Anda di halaman 1dari 10

Lembaga penyelenggara pemilihan umum

Makalah ini ditulis untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Tatanegara Dan Hukum
Administrasi Negara
Dosen Pengampu:

Disusun Oleh :
Juliandre lombo (2202021009)

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH (HES’y)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI METRO
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbilalamin,Segala puji hanyalayak kita panjatkan kehadiratAllah

Swt.Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang

tiadaterkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul

“Lembaga Penyelenggara Pemilihan Umum”.

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi mata kuliah hukum tatanegara

dan hukum administrasi Negara.Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini

masih terdapat banyak kekurangan, olehkarena itu kritik dan saran dari semua pihak

sangat penulis hargai untuk memperbaiki dalampenyusunan makalah – makalah

berikutnya. Akhirnya kepada Allah penulis berserah diri atassegala kekurangan dan

semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Penulis berharap makalah ini

dapat memberikan kontribusi dalam perkembangan ilmupengetahuan dan memicu

penelitian yang lebih mendalam. Saya sadar bahwa dalam prosespenyusunan makalah

ini masih terdapat banyak kekurangan. Karena itu, saya

mengharapkankritikdansarandaripembacasekalian.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.................................................................................................. i
KATA PENGANTAR................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. LatarBelakang................................................................................................. 1
B. RumusanMasalah............................................................................................ 1
C. TujuanPenulisan.............................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian lembaga penyelenggara pemilihan umum..................................... 3
B. Lembaga penyelenggara pemilihan umum pada masa orde lama...................
C. Lembaga penyelenggara pemilihan umum pada masa orde baru....................
D. Lembaga penyelenggara pemilihan umum pada masa reformasi................... 4
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LatarBelakang
Pemilu merupakan mekanisme untuk memilih wakil rakyat di badan Eksekutif
maupun Legislatif di tingkat pusat maupun daerah.Pemilihan umum di Indonesia sejak
1955 hingga saat ini yang terakhir di Pemilu serentak 2019 mengalami banyak sekali
perubahan dari aspek kerangka hukum, penyelenggara, tahapan, peserta, kelembagaan,
Pelanggaran, maupun manajemen pelaksaannya. Salah satu ukuran dalam menilai
sukses nyapenyelenggaraan pemilihan umum adalah partispasi politik yang diwujudkan
dengan pemberian hak suara oleh masyarakat yang telah mempunyai hak pilih. Boleh
dikatakan bahwa semakin tinggi partipasi masyarakat dalam pemilahan umum itu lebih
baik.Sebaliknya, tingkat partispasi yang rendah pada umumnya dianggap sebagai tanda
yang kurang baik, karena dapat ditafsirkan bahwa banyak warga tidak menaruh
perhatian terhadap negara.

Pemilihan umum penting untuk diselenggarakan secara berkala disebabkan oleh


beberapa sebab. Pertama, pendapat atau aspirasi rakyat mengenai berbagai aspek
kehidupan bersama dalam masyarakat bersifat dinamis, dan , pberkembang dari waktu
ke waktu. Kedua, disamping pendapat rakyat yang berubah dari waktu ke waktu,
kondisi kehidupan bersama dalam masyarakat dapat pula berubah karena dinamika
dunia Intenasional atau faktor dalam negeri sendiri, baik karena faktor internal manusia
maupun faktor eksternal. Ketiga, perubahan-perubahan aspirasi dan pendapat rakyat
juga dapat dimungkinkan terjadi karena pertambahan jumlah penduduk dan rakyat
yang dewasa, terutama para pemilih baru belum tentu mempunyai sikap yang sama
dengan para orang tua merekasendir. Keempat, pemilihan umum perlu diadakan secara
terarur untuk maksud menjami terjadinya pergantian kepimpinan negara, baik dari
cabang kekuasaan eksekutif maupun legislative.

B. RumusanMasalah
1. Bagaimana lembaga penyelenggaraan pemilihan umum pada masa orde lama, orde
baru, dan masa reformasi?

