Anda di halaman 1dari 4

Markus 9:38-50

HENDAKLAH KAMU SELALU MEMPUNYAI GARAM DALAM DIRIMU


Pendahuluan
“Hidup itu indah” ungkapan ini singkat dan dikehendaki semua manusia.
Keindahan hidup adalah Ketika kita dapat hidup berdampingan dengan
damai bersama seluruh umat manusia. Tuhan menghendaki agar semua
orang dapat hidup berdampingan dalam damai. Yesus mengajarkan
bagaimana bersikap terhadap orang lain sehingga tercipta hubungan
harmonis.
Tetapi membangun hubungan indah itu memang tidak mudah, selain
manusia memiliki perbedaan yang dapat menjadi benteng pemisah ,
didalam diri manusia juga bercokol dosa: ada iri, dengki, benci, cemburu
dan rasa takut. Semua itu dappat menjadi hambatan untuk menikmati
keindahan hidup Bersama.
Saudara, mengikuti sejarah perkembangan gereja sampai hari ini, maka kita
mendapatkan tidak sedikit perselihan-perselihan terjadi, baik hal kecil
maupun hal kecil itu menjadi sesuatu yang besar.  Bukan hanya gereja,
tetapi juga dalam konteks politik, dan dalam bagian yang terkecil, juga
berkaitan dengan konteks keluarga.  
Yang ingin saya katakan bahwa, perselisihan itu adalah masalah yang
kerapkali menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan kehidupan
manusia.
Dalam Markus 9:38-41, perselihan itu pun sedang terjadi, antara pengikut
Yesus secara langsung ketika mereka melihat “orang lain” yang mampu
mengusir setan dalam nama guru mereka. Dalam ayat 39, apa yang
dikatakan? Kami cegah orang itu!  Kata cegah adalah “memblok” pelayanan
orang lain itu. 
Apa yang membuat perselisihan terjadi dalam teks ini dan apa yang Yesus
inginkan dalam teks ini?
ISI
1. Perselisihan terjadi karena sifat superior
Tema kita adalah monopoli/pembatas kuasa Allah – monopoli pada tema
kita saya artikan muncul dari perasaan superior dalam hati
manusia.  Sebuah pemikiran bahwa kelompok kita, gereja kita, suku kita,
keluarga kita lebih baik dan lebih mulia daripada orang lain.
Jadi pada saat murid masuk dalam kelompok 12, murid privat yang
dikhususkan oleh Sang Guru, maka mereka berpikir dan merasa sebagai
kelompok yang terpisah daripada orang lain.
Sehingga ketika ada orang lain yang mengusir setan demi nama Yesus,
maka terganggulah mereka. dalam hati mereka: “Yesus milik saya, Yesus
milik kami, Yesus bukan milikmu!”
Mereka membangun tembok untuk memisahkan diri mereka dengan orang
luar.
Konsep iman yang mereka bangun sebenarnya tidak jauh dengan ahli
Taurat dan orang Farisi, merasa diri lebih suci dan kudus daripada
sesamanya.
Ketika Yesus menegur superioritas dan pengkultusan diri, kritik Yesus juga
harusnya dipahami oleh murid-muridNya.  
Dalam konteks yang terdekat, ayat 33-37, mereka memang sudah nampak
bertengkar, bukan antara murid dan “orang lain”, tetapi di antara mereka
sendiri.
Apa yang mereka pertengkarkan? SIAPA yang menjadi paling BESAR di
antara mereka?
Kalau bicara tentang siapa yang paling BESAR – maka unsur-unsur negatif
sudah menguasai dan mengendalikan seluruh hidup seseorang.
Motivasi hidup dan pelayanan, iri hati, karakter posesif, kepentingan diri,
dsb.
Pengusir setan dalam teks kita, seharusnya tidak menjadi pertengkaran
tetapi justru menjadi rekan para murid Yesus, bukan malah mencegah
mereka melayani Tuhan.  Mereka puas bisa melayani walaupun tidak diajak
masuk dalam kelompok 12 murid.  
SAYA perhatikan, sebelum para murid diberikan kuasa mengusir setan
dalam nama Yesus, orang-orang itu telah melakukannya.  MEREKA
MAMPU karena dalam pemikiran mereka: “daripada berselihih dan
bertengkar siapa yang terbaik, mendingan memakai waktu untuk melayani
Tuhan.  
Lalu kita coba menilai, siapa yang terbesar. para murid, mereka yang usir
setan atau kita yang sedang belajar tentang mereka?  Tidak satupun,
Yohanes katakan “DIa harus makin besar, aku harus makin kecil”.
2.  Yesus inginkan Perselisihan diganti Perdamaian
Saudara, inti pengajaran Yesus pada teks kita adalah ayat 50, yaitu, “Jadilah
