848 2967 1 PB
848 2967 1 PB
Naskah Diterima: 22 Juli 2021 Naskah Direvisi: 13 September 2021 Naskah Disetujui : 18 Oktober 2021
DOI: 10.30959/patanjala.v13i1.848
Abstrak
Perkebunan Kina Cinyiruan di Bandung telah berdiri sejak tahun 1855. Perkebunan Kina
Cinyiruan saat ini telah menjadi kebun afdeeling dari Perkebunan Kertamanah PTPN VIII, sejak
digabungkan secara manajerial di masa kemerdekaan. Jejaknya dapat ditelusuri sebagai lanskap
budaya industri perkebunan berupa area bekas kebun kina dan permukiman emplasemen, yang
mengandung nilai budaya. Apa dan bagaimana nilai budaya tersebut menjadi permasalahan
pokok dalam tulisan ini. Metode penelitian adalah desk research dengan pendekatan arkeologi
industri serta konsep nilai budaya dan lanskap budaya. Hasil yang diperoleh adalah lanskap
budaya industri Perkebunan Kina Cinyiruan memiliki tata guna lahan beragam dengan tinggalan
budaya benda beraneka fungsi. Nilai budaya yang terkandung di dalamnya merupakan nilai
budaya tradisional Sunda dan nilai budaya kolonial, terkait kearifan lokal dan teknologi modern
Barat. Kedua nilai budaya tersebut tampak pada tata letak dan arsitektur bangunan permukiman,
serta tata guna lahan area kebun sebagai sistem ekonomi subsistensi dan perkebunan sebagai
sistem ekonomi modern Barat yang komersial.
Kata kunci: Nilai budaya, lanskap budaya industri, perkebunan kina Cinyiruan.
Abstract
The Cinyiruan quinine plantation in Bandung has been established since 1855. After the
managerial merger during the independence of Indonesia, it is now the government-owned
plantation of PTPN VIII Kertamanah. The existence of the plantation can be traced as a cultural
landscape of the plantation industry. It includes the area of the former quinine plantation and the
emplacement settlement. Both contain cultural values. The main problem in this paper comprise
what and how the values are. The research method used is the desk research with an industrial
archeology approach and the concept of cultural values and cultural landscapes. The results
obtained indicate that the cultural landscape of the Cinyiruan quinine plantation industry has a
variety of land uses with cultural relics of various functions. The cultural values contained are the
Sundanese traditional cultural values and colonial cultural values which relate to the local
wisdom and western modern technology. These two cultural values are traceable in the layout and
architecture of residential buildings as well as the land use of the garden area as a subsistence
economic system and the plantations as a modern commercial Western economic system.
Keywords: cultural values, industrial cultural landscape, Cinyiruan quinine plantation.
gagasan religius, tradisi, atau pemahaman arkeologis mengenai wujud fisik dan
budaya tertentu atau terkait unsur budaya tata letaknya dalam lanskap kebun dan
tak benda (intangible) (Lanskap Budaya, emplasemen permukiman;
2018). - Mencari sumber arsip terkait sejarah
perkebunan dan lay out kawasan kebun
B. METODE PENELITIAN dan emplasemen lama;
Penelitian situs perkebunan termasuk - Mencari pengertian konsep yang
penelitian arkeologi industri (industrial digunakan; dan
archaeology) (Casella, 2005: 15). Tulisan - Melakukan analisis bentuk wujud fisik,
ini berdasarkan hasil penelitian arkeologi memahami simbol atau sinyal
industri tahun 2019, dengan framework: nonverbal (bahasa nonverbal) yang
surface surveys, excavations, archival ditunjukkan, dan interpretasi terhadap
research; dan oral history interviews wujud fisik sehingga dapat menjelaskan
(Palmer & Neaverson, 2000: 15); dan nilai budaya yang terkandung di
diperkaya dengan sumber data hasil survei dalamnya.
