Anda di halaman 1dari 7

how to be a owl catcher by harry potter

Sunyi.

Ini bukan kali pertama anak dari James Potter itu menyusup keluar dari asrama Gryffindor yang
dikala malam terlihat lebih sunyi (kecuali suara dengkuran Ron Weasley.) Potter tidak biasanya
terlihat gusar seperti orang bodoh yang kehilangan anaknya, baru kali ini ia terlihat... desperate.

Lelaki itu menyelusuri seluruh lorong, walaupun waspada karena siapa tahu Snape ada
dibelakangnya, ia tetap melangkah maju. Dan satu hal yang membuatnya semakin kesal adalah, ia
lupa membawa tongkat sihirnya! Oh Merlin, penyihir macam apa yang bisa-bisanya melupakan
tongkat sihirnya sendiri? Harry merasa bodoh. Ia terlalu panik ketika Hedwig tiba-tiba melesat keluar
dengan cepat saat ia menulis suratnya.

Sekarang, dimana burung itu berada?

Set!

Harry menaiki tangga yang setiap saat berputar itu. Sekilas ia dapat melihat Hedwig terbang kearah-

Oh tidak.

Bukan kearah asrama Slytherin, 'kan?

***

Draco Malfoy berjalan menuju pintu asramanya. Ketika ia mengatakan kata sandinya, tiba-tiba
sesuatu berwarna putih melesat dari balik tubuhnya. Lelaki itu tampak terkejut, tapi ia tidak terlalu
terkejut karena ada suara yang memekikkan telinga setelahnya.

"Tunggu Malfoy!" teriaknya. Lantas Draco menoleh dan mendapati Harry yang ngos-ngosan tidak
elit dengan rambut berantakan dan nafas yang tidak teratur berada tepat dibelakangnya. Draco ingin
mempertanyakan mengapa ia menjadi seperti itu, apalagi sekarang sudah agak larut.

"Potter? Apa yang kamu lakukan disini? Aku tidak ingin mendengar jika kamu berniat untuk
membuat suatu drama di tempat Slytherin." ujarnya dingin dengan tekanan disetiap katanya. Sekilas
ia melihat lelaki itu menatap Harry dengan tatapan bengis, tapi didalamnya terdapat rasa penasaran
yang sangat amat tinggi.
Harry membetulkan kacamatanya yang longgar. "Aku tahu sekarang larut malam—tapi aku ingin
bertanya akan suatu hal." katanya. Oke, ia akui nadanya tidak terdengar begitu mengganggu kali ini,
batin Malfoy.

"Aku tidak punya waktu untuk-meladeni segala ulahmu, Potty." Draco hendak melangkahkan
kakinya masuk kedalam asramanya. "Ini penting, sungguh. Aku butuh bantuan, untuk kali ini saja!"
Harry memelas, dan itu sedikit berhasil, sih.

Rasa penasaran Harry bergejolak lagi. "Eh tapi, kenapa kamu berkeliaran juga di malam hari juga
Malfoy?"

Draco hanya menatap Harry dengan sinis. "Itu bukan urusanmu. Dan lagi—seharusnya aku kan yang
menanyakan dirimu tentang hal itu? Kenapa kamu berkeliaran? Dan kenapa kamu butuh aku?"
balasnya telak. Harry membuat ekspresi bingungnya, karena ini agak sulit untuk dijelaskan.

"Jadi begini, aku ingin mengirim suratku pada ayah baptisku. Ini tentang sesuatu yang memalukan
sih.. Tetapi Hedwig tidak ada saat aku mau mengirim suratnya! Dia mungkin terbang ke dalam
asrama Slytherin saat kamu membuka pintunya tadi!"

Draco hanya bisa memasang wajah angkuh—tetapi—penasaran—nya. Draco memang tidak suka


jika Harry membuat keributan ataupun membuatnya jengkel, tetapi pernyataan barusan yang
dikatakan Harry itu membuat keinginan mengejeknya semakin menjadi-jadi. "Mungkin, kali ini saja
tapi-baiklah. Aku tidak ingin membuat poin Slytherin menurun karena kau dan burung hantumu
itu. Jadi, apa yang membuat kamu begitu angkuh ingin mengirim surat sekarang, Potter? Beritahu
aku rahasia kecilmu." ia tersenyum remeh kemudian.

