Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MAKALAH HUKUM TATA NEGARA

“PENYELENGGARAAN PEMILHAN UMUM”

OLEH :

WIKRADIANSYAH

NIM : 201130505

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEMBILANBELAS NOVEMBER KOLAKA

KOLAKA

2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...............................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1

A. Latar Belakang....................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................3

A. Pengertian pemilihan umum ..............................................................................3

B. tujuan dari pemilihan umum ..............................................................................4

C. sistem pemilihan umum .....................................................................................6

D. pelanggaran dan penyelesaian sengketa pemilihan umum .................................9

BAB III PENUTUP....................................................................................................15

A. Kesimpulan ........................................................................................................15

B. Saran ..................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................16
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara umum demokrasi diartikan sebagai pemerintahan yang berasal dari rakyat
oleh rakyat dan untuk rakyat. Salah satu prinsip demokrasi yang penting adalah adanya
Pemilihan Umum, yang mana pemilihan umum tersebut sebagai perwujudan nyata
kedaulatan rakyat atas keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Seperti kita ketahui sistem politik di Indonesia dewasa ini sedang mengalami proses
demokratisasi yang membawa berbagai konsekuensi tidak hanya terhadap dinamika
kehidupan politik nasional, namun juga terhadap dinamika sistem-sistem lain yang
menunjang penyelenggaraan kehidupan kenegaraan. Pembangun sistem politik yang
demokratis diarahkan agar mampu mempertahankan keutuhan wilayah Republik
Indonesia dan makin mempererat pers.

Aturan dan kesatuan Indonesia yang akan memberikan ruang yang semakin luas
bagi terwujudnya keadilan sosial dan kesejahteraan yang merata bagi seluruh rakyat
Indonesia.

Kegiatan pemilihan umum merupakan salah satu sarana penyaluran hak asasi
warga negara yang sangat prinsipil. Oleh karena itu, dalam rangka pelaksanaan hak-hak
asasi warga negara adalah keharusan bagi pemerintah untuk menjamin terlaksananya
penyelenggaraan pemilihan umum sesuai dengan jadwal ketatanegaraan yang telah
ditentukan. Sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat dimana rakyatlah yang berdaulat,
maka semua aspek penyelenggaraan pemilihan umum itu sendiri pun harus juga
dikembalikan kepada rakyat untuk menentukannya. Adalah pelanggaran terhadap hak-hak
asasi apabila pemerintah tidak menjamin terselenggaranya pemilihan umum,
memperlambat penyelenggaraan pemilihan umum tanpa persetujuan para wakil rakyat,
ataupun tidak melakukan apa-apa sehingga pemilihan umum tidak terselenggara
sebagaimana mestinya.

Maka dalam makalah kali ini kami akan membahas lebih lanjut tentang pemilihan
umum, sistem pemilihan umum, penyelenggara pemilihan umum, dan pelanggaran serta
penyelesaian sengketa dalam pemilihan umum.
B. Rumusan Masalah

Dari pemaran diatas, maka kami dapat merumuskan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah pengertian pemilihan umum?

2. Apakah tujuan dari pemilihan umum?

3. Bagaimanakah sistem dalam pemilihan umum?

4. Bagaimanakah pelanggaran dan penyelesaian sengketa pemilihan umum?


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pemilihan Umum

Pemilihan umum atau sering disebut pemilu  merupakan suatu kata yang yang begitu
akrab dikalangan politik dan pergantian pemimpin. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), kata pemilihan berasal dari kata pilih yang artinya “dengan teliti memilih” tidak
dengan sembarangan, dan kata umum  berarti “mengenai seluruhnya atau semuanya”,
tidak menyangkut yang khusus (tertentu) saja. Kata pemilihan umum adalah memilih
dengan cermat, teliti, seksama sesuai dengan hati dengan hati nurani seorang wakil yang
dapat membawa amanah dan dapat menjalankan  kehendak pemilih.

Menurut Wikipedia Pemilihan umum (disebut Pemilu) adalah proses memilih orang


untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam,
mulai dari Presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai Kepala
desa. Pada konteks yang lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-
jabatan seperti ketua OSIS atau ketua kelas, walaupun untuk ini kata 'pemilihan' lebih
sering digunakan.

