Anda di halaman 1dari 29

PRESIDENTIAL THRESHOLD DAN PARLIAMENTARY THRESHOLD

PADA PELAKSANAAN PEMILU

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah


Hukum Partai Politik dan Pemilu

Dosen Pengampu:
Dr. Elviandri, S.HI., M.Hum

Oleh:
KELOMPOK 7
Aswin Zulfahmi (2011102432151)
Dita Allika Fadia Haya (2011102432139)
Khalid Fathur Rahman (2011102432144)
Reny Oktaviani Paturu’ (2011102432140)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR
TAHUN 2023

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada halangan
yang berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada bapak Dr. Elviandri, S.HI., M.Hum
sebagai dosen pengampu mata kuliah Hukum Partai Politik dan Pemilu yang telah
membantu memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan
karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran
untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat bermanfaat bagi
semua pihak yang membutuhkan.

Samarinda, 25 Maret 2023

Kelompok 7

i
Abstrak

Kelompok 7

Presidential Threshold dan Parliamentary


Threshold

Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur
Tahun 2023
Makalah ini dibuat untuk mengetahui bagaimana konsep pengaturan penerapan
presidential threshold yang efektif dalam pemilihan umum di Indonesia, bagaimana
parliamentary threshold dalam membangun negara demokrasi agar terbentuknya
pemerintah yang legitimate dan bagaimana dampak adanya sistem presidential threshold
dan parliamentary threshold pada demokrasi. Konsep pengaturan penerapan presidential
threshold yang efektif dalam pemilu di Indonesia adalah Pemilu menggunakan sistem
presidential threshold secara serentak, namun dengan sistem Pemilu tertutup. Pemilu
menggunakan sistem presidential threshold dan sistem Pemilu terbuka, namun
dilaksanakan secara bertahap (dua tahap) dan Pemilu menggunakan sistem Pemilu
terbuka, secara Serentak dengan presidential threshold 0% (Nol Persen). Untuk
menciptakan pemerintahan yang efektif dan stabil, sistem multi partai yang ada di
Indonesia adalah dengan parliamentary threshold. Parliamentary threshold menjadi
sarana untuk menyederhanakan partai dan ketentuannya bebas bagi suatu negara untuk
menentukan batas dari parliamenttary threshold. Menaikkan parliamentary threshold
dari 2,5 persen ke 5 persen masih memungkinkan dan tidak bertentangan dengan
konstitusi. Dampak adanya presidential threshold dirasakan oleh masyarakat, partai
politik dan ketatanegaraan di Indonesia, dan dampak perubahan partai politik yang tidak
memenuhi parliamentary threshold di pemilihan umum yakni hangusnya suara-suara
partai kecil, dan angka yang ditetapkan dalam parliamentary threshold menjadikan
partai politik semakin sulit untuk mengirimkan wakil-wakilnya ke parlemen.
ii
Kata Kunci: Presidential Threshold dan Parliamentary Threshold

iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................i

Abstrak...............................................................................................................................ii

DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1

A. Latar Belakang........................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...................................................................................................3

C. Tujuan Penulisan.....................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................4

A. Pemilihan Umum.....................................................................................................4

B. Sistem Presidential Threshold.................................................................................6

C. Konsep Pengaturan Penerapan Presidential Threshold yang Efektif dalam


Pemilihan Umum di Indonesia.......................................................................................9

1. Pemilihan Umum menggunakan sistem Presidential Threshold secara serentak,


namun menggunakan sistem Pemilu Tertutup............................................................9

2. Pemilihan Umum menggunakan sistem Presidential Threshold dan sistem


Pemilu Terbuka, namun dilaksanakan secara Bertahap (Dua Tahap)...................9

3. Pemilihan Umum menggunakan sistem Pemilu Terbuka, secara Serentak dengan


Presidential Threshold 0% (Nol Persen)......................................................................10

D. Sistem Parliamentary Threshold...........................................................................11

iv
E. Parliamentary Threshold dalam Membangun Negara Demokratis Agar
Terbentuknya Pemerintahan yang Legitimate..............................................................13

F. Dampak Adanya Sistem Presidential Threshold dan Parliamentary Threshold


Pada Demokrasi............................................................................................................14

1. Dampak Presidential Threshold.........................................................................14

2. Dampak Parliamentary Threshold.....................................................................17

BAB III PENUTUP..........................................................................................................19

A. Kesimpulan............................................................................................................19

B. Saran......................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................20

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang di dalamnya menganut sistem
pemerintahan demokratis, salah satu wujudnya ialah adanya kehidupan partai politik dan
kedaulatan berada ditangan rakyat sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 1 ayat (2)
Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
agamanya dan kepercayaannya itu” maka dapat diartikan bahwa yang memegang
kedaulatan di negara Indonesia adalah rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang
dasar. Maka kedaulatan rakyat dilaksanakan dengan cara menentukan atau turut serta
dalam menentukan kebijakan kenegaraan tertentu yang dilakukan sesuai waktu yang
telah ditentukan dengan tata cara tertentu, salah satu cara dalam mengambil keputusan
atau penyaluran pendapat secara langsung dapat dilakukan melalui pemilihan umum
(pemilu). 1Pemilihan umum berlangsung pada tahun 2004 dan dilakukan setiap 5 tahun
sekali sesuai dengan amanat dalam pasal 22 E ayat (1) UUD 1945.
Presidential threshold atau bisa disebut dengan ambang batas pencalonan
presiden dan wakil presiden mulai diterapkan di Indonesia sejak pemilu tahun 2004,
pada saat itu pertama kalinya Indonesia melaksanakan pemilihan presiden secara
langsung. Presidential threshold membahas tentang ambang batas perolehan suara yang
harus diperoleh oleh partai politik dalam suatu pemilu untuk dapat mengajukan calon
presiden dan calon wakil presiden dengan ketentuan partai politik atau gabungan partai
politik tersebut memiliki 20% kursi atau 25% suara sah nasional di pemilihan legislatif,
hal ini telah di atur dalam Pasal 222 Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang pemilu.
Tujuan adanya presidential threshold adalah untuk memperkuat sistem presidensial