"Ah itu.." Harry terlihat tidak tahu harus mengatakan apa.

"Ayolah Potter. Aku tidak mau membantu tanpa alasan yang pasti. Apalagi seseorang seperti kamu."
Helaan nafas Harry terdengar samar. Oke, ia menyerah. Ia harus sabar untuk tidak melepaskan
mantra sectumsempra 'lagi' pada Malfoy sekarang. Alasannya? Pertama, karena ini sudah malam,
dan kedua, ia bahkan lupa dengan tongkatnya! Oh Merlin, habislah Harry sekarang!

"Oke, aku sedikit curhat dengannya. Itu rahasiaku! Sekarang, aku ingin tahu dimana Hedwig!" Rona
pipi Harry sedikit memerah karena ia sudah mengatakan begitu banyak hal kehadapan Malfoy.
Besok-besok ia akan menaruh wajahnya didalam toilet saja.

"Kamu apa?" Alisnya terangkat naik karena terkejut. "Curhat? Seorang Harry?" Draco melontarkan
tatapan curiganya. "Kamu bicara tentang apa Potter?" katanya, sedikit santai kali ini. Bagi Malfoy,
kesempatan ini sedikit berguna, karena ia siapa tahu bisa mengetahui salah satu kelemahan yang
Harry miliki, briliant!
Alis Harry menekuk tajam seolah-olah lelaki yang dihadapannya ini adalah seseorang yang pantas
dihadiahi seribu kutukan. "Kenapa kamu menanyakan soal itu, Malfoy? Kamu penasaran tentang
aku?" Harry sejujurnya tidak ingin mengatakan itu, tetapi akses masuk ke asrama Slytherin adalah
prioritas utamanya sekarang. Dan Draco adalah kuncinya.

"Penasaran?" Alis Draco kembali terangkat, tanda bahwa ia sedikit terdorong untuk semakin masuk
dalam percakapan tidak penting ini.

"Aku hanya ingin meluruskan hal ini Potter. Alasan kamu tersipu sekarang... itu alasan yang penting
kan? Jadi apa yang kau katakan pada ayah baptismu itu?" Dia menyeringai.

Harry tidak bisa menunggu. "Itu tentang.. hari ulang tahunku oke? Puas sekarang?" ujarnya jengkel.
Draco menganggukkan kepalanya mengerti. Tetapi ia tidak menyerah dalam hal mempermalukan
Harry. "Ulang tahun? apa kamu terlalu malu untuk mengatakan kalau kamu sudah agak menua
sekarang, Potter?" Dia mengeluarkan suara tawa kecil dari bibirnya, sangat amat mengejek Potter.

"Bukan itu. Hanya saja.. Demi Merlin-kenapa aku memberitahu si bloody Malfoy ini sih? Pokoknya
tentang kue ulang tahunku! Aku memanggang kue itu tetapi akhirnya gagal dan meledak. Itu
alasannya."

Harry tahu bahwa lelaki itu pasti akan menertawakan dirinya, dan iya. Dia benar-benar tertawa kala
ia menyelesaikan ceritanya. "Kamu gagal?" Senyumannya semakin melebar. "Sungguh? Dalam
memanggang kue? Potter, kau tahu? Kurasa ada banyak siswa Slytherin yang akan terhibur akan
cerita ini." Iris abu-abunya seperti berkilau dengan rasa jahil yang luar biasa. Ia memang menyukai
sensasi dari menggoda anak dari James dan Lily Potter ini.

Telinga Harry menjadi merah. "Malfoy! Jangan coba-coba untuk menceritakan ini kepada orang
lain!" bentaknya, seraya warna merah itu semakin timbul dibalik kacamatanya. Draco tertawa geli,
sedetik ia seolah melupakan rasa benci yang selalu ia tunjukkan kepada Harry. "Tenang Potter.
Walaupun aku ingin memberitahu kepada semua orang kalau kamu adalah penyihir tidak berguna,
kali ini aku akan menyimpan rahasia kecilmu itu." Draco pikir itu lucu.