Menurut Ali Moertopo, pemilihan umum adalah sarana yang tersedia bagi rakyat
umtuk ,emjalankan kedaulatannya dan merupakan lembaga demokrasi. Secara teoritis
pemilu dianggap tahap paling awal rangkaian kehidupan ketatanegaraan yang demokratis,
sehingga pemilu menjadi motor penggerak mekanisme sistem politik demokrasi. Pemilu
merupakan tanda kehendak rakyat dalam suatu demokrasi, jadi setiap warga Negara
berhak ikut aktif dalam proses politik termasuk dalam pemilu. Pemilu menjadi salah satu
sarana utama untuk menegakkan tatanan demokrasi yang berkedaulatan rakyat. Di
kebanyakan Negara demokrasi, pemilu dianggap lambang skaligus tolok ukur demokrasi
tersebut.

Dipandang dari sudut pandang Hukum Tata Negara, pemilu merupakan proses politik
dalam kehidupan ketatanegaraan sebagai sarana  pembentukan lembaga-lembaga
perwakilan yang mengemban amanat rakyat. Menurut Sri Soemantri, sebagai syarat
mutlak berlakunya demokrasi yaitu pemilu yang dilaksanakan harus bebas, dan bisa
dihubungkan dengan kenyataan, dimana nilai suatu pemerintahan untuk sebagian besar
bergantung pada orang-orang yang duduk di dalamnya.
Pemilu itu terkait dengan hak asasi manusia, karena manusia mempunyai hak
kebebasan atau kemerdekaan. Berikut ini merupakan aspek-aspek manusia:

1.      Sebagai makhluk pribadi (makhluk individu)

2.      Semua manusia adalah sama

3.      Manusia adalah makhluk rasional

4.      Manusia pada dasarnya adalah baik

5.      Manusia adalah makhluk yang mampu mendisiplinkan dirinya sendiri.

Kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat dijamin UUD 1945 yang dapat
dilakukan dengan pemberian suara dalam pemilihan umum.  “Pemilihan umum
merupakan sarana pelaksanaan asas kedaulatan rakyat yang pada hakikatnya merupakan
pengakuan dan perwujudan hak-hak politik rakyat dan sekaligus merupakan
pendelegasian hak-hak tersebut oleh rakyat kepaa wakil-wakilnya untuk menjalankan
pemerintahan”. Pemilu juga merupakan upaya mewujudkan cita-cita Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia untuk tetap harus dalam penyelenggaraan pemerintah
sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945. “Pada hakikatnya pemilihan umum, di Negara
manapun mempunyai esensi yang sama. Pemilihan umum berarti rakyat melakukan
kegiatan memilih orang atau kelompok orang menjadi pemimpin rakyat atau pemimpin
Negara, pemimpin yang dipilih itu akan menjalankan kehendak rakyat”.

B. Tujuan dari Pemilihan Umum

Sarana politik untuk mewujudkan kehendak rkyat kepada Negara dalam sistem
Demokrasi Pancasila adalah pemilihan umum. Rakyat sebagai pemegang kkedaulatan
berhak menentukan warna dan bentuk dan bentuk pemerintahan serta tujuan yang hendak
dicapai, sesuai dengan konsitusi yang berlaku.

Selain lndasan umum dan asas, pemilihan umum juga mempunyai tujuan yang harus
dicapai. Seperti yang telah kita ketahui bahwa pemilihan umum atau pemilu digelar
sebanyak satu kali dalam lima tahun untuk memilih Presiden dan wakilnya merupakan
salah satu tujuan pemilihan umum yang sangat penting.

