Anda di halaman 1dari 49

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan reproduksi merupakan kesejahteraan fisik, mental, sosial yang
utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses
reproduksi. Saat ini masih banyak yang mengalami gangguan reproduksi, salah
satunya yaitu tumor. Tumor memiliki nilai sensitivitas yang cukup tinggi yaitu
90% - 91% (Arnila, Dewi, & Triwani, 2019). Penyakit ini memberikan risiko
hampir dua kali menimbulkan gangguan mental. Berdasarkan jenis kelamin
risiko penyakit tumor lebih banyak pada perempuan daripada laki-laki (Ratih
Oemiati, Ekowati Rahajeng, & Antonius Yudi Kristanto, 2011). Nugroho &
Utama (2014) menyatakan bahwa mioma uteri merupakan salah satu tumor jinak
pada dinding rahim wanita. Beberapa faktor yang mempengaruhi mioma uteri
diantaranya usia, paritas, genetik, dan fungsi ovarium. Mioma uteri terjadi pada
wanita berusia lebih dari 30 tahun, tetapi bisa juga tumbuh pada wanita usia
berapapun. Peningkatan risiko mioma pada usia lebih dari 30 tahun terkait
dengan stimulasi hormon estrogen yang dihasilkan oleh ovarium yang
mengalami peningkatan pada usia reproduksi.
Kebanyakan penderita mioma uteri tidak merasakan gejala khusus, tetapi
tidak menutup kemungkinan mioma tumbuh dengan gejala. Mioma uteri
lebih sering ditemukan pada wanita nulipara atau yang kurang subur.
Wanita yang sering melahirkan lebih sedikit kemungkinannya untuk terjadinya
perkembangan mioma ini dibandingkan wanita yang tidak pernah hamil atau satu
kali hamil (Octaviana, A. & Pranajaya, 2014).
Dampak yang muncul pada penyakit mioma uteri yaitu dapat menyebabkan
keguguran, persalinan prematuritas, gangguan saat proses persalinan, tertutupnya
saluran induk telur menimbulkan infertilitas, dan pada kehamilan kala tiga terjadi
gangguan pelepasan plasenta dan perdarahan. Pengaruh mioma bergantung
pada besar dan posisi tumor, jika tumor menyebabkan distorsi rongga
2

uterus, risiko abortus spontan menjadi 2 kali lipat dan kemungkinan


persalinan prematur meningkat. Komplikasi yang terjadi tergantung pada
jumlah, ukuran, dan posisi mioma di dalam uterus (Kurniaty & Sunarsih, 2018).
Kebanyakan kasus mioma uteri tidak memerlukan pengobatan, tetapi
penderita harus menjalani pemeriksaan rutin setiap 6-12 bulan. Pengobatan
dilakukan tergantung pada beratnya gejala, usia penderita, status kehamilan,
kesehatan menyeluruh, dan karakteristik mioma uteri. Penanganan dengan
tindakan operasi dilakukan apabila mioma uteri menimbulkan gejala seperti
perdarahan menstruasi yang hebat, nyeri hebat, pertumbuhan mioma sangat
cepat, dan ukuran mioma melebihi rahim. Hal tersebut dapat dilakukan dengan
tindakan pembedahan baik secara miomektomi ataupun histerektomi (Nugroho &
Utama, 2014).
Tindakan pembedahan atau operasi menimbulkan nyeri setelah
pembiusan habis. Nyeri pasca operasi dikelompokkan sebagai nyeri akut yang
memiliki awitan yang cepat atau mendadak dan berlangsung dalam waktu yang
singkat. Nyeri akut biasanya mengindifikasikan bahwa terjadi kerusakan atau
cedera telah terjadi. Nyeri yang timbul dapat berbeda berdasarkan usia, jenis
kelamin, dan pengalaman sensori nyeri (Utami, 2016).

Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20%-35% dari seluruh wanita di


dunia (Ekine dkk, 2015). Biasanya penyakit ini ditemukan secara tidak sengaja
pada pemeriksaan rutin atau sedang melakukan medical check up tahunan.
Berdasarkan penelitian World Health Organitation (WHO) penyebab angka
kematian ibu karena mioma uteri pada tahun 2013 sebanyak 22 (1,95%) kasus
dan tahun 2014 sebanyak 21 (2,04%) kasus (Depkes RI, 2014).Kejadian mioma
uteri di Sumatera Barat berdasarkan komplikasi kebidanan pada tahun 2012
sebesar 50%, angka ini lebih rendah dari target yang ditetapkan sebesar 67%
(Dinkes Sumbar, 2012).
3

Berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medik RSUP Dr. M. Djamil
Padang pada tahun 2017 didapatkan penderita mioma uteri yang rawat inap dan
rawat jalan total sebanyak 332 orang, yang menjalani rawat jalan adalah 228
orang (68,6%), serta yang menjalani rawat inap dengan hari rawatan 3-7 hari
adalah 104 orang (31,3%). Data registrasi pasien di ruang Gynekologi pada bulan
September sampai November diperoleh penderita mioma uteri sebanyak 14 orang
(7,32%), pada bulan September sebanyak 2 orang (6,895), bulan Oktober
sebanyak 6 (16,67%), dan bulan November 6 orang (4,76%).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Embun, Dini (2015) tentang faktor
risiko kejadian mioma uteri di RSUP Dr. M. Djamil padang periode Januari 2011
– Desember 2013 menunjukkan bahwa mioma uteri terbanyak terdapat pada
wanita dengan karakteristik usia 40-44 tahun (38,8%), multipara (52,2%), usia
menarche 13 tahun (19,4%), dan masih haid (95,5%). Kasus mioma uteri pada
kelompok multipara dan umur menarche 13 tahun memiliki kombinasi faktor
risiko terbanyak adalah usia lebih dari 40 tahun dan masih haid. Kesimpulan dari
penelitian ini adalah mioma uteri merupakan penyakit dengan banyak faktor
risiko. Faktor risiko terbanyak pada penderita mioma uteri adalah usia lebih dari
40 tahun.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Utami, Wiji (2016) tentang perawatan
post operasi mioma uteri mengemukakan bahwa pasien post operasi mioma uteri
di RS Permata Bunda Purwodadi diberikan asuhan berupa : pengkajian Tanda-
Tanda Vital (TTV), pengkajian skala nyeri,mengajarkan teknik relaksasi,
pemberian therapy dengan berkolaborasi dengan tim medis,
memberikanKomunkasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) tentang nutrisi, istirahat
yang cukup, dan moblisasi.
Menurut Novitasari et al. (2018), faktor usia ibu dan paritas dapat
meningkatkan kejadian mioma uteri, dimana penelitiannya melibatkan 141
ibu bersalin di ruang kebidanan RS Mardi Waluyo Metro. Penelitian
tersebut menunjukkan bahwa dari 141 ibu yang dirawat dengan penyakit
4

ginekologi terdapat sebanyak 58,9% (83) yang mengalami mioma uteri,


sebanyak 69,5% ibu dengan usia berisiko (<35 dan >45 tahun), dan sebanyak
59,6% ibu dengan paritas berisiko (nullipara dan primipara). Ibu dengan usia
berisiko (35-45 tahun) mengalami mioma uteri sebesar 2,20 kali dibanding
dengan ibu yang berusia tidak berisiko (<35 dan >45 tahun).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Eka Adnyana, Suwiyoga, & Megadhana
(2018), sebanyak 24 pasien menjalani operasi histerektomi total di
Bagian/SMF Obgyn RSUP Sanglah Denpasar atas indikasi prolaps uteri, kelainan
jinak seperti mioma uteri atau perdarahan. Dilihat dari data karya tulis ilmiah
atas nama Desi Ratih (2019) didapatkan bahwa 100% pasien mengalami
nyeri atas tindakan operasi.

Penanganan yang cepat dan akurat dibutuhkan untuk pencegahan komplikasi


yang dapat membahayakan diri pasien. Hal tersebut dikarenakan pasien
pasca operasi seringkali dihadapkan pada permasalahan adanya proses
peradangan akut dan nyeri yang mengakibatkan keterbatasan gerak. Akibat dari
nyeri pasca operasi pasien menjadi immobilisasi yang merupakan kontradiksi
yang dapat mempengaruhi kondisi seseorang. Setiap tindakan operasi atau
pembedahan pasti akan menimbulkan rasa nyeri yang berakibat memberikan
rasa ketakutan pada pasien untuk dapat bergerak atau mobilisasi yang dapat
menurunkan kualitas hidup, bahkan nyeri merupakan sumber frustasi
(Mayangsari, 2016).

Penanganan pada kasus mioma uteri adalah dilakukan pembedahan baik


secara miomektomi ataupun histerektomi. Pada penderita mioma uteri yang
sedang hamil umumnya tidak dilakukan pembedahan untuk mengangkat mioma,
demikian pula tidak dilakukan abortus provokatus. Apabila terjadi degenerasi
merah pada mioma, biasanya sikap konservatif dengan istirahat- baring dan
pengawasan yang ketat memberi hasil yang cukup memuaskan. Antibiotika tidak
5

banyak digunakan karena proses peradangannya bersifat suci-hama. (Irianto,


2015).

Bila perlu, dapat dilakukan laparatomi percobaan dan tindakan selanjutnya


dapat disesuaikan dengan apa yang ditemukan saat abdomen dibuka. Apabila
mioma menghalangi lahirnya janin, maka harus dilakukan seksio sesarea. Operasi
untuk mengangkat mioma dalam kehamilan dapat menyebabkan banyak
perdarahan. Dalam masa nifas mioma dibiarkan kecuali apabila timbul gejala-
gejala akut yang membahayakan. Pengangkatan dilakukan secepat-cepatnya
setelah tiga bulan, akan tetapi pada saat itu kadang mioma mengalami pengecilan
sehingga tidak memerlukan pembedahan. (Suwarno, 2016).