1
Feri Amsari, 29 Januari 2019. “Arti Presidential Threshold dalam Pemilu”.
https://www.hukumonline.com/klinik/a/arti-ipresidential-threshold-i-dalam-pemilu -lt5c2c96b9b0800#!)
dilihat pada 3 Maret 2023, Pukul 19.00.
1
karena dalam sistem ini presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat
akan memiliki kedudukan yang kuat secara politik. Maka dari itu presiden dan wakil
presiden tidak dapat diberhentikan secara mudah karena alasan politik. Tujuan lainnya
dari penerapan presidensial threshold adalah untuk menyederhanakan sistem multi
partai melalui seleksi alam.
Dalam ilmu ketatanegaraan memiliki ciri-ciri khusus suatu negara dapat
dikatakan menganut sistem presidential yaitu presiden adalah kepala negara dan kepala
pemerintahan, presiden tidak dipilih oleh parlemen tetapi langsung dipilih oleh rakyat,
presiden bukan bagian dari parlemen dan tidak dapat diberhentikan oleh parlemen
kecuali melalui proses pelengseran, dan presiden tidak dapat membubarkan perlemen.
Pasal 6A ayat (3) UUD NRI 1945 menyatakan bahwa “Pasangan calon presiden dan
wakil presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara
dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi
yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi
presiden dan wakil presiden”.
2
Parliamentary threshold pertama kali diterapkan pada pemilu tahun 2009,
alasan dari penerapan ambang batas parlemen adalah untuk menyederhanakan jumlah
partai politik yang ada di Indonesia karena dinilai sudah terlampau banyak.
Parliamentary threshold merupakan peraturan ambang batas perolehan suara yang harus
diperoleh oleh partai politik agar diikutkan dalam penentuan kursi di Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Minimal batas perolehan
suara telah diatur dalam pasal 414 UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang
menyatakan bahwa “Partai politik peserta pemilu harus memenuhi ambang batas
perolehan suara paling sedikit empat persen dari jumlah suara sah secara nasional untuk
diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR”. Aturan ini berlaku secara

2
Desi Fitriyani, 28 Juli 2021. “Mengenal Parlimentary Threshold dan Presidential
Threshold”.https://advokatkonstitusi.com/mengenal-parliamentary-threshold-dan-presidential-threshold/
dilihat pada 4 Maret 2023, pukul 15.00.

2
nasional sehingga partai yang lolos ambang batas parlemen nasional secara otomatis
mereka lolos masuk kepada parlemen daerah.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Pengaturan Penerapan Presidential Threshold yang Efektif
dalam Pemilihan Umum di Indonesia?
2. Bagaimana Parliamentary Threshold dalam Membangun Negara yang
Demokratis agar Terbentuknya Pemerintahan yang Legitimate?
3. Bagaimana Dampak adanya Sistem Presidential Threshold dan Parliamentary
Threshold pada Demokrasi?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui bagaimana Konsep Pengaturan Penerapan Presidential
Threshold yang Efektif dalam Pemilihan Umum di Indonesia?
2. Untuk mengetahui bagaimana Parliamentary Threshold dalam Membangun
Negara Demokratis agar Terbentuknya Pemerintahan yang Legitimate.
3. Untuk mengetahui bagaimana Dampak adanya Sistem Presidential Threshold
dan Parliamentary Threshold pada Demokrasi.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pemilihan Umum
Pemilihan umum (pemilu) merupakan salah satu usaha untuk mempengaruhi
masyarakat secara persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan retorika, public
relations, komunikasi massa, lobby, dan lain-lain. Pemilu secara konseptual merupakan
sarana implementasi kedaulatan rakyat. Melalui pemilu legitimasi kekuasaan rakyat
diimplementasikan melalui penyerahan sebagian kekuasaan dan hak mereka kepada
wakilnya yang ada di parlemen maupun pemerintahan. Dengan mekanisme tersebut
sewaktu-waktu rakyat dapat meminta pertanggungjawaban kekuasaan kepada
pemerintah. Menurut Jimly Asshiddiqie bahwa pemilu merupakan cara yang
diselenggarakan untuk memilih wakil-wakil rakyat secara demokratis. Asshiddiqie
memulai dari konsep kedaulatan rakyat dengan sistem perwakilan atau yang disebut
dengan representative democraty. Di dalam praktik, yang menjalankan kedaulatan rakyat
adalah wakil-wakil rakyat yang duduk dilembaga perwakilan rakyat yang disebut
parlemen. Para wakil rakyat itu bertindak atas nama rakyat, dan wakil-wakil rakyat itulah
yang menentukan corak dan cara bekerjanya pemerintah, serta tujuan apa yang hendak
dicapai baik dalam jangka panjang maupun dalam jangka waktu yang relatif pendek.
Agar wakil-wakil rakyat benar-benar bertindak atas nama rakyat, wakil-wakil itu harus
ditentukan sendiri oleh rakyat, yaitu melalui pemilihan umum (general election).3
Pemilihan umum (general election) adalah salah satu mekanisme pengambilan
keputusan dan penyaluran pendapat dalam suatu negara. Metode penyaluran pendapat
rakyat yang berdaulat dalam sistem demokrasi saat ini dikenal ada 2 (dua) bentuk yang
umum, yakni yang bersifat langsung (direct democracy) dan ada pula yang bersifat tidak
langsung (indirect democracy) atau juga yang biasa disebut dengan demokrasi
perwakilan (representative democracy). Kedua bentuk penyaluran pendapat rakyat dalam
sistem demokrasi tersebut saat ini dilakukan melalui mekanisme pemilihan umum.
3
Fajlurrahman Jurdi. Pengantar Hukum Pemilihan Umum. (Jakarta: Kencana, 2018). hlm 1.
4
Pemilihan umum bertujuan memilih orang atau partai politik untuk menduduki suatu
jabatan di lembaga perwakilan rakyat atau di lembaga eksekutif. Di Indonesia saat ini,
pemilihan umum secara khusus bertujuan untuk memilih jabatan-jabatan politik seperti:
(a) Presiden dan wakil Presiden; (b) anggota DPR dan DPD; (c) gubernur dan wakil
gubernur provinsi; (d) anggota DPRD Provinsi; (e) Bupati; (f) Walikota; dan (g) anggota
DPRD Kabupaten/Kota. Jabatan-jabatan tersebut merupakan jabatan politik, dengan cara
pengisiannya dilakukan sesuai prosedur politik (political appointment) berupa pemilihan
umum.4
Pemilu merupakan suatu arena kompetisi. Menang atau kalahnya suatu kandidat
akan ditentukan oleh rakyat dengan menggunakan mekanisme pemungutan suara.
Menentukan pilihan dalam pemilu merupakan hak setiap warganegara. Sebagai
instrumen yang sangat penting dalam rangka untuk memilih dan ikut menentukan para
wakil sekaligus pemimpin rakyat yang akan duduk dalam pemerintahan, pemilu
memberikan kesempatan bagi warga negara untuk memilih pejabat-pejabat pemerintah
yang benar-benar dianggap mampu untuk mengaspirasikan kehendak mereka. Dalam
kehidupan berdemokrasi, pemilu adalah suatu proses yang substansial dalam penyegaran
suatu pemerintahan. Dikatakan suatu penyegaran karena pemilu yang dilakukan secara
berkala merupakan suatu sarana untuk meregenerasi kepemimpinan sehingga dapat
mencegah munculnya kepemimpinan yang otoriter. Melalui pemilu rakyat menilai
kinerja pejabat yang telah mereka pilih sebelumnya dan menghukumnya dengan cara
tidak memilihnya pada pemilu berikutnya jika kinerja selama menjadi pejabat dinilai
buruk. Dengan demikian, para pemimpin rakyat yang menjadi anggota badan legislatif
maupun yang menduduki jabatan eksekutif diseleksi dan diawasi sendiri oleh rakyat.
Wakil rakyat yang dihasilkan dari pemilu diharapkan mampu untuk merepresentasikan
suara rakyat. Selain untuk menghasilkan pemerintahan yang representatif dan
bertanggungjawab, pemilu juga digunakan sebagai parameter penting dari proses transisi
menuju konsolidasi demokrasi seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Dengan

