Anda di halaman 1dari 11

ALAT PERTANIAN TRADISIONAL

SEBAGAI WARISAN KEKAYAAN BUDAYA BANGSA


(Traditional of Agricultural Equipment as Nation Cultural Heritage Property)

Lilyk Eka Suranny


Kantor Penelitian, Pengembangan, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kabupaten Wonogiri
lilik_fd@yahoo.com

ABSTRACT
Traditional farm equipment is one of the cultural richness of Indonesia.
Modernization in agriculture causes decreasing of traditional farm equipment using
by farmers. There are many different kinds of traditional farm equipment made by
our ancestors in earlier time, for example plows, harrows, hoes, ani-ani, sickle, etc.
In some region of Indonesia, the traditional farm equipments has different local name
although has the same usability. This traditional farm equipment contains adi luhung
values according to the personality of the Indonesian nation. Therefore, traditional
farm equipment needs to be preserved from exitinction and can be inherited to the
next generations.

Keywords: traditional farm equipment, cultural heritage, local genius

ABSTRAK
Alat pertanian telah dibuat oleh manusia prasejarah sejak masa neolitik. Alat
pertanian tradisional merupakan salah satu kekayaan budaya bangsa Indonesia.
Modernisasi di bidang pertanian menyebabkan berkurangnya penggunaan alat
pertanian tradisional oleh petani. Tulisan ini akan menjelaskan mengenai berbagai
peralatan pertanian tradisional yang digunakan untuk bercocok tanam baik dari
fungsi maupun cara pemakaiannya. Selain itu penulis mencoba untuk mengupas
nilai-nilai yang terkandung dalam penggunaan peralatan tradisional tersebut.
Metode yang digunakan dalam tulisan ini yaitu observasi, wawancara dan studi
pustaka. Peralatan pertanian tradisional merupakan bentuk kearifan lokal, memiliki
nilai tradisi dan budaya yang telah diwariskan oleh nenek moyang.

Kata kunci: alat pertanian tradisional, kekayaan budaya, kearifan lokal

Tanggal masuk : 22 April 2014


Tanggal diterima : 2 Juni 2014

Jurnal Arkeologi Papua | Vol. 6 Edisi No. 1 Juni – 2014 45


PENDAHULUAN Hartati, 2011). Pada masa Kerajaan
Majapahit pertanian mendapat
Indonesia sekarang dikenal perhatian yang besar dari raja dan
sebagai negara agraris yang sebagian penguasa. Raja memberi perlindungan
besar penduduknya bermata berupa penetapan tanah pertanian
pencaharaian sebagai petani. (Pigeaut dalam Hartati, 2011). Temuan
Sebelum mencapai taraf pertanian, alat-alat pertanian seperti mata bajak,
awalnya sejarah manusia untuk kapak perimbas, dll membuktikan
mempertahankan hidup dilakukan bahwa sudah sejak lama sistem
dengan mengumpulkan hasil bumi dan pertanian dikenal oleh masyarakat.
berburu hewan di sekitar lingkungan. Sistem pertanian tradisional
Kegiatan tersebut dikenal dengan yang diterapkan masyarakat pada
sebutan “berburu dan meramu”. jaman dulu dilakukan secara gotong
Seiring dengan perkembangan zaman, royong. Sistem pertanian tradisional
kegiatan berburu dan meramu berganti yang menggunakan konsep gotong-
dengan bercocok tanam. Berdasarkan royong dalam penggarapan lahan
data arkeologis kegiatan bercocok pertanian digambarkan oleh Emile
tanam dilakukan oleh masyarakat pada Durkheim sebagai ciri masyarakat
zaman dulu secara sederhana dengan tradisional. Dalam pandangan
membuka hutan untuk dijadikan lahan Durkheim masyarakat tradisional
pertanian dan menanam berbagai biasanya tinggal di daerah pedesaan
jenis umbi-umbian. Setelah musim dengan pembagaian kerja yang relatif
panen, lahan pertanian yang lama lebih rendah. Dengan pembagian
ditinggalkan kemudian mencari kerja terbatas, masyarakat tradisional
lahan yang baru dengan merambah membangun sistem solidaritas mekanis
hutan. Mereka menganggap tanah yang muncul berdasarkan atas
yang lama sudah tidak dapat dipakai kesamaan profesi mereka (Djhonson,
lagi untuk menanam dalam waktu 1994: 183). Selain untuk memenuhi
yang cepat (Soejono dalam Hartati, kebutuhan sehari-hari, hasil pertanian
2011). Semakin lama lahan pertanian juga dijual. Sebelum mengenal sistem
semakin terbatas, sehingga mereka uang, masyarakat jaman dulu menukar
mengubah sistem pertanian yang hasil pertanian dengan barang kepada
berpindah-pindah dengan membuka orang lain dengan cara barter. Cara
hutan, beralih ke sistem pertanian yang barter mulai ditinggalkan sejak
permanen dengan menerapkan sistem masyarakat mulai mengenal uang.
pengolahan tanah untuk ditanami padi. Masyarakat tradisional mengenal
Mulai saat inilah pertanian padi dikenal dua pola pertanian, yakni pertanian
masyarakat (Widyantoro dalam Hartati, lahan kering (ladang/tegal) dan lahan
2011). basah (sawah). Untuk pertanian kering
Berbagai bukti sejarah yang biasanya ditanami umbi-umbian,
menggambarkan sistem pertanian kacang-kacangan, buah-buahan, dan
masa lalu yakni ditemukannya sayuran. Sedangkan untuk pertanian
berberapa prasasti dan temuan basah biasanya ditanami padi. Ada dua
peninggalan alat-alat pertanian. jenis alat pertanian yang digunakan,
Prasasti Tugu yang dikeluarkan oleh yakni alat pertanian tradisional dan
Raja Purnawarman berisi penggalian modern. Alat pertanian tradisional
sungai untuk saluran yang disebut bentuknya sederhana dan digerakkan
Gomati, sepanjang 12 km selama 21 menggunakan tenaga manusia,
hari yang kemungkinan digunakan sedangkan alat pertanian modern
untuk irigasi atau bendungan dan digerakkan dengan menggunakan
pelayaran sungai (Wuryantoro dalam

