Cagar Budaya
VOL. VII No. 1/2019
Cagar Budaya
Telp/Fax (021) 5725531, 5725048 Lestarikan Lingkungan, Lestarilah Cagar Budaya
Indonesia
Masjid Raya Medan
Foto: Wijaya Kusuma
Cagar Budaya
Indonesia
Diterbitkan Oleh:
Direktorat Pelestarian Cagar Budaya
dan Permuseuman
Direktorat Jenderal Kebudayaan
Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan
Penanggungjawab:
Direktur Pelestarian Cagar Budaya
dan Permuseuman
Tim Redaksi:
Desse Yussubrasta
M. Natsir Ridwan
Yuni Astuti Ibrahim
Sri Patmiarsih
Dedah Rufaedah
Perwajahan:
Zuni Fitri Syariati
Alamat Redaksi:
Direktorat Pelestarian Cagar Budaya
dan Permuseuman
Kompleks Kemdikbud Gd. E, Lantai 11
Jl. Jenderal Sudirman, Senayan
Jakarta 10270
Telp/Fax (021) 5725531, 5725512
Email: cagarbudayadanmuseum@
gmail.com
Foto Cover:
Wayang Daun
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya telah mengamanatkan
upaya pelindungan, pengembangan dan pemanfaatan cagar budaya dalam rangka memajukan kebudayaan
nasional, yang ditujukan untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Gaung yang senada berasal dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan
Kebudayaan. Undang-undang ini mengamanatkan bahwa tujuan pemajuan kebudayaan adalah untuk
mengembangkan nilai-nilai luhur budaya bangsa, memperkaya keberagaman budaya, memperteguh jati diri
bangsa, memperteguh persatuan dan kesatuan bangsa, mencerdaskan kehidupun bangsa, meningkatkan citra
bangsa, mewujudkan masyarakat madani, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, melestarikan warisan
budaya bangsa, dan mempengaruhi arah perkembangan peradaban dunia sehingga kebudayaan menjadi
haluan pembangunan nasional.
Buletin Cagar Budaya edisi VII Tahun 2019 ini mengetengahkan tema tentang eksistensi Cagar Budaya beserta
kemanfaatannya bagi masyarakat. Cagar Budaya yang berdayaguna untuk mendukung kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat. Mampu memberi manfaat sepenuhnya bagi masyarakat sekitar situs. Hal yang sering
terkait dengan asas kemanfaatan tersebut adalah terkait dengan potensi wisata atau ekonomi yang berlandas
pada ekonomi kota pusaka. Ekonomi kota pusaka merupakan salah sat u aspek penting yang harus dikelola dan
dikembangkan. Cagar budaya merupakan sumberdaya yang harus dilestarikan sehingga dapat dimanfaatkan,
dikembangkan dan dipasarkan untuk kepentingan publik. Dalam penataan dan pelestariannya dibutuhkan
strategi pelaksanaan dan kerjasama berbagai pihak seperti stakeholder dan masyarakat. Pengembangan
ekonomi pusaka akan mampu menggerakkan roda perekonomian masyarakat.
Pengembangan pariwisata hanya dipandang dari perspektif ekonomi, belum mempertimbangkan perspektif
sosial budaya masyarakat dan kelestarian lingkungan alam dan budaya. Selain itu, cagar budaya selama
ini lebih cenderung dimanfaatkan secara terpisah dengan potensi-potensi sosial-budaya-alam lainnya dari
masyarakat yang terdapat di sekitarnya. Padahal, menjalin keseluruhan potensi dalam satu bingkai pariwisata
berkelanjutan dan berorientasi pada kesejahteraan komunitas merupakan potensi besar yang masih jarang
dilirik untuk dikembangkan.
Meski demikian kelestarian obyek cagar budaya tetap menjadi fokus utama, meski tidak dipungkiri cagar
budaya beserta lingkungannya tetap terus berproses sejalan dengan tuntutan jaman. Sehingga upaya
pelestarian dan pelindungan sangat dibutuhkan agar tidak semakin tergerus dengan modernisasi.
