021: 175-192

sistem barter masih berlangsung di antara Lahan ditandai dengan bangunan industri
para pekerja perkebunan. Lahan untuk produksi utama, pendukung
perkebunan sudah ditentukan lokasi dan produksi, dan permukiman para pengelola
luasnya dengan penataan berteknologi dan pekerja kebun. Tampak dalam denah
modern, disesuaikan dengan lingkungan lanskap Permukiman Emplasemen
alam pegunungan, beriklim tropis basah. Perkebunan Cinyiruan Masa Kolonial
Lahan adalah tanah yang digunakan (Gambar 2) ada pembagian lahan, yaitu:
untuk usaha pertanian atau perkebunan. (1) lahan perkantoran dan fasilitas sosial
Penggunaan lahan sangat tergantung atau fasilitas umum, (2) pemukiman
kepada keadaan dan lingkungan lahan pekerja, (3) lahan pabrik kina & bangunan
berada (Daniel, 2004: 66). Struktur tanah pendukung produksi, serta (4) lahan
yang baik untuk penanaman kina adalah khusus untuk rumah pengelola perkebunan
subur, gembur, banyak mengandung bahan yang terpisah sendiri, berada di antara
organik, tidak bercadas dan tidak berbatu, pabrik, kantor, dan kebun.
memiliki derajat keasaman (pH) antara 4,6 Hasil survey tahun 2019 (Nuralia
– 6,5 dengan pH optimum 5,8, serta et.al, 2019: 30-34, 89) dan 2021,
ketinggian tempat di antara 800 – 2.000 Emplasemen Cinyiruan Perkebunan
meter, dengan ketinggian optimum 1.400 – Kertamanah (Gambar 3), masih memiliki
1.700 m dpl (Nuralia et.al, 2019). tinggalan budaya lama, sebagai berikut.
Area bekas kebun kina dan 1. Rumah Dinas Asisten Afdeling
permukiman emplasemen Perkebunan Tirtasari
Kina Cinyiruan menunjukkan lanskap 2. Kantor Afdeling Cinyiruan
budaya industri dengan pembagian lahan 3. Lapangan Tenis Cinyiruan
sesuai kebutuhan perusahaan perkebunan. 4. Lapangan Bola

Gambar 2. Denah Lanskap Permukiman Emplasemen Perkebunan Cinyiruan Masa Kolonial


Tampak dari Rumah ADM
Sumber: Nuralia et.al, 2019; Modifikasi Lia Nuralia, 2021.

Patanjala, ISSN 2085-9937 (print), ISSN: 2598-1242 (online)


Nilai Budaya pada Lanskap Industri… (Lia Nuralia & Iim Imadudin) 181

Gambar 3. Emplasemen Permukiman Afdelin Kebun Cinyiruan Perkebunan Kertamanah


Sumber: Laporan Penelitian Arkeologi, 2019.

5. Bekas Madrasah (Bekas Rumah Hidayat, wawancara, 2019). Tradisi


Dinas Mandor Besar Cinyiruan) produksi di sini adalah proses produksi
6. Tugu Peringatan 100 Tahun pengolahan kina dari mulai pengadaan
Kebun Cinyiruan kulit kina basah di kebun dan pengolahan
7. Bekas PLTM Cinyiruan kulit kina kering di pabrik. Langkah-
8. Posyandu Aster 21 dan Rumah langkah pengolahan tersebut menjadi
Karyawan (Bekas Komplek tinggalan budaya tak benda (intangible
Pabrik Kina Cinyiruan) culture) yang memiliki nilai-nilai budaya
9. SDN Cibeureum khas perkebunan. Nilai budaya khas
10. Bekas lokasi Pasar Cinyiruan perkebunan merupakan budaya hybrid,
11. Rumah Dinas ADM Kertamanah campuran antara budaya Barat dan budaya
(Bekas Rumah ADM Cinyiruan) Timur (Nuralia dan Imadudin, 2019).
12. SDN Campaka Nilai budaya Barat berjalan
13. Rumah Dinas Asisten Afdeling beriringan dengan nilai budaya Timur,
Cinyiruan (bekas Rumah Tinggal karena tidak pernah benar-benar terjadi
Gerald Alfred Cup, Botanis dan percampuran antara kedua budaya tersebut.
Administratur Kebun Cinyiruan Pertemuan dua budaya terlihat dari bentuk
tahun 1945 – 1970-an) dan gaya arsitektur rumah tinggal. Unsur
14. Makam Gerald Alfred Cup (Tuan arsitektur Eropa dipadu dengan unsur
Keub/Tuan Cup). arsitektur lokal, yaitu dinding tebal dengan
plester semen yang menggunakan
Tinggalan budaya tak benda di teknologi modern, berpadu dengan bentuk
Kebun Cinyiruan berupa tradisi produksi atap bahan isian dinding yang digunakan
dan nilai budaya perkebunan, yang adalah bata merah dari tanah liat bakar dan
diperoleh dari hasil wawancara dengan batu alam (andesit). Bentuk atap lebih
informan (Hidayat, wawancara, 2018; menunjukkan ciri arsitektur lokal (Sunda),

Patanjala, ISSN 2085-9937 (print), ISSN: 2598-1242 (online)


182 Patanjala Vol. 13 No. 2 Oktober 2021: 175-192

yaitu atap jolopong (kampung) dan parahu disebut perumahan, sekelompok rumah
kumereb (limasan). Keadaan ini tampak dengan model dan dimensi yang hampir
pada rumah pejabat tinggi perkebunan, sama. Model rumah nonpanggung identik
seperti rumah administratur, rumah sinder dengan rumah modern Barat, dengan
afdeling, dan jajaran rumah pengelola bahan bangunan dan teknologi modern,
lainnya yang diperuntukkan bagi orang- walaupun unsur tradisional (timur) atau
orang Eropa. lokal masih dipergunakan sebagai
penyesuaian dengan lingkungan alam
sekitar. Kemudian model rumah panggung
menyerupai rumah tradisional Sunda,
dengan sentuhan unsur teknologi Barat
dalam penataan lahan bangunan (Nuralia,
et.al, 2019: 101-102).