Tindakan pasca pembedahan tentunya juga merupakan sebuah perhatian yang


penting bagi tenaga kesehatan pada pasien pasca operasi mioma uteri untuk
menstabilkan kondisi pasien pada keadaan equlibrium fisiologis pasien,
mencegah nyeri dan pencegahan komplikasi. Pengkajian dan intervensi yang
tepat dan cepat dapat mencegah terjadinya komplikasi yang dapat membahayakan
pasien.

Pada saat dilakukan survey pendahuluan di ruangan gynekologi pada tanggal


10 Desember, tidak ditemukan pasien mioma uteri. Namun, berdasarkan
wawancara dengan salah seorang perawat mengatakan bahwa terdapat 6 orang
pasien pada bulan November dengan masalah keperawatan nyeri dan perdarahan
dan sudah dilakukan asuhan keperawatan seperti perawatan luka, manajemen
nyeri dan pemberian analgetik pada pasien post op mioma uteri serta penyuluhan
teknik relaksasi napas dalam bagi pasien yang mengalami nyeri dan ansietas.
Berdasarkan masalah yang terjadi diatas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Analisis Asuhan Keperawatan Pada Klien
Yang Menderita Post Operasi Mioma Uteri Di Ruang Kebidanan Dan Kandungan
RSUD Sinjai “.
6

B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Tujuan umum dari penulisan ini adalah untuk mendeskripsikan asuhan
Keperawatan Pada Klien Yang Menderita Post Operasi Mioma Uteri Di
Ruang Kebidanan Dan Kandungan RSUD Sinjai
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus dari penulisan dengan gambaran asuhan Keperawatan
Pada Klien Yang Menderita Post Operasi Mioma Uteri Di Ruang Kebidanan
Dan Kandungan RSUD Sinjai adalah sebagai berikut:
a. Untuk Mengidentifikasi pengkajian keperawatan pada ibu post operasi
mioma uteri.
b. Untuk Mengidentifikasi diagnosis keperawatan pada ibu post operasi
mioma uteri.
c. Mengidentifikasi intervensi keperawatan pada ibu post operasi mioma
uteri.
d. Mengidentifikasi implementasi atau tindakan keperawatan yang sudah
direncanakan pada ibu post operasi mioma uteri
e. Mengidentifikasi evaluasi tindakan keperawatan yang telah diberikan
pada ibu post operasi mioma uteri
C. Ruang Lingkup
Analisis Asuhan Keperawatan pada Klien yang menderita Mioma Uteri di
dari tanggal tahun 2020
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat teoritis
Bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi hasil penelitian
ini dapat dijadikan sebagai bahan dalam pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi di bidang keperawatan maternitas khususnya asuhan
keperawatan pada ibu post operasi mioma uteri dengan nyeri akut.
2. Manfaat aplikatif
7

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu literature dan
menjadi tambahan informasi yang berguna bagi para pembaca untuk
meningkatkan mutu pendidikan keperawatan, serta diharapkan dapat
digunakan sebagai masukan bagi tenaga kesehatan yang melakukan
edukasi dalam memberikan asuhan keperawatan pada ibu post operasi
mioma uteri dengan nyeri akut guna meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat.
E. Metode Penulisan
Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dalam bentuk
studi kasus. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang bertujuan untuk
mendeskripsikan atau menggambarkan kejadian atau peristiwa penting yang
terjadi pada masa kini (Nursalam, 2017). Penelitian ini mendeskripsikan proses
keperawatan dimulai dari pengkajian, merumuskan diagnosis keperawatan,
merencanakan tindakan keperawatan, implementasi sampai evaluasi keperawatan
dalam asuhan keperawatan pada Pasien dengan Mioma Uteri di Ruang
Ginekologi Kebidanan RSUP Dr. M. Djamil Padang
F. Sistematika Penulisan
8

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Mioma uteri adalah suatu tumor jinak berbatas tegas tidak berkapsul
yang berasal dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut
fibromioma uteri, leiomioma uteri atau uterine fibroid. Tumor jinak ini
merupakan neoplasma jinak yang sering ditemukan pada traktus genitalia
wanita, terutama wanita sesudah produktif (menopouse). Mioma uteri jarang
ditemuksn pada wanita usia produktif tetapi kerusakan reproduksi dapat
berdampak karena mioma uteri pada usia produktif berupa infertilitas, abortus
spontan, persalinan prematur dan malpresentasi (Aspiani, 2017).
Mioma uteri (Leiomioma, Fibromioma, Fibroid) adalah tumor
jinak pada dinding rahim wanita yang terdiri dari otot dan jaringan
fibrosa. Ukurannya bervariasi, mulai dari yang tak terlihat sampai sebesar
buah semangka. Pembesaran mioma dapat menyebabkan nyeri yang hebat.
Tekanan atau perasaan berat di daerah panggul selama atau diantara siklus
menstruasi merupakan gejala dari nyeri (Nugroho & Utama, 2014).

2. Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui pasti mioma uteri dan diduga
merupakan penyakit multifaktorial. Dipercaya bahwa mioma merupakan
sebuah tumor monoclonal yang dihasilkan dari sebuah neoplastik
tunggal. Sel – sel tumor mempunyai abnormalitas kromosom, khususnya
pada kromosom lengan. Faktor – faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan tumor, disamping faktor predisposisi genetik, adalah
estrogen, progesteron dan human growth hormone.
a. Estrogen
9

Mioma uteri dijumpai setelah manarke. Sering kali terdapat


pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen
eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopause dan
pengangkatan ovarium. Adanya hubungan dengan kelainan lainnya yang
tergantung estrogen seperti endometriosis (50%), perubahan fibrosistik
dari payudara (14,8%), adenomyosis (16,5 %) dan hiperplasia
endometrium (9,3%). Mioma uteri banyak ditemukan barsamaan
dengan anovulasi ovarium dan wanita denagn sterilitas. 17B
hidroxydesidrogenase: enzim ini mengubah estradiol (sebuah estrogen
kuat) menjadi estron (estrogen lemah). Aktif enzim ini berkurang
pada jaringan miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor
estrogen yang lebih banyak daripada miometrium normal.
b. Progesteron
Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen.
Progesteron menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu:
mengaktifkan 17B hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah
reseptor estrogen pada tumor.
c. Hormon pertumbuhan
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi
hormon yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu
HPL, terlihat pada periode ini, memberi kesan bahwa pertumbuhan
yang cepat dari leiomioma selama kehamilan mungkin merupakan
hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan Estrogen.
Ada beberapa faktor yang di duga kuat sebagai faktor predisposisi
terjadinya mioma uteri, yaitu :
a. Umur
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun,
ditemukan sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor
ini paling sering memberikan gejala klinis antara 35-45 tahun.
b. Paritas
10

Lebih sering terjadi pada nulipara atau wanita yang relatif


intertil, tetapi sampai saat ini belum diketahui apakah infertilitas
menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya mioma uteri yang
menyebabkan infertilitas, atau apakah kedua keadaan ini saling
mempengaruhi.
c. Faktor ras dan ginetik
Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka
kejadian mioma uteri tinggi. Terlepasnya dan faktor ras, kejadian
tumor ini tinggi pada wanita dengan riwayat keluarga, ada yang
menderita mioma (Bobak, 2004).
Belum diketahui secara pasti, tetapi asalnya disangka dari sel –
sel otot yang belum matang. Di sangka bahwa estrogen mempunyai
peranan penting, tetapi dengan teori ini sukar diterangkan apa
sebabnya pada seorang wanita estrogen pada nulipara, faktor
keturunan juga berperan mioma uteri terdiri dari otot polos dan
jaringan ikat yang tersusun seperti konde diliputi pseudokapsul.
Perubahan sekunder pada mioma uteri sebagian besar bersifat
degeneratif karena berkurangnya aliran darah ke mioma uteri.
Perubahan sekunder meliputi atrofi, degenerasi hialin, degenerasi kistik,
degerasi membantu, marah, lemak.
d. Fungsi ovarium
Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan
pertumbuhan mioma, dimana uteri muncul setelah menarke,
berkembang setelah pertumbuhan epidermal dan insulin – like growth
kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause. Pemberian
agonis GnRH dalam waktu lama sehingga terjadi hipoestrogenik
dapat mengurangi ukuran mioma. Efek estrogen pada pertumbuhan
mioma mungkin berhubungan dengan respon mediasi dengan oleh
estrogen terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat
bukti peningkatan produksi reseptor progesterone, faktor – faktor yang
11

distimulasi oleh estrogen. Anderson, telah mendemonstrasikan


munculnya gen yang distimulasikan oleh estrogen lebih banyak pada
mioma dari pada miomatrium normal mungkin penting pada
perkembangan mioma. Namun bukti – bukti masih kurang menyakinkan
karena tumor ini tidak mengalami regresi yang bermakna setelah
menopause sebagaimana yang disangka. Lebih daripada itu tumor ini
kadang – kadang berkembang setelah menopause bahkan setelah
oforektomi bilateral pada usia dini. (Mansjoer, 2001)
3. Patofisiologi
Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil didalam
miometrium dan lambat laun membesar karena pertumbuhan itu miometrium
mendesak menyusun semacam pseudokapsula atau sampai semua
mengelilingi tumor didalam uterus mungkin terdapat satu mioma akan tetapi
mioma biasanya banyak. Bila ada satu mioma yang tumbuh intramural dalam
korpus uteri maka korpus ini tampak bundar dan konstipasi padat. Bila
terlelat pada dinding depan uterus mioma dapat menonjol kedepan sehingga
sering menimbulkan keluhan miksi (Aspiani, 2017).
Secara mikroskopis, tumor ini biasanya berupa massa abu-abu putih,
padat, berbatas tegas dengan permukaan potongan memperlihatkan gambaran
kumparan yang khas. Tumor mungkin hanya satu, tetapi umumnya jamak,
dan tesebar di dalam uterus, dengan ukuran berkisar dari benih kecil hingga
neoplasma masif yang jauh lebih besar daripada ukuran uterusnya. Sebagian
terbenam didalam miometrium, sementara yang lain terletak tepat di bawah
endometrium (submukosa) atau tepat dibawah serosa (subserosa).
Terakhir membentuk tangkai, bahkan kemudian melekat ke organ
disekitarnya, darimana tumor tersebut mendapat pasokan darah dan kemudian
membebaskan diri dari uterus menjadi leimioma “parasitik”. Neoplasma yang
berukuran besar memperlihatkan fokus nekrosis iskemik disertai daerah
perdarahan dan perlunakan kistik, dan setelah menopouse tumor menjadi
padat kolagenosa, bahkan mengalami klasifikasi (Robbins, 2007).
12