Tujuan adanya pemilihan umum ialah:


1.      Memungkinkan terjadinya peralihan pemerintahan secara aman dan tertib.

2.      Melaksanakan kedaulatan rakyat.

3.      Melaksanakan hak asasi warga negara.

Tujuan pertama yaitu, memungkinkan terjadinya peralihan pemerintahan secara


aman dan tertib. Aman berarti “suatu keadaan pribadi dengan perasaan bebas dari
ketakutan akan kemungkinan adanya suatu bahaya atau berbagai hal yang tidal
diinginkan”. Tertib mengandung arti “ suatu keadaan antara pribadi yang serba teratur
dengan segala hal terjadi atau berlangsung menurut ukuran yang seharusnya”. Dengn
demikian peralihan pemerintahan diharapkan tidk terjadi dengan kekerasan seperti
kudeta, tetapi haruslah dengan cara yang teratur yang menjmin  keamanan demi stabilitas
nasiaonal. Oleh karena itu alasan pemilihan sangatlah penting bgi kehidupn demokrasi,
sebab salah satu alasannya melalui pemilihan umum memungkinkan suatu komunitas
politik melakukan ttansfer kekuasan dengan secara damai.

Tujuan kedua yaitu, untuk melaksanakan kedulatan rakyat, seperti bahwa kedaulatan
berada ditangan rakyat. Maka rkyat mewakili kepada  wakil-wakilnya yang duduk dalam
badan perwakilan rakyat untuk melaksanakan kedaulatan yang dipunyai oleh rakyat.
Pemilihan umum harus dilakukan secara berkala, karena mempunyai fungsi sebagai
sarana pengawasan bagi rakyat terhadap wakilnya. Wakil tidak akan dipiliha jika sejalan
dengan para pemilihnya, dalam melaksanakan fungsinya. Begitu juga “penunjukan wakil-
wakil rakyat diselenggarakan melalui suatu pemilihan umum, harus memberikan jaminan
sebesar-besarnya, bahwa wakil-wakil yang terpilih itu memang sungguh memenuhi
syarat-syarat tertentu, yaitu mereka yang dipercayai oleh pemilih sebagai orang yang
jujur dan sanggup memperjuangkan kepentingan mereka”.

Tujuan ketiga yaitu, dalam rangka melaksanakan hak-hak asas warga dalam arti
seluruh warga negara indonesia mempunyai hak yang sama dengan tidak membeda-
bedakan suku bangsa, agama, usia, jenis kelamin, sosial, dan lain sebagainya. Hal ini
karena kedaulatan rakyat berisi pengakuan akan harkat dan martabat manusia, sedangkan
pengakuan martabat manusia berarti menghormati dan menjunjung tinggi segala hak-hak
asas yang melekat padanya. Kedaulatan rakyat akan terwujud dalam bentuk hak asasi
manusia disegala bidang. Rakyat pemilih diberi kebebasan untuk menentukan pilihannya
masing-masing sesuai dengan hati nuraninya.
C. Sistem Pemilihan Umum

Menurut sigit pamungkas “sistem pemilu merupakan seperangkat metode atau


aturan untuk mentransfer suara pemilih ke dalam satu lembaga perwakilan”. Arti lain dari
sistem pemilu merupakan metode yang didalamnya suara-suara yang diperoleh dalam
pemilihan yang diterjemahkan dalam parlemen oleh partai-partai dan para kandidat.
Pendapat lain menyatakan bahwa sistem pemilu sebagai aturan atau prosedur yang
memungkinkan adanya suara yang telah dipungut dalam suatu pemilihan umum.
Pendapat dieter nohlen sebagaimana dikutip oleh khairul fahmi mendefinisikan sistem
pemilihan umum dalam dua pengertian, yaitu dalam artian luas dan arti sempit. Arti luas
dari sistem pemilihan adalah segala proses yang berhubungan dengan hak pilih,
administrasi pemilihan dan perilaku pemilihan. Sedangkan pengertian secara arti sempit
adalah suatu cara dimana pemilih dapat mengekspresikan diri dalam member suara,
dimana suara tersebut ditransformasikan menjadi kursi di parlemen.