46 Jurnal Arkeologi Papua | Vol. 6 Edisi No. 1 Juni – 2014


mesin. Alat pertanian telah dibuat kekayaan budaya bangsa. Dalam
oleh manusia sejak jaman becocok tulisan ini akan dijelaskan mengenai
tanam, dimana manusia prasejarah berbagai peralatan pertanian tradisional
telah mengenal pertanian. Pada yang digunakan untuk bercocok
jaman batu alat pertanian dibuat tanam, baik dari fungsi maupun cara
dengan menggunakan batu dan pada pemakaiannya. Selain itu penulis
jaman logam alat pertanian dibuat mencoba untuk mengupas nilai-nilai
menggunakan logam (perunggu dan yang terkandung dalam penggunaan
besi). Dampak positif dari penggunaan peralatan tradisional tersebut.
alat pertanian tradisional yakni
ramah lingkungan, karena tidak ada ALAT PERTANIAN TRADISIONAL
kerusakan alam ataupun pencemaran DAN FUNGSINYA
yang ditimbulkan sehingga pelestarian
alam terus berjalan. Bajak (Luku/Waluku)
Perkembangan iptek Bajak merupakan alat pertanian
menyebabkan modernisasi pertanian yang digunakan untuk mengolah tanah
yang mendorong penggunaan sebelum ditanami. Bajak digunakan
peralatan modern dengan teknologi pada pengolahan tanah pertama
canggih. Penggunaan peralatan (primary tillage equipment) sebelum
modern dimaksudkan untuk proses selanjutnya yang diperlukan.
meningkatkan produktivitas hasil Di pulau Jawa, bajak dikenal dengan
pertanian karena dianggap lebih efektif nama luku/waluku, suku bangsa
dan efisien. Alat pertanian tradisional Batak menyebutnya dengan tenggala
semakin ditinggalkan oleh petani. (bahasa Karo), dan suku Minahasa
Penggunaan peralatan modern ini menyebut dengan nama pajeko.
ternyata juga membawa efek negative, sementara Orang Aceh menyebutnya
diantaranya kurang ramah lingkungan. langa.
Oleh karena itu, peralatan pertanian Bajak orang Jawa memiliki
tradisional ini perlu dilestarikan beberapa bagian, yaitu cekelan,
untuk mengurangi dampak negatif pancadan, tandhing, singkal, dan
dari penggunaan peralatan modern pasangan. Cekelan adalah bagian
sekaligus dapat melestarikan kearifan dari bajak yang dipegang oleh orang
lokal, nilai tradisi dan budaya. Justru yang mengolah lahan. Cekelan harus
itu, pengetahuan mengenai peralatan dipegang kuat agar bajak tidak mudah
pertanian tradisional diperlukan lepas. Pancadan adalah pijakan kaki
sebagai sarana menjaga kelestarian dari pembajak. Pada saat membajak,
kaki harus berpijak salah satu bagian
dari alat dengan tekanan kuat agar
bajak dapat terbenam ke tanah dan
dapat membalik tanah saat ditarik.
Tandhing atau pasak digunakan untuk
menguatkan sambungan agar bajak
tidak goyang. Singkal merupakan
bagian dari bajak yang digunakan
untuk membalik tanah.