4. Manifestasi klinik
Hampir separuh dari kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan
pada pemeriksaan pelvik rutin. Penderita memang tidak memiliki keluhan
apa-apa dan tidak sadar bahwa mereka sedang mengalami penyakit mioma
uteri di dalam rahim.
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala klinik meliputi.
1) Besarnya mioma uteri
2) Lokalisasi mioma uteri
3) Perubahan-perubahan pada mioma uteri
b. Gejala klinis terjadi sekitar 35%-50% dari pasien yang terkena. Gejala
klinis lain yang timbul sebagai berikut.
1) Perdarahan abnormal merupakan gejala klinis yang sering ditemukan
(30%). Bentuk perdarahan yang ditemukan berupa menoragia,
metroragia dan hipermenorhe. Perdarahan dapat menyebabkan anemia
defisiensi Fe. Perdarahan abnormal ini dapat disebabkan karena
bertambahnya area permukaan dari endometrium yang menyebabkan
gangguan kontraksi otot rahim, distorsi dan kongesti dari pembuluh
darah disekitarnya dan ulserasi dari lapisan endometrium.
2) Penekanan rahim yang membesar
3) Terasa berat di abdomen bagian bawah
4) Terjadi gejala traktus urinarius: urine frequency, retensi urine,
obstruksi ureter dan hidronefrosis.
5) Terjadi gejala intestinal: konsripasi dan ostruksi intestinal
6) Terasa nyeri karena syaraf tertekan
c. Rasa nyeri pada kasus mioma uteri dapat disebabkan oleh.
1) Penekanan syaraf
2) Torsi bertangkai
3) Submukosa mioma terlahir
4) Infeksi pada mioma
d. Perdarahan kontiniu dapat berakibat pada hal-hal tersebut.
13

1) Menghalangi implantasi, terdapat peningkatan insiden aborsi dan


kelahiran prematur pada pasien dengan mioma intramural dan
submukosa. Kongesti vena terjadi karena kompresi tumor yang
menyebabkan edema ekstremitas bawah, hemorrhoid, nyeri dan
dyspareunia. Selain itu terjadi gangguan pertumbuhan dan
perkembangan kelahiran.
2) Kehamilan disertai dengan mioma uteri menimbulkan proses saling
mempengaruhi
3) Keguguran dapat terjadi
4) Persalinan prematuritas
5) Gangguan proses persalinan
6) Tertutupnya saluran indung telur menimbulkan infertilitas
7) Gangguan pelepasan plasenta dan perdarahan
8) Biasanya mioma akan mengalami involusi yang nyata setelah
kelahiran.
5. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada penderita mioma uteri adalah sebagai
berikut:
a. Perdarahan sampai terjadi anemia.
b. Torsi tangkai mioma dari :
1) Mioma uteri subserosa.
2) Mioma uteri submukosa.
c. Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi.
d. Pengaruh timbal balik mioma dan kahamilan.
1) Pengaruh mioma terhadap kehamilan
a) Infertilitas
b) Abortus
c) Persalinan prematuritas dan kelainan letak
d) Inersia uteri
e) Gangguan jalan partum
14

f) perdarahan post partum.


g) Retensi plasenta.
2) Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri.
a) Mioma cepat membesar karena rangsangan estrogen.
b) Kemungkinan torsi mioma uteri bertangkai.
(Sarwono, 2005)
6. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan ada dua macam yaitu
penanganan secara konservatif dan penanganan secara operatif.
a. Penanganan konservatif sebagai berikut :
1) Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
2) Bila anemia , Hb < 8 g% tranfusi PRC.
3) Pemberian zat besi.
4) Pengunaan agonis GnRH leuprolid asetat 3,75 mg IM pada 1-3
menstruasi setiap minggu sebanyak tiga kali. Obat ini
mengakibatkan pengerutan tumor dan menghilangkan gejala. Obat
ini menekan sekresi gonadotropin dan menciptakan keadaan
hipoestrogenik yang serupa yang ditemukan pada periode
postmenopause. Efek maksimum dalam mengurangi ukuran tumor
diobservasi dalam 12 minggu. Tetapi agonis GnRH ini dapat pula
diberikan sebelum pembedahan, karena memberikan beberapa
keuntungan : mengurangi kebutuhan akan tranfusi darah. Namun
obat ini menimbulkan kehilangan masa tulang meningkat dan
osteoporosis pada wanita tersebut. (Mansyoer, 2001)
b. Penanganan operatif, bila :
1) Ukuran tumor lebih basar dari ukuran uterus 12 - 14 minggu
2) Pertumbuhan tumor cepat
3) Mioma subserosa bertangkai dan torsi.
4) Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya.
5) Hipermenorea pada mioma submukosa.
15

6) Penekanan pada organ sekitarnya.


Jenis operasi yang dilakukan dapat berubah :
a. Enukleasi Mioma
Dilakukan pada penderita interfil atau yang masih menginginkan
anak atau mempertahankan uterus demi kelangsungan fertilitas. Sejauh
ini tampaknya aman, efektif, dan masih menjadi pilihan terbaik.
Enukleasi sebaiknya tidak dilakukan bila ada kemungkinan terjadinya
karsinoma endometrium atau sarkoma uterus, juga dihindari pada masa
kehamilan. Tindakan ini seharusnya dibatasi pada tumor dengan tangkai
dan jelas yang dengan mudah dapat dijepit dan diikat. Bila
miomektomi menyebabkan cacat yang menembus atau sangat
berdekatan dengan endometrium, kehamilan berikutnya dengan seksio
sesarea.
Kriteria pre operasi menurut American College of Obstetricians
Gynecologists (ACOG) adalah sebagai berikut :
1) Kegagalan untuk hamil atau keguguran berulang.
2) Terdapat leiomioma dalam ukuran yang kecil dan berbatas tegas.
3) Apabila tidak ditemukan alasan yang jelas penyebab kegagalan
kehamilan dan keguguran yang berulang.
b. Histerektomi
Dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi dan pada
penderita yang memiliki leiomioma yang simptomatik atau yang sudah
bergejala.
Kriteria ACOG untuk histerektomi adalah sebagai berikut :
1) Terdapatnya 1 sampai 3 leiomioma asimptomatik atau yang dapat
teraba dari luar dan dikeluhkan oleh pasien.
2) Perdarahan uterus berlebihan :
a) Perdarahan yang banyak bergumpal – gumpal atau berulang –
ulang selama lebih dari 8 hari.
b) Anemia akibat kehilangan darah akut atau kronis.
16

3) Rasa tidak nyaman dipelvis akibat mioma meliputi :


a) Nyeri hebat dan akut
b) Rasa tertekan punggung bawah atau perut bagian bawah yang
kronis
c) Penekanan buli – buli dan frekuensi urine yang berulang – ulang
dan tidak disebabkan infeksi saluran kemih.
c. Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan mioma saja tanpa pengangkatan
uterus. pabila wanita sudah dilakukan miomektomi kemungkinan dapat
hamil sekitar 30 – 50 %. Dan perlu disadari oleh penderita bahwa
setelah dilakukan miomektomi harus dilanjutkan histerektomi.
Lama perawatan :
1) 1 hari pasca diagnosa keperawatan
2) 7 hari pasca histerektomi / miomektomi
Masa pemulihan :
1) 2 minggu pasca diagnosa perawatan
2) 6 minggu pasca histerektomi / miomektomi
d. Penanganan radioterapi
1) Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk
patient).
2) Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu.
3) Bukan jenis submukosa.
4) Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rektum.
5) Tidak dilakukan pada wanita muda, sebab dapat menyebabkan
menopause. Maksud dari radioterapi adalah untuk menghentikan
perdarahan. (Achadiat, 2004).
17

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pegkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan.
Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya.
(Nikmatur, 2009). Kegiatan dalam pengkajian adalah pengumpulan data.
Pengumpulan data adalah kegiatan untuk menghimpun informasi tentang
status kesehatan klien. Status kesehatan klien yang normal maupun yang
senjang hendaknya dapat dikumpulkan, dan hal ini dimaksudkan untuk
mengidentifikasi pola fungsi kesehatan klien, baik yang efektif maupun
yang bermasalah. (Nikmatur, 2009)
Data dasar adalah seluruh informasi tentang status kesehatan
klien. Data dasar ini meliputi : data umum, data demografi, riwayat
kesehatan, pola fungsi kesehatan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
a. Anamnesa
1) Identitas klien, meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan dan alamat.
2) Identitas penanggungjawab, meliputi nama, umur, jenis kelamin,
pekerjaan, alamat, hubungan dengan pasien.
b. Riwayat kesehatan

1) Keluhan utama
Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien mioma uteri,
biasanya nyeri dan adanya benjolan di perut bagian bawah serta
perdarahan. Kadang-kadang disertai gangguan haid.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang dirasakan oleh penderita mioma uteri pada saat
dilakukan pengkajian, biasanya nyeri yang bisa disebabkan karena
terjadi tarikan atau rasa nyeri akibat post operasi. Kaji lokasi,
intensitas, waktu, durasi serta kualitas nyeri.
18