Sistem pemilu merupakan permasalahan yang utama dalam tatanan pemilihan dalam
pelaksanaannya, dikarenakan sitem pemilu akan sangat berpengaruh dengan tahapan dan
pelaksanaan pemilu selanjutnya. Begitu juga sistem pemilu akan menentukan demokratis
dan tidaknyapemilu dilaksanakan. Setiap sistem pemilihan memiliki nilai-nilai tertentu,
masing-masing pun memiliki kekurangan dan kelebihan. Hal ini pun terlihat disetiap
pemilihan Negara mana pun yang memang sama-sama tidak ada ke idealisasian dalam
sistem pemilu, namun semua sistem itu memiliki persamaan yaitu suatu proses
pengembangan atau reformasi sistem pemilu agar pemilu itu sendiri memiliki legitimasi
dan demokratis.

Metode pemilihan umum ini dibentuk berdasarkan budaya dan adat suatu daerah,
dimana budaya tersebut tidak akan terganggu oleh kedatangan metode atau reformasi
baru mengenai pemilu. Diantara sistem pemilu yang perlu diketahui ada beberapa
diantaranya :

1.      Pemilihan kompetitif/ sistem demokratis

Isi dari sistem demokratis ini adalah sebagai berikut :

a)      Legitimasi sistem politik dan pemerintah, yang terdiri dari satu partai atau koalisi
partai lain
b)      Pemindahan kepercayaan kepada orang atau partai polotik

c)      Rekrutmen elit polotik

d)     Pembentukan suatu oposisi yang mampu menjalankan control

e)      Kesiapan bagi perubahan kekuasaan

f)       Representasi pendapat dan kepentingan para pemilih

g)      Penyaluran konflik politik menurut prosedur yang ada guna keamanannya

2.      Pemilihan semi-kompetitif / sistem otoritarian

Isi dari sistem demokratis ini adalah sebagai berikut :

a)      Upaya pelegitimasian struktur kekuasaan yang ada

b)      Détente (peredaran ketegangan) politik internal

c)      Memperoleh reputasi di mata luar negeri

d)     Manifestasi dan integritas persial oposisi politik

e)      Penyesuaian dalam struktur kekuasaan yang dirancang untuk menstabilkan sistem

f)       Penjelasan kriteria kebijakan komunis

g)      Pendokumentasian kepastian kelas pekerja dan partai dengan pencapaian persentase


maksimum hasil pemilihan dan persetujuan para calon yang ada dalam daftar yang
tunggal

Sistem-sistem yang ada terhadap sistem yang lainnya dalam pemilihan ini berkembang
dan menunjukkan variasi lain yang sistem tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3
kelompok besar diantaranya ;

1.      Sistem pluralitas-mayoritas

Sitem pluralitas :
1)      First past the post, yakni pemilihan diselenggarakan dalam satu distrik dan
pemenangnya adalah kandidat yang meraih jumlah suara terbanyak dan tidak harus
meraih suatu mayoritas

2)      Suara blok (block vote, BV), yakni sitem yang merupakan penerapan FPTP pada
suara banyak pada tingkat, dengan sistem dimana pemilih memilih partai bukan calon,
dengan partai yang meraih suara terbanyak memperoleh semua kursi distrik

Sitem mayoritas:

1)      Suara alternative yakni sistem mayoritas dimana terbuka kemungkinan pemilih


membuat rangking calon secara urut menurut pilihan mereka

2)      Sistem dua babak yakni pemilihan dalam dua babak, yang mana jika seseorang
memperoleh mayoritas suara absolute, dia langsung terpilih tanpa pemilihan kedua, dan
bilamana tidak ada kandidat yang memperoleh suara terbanyak maka babak kedua
pemungutan dilakukan

2.      Sistem semi proporsional

Sistem ini didasarkan pada terjemahan jumlah suara yang diperoleh menjadi kursi yang
dimenangkan dengan cara-cara yang proporsional juga, sistem ini terdiri dari :

1)      Suara tunggal yang tidak dapat dialihkan yakni pemilih berhak atas satu suara,
namun karena ada beberapa kursi yang masih kosong mak kandidat terbanyaklah yang
mengambil alih

2)      Sistem campuran yakni sistem dengan menggunakan daftar PR (proposional


representation) maupun distrik-distrik dengan suara tunggal secara berdampingan

3.      Sistem perwakilan proporsional

Sistem ini didesain untuk mengurangi ketimpangan antara jatah suara nasional suatu
partai dengan jatah kursi parlemen