Gambar. 1 Bajak tradisional


(dokumentasi Lilyk)

Jurnal Arkeologi Papua | Vol. 6 Edisi No. 1 Juni – 2014 47


Gambar 2. Petani sedang membajak sawah Gambar 3. Garu (dokumentasi Lilyk)
(dokumentasi Lilyk)

Mata bajak (kejen) terbuat dari meratakan, garu juga berfungsi untuk
besi atau baja berbentuk runcing untuk meningkatakan unsur hara tanah. Garu
menembus tanah yang akan dibajak. digunakan untuk menghancurkan sisa-
Mata bajak ini terdiri dari baji tiga sisi sisa tanaman dan mencampurkannya
dengan tamping dan bidang datar sisi ke dalam tanah.
pemotong kejen sebagai sisi datarnya, Garu terdiri atas pegangan dan
sedangkan bagian atas kejen dan mata. Pegangan garu terbuat dari kayu
singkal sebagai sisi lengkungnya. yang digunakan untuk mengarahkan
Pasangan berada di leher hewan garu pada saat mengolah tanah
penarik bajak yang berfungsi sebagai sedangkan mata garu ada yang
pengendali. Untuk menarik bajak, terbuat dari kayu ataupun besi. Cara
petani menggunakan bantuan hewan penggunaanya yaitu gagang garu
yang jinak, seperti kerbau atau sapi. dipegang dengan erat menggunakan
Jumlahnya juga bermacam-macam kedua tangan, kemudian mata
sesuai kebutuhan, bisa seekor sapi/ garu diarahkan pada tanah yang
kerbau ataupun dua ekor sapi/kerbau. akan diratakan. Susunan mata garu
Sapi yang digunakan saat membajak yang ditarik kedepan menyebabkan
bagian mulutnya ditutup menggunakan bongkahan- bongkahan tanah yang
brongkos. Tujuannya agar sapi tidak telah dibajak menjadi lebih rata.
makan saat digunakan untuk membantu
menarik bajak. Karena apabila tidak Cangkul
diberi penutup mulut, sapi atau kerbau
cenderung lambat kerjanya. Sebelum Cangkul merupakan salah
digunakan, sapi terlebih dahulu diberi satu alat tradisional yang digunakan
makan dan minum sampai kenyang, dalam pertanian. Cangkul digunakan
sehingga cukup tenaganya untuk untuk berbagai pekerjaan, antara
membajak. lain: (1) membelah, membalik,
dan menggemburkan tanah; (2)
Garu mengerjakan tanah pada petak-
petak sempit dan sudut-sudut yang
Garu adalah peralatan pertanian tidak dapat dikerjakan menggunakan
yang digunakan untuk pengolahan bajak; (3) mengolah tanah berbatu
tanah tahap kedua (secondary tillage dan menyisir tanggul; (4) membuat
equipment) setelah pengolahan tanah parit; (5) menggali lubang pada saat
menggunakan bajak. Pada saat dibajak menanam kacang tanah, jagung, dan
tanah masih berupa bongkahan- tanaman lainnya.
bongkahan besar yang harus Cangkul memiliki dua bagian
diratakan agar dapat ditanami. Selain yaitu mata cangkul (pacul) yang terbuat

48 Jurnal Arkeologi Papua | Vol. 6 Edisi No. 1 Juni – 2014


pertanian modern, yakni menggunakan
teknologi moderen untuk memanen,
misalnya mesin mower atau reaper
yang dapat merobohkan tangkai padi
dalam waktu yang cepat.