"Tapi serius? Potter tidak bisa memanggang kue? Sepertinya kamu harus belajar sedikit lebih keras
lagi," Dia lalu sedikit bergumam pada dirinya sendiri, sedikit samar.
"A bloody cake.."

"Aku sedang belajar.. dan ah, bagaimana dengan Hedwig?"

Draco menatap Harry sekali lagi. Dia menyerah, tapi disisi lain ia ingin melihat apa yang diinginkan
lelaki itu. "Pesan dariku, Potter. Jangan membuat kue, jika kamu tidak mahir dibidang manapun
selain sihir dan quidditch." ia melanjutkan, "Sebaiknya kita cari di common room saja. Kita lihat apa
burung hantumu itu ada disana sebelum aku membuat rumor tentang dirimu sebagai tukang kue."
Sejujurnya Draco mungkin akan dapat masalah besar jika guru-guru Hogwarts mengetahui kalau ia
telah menyelundupkan Harry Potter kedalam asrama Slytherin. Tapi yah, karena ia seorang prefek
dan ia juga sangat ingin melihat Harry, jadi ia sudah putuskan kalau ia akan mengizinkannya, hanya
untuk kali ini saja.

Harry terlihat cukup tersinggung. "Jangan pernah memanggilku tukang kue.." tetapi ia juga
melemparkan kalimat khawatir setelahnya. "Oke, ayo periksa. Aku harap Hedwig tidak apa-apa."

Draco dan Harry memasuki asrama Slytherin. Harry sedikit was-was sih jika Mr. Filch atau Professor
Snape akan tiba-tiba muncul dihadapan mereka. Yah, dia cukup berdoa saja semoga hal itu tidak
terjadi, atau ia akan mendapatkan masalah besar nantinya. Mereka akhirnya mencari Hedwig, dan
Draco tiba-tiba menghentikan tatapannya di dekat meja dibelakangnya. "Oh. Begitu." Seringainya
terbentuk, Hedwig bersembunyi dibelakang Draco, tepatnya bertengger diujung meja dekat sofa.
Draco akhirnya menoleh ke arah Harry. Seringainya semakin besar.

"Apa ini burung hantumu Potter?"

Harry terkesiap. "Hedwig..!"

Potter sedikit berlari kearah Draco. Saat ia ingin menangkap Hedwig yang bertengger, burung itu
malah tiba-tiba pergi begitu saja dengan cepat.

"APA?!" teriaknya cukup keras. Harry, jujur sedikit marah sekarang. Ini sangat menguras emosi,
ditambah ada Draco pula.

Setelah peristiwa penyergapan yang gagal itu, Draco akhirnya tertawa keras karena nasib Harry yang
begitu malang. "Ya ampun. Sedikit lagi, Potter. Kamu seharusnya melihat bagaimana wajah
terkejutmu tadi. Kamu berpikir kamu bisa mendapatkan burung itu kan?" Dia tertawa dan
mengejeknya lagi.

Harry terlihat sangat amat sangat jengkel. Ia lalu memperingati Draco. "Jangan tertawa Malfoy!
Kamu akan membangunkan yang lain!" Harry memijat pelipisnya. "Ini konyol."
Draco terkekeh lagi. "Aduh Potter. Kamu terlihat begitu kesal. Bukannya ini tugas yang sangat
mudah? Menangkap burung?" Draco menatap Harry dengan rasa gemas yang meningkat. "Aku jujur
menikmati rasa keterkejutan dirimu Potter. Tapi kalau kamu sangat kesal akan perihal ini, mengapa
kamu tidak berlatih untuk menjadi penangkap burung hantu yang lebih baik?"

Harry memutar bola matanya kesal. Ingin sekali ia melafalkan seribu mantra kepada Malfoy. "Ini
akibatnya kalau aku lupa membawa tongkat sihir milikku. Dan kenapa kamu tidak mencoba
menolong- ah, sudahlah."
Ia mengejek Harry lagi. Ekspresi terkejut Draco terlihat dibuat-buat. "Kamu tidak membawa tongkat
sihir? Aku tidak tahu itu. Jadi karena itu kamu butuh bantuanku?" Ia tertawa melihat Harry yang
sudah jengkel sampai ke ubun-ubunnya.