tahun 2021. Metode penelitian dalam
tulisan ini adalah desk research terhadap C. HASIL DAN BAHASAN
laporan hasil penelitian arkeologi, jurnal Perkebunan kina Cinyiruan terletak di
ilmiah, buku, serta sumber arsip kolonial Bandung Selatan dengan fisiografi
ketika penulisan dilakukan di tahun 2021. didominasi lahan perbukitan dan
Tulisan ini menggunakan konsep nilai pegunungan. Karakter lingkungan seperti
budaya dan konsep lanskap budaya. ini sangat cocok untuk tumbuh kembang
Langkah-langkah pengkajian yang pohon kina. Perkebunan ini merupakan
dilakukan sebagai berikut. perusahaan besar milik negara,
- Menetapkan objek arkeologis yang akan Gouvernement Kina Onderneming
dijadikan sumber data; Tjinyiroean yang didirikan 17 Desember
- Melakukan deskripsi terhadap objek 1855 (Nuralia et.al, 2019: 215).
sistem barter masih berlangsung di antara Lahan ditandai dengan bangunan industri
para pekerja perkebunan. Lahan untuk produksi utama, pendukung
perkebunan sudah ditentukan lokasi dan produksi, dan permukiman para pengelola
luasnya dengan penataan berteknologi dan pekerja kebun. Tampak dalam denah
modern, disesuaikan dengan lingkungan lanskap Permukiman Emplasemen
alam pegunungan, beriklim tropis basah. Perkebunan Cinyiruan Masa Kolonial
Lahan adalah tanah yang digunakan (Gambar 2) ada pembagian lahan, yaitu:
untuk usaha pertanian atau perkebunan. (1) lahan perkantoran dan fasilitas sosial
Penggunaan lahan sangat tergantung atau fasilitas umum, (2) pemukiman
kepada keadaan dan lingkungan lahan pekerja, (3) lahan pabrik kina & bangunan
berada (Daniel, 2004: 66). Struktur tanah pendukung produksi, serta (4) lahan
yang baik untuk penanaman kina adalah khusus untuk rumah pengelola perkebunan
subur, gembur, banyak mengandung bahan yang terpisah sendiri, berada di antara
organik, tidak bercadas dan tidak berbatu, pabrik, kantor, dan kebun.
memiliki derajat keasaman (pH) antara 4,6 Hasil survey tahun 2019 (Nuralia
– 6,5 dengan pH optimum 5,8, serta et.al, 2019: 30-34, 89) dan 2021,
ketinggian tempat di antara 800 – 2.000 Emplasemen Cinyiruan Perkebunan
meter, dengan ketinggian optimum 1.400 – Kertamanah (Gambar 3), masih memiliki
1.700 m dpl (Nuralia et.al, 2019). tinggalan budaya lama, sebagai berikut.
Area bekas kebun kina dan 1. Rumah Dinas Asisten Afdeling
permukiman emplasemen Perkebunan Tirtasari
Kina Cinyiruan menunjukkan lanskap 2. Kantor Afdeling Cinyiruan
budaya industri dengan pembagian lahan 3. Lapangan Tenis Cinyiruan
sesuai kebutuhan perusahaan perkebunan. 4. Lapangan Bola
yaitu atap jolopong (kampung) dan parahu disebut perumahan, sekelompok rumah
kumereb (limasan). Keadaan ini tampak dengan model dan dimensi yang hampir
pada rumah pejabat tinggi perkebunan, sama. Model rumah nonpanggung identik
seperti rumah administratur, rumah sinder dengan rumah modern Barat, dengan
afdeling, dan jajaran rumah pengelola bahan bangunan dan teknologi modern,
lainnya yang diperuntukkan bagi orang- walaupun unsur tradisional (timur) atau
orang Eropa. lokal masih dipergunakan sebagai
penyesuaian dengan lingkungan alam
sekitar. Kemudian model rumah panggung
menyerupai rumah tradisional Sunda,
dengan sentuhan unsur teknologi Barat
dalam penataan lahan bangunan (Nuralia,
et.al, 2019: 101-102).