Gambar 4. Macam-macam bentuk cangkul


(dokumentasi Lilyk)

dari besi, berbentuk persegi atau bulat


dan doran (pegangan) yang terbuat
dari kayu sebagai pegangan. Cara
penggunaanya: pegang doran dengan
kedua tangan, kemudian arahkan
pada tanah yang akan diolah sesuai
kebutuhan. Pada saat mencangkul Gambar 5. Ani-ani (ketam)
tanah, pastikan posisi badan (dokumentasi Lilyk)
membungkuk turun kebawah untuk
memudahkan proses pencangkulan. Cangkul kecil (Kering)
Cangkul kecil yang orang Jawa
Ani-ani (ketam) sebut kering merupakan salah satu
Ani-ani adalah alat untuk alat pertanian yang mulai ditinggalkan
memotong tangkai tanaman padi pada petani sekarang. Alat ini berfungsi untuk
saat panen. Ani-ani terdiri atas 2 bagian membersihkan rumput atau tanaman
utama, yaitu pisau yang terbuat dari pengganggu di ladang atau tegalan.
besi beserta papan yang digunakan Kering sangat efektif digunakan saat
untuk meletakkan pisau dari kayu. membersihkan rumput di sela-sela
Tangkai ani-ani yang terbuat dari bambu tanaman utama yang jaraknya dekat
atau kayu. Alatnya sangat sederhana yang jika menggunakan cangkul akan
dan mudah penggunaannya. Cara sangat kesulitan bahkan justru bisa
menggunakan ani-ani, yaitu tangan mengenai tanaman utama sehingga
kanan memegang papan pegangan akan mati. Alat ini terdiri dari dua bagian
dengan erat, sementara tangan utama, yaitu besi tipis mirip cangkul
kiri memegang tanaman padi yang dengan ukuran yang lebih kecil dan
akan dipotong, kemudian arahkan
pisau pada tanaman padi yang akan
dipotong.
Keuntungan menggunakan ani-
ani pada saat memanen padi adalah
petani dapat memilah padi yang sudah
siap panen dan yang belum matang
Namun demikian, alat ini kurang efektif
karena memerlukan banyak waktu
dan tenaga kerja untuk memanen
padi. Oleh karena itu, ani-ani semakin Gambar 6. Cangkul kecil (kering)
(dokumentasi Lilyk)
ditinggalkan petani dan beralih ke alat

Jurnal Arkeologi Papua | Vol. 6 Edisi No. 1 Juni – 2014 49


tangkai yang terbuat dari kayu sebagai
pegangan. Cara menggunakan alat ini:
pegang tangkai atau gagang kering,
kemudian arahkan kering ke arah
rumput yang akan dibersihkan. Pada
saat menggunakan kering hendaknya
dilakukan dengan posisi jongkok
untuk mempermudah pekerjaan yang
dilakukan. Dengan perkembangan
teknologi alat ini semakin ditinggalkan
petani dan beralih ke mesin pemotong
rumput untuk membersihkan tanaman
pengganggu ataupun obat kimia yang
disemprotkan ke rumput.

Tongkat Tunggal (Taju)


Tongkat tunggal merupakan
salah satu alat pertanian tradisional
yang berfungsi untuk membuat lubang
pada saat menanam. Tongkat tunggal
ini oleh suku Nias disebut toru, dan
dalam bahasa Karo disebut engkol,
sedangkan orang Jawa menyebutnya
taju. Alat ini biasanya digunakan untuk
menanam jagung, kacang tanah,
kacang hijau, ataupun kedelai di
ladang.
Bentuk taju sangat sederhana,
hanya berupa tongkat lurus yang salah
satu bagian di ujungnya dibuat lancip.
Tonggat tunggal terbuat dari kayu
secara keseluruhan ataupun ada juga
Gambar 7. Tongkat tunggal
yang membuat bagian lancip dengan
(dokumentasi Lilyk)
dilapisi besi agar lebih tajam pada
saat digunakan. Cara menggunakan
Sabit (Arit)
taju juga sangat mudah, yakni tongkat
tunggal dipegang dengan posisi Sabit adalah alat pertanian yang
ujung yang lancip berada di bawah. berbentuk pisau melengkung untuk
Setelah itu, tancapkan tongkat tunggal memotong tanaman, rumput, bahkan
ke dalam tanah dan segera angkat kayu. Sabit dalam bahasa Jawa
setelah menghujam tanah. Hasilnya, dikenal dengan nama arit, orang Batak
akan terbentuk lubang dan siap menyebut sabi-sabi. Sabit terdiri dari
untuk ditanami benih jagung ataupun dua bagian utama, yaitu lengkungan
tanaman pertanian lainnya. Alat ini tajam terbuat dari besi yang berfungsi
semakin ditinggalkan oleh petani dan sebagai pemotong dan pegangan sabit
beralih memanfaatkan alat penanam terbuat dari kayu. Cara menggunakan
modern (seeder), yakni menggunakan sabit adalah gagang/pegangan sabit
tenaga mesin. Bahkan seeder sudah dipegang menggunakan tangan
memiliki kegunaan multifungsi, yaitu kanan dengan erat agar tidak lepas,
menanam sekaligus memupuknya.