C. Tujuan
1. Mengetahui penyelenggaraan pemilihan umum pada masa orde lama, orde baru,
dan masa reformasi
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian lembaga penyelenggaraan pemilihan umum

MAKALAH “ MAZHAB SOHABI ”


BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Mazhab Shahabi
Menurut UUD 1945 menyebutkan dalam Pasal 22E ayat (5) bahwa pemilihan
umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap,
dan mandiri. Yaitu diarahkan kepada sifat kelembagaan penyelenggara pemilu yang bebas
dari pengaruh kekuasaan manapun. Mandiri atau independen mengisyaratkan bahwa
penyelenggara pemilu harus netral dan tidak memihak, dimana tidak boleh dikendalikan
atau dikuasai oleh pejabat partai politik apapun atau peserta dan calon peserta pemilu
(Asshiddiqie, 2008).

Didalam pasal (Pasal 11 huruf i dan Pasal 85 huruf i Undang-Undang Nomor 15


Tahun 2011) yang menyangkut syarat bagi calon anggota penyelenggara pemilu (KPU dan
Bawaslu) yang memperbolehkan anggota partai politik untuk mencalonkan diri sebagai
anggota KPU dan Bawaslu dengan syarat cukup mengundurkan diri dari keanggotaan
partai politik pada saat mendaftar sebagai calon , oleh karna itu untuk menjadi anggota
penyelenggara pemilu calon anggota tidak boleh terikat oleh suatu partai politik atau masih
berada di dalam suatu partai politik.

Menurut Douglas Rae, dalam bukunya “The Political Consequences Of Electoral


Laws” yang diterbitkan Yale University Press, New Heaven and Connecticut (1971),
pemilu dapat dibedakan menjadi dua hal, yaitu electoral laws dan electoral
process.Electoral lawsadalah”those which govern the procesess by which electoral
preferences are articulated as votes are translated into distributions of governmental
authorithy (typically parliamentary seats) among competing political parties.

Yaitu proses pemilihan umum dimana warga negara menyalurkan aspirasinya


(voice) dengan tindakan menetapkan satu pilihan dengan beragam pertimbangan (vote)
Artinya, kondisi ideal yang ingin dicapai dalam pelaksanaan pemilihan umum adalah
koindisi antara seleksi (vote) dan pemungutan suara (voice) dari setiap warga negara
karena mereka telah menetapkan pilihan (vote) kepada kandidat atau partai tertentu untuk
menjadi wakil yang melaksanakan aspirasi (voice) masyarakat. jika kondisi ideal ini
terpenuhi, maka bisa dikatakan bahwa prinsip-prinsip utama demokrasi elektoral telah
dipenuhi.
Sedangkan yang dimaksud dengan “electoral process” adalah mekanisme yang
dijalankan dalam pemilu seperti pencalonan, kampanye, cara penghitungan penentuan
hasil, dan sebagainya1.

Berdasarkan hal tersebut, maka Penyelenggara Pemilu termasuk ke dalam


pengorganisasian yang menjadi bagian dari “electoral laws”

Artinya pemilu sebagai sebuah identitas mempunyai bagian-bagian yang tidak


terpisahkan. Salah satu bagiannya adalah penyelenggara pemilu tersebut,dalam
melaksanakan sebuah pemilihan umum termasuk melaksanakan sebuah pemilihan kepala
daerah secara langsung- diperlukan sebuah Electoral Management Body (EMB). EMB ini
didefinisikan sebagai organisasi yang memiliki tugas utama dan secara legal bertanggung
jawab melaksanakan satu atau lebih unsur-unsur yang penting dalam pelaksanaan pemilu
atau instrumen demokrasi langsung lainnya sebagaimana yang diatur dalam undang-
undang penyelenggara pemilu ini. EMB ini berfungsi sebagai administrator pemilu yang
memiliki tugas utama menangani administrasi pemilu.