penanda salib di bawah pohon beringin dan pekerjaannya. Pada masa kolonial, struktur
dikelilingi pohon kina, yaitu makam sosial masyarakat perkebunan terbagi
Gerald Alfred Cup, seorang botanis dan menjadi dua bagian besar, yaitu pemilik
Administratur Perkebunan Kina Cinyiruan dan pekerja atau antara majikan dan buruh
terakhir. Ia dikenal sebagai Meneer Cup (Nuralia, 2016). Majikan berasal dari
atau Tuan Kap (Gambar 6). orang-orang Eropa (Belanda) dan buruh
adalah orang-orang pribumi asli Indonesia
(Sunda). Dengan demikian, masyarakat
perkebunan secara kontras terdiri dari dua
ras, yaitu ras Eropa dan ras Asia dengan
budaya Barat dan Timur. Budaya yang
berbeda melahirkan sistem nilai yang
berbeda pula. Akibat dari keadaan kontras
dalam kehidupan sosial di perkebunan
tersebut menunjukkan sistem sosial yang
bersifat dualisme, yaitu sistem sosial
tradisional Timur dan sistem sosial modern
Barat.
Gambar 7. Bekas Lahan dan Sisa Fondasi Keberadaan sistem ekonomi dan
Pabrik Kina Cinyiruan
sistem sosial yang bermuka dua
Sumber: Dokumentasi Iim Imadudin, 2021.
membuktikan lanskap Kebun Cinyiruan
Tata guna lahan dalam lanskap memiliki kriteria sebagai lanskap budaya
budaya industri perkebunan kina memiliki industri yang bernilai sejarah. Lanskap
keterkaitan dengan fungsi bangunan yang tersebut sengaja dibentuk oleh Pemerintah
didirikan di atasnya. Lahan produksi Kolonial berkaitan dengan kolonialisme
menjadi tempat berdirinya pabrik sebagai dan imperialisme orang-orang Eropa di
bangunan produksi utama dan bangunan tanah jajahannya. Salah satu bukti
pendukung produksi (Gambar 7). Letak penjajahan yang paling konkret adalah
pabrik dan bangunan pendukung produksi adanya pemerasan sumber daya alam dan
akan berdekatan karena ada hubungan sumber daya manusia melalui pendirian
formal di antara keduanya. Misalnya perusahaan pekebunan.
PLTM (kantor, turbin, bak air) memiliki Dualisme ekonomi perkebunan
hubungan formal sangat jelas dengan menunjukkan adanya kriteria etnografis
Pabrik Kina, karena pabrik pengolahan khas perkebunan. Kriteria etnografis
kulit kina kering dapat beroperasi apabila merupakan produk khas suatu sistem
ada pendukung energi listrik untuk ekonomi dan sosial suatu kelompok/suku
menghidupkan mesin penggilingan masyarakat (etnik). Dalam hal ini adalah
(Nuralia, et.al, 2019: 98). etnis Sunda sebagai kelompok besar
Berdasarkan bentuk, arsitektur dan manusia yang terlibat dalam perputaran
tata letak bangunan rumah tinggal tersebut, ekonomi Pemerintah (penjajah) Belanda.
tampak adanya perpaduan serasi antara Sementara itu, orang-orang Belanda
nilai budaya Barat dan Timur. Kemudian sebagai bangsa pendatang berhasil
tampak juga adanya perbedaan yang menguasai sumber alam dan sumber daya
kontras yang menunjukkan fungsi rumah manusia pribumi (yang dijajah).
terkait peran (status) dan jenis
Pola ini dapat dijumpai pada and fill. Persentuhan budaya barat dalam
perkampungan masyarakat Baduy di arsitektur rumah karyawan perkebunan
Banten dan Kampung Naga Tasikmalaya menjadi gaya campuran yang sering
di Jawa Barat (Nuralia, 2020: 83). disebut sebagai gaya Indis (Sukiman,
Konsep dasar arsitektur tradisional 2011: 3).