4
Lupitta Risma C, Skripsi: Ketentuan Ambang Batas Pencalonan Presiden dalam Pemilihan Umum
Presiden dan Wakil Presiden dalam Perspektif Sistem Pemerintahan Presidensial. (Jakarta: Universitas
17 Agustus 1945, 2017). hlm 39.
5
demikian, pemilu yang dilaksanakan haruslah merupakan cerminan dari pelaksanaan
demokrasi dengan baik.5

B. Sistem Presidential Threshold


Presidential threshold adalah pengaturan tingkat ambang batas dukungan dari
DPR, baik dalam bentuk jumlah perolehan suara (ballot) atau jumlah perolehan kursi
(seat) yang harus diperoleh partai politik peserta pemilu agar dapat mencalonkan
Presiden dari partai politik tersebut atau dengan gabungan partai politik. Presidential
threshold merupakan ketentuan tambahan mengenai pengaturan tentang syarat
pencalonan Presiden dan Wakil Presiden dalam Pasal 6A ayat (2) yang menyatakan
bahwa “Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau
gabungan partai politik peserta pemilu sebelum pelaksanaan pemilu”. Secara tekstual,
Pasal 6A ayat (2) UUD Tahun 1945 tersebut memberikan ruang kepada semua partai
politik peserta pemilu untuk mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden. Hal ini
dikarenakan partai politik sebagai pilar demokrasi dan penghubung antara pemerintahan
negara (the state) dengan warga negaranya (the citizens).6
Ketentuan tentang presidential threshold juga terdapat dalam Pasal 9 Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden
yang menyatakan bahwa calon presiden dan wakil presiden dapat diusulkan oleh partai
politik atau gabungan partai politik yang mempunyai suara sah secara nasional dalam
pemilu sebesar 25% (dua puluh lima per seratus persen) atau memperoleh 20% (dua
puluh per seratus persen) kursi di DPR. Dalam undang-undang baru tersebut terdapat
perubahan persentase presidential threshold yang meningkat. Ketentuan dalam Pasal 42
Undang-Undang Nomor 8 ini tetap menjadi landasan hukum penyelenggaraan pemilu
presiden dan wakil presiden tahun 2014. Ketentuan tentang presidential threshold ini

5
Muhadum lobolo dan leguh llhom. Partai Politik dan Sistem Pemilihan Umum di Indonesia. (Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada, 2015). hlm 51-52.
6
Dedik Yoga H, Tesis: Pengaturan Sistem Presidential Threshold Dalam Pemilihan Umum Presiden dan
Wakil Presiden di Indonesia. (Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 2018). hlm 7.
6
sudah dua kali diatur dalam undang-undang pemilu, akan tetapi menjadi perdebatan yang
mengemuka saat pelaksanaan pemilu serentak tahun 2019.7
Penerapan ambang batas sesungguhnya tidak hanya terjadi untuk Pemilu 2019
saja namun sudah ada jauh sebelum pelaksanaan Pemilu 2019. Sejarah pengaturan
ambang batas Pemilu 2004 sampai dengan Pemilu 2019 dalam kenyataannya tidak
ditentukan dengan persentase dan jumlah perolehan suara sah secara nasional yang sama
dalam menentukan ambang batas. Persentase ambang batas dan jumlah perolehan suara
sah secara nasional pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung tahun 2004
sampai dengan 2019 mengalami perubahan. Kecenderungan partai politik untuk
memenuhi ambang batas yang telah diatur dalam undang-undang pemilu lebih memilih
berkoalisi dengan partai politik yang memiliki ambang batas lebih besar agar partai
politik tersebut memiliki hak suara dalam pengusulan calon Presiden dan Wakil Presiden.
hal ini pula yang mengakibatkan menumpuknya partai politik yang berkoalisi sehingga
calon yang dilahirkan dari ambang batas tersebut menjadi terbatas. Pengalaman 2 kali
masa pemilihan Presiden dan Wakil Presiden hanya melahirkan 2 calon Presiden dan
Wakil Presiden pada periode masa pemilu tahun 2014-2019 dan masa 2019-2024. Hal
tersebut membuat masyarakat dipaksakan untuk memilih calon yang telah disediakan
meskipun calon tersebut belum tentu calon yang diharapkan masyarakat sehingga tidak
ada alternatif lain dalam proses pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.8
Apabila dikaji mendalam, ada beberapa kelebihan dari penerapan presidential
threshold dalam pemilu. Pertama, penerapan presidential threshold dalam pemilu dapat
memunculkan figur Presiden dan Wakil Presiden yang kuat, karena jika terpilih akan
mendapat basis dukungan politik yang besar di parlemen, sehingga pelaksanaan
pemerintahan dapat berjalan efektif dan stabil. Dalam derajat tertentu, kondisi ini dapat
memperkuat sistem presidensial yang dianut oleh Indonesia. Kedua, penerapan
presidential threshold yang tetap tinggi memaksa partai politik atau gabungan partai