Gambar 4. Perumahan Karyawan Jejer


10 Kebun Cinyiruan
Sumber: Dokumentasi Iim Imadudin, 2021.

Pertemuan antara budaya Barat dan


Timur juga tampak pada perumahan
pegawai yang secara wujud fisik banyak
mengadopsi bentuk rumah panggung
(Gambar 4). Bahan dinding dan atap juga Gambar 5. Rumah Manajer/ADM Perkebunan
terbuat dari bahan kayu dan ijuk, yang Kertamanah.
menjadi penanda rumah tradisional Sunda. Sumber: Dokumentasi Iim Imadudin, 2021.
Unsur budaya Barat ditunjukkan dengan
tata letak dalam ruang yang khas alam
pegunungan, dengan ketinggian lahan
tidak rata. Penataan lahan perumahan
pegawai di alam hutan hujan tropis
berbeda dengan penataan lahan bangunan
dalam penataan rumah tradisional Sunda.
Hutan yang telah dibuka untuk lahan
pemukiman kemudian ditata dengan cara
cut and fill. Lahan diratakan dan
disesuaikan dengan jarak antarrumah yang
Gambar 6. Makam Gerald Alfred Cup
sama, serta lahan yang datar dan tertata
di Bekas Lahan Kebun Kina Cinyiruan
rapih. Sumber: Dokumentasi Iim Imadudin, 2021.
Bangunan rumah administratur atau
manajer perkebunan (Gambar 5) dan Lahan permukiman perkebunan juga
rumah karyawan berbeda secara fisik, menyediakan lahan kuburan atau
berdasarkan kriteria model bangunan dan pemakaman umum. Biasanya digunakan
penyebutan rumah dan perumahan. Rumah untuk para pekerja atau karyawan kebun.
ADM bermodel rumah nonpanggung, Kemudian lahan kuburan khusus
sedangkan rumah pekerja bermodel rumah disediakan untuk para pejabat tinggi
panggung. Penyebutan rumah untuk perkebunan. Salah satu lahan khusus
bangunan pejabat tinggi sebagai bangunan makam ditemukan di bekas Kebun Kina
tunggal. Sementara itu, rumah karyawan Cinyiruan, di lahan datar di lereng bukit
Kebun Kina. Ada satu makam dengan

Patanjala, ISSN 2085-9937 (print), ISSN: 2598-1242 (online)


Nilai Budaya pada Lanskap Industri… (Lia Nuralia & Iim Imadudin) 183

penanda salib di bawah pohon beringin dan pekerjaannya. Pada masa kolonial, struktur
dikelilingi pohon kina, yaitu makam sosial masyarakat perkebunan terbagi
Gerald Alfred Cup, seorang botanis dan menjadi dua bagian besar, yaitu pemilik
Administratur Perkebunan Kina Cinyiruan dan pekerja atau antara majikan dan buruh
terakhir. Ia dikenal sebagai Meneer Cup (Nuralia, 2016). Majikan berasal dari
atau Tuan Kap (Gambar 6). orang-orang Eropa (Belanda) dan buruh
adalah orang-orang pribumi asli Indonesia
(Sunda). Dengan demikian, masyarakat
perkebunan secara kontras terdiri dari dua
ras, yaitu ras Eropa dan ras Asia dengan
budaya Barat dan Timur. Budaya yang
berbeda melahirkan sistem nilai yang
berbeda pula. Akibat dari keadaan kontras
dalam kehidupan sosial di perkebunan
tersebut menunjukkan sistem sosial yang
bersifat dualisme, yaitu sistem sosial
tradisional Timur dan sistem sosial modern
Barat.
Gambar 7. Bekas Lahan dan Sisa Fondasi Keberadaan sistem ekonomi dan
Pabrik Kina Cinyiruan
sistem sosial yang bermuka dua
Sumber: Dokumentasi Iim Imadudin, 2021.
membuktikan lanskap Kebun Cinyiruan
Tata guna lahan dalam lanskap memiliki kriteria sebagai lanskap budaya
budaya industri perkebunan kina memiliki industri yang bernilai sejarah. Lanskap
keterkaitan dengan fungsi bangunan yang tersebut sengaja dibentuk oleh Pemerintah
didirikan di atasnya. Lahan produksi Kolonial berkaitan dengan kolonialisme
menjadi tempat berdirinya pabrik sebagai dan imperialisme orang-orang Eropa di
bangunan produksi utama dan bangunan tanah jajahannya. Salah satu bukti
pendukung produksi (Gambar 7). Letak penjajahan yang paling konkret adalah
pabrik dan bangunan pendukung produksi adanya pemerasan sumber daya alam dan
akan berdekatan karena ada hubungan sumber daya manusia melalui pendirian
formal di antara keduanya. Misalnya perusahaan pekebunan.
PLTM (kantor, turbin, bak air) memiliki Dualisme ekonomi perkebunan
hubungan formal sangat jelas dengan menunjukkan adanya kriteria etnografis
Pabrik Kina, karena pabrik pengolahan khas perkebunan. Kriteria etnografis
kulit kina kering dapat beroperasi apabila merupakan produk khas suatu sistem
ada pendukung energi listrik untuk ekonomi dan sosial suatu kelompok/suku
menghidupkan mesin penggilingan masyarakat (etnik). Dalam hal ini adalah
(Nuralia, et.al, 2019: 98). etnis Sunda sebagai kelompok besar
Berdasarkan bentuk, arsitektur dan manusia yang terlibat dalam perputaran
tata letak bangunan rumah tinggal tersebut, ekonomi Pemerintah (penjajah) Belanda.
tampak adanya perpaduan serasi antara Sementara itu, orang-orang Belanda
nilai budaya Barat dan Timur. Kemudian sebagai bangsa pendatang berhasil
tampak juga adanya perbedaan yang menguasai sumber alam dan sumber daya
kontras yang menunjukkan fungsi rumah manusia pribumi (yang dijajah).
terkait peran (status) dan jenis

Patanjala, ISSN 2085-9937 (print), ISSN: 2598-1242 (online)