3) Riwayat kesehatan dahulu


Tanyakan tentang riwayat penyakit yang pernah diderita dan
jenis pengobatan yang dilakukan oleh pasien mioma uteri, tanyakan
penggunaan obat-obatan, tanyakan tentang riwayat alergi, tanyakan
riwayat kehamilan dan riwayat persalinan dahulu, penggunaan alat
kontrasepsi, pernah dirawat/dioperasi sebelumnya.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan kepada keluarga apakah ada anggota keluarga
mempunyai penyakit keturunan seperti diabetes melitus, hipertensi,
jantung, penyakit kelainan darah serta menderita mioma uteri karena
wanita dengan garis keturunan dengan tingkat pertama dengan
penderita mioma uteri mempunyai 2.5 kali kemungkinan untuk
menderita mioma dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan
penderita mioma uteri.
5) Riwayat obstetri
Untuk mengetahui riwayat obstetri pada pasien mioma uteri
yangperlu diketahui adalah:
a) Keadaan haid
Tanyakan tentang riwayat menarhe dan haid terakhir, sebab
mioma uteri tidak pernah ditemukan sebelum menarhe dan
mengalami atrofi pada masa menopause.
b) Riwayat kehamilan dan persalinan
Kehamilan mempengaruhi pertumbuhan mioma uteri, dimana
mioma uteri tumbuh cepat pada masa hamil ini dihubungkan
dengan hormon estrogen, pada masa ini dihasilkan dalam jumlah
yang besar.
c. Faktor psikososial
1) Tanyakan tentang persepsi pasien mengenai penyakitnya, faktor-
faktor budaya yang mempengaruhi, tingkat pengetahuan yang dimiliki
19

pasien mioma uteri, dan tanyakan mengenai seksualitas dan perawatan


yang pernah dilakukan oleh pasien mioma uteri.
2) Tanyakan tentang konsep diri : Body image, ideal diri, harga diri,
peran diri, personal identity, keadaan emosi, perhatian dan hubungan
terhadap orang lain atau tetangga, kegemaran atau jenis kegiatan yang
di sukai pasien mioma uteri, mekanisme pertahanan diri, dan interaksi
sosial pasien mioma uteri dengan orang lain.
d. Pola kebiasaan sehari-hari
Pola nutrisi sebelum dan sesudah mengalami mioma uteri yang harus
dikaji adalah frekuensi, jumlah, tanyakan perubahan nafsu makan yang
terjadi.
e. Pola eliminasi
a) BAB
Tanyakan kapan terakhir kali BAB, frekuensi, bentuk, warna serta bau
feses.
b) BAK
Tanyakan frekuensi, warna dan bau urine serta adakah keluhan saat
berkemih seperti susah berkemih, sering berkemih, serta nyeri saat
berkemih.
f. Pola aktivitas, latihan dan bermain
Tanyakan jenis kegiatan dalam pekerjaannya, jenis olahraga dan
frekwensinya, tanyakan kegiatan perawatan seperti mandi, berpakaian,
eliminasi, makan minum, mobilisasi.
g. Pola istirahat dan tidur
Tanyakan waktu dan lamanya tidur pasien mioma uteri saat siang dan
malam hari, masalah yang ada waktu tidur.
h. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Kaji tingkat kesadaran pasien mioma uteri.
2) Tanda-tanda vital
20

Kaji tanda-tanda vital pasien yaitu nadi, tekanan darah, pernapasan,


dan suhu.
3) Pemeriksaan fisik head to toe
a) Kepala dan rambut : kaji kebersihan kulit kepala dan keadaan
rambut,
b) Mata : kaji kesimetrisan mata, adanya konjungtiva anemis, adanya
sklera ikterik, reflek pupil, status penglihatan serta pergerakan
mata.
c) Hidung : kaji kebersihan hidung, adanya pernapasan cuping
hidung, sianosis, pembengkakan konka nasal.
d) Mulut : kaji kebersihan mulut, kelembaban membran mukosa
mulut, kelengkapan gigi, adanya lesi atau pembengkakan.
e) Telinga : kaji kesimetrisan telinga, kebersihan telinga, adanya
cairan yang keluar dari rongga telinga.
f) Leher dan tenggoorokan : kaji adanya pembesaran vena jugularis,
kelenjar tyroid, dan/atau kelenjar getah bening.
g) Thorax
(1) Paru : kaji bentuk dada, kesimetrisan dada, pergerakan dinding
dada, irama pernapasan, kesimetrisan fremitus, bunyi napas
dan suara napas tambahan.
(2) Jantung : kaji batas-batas jantung, bunyi jantung I dan II,
adanya mur-mur serta denyut jantung.
h) Abdomen : kaji adanya pembengkakan pada perut bagian bawah
akibat pembesaran mioma uteri serta palpasi besarnya mioma jika
teraba.
i) Genitalia : kaji kebersihan vagina, cairan yang keluar dari vagina,
perdarahan diuar siklus menstruasi, perdarahan yang berlebihan,
adanya mioma yang muncul keluar dari vagina.
j) Anus : kaji kebersihan, adanya perdarahan yang keluar dari anus,
serta bentuk feses yang keluar dari anus.
21

k) Ekstremitas : kaji kelengkapan ekstremitas atas dan bawah, adanya


oedema/pembengkakan di ekstremitas, adanya lesi di ekstremitas,
serta kekuatan otot.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (proses pembedahan).
b. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan prosedur pembedahan.
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, prosedur
pembedahan.
d. Resiko perdarahan.
e. Resiko infeksi.
f. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh,
prosedur bedah.
3. Perencanaan Keperawatan

Intervensi
No Diagnosa
1 Nyeri akut berhubungan dengan agen NOC: Manajemen Nyeri
cidera fisik Setelah dilakukan 17) Lakukan
Definisi: tindakan keperawatan pengkajian nyeri
Pengalaman sensori dan emosional tidak selama 5 x 24 jam, komprehensip yang
menyenangkan yang muncul akibat pasien mioma uteri meliputi lokasi,
kerusakan jaringan aktual atau potensial mampu mengontrol karakteristik, onset/durasi,
atau yang digambarkan sebagai kerusakan nyeri dibuktikan frekuensi, kualitas,
(International Association for the Study of dengan kriteria hasil: intensitas atau beratnya
pain) awitan yang tiba-tiba atau lambat dari nyeri dan faktor pencetus
intensitas ringan hingga berat dengan akhir Mengontrol Nyeri 18) Observasi adanya
yang dapat diantisipasi atau diprediksi. 1) Mengenali pentunjuk nonverbal
Batasan karakteristik: kapan nyeri terjadi mengenai ketidak
12) Bukti nyeri dengan menggunakan 2) nyamanan terutama pada
standar daftar periksa nyeri untuk pasien mereka yang tidak dapat
yang tidak dapat mengungkapannya Menggambarkan faktor berkomunikasi secara
13) Diaforesis penyebab nyeri efektif
14) Ekspresi wajah nyeri (misal: mata 3) Menggunakan 19) Gunakan strategi
kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan tindakan pencegahan komunikasi terapeutik
mata berpencar atau tetap pada satu fokus, nyeri untuk mengetahui
meringis) 4) Menggunakan pengalaman nyeri dan
15) Fokus menyempit (misal:persepsi tindakan pengurangan sampaikan penerimaan
waktu, proses nyeri (nyeri) tanpa pasien terhadap nyeri
berpikir, interaksi analgesik 20) Gali pengetahuan
dengan orang dan lingkungan) 5) Menggunakan dan kepercayaan pasien
22

16) Fokus pada diri sendiri analgesik yang mengenai nyeri


17) Keluhan tentang intensitas direkomendasikan 21) Tentukan akibat
menggunakan standar skala nyeri 6) Melaporkan dari pengalaman nyeri
18) Keluhan tentang karakteristik nyeri perubahan terhadap terhadap kualitas hidup
dengan menggunakan standar instrumen gejala nyeri pada pasien (misalnya, tidur,
nyeri profesional kesehatan nafsu makan, pengertian,
19) Laporan tentang perilak unyeri / 7) Melaporkan perasaan, performa kerja
perubahan aktivitas gejalah yang tidak dan tanggung jawab peran)
20) Perilaku distraksi terkontrol pada 22) Gali bersama
21) Putus asa profesional kesehatan pasien faktor- faktor yang
22) Sikap melindungi area nyeri 8) Menggunakan dapat menurunkan atau
sumber daya yang memperberat nyeri
Faktor yang berhubungan: tersedia untuk 23) Evaluasi
4) Agens cidera biologis menangani nyeri pengalaman nyeri dimasa
5) Agens cidera fisik 9) Mengenali apa lalu yang meliputi riwayat
6) Agens cidera kimiawi yang terkait dengan nyeri kronik individu atau
gejala nyeri keluarga atau nyeri yang
10) Melaporkan menyebabkan disability/
nyeri ketidakmampuan/kecatatan
yang terkontrol , dengan tepat
24) Evaluasi bersama
pasien dan tim kesehatan
lainnya, mengenai
efektifitas,
pengontrolan nyeri yang
pernah digunakan
sebelumnya
25) Berikan informasi
mengenai nyeri, seperti
penyebab nyeri, berapa
nyeri yang dirasakan, dan
antisipasi dari ketidak
nyamanan akibat prosedur
26) Kendalikan faktor
lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon
pasien dari
ketidaknyamanan
(misalnya, suhu ruangan,
pencahayaan, suara bising)
27) Ajarkan prinsip
manajemen nyeri seperti
teknik relaksasi napas
dalam dan distraksi
28) Pertimbangkan tipe
dan sumber nyeri ketika
memilih strategi penurunan
nyeri
29) Kolaborasi dengan
23

pasien, orang terdekat dan


tim kesehatan lainnya
untuk memilih dan
mengimplementasikan
tindakan penurunan nyeri
nonfarmakologi, sesuai
kebutuhan
30) Gunakan tindakan
pengontrolan nyeri sebelum
nyeri bertambah berat
31) Pastikan pemberian
analgesik dan atau strategi
nonfarmakologi sebelum
prosedur yang
menimbulkan nyeri
32) Dukung
istirahat/tidur yang adekuat
untuk membantu
penurunan nyeri
Pemberian analgesik
7) Tentukan lokasi,
karakteris, kualitasdan
keparahan nyeri
sebelummengobati pasien
8) Cek perintah
pengobatan meliputi
obat,dosis, dan frekuesi
obat analgesik
yangdiresepkanCek adanya
riwayat alergi obat
9) Pilih analgesik atau
kombinasianalgesik sesuai
lebih dari satu
kalipemberian
10) Monitor tanda vital
sebelum dansetelah
memberikan analgesik
padapemberian dosis
pertama kali atau jika
ditemukan tanda-tanda
yang tidakbiasanya
11) Berikan analgesik
sesuai waktuparuhnya,
terutama pada nyeri
yangberat
12) Dokumentasikan
respon terhadap analgesik
dan adanya efek samping
Kerusakan integritas jaringan berhubungan NOC: Perawatan luka
24