Semoga Buletin Cagar Budaya edisi ini dapat menjadi inspirasi bagi pembaca berbudaya.
Redaksi
DAFTAR ISI
01
Mushaf Abdu Asy Syahid
Giat-Geliat
Pelestarian Cagar Budaya
Hariani Santiko
Kakawin Kunjarakarna:
Cermin Toleransi
Masa Majapahit Akhir
08
16
Jusman Mahmud / Ari Setyatuti
Cagar Budaya: Ekspresi Budaya dan
Kesejahteraan Masyarakat
Gendro Keling
Nunus Supardi
Hari-Hari Terakhir
Willem Frederik Stutterheim
Memeringati 106 Tahun 38
Lembaga Purbakala (1913-2019)
Omar Mochtar
54
Kisah Ndalem Joyokusuma
di Surakarta : Dari Aset Sitaan
Negara Menuju Culture
Centre Berkelas
Putri Prastiwi
65
Pesona Wayang Daun:
Lestarikan Lingkungan,
Lestarilah Cagar Budaya
GIAT-GELIAT
PELESTARIAN
CAGAR BUDAYA
D
ulu, kita mungkin cenderung tunggal dengan hadirnya perluasan ruang
membayangkan bahwa Cagar lingkup fisik dan metafisik. Pada lingkup
Budaya yang bersejarah mesti fisik misalnya, UNESCO (2010) telah
berupa peninggalan peradaban manusia menyinggung perluasan ruang lingkup
yang berwujud besar dan monumental. urban heritage secara geografis dari lingkup
Contohnya saja kompleks Candi Borobudur benda satuan yang kecil hingga skala makro
atau Candi Prambanan di pulau Jawa yang berupa lanskap perkotaan bertajuk Historic
memiliki struktur megah, besar (grandeur) Urban Landscape (HUL). Pendekatan HUL
nan mempesona. Namun di masa kini, turut melibatkan komunitas menjadi salah
persepsi seperti itu ternyata tidak lagi satu aset sosial utama bagi hidupnya suatu
berlaku. Pasalnya, suatu warisan budaya kawasan bersejarah.
tidak selalu harus dilatarbelakangi kisah-
kisah kolosal yang historis dan heroik, Perusakan situs warisan dunia Patung
tetapi ia bisa juga melibatkan narasi/cerita Buddha raksasa di Kuil Bamiyan,
yang kecil, memiliki arti khusus yang unik Afghanistan oleh pasukan Taliban pada
dan langka, serta berasosiasi kuat dengan tahun 2001 telah menjadi kasus populer
tradisi yang masih eksis di masyarakat di dunia internasional tentang betapa
tanpa melihat besar-kecil wujud fisiknya. pentingnya melihat masyarakat sebagai
unsur penting dalam proses pelestarian.
Bagi kalangan pemerhati kebudayaan
Dari insiden tersebut, diketahui bahwa
dan pelestarian, secara umum dapat
warga lokal yang bertinggal di sekitar Kuil
kita amati bahwa saat ini yang
Bamiyan kesal karena sekian dana yang
disebut sebagai “Cagar Budaya”
digelontorkan pemerintah dunia hanya
tengah melalui serangkaian
proses pengembangan konsep demi mempercantik patung sebagai benda
yang sedemikian dinamis. mati (dead monument) tanpa diiringi
Istilah “Cagar Budaya” tidak peningkatan kesejahteraan masyarakat itu
lagi berdiri solid pada satu sendiri. Artinya, tindakan Cagar Budaya
pijakan pengertian yang semestinya mengandung kepentingan dan
BULETIN
BULETINCAGAR
CAGARBUDAYA
BUDAYA| |VOL.
