Anda di halaman 1dari 2

BACAAN INJIL (MAT 7:24-27)

Orang bilang “cinta itu butuh pengorbanan”. Pepatah ini akan lebih pantas dalam hidup perkawinan.
Maka marilah kita membuka hati untuk mendengarkan sabda Tuhan. Semoga sabda ini
menggerakan hati kita supaya semakin rela berkorban demi kebahagiaan orang yang kita cintai.....

DUA MACAM DASAR


7:24 "Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang
yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. 7:25 Kemudian turunlah hujan dan
datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas
batu. 7:26 Tetapi setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama
dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir. 7:27 Kemudian turunlah hujan
dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah
kerusakannya."

Kelompok yang paling kecil dalam masyarakat adalah keluarga. Keluargalah kesatuan yang paling
erat dan mendasar, dan dari keluarga-keluarga ini dibangun jemaat beriman sebagaimana yang
telah dilakukan oleh kita dan terutama kedua saudara kita yang hari ini kita syukuri pernikahan
mereka beberapa waktu yang lalu.
Bacaan hari ini sangat menarik, ada dua rujukan iman untuk setiap keluarga kristiani yang
ditawarkan Yesus dalam membangun suatu “rumah keluarga”; pertama mendirikan di atas batu. Kita
tahu dimana-mana batu menjadi bahan dasar dalam mendirikan sebuah rumah atau gedung.
Peranan batu sangat menentukan seberapa kuat suatu bangunan di samping material pendukung
lainnya. Sebagaimana digambarkan dalam bacaan Injil tadi badai apapun tidak akan merubuhkan.
Kita ibaratkan batu adalah sabda dan pribadi Yesus sendiri. Maka jika kita mendirikan rumah
keluarga kita atas batu iman akan Yesus maka keluarga yang kita bangun pun akan kuat
menghadapi setiap tantangan dan kesulitan hidup ini. Kedua, mendirikan di atas pasir. Kita tahu
sendiri bagaimana membangun rumah di atas pasir maka yang terjadi adalah kegoyahan.
Bagaimana mungkin sebuah keluarga jika tidak dibangun atas iman akan pribadi Yesus, akan luluh
lantak, goyah, tidak kuat.

Ketika mengawali hidup berkeluarga hal yang dirasakan mungkin serba manis bagaikan madu yang
selalu manis dan menghangatkan suasana. DIA yang kita cintai, sayangi menjadi segalanyma, tak
mau dilepaskan, tak mau ditinggalkan sendiri, rasanya ingin selalu berdua, tak mau dipisahkan oleh
apapun.

Seiring perjalanan diantara dua pribadi semakin mendalam untuk saling mengenal. Dalam tahap
inilah dua pribadi menyatu padu, mensejajarkan dan menyesuaikan diri satu sama lain. Yang
satunya barangkali keras harus menerima kelembutan yang ada dalam diri pasangannnya, yang
satunya mungkin cerewet dan yang lainnya kalem atau tenang tidak banyak bicara. Disiinilah setiap
pribadi membuka diri satu sama lain. Cinta adalah jika kamu kehilangan rasa, gairah, romantika dan
masih tetap perduli padanya. Ada hal-hal yang sangat ingin kamu dengar tetapi tidak akan pernah
kamu dengar dari orang yang kamu harapkan untuk mengatakannya. Namun demikian, janganlah
menulikan telinga untuk mendengar dari orang yang mengatakannya dengan sepenuh hati.

Nah tahun demi tahun, hari berlangkah demi langkah, waktu terus bergulir....tibalah suatu tahap
dimana kedua insan bisa saling ber-adu karena masing-masing saling mungkin mempertahankan
ide atau pendapatnya. Cinta yang dulunya madu berubah menjadi racun lantaran di hadapkan
dengan aneka perbedaan yang mungkin baru muncul atau memang dari dulu disembunyikan. Krisis
perkawinan mungkin saja akan terjadi, menguji seberapa jauh cinta yang dulunya menggebu-gebu
kepada dia apakah harus pupus lantaran dia semakin buruk rupa, ada PIL atau WIL, semakin tua,
dan beragam hal lain yang bisa mengikis kehidupan perkawinan.

Di tengah krisis semacam ini kita diteguhkan Yesus dengan dua pijakan firman Yesus dalam Injil
tadi. Jika kita sungguh-sungguh bijaksana maka kita memilih untuk tetap bertahan karena kita
meletakkan pijakkan atau fundasi kita dalam iman akan Yesus sendiri.

Pesan terakhir:
Setiap suami isteri harus tahu berlutut, tahu duduk, dan tahu melangkah. Apa maksudnya? Suami
isteri yang tahu berlutut artinya suami isteri yang selalu berlutut, bersimbah serta bertekuk di
hadapan tahkta Tuhan. Persembahkan segala suka dan duka, ketika krisis melanda rumah
keluargamu di hadapan Tuhan. Tahu duduk artinya sharing bersama untuk saling meneguhkan,
rembuklah berdua tatkala ada problem yang harus dibicarakan berdua. temukannlah jalan terbaik
untuk membina rumah tangga, win-win solution. Dan yang terakhir suami isteri juga tahu melangkah
artinya menatap ke depan, tahu akan apa yang harus dilakukan dalam membina rumah tangga
entah itu rejeki maupun cita-cita sejati yang harus diwujudkan.

Anda mungkin juga menyukai