dengan prosedur pembedahan Setelah dilakukan 1) angkat balutan dan


tindakan keperawatan plester luka
Defenisi: cedera pada membran mukosa, selama 5 x 24 jam, 2) monitor
kornea, sistem integumen, fascia muskular, pasien mioma uteri karakteristik luka, termasuk
otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi, diharapkan drainase, warna, ukuran
dan/atau ligamen. penyembuhan luka 3) ukur luas luka yang
cepat dan tidak ada sesuai
tanda-tanda infeksi. 4) bersihkan dengan
Batasan karakteristik: Dengan kriteria: normal saline atau
1) Cedera jaringan 1) integritas pembersih yang tidak
2) Jaringan rusak jaringan baik beracun, dengan tepat
2) penyembuhan 5) berikan rawatan
luka baik insisi pada luka, yang
3) luka bersih diperlukan
Faktor yang berhubungan: 4) tidak ada 6) berikan balutan
1) Agens cedera kimiawi (mis., tanda- tanda infeksi yang sesuai dengan jenis
lukabakar, kapsaisin, metilien klorida, luka
agens mustard) 7) perkuat balutan
2) Hambatan mobilitas fisik luka, sesuai kebutuhan
3) Kurang pengetahuan tentang 8) pertahankan teknik
perlindungan integritas jaringan balutan steril ketika
4) Kurang pengetahuan tentang melakukan perawatan luka,
pemeliharaan integritas jaringan dengan tepat
5) Prosedur bedah 9) periksa luka setiap
6) Terapi radiasi kali perubahan balutan
7) Usia ekstrem 10) bandingkan dan
catat setiap perubahan luka
11) posisikan untuk
menghindari ketegangan
luka, dengan tepat
12) dorong cairan,
yang sesuai
13) rujuk pada ahli
adiet, dengan tepat

Perlindungan infeksi
1) monitor adanya
tanda gejala
infeksi sistemik
dan lokal
2) 2) monitor
kerentanan
terhadap infeksi
3) 3)

pertahankan
asepsis untuk
pasien beresiko
25

4) 4) periksa
kondisi setiap
sayatan bedah
atau luka
5) 5) berikan
perawatan luka
yang tepat untuk
area pembedahan
6) 6) tingkatkan
asupan nutrisi
yang cukup
7) 7) anjurkan
asupan caira,
dengan tepat
8) 8) anjurkan
istirahat
9) 9) anjurkan
peningkatan
mobilitas dan
latihan, dengan
tepat
10) 10) ajarkan
pasien dan
keluarga
mengenai tanda
dan gejala infeksi
dan kapan harus
melaporkannya
ke pelayanan
kesehatan
11) 11) ajarkan
pasien dan
keluarga cara
menghindari
infeksi
Hambatan mobilitas fisik berhubungan NOC: terapi latihan: Ambulasi
dengan nyeri, prosedur pembedahan Setelah dilakukan 1) beri pasien pakaian
tindakan keperawatan yang tidak mengekang
Defenisi: keterbatasan dalam gerakan fisik selama 5 x 24 jam, 2) sediakan tempat
atau satu atau lebih ekstremitas secara pasien mioma uteri tidur yang rendah
mandiri dan terarah diharapkan tidak ada 3) dorong pasien
hambatan mobilitas untuk duduk ditempat tidur,
Batasan karakteristik: fisik. atau di kursi, sebagaimana
1) dispnea setelah beraktifitas Dengan kriteria: yang dapat ditoleransi
2) gerakan lambat 1) pergerakan 4) konsultasikan pada
26

3) kesulitan membolak-balik posisi baik ahli terapi fisik mengenai


4) keterbatasan rentang gerak 2) tidak ada nyeri rencana ambulasi, sesuai
5) ketidaknyamanan 3) mengetahui kebutuhan
6) mengganti aktivitas aktifitas yang 5) instruksikan
lain sebagai pengganti disarankan ketersediaan perangkat
pergerakan 4) mampu pendukung, jika sesuai
7) penurunan kemampuan melakukan berpindah 6) bantu pasien untuk
keterampilan motorik halus 5) mampu berpindah, sesuai
8) penurunan kemampuan melakukan membolak- balik badan kebutuhan
keterampilan motorik kasar
9) penurunan waktu reaksi terapi relaksasi
10) tremor akibat bergerak 10) gambarkan rasional
dan manfaat terapi
faktor yang berhubungan: 11) pertimbangkan
1) agens farmaseutikal keinginan pasien untuk
2) ansietas berpartisipasi, kemampuan
3) depresi berpartisipasi
4) fisik tidak bugar 12) berikan penjelasan
5) gangguan muskuloskeletal tentang tindakan
6) gaya hidup kurang gerak 13) ciptakan
7) indeks massa tubuh diatas normal lingkungan yang tenang
8) intoleransi aktifitas dan kondusif
9) kaku sendi 14) dorong klien untuk
10) malnutrisi mengambil posisi yang
11) nyeri nyaman
12) penurunan kekuatan otot 15) dapatkan perilaku
13) penurunan kesehatan tubuh yang menunjukkan
14) program pembatasan gerak terjadinya relaksasi,
misalnya bernapas dalam,
menguap, pernapasan
perut, atau bayangkan
bayangan yang
menyenangkan
16) minta klien untuk
rileks dan merasakan
sensasi yang terjadi
17) gunakan suara dan
irama yang lembut untuk
setiap kata
18) dorong klien untuk
mengulangi teknk relaksasi

pengecekan kulit
1) periksa kulit yang
terkait dengan adannya
kemerahan, kehangatan
ekstrem, edema atau
drainase
2) periksa kondisi
27

luka operasi, dengan tepat


3) monitor infeksi
4) monitor pakaian
yang terlalu ketat
Resiko perdarahan NOC: Pencegahan perdarahan
Setelah dilakukan 1) monitor secara
Defenisi: tindakan keperawatan ketat risiko terjadinya
Rentan mengalami penurunan volume selama 5 x 24 jam, perdarahan pada pasien
darah, yang dapat mengganggu kesehatan pasien mioma uteri 2) catat nilai
diharapkan tidak hemoglobin dan hematokrit
Faktor resiko: terjadi perdarahan sebelum dan sesudah
1) aneurisme Dengan kriteria: pasien kehilangan darah
2) 2) kurang pengetahuan 1) tidak ada sesuai indikasi
tentang kewaspadaan tanda 3) monitor tanda dan
perdarahan perdarahan gejala perdarahan
2) 2) luka menetap4) monitor
3) 3) program pengobatan
komponen koagulasi darah
operasi bersih
5) monitor tanda-
3) 3) tidak tanda vital ortostatik,
ada tanda termasuk tekanan darah
infeksi 6) pertahankan agar
4) 4) tidak pasien tetap tirah baring
ada nyeri jika terjadi perdarahan aktif
pada luka 7) berikan produk-
operasi produk pengganti darah
dengan cara yang tepat

Perawatan luka
1) angkat balutan dan
plester luka
2) monitor
karakteristik luka, termasuk
drainase, warna, ukuran
3) ukur luas luka yang
sesuai
4) bersihkan dengan
normal saline atau
pembersih yang tidak
beracun, dengan tepat
5) berikan rawatan
insisi pada luka, yang
diperlukan
6) berikan balutan
yang sesuai dengan jenis
luka
7) perkuat balutan
luka, sesuai kebutuhan
8) pertahankan teknik
balutan steril ketika
28

melakukan perawatan luka,


dengan tepat
9) periksa luka setiap
kali perubahan balutan
10) bandingkan dan
catat setiap perubahan luka
11) posisikan untuk
menghindari ketegangan
luka, dengan tepat
12) dorong cairan,
yang sesuai rujuk pada ahli
adiet, dengan tepat
Resiko infeksi NOC: Kontrol Infeksi
setelah dilakukan 1) Bersihkan
Defenisi: tindakan keperawatan lingkungan dengan baik
Rentan mengalami 5x 24 jam diharapkan setelah digunakan untuk
invasi dan multiplikasi organisme tidak ada infeksi setiap pasien
patogenik dengan kriteria hasil: 2) Isolasi orang yang
yang dapat mengganggu kesehatan. 1) Kemerahan terkena penyakit menular
tidak ditemukan 3) Batasi jumlah
Faktor resiko: padatubuh pengunjung
1) Kurang pengetahuan untuk 2) Vesikel yang 4) Anjurkan pasien
menghindari pajanan patogen tidak mengeras untuk mencuci tangan yang
2) Imunosupresi permukaannya benar
3) Leukopenia 3) Cairan tidak 5) Gunakan sabun
4) Penurunan hemoglobin berbau busuk antimikroba untuk cuci
4) Piuria/nanah tangan yang sesuai
tidak ada dalam urin 6) Cuci tangan
5) Demam sebelum dan sesudah
berkurang kegiatan perawatan pasien
6) Nyeri 7) Pakai sarung
berkurang tangan sebagaimana
7) Nafsu makan dianjurkan oleh kebijakan
meningkat pencegahan universal
8) Pakai sarung
tangan steril dengan tepat
9) Cukur dan siapkan
untuk daerah persiapan
prosedur invasif atau
operasi sesuai indikasi
10) Pastikan teknik
perawatan luka yang tepat
11) Tingkatkan intake
nutrisi yang tepat
12) Dorong intake
cairan yang sesuai
13) Dorong untuk
beristirahat
14) Berikan terapi anti
29