1)      Sistem daftar PR, merupakan pemilihan perwakilan proporsional yang paling


umum, mengharuskan partai menampilkan daftar calon di depan pemilih dan pemilih
menentukan pilihannya pada partai, bukan calon.
D. Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa Pemilihan Umum

1.      Pelanggaran Pemilu

KPU yang mempersiapkan penyelenggaraan pemilu dengan berbagai tahapan dapat


saja melakukan kesalahan ataupun pelanggaran. Hal itupun bisa terjadi pada lembaga
pengawas pemilu yang melaksanakan pengawasan pemilu, oleh Bawaslu. Maka
dibentuklah Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Akan tetapi,
pelanggaran dan kecurangan pemilu tidak dapat diselesaikan oleh DKPP. Tugas, fungsi,
dan wewenang DKPP hanya sebagai peradilan kode etik bagi penyelenggara pemilu yaitu
KPU dan Bawaslu.

Undang – Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD,
Undang – Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden,
dan Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah (pemilukada)
mengatur tentang penyelesaian sengketa pemilu, baik karena pelanggaran kode etik,
pelanggaran administrasi, sengketa tata usaha negara, tindak pidana pemilu, maupun
sengketa hasil pemilu.

Ada perbedaan antara pemilu 2014 dengan pemilu sebelumnya mengenai


mekanisme dan kelembagaan penyelesaian sengketa dan pelanggaran pemilu. Perubahan
tersebut setidaknya ada dua hal, pertama, pemberian kewenangan yang lebih besar
kepada Bawaslu untuk menyelesaikan sengketa. Kedua, adanya tiga peradilan yang
terlibat dalam penyelesaian sengketa dan pelanggaran pemilu, yaitu Pengadilan Negeri
Pngadilan Tata Usaha Negara, dan Mahkamah Konstitusi. Dan macam – macam
pelanggaran ada dua yaitu

a)      Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu

Ketentuan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu pertama kali diatur dalam
Undang – Undang Nomor 8 Tahun 2012. Kode Etik Penyelenggara Pemilu berlaku bagi
semua yang dapat menyelenggarakan pemilu yakni KPU dan Bawaslu, baik untuk pemilu
legislatif maupun pemilu Presiden dan Wakil Presiden, serta Pemilihan Umum Kepala
Daerah. Dan adapun penjelasan tersebut terdapat dalam Pasal 251 dan 252 Undang –
Undang Nomor 8 Tahun 2012.

b)     Pelanggaran Administasi Pemilu


Pelanggaran administasi Pemilu adalah pelanggaran yang meliputi tata cara,
prosuder, dan mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pemilu dalam
setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu di luar tindak pidana Pemilu dan pelanggaran
kode etik penyelenggara Pemilu (Pasal 253 Undang – Undang Nomor 8 Tahun
2012). Dengan demikian, pelanggaran administrasi adalah pelanggaran terhadap
mekanisme, tahapan, syarat dan hal lain, yang tidak diancam dengan sanksi pidana.
Dalam pemilu untuk memilih anggota legislatif, ketentuan Pasal 253 Undang – Undang
Nomor 8 Tahun 2012 ini memberikan pengertian yang jelas apabila dibandingkan dengan
Undang – Undang sebelumnya untuk mengatur pemilu. Selanjutnya sebagai upaya
penyelesaian pelanggaran administrasi pemilu dijelaskan dalam Pasal 254 sampai 256
Undang – Undang Nomor 8 2012.