VOL.VII
VII 2019 1
1
2 BULETIN CAGAR BUDAYA | VOL. VII 2019
Kota Tua Jakarta adalah contoh Kawasan di kompleks Pasar Ikan Sunda Kelapa,
Cagar Budaya Nasional yang mengandung hadirnya taman apung di sepanjang Kali
Benda, Bangunan, dan Struktur Besar, hingga isu reklamasi 17 pulau di
Cagar Budaya di tengah hiruk pikuk Teluk Pantai Jakarta. Faktor pembangunan
pembangunan modern dan rekonstruksi ahistoris yang memudarkan otentisitas dan
kawasannya. Beberapa waktu lalu ia manajemen pelestarian menjadi sebab dan
sempat diajukan ke dalam nominasi alasan pokoknya.
UNESCO World Heritage. Semangat ini
Itu problem di tingkat nasional. Di
juga paralel dengan proyek revitalisasi
tingkat lokal sendiri, implementasi UU
kawasan bersejarah di Banten Lama
No. 11 th. 2010 yang berjalan hampir
(2018) dan studi kembali Situs Gunung
genap 10 tahun ini juga belum dirasakan
Padang di Cianjur, Jawa Barat. Namun
menyeluruh. Contohnya masih banyak
sayangnya, Kota Tua Jakarta pada akhirnya
kabupaten/kota yang belum memiliki
belum berhasil lulus uji nominasi. Tiga
Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) yang
hal yang secara jelas dievaluasi dalam
bertugas mengkaji dan merekomendasi
hasil laporan UNESCO (2018) antara
penetapan Cagar Budaya. Perlu kita garis
lain terjadinya perubahan besar-besaran
bawahi bahwa terkadang keputusan dan
dengan ‘pembersihan’ Kampung Akuarium
K
akawin Kunjarakarna ditulis di gunung Sumeru karena ingin melenyapkan
masa Majapahit akhir yakni abad sifat dan wujudnya sebagai seorang yaksa
ke-14 Masehi yang secara umum agar menjadi manusia. Kisah perjalanan
dikategorikan sebagai sastra keagamaan. Kunjarakarna ketika akan menghadap
Kakawin ini penuh dengan ajaran Dharma Buddha Wairocana yang sebelumnya
Buddha Mahayana ajaran Wairocana yang harus menemui Dewa Yama, Sang
berpusat pada cerita tentang seorang Penguasa Neraka, menjadi inti menarik dari
yaksa yang bernama Kunjarakarna. Ia keseluruhan isi kakawin ini.
bertapa dengan sangat ketat di lereng
“
rajadewa (pupuh CXXXIX). Selanjutnya ndah katenanya haji, tan hana
para dewa mengatakan bahwa kebenaran bheda sang hyang
yang diajarkan Buddha dan Siwa itu hyang Buddha rakwa kalawan Siwa
sesungguhnya satu juga, mereka memang rajadewa
terlihat berbeda, namun pada hakekatnya kalih samekasira sang pinakesti-dharma
sama. Karena tidak ada kebenaran yang ring dharmmasima tuwi yan lpas
mendua atau Bhineka Tunggal Ika tan adwitiya”
Kakawin
Kunjarakarna sebagai
Dharmakathana
atau cerita tentang
Dharma yang diajarkan
secara langsung oleh
Buddha Wairocana
yang juga dikenal
sebagai Bhatara
Guru. Salah satu hal
yang menarik dari isi
tersirat dari kakawin
tersebut adalah ajaran-
ajaran toleransi dari
Terjemahannya kurang lebih adalah,
Wairocana agar jangan menganggap
demikianlah oh raja, tidak ada perbedaan
dewanya lebih unggul daripada dewa
dewa-dewa, konon hyang Buddha dan
orang lain karena pikiran seperti inilah
hyang Siwa adalah raja dewa-dewa,
menyebabkan seseorang tidak akan
Keduanya sama, merekalah yang dituju
mencapai kelepasan, yakni sebagai tujuan
pada setiap pemujaan (baik) pada
utama dalam beragama. Ungkapan
dharmasima dan dharma lpas tidak ada
di dalam kakawin tersebut apabila
duanya.
ditempatkan di dalam konteks kekinian
Wairocana juga membandingkan kelima agaknya akan memperoleh porsi yang
Buddha serta Siwa dengan Hyang setara. Toleransi di dalam kehidupan
Pancakusika yang berjumlah lima yakni beragama saat ini seharusnya mengambil
Kusika, Gargga, Metri, Kurusya dan nilai-nilai yang pernah menjadi buah pikir
Patanjala. Kelimanya adalah murid-murid leluhur bangsa Indonesia di masa lalu.