184 Patanjala Vol. 13 No. 2 Oktober 2021: 175-192

Gambar 8. Perumahan karyawan “Jejer Sapuluh” Kebun Cinyiruan Lama


Sumber: Publicatie Zonder Vermelding LUCHTOPNAME K.N.I.L.M. VERBODEN 938 dan
Dokumentasi Karyawan Perkebunan Kertamanah (Repro/Scan Manual oleh Lia Nuralia, 4 Juli 2019)

Lanskap industri perkebunan juga dalam sistem ekonomi kolonial, yang


menunjukkan adanya kriteria asosiatif. berasal dari masa lampau, dengan bukti
Suatu bentuk lanskap yang berasosiasi atau fisik tentang keberadaan manusia berupa
yang dapat dihubungkan dengan suatu lahan kebun, dan lahan emplasemen
peristiwa, personal dan masyarakat. Dalam permukiman yang di atasnya masih tersisa
kasus Kebun Kina Cinyiruan, peristiwa bangunan lama dan sisa-sisanya. Dengan
besar itu terjadi pada pertengahan abad ke- demikian, lahan kebun dan emplasemen
19 atau tahun 1855, ketika pertama kali permukiman Cinyiruan memiliki sifat
Kebun Cinyiruan didirikan oleh adjoining.
Pemerintah Belanda. Pendirian Perkebunan Lanskap budaya industri Perkebunan
Cinyiruan merupakan salah satu peristiwa Cinyiruan dengan tiga kriteria tersebut
penting yang berdampak besar kepada melahirkan nilai-nilai budaya campuran
perkembangan ekonomi Hindia Belanda antara budaya Barat dan budaya Timur.
dan perubahan nilai budaya, yaitu lahirnya Nilai budaya dalam sistem budaya
budaya khas masyarakat perkebunan merupakan lapisan yang paling abstrak dan
dengan nilai-nilai budaya hibrid. Budaya luas ruang lingkupnya, terkait erat dengan
hibrid ketika itu ditunjukkan dengan ukuran baik dan buruk, serta memiliki
adanya penyebutan budaya indis, yang fungsi memantapkan dan menstabilkan
lahir dalam berbagai ruang kolonial, di kebudayaan. Ada dua nilai budaya secara
kota-kota dan di desa-desa (Soekiman, garis besar yang tumbuh dalam masyarakat
2011), termasuk di desa pegunungan Perkebunan Kina Cinyiruan masa kolonial,
tempat berdirinya perkebunan. yaitu:
Kebun Afdeling Cinyiruan sebagai 1. Nilai budaya kolonial; dan
lanskap budaya industri perkebunan yang 2. Nilai budaya tradisional Sunda.
bisa juga disebut sebagai “saujana Kedua nilai budaya tersebut berkaitan erat
budaya”, bersifat asosiatif karena terkait dengan kearifan lokal dan sisi positif
dengan keragaman budaya, tradisi budaya kolonialisme Barat di Indonesia, melalui
lokal Sunda, yang terkait unsur budaya tak lanskap industri perkebunan warisan
benda atau intangible culture. Kebun kolonial Belanda.
Afdeling Cinyiruan juga merupakan
bentukan lanskap bagian dari suatu
persekutuan besar pemerintah kolonial

Patanjala, ISSN 2085-9937 (print), ISSN: 2598-1242 (online)


Nilai Budaya pada Lanskap Industri… (Lia Nuralia & Iim Imadudin) 185

1. Nilai Budaya Tradisional Sunda Rumah Panggung tradisional Sunda


Berpadu dengan Nilai Budaya menunjukkan kearifan lokal, memiliki
Kolonial Barat dalam Lanskap makna sebagai berikut: (1) bahan yang
Budaya Industri Perkebunan digunakan sesuai iklim tropis basah
Nilai budaya tradisional Sunda tampak Indonesia; (2) posisi lantai tidak menempel
pada perumahan karyawan (pegawai) ke permukaan tanah, sehingga rumah tidak
perkebunan secara wujud fisik bangunan menjadi lembab; (3) penghuni tidak berada
dan tata letak bangunan atau pola di permukaan tanah, tetapi di tengah-
pemukiman. Kemudian nilai budaya tengah sehingga tidak langsung merasakan
lainnya tampak pada tata guna lahan dalam udara dingin (Nuralia, 2020: 85).
pemenuhan kebutuhan pangan berupa Secara fisik ada kesamaan antara
kebun, ladang, dan sawah. keduanya, yaitu memiliki lantai berada di
Wujud fisik bangunan rumah orang atas tanah, ada ruang antara permukaan
Sunda adalah model rumah panggung tanah dan lantai rumah atau berkolong
dengan bentuk atap di antaranya joloppong (Nuryanto dan Ahdiat, 2014). Persamaan
(kampung), parahu kumereb (limasan), lain yang juga tampak mirip pada bahan
dan julang ngapak (model kampung bangunan yang digunakan. Bahan dinding
dengan ujung melebar dan menekuk). bilik bambu, rangka kayu, lantai papan
Kemudian bahan lantai, bahan dinding, atau palupuh, serta penutup atap dari ijuk
dan penutup atap memanfaatkan potensi atau daun-daun kering. Kemudian terjadi
alam di lingkungan pegunungan. perkembangan lain dengan sentuhan
Penampakan fisik tersebut menjadi ciri budaya Barat, yaitu bahan penutup atap
menonjol yang tampak kasat mata. Ciri memakai genteng tanah liat.
rumah tradisional Sunda dengan bentuk Filosofi model rumah panggung
atap julang ngapak tampak pada tradisional Sunda menjadi perbedaan
perumahan karyawan Perkebunan menonjol antara keduanya. Tampak dalam
Cinyiruan dahulu (Gambar 8). Sementara pembagian ruang, struktur bangunan, dan
itu, perumahan karyawan emplasemen tata letak dalam lanskap ruang
permukiman Afdeling Cinyiruan permukiman (Tabel 1). Rumah tradisional
Perkebunan Kertamanah sekarang Sunda memakai konsep Tri Tangtu. Kata
memiliki bentuk atap perpaduan bentuk Tri artinya tiga dan kata Tangtu artinya
atap jolopong dan parahu kumereb. pasti. Pemahaman konsep Tri Tangtu
Adopsi model rumah panggung bahwa dunia terbagi menjadi tiga bagian,
memanfaatkan budaya lokal dan yaitu ambu handap (dunia bawah), ambu
ketersediaan di lingkungan setempat, tengah (dunia tengah), dan ambu luhur
menjadi pilihan kaum koloni. Dalam hal (dunia atas) (Danasasmita, et.al, 1987).
ini adalah budaya Sunda di dataran Kemudian pembagian ruang dibagi tiga,
Pangalengan, Priangan Jawa Barat. Model yaitu (1) tepas (teras/ruang terbuka) untuk
rumah panggung tersebut merupakan salah menerima tamu, sebagai ruang laki-laki,
satu kearifan lokal dalam pemenuhan (2) tengah imah (ruang transisi/netral)
kebutuhan akan tempat tinggal yang sesuai untuk laki-laki dan perempuan, dan (3)
dengan kondisi alam pegunungan di goah dan pawon (ruang belakang untuk
Priangan dengan iklim tropis basah. Model wanita) (Heryana, 2010: 372-373).
rumah panggung juga memiliki makna dan Sementara itu, pembagian ruang pada
filosofi tersendiri bagi masyarakat Sunda. perumahan karyawan perkebunan tidak
Konsep filosofi ini yang tidak ditemukan mengadopsi filosofi Sunda tersebut.
pada perumahan karyawan perkebunan, Pola perkampungan orang Sunda
sehingga tidak identik dengan penjelmaan memiliki ciri khas tersendiri, yaitu pola
rumah tradisional Sunda. memanjang dan memusat dengan pusat
rumah ketua adat (pupuhu) di ujung jalan.