Tujuan utama dari lembaga administrasi pemilihan umum atau EMB ini adalah
untuk mengantarkan sebuah pemilihan umum yang bebas dan adil kepada para pemilih.
Untuk itu, ia harus melakukan semua fungsinya dengan tidak berpihak dan secara efektif ia
harus meyakinkan bahwa integritas setiap proses pemilihan umum telah cukup terlindungi
dari petugas-petugas yang tidak kompeten maupun para manipulator yang ingin bertindak
curang.

Siapapun yang ditugaskan dalam administrasi ini harus pertama-tama harus


meyakinkan bahwa organisasi dan pelaksanaan pemilihan umum ini benar adanya;
Kegagalan untuk memenuhi tugas atau kegiatan yang paling sederhana pun tidak hanya
akan mempengaruhi kualitas pelayanan yang diberikan, tapi juga akan mengacaubalaukan
persepsi publik tentang kompetensi dan ketidakberpihakan dari administrator pemilu

Hal-hal paling penting dari sebuah penyelenggaraan pemilihan umum yang bebas
dan adil, dan lembaga ideal untuk melaksanakan pemilihan umum meliputi beberapa hal
yaitu:

Kemandirian dan Ketidakberpihakan. Makna kemandirian adalah tidak dapat


dipengaruhi oleh pihak manapun sehiungga lembaga ini bersih dari campur tangan pihak
manapun. Yang terpenting adalah bagaimana lembaga ini tidak bertindak bias atau
menghindari kecenderungan politis dari pihak tertentu. Tugas utamanya adalah untuk
melakukan administrasi atau mengawasi jalannya pemilihan umum.

Efisiensi. Prinsip ini untuk menegaskan bahwa diperlukan kepercayaankredibilitas


penyelenggara pemilu pada saat melaksanaan seluruh proses pemilu, sehingga dapat tepat
dan cepat dalam mengambil kebijakan dan tindakan. Berbagai faktor mempengaruhi
efisiensi, misalnya staf yang kompeten,
1
Syawawi, Reza. “Konstitusionalitas Kemandirian Lembaga Penyelenggara Pemilihan Umum (Analisis
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 81/PUU-IX/2011).” Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum, vol. 7, no. 2,
Desember 2020, hlm. 98–116. mail.ojs.uma.ac.id, https://doi.org/10.31289/jiph.v7i2.4204.
Profesionalisme, sumber daya, dan yang terpenting adalah waktu yang cukup
untuk mengorganisir pemilu. Profesionalisme. Sifat ini sangat penting dalam melihat
bagaimana sebuah lembaga penyelenggara pemilu bertindak sesuai tugas dan
wewenangnya. Oleh karena itu diperlukan sebuah lembaga yang profesional dalam
menyelenggarakan praktek demokrasi ini. Hal terpenting adalah harus diisi oleh orang
yang yang memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai prosedur pemilihan umum dan
filosofi pemilihan umum yang bebas dan adil, diberi wewenang untuk melaksanakan dan
mengatur proses tersebut.

Ketidakberpihakan dan Penanganan yang Cepat. Sama halnya dengan prinsip


sebelumnya adalah bagaimana lembaga penyelenggara pemilu tidak berpihak serta mampu
menangani berbagai persoalan secara cepat karena adanya konsekuensi setiap tahapan
pemilu. Pengaturan harus memberikan ruang bagi adanya keluhan dan keberatan serta
bagaimana mekanisme penanganannya secara adil dan efisien. Dengan demikian akan
muncul rasa percaya dari pihak-pihak yang berkepentingan kepada lembaga ini.

Transparan. Sebagai sebuah lembaga yang profesional, maka sifat transparan


adalah hal mutlak karena menyangkut munculnya kredibilitas dari proses pemilihan umum
secara substansial tergantung pada semua kelompok yang relevan. Aspek ini harus
memperoleh perhatian khusus dalam formulasi kerangka kerja lembaga legislatif pada
sebuah administrasi pemilu.