Sunda adalah harmoni dengan alam. Persentuhan budaya Barat pada
Sebutan bumi untuk rumah tinggal, Rumah Karyawan Perkebunan juga tanpak
penataan rumah melingkar memanjang dalam struktur bangunan dan tata ruang
membentuk huruf U, memiliki makna dalam. Konsep modern Eropa dalam
berkumpul (ngariung). Rumah dibangun bentuk sederhana, tetapi tetap mengacu
sederhana membujur dari timur ke barat, pada konsep form follows function, yaitu
menyesuaikan dengan peredaran sinar bentuk mengikuti fungsi, sebagai karakter
matahari dan tidak menentang hukum yang cukup khas (Mayer 1992).
alam. Keadaan ini menjadi sangat baik Lahan pemukiman pekerja Kebun
karena sirkulasi udara dan cahaya lancar Cinyiruan dahulu disebut Komplek Jejer
dan berubah secara alamiah (Suharjanto Sapuluh. Sekarang bentuk lahan dan rumah
2014: 514). sudah mengalami perubahan (Gambar 5).
Pola pemukiman rumah karyawan Bentuk rumah di Komplek Jejer Sapuluh
perkebunan dan rumah tradisional Sunda yang masih dijumpai adalah bangunan
memiliki pola yang berbeda. Pola rumah yang dibangun sekitar tahun 1960-
pemukiman rumah karyawan perkebunan an (Jajang, Asisten Afdeling Tirtasari
berderet atau berjejer teratur, di atas lahan Perkebunan Kertamanah di Cinyiruan, 6
berkontur rata, dalam bentuk lahan persegi Juni 2019).
atau persegi panjang (Gambar 5 dan 7). Perubahan bentuk rumah terutama
Pola pemukiman seperti ini adalah hasil tampak pada bentuk atap. Pada awalnya
bentukan tangan manusia, sebagai bukti rumah karyawan Kebun Cinyiruan
adanya persentuhan budaya Barat. Kontur berbentuk atap julang ngapak. Kemudian
lahan alam pegunungan yang tidak rata ketika dilakukan perubahan di tahun 1960-
atau topografi permukaan tanah an, bentuk atapnya berubah menjadi atap
bergelombang, diubah dengan metode cut jolopong dan atap parahu kumereb
Tradisional Rumah Konsep Tri Konsep Mengelompok, tidak rapih, Kayu, bambu,
Sunda Panggung Tangtu jarak antar rumah tidak sama, batu, daun-
Tri Tangtu permukaan lahan tidak rata daunan,
atau sesuai kontur tanah penggunaan pasak
kayu untuk
sambungan.
Pejabat Rumah Model Morfologi Terpisah, terencana dengan Bata merah, batu
Victorian baik, gaya arsitektur khusus, andesit, kayu,
Perkebunan Permanen yang Tubuh permukaan lahan rata di atas kaca, genteng
komplek pedataran puncak bukit dengan tanah liat dan atap
Non dan detail Manusia metode cut & fill sirap, pengunaan
pasak kayu untuk
PanggungPatanjala, ISSN 2085-9937 (print), ISSN: 2598-1242 (online) sambungan.
Nilai Budaya pada Lanskap Industri… (Lia Nuralia & Iim Imadudin) 187
(Gambar 5). Bentuk atap yang digunakan Lanskap budaya industri perkebunan
masih merupakan atap tradisional Sunda. juga menampakkan lahan pemukiman
Dengan demikian, ada kearifan lokal yang utama, yang berada di pedataran lereng
masih dipertahankan dan menjadi identitas dengan halaman luas dan berlatar belakang
rumah karyawan perkebunan. kebun kina di lereng gunung atau bukit.