Patanjala, ISSN 2085-9937 (print), ISSN: 2598-1242 (online)


186 Patanjala Vol. 13 No. 2 Oktober 2021: 175-192

Pola ini dapat dijumpai pada and fill. Persentuhan budaya barat dalam
perkampungan masyarakat Baduy di arsitektur rumah karyawan perkebunan
Banten dan Kampung Naga Tasikmalaya menjadi gaya campuran yang sering
di Jawa Barat (Nuralia, 2020: 83). disebut sebagai gaya Indis (Sukiman,
Konsep dasar arsitektur tradisional 2011: 3).
Sunda adalah harmoni dengan alam. Persentuhan budaya Barat pada
Sebutan bumi untuk rumah tinggal, Rumah Karyawan Perkebunan juga tanpak
penataan rumah melingkar memanjang dalam struktur bangunan dan tata ruang
membentuk huruf U, memiliki makna dalam. Konsep modern Eropa dalam
berkumpul (ngariung). Rumah dibangun bentuk sederhana, tetapi tetap mengacu
sederhana membujur dari timur ke barat, pada konsep form follows function, yaitu
menyesuaikan dengan peredaran sinar bentuk mengikuti fungsi, sebagai karakter
matahari dan tidak menentang hukum yang cukup khas (Mayer 1992).
alam. Keadaan ini menjadi sangat baik Lahan pemukiman pekerja Kebun
karena sirkulasi udara dan cahaya lancar Cinyiruan dahulu disebut Komplek Jejer
dan berubah secara alamiah (Suharjanto Sapuluh. Sekarang bentuk lahan dan rumah
2014: 514). sudah mengalami perubahan (Gambar 5).
Pola pemukiman rumah karyawan Bentuk rumah di Komplek Jejer Sapuluh
perkebunan dan rumah tradisional Sunda yang masih dijumpai adalah bangunan
memiliki pola yang berbeda. Pola rumah yang dibangun sekitar tahun 1960-
pemukiman rumah karyawan perkebunan an (Jajang, Asisten Afdeling Tirtasari
berderet atau berjejer teratur, di atas lahan Perkebunan Kertamanah di Cinyiruan, 6
berkontur rata, dalam bentuk lahan persegi Juni 2019).
atau persegi panjang (Gambar 5 dan 7). Perubahan bentuk rumah terutama
Pola pemukiman seperti ini adalah hasil tampak pada bentuk atap. Pada awalnya
bentukan tangan manusia, sebagai bukti rumah karyawan Kebun Cinyiruan
adanya persentuhan budaya Barat. Kontur berbentuk atap julang ngapak. Kemudian
lahan alam pegunungan yang tidak rata ketika dilakukan perubahan di tahun 1960-
atau topografi permukaan tanah an, bentuk atapnya berubah menjadi atap
bergelombang, diubah dengan metode cut jolopong dan atap parahu kumereb

Tabel 1. Model Rumah Tradisional Sunda dan Rumah Karyawan Perkebunan


Bangunan Model Pembagian Struktur Tata Letak dalam Lanskap Bahan Bangunan
Rumah Ruang Bangunan Ruang Pemukiman

Tradisional Rumah Konsep Tri Konsep Mengelompok, tidak rapih, Kayu, bambu,
Sunda Panggung Tangtu jarak antar rumah tidak sama, batu, daun-
Tri Tangtu permukaan lahan tidak rata daunan,
atau sesuai kontur tanah penggunaan pasak
kayu untuk
sambungan.

Karyawan Rumah form Morfologi Mengelompok, tertata rapih, Kayu, bambu,


Perkebunan Panggung jarak antar rumah sama, batu, genteng
follows Tubuh permukaan lahan rata dengan tanah liat,
metode cut & fill penggunaan pasak
function Manusia kayu untuk
sambungan.