Fungsi dari badan administasi pemilu atau lembaga pemilu, menurut International
IDEA terdapat 8 (delapan) area yang terbagi dalam divisi-divisi fungsional yang harus ada
dalam sebuah komisi pemilihan umum:

Divisi personalia untuk melakukan rekrutmen dan melatih para petugas di seluruh negeri;

1. divisi keuangan untuk mengatur anggaran;


2. divisi legal untuk membentuk peraturan, menyusun prosedur dan mengevaluasi
keluhan-keluhan yang ada;
3. divisi investigasi untuk meninjau ulang keluhan-keluhan;
4. divisi logistik dan administrasi yang bertanggungjawab atas administrasi proses
yang berlangsung, komunikasi dan distribusi materi-materi pemilu;
5. divisi pemrosesan data atau teknologi informasi untuk memroses hasil pemilu
dan statistic
6. divisi informasi dan publikasi yang akan mengembangkan program pendidikan
dan menyebarluaskan keputusan yang telah diambil oleh komisi; dan
7. divisi perantara yang bertugas untuk berhubungan dengan pemerintah dan agen-
agen independen lainnya.
Pembagian kerja di atas yang terbagi dalam divisi-divisi menggambarkan tugastugas
yang akan diselenggarakan oleh sebuah lembaga penyelenggara pemilu sejak rekrutmen
petugas yang akan menjadi tulang punggung di lapangan, masalah tanggungjawab
keuangan yang bertugas merancang anggaran, serta divisi legal guna membentuk berbagai
peraturan serta prosedur agar bisa diimplementasikan di lapangan sebagai panduan bagi
semua pihak. Selanjutnya terdapat divisi investigasi atau lebih mirip sebagai divisi
pengawasan dalam konteks keperluan merespon berbagai keluhan atau keberatan dari
beberapa pihak dalam penyelenggaraan pemilu. 2
Yang sangat penting diperhatikan adalah divisi logistik dan administrasi yang
memiliki tugas sangat berat demi suksesnya suatu pemilu. Divisi lain yang patut ada adalah
yang berkaitan dengan pemrosesan data atau teknologi informasi serta divisi informasi
danpublikasi atau sosialisasi sehingga berbagai program dapat terlaksana dengan baik
sesuai rencana. Divisi lain adalah yang bertanggungjawab tentang hubungan dengan pihak
lain baik pemerintah maupun non pemerintah.

B. Lembaga penyelenggara pemilihan umum pada masa orde lama

Pemilihan umum sebagai salah satu prasyarat bagi berfungsinya sistem


pemerintahan yang demokratis, yang hampir selalu tercantum sebagai program dari
Kabinet Parlementer Republik Indonesia. Tetapi adanya keamanan yang masih rawan,
perhitungan biaya yang cukup tinggi serta permasalahan administrasi yang cukup
kompleks, keraguan partai yang sedang berkuasa akan nasibnya setelah pemilihan umum
adalah faktor yang memperlambat diadakannya pemilihan umum tersebut.

Adanya pergantian kabinet yang terus menerus dan menimbulkan instabilitas


politik akhirnya pemerintah mengambil tindakan yaitu dengan mengeluarkan UU No. 7
Tahun 1953 tentang pemilihan umum anggota DPR, keberadaan pemilihan umum dalam
usaha ke arah penyederhanaan partai politik mempunyai dua tujuan utama yaitu untuk
melaksanakan prinsip demokrasi dan mencapai stabilitas politik.

Akibat dari sistem Kabinet Parlementer dan sistem multi partai yang 197 dianut
oleh bangsa Indonesia saat itu, maka kabinet yang berkuasa rata-rata tidak berumur
panjang. Kabinet belum berhasil menggarap satupun program yang dibuatnya, sehingga
terpaksa harus mengembalikan pelimpahan kewenangan atau mandatnya. Hal ini
disebabkan oleh partai politik yang menjadi saingannya yang biasanya bertindak sebagai
pihak penentang, dan mereka lebih sering bersikap mencari kelemahan dari kabinet
tersebut untuk menjatuhkan. Tiap partai politik lebih mengutamakan kepentingan partainya
daripada kepentingan nasional. Hal ini sangat mengganggu kestabilan pemerintahan dan
menghambat pembangunan nasional. Keadaan seperti itu menimbulkan frustasi dan
kegelisahan di kalangan rakyat.