Lanskap budaya industri perkebunan Penempatan ini sangat direncanakan dan
juga tampak dalam tata guna lahan ditata dengan baik, karena diperuntukkan
pertanian, yaitu kebun, sawah, dan ladang. bagi pejabat tertinggi perkebunan ketika
Ketiga lahan tersebut menjadi sumber itu, yaitu rumah tinggal administratur,
pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari seperti tampak dalam gambar lukisan
atau ekonomi subsisten. Para pekerja (Gambar 9).
menjalankan kesehariannya bekerja Rumah administratur perkebunan
sebagai buruh kebun dan pabrik, kemudian Kina Cinyiruan dahulu (sekarang Rumah
menggarap lahan yang ada di sekitar Dinas Perkebunan Kertamanah), berada di
rumahnya atau lahan kosong tidak jauh puncak bukit dengan pemandangan ke
dari tempat tinggalnya. Biasanya mereka lahan komplek pabrik, perumahan
bercocok tanam sayuran dan palawija, karyawan Jejer Sapuluh, dan perkantoran.
bersawah atau menanam padi basah, serta Posisi tersebut sangat strategis dalam
berladang atau menaman padi huma. menjalankan fungsi pengawasan dan
Selain itu, mereka juga beternak unggas fungsi pengelolaan. Pemerintah kolonial
untuk memenuhi kebutuhan protein membentuk lanskap alam yang bertujuan
sekeluarga. Sementara itu, tata guna lahan untuk menopang berbagai kepentingan
sebagai area tanaman komersial atau mulai dari keletakan lanskap hingga
perkebunan kina merupakan konsep keberlangsungan proses produksi. Hal
ekonomi modern kaum koloni tersebut merupakan bagian dari proyek
(Barat/Belanda). Pohon kina ditanam di negara yang disebut sebagai rekayasa
lahan miring seperti di lereng gunung atau sosial. Masyarakat dibentuk atas logika
lereng bukit. Lahan perkebunan tersebut rasional pengetahuan dalam skema
menjadi produksi utama yang perencanaan yang ilmiah (Scott, 1998).
menghasilkan tanaman komersial yang Kaum koloni atau para pengusaha
laku di pasaran dunia. Tanaman kina perkebunan dengan sengaja memanfaatkan
pernah menjadi primadona di awal abad budaya lokal para pekerja perkebunan. Hak
ke-20, hampir 90 % kebutuhan kina dunia ini menjadi sangat menguntungkan untuk
dipasok dari Hindia Belanda. membuat mereka nyaman, bekerja giat,
dan tinggal menetap di perumahan
perkebunan yang disediakan perusahaan.
Demikian juga dengan rumah tinggal
pejabat tinggi perkebunan, menempati
lahan yang paling strategis, akses keluar
masuk mudah memiliki jalur jalan
tersendiri. Hal ini terlihat dari Rumah
Dinas Administratur Perkebunan
Cinyiruan (Gambar 5 dan Gambar 9) yang
memiliki jalan masuk kendaraan roda
Gambar 9. Lukisan Tangan Rumah ADM empat dan tangga naik untuk pejalan kaki.
Perkebunan Cinyiruan Masa Kolonial (1942) Selain itu, jalan masuk ke perkebunan kina
Sumber: Rumah Dinas ADM Perkebunan tersendiri di bagian belakang rumah.
Kertamanah, 2019. Rumah administratur tersebut juga
dilengkapi berbagai fasilitas keseharian
yang sengaja diadakan. Selain bangunan
inti, ada bangunan tambahan (ruang Priangan Jawa Barat. Penetapan ini
service) dan bangunan mes (untuk berdasarkan pendirian bangunan yang
menerima dan menginap tamu dari luar). diperkirakan didirikan antara akhir abad
Bangunan inti diperuntukkan bagi ke-19 sampai awal abad ke-20, di era
administratur dan keluarga, bangunan peralihan dari gaya Empire (Indische
tambahan untuk kamar para pembantu, dan Empire Stijl) ke gaya Indo Eropa (Indo-
kebutuhan pelayanan. Dalam hal ini, European Stijl) atau kolonial modern.
tampak nilai budaya kolonial yang Perubahan gaya ini diawali dengan
memberi ruang hidup layak bagi para perubahan sosial yang terjadi di
pembantu rumah tangga dan pekerja masyarakat Hindia Belanda ketika itu.
lainnya. Modernisasi penemuan baru di bidang
Rumah administratur perkebunan teknologi2 dan kebijakan politik kolonial3.