2.      Sengketa Pemilu

Pasal 257 Undang – Undang Nomor 8 Tahun 2012 menyatakan bahwa yang
dimaksud dengan sengketa peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu, sebagai akibat
dikeluarkannya keputusan KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten / Kota. Jadi,
sengketa pemilu itu terjadi, karena perselisihan atau sengketa antarpeserta pemilu atau
peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu (KPU). Undang – Undang Nomor 8 Tahun
2012 memberikan kewenangan kepada Bawaslu dalam menyelesaikan sengketa pemilu.
Dalam Pasal 258 Undang – Undang Nomor 8 Tahun 2012 yang beri kewenangan kepada
Bawaslu. Yaitu :

1)      Bawaslu berwenang menyelesaikan sengketa Pemilu

2)      Bawaslu dalam melaksanakan kewenangannya dapat mendelegasikan kepada


Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten / Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawasan
Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri

3)      Bawaslu memeriksa dan memutuskan sengketa Pemilu paling lama 12 (dua belas)
hari sejak diterimanya laproan tau temuan

4)      Bawaslu melakukan penyelesaian sengketa Pemilu melalui tahapan :

a.    Menerima dan mengkaji laporan atau temuan, dan

b.    Mempertemukan pihak – pihak yang bersengketa untuk mencapai kesepakatan


melalui musyawarah dan mufakat.
5)      Dalam hal tidak tercapai kesepakatan antara pihak yang bersengketa sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) huruf b Bawaslu memberikan alternatif penyelesaian kepada
pihak yang bersengketa.

Keputusan Bawaslu bersifat terakhir dan mengikat. Keputusan Bawaslu berkaitan


dengan verifikasi partai politik dan daftar calon tetap anggota legislatif. Apabila
keputusannya tidak dapat menyelesaikan masalah, maka dapat diajukan gugatan kepada
pengadilan tinggi tata usaha negara. Semua itu diterangkan dalam Pasal 259 Undang –
Undang Nomor 8 Tahun 2012.

Berdasarkan ketentuan Pasal 257, Pasal 258, dan Pasal 259, Bawaslu hanya memiliki
kewenangan menyelesaikan sengketa dalam hal sengketa pemilihan umum anggota DPR,
DPD, dan DPRD, dan tidak memiliki kewenangan untuk menyelesaikan sengketa
pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden serta Pemilihan Umum Kepala Daerah.

Dalam hal Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, maka Bawaslu hanya
menerima laporan pelanggaran pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Apabila menerima
laporan pelanggaran administrasi, maka Bawaslu meneruskan kepada KPU, dan apabila
pelanggaran yang terjadi adalah pelanggaran pidana, maka Bawaslu meneruskan kepada
penyidik Polri. Begitu juga dalam pemilihan umum Kepala Daerah, Bawaslu tidak
memiliki kewenangan dalam penyelesaian sengketa pemilihan umum Kepala Daerah.

3.     Sengketa Tata Usaha Negara

Undang – Undang Nomor 8 Tahun 2012 mengatur tentang sengketa tata usaha
negara yang sebelumnya tidak diatur. Ketentuan ini muncul karena pengalaman pemilu
sebelumnya yang memerlukan penyelesaian hukum yang adil. Penyelenggara pemilu
(KPU dan Bawaslu) sebagai penyelenggara negara yang keputusannya dapat saja
melampaui kewenangan yang diberikan Undang – Undang, sehingga keputusan dapat
digugat ke pengadilan. Dengan demikian, diperlukan mekanisme hukum untuk
menyelesaikannya.

Sengketa tata usaha negara Pemilu adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata
usaha negara Pemilu antara calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten
/ Kota, atau partai Politik calon Peserta Pemilu dengan KPU, KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/ Kota (Pasal 268 ayat [1] Undang – Undang Nomor 8 Tahun 2012). Sengketa
tata usaha negara Pemilu merupakan sengketa yang timbul antara :
1.      KPU da Partai Politik calon Pesera Pemilu yang tidak lolos verifikasi sebagai akibat
dikeluarkannya Keputusan KPU tentang penetapan Partai Politik Peserta Pemilu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan

2.      KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten / Kota dengan calon Anggota DPR, DPD,
DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota yang dicoret  dari daftar calon tetap sebagai
akibat dikeluarkannya Keputusan KPU, tentang penetapan daftar calon tetap sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 65 dan Pasal 75  (Pasal 268 ayat [2] Undang – Undang Nomor
8  Tahun 2012).

Sebagai upaya penyelesaian sengketa tata usaha negara, maka Pasal 269 Undang –
Undang Nomor 8 Tahun 2012 menjelaskan proses berita acara pengajuan gugatan
sengketa tata usaha negara pemilu. Yaitu dalam Pasal 269 dan 270.