Pejabat Rumah Model Morfologi Terpisah, terencana dengan Bata merah, batu
Victorian baik, gaya arsitektur khusus, andesit, kayu,
Perkebunan Permanen yang Tubuh permukaan lahan rata di atas kaca, genteng
komplek pedataran puncak bukit dengan tanah liat dan atap
Non dan detail Manusia metode cut & fill sirap, pengunaan
pasak kayu untuk
PanggungPatanjala, ISSN 2085-9937 (print), ISSN: 2598-1242 (online) sambungan.
Nilai Budaya pada Lanskap Industri… (Lia Nuralia & Iim Imadudin) 187

(Gambar 5). Bentuk atap yang digunakan Lanskap budaya industri perkebunan
masih merupakan atap tradisional Sunda. juga menampakkan lahan pemukiman
Dengan demikian, ada kearifan lokal yang utama, yang berada di pedataran lereng
masih dipertahankan dan menjadi identitas dengan halaman luas dan berlatar belakang
rumah karyawan perkebunan. kebun kina di lereng gunung atau bukit.
Lanskap budaya industri perkebunan Penempatan ini sangat direncanakan dan
juga tampak dalam tata guna lahan ditata dengan baik, karena diperuntukkan
pertanian, yaitu kebun, sawah, dan ladang. bagi pejabat tertinggi perkebunan ketika
Ketiga lahan tersebut menjadi sumber itu, yaitu rumah tinggal administratur,
pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari seperti tampak dalam gambar lukisan
atau ekonomi subsisten. Para pekerja (Gambar 9).
menjalankan kesehariannya bekerja Rumah administratur perkebunan
sebagai buruh kebun dan pabrik, kemudian Kina Cinyiruan dahulu (sekarang Rumah
menggarap lahan yang ada di sekitar Dinas Perkebunan Kertamanah), berada di
rumahnya atau lahan kosong tidak jauh puncak bukit dengan pemandangan ke
dari tempat tinggalnya. Biasanya mereka lahan komplek pabrik, perumahan
bercocok tanam sayuran dan palawija, karyawan Jejer Sapuluh, dan perkantoran.
bersawah atau menanam padi basah, serta Posisi tersebut sangat strategis dalam
berladang atau menaman padi huma. menjalankan fungsi pengawasan dan
Selain itu, mereka juga beternak unggas fungsi pengelolaan. Pemerintah kolonial
untuk memenuhi kebutuhan protein membentuk lanskap alam yang bertujuan
sekeluarga. Sementara itu, tata guna lahan untuk menopang berbagai kepentingan
sebagai area tanaman komersial atau mulai dari keletakan lanskap hingga
perkebunan kina merupakan konsep keberlangsungan proses produksi. Hal
ekonomi modern kaum koloni tersebut merupakan bagian dari proyek
(Barat/Belanda). Pohon kina ditanam di negara yang disebut sebagai rekayasa
lahan miring seperti di lereng gunung atau sosial. Masyarakat dibentuk atas logika
lereng bukit. Lahan perkebunan tersebut rasional pengetahuan dalam skema
menjadi produksi utama yang perencanaan yang ilmiah (Scott, 1998).
menghasilkan tanaman komersial yang Kaum koloni atau para pengusaha
laku di pasaran dunia. Tanaman kina perkebunan dengan sengaja memanfaatkan
pernah menjadi primadona di awal abad budaya lokal para pekerja perkebunan. Hak
ke-20, hampir 90 % kebutuhan kina dunia ini menjadi sangat menguntungkan untuk
dipasok dari Hindia Belanda. membuat mereka nyaman, bekerja giat,
dan tinggal menetap di perumahan
perkebunan yang disediakan perusahaan.
Demikian juga dengan rumah tinggal
pejabat tinggi perkebunan, menempati
lahan yang paling strategis, akses keluar
masuk mudah memiliki jalur jalan
tersendiri. Hal ini terlihat dari Rumah
Dinas Administratur Perkebunan
Cinyiruan (Gambar 5 dan Gambar 9) yang
memiliki jalan masuk kendaraan roda
Gambar 9. Lukisan Tangan Rumah ADM empat dan tangga naik untuk pejalan kaki.
Perkebunan Cinyiruan Masa Kolonial (1942) Selain itu, jalan masuk ke perkebunan kina
Sumber: Rumah Dinas ADM Perkebunan tersendiri di bagian belakang rumah.
Kertamanah, 2019. Rumah administratur tersebut juga
dilengkapi berbagai fasilitas keseharian
yang sengaja diadakan. Selain bangunan

Patanjala, ISSN 2085-9937 (print), ISSN: 2598-1242 (online)