Memasuki awal 1955 mulai timbul gejala ketidakpuasan rakyat, yang disusul
dengan tuntutan-tuntutan agar segera diadakan pemilihan umum. Dengan pemilihan umum
ini diharapkan dapat mengakhiri suasana ketidakstabilan politik, kemudian terbentuklah
pemerintah yang stabil dan kuat. Dengan peme- rintahan yang kuat dan stabil tiap kabinet
dapat menyelesaikan programnya sehingga kestabilan sosial dan ekonomi rakyat dapat
terwujud. Pemilihan umum sebagai salah satu sarana untuk melaksanakan demokrasi
dengan tujuan mengikutsertakan rakyat dalam menentukan wakil dan calon pemimpinnya
belum dapat diselenggarakan di tahun-tahun awal kemerdekaan karena revolusi saat itu

2
Indra Pahlevi, jurnal LEMBAGA PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM
DI INDONESIA: BERBAGAI PERMASALAHANNYA
memang berada dalam suasana dimana kegiatan lebih diarahkan untuk mempertahankan 3
kemerdekaan ditambah pula dengan pertika an internal di dalam lembaga politik itu
sendiri.

Secara formal rencana pelaksanaan pemilihan umum baru mendekati kenyataan


setelah Presiden Soekarno mengeluarkan keputusan politik mengenai terbentuknya Panitia
Pemilihan Indonesia (PPI). Keputusan Presiden Republik Indonesia tertanggal 7 November
1953 ini merupakan payung hukum terbentuk dan dilantiknya PPI dan diangkat sumpahnya
oleh kepala negara pada tanggal 28 November Tahun 1953. Dilanjutkan dengan serah
terima dengan Kantor Pemilihan Pusat pada tanggal 3 Desember Tahun 1953. Pemerintah
pada tahap pertama berhasil menyelesaikan undang-undang yang mengatur susunan DPR
(UU No.27 Tahun 1948) dan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1950 sebagai penjelasan
UU susunan DPR. Upaya ini kemudian dilanjutkan pada Kabinet Wilopo yang berhasil
merumuskan dan mensyahkan 48 Undang-Undang No. 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan
Anggota Konstituante dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, yang kemudian dikenal
sebagai UU Pemilu 1953

Sebelum pemilihan umum dilaksanakan pada tanggal 29 September 1955 tidak


kurang dari 5 (lima) kabinet yang telah mencantumkan aktivitas politiktersebut ke dalam
programnya. Pemerintah pertama yang menyatakan pemilihan umum sebagai rencananya
adalah kabinet RIS yang berkuasa sejak 20 Desember 1949 sampai dengan 6 September
1950. Persiapan untuk pemilihan umum mulai diadakan oleh Kabinet Alisastroamijoyo 1
(31 Juli 1953-12 Agustus 1955). Hal-hal yang dipersiapkan antara lain membentuk panitia
pemilihan umum, baik untuk pusat maupun untuk daerah, menetapkan daerah pemilihan
dan daerah pemungutan suara.

Pada tanggal 16 April 1955 diumumkan bahwa pemilihan umum akan dilaksanakan
pada tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota DPR dan tanggal 15 Desember
1955 untuk memilih anggota konstituante. Dengan adanya pengumuman tersebut, maka
partai politik mulai berkampanye untuk menarik simpati dari rakyat. Kabinet Ali jatuh
pada tanggal 24 Juli 1955, maka pemilihan umum diadakan pada masa kabinet Burhanudin
Harahap (12 Agustus 1955 sampai dengan 3 Maret 1956). Sedangkan waktu pemilihan
umum yang telah ditetapkan oleh kabinet Ali Sastroamijoyo I tidak mengalami perubahan.

3
Indra Pahlevi, jurnal LEMBAGA PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM
DI INDONESIA: BERBAGAI PERMASALAHANNYA

Anda mungkin juga menyukai