7
Mahesa Rannie., Laurel Heydir. Problematika Ambang Batas Suara (Threshold) dalam Pemilihan
Umum di Indonesia. (Palembang: Simbur Cahaya, 2020). hlm 178-179.
8
Dian Fitri S. dan Muh. Saad. Keadilan dalam Pemilu Berdasarkan Sistem Presidential Threshold.
(Surabaya: Widya Pranata Hukum, 2021). Vol. 3, No. 1, hlm 25.
7
politik menyeleksi calon Presiden dan Wakil Presiden dengan sungguh-sungguh,
sehingga akan memunculkan Presiden dan Wakil Presiden yang berkualitas. Ketiga,
penerapan presidential threshold akan melahirkan koalisi untuk memperkuat pelaksanaan
pemerintahan, sehingga akan membangun pemerintahan yang efektif. Keempat,
presidential threshold dalam pengajuan calon Presiden dan calon Wakil Presiden
dimaksudkan untuk menyederhanakan sistem kepartaian. Partai politik pasca pemilihan
umum akan membentuk dua poros, yaitu poros pemerintah sebagai pengusung dan poros
oposisi. Sehingga dalam parlemen hanya akan ada dua kekuasaan dan partai-partai politik
akan berafiliasi dengan partai lain. Dengan model ini, kinerja presiden sebagai eksekutif
dalam hal penyelenggaraan pemerintahan akan semakin efektif.
Namun demikian dibalik beberapa kelebihan penerapan presidential threshold
dalam pemilu serentak juga memiliki banyak kelemahan, antara lain: Pertama, dengan
adanya koalisi partai politik dalam mengusung calon Presiden dan Wakil Presiden sangat
rentan terjadi tukar menukar kepentingan (politik transaksional). Dalam derajat tertentu
koalisi partai politik yang seperti ini justru akan memperlemah sistem presidensial,
karena Presiden tersandera oleh partai politik dalam koalisinya. Kedua, penerapan
presidential threshold akan membatasi partai politik yang baru berpartisipasi dalam
pemilihan umum serentak 2019 tidak dapat berkoalisi untuk mengusung calon Presiden
dan Wakil Presiden, karena belum memiliki jumlah parliamentary threshold. Hal ini
dapat menghilangkan hak partai politik untuk mengusung calon Presiden dan Wakil
Presiden yang notabene hak tersebut dijamin dalam UUD NRI Tahun 1945. Ketiga,
dalam perspektif konstitusi, sebagian pihak menilai bahwa penerapan presidential
threshold bertentang dengan UUD NRI Tahun 1945. Presidential threshold dianggap
telah menghilangkan makna pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum
yang adil, serta perlakuan yang sama bagi setiap warga negara di hadapan hukum. Lebih
jauh dari itu, ketentuan tentang mekanisme syarat pencalonan pasangan Presiden dan
Wakil Presiden dengan alasan sebagai cara untuk membentuk pemerintahan yang efektif
serta sebagai solusi dalam rangka penyederhanaan atau rasionalisasi partai politik, telah

8
menghilangkan hak warga negara untuk memilih secara cerdas dan efisien (political
efficiency).9

C. Konsep Pengaturan Penerapan Presidential Threshold yang Efektif dalam


Pemilihan Umum di Indonesia

1. Pemilihan Umum menggunakan sistem Presidential Threshold secara


serentak, namun menggunakan sistem Pemilu Tertutup
Sistem pemerintahan presidential threshold secara serentak akan stabil dan
efektif bila dipadukan dengan sistem pemilu tertutup, cara ini akan menghasilkan
pemerintahan satu partai atau koalisi partai yang dapat selaras dengan eksekutif.
Bilamana seorang calon presiden terpilih, ia punya hak prerogatif untuk
menentukan semua susunan anggota legislatif. Dengan demikian, presiden tidak
perlu berkompromi atau bernegosiasi dengan partai lain. Presiden dapat mengklaim
mayoritas rakyat sudah memberikannya hak penuh untuk memerintah. Dengan kata
lain, dalam pemilu tidak ada lagi pembeda antara pemilu Presiden dan wakil
Presiden dengan pemilu legislatif atau dua pemilihan, karena telah berbaur menjadi
satu yaitu sistem tertutup ini, yang dilaksanakan secara Serentak yang akan memilih
partai yang di dalamnya termasuk pula Presiden, wakil Presiden dan anggota
legislatifnya. Adanya sistem ini pun tidak bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sehingga dapat
diimplementasikan.10

2. Pemilihan Umum menggunakan sistem Presidential Threshold dan sistem


Pemilu Terbuka, namun dilaksanakan secara Bertahap (Dua Tahap)
Penerapan sistem pemilu menggunakan sistem presidential threshold proporsional
terbuka yang dilaksanakan secara bertahap ini tidak mengebiri hak politik warga
negara ataupun partai politik tertentu. Adanya presidential threshold memiliki tujuan
9
Lutfil Ansori. Telaah Terhadap Presidential Threshuld dalam Pemilu Serentak 2019. (Surabaya: Jurnal
Yuridis, 2017). Vol. 4 No. 1, hlm 21.
10
Risan Pakaya, Yusril Katili, dan Firman Latuda. Sistem Pemilu Proporsional Tertutup dalam Analisis
Pemilu 2024. (Gorontalo: Jurnal Analisis Sosial Politik,2022). Vol. 1, No.2, hlm 178.
9
untuk memperkuat sistem presidensial, salah satunya yaitu untuk mengharmoniskan
antara kebijakan eksekutif dengan legislatif. Maka bila menggunakan sistem pemilu
serentak, tujuan keberadaan presidential threshold tersebut akan hilang sebab dalam
pemilu serentak tidak ada satu partai pun yang bisa menjamin bahwa suatu partai bisa
secara bersamaan menguasai mayoritas kekuasaan eksekutif dan legislatif.
Implementasi penerapan sistem presidential threshold secara bertahap (Dua Tahap) ini
dapat mengakomodasi keberadaan partai kecil serta memberikan kesempatan (hak
politik) bagi pencoblos atau pemilih baru.11

3. Pemilihan Umum menggunakan sistem Pemilu Terbuka, secara Serentak


dengan Presidential Threshold 0% (Nol Persen)
Penggunaan sistem sebagaimana konsep di atas merupakan alternatif yang
seharusnya diterapkan pada Pemilu 2019. Hal tersebut dikarenakan pemberlakuan
pemilu serentak berlaku Mutatis Mutandis terhadap presidential threshold, sehingga
dapat tidak lagi digunakan dalam Pemilu 2019. Sebab, konsep presidential
threshold yang terkandung dalam rumusan Pasal 9 Undang-Undang Pemilu Tahun
2008 adalah dengan mengambil presidential threshold dari suara legislatif. Dimana
pemilihan legislatif dilakukan terlebih dahulu sebelum pilpres. Ketika pemilu
dilakukan secara serentak, maka secara otomatis konsep yang terkandung dalam Pasal
9 tersebut batal demi hukum.
Dari sembilan hakim MK, ada dua hakim yang mengajukan Dissenting Opinion
atau perbedaan pendapat terkait putusan MK terhadap uji materi Pasal 222, yakni
Saldi Isra dan Suhartoyo. Keduanya sepakat ketentuan presidential threshold dalam
Pasal 222 itu dihapus. Sejalan dengan hal tersebut, mantan Ketua Mahkamah
Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie berpendapat bahwa karena terdapat perubahan
manajemen waktunya yaitu pemilu serentak, maka yang paling ideal adalah tidak ada
lagi threshold atau ambang batas sebesar 0% (Nol Persen). Dalam praktik
ketatanegaraan telah membuktikan keberadaan sistem presidential threshold berupa