188 Patanjala Vol. 13 No. 2 Oktober 2021: 175-192

inti, ada bangunan tambahan (ruang Priangan Jawa Barat. Penetapan ini
service) dan bangunan mes (untuk berdasarkan pendirian bangunan yang
menerima dan menginap tamu dari luar). diperkirakan didirikan antara akhir abad
Bangunan inti diperuntukkan bagi ke-19 sampai awal abad ke-20, di era
administratur dan keluarga, bangunan peralihan dari gaya Empire (Indische
tambahan untuk kamar para pembantu, dan Empire Stijl) ke gaya Indo Eropa (Indo-
kebutuhan pelayanan. Dalam hal ini, European Stijl) atau kolonial modern.
tampak nilai budaya kolonial yang Perubahan gaya ini diawali dengan
memberi ruang hidup layak bagi para perubahan sosial yang terjadi di
pembantu rumah tangga dan pekerja masyarakat Hindia Belanda ketika itu.
lainnya. Modernisasi penemuan baru di bidang
Rumah administratur perkebunan teknologi2 dan kebijakan politik kolonial3.
Cinyiruan tersebut menjadi model rumah Visual interior atau tata ruang dalam
dengan arsitektur khas Eropa di bangunan rumah administratur perkebunan
perkebunan, atau bangunan kolonial Cinyiruan juga menunjukkan kesan rumit
perkebunan. Berdasarkan pengamatan di dan detail. Bangunan yang terdiri dari dua
lapangan, model dan gaya bagian (inti dan ruang service) serta
bangunan arsitektur Eropa identik dengan bangunan mes yang menempel di
kesan modern, megah, klasik, gothic, serta bangunan inti tersebut, memiliki tata ruang
warna yang lembut, cerah, dan hangat, dalam khas rumah hunian dengan detail
seperti Victoria Style. Desain secara visual ruang tertentu. Ruang utama atau ruang
eksterior cukup komplek dan detail. tamu berpadu dengan ruang tengah dengan
Dinding rumah tebal, pintu dan jendela persinggungan batas ruang. Kemudian
berukuran besar, serta bentuk bangunan ruang kamar tidur utama dan kamar tidur
menjulang tinggi. anak memiliki posisi yang berlawanan atau
Bangunan khas Eropa tersebut juga sejajar dengan lorong sebagai penghubung.
memiliki permukaan lantai yang Kemudian ruang makan berpadu dengan
ditinggikan dari permukaan tanah. ruang dapur (dapur bersih). Hampir setiap
Terdapat anak tangga untuk mencapai teras ruangan memiliki keterhubungan melalui
dan pintu masuk utama. Selain itu, pintu connecting door. Sementara itu, bangunan
masuk utama dilengkapi dengan pintu tambahan sebagai ruang service, terdiri
masuk tambahan di samping kiri dan kanan dari banyak ruang seperti dapur (dapur
serta di bagian belakang rumah. Halaman kotor), kamar tidur pembantu, ruang cuci
cukup luas di sekeliling rumah dengan setrika, WC, gudang, dan ruang serba guna
kolam ikan, tanaman hias pendek, dan
pohon tinggi peneduh. Pintu gerbang
2
masuk dari jalan raya atau jalan Seperti listrik, telepon, telegram, serta
perkebunan lebih dari satu akses. Ada jalan kendaraan bermotor yang mulai marak
lebar untuk kendaraan roda empat dan ada digunakan di Hindia Belada di awal abad ke-
jalan setapak beranak tangga untuk jalan 20, terutama di kota-kota besar, seperti Batavia,
Bandung, Semarang, Surabaya, dan lain
orang.
sebagainya (Hartono dan Handiboto, 2006: 81).
Bangunan rumah dinas Termasuk di perkebunan di Bandung Selatan,
administratiur perkebunan Cinyiruan seperti Perkebunan Cinyiruan dan Kertamanah
(sekarang Kertamanah) merupakan mulai menggunakan kendaran bermotor roda
bangunan rumah ADM yang kedua. empat, khusus bagi para pejabat tinggi
Bangunan ini memiliki gaya arsitektur perkebunan.
transisi modern Eropa (Hartono dan 3
Lahirnya UU Agraria 1870, dicanangkannya
Handinoto, 2006). Gaya Eropa dipadu Politik Etis 1901, diberlakukannya UU
dengan lokal dengan penyesuaian iklim Desentralisasi 1905 (Hartono dan Handiboto,
tropis basah Indonesia di alam pegunungan 2006: 81).

Patanjala, ISSN 2085-9937 (print), ISSN: 2598-1242 (online)


Nilai Budaya pada Lanskap Industri… (Lia Nuralia & Iim Imadudin) 189

lainnya. Selanjutnya bangunan mes untuk


tamu memiliki pembagian ruang yang
hampir sama dengan bangunan inti.
Kondisi ini menunjukkan masih adanya
gaya arsitektur era Indische Empire Stijl
dengan model Victorian baru yang rumit
dan detil.
Bahan bangunan rumah
administratur tersebut lebih memanfaatkan
bahan yang tersedia di lingkungan alam
sekitarnya. Di antaranya bahan kayu, bata Gambar 10. Bekas Kebun Kina Cinyiruan.
merah, dan batu andesit (batu kali), serta Dok. Balai Arkeologi Jawa Barat, 2019.
bahan atap sirap. Kelengkapan bahan
penutup jendela berupa kaca adalah bahan
modern yang mempercantik bangunan dan
pemenuhan kebutuhan akan penerangan
alami dari cahaya matahari yang masuk
menembus kaca.
Selain ruang permukiman, ruang
produksi di pabrik dan di kebun, juga ada
ruang pendukung produksi dan ruang
fasilitas sosial atau fasilitas umum. Ruang
pendukung produksi memuat bangunan
pendukung produksi, seperti gudang,
PLTA, dan bangunan serba guna lainnya.
Gambar 11. Lanskap Kebun Kina Pada Lahan
Kemudian ruang fasilitas umum atau Miring Berterasering
fasilitas sosial terdiri dari pasar, sekolah, Sumber: Archief Indish Instituut dalam Van Gall
tempat ibadah (masjid), poliklinik, en C. Van De Koppel, Deel 1, 1946.
posyandu, pemakaman. dan sarana olah
raga (lapang tenis). Pada zaman Belanda penanaman
Bangunan-bangunan fasilitas kina juga menyesuaikan dengan kebutuhan
perusahaan tersebut memberi kemudahan karakteristik pohon kina. Lereng bukit
dan pemenuhan kebutuhan keseharian. yang berkontur miring sekitar 30-45 ditata
Para pemilik dan pengelola (pejabat/unsur dengan undakan-undakan tanah atau
pimpinan) dan karyawan (para pekerja terasering (Gambar 11). Lahan seperti ini
administrasi dan tenaga kasar/buruh), memudahkan penanaman dan
memiliki hak untuk memanfaatkan pemeliharaannya. Para pekerja akan
fasilitas-fasilitas tersebut. Kehidupan mengikuti kontur tanah melingkar lereng
keseharian akan pangan, sandang, dan bukit atau lereng gunung, yang telah ditata
papan terpenuhi dengan optimal. Keadaan dengan teras-teras tersebut.
ini menunjukkan nilai kemajuan Lokasi perkebunan kina dalam
kolonialisme Barat di Indonesia. lanskap industri perkebunan menjadi
Kina tumbuh baik di lahan miring sangat penting. Tanaman produksi utama
pada punggungan gunung atau bukit di Perkebunan Cinyiruan pada masa
menghadap ke Barat. Menurut pengelola kolonial sangat diperhatikan dan dijaga
perkebunan, kina tidak terlalu pertumbuhannya untuk menghasilkan kulit
membutuhkan sinar matahari, sehingga kina yang sesuai dengan kebutuhan ekspor,
lereng Barat menjadi pilihan tepat untuk kualitas tinggi, dan menghasilkan zat
pencahayaan pohon menuju cahaya sore quinine yang berkualitas. Selain
(Gambar 10). memudahkan penanaman dan perawatan,