4.      Tindak Pidana Pemilu

Undang – Undang Nomor 8 Tahun 2012 mengenai tindak pidana, dan yang
dimaksud dengan tindak pidana adalah pelanggaran pidana dan kejahatan. Undang –
Undang Nomor 8 Tahun 2012 lebih mempertegas tentang tindak pidana, yang menurut
Undang – Undang lama hanya karena pelanggaran pidana pemilu. Pasal 260 Undang –
Undang Nomor 8 Tahun mengatur demikian, yaitu : “ Tindak pidana Pemilu adalah
tindak pidana pelanggaran dan/atau kejahatan terhadap ketentuan tindak pidana Pemilu
sebagaimana diatur dalam Undang – Undang ini”.

Ketentuan tindak pidana yang merupakan pelanggaran dalam Undang – Undang


Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD dalam Pasal 273,
sampai Pasal 321. Dan ketentuan pidananya diatur dalam Pasal 202 sampai Pasal 259.
Pasal – Pasal yang mengatur ketentuan pidana pemilihan umum kepala daerah adalah
Pasal 115 sampai 119.

5.      Penyelesaian Sengketa Hasil Pemilu

Proses Pemilu sebagai sebuah proses politik bukan berarti tanpa


permasalahan,sebab pelanggaran pemilu sudah menjadi suatu hal yang tidak dapat
dihindari. Hasil pemilu dapat diingkari oleh salah satu peserta pemilu. UUD 1945
memberikan penegasan untuk menyelesaikan masalah sengketa hasil pemilu. UUD 1945
memberikan kewenangan kepada Mahkamah Konsitusi untuk menangani sengketa hasil
pemilu untuk semua pelaksanaan pemilu di Indonesia. Menurut Mahmud MD, salah satu
yang melatarbelakangi dilahirkannya Mahkamah Konsitusi ini adalah banyaknya
pelanggaran atau kecurangan pemilu di masa lalu yang perlu diadili secara khusus, di luar
pengadilan. Itulah sebabnya, salah satu kewenangan Mahkamah Konsitusi yang diberikan
langsung melalui Pasal 24C adalah memutus sengketa hasil pemilihan umum.

Hal ini karena “sengketa pemilu atau perselisihan antara dua pihak atau lebih yang
ditimbulkan oleh karena adanya perbedaan penafsiran antara para pihak atau
ketidaksepakatan tertentu yang berhubungan dengan fakta kegiatan dan peristiwa hukum
atau kebijakan”. Oleh karena KPU sebagai “Badan Penyelenggara Pemilu diberi tugas
berat untuk melaksanakan pemilu, sehingga keputusannya kadang – kadang menjadi
obyek keberatan atau gugatan.

Di Indonesia, tidak ada institusi yang berwenang dapat membatalkan hasil pemilihan
umum, tetapi hanya ada institusi atau lembaga yang menangani sengketa hasil pemilu.
Sebagaimana dijelaskan bahwa penyelesaian sengketa pemilu dapat diselesaikan, baik
melalui lembaga peradilan maupun Bawaslu, sedangkan Mahkamah Konsitusi hanya
berwenang memutus perselisihan hasil pemilu antara peserta pemilu dengan
penyelenggara Pemilu (KPU).

UUD 1945 tidak menegaskan tentang pengertian dan ruang lingkup mengenai apa
yang dimaksud dengan “perselisihan hasil pemilihan umum” yang tercantum dalam Pasal
24C ayat [1]. Sehingga Undang – Undang- Lah yang kemudian mengaturnya. Pasal 24C
ayat [2] huruf a dan c Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Konsitusi yang diubah dengan Undang – Undang Nomor 8 Tahun 2011 memberikan
pengertian bahwa penetapan hasil pemilihan umum yang dilakukan secara nasional oleh
Komisi Pemilihan Umum yang mempengaruhi : “terpilihnya calon Anggota DPD” dan
“peroleh kursi partai politik peserta pemilihan umum di suatu daerah pemilihan’.
Selanjutnya Pasal 271 dan Pasal 272 Undang – Undang Nomor 8 Tahun 2012 mengatur
penyelesaian perselisihan hasil pemilu.

