HENDAKLAH KAMU SELALU MEMPUNYAI GARAM DALAM DIRIMU
Pendahuluan “Hidup itu indah” ungkapan ini singkat dan dikehendaki semua manusia. Keindahan hidup adalah Ketika kita dapat hidup berdampingan dengan damai bersama seluruh umat manusia. Tuhan menghendaki agar semua orang dapat hidup berdampingan dalam damai. Yesus mengajarkan bagaimana bersikap terhadap orang lain sehingga tercipta hubungan harmonis. Tetapi membangun hubungan indah itu memang tidak mudah, selain manusia memiliki perbedaan yang dapat menjadi benteng pemisah , didalam diri manusia juga bercokol dosa: ada iri, dengki, benci, cemburu dan rasa takut. Semua itu dappat menjadi hambatan untuk menikmati keindahan hidup Bersama. Saudara, mengikuti sejarah perkembangan gereja sampai hari ini, maka kita mendapatkan tidak sedikit perselihan-perselihan terjadi, baik hal kecil maupun hal kecil itu menjadi sesuatu yang besar. Bukan hanya gereja, tetapi juga dalam konteks politik, dan dalam bagian yang terkecil, juga berkaitan dengan konteks keluarga. Yang ingin saya katakan bahwa, perselisihan itu adalah masalah yang kerapkali menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan kehidupan manusia. Dalam Markus 9:38-41, perselihan itu pun sedang terjadi, antara pengikut Yesus secara langsung ketika mereka melihat “orang lain” yang mampu mengusir setan dalam nama guru mereka. Dalam ayat 39, apa yang dikatakan? Kami cegah orang itu! Kata cegah adalah “memblok” pelayanan orang lain itu. Apa yang membuat perselisihan terjadi dalam teks ini dan apa yang Yesus inginkan dalam teks ini? ISI 1. Perselisihan terjadi karena sifat superior Tema kita adalah monopoli/pembatas kuasa Allah – monopoli pada tema kita saya artikan muncul dari perasaan superior dalam hati manusia. Sebuah pemikiran bahwa kelompok kita, gereja kita, suku kita, keluarga kita lebih baik dan lebih mulia daripada orang lain. Jadi pada saat murid masuk dalam kelompok 12, murid privat yang dikhususkan oleh Sang Guru, maka mereka berpikir dan merasa sebagai kelompok yang terpisah daripada orang lain. Sehingga ketika ada orang lain yang mengusir setan demi nama Yesus, maka terganggulah mereka. dalam hati mereka: “Yesus milik saya, Yesus milik kami, Yesus bukan milikmu!” Mereka membangun tembok untuk memisahkan diri mereka dengan orang luar. Konsep iman yang mereka bangun sebenarnya tidak jauh dengan ahli Taurat dan orang Farisi, merasa diri lebih suci dan kudus daripada sesamanya. Ketika Yesus menegur superioritas dan pengkultusan diri, kritik Yesus juga harusnya dipahami oleh murid-muridNya. Dalam konteks yang terdekat, ayat 33-37, mereka memang sudah nampak bertengkar, bukan antara murid dan “orang lain”, tetapi di antara mereka sendiri. Apa yang mereka pertengkarkan? SIAPA yang menjadi paling BESAR di antara mereka? Kalau bicara tentang siapa yang paling BESAR – maka unsur-unsur negatif sudah menguasai dan mengendalikan seluruh hidup seseorang. Motivasi hidup dan pelayanan, iri hati, karakter posesif, kepentingan diri, dsb. Pengusir setan dalam teks kita, seharusnya tidak menjadi pertengkaran tetapi justru menjadi rekan para murid Yesus, bukan malah mencegah mereka melayani Tuhan. Mereka puas bisa melayani walaupun tidak diajak masuk dalam kelompok 12 murid. SAYA perhatikan, sebelum para murid diberikan kuasa mengusir setan dalam nama Yesus, orang-orang itu telah melakukannya. MEREKA MAMPU karena dalam pemikiran mereka: “daripada berselihih dan bertengkar siapa yang terbaik, mendingan memakai waktu untuk melayani Tuhan. Lalu kita coba menilai, siapa yang terbesar. para murid, mereka yang usir setan atau kita yang sedang belajar tentang mereka? Tidak satupun, Yohanes katakan “DIa harus makin besar, aku harus makin kecil”. 2. Yesus inginkan Perselisihan diganti Perdamaian Saudara, inti pengajaran Yesus pada teks kita adalah ayat 50, yaitu, “Jadilah garam yang memberi rasa dan berdamailah”. 