garam yang memberi rasa dan berdamailah”.  
2 frasa ini, “GARAM dan berdamai” cukup memberikan arti yang jelas, siapa
para murid.
Kita perhatikan, kata Yesus dalam Markus 9:50, beda dengan Matius
5:13.  dalam Matius, Yesus katakan jadilah garam, namun dalam Markus
Yesus katakan “Kamu harus selalu mempunyai garam”.
Matius bicara tentang identitas kita sebagai garam, namun Markus
mengatakan kita harus “do something” sebagai garam.  Artinya: Murid
Yesus bukan sekadar identitas, tetapi seluruh pola hidupnya harus
memberikan efek bagi dunia ini.
Efek seperti apa? “Setelah Yesus katakan “garam” Ia katakan “berdamai”
dengan orang lain.  Kata Yunani Eireneou: Berdamai – berasal dari
kata EIRENE, artinya bisa menjadi PEACE MAKER (pembawa damai). Kata
ini adalah kata aktif, Tidak sekedar berarti ‘tidak bertengkar’, tetapi juga
harus ada hubungan yang benar / baik.
Ayat 42-48 : Yesus mengatakan “apabila ada bagian dirimu yang membuat
engkau tidak dapat menjadi garam dan berdamai, maka semua itu
membuatmu tersesat dan “penggallah semua itu”.  
Tangkap makna ucapan Yesus di sini adalah, “Kalahkan dirimu yang selalu
ingin menjadi yang TERBESAR atau superior.  Tarulah dirimu di tempat
paling belakang.  Jadikan Yesus pokoknya dan kitalah rantingnya, bukan
menjadi “aku pokoknya dan Yesus rantingku.”
Ilustrasi : 
Jawatan Cuaca Nasional memberi sa-ran bahwa jika Anda terjebak dalam
badai petir yang dahsyat di tempat terbuka, maka Anda sebaiknya berlutut,
membungkukkan tubuh ke depan, dan meletakkan kedua tangan di atas
lutut. Dengan demikian, apabila petir menyambar di dekat Anda, kecil
kemungkinan tubuh Anda akan berfungsi sebagai konduktor. Pengamanan
yang maksimum tergantung pada seberapa rendah posisi tubuh Anda.
Jikalau murid Yesus memiliki EIRENEou, maka teks kita akan berbeda
menjadi : “Puji Tuhan ada orang lain yang dapat melayani Tuhan dengan
baik, mereka mengusir setan demi namaMU, kami tidak mencegah mereka,
tetapi mensupport mereka”.
Penutup
Jadilah Garam dan Berdamailah, bukan sebatas pelayanan,
tetapi personality, kepribadian setiap orang Kristen haruslah
demikian.  Dalam keluarga terhadap pasangan, mampu memberi dampak,
dalam gereja dan masyarakat, di manapun kita berada. 
Dengan demikian kita menjadi kesaksian kemuliaan Tuhan bukan menjadi
skat di mana kuasa Allah seharusnya bekerja.
Disinilah kita diingatkan dan diajak untuk Kembali melihat keberadaan diri
kita sebagai pengkut Kristus ditengah tengah komunitas atau organisasi
organisasi yang kita hidupi. Sudahkah kita menjadi orang yang mau dan
mampu memahami keberadaan orang lain, dengan penuh sukarela
mengesampingkan keinginan untuk selalu dilihat, dihargai, dan diakui oleh
orang lain? Sudah itu kita lakukan entah itu dikehidupan keluarga kecil kita?
Entah dilingkungan tempat kita bekerja? Terutama ditengah tengan hidup
pelayannan di gereja? Juga dalam hidup berbangsa dan bernegara?
Hanya dengan kita mengorbankan nafsu ingin dilihat, diakui dan dihargai,
maka komunitas yang sehat akan dapat benar benar terwujud. Mari
membangun komunitas yang sehat, yang mau dan mampu saling
mendukung dan mendoakan, saling mengerti tugas panggilan dan
pelayanan masing masing.
Segala sesuatu yang kita perbuat di dalam dan karena nama Yesus, firman
Tuhan mengatakan pada kita saat ini, kita tidak akan pernah kehilangan
upah yang besar dari Tuhan. Maka pertanyaan yang menjadi perenungan
bagi kita sebagai mana yesus katakan yang menjadi tema renungan :
Hendaklah kamu selalu mempunyai garam dalam dirimu. Apa yang
menggarami dirimu? Apakah kita masih digarami kerakusan, ketamakan
dan nafsu dunia ini? Atau kita telah digarami oleh kuasa firman Tuhan.
Pantun penutup: “ Lebah terbang membawa sengat, hinggap lama di bunga
cempaka. Marilah kita terus bersemangat. Menebarkan kebaikan bagi
sesama.Amin

Anda mungkin juga menyukai