Patanjala, ISSN 2085-9937 (print), ISSN: 2598-1242 (online)


190 Patanjala Vol. 13 No. 2 Oktober 2021: 175-192

juga akan memudahkan pemanenan dan Pohon kina dapat tumbuh sampai
pengangkutan hasil panen ke lokasi pabrik. ketinggian maksimal sekitar 15 meter dari
Pada zaman dahulu hasil panen kulit permukaan tanah. Pohon-pohon kina yang
kina basah dari kebun tidak diangkut usianya sudah puluhan tahun tersebut
manual dengan kendaraan, tetapi bisa menjadi pohon biji yang akan
langsung menuju lokasi pabrik menumbuhkan pohon-pohon baru, setelah
(penjemuran) dengan lori kereta gantung. melalui proses tertentu. Lahan kebun kina
Menurut penuturan pengelola perkebunan, membutuhkan lahan terbuka luas, seperti
dahulu ada lori kereta gantung dari puncak halnya hutan belantara, tetapi tetap
bukit kebun kina menuju pabrik, sehingga terpelihara dan tidak dibiarkan tumbuh
memudahkan dan mempercepat pohon-pohon lain yang akan mengganggu
penerimaan kulit kina basah di tempat pertumbuhan kina itu sendiri. Ada
penimbangan untuk kemudian masuk beberapa pohon pendamping dan
ruang penjemuran (Jajang, wawancara, pelindung, seperti pohon damar dan pohon
Juni 2019). kayu putih. Juga ada beberapa pohon lain
Perkembangan lebih lanjut terjadi di luar batas lahan kebun kina.
dengan keberadaan kendaraan roda empat
untuk mengangkut hasil panen. Kulit kina D. PENUTUP
basah yang sudah diikat dan dimasukkan Lanskap budaya industri perkebunan kina
ke dalam karung akan diangkut ke pabrik Cinyiruan merupakan ruang permukiman
dengan truk. Selanjutnya alat angkut kulit dan perkebunan, dengan tata guna lahan
kina juga bisa dilakukan dengan yang terbagi ke dalam beberapa bagian
menggunakan sepeda motor dan angkutan sesuai fungsinya. Ruang permukiman
tradisional (Permana, wawancara, Juni terdiri dari lahan komplek pabrik, lahan
2018; Hidayat, wawancara, Juli 2019). Alat perkantoran, lahan perumahan karyawan,
angkut tradisional dengan cara dipikul di lahan fasilitas sosial atau fasilitas umum,
pundak secara manual yang dilakukan oleh lahan sarana olah raga, serta lahan rumah
para pekerja dengan menggunakan tinggal pejabat tinggi perkebunan.
“rancatan” kayu dengan wadah Lahan kebun untuk keperluan hidup
“tolombong” terbuat dari bambu atau sehari-hari para pekerja, di samping
menggunakan karung yang diikat di kedua keberadaan pasar yang siap menyediakan
ujung “rancatan” tersebut. Pengangkutan berbagai keperluan. Kemudian lahan
tersebut terutama dari kebun kina yang perkebunan menjadi lahan produksi utama,
berjarak dekat dengan pabrik dan kulit kina yaitu produksi kina, yang bersifat
sudah dikumpulkan di satu titik di tepi komersial dengan penataan modern barat.
jalan perkebunan. Tata guna lahan pada lanskap budaya
Keberadaan jalan perkebunan dan industri perkebunan tersebut tidak hanya
ruang kebun yang diperuntukkan sebagai menjadi ruang budaya fisik, tetapi juga
jalur lalu lintas lori kereta gantung, memiliki nilai budaya yang bersifat non
menunjukkan adanya ruang budaya yang fisik. Pertama, nilai budaya tradisional
berfungsi ganda. Jalur lori kereta gantung Sunda sebagai kearifan lokal dalam
bermula dari lahan kebun melintasi ruang harmoni dengan alam. Kedua, nilai budaya
permukiman dan ruang lainnya sehingga kolonial dari perspektif kolonialisme Barat
sampai di pabrik. Kemudian jalur jalan
perkebunan tidak hanya sebagai ruang
mobilitas para pekerja dan pengelola,
tetapi juga lalu lintas bahan produksi
utama, yaitu kulit kina kering dari kebun
menuju pabrik.

Patanjala, ISSN 2085-9937 (print), ISSN: 2598-1242 (online)