50 Jurnal Arkeologi Papua | Vol. 6 Edisi No. 1 Juni – 2014


ketajaman sabit ini, petani jaman dulu
mengasahnya dengan menggunakan
batu. Orang jawa sering menyebut
batu asah dengan nama ungkal.
Caranya menggunakannya yaitu
bagian sabit yang akan ditajamkan
digosok-gosokkan pada batu asah
searah secara berulang-ulang sampai
sabit yang di asah tersebut tajam.

Alat Perontok (Gerejag/gebotan)


Gambar 8. Batu asah (dokumentasi Lilyk)
Gerejag/gebotan merupakan
sementara tangan kiri memegang alat pertanian yang dipakai pada saat
tanaman/rumput yang akan dipotong. panen padi. Alat ini digunakan untuk
Selanjutnya, ayunkan sabit ke arah merontokkan padi dari tangkainya.
tanaman yang hendak dipotong. Gerejag terbuat dari bambu dan kayu
yang disusun membentuk segitiga.
Parang (Arit Bendo) Cara menggunakannya: padi yang
telah dipanen diayunkan ke alat
Parang digunakan untuk
tersebut beberapa kali, sehingga bulir
memotong batang tanaman atau kayu
padi bisa lepas dari tangkainya. Alat
yang lebih keras dan besar. Parang
ini sangat sederhana dan sepenuhnya
atau Arit bendo menggunakan pisau
menggunakan tenaga manusia.
besi yang lebih tebal daripada bentuk
Penggunaanya semakin ditinggalkan
arit yang lain agar tidak patah pada
petani karena kurang efektif dan
saat digunakan.
kemudian mereka beralih ke mesin
perontok padi (thresher) yang dinilai
Arit Babatan
lebih mengguntungkan.
Arit babatan digunakan untuk
memotong rumput ataupun tanaman
pertanian seperti padi, kacang tanah,
jagung, ataupun semak-semak.
Bentuk pisaunya lebih tipis untuk
mempermudah dalam pemakaiannya.
Semakin lama ketajaman dari
sabit akan berkurang apalagi jika
jarang dipakai. Untuk meningkatkan

Gambar 10. Gerejag/gebotan


(sumber:http://kelompokternakpucakmanik.
blogspot.com)

Keranjang (Tenggok atau Dunak)


Keranjang merupakan alat
tradisional yang digunakan untuk
mengangkut hasil panen petani.
Gambar 9 Arit babatan (dokumentasi Lilyk) Keranjang terbuat dari anyaman

Jurnal Arkeologi Papua | Vol. 6 Edisi No. 1 Juni – 2014 51


bambu. Orang Jawa menyebut tradisional ini semakin langka karena
keranjang dengan nama tenggok petani memilih menggunakan trealer,
atau dunak, sedangkan orang Nias mobil, sepeda motor, hand traktor
menyebutnya dengan ndraga (anonim, rakitan yang dilengkapi tempat angkut
2011). Beberapa daerah di Jawa ada hasil pertanian, dan lain-lain.
juga yang memakai dua buah keranjang
(dunak) dan diangkat menggunakan Lesung, Lumpang, Alu, Tampi
pikulan. Pikulan dibuat dari bambu (Nyiru)
sehingga pada saat mengagkat dunak,
pikulan tersebut akan lentur mengikuti Lesung, lumpang, alu, dan tampi
ayunan langkah petani yang membawa. merupakan serangkaian alat yang
Agar dapat dibawa, dunak ini dikaitkan digunakan pada saat pasca panen padi.
pada tali yang diikat dengan pikulan. Lesung adalah wadah atau tempat
Keberadaan serangkaian alat angkut menumbuk padi untuk memisahkan
padi dari kulitnya, berbentuk seperti
perahu panjang, terbuat dari kayu yang
keras atau batu. Selain itu, lesung juga
sering dipakai untuk menumbuk beras
yang akan dibuat tepung ataupun
untuk menumbuk rempah-rempah.
Orang Nias menyebutnya sebagai
losu (Anonim 2011). Lumpang juga
merupakan alat yang digunakan
untuk menumbuk padi ataupun beras,
terbuat dari kayu ataupun batu dan
Gambar 11. Keranjang (tenggok) biasanya juga terdapat di ujung-ujung
(dokumentasi Lilyk) lesung. Alu adalah alat yang digunakan
untuk menumbuk padi agar lepas dari
sekamnya, berfungsi sebagai alat
pendamping lesung. Alu berbentuk
seperti tongkat kayu yang pada bagian
tengah dibuat agak kecil, berfungsi
sebagai pegangan tangan penumbuk
padi. Pada bagian bawah alu agak
besar dan tumpul yang digunakan
untuk menumbuk padi.
Tampi (nyiru) adalah alat
tradisional yang terbuat dari anyaman
Gambar 12. Dunak (dokumentasi Lilyk)