Siwa Lakulisa pada aliran Pasupata Kondisi bangsa Indonesia yang beraneka
Siwa. Nama Pancakusika disebutkan di warna kulit, agama, suku dan bahasa
dalam bagian sapatha (persumpahan) yang berbeda, maka para pendiri bangsa
prasasti Kancana (732 saka) dan prasasti di masa awal kemerdekaan merasa perlu
Kuti (762 Saka), meski demikian kedua untuk mengambil kebajikan dari masa
prasasti tersebut adalah prasasti tinulad kuna yang memiliki akar yang kuat dengan
yakni prasasti yang ditulis ulang jauh di bangsa Indonesia, yakni mengutip buah
masa kemudian (Santiko 1987:99) Nama intelektual dari kakawin-kakawin kuna
Pancakusika di Jawa selain dijumpai semacam Kunjarakarna maupun kakawin
pada prasasti Jawa Kuna juga ditemukan Sutasoma dengan “Bhinneka Tunggal Ika”.
ditemukan di dalam kakawin Ramayana Sudah menjadi tugas kita untuk memberi
(Hooykaas, 1974: 129-135).
konteks baru atas cagar budaya dalam
Kecamatan Prambanan; dan (3) Desa Tirtomartani, Kecamatan Kalasan. Adapun kerangka
berpikir utama dari program tersebut tergambar dari bagan di bawah ini.
Kemandirian masyarakat
tersebut telah dirasakan kini.
Komunitas-komunitas yang telah
dikembangkan melalui program
pemberdayaan masyarakat terus
eksis dan mengalami perkembangan.
Komunitas-komunitas ini bahkan
telah menjadi pendukung utama
perkembangan pariwisata di ketiga
desa. Sebagai contoh, pokdarwis di
Desa Sambirejo secara aktif terlibat
dalam pengelolaan Bukit Breksi.
Dengan dukungan dari Pemerintah
Daerah Istimewa Yogyakarta dan
Gambar 3: Motif batik candi yang dikembangkan Pemerintah Kabupaten Sleman
hasil dari pelatihan untuk pengembangan Bukit Breksi,
Sumber: Dokumentasi BPCB DIY
mereka telah secara aktif menjadi
pengelola dan menyelenggarakan
event-event wisata yang menarik
Proses pemberdayaan yang berjalan jumlah wisatawan yang relatif besar
juga bukan semata transfer informasi, untuk datang. Mereka juga secara aktif
pengetahuan dan keterampilan, tetapi mengembangkan dan mengintegrasikan
juga telah menjadi bagian dari aksi, potensi-potensi objek wisata lainnya di
yang merupakan sifat prosesual dan desa tersebut. Selain itu, di lapangan
akumulatif dari program ini. Hal ini juga tanah kas desa di sebelah selatan Candi
menjadi bagian dari proses membangun Banyunibo di Desa Bokoharjo sekarang
kemandirian masyarakat sebagai pelaku telah berkembang menjadi salah satu
pusat atraksi wisata, misalnya dengan
utama pariwisata di daerah mereka, yang
hadirnya sasana jemparingan (panahan)
merupakan tahap ketiga pada bagan
di tempat tersebut. Pelaku-pelaku yang
program pemberdayaan masyarakat di
mengembangkan atraksi wisata tersebut
atas. Sebagai contoh, sembari memetakan
merupakan orang-orang yang pernah ikut
potensi dan memberikan serangkaian
terlibat sebagai peserta pelatihan kegiatan
pelatihan-pelatihan, pendampingan untuk
pemberdayaan masyarakat oleh BPCB DIY.