11
Sinta Devi A., M. Roziq S. dan Stella M.S.A. Rekonstruksi Sistem Presidential Threshold dalam Sistem
Pemilu di Indonesia (Studi Perbandingan Sistem Presidential Threshold Indonesia dan Brazil). (Rewang
Rencang: Jurnal Hukum Lex Generalis, 2020). Vol 1, No. 5, hlm 88.
10
ambang batas angka 20 persen, tidak bisa menjamin terwujudnya stabilisasi sistem
presidensial, sebagai contoh di tahun 2009.12
Pada pemilu tersebut, Susilo Bambang Yudhoyono keluar sebagai pemenang
dalam Pilpres. Tetapi pengusungnya adalah partai minoritas di DPR. Akhirnya, ia
berkoalisi dengan Golkar dalam pembentukan kabinet, walaupun dalam proses
pemilihan, Golkar adalah kompetitornya. Penentuan presiden tidak didasarkan pada
formasi parlemen, karena keduanya mendapat legitimasi dari jalur yang berbeda.
Secara legitimasi pun sama-sama memiliki kedudukan yang kuat, yakni dari rakyat.
Maka dari itu, penghapusan presidential threshold pada pemilu serentak bertujuan
untuk memanfaatkan teori Coattail Effect. Teori Coattail Effect, yakni setelah
memilih calon Presiden dan Wakil Presiden, pemilih cenderung memilih partai politik
atau koalisi partai politik yang mencalonkan presiden yang dipilihnya.13
Implementasi salah satu dari ketiga konsep sistem di atas jika dijalankan dengan
benar sebagaimana asas pemilu, dapat menjadi penyelesaian terhadap permasalahan
pemilu yang masih terjadi hingga detik ini, diantaranya yaitu efisiensi waktu pemilu,
anggaran pemilu, pemenuhan hak politik untuk dipilih dan memilih, serta
keharmonisan hubungan antara eksekutif dengan legislatif.

D. Sistem Parliamentary Threshold


Parliamentary Threshold adalah ketentuan batas minimal perolehan suara yang
harus dipenuhi partai politik peserta pemilu untuk bisa menempatkan calon anggota
legislatifnya di parlemen. Hal ini berarti partai politik yang tidak memenuhi
parliamentary threshold tidak berhak mempunyai wakilnya di parlemen sehingga suara
yang telah diperoleh oleh partai politik tersebut dianggap hangus. Ambang batas
parlemen ini dibuat untuk menstabilkan hubungan antara Eksekutif dan Legislatif dalam
suatu negara demokrasi. Letak dasar adanya parliamentary threshold adalah untuk
mengefektivitaskan representasi suara rakyat di parlemen, bukan membatasi hak rakyat

12
Kristian Erdianto, 16 Juni 2018. Jimly: Idealnya Presidential Threshold 0 Persen, diakses dari
(https://nasional.kompas.com/read/2018/06/16/17252731/jimly-idealnya-presidential-threshold-0-persen),
diakses pada (15 Maret 2023, 22.30 WITA).
13
Sinta Devi A., M. Roziq S. dan Stella M.S.A, Op. Cit., hlm 91-92.
11
untuk memilih wakilnya di parlemen. Penerapan parliamentary threshold ditujukan
untuk penyederhanaan sistem kepartaian dan menciptakan sistem presidensial yang kuat
dengan lembaga perwakilan yang efektif. Efektivitas lembaga perwakilan tidak terlepas
dari banyak atau sedikitnya faksi-faksi kekuatan politik yang ada di DPR. Semakin
sedikit partai politik yang ada di lembaga perwakilan maka efektivitas pelaksanaan
fungsi-fungsi lembaga perwakilan akan berjalan lebih baik. Parliamentary threshold
dinilai lebih efektif menjaring partai politik yang serius memperjuangkan aspirasi
masyarakat.14
Parliamentary threshold di Indonesia, khususnya pada Pemilu 2009, diatur
dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 202, yang menentukan sebagai berikut:
a. Partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara
sekurang-kurangnya 2,5% (dua koma lima perseratus) dari jumlah suara sah
secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi DPR.
b. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam penentuan
perolehan kursi DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.15
Penggunaan parliamentary threshold di Indonesia baru dimulai pada pemilu
2009. Dengan adanya pengaturan batas minimal perolehan suara ini tidak semua partai
politik peserta pemilu tahun 2009 dapat menduduki parlemen. Buktinya dari 38 partai
peserta pemilu hanya 9 yang memiliki wakilnya di parlemen. Berikut adalah data hasil
penghitungan suara pemilu tahun 2009, yakni: Partai Demokrat, Partai Golongan Karya,
Partai Demokrasi Indonesia, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional, Partai
Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Gerakan Indonesia Raya,
dan Partai Hati Nurani Rakyat yang notabene memiliki jumlah suara di atas 2,5% dari
total suara yang sah. Besarnya ambang batas sebesar 2,5% ini berdampak pada
14
I Gusti Ayu A.H, dan Desak Laksmi B. Pengaruh Penentuan Parliamentary Threshold dalam
Pemilihan Umum Legislatif dan Sistem Presidensial di Indonesia. (Jurnal Kertha Patrika, 2020). Vol. 42,
No. 1, hlm 39.
15
Sunny Ummul Firdaus. Relevansi Parliamentary Threshold terhadap Pelaksanaan Pemilu yang
Demokratis. (Surakarta: Jurnal Konstitusi, 2010). Vol. 8, No. 2, hlm 96.
12
banyaknya suara rakyat yang hilang. Sekitar 18,30% dari total suara atau sebesar
19.050.261 suara rakyat Indonesia hangus. Akan tetapi, dalam pemilu sebuah lembaga
perwakilan adanya suara yang hangus atau hilang merupakan sebuah risiko demokrasi.
Anggota DPR yang terpilih, bukan berarti hanya akan membela partai atau para
pemilihnya saja, melainkan akan mewakili seluruh rakyat Indonesia sebagaimana yang
diamanatkan dalam UUD 1945.16