Gambar 13. Pikulan (dokumentasi Lilyk) Gambar 14. Lesung (dokumentasi Lilyk)

52 Jurnal Arkeologi Papua | Vol. 6 Edisi No. 1 Juni – 2014


NILAI-NILAI ALAT TRADISIONAL
Nilai ekonomis
Nilai ekonomis tercermin
dari bahan baku yang digunakan
untuk membuat peralatan pertanian
tradisional, yakni biaya yang relatif
murah. Bahan-bahan yang dipakai
dapat diperoleh secara mudah di alam,
Gambar 15. Lumpang dan Alu antara lain kayu, bambu, batu, dan lain-
(dokumentasi Lilyk) lain. Proses pembuatan dan alat yang
bambu dan bentuknya bundar, biasa digunakan untuk membuat tergolong
digunakan untuk memisahkan padi sederhana. Pembuatan alat pertanian
yang telah ditumbuk dari kulitnya. tradisional biasanya dilakukan sendiri
Orang jawa menyebut tampi dengan oleh petani, misalnya untuk pembuatan
sebutan tampah, sedangkan Orang bagian-bagian bajak, mereka mencari
Nias menyebutnya dengan niru. bahan kayu yang keras. Untuk mata
Cara menggunakan tampi, yaitu bajak yang terbuat dari besi, petani
dengan memasukkan padi yang biasanya meminta bantuan pandai
telah ditumbuk ke dalam tampi dan besi untuk membuatkannya. Contoh
diayunkan serta diputar-putar (Orang lain, dalam membuat keranjang, petani
Jawa menyebutnya di interi). Sebelum biasanya mencari bambu di lingkungan
ditumbuk, padi dikeringkan terlebih sekitar kemudian membuat anyaman
dahulu dengan dijemur dibawah sehingga menghasilkan barang sesuai
sinar matahari agar mudah untuk keinginan mereka. Petani pada jaman
melepaskan kulitnya. Kulit padi ini dulu dikenal sangat kreatif dalam
biasanya disebut merang (sekam), membuat peralatan pertanian dengan
dulu sering digunakan sebagai bahan memanfaatkan bahan-bahan berasal
bakar untuk memasak. Di Jawa, dari alam sekitarnya.
kegiatan menumbuk padi biasanya
dilakukan oleh ibu-ibu petani secara Nilai budaya
gotong-royong. Serangkaian alat Beberapa nilai budaya yang
diatas semakin ditinggalkan petani tercermin dalam penggunaan
dan beralih ke mesin penggilingan peralatan pertanian tradisional dapat
yang lebih modern. Bahkan untuk dilihat pada beberapa kegiatan.
mengeringkan hasil panen, petani Misalnya pada saat membajak sawah
sudah menggunakan alat modern dilakukan sambil menyanyikan
dengan mesin pengering (dryer). senandung sebagai penyemangat
kerja yang berisi wejangan/petuah
untuk generasi muda. Bunyi-bunyian
lesung dan alu pada saat menumbuk
padi, indah untuk didengarkan sebagai
nada yang bernilai seni. Kegiatan ini
juga memunculkan inspirasi seniman
untuk menciptakan lagu ” Lesung
Jumengglung” yang terkenal sejak
jaman dulu sampai sekarang. Nilai
budaya juga tercermin dari bentuk
Gambar 16. Tampi (Nyiru)
alat pertanian tradisional. Bentuknya
(dokumentasi Lilyk)