"Lupakan ini Malfoy. Kamu harus tidur sekarang atau Snape akan membunuh kita." Harry sudah
menyerah. Biar saja suratnya ia kirim esok hari. Ia sudah naik darah tentang si Malfoy ini, yang jelas
ia sudah siap untuk meninggalkan asrama Slytherin, begitupula lelaki yang berada di hadapannya.
Tetapi, saat ia ingin pergi, Draco tiba-tiba menahan pergelangan tangannya.

Dia kembali untuk tersenyum remeh. "Oh aku sudah banyak berurusan dengan para guru kok. Yang
kamu butuhkan untuk lolos hanyalah karisma. Dan kamu tahu apa yang bisa aku lakukan Harry?" dia
tertawa dan menarik Harry semakin dekat, dan karena itulah wajah mereka hanya ada perbedaan
beberapa senti. Malfoy menatap iris hijau milik Harry. "Burung hantu milikmu ada disana tadi,
sangat dekat. Apa yang kamu butuhkan hanyalah menangkapnya."

Harry mengerjap karena kedekatan yang begitu tiba-tiba. "Lepaskan aku, Malfoy." katanya, tetapi
lehernya terlihat memerah.

Seringai pemuda Malfoy itu semakin jelas ketika melihat Potter semakin tersipu karena jarak
keduanya. "Ah Potter, apa kamu merona?" Dia lalu berbisik, "Apa yang akan aku dapatkan
memangnya, jika aku membiarkanmu menangkap burung itu?"
Harry mencoba meluruskan jalan pikirannya. Ia membantah dengan sengit. "Aku tidak merona," ia
melanjutkan, "Dan apa maksudmu dengan itu, Malfoy?" Tatapan mereka bertemu, dan Harry dapat
merasakan jelas deru nafas dari sang Blondie.

"Oh kamu tidak merona?" Dia berbicara dengan begitu pelannya, sampai Harry dapat mendengar itu
secara samar. Ia akhirnya dapat protes setelah itu. "Bukankah ini terlalu dekat? Berhenti untuk
menggodaku Malfoy."

Ia membalas, "Aku tidak menggodamu Potter. Aku hanya.." Dia mengambil langkah untuk mengikis
jarak diantara keduanya. Harry rasa jantungnya akan segera meledak, tetapi ia mengabaikan seluruh
rasa itu demi lelaki bersurai blonde itu. Draco melanjutkan kalimatnya, "Apa yang akan kamu
berikan kepadaku sebagai imbalannya?"
Ah iya. Harry lupa jika lelaki yang sedang berhadapan dengannya itu adalah Draco  bloody Malfoy
yang kerjaannya hanyalah untuk menganggunya sejak hari pertama mereka bertemu. Harry juga lupa,
jika Malfoy itu adalah seorang yang licik-dan dipastikan ia akan mendapatkan apa yang ia mau.
Harry dapat merasakan nafas hangat di pipinya. Sekilas, ia merasa kalau bibir milik sang
Malfoy hampir bersentuhan dengan pipinya. Tensi yang mereka berikan sangatlah tidak bisa untuk
di toleransi lagi.
Harry menyerah. Persetan dengan Malfoy-persetan dengan rasa malunya. "Aku akan memberimu
apapun,"
Seringai licik semakin melebar. Dia menatap Harry, dan sedikit memiringkan kepalanya. Jangan
tanya bagaimana ekspresi Harry saat ini, aku tahu kalian bisa membayangkannya sendiri.

"Anything?"
Draco menatap Harry dengan ekspresi penuh antisipasi. Antisipasi untuk melihat seberapa jauh dia
bisa membuatnya tersipu malu. Dia menikmati setiap detiknya, bahkan lebih dari dia menikmati
wajah merah Harry. Lelaki bermarga Potter itu menatapnya dengan rasa penasaran sambil
mengangguk. Ia malu.
"Apa yang kamu inginkan?" kata Harry. Suaranya sedikit gentar, tetapi bukan Gryffindor namanya
jika tidak suka tantangan. Karena itu, darah Harry semakin mendidih. Tanpa sadar pun, ia tak sengaja
meremat erat fabric putih dari kemeja yang Draco kenakan.
Tidak lupa, mereka ini sangat amat dekat.