2 frasa ini, “GARAM dan berdamai” cukup memberikan arti yang jelas, siapa para murid. Kita perhatikan, kata Yesus dalam Markus 9:50, beda dengan Matius 5:13. dalam Matius, Yesus katakan jadilah garam, namun dalam Markus Yesus katakan “Kamu harus selalu mempunyai garam”. Matius bicara tentang identitas kita sebagai garam, namun Markus mengatakan kita harus “do something” sebagai garam. Artinya: Murid Yesus bukan sekadar identitas, tetapi seluruh pola hidupnya harus memberikan efek bagi dunia ini. Efek seperti apa? “Setelah Yesus katakan “garam” Ia katakan “berdamai” dengan orang lain. Kata Yunani Eireneou: Berdamai – berasal dari kata EIRENE, artinya bisa menjadi PEACE MAKER (pembawa damai). Kata ini adalah kata aktif, Tidak sekedar berarti ‘tidak bertengkar’, tetapi juga harus ada hubungan yang benar / baik. Ayat 42-48 : Yesus mengatakan “apabila ada bagian dirimu yang membuat engkau tidak dapat menjadi garam dan berdamai, maka semua itu membuatmu tersesat dan “penggallah semua itu”. Tangkap makna ucapan Yesus di sini adalah, “Kalahkan dirimu yang selalu ingin menjadi yang TERBESAR atau superior. Tarulah dirimu di tempat paling belakang. Jadikan Yesus pokoknya dan kitalah rantingnya, bukan menjadi “aku pokoknya dan Yesus rantingku.” Ilustrasi : Jawatan Cuaca Nasional memberi sa-ran bahwa jika Anda terjebak dalam badai petir yang dahsyat di tempat terbuka, maka Anda sebaiknya berlutut, membungkukkan tubuh ke depan, dan meletakkan kedua tangan di atas lutut. Dengan demikian, apabila petir menyambar di dekat Anda, kecil kemungkinan tubuh Anda akan berfungsi sebagai konduktor. Pengamanan yang maksimum tergantung pada seberapa rendah posisi tubuh Anda. Jikalau murid Yesus memiliki EIRENEou, maka teks kita akan berbeda menjadi : “Puji Tuhan ada orang lain yang dapat melayani Tuhan dengan baik, mereka mengusir setan demi namaMU, kami tidak mencegah mereka, tetapi mensupport mereka”. Penutup Jadilah Garam dan Berdamailah, bukan sebatas pelayanan, tetapi personality, kepribadian setiap orang Kristen haruslah demikian. Dalam keluarga terhadap pasangan, mampu memberi dampak, dalam gereja dan masyarakat, di manapun kita berada. Dengan demikian kita menjadi kesaksian kemuliaan Tuhan bukan menjadi skat di mana kuasa Allah seharusnya bekerja. Disinilah kita diingatkan dan diajak untuk Kembali melihat keberadaan diri kita sebagai pengkut Kristus ditengah tengah komunitas atau organisasi organisasi yang kita hidupi. Sudahkah kita menjadi orang yang mau dan mampu memahami keberadaan orang lain, dengan penuh sukarela mengesampingkan keinginan untuk selalu dilihat, dihargai, dan diakui oleh orang lain? Sudah itu kita lakukan entah itu dikehidupan keluarga kecil kita? Entah dilingkungan tempat kita bekerja? Terutama ditengah tengan hidup pelayannan di gereja? Juga dalam hidup berbangsa dan bernegara? Hanya dengan kita mengorbankan nafsu ingin dilihat, diakui dan dihargai, maka komunitas yang sehat akan dapat benar benar terwujud. Mari membangun komunitas yang sehat, yang mau dan mampu saling mendukung dan mendoakan, saling mengerti tugas panggilan dan pelayanan masing masing. Segala sesuatu yang kita perbuat di dalam dan karena nama Yesus, firman Tuhan mengatakan pada kita saat ini, kita tidak akan pernah kehilangan upah yang besar dari Tuhan. Maka pertanyaan yang menjadi perenungan bagi kita sebagai mana yesus katakan yang menjadi tema renungan : Hendaklah kamu selalu mempunyai garam dalam dirimu. Apa yang menggarami dirimu? Apakah kita masih digarami kerakusan, ketamakan dan nafsu dunia ini? Atau kita telah digarami oleh kuasa firman Tuhan. Pantun penutup: “ Lebah terbang membawa sengat, hinggap lama di bunga cempaka. Marilah kita terus bersemangat. Menebarkan kebaikan bagi sesama.Amin