Jurnal Arkeologi Papua | Vol. 6 Edisi No. 1 Juni – 2014 53


sederhana, tetapi mengandung unsur hara yang menurunkan kesuburan.
seni. Misalnya bentuk ani-ani yang Selain itu, buangan bahan bakar dari
mirip burung, bentuk sabit mirip bulan mesin peralatan pertanian modern
sabit, tampi dan keranjang yang (misalnya traktor, threser, dan lain-
teranyam rapi, dan sebagainya. Petani lain) akan menyebabkan pencemaran
yang masih menggunakan peralatan udara yang dapat merusak sistem
pertanian tradisional ini secara tidak pernapasan makhluk hidup.
langsung ikut andil dalam melestarikan
budaya yang diwariskan oleh leluhur. PENUTUP

Nilai sosial Salah satu akibat yang


ditimbulkan dari modernisasi di
Dalam pertanian tradisional bidang pertanian adalah semakin
yang dilakukan masyarakat pedesaan terkikisnya penggunaan peralatan
masih memegang teguh prinsip gotong pertanian tradisional oleh petani yang
royong, saling membantu secara cenderung beralih pada peralatan
bergiliran. Hal ini menyebabakan pertanian yang modern. Peralatan
hubungan kekeluargaan satu orang pertanian tradisional perlu untuk
dengan lainnya menjadi semakin erat, dilestarikan karena mengandung
saling membutuhkan dan membantu nilai-nilai yang berakar pada budaya
untuk menghasilkan produktivitas bangsa. Bentuk pelestariannya yakni
kegiatan pertanian. Kebersamaan dengan perlindungan, baik hukum
dapat pula dilihat pada saat pengolahan melalui peraturan maupun kebijakan
tanah, penanaman, penyiangan terkait pelestarian warisan budaya.
sampai pemanenan hasil pertanian. Dokumentasi dan pelestarian berupa
Misalnya pada saat panen padi, para pameran alat pertanian tradisional
tetangga ikut membantu tanpa diberi di museum juga di perlukan agar
upah dan membawa hasil panen ke warisan kekayaan ini tidak punah
rumah pemiliknya menggunakan alat dan masih dapat di perlihatkan pada
angkut keranjang ataupun gerobak. generasi mendatang. Pelestarian
Pembagian pekerjaan disesuaikan warisan budaya bangsa juga dapat
dengan kemampuan. Untuk pekerjaan dilakukan melalui pendidikan, yakni
yang berat dilakukan oleh laki-laki, dengan menyisipkan pengetahuan
misalnya membajak dan mencangkul; tersebut dalam pembelajaran siswa
sedangkan pekerjaan yang lebih ringan di sekolah. Hal ini diharapkan dapat
dilakukan oleh perempuan, misalnya menumbuhkan kesadaran tentang
menanam dan memanen padi. pentingnya melestarikan budaya
sebagai jati diri bangsa.
Nilai ekologi
Alat pertanian tradisional
digerakkan dengan tenaga manusia,
sehingga ramah lingkungan. Berbeda
dengan alat pertanian modern yang
menggunakan mesin ataupun listrik
untuk mengoperasikannya. Bahan
bakar dari penggunaan mesin akan
menyebabkan pencemaran lingkungan
sekitar. Dampak dari pencemaran ini
akan menyebabkan rusaknya tanah
dengan terkikisnya kandungan unsur

54 Jurnal Arkeologi Papua | Vol. 6 Edisi No. 1 Juni – 2014


DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. http://www.museum.pusaka-nias.org/2011/10/peralatan-tradisional-nias-1.
html (diakses tanggal 2 Oktober 2014).
Anonim. 2012. http://kelompokternakpucakmanik.blogspot.com/2012/01/mengenal-alat-
tradisional-pertanian.html (diakses tanggal 3 Oktober 2014).
Djhonson, D.P. 1994. Teori Sosiologi Klasik dan Modern Jilid I. Terjemahan Robert
MZ Lawang. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Hartati,S.T.D. 2011. “Peranan Dewi Sri dalam Tradisi Pertanian di Indonesia”.
Makalah Pertemuan Ilmiah Arkeologi tahun 2011, tanggal 1-3 November
2011 di Surabaya. Jakarta: Direktorat Jendral Sejarah dan Purbakala.

Jurnal Arkeologi Papua | Vol. 6 Edisi No. 1 Juni – 2014 55

Anda mungkin juga menyukai