biotik yang sesuai


15) Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai tanda
dan gejalah infeksi dan
kapan harus
melaporkannya kepada
penyedia perawatan
kesehatan
16) Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
bagaimana menghindari
infeksiPerlindungan infeksi
1) monitor adanya
tanda gejala infeksi
sistemik dan lokal
2) monitor kerentanan
terhadap infeksi
3) pertahankan
asepsis untuk pasien
beresiko
4) periksa kondisi
setiap sayatan bedah atau
luka
5) berikan perawatan
luka yangtepat untuk area
pembedahan
6) tingkatkan asupan
nutrisi yang cukup
7) anjurkan asupan
caira, dengan tepat
8) anjurkan istirahat
9) anjurkan
peningkatan mobilitas dan
latihan, dengan tepat
10)
11) ajarkan pasien dan
keluarga mengenai tanda
dan gejala infeksi dan
kapan harus
melaporkannya ke
pelayanan kesehatan
12) ajarkan pasien dan
keluarga cara menghindari
infeksi
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan NOC: Peningkatan citra tubuh
perubahan fungsi tubuh, prosedur bedah setelah dilakukan 1) tentukan harapan
Defisisi: tindakan keperawatan citra tubuh pasien
Konfusi dalam gambaran mental tentang 5x 24 jam diharapkan didasarkan pada tahap
diri-fisik individu tidak ada gangguan perkembangan
30

citra tubuh dengan 2) gunakan bimbingan


Batasan karakteristik: kriteria hasil: antisipatis
1) berfokus pada fungsi masa lalu 1) pandangan 3) bantu pasien untuk
2) berfokus pada kekuatan baik pada citra tubuh mendiskusikan perubahan-
sebelumnya 2) klien dapat perubahan disebabkan
3) berfokus pada penampilan masa beradaptasi terhadap adanya penyakit,
lalu disabilitas fisik pembedahan, dengan cara
4) gangguan fungsi tubuh 3) mampu yang tepat
5) gangguan pandangan tentang tubuh menahan amarah 4) bantu pasien dalam
seseorang 4) harga diri naik menetapkan keberlanjutan
6) menghindari melihat tubuh 5) tidak ada dari perubahan aktual dari
7) menolak menerima perubahan kecemasan sosial tubuh atau tingkat
8) perasaan negatif fungsinya
tentang tubuh 5) bantu pasien
memisahkan penampilan
faktor yang berhubungan: fisik dari perasaan berharga
1) penyakit secara pribadi, dengan cara
2) perubahan fungsi tubuh (karena yang tepat
anomali, penyakit medikasi, kehamilan, 6) bantu pasien untuk
radiasi, pembedahan, trauma, dll) mendiskusikan stresor yang
3) perubahan persepsi diri mempengaruhi citra diri
4) prosedur bedah terkait dengan kondisi
kongenital, cedera,
penyakit atau pembedahan
7) tentukan persepsi
klien dan
keluarga terkait dengan
perubahan citra diri dan
realitas
8) bantu pasien untuk
mengidentifikasi bagian
dari tubuhnya yang
memiliki persepsi positif
terkait dengan tubuhnya

Sumber : NANDA International, (2015-2017), NIC-NOC


(2013)

4. Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan
yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria
hasil yang diharapkan. Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan
kepada klien terkait dengan dukungan dan pengobatan dan tindakan untuk
31

memperbaiki kondisi dan pendidikan untuk klien-keluarga atau tindakan


untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari. Proses
pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien dan faktor-
faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan & strategi
implementasi keperawatan & dan kegiatan komunikasi. Implementasi
keperawatan adalah kegiatan mengkoordinasikan aktivitas pasien, keluarga,
dan anggota tim kesehatan lain untuk mengawasi dan mencatat respon pasien
terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan (Nettina, 2002). Jadi,
implemetasi keperawatan adalah kategori serangkaian perilaku perawat yang
berkoordinasi dengan pasien, keluarga, dan anggota tim kesehatan lain untuk
membantu masalah kesehatan pasien yang sesuai dengan perencanaan dan
kriteria hasil yang telah ditentukan dengan cara mengawasi dan mencatat
respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai
tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan
kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
Evaluasi dalam keperawatan adalah kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan
kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
Evaluasi yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan
seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan.
Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan
proses mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi
itu sendiri. (Ali, 2009)
Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah
tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk
mengatasi suatu masalah. (Meirisa, 2013). Pada tahap evaluasi, perawat
dapat mengetahui seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaan telah tercapai. Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir
32

proses keperwatan tetapi tahap ini merupakan bagian integral pada setiap
tahap proses keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk
menentukan kecukupan data yang telah dikumpulkan dan kesesuaian
perilaku yang observasi. Diagnosis juga perlu dievaluasi dalam hal
keakuratan dan kelengkapannya. Evaluasi juga diperlukan pada tahap
intervensi untuk menentukan apakah tujuan intervensi tersebut dapat dicapai
secara efektif. (Nursalam, 2008).
6. Discharge Planning
Discharge planning merupakan salah satu elemen penting dalam
pelayanan keperawatan. Discharge planning adalah proses mempersiapkan
pasien yang dirawat di rumah sakit agar mampu mandiri merawat diri pasca
rawatan (Carpenito, 2009 ; Kozier, 2004). Sedangkan menurut Nursalam &
Efendi (2008) discharge planning merupakan proses mulainya pasien
mendapatkan pelayanan kesehatan sampai pasien merasa siap kembali ke
lingkungannya. Dengan demikian discharge planning merupakan tindakan
yang bertujuan untuk dapat memandirikan pasien setelah pemulangan.
Menurut Discharge Planning Association (2008) tujuan dari
discharge planning adalah untuk mengidentifikasi kebutuhan spesifik pasien
untuk dapat mempertahankan atau mencapai fungsi maksimal setelah pulang.
Discharge planning juga bertujuan memberikan pelayanan terbaik untuk
menjamin keberlanjutan asuhan yang berkualitas (Nursalam, 2011).
Meskipun pasien telah dipulangkan, penting bagi pasien dan keluarga
mengetahui apa yang telah dilaksanakan dan bagaimana mereka dapat
meneruskan untuk meningkatkan status kesehatan pasien. Selain itu,
ringkasan pulang tersebut dapat disampaikan oleh perawat praktisi/perawat
home care dan mungkin dikirim ke dokter primer/dokter yang terlibat untuk
dimasukkan dalam catatan institusi untuk meningkatkan kesinambungan
perawatan dengan kerja yang kontinu ke arah tujuan dan pemantauan
kebutuhan yang berubah (Doenges & Moorhouse, 2000).
33
34

BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian
Seorang pasien wanita dengan inisial Ny. N usia 44 tahun masuk
melalui poli kebidanan RSUP Dr. M. Djamil pada tanggal 11 Maret 2019
pukul 11:16 WIB atas indikasi mioma uteri. Klien masuk dengan keluhan
utama perdarahan abnormal dari rahim dan pembengkakan pada perut bagian
bawah serta nyeri seperti tertekan di perut bagian bawah dan keluhan BAK
sering tapi sedikit.Pada tanggal 12 Maret 2019 dilakukan tindakan operasi
laparatomi-histerektomi do ruang OK RSUP Dr. M. Djamil Padang. Hasil
pemeriksaan fisik yang dilakukan sebelum tindakan pembedahan diperoleh
tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80 kali permenit, suhu 36.80C dan
pernapasan 20 kali permenit.
Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 13 Maret 2019 klien post
laparatomi-histerektomi atas indikasi mioma uteri dirawat di ruang rawat inap
kebidanan RSUP Dr. M. Djamil Padang, klien mengeluh nyeri di lokasi
operasi dengan skala nyeri 6 berlangsung ketika klien bergerak dan nyeri
terasa seperti tersayat, badan lemas, serta merasa sedih setelah operasi
pengangkatan rahim. Klien mengatakan tidak ada lagi perdarahan dari vagina,
nafsu makan baik, dan tidak ada perasaan ingin berkemih. Tekanan darah
120/70 mmHg, nadi 80 kali permenit, suhu 36.50C, dan pernapasan 20
kali permenit.
Riwayat kesehatan dahulu klien mengatakan sering mengonsumsi
makanan cepat saji serta sebelumnya tidak pernah menderita penyakit yang
sama ataupun riwayat penyakit lainnya. Riwayat kesehatan keluarga klien
mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama
dengan klien ataupun penyakit keturunan lainnya.
35

Riwayat haid klien mengatakan haid pertama kali pada usia 15 tahun,
haid teratur setiap bulan serta tidak ada keluhan selama haid. Riwayat obstetri
klien mengatakan 1 kali kehamilan dan persalinan dengan teknik vakum,
klien mengatakan tidak ikut KB karena tradisi keluarga tidak mengikuti KB.
Pada data psikologis klien mengatakan merasa sedih sebab tindakan medis
yang mengharuskan pengangkatan rahimnya, klien mengatakan baru
memiliki 1 orang anak. Data spiritual klien mengatakan beragama islam dan
beribadah sesuai ajaran agama Islam. Pola seksual klien mengatakan 1 kali
menikah pada usia 20 tahun dan menunggu 10 tahun untuk bisa memiliki
katurunan. Data sosial ekonomi suami klien (Tn. T) bekerja sebagai pedagang
barang harian serta mengelola kebun sayuran di Bukittinggi.Pengeluaran
biasanya digunakan untuk kebutuhan harian dan biaya sekolah anak klien.
Saat dilakukan pengkajian tentang kebutuhan dasar Ny.N, saat sehat
klien mengatakan makan 3 kali sehari dengan komposisi nasi, lauk dan sayur,
serta minum lebih kurang 6-7 gelas perhari. Selama dirumah sakit klien
mendapatkan diit TPTK dengan komposisi nasi, lauk, sayuran serta buah,
serta minum lebih kurang 1500 ml perhari.Pola eliminasi urine dan fekal
klien mengatakan saat sehat tidak ada gangguan BAK, klienmengatakan BAB
1 kali perhari dengan konsistensi lembek serta berwarna kuning khas
BAB.Selama sakit klien mengeluh rasa ingin berkemih, sering berkemih
namun urine yang keluar sedikit, warna kuning pekat.Setelah operasi klien
terpasang kateter urine.Klien mengatakan BAB ada 3 kali dalam seminggu
dengan konsistensi lembek berwarna kuning khas BAB.
Pola tidur dan istirahat klien selama sehat mengatakan tidur kurang
lebih 6-7 jam perhari. Saat sakit klien mengatakan susah tidur karena ruangan
panas dan terganggu pasien lain yang meracau pada malam hari, klien
mengatakan tidur kurang lebih 5-6 jam perhari. Pola personal hygiene saat
sehat klien mengatakan mandi 2 kali perhari secara mandiri.Saat sakit klien
mengatakan tidak mampu mandi sendiri, klien hanya di lap dengan kain
lembab oleh keluarga dan dibantu perawat selama dirawat.pola aktivitas saat
36