Cinyiruan tersebut menjadi model rumah Visual interior atau tata ruang dalam
dengan arsitektur khas Eropa di bangunan rumah administratur perkebunan
perkebunan, atau bangunan kolonial Cinyiruan juga menunjukkan kesan rumit
perkebunan. Berdasarkan pengamatan di dan detail. Bangunan yang terdiri dari dua
lapangan, model dan gaya bagian (inti dan ruang service) serta
bangunan arsitektur Eropa identik dengan bangunan mes yang menempel di
kesan modern, megah, klasik, gothic, serta bangunan inti tersebut, memiliki tata ruang
warna yang lembut, cerah, dan hangat, dalam khas rumah hunian dengan detail
seperti Victoria Style. Desain secara visual ruang tertentu. Ruang utama atau ruang
eksterior cukup komplek dan detail. tamu berpadu dengan ruang tengah dengan
Dinding rumah tebal, pintu dan jendela persinggungan batas ruang. Kemudian
berukuran besar, serta bentuk bangunan ruang kamar tidur utama dan kamar tidur
menjulang tinggi. anak memiliki posisi yang berlawanan atau
Bangunan khas Eropa tersebut juga sejajar dengan lorong sebagai penghubung.
memiliki permukaan lantai yang Kemudian ruang makan berpadu dengan
ditinggikan dari permukaan tanah. ruang dapur (dapur bersih). Hampir setiap
Terdapat anak tangga untuk mencapai teras ruangan memiliki keterhubungan melalui
dan pintu masuk utama. Selain itu, pintu connecting door. Sementara itu, bangunan
masuk utama dilengkapi dengan pintu tambahan sebagai ruang service, terdiri
masuk tambahan di samping kiri dan kanan dari banyak ruang seperti dapur (dapur
serta di bagian belakang rumah. Halaman kotor), kamar tidur pembantu, ruang cuci
cukup luas di sekeliling rumah dengan setrika, WC, gudang, dan ruang serba guna
kolam ikan, tanaman hias pendek, dan
pohon tinggi peneduh. Pintu gerbang
2
masuk dari jalan raya atau jalan Seperti listrik, telepon, telegram, serta
perkebunan lebih dari satu akses. Ada jalan kendaraan bermotor yang mulai marak
lebar untuk kendaraan roda empat dan ada digunakan di Hindia Belada di awal abad ke-
jalan setapak beranak tangga untuk jalan 20, terutama di kota-kota besar, seperti Batavia,
Bandung, Semarang, Surabaya, dan lain
orang.
sebagainya (Hartono dan Handiboto, 2006: 81).
Bangunan rumah dinas Termasuk di perkebunan di Bandung Selatan,
administratiur perkebunan Cinyiruan seperti Perkebunan Cinyiruan dan Kertamanah
(sekarang Kertamanah) merupakan mulai menggunakan kendaran bermotor roda
bangunan rumah ADM yang kedua. empat, khusus bagi para pejabat tinggi
Bangunan ini memiliki gaya arsitektur perkebunan.
transisi modern Eropa (Hartono dan 3
Lahirnya UU Agraria 1870, dicanangkannya
Handinoto, 2006). Gaya Eropa dipadu Politik Etis 1901, diberlakukannya UU
dengan lokal dengan penyesuaian iklim Desentralisasi 1905 (Hartono dan Handiboto,
tropis basah Indonesia di alam pegunungan 2006: 81).