W
arisan budaya adalah sebagian representasi dari sejarah
yang telah berlalu, sehingga untuk memahaminya sebagai
suatu peninggalan sejarah dibutuhkan usaha pemahaman
atas sejarah yang pernah terjadi di dalamnya. Memahami sejarah suatu
warisan budaya tidak hanya mempunyai arti yang berkaitan dengan
masa lalunya, tetapi juga untuk memahami masa sekarang sekaligus
memberi gambaran masa depannya (understanding the present and
representing the future). Sehingga tidak berlebihan jika warisan budaya
mempunyai peran penting sebagai identitas nasional di masa lalu, masa
kini dan masa mendatang. Mengingat pentingnya warisan budaya bagi
identitas suatu bangsa, maka Pemerintah sudah selayaknya memberikan
perhatian lebih bagi pelestarian dan pengelolaannya.
Pengembangan
daya tarik wisata
yang memanfaatkan
warisan budaya telah
memberikan efek
ganda, yaitu pada
satu sisi mendorong
tumbuhnya usaha
pariwisata di sekitar
warisan budaya,
sekaligus memberikan
keuntungan ekonomi
Gambar 5. Kebijakan pariwisata dalam rangka otonomi daerah bagi masyarakat
dan meningkatkan
lingkungan termasuk pencemaran budaya
kepedulian terhadap pelestarian warisan
(Pendit, 1999). Permasalahan dampak
budaya (Ardika,1993:13-17). Namun pada
pariwisata yang dapat dilihat dalam
sisi lain hal tersebut dapat mengancam
dinamika kehidupan masyarakat, misalnya
keberadaan warisan budaya, seperti
perencanaan kebijakan pariwisata didesain
pencurian dan perdagangan warisan
tidak sesuai dengan fenomena lokal,
budaya (Sutaba,1991:2), tertutupnya
sifatnya mengarah pada kebijakan makro,
akses menuju situs warisan budaya
sehingga kebijakan nasional sering tidak
akibat pembangunan sarana pariwisata,
sesuai dengan kemampuan pemerintah
terdesaknya eksistensi warisan budaya
daerah dan masyarakat untuk mewujudkan
untuk kepentingan pariwisata, bahkan
kemajuan pariwisata. Pembangunan dan
dapat menimbulkan konflik pengelolaan
pengembangan pariwisata pada umumnya
seperti yang terjadi di Tanah Lot, Bali
didasarkan pada konsep yang kurang
(Laksmi 2014, 208).
tepat. Dalam hal ini yang berkepentingan
terhadap pariwisata yaitu pemerintah Cultural Heritage Community-
bersama pihak investor swasta, biasanya based management: Tawaran
berorientasi pada keuntungan, sementara Alternatif
masyarakat tidak dilibatkan secara aktif,
Sesungguhnya pengelolaan warisan
melainkan hanya menerima nilai residu
budaya berbasis masyarakat (Cultural
dari kepentingan pariwisata (Kansar dan
Heritage Community-based management)
Sudirman, 1999). Hal itu membuat individu
sudah ideal digunakan dalam pengelolaan
yang merasa tidak mempunyai kepentingan
warisan budaya, terutama terkait
terhadap pariwisata melakukan tindakan
pemanfaatannya untuk pariwisata.
yang tidak mendukung pariwisata
Memang perlu ada pembenahan untuk
sehingga menimbulkan tindakan yang
lebih baik lagi, tetapi pelibatan masyarakat
merugikan pariwisata seperti meminta-
secara langsung sehingga masyarakat
minta, mencopet, pemaksaan oleh penjual
memperoleh dampak secara langsung.
WILLEM
FREDERIK
STUTTERHEIM
Memeringati 106 Tahun Lembaga Purbakala
(1913-2019)
tutterheim
m Frederik S )
Dr. W il le 948: hal.iv
tu tt e rh e im, W.F. 1
(S
Nunus Supardi
Pemerhati Budaya
Orang Hebat
W.F. Stutterheim termasuk orang hebat yang banyak diakui
orang. Di dalam artikelnya yang dimuat di Jaarboek, 1946-
1947, Amsterdam, halaman 150-158, Dr. F.D.K. Bosch, senior
dan juga Kepala OD yang digantikannya, secara khusus
menulis tentang Stutterheim dengan judul Levensbericht
W.F.Stutterheim (Life Message from W. F. Stutterheim).