sehat klien mengatakan beraktivitas sebagai ibu rumah tangga kadang


membantu suami berdagang di toko. Saat sakit aktivitas sehari-hari klien
dibantu keluarga dan perawat, klien mengatakan pascaoperasi mampu miring
kiri-kanan, duduk di kasur serta perlahan berdiri dan berjalan di selasar ruang
rawat inap.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan secara head to toe diperoleh hasil
kesadaran klien compos mentis dengan GCS 15 (E:4 M:6 V:5), tanda- tanda
vital klien yaitu tekanan darah 120/80 mmHg, suhu 36,5 oC, nadi 80 kali
permenit, serta pernapasan 19 kali permenit. Pada kepala klien hygiene baik,
kulit kepala berminyak, warna rambut hitam, tidak ada kerontokan rambut,
serta tidak ada lesi.Pengkajian pada telinga diperoleh telinga simetris kiri-
kanan, pendengaran baik, tidak ada cairan yang keluar dari telinga.Pada mata
diperoleh konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, penglihatan baik.Pada
hidung tidak ada sianosis, pada mulut dan gigi ditemukan hygiene mulut baik,
gigi lengkap, membran mukosa mulut lembab, mukosa mulut dan lidah pucat
serta bibir pucat.
Pada leher tidak ada pembesaran vena jugularis, kelenjar tiroid
ataupun kelenjar getah bening. Pada pemeriksaan thorax didapatkan inspirasi
dan ekspirasi simetris kiri kanan, fremitus kiri dan kanan sama, bunyi perkusi
sonor, serta bunyi napas vesikuler. Payudara simetris kiri kanan, tidak ada
kelainan.Pada abdomen tampak ada luka bekas operasi memanjang dan
melintang di perut bagian bawah klien, bising usus 4 kali
permenit.Ekstremitas lengkap, kekuatan otot baik, tidak ada lesi dan edema.
Pada genitalia hygiene baik, setelah operasi tidak ada darah yang keluar dari
vagina.
Hasil pemeriksaan laboratorium hematologi pada tanggal 13 maret
2019 Hb: 10,5 g/dl, Leukosit: 21.260 /mm3, Trombosit: 273.000 /mm3,
golongan darah B Rh (+). Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 4
maret 2019 urine albumin: 4,4 g/dl, globulin: 3,4 g/dl. Pemeriksaan USG
tampak mioma uteri sudah besar sehingga menempel pada dinding rahim dan
37

kandung kemih. Klien mendapat terapi IVFD RL 0,9 % 24 tetes permenit,


injeksi Ceftriaxone 2 kali 1gr, injeksi Transamin 3 kali 500 gr, injeksi
Vitamin K 3 kali 10 gr, transfusi PRC 4 unit, obat oral ferro sulfat 300 mg (1
kali 1 tab/hari), cefixime 200 mg (2 kali 1 tab/hari), vitamin C 50 (3 kali 1
tab/hari). Klien mendapatkan terapi pembedahan histerektomi.
2. Analisa Data

B. Diagnosa Keperawatan
Sesuai dengan hasil pengkajian, peneliti menemukan 4 diagnosis keperawatan
sesuai kasus tersebut yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik,
kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan prosedur pembedahan,
hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan prosedur pembedahan dan nyeri,
serta gangguan citra tubuh berhubungan dengan prosedur pembedahan
(histerektomi).
Pada diagnosis keperawatan pertama yaitu nyeri akut berhubungan dengan
agen cidera fisik berdasarkan data subjektif klien mengatakan nyeri karena
pembedahan, nyeri seperti tersayat, nyeri dirasakan di area pembedahan yaitu
perut bagian bawah, skala nyeri 6 dari 10, dan nyeri berlangsung saat klien
bergerak. Sedangkan data objektif klien tampak meringis, klien tampak
melindungi area nyeri dengan tangan, dan klien tampak gelisah.
Pada diagnosis kedua yaitu kerusakan integritas jaringan berhubungan
prosedur pembedahan berdasarkan data subjektif klien mengatakan ada bekas
jahitan di perut bagian bawah.Pada data objektif tampak luka bekas operasi di
perut bagian bawah terbalut plester, tampak luka memanjang dan melintang di
perut bagian bawah, uka bersih dan tidak basah, tidak ada cairan / pus yang
keluar dari luka, luka tidak berbau.
38

Pada diagnosis ketiga yaitu hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan


prosedur pembedahan dan nyeri berdasarkan data subjektif klien mengeluh tidak
bisa beraktifitas banyak karena nyeri bekas operasi, dan klien mengeluh kesulitan
membolak-balik badan.Pada data objektif klien tampak kesulitan beraktifitas, dan
klien tampak meringis saat bergerak.
Pada diagnosis keempat yaitu gangguan citra tubuh berhubungan dengan
prosedur pembedahan (histerektomi) berdasarkan data subjektif klien mengatakan
sedih karena pengangkatan rahim pada proses pembedahan dan klien mengatakan
merasa tidak sempurna menjadi wanita. Pada data objektif klien tampak sedih
dan klien tampak sering menundukkan kepala

C. Perencanana Keperawatan
Dalam menyelesaikan masalah keperawatan yang muncul pada pasien selama
perawatan dibutuhkan intervensi keperawatan yang didalamnya terdapat tujuan
dan kriteria hasil yang diharapkan serta rencana tindakan yang akan dilakukan.
Pada diagnosis pertama yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera
fisik disusun rencana keperawatan manajemen nyeri dengan aktivitas
keperawatan diantarnanya mengkaji nyeri dengan teknik PQRST, memberikan
informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri,

berapa nyeri yang dirasakan, dan antisipasi dari ketidak nyamanan akibat
prosedur, mengajarkan prinsip manajemen nyeri seperti teknik relaksasi napas
dalam dan distraksi, melakukan kolaborasi dengan pasien, orang terdekat dan tim
kesehatan lainnya untuk memilih dan mengimplementasikan tindakan penurunan
nyeri nonfarmakologi, sesuai kebutuhan serta pemberian analgesik.

Pada diagnosis kedua yaitu kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan


prosedur pembedahan disusun rencana keperawatan yaitu perawatan luka dengan
aktivitas keperawatan diantaranya memonitor karakteristik luka (termasuk
drainase, warna, ukuran luka), membersihkan dengan normal saline atau
39

pembersih yang tidak beracun dengan tepat, memberikan balutan yang sesuai
dengan jenis luka, mempertahankan teknik balutan steril ketika melakukan
perawatan luka dengan tepat, merujuk pada ahli adiet, dengan tepat. Rencana
keperawatan kedua yaitu perlindungan infeksi dengan aktivitas keperawatan
diantaranya adalah memonitor adanya tanda gejala infeksi sistemik dan lokal,
memeriksa kondisi setiap sayatan bedah atau luka, memberikan perawatan luka
yang tepat untuk area pembedahan, meningkatkan asupan nutrisi yang cukup,
manganjurkan asupan caira dengan tepat, mengajarkan pasien dan keluarga
mengenai tanda dan gejala infeksi dan kapan harus melaporkannya ke pelayanan
kesehatan, serta mengajarkan pasien dan keluarga cara menghindari infeksi.

Pada diagnosis ketiga yaitu hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan


prosedur bedah dan nyeri disusun rencana keperawatan terapi latihan : ambulasi
dengan aktivitas keperawatan mendorong pasien untuk duduk ditempat tidur, atau
di kursi, sebagaimana yang dapat ditoleransi, melakukan konsultasikan pada ahli
terapi fisik mengenai rencana ambulasi sesuai kebutuhan, dan membantu pasien
untuk berpindah, sesuai kebutuhan. Rencana keperawatan selanjutnya yaitu terapi
relaksasi dengan aktivitas keperawatan memberikan penjelasan tentang tindakan,

mendapatkan perilaku yang menunjukkan terjadinya relaksasi, misalnya bernapas


dalam, menguap, pernapasan perut, atau bayangkan bayangan yang
menyenangkan, serta mendorong klien untuk mengulangi teknk
relaksasi.Rencana keperawatan selanjutnya yaitu pengecekan kulit dengan
aktivitas keperawatan memeriksa kondisi luka operasi dengan tepat, dan
memonitor infeksi.

Pada diagnosis keempat yaitu gangguan citra tubuh berhubungan dengan


prosedur bedah disusun rencana keperawatan peningkatan citra tubuh dengan
aktivitas keperawatan menentukan harapan citra tubuh pasien didasarkan pada
tahap perkembangan, membantu pasien untuk mendiskusikan perubahan-
40

perubahan disebabkan adanya penyakit, pembedahan, dengan cara yang tepat,


membantu pasien untuk mendiskusikan stresor yang mempengaruhi citra diri
terkait dengan kondisi kongenital, cedera, penyakit atau pembedahan,
menentukan persepsi klien dan keluarga terkait dengan perubahan citra diri dan
realitas, dan membantu pasien untuk mengidentifikasi bagian dari tubuhnya yang
memiliki persepsi positif terkait dengan tubuhnya
D. Pelaksanaan Keperawatan

Sesuai dengan perencanaan keperawatan yang telah disusun, rencana tindakan


dari masing-masing masalah tidak semua bisa dilaksanakan.Hal ini berkaitan
dengan implementasi yang dilakukan selalu berdasarkan kondisi dan kebutuhan
pasien yang diperlukan. Implementasi dilakukan selama 6 hari sejak hari Rabu
tanggal 13 Maret 2019 sampai tanggal Senin tanggal 18 Maret 2019.