juga akan memudahkan pemanenan dan Pohon kina dapat tumbuh sampai
pengangkutan hasil panen ke lokasi pabrik. ketinggian maksimal sekitar 15 meter dari
Pada zaman dahulu hasil panen kulit permukaan tanah. Pohon-pohon kina yang
kina basah dari kebun tidak diangkut usianya sudah puluhan tahun tersebut
manual dengan kendaraan, tetapi bisa menjadi pohon biji yang akan
langsung menuju lokasi pabrik menumbuhkan pohon-pohon baru, setelah
(penjemuran) dengan lori kereta gantung. melalui proses tertentu. Lahan kebun kina
Menurut penuturan pengelola perkebunan, membutuhkan lahan terbuka luas, seperti
dahulu ada lori kereta gantung dari puncak halnya hutan belantara, tetapi tetap
bukit kebun kina menuju pabrik, sehingga terpelihara dan tidak dibiarkan tumbuh
memudahkan dan mempercepat pohon-pohon lain yang akan mengganggu
penerimaan kulit kina basah di tempat pertumbuhan kina itu sendiri. Ada
penimbangan untuk kemudian masuk beberapa pohon pendamping dan
ruang penjemuran (Jajang, wawancara, pelindung, seperti pohon damar dan pohon
Juni 2019). kayu putih. Juga ada beberapa pohon lain
Perkembangan lebih lanjut terjadi di luar batas lahan kebun kina.
dengan keberadaan kendaraan roda empat
untuk mengangkut hasil panen. Kulit kina D. PENUTUP
basah yang sudah diikat dan dimasukkan Lanskap budaya industri perkebunan kina
ke dalam karung akan diangkut ke pabrik Cinyiruan merupakan ruang permukiman
dengan truk. Selanjutnya alat angkut kulit dan perkebunan, dengan tata guna lahan
kina juga bisa dilakukan dengan yang terbagi ke dalam beberapa bagian
menggunakan sepeda motor dan angkutan sesuai fungsinya. Ruang permukiman
tradisional (Permana, wawancara, Juni terdiri dari lahan komplek pabrik, lahan
2018; Hidayat, wawancara, Juli 2019). Alat perkantoran, lahan perumahan karyawan,
angkut tradisional dengan cara dipikul di lahan fasilitas sosial atau fasilitas umum,
pundak secara manual yang dilakukan oleh lahan sarana olah raga, serta lahan rumah
para pekerja dengan menggunakan tinggal pejabat tinggi perkebunan.
“rancatan” kayu dengan wadah Lahan kebun untuk keperluan hidup
“tolombong” terbuat dari bambu atau sehari-hari para pekerja, di samping
menggunakan karung yang diikat di kedua keberadaan pasar yang siap menyediakan
ujung “rancatan” tersebut. Pengangkutan berbagai keperluan. Kemudian lahan
tersebut terutama dari kebun kina yang perkebunan menjadi lahan produksi utama,
berjarak dekat dengan pabrik dan kulit kina yaitu produksi kina, yang bersifat
sudah dikumpulkan di satu titik di tepi komersial dengan penataan modern barat.
jalan perkebunan. Tata guna lahan pada lanskap budaya
Keberadaan jalan perkebunan dan industri perkebunan tersebut tidak hanya
ruang kebun yang diperuntukkan sebagai menjadi ruang budaya fisik, tetapi juga
jalur lalu lintas lori kereta gantung, memiliki nilai budaya yang bersifat non
menunjukkan adanya ruang budaya yang fisik. Pertama, nilai budaya tradisional
berfungsi ganda. Jalur lori kereta gantung Sunda sebagai kearifan lokal dalam
bermula dari lahan kebun melintasi ruang harmoni dengan alam. Kedua, nilai budaya
permukiman dan ruang lainnya sehingga kolonial dari perspektif kolonialisme Barat
sampai di pabrik. Kemudian jalur jalan
perkebunan tidak hanya sebagai ruang
mobilitas para pekerja dan pengelola,
tetapi juga lalu lintas bahan produksi
utama, yaitu kulit kina kering dari kebun
menuju pabrik.