E. Parliamentary Threshold dalam Membangun Negara Demokratis Agar


Terbentuknya Pemerintahan yang Legitimate
Untuk menciptakan pemerintahan yang efektif dan stabil, sistem multi partai
yang ada di Indonesia sebaiknya disederhanakan. Salah satu caranya dengan
parliamentary threshold ini. Adanya parliamentary threshold menjadi salah satu sarana
untuk menyederhanakan partai dan ketentuannya bebas bagi suatu negara untuk
menentukan batas dari parliamenttary threshold. Menaikkan parliamentary threshold
dari 2,5 persen ke 5 persen masih memungkinkan dan tidak bertentangan dengan
konstitusi. Apabila kita ingin mematangkan konsep penyederhanaan partai politik
dengan tujuan utama penataan sistem pemerintahan presidensial ditujukan untuk
menciptakan pemerintahan yang efektif dan stabil, maka ada alternatif yang patut
dipertimbangkan yaitu dengan mengurangi jumlah partai politik. Jumlah partai di
Indonesia selalu banyak, perlu disederhanakan. Penyederhanaan partai politik
sebenarnya sudah dilakukan sejak pemilu 1999 dengan mengimplementasikan ambang
batas bagi partai politik untuk ikut serta dalam pemilu berikutnya dan ambang batas bagi
partai politik untuk mengirimkan wakilnya di DPR. Hal itu telah diberlakukan pada
pemilu 2009. Selanjutnya harus dilakukan secara bertahap pada 2014.17

Pemilihan Umum 2014 dan seterusnya, cara pembatasan yang ideal, sebaiknya
dilakukan dengan cara: Pertama, memperkuat persyaratan kepengurusan partai politik.
Misalnya, sebuah partai politik disyaratkan memiliki kepengurusan di seluruh jumlah

16
Abdul Rokhim. Pemilihan Umum dengan Model Parliamentary Threshold Menuju Pemerintahan yang
Demokratis di Indonesia. (Surabaya: Jurnal Ilmu Hukum, 2011). Vol.7, No. 14, hlm 90.
17
Soetanto Soepiadhy. Pembatasan Parpol dengan Parliamentary Threshold. (Surabaya Pagi, 2010).
13
provinsi dan kabupaten/kota. Kedua, untuk berhak menempatkan anggota legislatifnya
di Dewan Perwakilan Rakyat harus melalui persyaratan parliamentary threshold.
Misalnya, untuk Pemilihan Umum 2014, persyaratan partai politik yang lolos
parliamentary threshold untuk dapat menempatkan anggota legislatifnya di parlemen
harus memperoleh sekurang-kurangnya 5 persen dari jumlah kursi di Dewan Perwakilan
Rakyat, atau sejumlah 28 kursi (5/100 x 560 anggota). Apabila partai politik tersebut
tidak memperoleh sejumlah kursi tersebut, maka tidak berhak menempatkan anggota
legislatifnya. Terkait dengan keberadaan partai politik tersebut di parlemen 5 (lima)
tahun, menjadi absen.18

F. Dampak Adanya Sistem Presidential Threshold dan Parliamentary Threshold


Pada Demokrasi

1. Dampak Presidential Threshold


Aturan mengenai presidential threshold memiliki dampak terhadap perpolitikan
di Indonesia, hal ini dirasakan oleh masyarakat dan partai politik. Selain partai
politik dan masyarakat hal ini tentu akan berdampak kepada ketatanegaraan di
Indonesia. Dampak yang dirasakan oleh masyarakat adalah tidak bisa memilih
pemimpinnya dengan pilihan yang beragam, karena terbatas dengan diterapkannya
presidential threshold tersebut. Meskipun di atas kertas didalilkan bakal bisa muncul
hingga tiga atau empat calon itupun belum terbukti hingga saat ini. Karena pada
dasarnya Indonesia sebagai penganut sistem demokrasi sudah seharusnya tidak
membatasi untuk menentukan pemimpinnya. Kalau mengenai hal tersebut dibatasi,
calon yang maju itu bukan hasil dari yang ditentukan oleh rakyat melainkan
ditentukan oleh partai politik.
Setelah pasangan calon yang ditampilkan hanya sedikit, tentu ini membuat
masalah baru yaitu akan terjadinya polarisasi. Sebab pasangan calon yang
ditampilkan hanya sedikit atau bisa dibilang hanya dua pasangan saja. Hal itu
terbukti ketika pemilihan presiden tahun 2019 yang mana masyarakat terbelah
menjadi dua dengan istilah cebong dan kampret. Bahkan yang lebih parahnya ada

18
Abdul Rokhim. Op. Cit., hlm 93.
14
juga yang mengatakan bahwa jika tidak memilih pasangan A misalkan akan masuk
neraka. Permasalahan-permasalahan seperti ini bisa timbulkan disebabkan sedikitnya
pasangan yang berkompetisi di Pemilihan presiden.19