Di dalam tulisan itu Bosch memaparkan kehebatan
Stutterheim mulai dari saat muda, kuliah, bekerja, berkarya
dan meninggalnya. Ketika ia belajar di Utrecht bidang ilmu
yang dipilih adalah ilmu sastra dan sejarah seni Belanda,
selama tiga tahun. Karena pecah perang dunia, saat akan
mengambil ujian kandidat terpaksa batal. Secara diam-diam
dia dipanggil untuk didedikasikan belajar bahasa Sansekerta.
Ia menjadi mahasiswa di Universitas Leiden, dididik langsung
oleh profesor Snouck Hurgonje, Vogel, Hazeu Van Ronkel, dan
Laut Kekaisaran Jepang dan tenggelam Sementara itu, F.D.K. Bosch sebagai
bersama-sama dengan 477 orang tawanan mantan atasannya, juga memberikan
yang terkunci dan 110 awak kapal. apresiasi yang tinggi terhadap mantan
Jazad Walter Spies terkubur di perairan bawahannya. Bosch mengatakan bahwa
bagian barat Sumatera Utara, sementara kita tidak perlu menyatakan penyesalan
jazad W.F. Stutterheim berbaring di atas apa yang harus terjadi dalam hidup
makam Tanah Abang. Letak nisannya yang dihadapinya. Kita harus bersyukur
berdekatan dengan makam Jan Laurens bahwa perpisahan dengan Stutterheim
Andries Brandes, seniornya, seorang justru telah membawa kita untuk tetap
filolog, leksikografer, pengumpul artefak mengingatnya. Ia akan terus hidup
serta pendiri dan ketua Commissie in sebagai seorang pencari kebenaran
Nederlandsch Indie voor Oudheidkundige yang gigih. Ia telah meninggalkan harta
Onderzoek op Java en Madoera, cikal bakal pengetahuan arkeologi, bidang yang begitu
lahirnya OD atau Dinas Purbakala. disayanginya.
https://www.indischekamparchieven.nl/
Gomperts, Amrit, Arnoud Haag dan Peter Carey. (2008). “Stutterheim’s enigma The
mystery of his mapping of the Majapahit kraton at Trowulan in 1941”. Bijdragen
tot de Taal-, Land-en Volkenkunde (BKI).
Soekmono. R (1977) “50 Tahun Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional, 1913-
1963”, Proyek Pembinaan Kepurbakalaan dan Peninggalan Nasional, Departemen
P dan K.
Di belakang tampak hotel Benvenuto, tempat menginap W.F. Stutterheim dalam keadaan
sakit. Hotel itu kemudian berubah menjadi hotel Barito, Hotel Monas, sekarang
gedung Indosat.
Saat ini kondisi bangunan dan lingkungan batu bata plesteran dengan menggunakan
sekitar ponten Kestalan sudah selaesai hidrolik mortar. Bangunan memiliki ukuran
dilakukan revitalisasi. Pada tahun 2014 8 x 12 m dengan tangga masuk disisi
Pemerintah Kota Surakarta melaksanakan kanan/timur dan kiri/barat bangunan.
pekerjaan revitalisasi ponten dengan dana Bangunan tersebut secara keruangan
bantuan dari dana CSR PT. Bank Jateng. terbagi menjadi 3 ruang. Pintu masuk
Bangunan ponten Kestalan saat ini telah sisi barat menghubungkan dengan 2
menjadi bangunan cagar budaya sebagai ruang yaitu ruang mencuci yang terletak
landmark bagi Kali Pepe yakni melalui Surat di depan dan ruang mandi serta kakus
Keputusan Walikota Surakarta No. 646/32- yang terletak di sisi barat bangunan untuk
C/1/2013. Pada waktu sebelum dilakukan MCK perempuan, sedangkan sisi timur
revitalisasi bangunan dan lingkungan di merupakan MCK pria.