Demikian halnya dengan pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta Pemilu kepada
daerah sama sebagaimana penyelesaian sengketa hasil pemilu anggota DPR, DPD, dan
DPRD. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta Pemilukada penyelesaian sengketa
hasil pemilu dilakukan oleh Mahkamah Konsitusi. Undang – Undang Nomor 42 Tahun
2008 memberikan landasan hukum mengenai penyelesaian perselisihan hasil pemilu
Presiden dan Wakil Presiden. Yang dijelaskan dalam Pasal 201 Undang – Undang Nomor
42 Tahun 2008.

Perselisihan hasil pemilu kepala daerah yang semula menjadi kewenangan


Mahkamah Agung beralih menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi. Tindakan hukum
tersebut merupakan pelaksanan ketentuan Pasal 236C Undang – Undang Nomor 12
Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang – Undang Nomor 34 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah.

Pada mulanya yang dimaksudkan pemilu adalah pemilu untuk memilih anggota DPR,
DPD, dan DPRD, serta pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Pembentuk Undang –
Undang pada saat itu melihat pemilihan kepala daerah dan wakil daerah bukan merupaka
rezim pemilu, sehingga wewenang untuk menyelesaikan sengketa hasil pemilihan kepala
daerah dan wakil daerah diberikan kepad Mahkamah Agung.

UUD 1945 hanya menenutukan kepala daerah dipilih secara demokratis, sehingga
pemilihan kepada daerah tidak dimasukkan dalam penyelenggaraan pemilu sebagaimana
telah diatur dalam pasal 22E ayat 2 UUD 1945. Selanjutnya melalui Undang-Undang
nomor 22 tahun 2007, bahwa pemilihan kepala daerah dimasukkan ke dalam rezim
pemilu. Dengan demikian, wewenang memutus perselisihan hasil pemilihan kepala
daerah juga dialihkan kepada Mahkamah Konstitusi, dengan alas an UUD 1945
menentukan lembaga yang berwenang memutus perselisihan hasil pemilu adalah
Mahkamah Konstitusi.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pemilihan umum merupakan sarana pelaksanaan asas kedaulatan rakyat yang pada
hakikatnya merupakan pengakuan dan perwujudan hak-hak politik rakyat dan sekaligus
merupakan pendelegasian hak-hak  tersebut oleh rakyat kepaa wakil-wakilnya untuk
menjalankan pemerintahan.

2.    Pemilu memiliki tujuan, yaitu : memungkinkan terjadinya peralihan pemerintahan


secara aman dan tertib, melaksanakan kedaulatan rakyat, melaksanakan hak asasi warga
negara.

3.      Sistem pemilihan umum berdasarkan diatas

4.    Penyelenggara pemilihan umum ada tiga yaitu Komisi Pemilihan Umum, Badan
Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu

5.    Pelaksanaan Pemilu di Indonesia telah terjadi sebanyak sebelas kali yaitu dari tahun
1955 sampai 2014 yang tiga diantaranya dilakukan secara langsung yaitu tahun 2004,
2009, dan 2014.

6.   Pelanggaran dan penyelesaian sengketa pemilu meliputi : pelanggaran pemilu,


sengketa pemilu, sengketa tata usaha negara, tindak pidana pemilu, dan penyelesaian
sengketa hasil pemilu.

B. Penutup

saya menyadari bahwa makalah saya masih jauh dari kata sempurna, oleh
karenanya saya mohon kritikan dan saran yang bersift membangun demi perbaikan
makalah ini agar lebih baik lagi kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie, Jimly, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara,Jakarta: Konstitusi Pers, 2006

Irmansyah, Rizky Ariestandi, Hukum Hak Asasi Manusia Dan Demokrasi, Yogyakarta:


Graha Ilmu, 2013.

Sodikin, Hukum Pemilu (Pemilu sebagai Praktek Ketatanegaraan), Bekasi: Gramata


Publishing, 2014.

Anda mungkin juga menyukai