Dampak lain dari adanya presidential threshold adalah terhadap partai politik.
Partai politik dapat dikatakan paling besar terkena imbas dari adanya presidential
threshold. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 pada intinya telah menyatakan
bahwa presidential threshold adalah 20% kursi di DPR atau 25% suara sah nasional
yang dimiliki partai politik atau gabungan partai politik. Presidential threshold
tersebut diambil dari Pemilu DPR yang diselenggarakan pada tahun 2014. Melihat
hasil Pemilu Wakil Rakyat tahun 2014, tidak ada satu partai politik yang
mendapatkan suara 20% suara DPR atau 25% suara sah secara nasional. Artinya
tidak ada satu partai politik yang dapat mencalonkan pasangan Presiden dan Wakil
Presiden. Kondisi tersebut jelas sekali merugikan partai politik. Partai politik
dirugikan secara konstitusi karena sesungguhnya partai politik dijamin oleh
konstitusi dapat mengajukan pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden (UUD
1945 Pasal 6A ayat 2). Adanya presidential threshold membuat hak konstitusional
partai politik untuk mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden terciderai.
presidential threshold juga dianggap mendiskriminasikan partai politik. Tidak hanya
itu, partai politik baru yang mendaftar di Pemilu tahun 2019 lalu dipastikan tidak
bisa mengajukan calon Presiden dan Wakil Presiden.20
Partai politik baru hanya dapat berkampanye terhadap calon Presiden dan Wakil
Presiden yang didukung. Hal tersebut dikarenakan partai politik baru belum
mempunyai suara di DPR. Hal tersebut berbeda dengan partai politik lama yang telah
mempunyai suara di DPR. Partai politik lama yang mempunyai suara di DPR dapat
mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden. Walaupun partai politik lama harus
19
Sultoni Fikri, Baharuddin Riqiey, M. Iffatul L, dan Miftaqul Janah. Problematika Konstitusional
Presidential Threshold di Indonesia. (Surabaya: Jurnal Hukum POSITUM, 2022). Vol.7, No.1, hlm 17.
20
Andrian Wisnu A., dan Sunarso. Dampak Presidential Threshold Terhadap Partai Politik dalam
Pemilihan Presiden Presiden 2019. (Yogyakarta: Jurnal Pendidikan Kewaraganegaraan dan Hukum,
2020). Vol. 9, No. 5, hlm 468-469.
15
berkoalisi terlebih dahulu karena kekurangan suara. Adanya perbedaan antara partai
politik lama dengan partai politik baru dapat menyebabkan adanya ketidakadilan
dalam kontestasi politik Pembedaan perlakuan terhadap partai politik lama dan baru
jelas sekali tidak sesuai dengan amanat konstitusi. Konstitusi telah secara jelas
menyatakan bahwa setiap partai politik atau gabungan partai politik dapat
mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden. Konstitusi tidak membedakan antara
partai politik lama dengan partai politik baru dalam pencalonan Presiden dan Wakil
Presiden, dalam artian partai politik baru dirugikan dua hal dalam waktu yang
bersamaan. Pertama, partai politik baru tidak bisa secara sendiri mencalonkan
Presiden dan Wakil Presiden. Kedua, partai politik baru tidak bisa mencalonkan
Presiden dan Wakil Presiden walaupun berkoalisi dan memenuhi syarat presidential
threshold.21
Kerugian partai politik baru juga diperparah dengan gambar partai politik yang
tidak dicantumkan sebagai pengusul calon Presiden dan Wakil Presiden. Jumlah
batasan sumbangan dana kampanye partai politik baru terhadap calon Presiden dan
Wakil Presiden juga berbeda dengan partai politik lama. Hal itu karena kedudukan
partai politik baru bukan mencalonkan calon Presiden dan Wakil Presiden. Kerugian
yang dialami oleh partai politik baru jelas lebih parah dari kerugian yang dialami oleh
partai politik lama yang mempunyai suara di DPR. Kerugian partai politik lama
hanya satu yaitu tidak bisa secara sendiri mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden
karena tidak memenuhi presidential threshold. Partai politik lama masih dapat
mencalonkan presiden dan wakil presiden dengan cara berkoalisi agar memenuhi
presidential threshold.22
Kemudian dampak lain dari diterapkannya presidential threshold adalah merusak
makna kedaulatan rakyat, dan menimbulkan ketidakadilan. Sebab pasal 222 UU
Pemilu secara terang-terangan merugikan partai politik yang tidak diberikan
21
Fauzi Ali A.R. Skripsi: Problematika Sistem Presidential Threshold Dalam Pemilihan Presiden dan
Wakil Presiden Dalam perspektif Sistem Presidensial di Indonesia. (Makassar: UIN Alauiddin Makassar,
2021). hlm 45.
22
Ayon Diniyanto. Mengukur Dampak Penerapan Presidential Threshold di Pemilu Serentak Tahun
2019. (Semarang: Jurnal Indonesian State Law Review). Vol. 1, No. 1, hlm 88.
16
kesempatan mengajukan calon Presiden karena tidak memiliki kursi dalam Pemilu.
Karena yang dijadikan dasar adalah hasil Pemilu sebelumnya yang mana ini adalah
tidak adil. Dengan melihat dampak-dampak seperti di atas sudah seharusnya DPR
mempertimbangkan ulang mengenai ketentuan tersebut, terlebih lagi MK ketika
memutus perkara terkait presidential threshold, harus melihat pada fakta di
lapangannya seperti apa, apakah masyarakat merasa dirugikan atau bahkan partai
politik itu sendiri yang merasa dirugikan. Agar Pilpres nantinya akan bisa berjalan
dengan baik dan lancar tanpa adanya perpecahan antar kelompok pendukung.23

2. Dampak Parliamentary Threshold


Dampak perubahan terhadap partai politik yang tidak memenuhi parliamentary
threshold di pemilihan umum yakni hangusnya suara-suara partai kecil, dan angka
yang ditetapkan dalam parliamentary threshold menjadikan partai politik semakin
sulit untuk mengirimkan wakil-wakilnya ke parlemen. Dampak lain, menguatkan
kelompok-kelompok partai mayoritas karena dengan angka parliamentary threshold
4% menjadikan partai-partai besar langgeng dalam kelembagaan partai.24
Sisi lain, bahwa dampak negatif ambang batas parliamentary threshold akan
mengakibatkan buruk terhadap penyelenggaraan pemilu. Secara teknis bisa secara
cepat mengurangi jumlah partai yang bisa masuk parlemen. Artinya semakin tinggi
ambang batas maka partai akan semakin sulit untuk mengirimkan wakil-wakilnya ke
DPR. Kemudian, ambang batas yang semakin tinggi akan mengakibatkan pemilu di
Indonesia semakin disproporsional. Artinya, semakin tinggi perolehan suara yang
diperoleh partai tidak seimbang dengan perolehan kursinya saat dilakukan konvensi
suara menjadi kursi. Masih dalam catatan yang sama, ketika ambang batas yang
semakin tinggi akan membuat banyaknya suara sah yang sudah diberikan pemilih
saat mencoblos di TPS menjadi tidak terhitung bahkan terbuang. Jika semakin besar

23
Sultoni Fikri, Baharuddin Riqiey, M. Iffatul L, dan Miftaqul Janah, Op. Cit., hlm 19.

24
Sandri SN, Tommy FS dan Henderik BS. Analisis Yuridis Tentang Ambang Batas Parlemen
(Parliamentary Threshold) dalam Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Pasca
Keluarnya Undang-Undang Dasar Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum. (Lex Administratum,
2021). Vol. 9, No. 7, hlm 185.
17
angka dan semakin banyak suara yang tidak bisa dikonversi suaranya menjadi kursi
berakibat pada ketidakpuasan politik, bahkan ditakutkan akan membuat warga
apatisme politik dan bisa mengakibat konflik politik.
Selanjutnya, dengan parliamentary threshold yang tinggi bisa saja memicu
pragmatisme politik. Alih-alih memperkuat ideologi dan kelembagaan partai. Justru
kenaikan angka 4% disikapi dengan mengambil jalan pintas. Bisa saja ditingkat
grassrot melakukan politik uang lebih masif dengan harapan bisa merebut suara
melalui praktik jual beli suara. Ambang batas juga bisa mengakibatkan semakin
sulitnya perempuan untuk duduk di parlemen karena partai yang mengusung mereka
tidak lolos angka 4% seperti PSI pada pemilu 2019. 25