sekitar ponten merupakan kawasan yang
Ruang depan berukuran 4,5 x 2,5 m
kumuh dengan sejumlah hunian liar dan
terdapat pipa-pipa pancuran air yang
sebagai tempat pembuangan sampah.
mengalirkan air dari bak penampungan di
Hal tersebut lebih disebabkan sejak tahun
atas untuk keperluan mencuci. Ruangan
1970-an ketersediaan air di ponten sudah
ini pada bagian depan dibatasi dengan
tidak berfungsi sehingga menjadikannya
pagar setinggi 1-1,5 meter. Pada ruangan
sebagai ruang terbuka yang tidak
ini terdapat selasar panjang sebagai
bermanfaat.
tempat mencuci komunal dengan beberapa
Bangunan ponten secara garis besar pancuran di atasnya. Pada dinding bagian
terdiri dari tiga bagian. Ada pemisahan atas terdapat 2 pancuran air limpasan
antara bagian kamar mandi untuk laki- dari bak dan sebuah jaringan penerangan
laki dan perempuan. Bangunan Ponten (lampu), sehingga kegiatan mencuci juga
ini dibangun menghadap kearah selatan, dapat dilakukan pada malam hari.
bangunan dibangun dengan menggunakan
Daftar Pustaka
Ricklefs, M.C. (1998). Sejarah Indonesia
Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
ujung utara ruang terdapat pintu Warsilah, Henny (peny). (2017). Pembangunan
masuk ke bilik jamban. Inklusif dan Kebijakan Sosial di Kota Solo,
Jawa Tengah. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Ruang MCK pria secara keruangan
Indonesia.
tidak berbeda dengan kamar mandi
perempuan. Di dalam ruang ini, Wasino. (2008). Kapitalisme Bumi Putra:
pada sisi timur terdapat dudukan Perubahan Masyarakat Mangkunegaran.
memanjang dengan beberapa Yogyakarta: LKiS.
pipa diatasnya, sedangkan pada
Kusumastuti, dkk. (2015). Ponten
sisi barat terdapat 3 dudukan
Mangkunegaran Sebuah Tinjauan Sejarah
dengan pipa pancuran di bagian
Tentang Revolusi Hidup Bersih dan Sehat Bagi
atasnya. Di ujung ruang terdapat
Rakyat dalam Region Volume 6, No.1 Januari
pintu masuk ke bilik jamban. Air
2015.
yang dipergunakan di bangunan
ini dialirkan melalui sebuah pipa Badan Standardisasi Nasional. (2001). Tata
besi yang berada di depan bilik Cara Perencanaan Bangunan MCK Umum
J
umat pagi. Jam masih belum ini kerja bakti dipusatkan di sekitaran
menunjukkan pukul 06.00. Terlihat kompleks Ndalem Joyokusuman. Ndalem
dua orang juru pelihara bergegas Joyokusuman yang berada di sisi selatan
membuka pintu gerbang kori kayu jati yang Kraton Kasunanan kini sedang giat
berukuran lebih dari 3 meter. Di sebalik berbenah.
pintu tampak terhampar halaman luas
Prasasti beraksara
yang teduh dan
dan berbahasa Jawa
asri, bangunan “pemut kaya pangadegipun saka guru dalem
yang diukir dan
pendopo Kusumabratan dinten Slasa Kliwon
diwarnai dengan
bernuansa wanci jam sawlas
prada emas di
Jawa terlihat wulan Saban ping 19 taun awu tambir kasa
atas pintu gebyog
anggun berdiri adi sakalan resi sapta ngandikani ratu”
jati ndalem ageng
di tengahnya.
ini merupakan
Hari Jumat
penanda didirikannya saka guru Ndalem
telah menjadi hari kerja bakti di lingkungan
Kusumabratan pada tahun yang dikiaskan
Pemerintah Kota Surakarta. Jumat kali
melalui candra sengkala sebagai resi sapta