Nilai Budaya pada Lanskap Industri… (Lia Nuralia & Iim Imadudin) 191

DAFTAR SUMBER Pemerintahan (Sunda). Patanjala Vol. 2,


No. 3, September 2010: 359 – 376.
Archief Indish Instituut dalam Van Gall en C.
Van De Koppel, Deel 1, 1946. Hidayat, T. (Juni, 2018). Wawancara.
Album foto “Pictures From The Archives of Hidayat, T. (Juli, 2019). Wawancara.
The Royal Tropical Museum Amsterdam” Imadudin, I. (2021). Laporan Survei Kanal
di Rumah Manajer / ADM Perkebunan Budaya “Cerita Kina dari Bumi
Kertamanah. Pasundan”. Bandung: BPNB Provinsi
Boeke, J. H. (1983). Prakapitalisme Di Asia. Jawa Barat.
Terjemahan D. Projosiswoyo. Jakarta: Jajang. (Juni, 2019). Wawancara.
Yayasan Sinar Harapan bekerja sama
dengan Yayasan Tani Atsiri Wangi. Kartodirdjo, S. & Surjo, D. (1991). Sejarah
Perkebunan di Indonesia: Kajian Sosial
Casella, E. C. (2005). “Social Workers: New
Ekonomi. Yogyakarta: Aditya Media.
Diretions in Industrial Archaeology”.
Dalam Eleanor Conlin Casella and James Lanskap Budaya. (2018, 13 November).
Symonds (Edited), Industrial http://borobudurpedia.id/lanskap-budaya/.
Archaeology: Future Directions. USA:
Mayer, B. 1992. The Complete Book of Interior
Springer Science and Business Media Inc.
Design. Australia: Simon and Schuster
p. 3-32.
Ltfd
Danasasmita, S., Ayatrohaedi., Wartini, T.,
Nuralia, L. (2020). Model Rumah dan Kearifan
Darsa, U. A. (1987). Sewakadarma,
Lokal Rumah Karyawan Perkebunan
Sanghyang Siksakandang Karesian,
Zaman Belanda di Bandung Jawa Barat.
Amanat Galunggung: Transkripsi dan
Prosiding Seminar Evaluasi Hasil
Terjemahan. Bandung: Bagian Proyek
Penelitian Arkeologi (EHPA) Tahun
Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan
2019. Kementerian Pendidikan dan
Sunda (Sundanologi) Ditjen Kebudayaan
Kebudayaan Badan Penelitian dan
Depdikbud.
Pengembangan dan Perbukuan Pusat
Daniel, M. (2004). Pengantar Ekonomi Penelitian Arkeologi Nasional. Cetakan
Pertanian. Jakarta: Bumi Aksara. Pertama, November 2020.
Foster, G. M. (1975). Traditional Society and Nuralia, L. & Imadudin, I. (2020). Simbol
Technical Change, Harper & Row Kuasa dan Nilai Budaya dalam Tinggalan
Publisher, New York-Evanston-San Arkeologi Kolonial di Perkebunan Teh
Fransisco-London. Sedep Kabupaten Bandung. Patanjala
Vol. 12 No. 2 Oktober 2020: 177-193.
Foth, H. D. (2010). Dasar-Dasar Ilmu Tanah.
Terjemahan Soenartomo Adisoemarto. Nuralia, L. & Imadudin, I. (2019). Kebudayaan
Hibrid Masa Kolonial di Perkebunan
Hartono, S. dan Handinoto. (2006). Arsitektur Batulawang Banjar. Patanjala Vol.11
Transisi di Nusantara dari Akhir Abad
No.1, Maret 2019.
Ke-19 ke Awal Abad Ke-20 (Studi Kasus
Komplek Bangunan Militer di Jawa pada Nuralia, L., Saptono, N., Hermawan, I.,
Peralihan Abad 19 ke 20). Dalam Wulandari, R., Pamumpuni, A.,
Dimensi Teknik Arsitektur Vol. 34 No. 2, Widarwanta, Hidayat, D., Saripudin, D.,
Desember 2006. Halaman 81-92. Montana, F. (2019). Laporan Penelitian
Arkeologi. Bangunan Industri dan
Harvey, R. R. and S. Buggey. (1988). Historic Produksi Perkebunan Kina Kabupaten
Landscape section 630. C. W. Harris and Bandung Barat dan Sekitarnya, Provinsi
N. T. Dines, editor. Time Saver Standards Jawa Barat, Abad XIX – XX Masehi.
For Landscape Architecture. New York: Bandung: Balai Arkeologi Jawa Barat.
Mc Graw-Hill Book Co.
Nuralia, L. (2016). Situs Perkebunan Cisaga
Heryana, A. (2010). Tri Tangtu di Bumi di 1908-1972: Kajian Arkeologi Industri
Kampung Naga: Melacak Sistem tentang Kode Budaya Kolonial. Tesis

Patanjala, ISSN 2085-9937 (print), ISSN: 2598-1242 (online)


192 Patanjala Vol. 13 No. 2 Oktober 2021: 175-192

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, (Amerika Serikat) dan London (Inggris):


Program Studi Magister Arkeologi, UI. Yale University Press.
Nurisjah, S. dan Pramukanto, Q. (2001). Sukiman, D. (2011). Kebudayaan Indis, Dari
Perencanaan Kawasan untuk Pelestarian Zaman Kompeni Sampai Revolusi.
Lanskap dan Taman Sejarah. Program Depok: Komunitas Bambu.
Studi Arsitektur Lanskap, Jurusan
van Hall, C.J.J en C.Van De Koppel. (1946).
Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian.
De Landbouw In Den Indischen Archipel
Bogor: IPB. 49p (tidak dipublikasikan).
Deel 1, In drie deelen. Algemeen
Nuryanto & Ahdiat, (2014). Kajian Hubungan Gedelte, MCMXLV.
Makna Kosmologi Rumah Tinggal
Antara Arsitektur Tradisional Masyarakat
Sunda dengan Arsitektur Tradisional
Masyarakat Bali (Penggalian Kearifan
Lokal menuju Pembangunan Berbasis
Konsep Bangunan Hijau). Seminar
Nasional Arsitektur Hijau. Denpasar:
Universitas Warmadewa.
Palmer, M. & Neaverson, P. (2000). Industrial
Archaeology, Principles and Practice.
London and New York: Routledge.
Permana, Ervi. (Juni 2018). Wawancara.
Peta Topografi Blad 32 B (Alg. No. XL 38-B)
Java. Res. Preanger Regentschappen.
Topografischen Dienst in 1919 - 1923.
Dutch Colonial Maps – Leiden
University Libraries.
Peta Topografi Blad 32 B/Alg. No. XL 38-B,
1919 - 1923., n.d. Jakarta: ANRI.
Peta Topografi sheet. (1944). No. 39/XL-C.,
A.M.S.
Publicatie Zonder Vermelding
LUCHTOPNAME K.N.I.L.M.
VERBODEN 938
Ramadhan. (Maret, 2021). Wawancara.
Regerings Almanak Voor Nederlandsch-Indie,
1880, 1892, 1893,1900, 1901, 1902,
1906. Jakarta: ANRI
Suharjanto, G. (2014). Konsep Arsitektur
Tradisional Sunda Masa Lalu dan Masa
Kini. Jurnal Comtech, Vol. 5 (1), 505-
521.
Sajogyo (Ed). (1982). Bunga Rampai
Perekonomian Desa. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia dan Yayasan Agro
Ekonomika.
Scott, J. C. (1998). Seeing Like a State: How
Certain Schemes to Improve the Human
Condition Have Failed. New Haven

Patanjala, ISSN 2085-9937 (print), ISSN: 2598-1242 (online)

Anda mungkin juga menyukai