25
Putri Rahayu. Skripsi: Dasar Perubahan Parliamentary Threshold dalam Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum. (Banda Aceh: UIN AR-RANIRY, 2020). hlm 48-49.
18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Presidential threshold merupakan ketentuan tambahan mengenai pengaturan
tentang syarat pencalonan Presiden dan Wakil Presiden dalam Pasal 6A ayat (2) yang
menyatakan bahwa “Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai
politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebelum pelaksanaan pemilu”.
Sedangkan Parliamentary Threshold adalah ketentuan batas minimal perolehan suara
yang harus dipenuhi partai politik peserta pemilu untuk bisa menempatkan calon
anggota legislatifnya di parlemen.
Dampak adanya presidential threshold dirasakan oleh masyarakat, partai politik
dan ketatanegaraan di Indonesia, dan dampak perubahan partai politik yang tidak
memenuhi parliamentary threshold di pemilihan umum yakni hangusnya suara-suara
partai kecil, dan angka yang ditetapkan dalam parliamentary threshold menjadikan
partai politik semakin sulit untuk mengirimkan wakil-wakilnya ke parlemen.

B. Saran
Seharusnya lembaga legislatif dalam membentuk undang-undang harus
berdasarkan isi dari konstitusi dan tidak menghilangkan hak minoritas setiap partai
politik dalam pengusulan calon Presiden dan Wakil Presiden serta asas demokrasi dalam
pemilu. Ambang batas dalam pencalonan Presiden dan Wakil Presiden mengakibatkan
suara masyarakat yang terwakili dari partai politik menjadi hilang karena ambang batas
yang ditentukan dalam undang-undang pemilu mengakibatkan partai politik yang tidak
memenuhi ambang tidak dapat mengusulkan calon Presiden dan Wakil Presiden.

19
DAFTAR PUSTAKA

Adrian Wisnu A., Sunarso. (2020). Dampak Presidential Threshold terhadap Partai
Politik dalam Pemilihan Presiden 2019. 468-469.

Amsari, F. (2019, Januari 29). Arti Presidential Threshold dalam Pemilu. Diambil
kembali dari https://www.hukumonline.com/klinik/a/arti-ipresidential-threshold-
i-dalam-pemilu-lt5c2c96b9b0800#!)

Ansori, L. (2017). Telaah Terhadap Presidential Threshold dalam Pemilu Serentak 2019.
21.

AR, Fauzi Ali. (2021). Problematika Sistem Presidential Threshold dalam Pemilihan
Presiden dan Wakil Presiden dalam Perspektid Sistem Presidential di Indonesia
di Kota Makassar (Skripsi, UIN Alauiddin Makassar). Diakses dari:
IH_2021_FAWZI ALI AKBAR RASFANJANI.pdf (uin-alauddin.ac.id)

C, Lupitta R. (2017). Ketentuan Ambang Batas Pencalonan Presiden dalam Pemilihan


Umum Presiden dan Wakil Presiden dalam Perspektif Sistem Pemerintahan
Presidential di Kota Jakarta (Skripsi, Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta).
Diakses dari: Ketentuan-Ambang-Batas-Pencalonan-Presiden-Dalam-Pemilihan-
Umum-Presiden-dan-Wakil-Presiden-Dalam-Perspektif-Sistem-Pemerintahan-
Presidensial-The-Presidential-Threshold-Requirement-in-the-Presidential.pdf
(archive.org)

Dian Fitri S., M. Saad. (2021). Keadilan dalam Pemilu Berdasarkan Sistem Presidential
Threshold . 25.

Diniyanto, A. (2018). Mengukur Dampak Penerapan Presidential Threshold di Pemilu


Serentak Tahun 2019. 88.

20
Erdianto, K. (2018, Juni 16). Jimly: Idealnya Presidential Threshold 0 Persen . Diambil
kembali dari https://nasional.kompas.com/read/2018/06/16/17252731/jimly-
idealnya-presidential-threshold-0-persen

Firdaus, S. U. (2010). Relevansi Parliamentary Threshold terhadap Pelaksanaan Pemilu


yang demokratis. 96.

Fitriyani, D. (2021, Juli 28). Mengenal Parliamentary Threshold dan Presidential


Threshold. Diambil kembali dari https://advokatkonstitusi.com/mengenal-
parliamentary-threshold-dan-presidential-threshold/

H, Dedik Y. (2018). Pengaturan Sistem Presidential Threshold dalam Pemilihan Umum


Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia di Kota Yogyakarta (Tesis,
Pascasarjana Universitas Atma Jaya Yogyakarta). Diakses dari: MIH025892.pdf
(uajy.ac.id)

I Gusti Ayu A.H., Desak L.B. (2020). Pengaruh Penentuan Parliamentary Threshold
dalam Pemilihan Umum Legislatif dan Sistem Presidential di Indonesia. 39.

Jurdi, F. (2018). Pengantar Hukum Pemilihan Umum. Jakarta: Kencana.

Mahesa R., Laurel H. (2020). Problematika Ambang Batas Suara (Threshold) dalam
Pemilihan Umum di Indonesia. 178-179.

Muhadum L, & Leguh I. (2015). Partai Politik dan Sistem Pemilihan Umum di
Indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Rahayu, P. (2020). Dasar Perubahan Parliamentary Threshold dalam Undang-Undang


Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum di Kota Banda Aceh (Skripsi,
UIN AR-RANIRY Banda Aceh). Diakes dari: Putri Rahayu, 160106086, FSH,
IH, 082237049491.pdf (ar-raniry.ac.id)

Risan P., Yusril K., & Firman L. (2022). Sistem Pemilu Proporsional Tertutup dalam
Analisis Pemilu 2024. 178.

21
Rokhim, A. (2011). Pemilihan Umum dan Model Parliamentary Threshold Menuju
Pemerintahan yang demokratis di Indonesia. 90.

Sandri S.N., Tommy F.S., & Henderik B.S. (2021). Analisis Yuridis Tentang Ambang
Batas Parlemen (Parliamentary Threshold) dalam Pemilihan Umum Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Pasca Keluarnya Undang-Undang Dasar
Nomor 7 Tahun 2017. 185.

Sinta Devi A., M. Roziq S., & Stella M.S.A. (2020). Rekonstruksi Sistem Presidential
Threshold dalam Sistem Pemilu di Indonesia (Studi Perbandingan Sistem
Presidential Threshold Indonesia dan Brazil. 88.

soepiadhy, S. (2010). Pembatasan Parpol dengan Parliamentary Threshold .

Sultoni F., Baharuddin R., M., Iffatul L., & Miftaqul J. (2022). Problematika
Konstitusional Presidential Threshold di Indonesia. 17.

22

Anda mungkin juga menyukai