Tatapan Draco tertuju kepada mata hijau milik Harry. Dengan tiba-tiba, tangannya meraih tengkuk
lelaki itu. Dunia Harry terasa berputar, tetapi disisi lain sentuhannya terasa sangat lembut. Jari-jemari
dari lelaki tampan itu terasa hangat dan lentik.

"Well, Potter. I do have a request."

Harry mengerjap. "Apa itu?" katanya, salah tingkah. Draco membalas, "Hanya ini.." Sang Slytherin
mendekatkan bibirnya kepada Potter. Harry memerah. Ia tidak bisa menahan suaranya ketika Draco
kini menuntut pinggangnya untuk semakin dekat.

Harry sedikit melenguh. "T-tunggu! aku—"

Draco berbisik lagi,

"Harry.. you're such an adorable little troublemaker, aren't you ?"


Ibu jari Draco mengusap bibir Harry yang tidak bisa berkutik. Harry juga tidak mengerti, kenapa ia
bisa begitu terhanyut dalam tatapan Malfoy. Ia hanya.. hanya ingin melihat mata keabu-
abuan itu untuk lebih lama. Sial, Harry tahu sedikit lagi bibirnya pasti akan bertemu dengan milik
lelaki yang menyebalkan itu.

"Lihatlah dirimu, kamu merona lagi." Dia tiba-tiba berhenti, kemudian telunjuknya menaruh satu
sentuhan ringan pada ujung hidung Harry, dan akhirnya melepaskan jarak diantara mereka berdua.

Draco tersenyum lebar. "Oh aku sangat terhibur karena reaksimu itu Potter. Ekspresimu membuatnya
menjadi sangat.. menarik." ucapnya jahil.

"Malfoy..! Beraninya kamu.. aku kira kamu akan—" Harry tidak bisa melanjutkan kalimatnya. Ia
membuang wajahnya yang sudah terlihat berantakan seperti tomat. Terimakasih
Draco bloody Malfoy!
Draco tertawa. "Kamu kira aku.. akan memberikanmu ciuman? bukankah begitu?"

Si Gryffindor menatap marah padanya. "You wish!"

"Kamu gampang ditebak, Potter." dia mengunci tatapan Harry untuk sesaat. Draco kembali bicara,
kali ini sedikit merendahkan tubuhnya yang tinggi, supaya ia bisa memerhatikan ekspresi Harry lebih
jelas. "Ini hanya sedikit godaan."

Dan tepat setelah kalimat itu, Draco menunjuk kearah pintu keluar, dan Harry tahu apa maksud
tersembunyi dari si Slytherin. "Kamu bisa pergi sekarang Potter."

Harry tidak bisa selain merasa sedikit kecewa. Dengan wajah kesal, ia berbalik dan perlahan berjalan
untuk meninggalkan Draco. Disaat yang bersamaan, Harry dapat merasakan netra milik Draco yang
masih terkunci untuk melihat dirinya saat ia mulai berjalan jauh.

Draco tersenyum penuh arti. Ia sedikit memiringkan kepalanya sambil melipat kedua tangannya di
dada, seraya menunggu Harry untuk kembali.

Butuh lima detik untuk Harry. Dan lelaki itu akhirnya menghentakan kakinya, berbalik kepada
Draco, dan menghadiahi lelaki itu sebuah ciuman di bibirnya.

Setelah itu, ia menjauhkan dirinya dan mendapati putra dari Lucius Malfoy itu tengah menatapnya
dengan mutlak sambil menyunggingkan seringai kemenangan tanpa mengatakan satu patah kata pun
kepada Potter.

"I really hate you, Draco."


Draco terkekeh. "Kamu tahu? Saat kamu semakin membenciku, kamu juga akan
semakin menyukaiku, Harry."
Harry memerah lagi. Lelaki itu tidak mengatakan apapun, dan Draco tahu, itu artinya adalah 'iya.'

Karena itulah, akhirnya sang Slytherin mengunci bibir mereka berdua lagi, kali ini ciumannya
mungkin lebih dalam dari gelapnya langit malam.

Dan iya, Harry masih tidak bisa menangkap Hedwig. 

Anda mungkin juga menyukai