Implementasi yang telah dilakukan pada tanggal 13 Maret 2019 pukul 10:00 WIB
untuk diagnosa nyeri akut yaitu melakukan pengkajian nyeri dengan format
PQRST (P: klien mengatakan nyeri karena pembedahan, Q: nyeri seperti tersayat,
R: nyeri dirasakan di area pembedahan yaitu perut bagian bawah, S: skala nyeri
6, T: nyeri berlangsung saat klien

bergerak); mengobservasi komunikasi non verbal terkait nyeri yang dirasakan


klien, memberikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa
nyeri yang dirasakan, dan antisipasi dari ketidak nyamanan akibat prosedur;
mengajarkan prinsip manajemen nyeri seperti teknik relaksasi napas dalam dan
distraksi (klien mampu mempraktikkan teknik relaksasi napas dalasm). Untuk
diagnosa kerusakan integritas jaringan telah dilakukan implementasi pada pukul
10:15 WIB yaitu memonitor karakteristik luka, termasuk drainase, warna, ukuran
(luka bersih dan tidak basah, tidak ditemukan tanda gejala infeksi pada luka,
masih ada darah keluar dari drainase); menganjurkan klien dan keluarga agar
balutan tidak dibuka atau basah; memberikan penjelasan tentang tanda gejala
41

infeksi pada luka; menganjurkan keluarga melaporkan bila ditemukan tanda


gejala infeksi; berkolaborasi dengan medis pemberian ceftriaxone dan
transmanin. Untuk diagnosa hambatan mobilitas fisik telah dilakukan
implementasi pada pukul 10:30 WIB yaitu menganjurkan klien menggerakkan
persendian tubuh dan miring kiri-kanan secara perlahan (klien mampu
menggerakkan persendian dan miring kiri-kanan). Untuk diagnosa gangguan citra
tubuh telah dilakukan implementasi pada pukul 10:45 WIB yaitu membantu
pasien untuk mendiskusikan perubahan yang disebabkan oleh penyakit dan
proses penyembuhan; membantu klien beradaptasi dengan perubahan tubuh pasca
tindakan pembedahan; membantu klien mengidentifikasi bagian tubuh yang
memiliki persepsi positif terkait tubuhnya.

Implementasi yang telah dilakukan pada tanggal 14 Maret 2019 untuk diagnosa
nyeri akut dilakukan pada pukul 10:00 WIB yaitu melakukan evaluasi keefektifan
manajemen nyeri (P: klien mengatakan nyeri karena pembedahan, Q: nyeri
seperti tersayat, R: nyeri dirasakan di area pembedahan yaitu perut bagian bawah,
S: skala nyeri 5, T: nyeri berlangsung saat klien bergerak); meminta klien
mengulangi manajemen nyeri teknik napas dalam dan distraksi (klien mampu
mengulangi teknik napas dalam). Untuk diagnosa hambatan mobilitas fisik telah
dilakukan

implementasi pada pukul 10:30 WIB yaitu menganjurkan klien menggerakkan


persendian tubuh dengan perlahan; menganjurkan klien miring kiri-kanan
perlahan; membantu klien untuk duduk diatas tempat tidur perlahan (klien
mampu duduk diatas tempat tidur, klien belum bisa turun dari bed karena masih
terpasang kateter urine).Untuk diagnosa gangguan citra tubuh telah dilakukan
implementasi pada pukul 10:45 yaitu membantu pasien dalam menetapkan
keberlanjutan dari perubahan aktual dari tubuh atau tingkat fungsinya;
menentukan persepsi klien dan keluarga terkait dengan perubahan citra diri dan
42

realitas; membantu pasien untuk mengidentifikasi bagian dari tubuhnya yang


memiliki persepsi positif terkait dengan tubuhnya.

Implementasi yang telah dilakukan pada tanggal 15 Maret 2019 untuk diagnosa
nyeri akut pada pukul 10:00 WIB yaitu melakukan evaluasi keefektifan
manajemen nyeri (P: klien mengatakan nyeri karena pembedahan, Q: nyeri
seperti tersayat, R: nyeri dirasakan di area pembedahan yaitu perut bagian bawah,
S: skala nyeri 4, T: nyeri berlangsung saat klien bergerak); meminta klien
mengulangi manajemen nyeri teknik napas dalam dan distraksi (klien mampu
mengulangi teknik napas dalam). Untuk diagnosa kerusakan integritas jaringan
telah dilakukan implementasi pada pukul 10:15 WIB yaitu memonitor
karakteristik luka, termasuk drainase, warna, ukuran (luka bersih dan tidak basah,
tidak ditemukan tanda gejala infeksi pada luka, balutan luka diganti, tidak ada
darah yang keluar dari drainase, drainase dilepaskan); menganjurkan klien dan
keluarga agar balutan tidak dibuka atau basah; memberikan penjelasan tentang
tanda gejala infeksi pada luka; menganjurkan keluarga melaporkan bila
ditemukan tanda gejala infeksi; injeksi ceftriaxone dan transamin. Untuk
diagnosa hambatan mobilitas fisik telah dilakukan implementasi pada pukul
10:30 WIB yaitu menganjurkan klien menggerakkan persendian tubuh dengan
perlahan; menganjurkan klien miring kiri-kanan perlahan; membantu klien untuk
duduk diatas tempat tidur perlahan; membantu klien duduk diatas bed

dengan kaki menjuntai ke lantai; membantu klien turun dari bed dan berdiri;
membantu klien berjalan perlahan-lahan (klien mampu duduk diatas tempat tidur,
berdiri dan berjalan di selasar rumah sakit. Klien tidak terpasang kateter
urine).Untuk diagnosa gangguan citra tubuh telah dilakukan implementasi pada
pukul 10:45 WIB yaitu membantu pasien dalam menetapkan keberlanjutan dari
perubahan aktual dari tubuh atau tingkat fungsinya; menentukan persepsi klien
dan keluarga terkait dengan perubahan citra diri dan realitas; membantu pasien
43

untuk mengidentifikasi bagian dari tubuhnya yang memiliki persepsi positif


terkait dengan tubuhnya (masalah teratasi, intervensi dihentikan).

Implementasi yang telah dilakukan pada tanggal 16 Maret 2019 untuk diagnosa
nyeri akut pada pukul 10:00 WIB yaitu mengevaluasi keefektifan manajemen
nyeri; meminta klien mengulangi manajemen nyeri teknik napas dalam dan
distraksi (P: klien mengatakan nyeri karena pembedahan, Q: nyeri seperti
tersayat, R: nyeri dirasakan di area pembedahan yaitu perut bagian bawah, S:
skala nyeri 3, T: nyeri berlangsung saat klien bergerak). Untuk diagnosa
hambatan mobilitas fisik telah dilakukan implementasi pada pukul 10:30 WIB
yaitu mengevaluasi mobilisasi klien; menganjurkan klien melakukan aktivitas
seperti mandi, memasang pakaian, makan dan minum secara mandiri (klien
mampu melakukan aktivitas seperti mandi, memasang pakaian, makan dan
minum secara mandiri. Klien tampak tidak terpasang infuse kateter; masalah
teratasi; intervensi dihentikan).

Implementasi yang telah dilakukan pada tanggal 18 Maret 2019 untuk diagnosa
kerusakan integritas jaringan pada pukul 10:15 WIB yaitu memonitor
karakteristik luka, termasuk drainase, warna, ukuran; menganjurkan klien dan
keluarga agar balutan tidak dibuka atau basah; menganjurkan klien mengganti
balutan hanya di tempat pelayanan kesehatan seperti puskesmas, klinik atau
rumah sakit; menganjurkan klien rutin kontrol luka operasi ke pelayanan
kesehatan (luka tampak bersih dan

kering, tidak ada infeksi, balutan masih terpasang baik dan bersih; masalah
teratasi; intervensi dihentikan, pasien pulang).

E. Evaluasi Keperawatan
44

Selama perawatan 6 hari (13 – 18 Maret 2019) didapatkan bahwa masalah nyeri
akut berkurang dalam 4 hari rawatan, klien dapat mempraktikkan teknik
napas dalam untuk mengurangi nyeri, nyeri berkurang dari skala nyeri 6
menjadi 3, klien tidak gelisah dan sudah mampu beraktifitas seperti mandi,
makan, mengenakan pakaian serta berjalan tanpa merasakan nyeri yang
mengganggu. Untuk masalah kerusakan integritas jaringan teratasi, luka
kering dan bersih namun balutan belum dibuka dikarenakan masih ada proses
penyembuhan luka.Untuk diagnosa hambatan mobilitas fisik teratasi dalam 4
hari rawatan, klien sudah mampu melakukan aktifitas sehari-hari seperti
mandi, makan, seta berjalan. Untuk diagnosa gangguan citra tubuh teratasi
dalam 3 hari rawatan, klien sudah menerima realita perubahan struktur,
bentuk dan fungsi tubuh. Klien menunjukkan peningkatan harga diri, klien
mampu menunjukkan aspek postif dalam diri.
45

BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pengkajian Keperawatan

B. Diagnosa Keperawatan

C. Perencanana Keperawatan

D. Pelaksanaan Keperawatan

E. Evaluasi Keperawatan
46

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran
47

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S., 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta,
Yogyakarta.

Darmadi, S, (2012). Infeksi Nosokomial Problematika & Pengendaliannya. Jakarta:


salemba Medika

Dharma, K.K., 2011. Metodologi penelitian keperawatan. Trans Info Media, Jakarta.

Fauzi N, Ahsan, Azzuhri M,. 2015. Pengaruh Faktor Individu, Organisasi dan
Perilaku terhadap Kepatuhan Perawat dalam Melaksanakan Hand Hygiene
di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Tk. II Dr. Soepraoen Malang. Jurnal
Aplikasi Manajemen (JAM)

Fauzia N, Ansyori A, Hariyanto T. 2014. Kepatuhan Standar Prosedur Operasional


Hand Hygiene pada Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit. Jurnal
Kedokteran Brawijaya

Hermawan D, Junika E, Nadeak J., 2018. Hubungan Kepatuhan Perawat


Melaksanakan Standar Prosedur Operasional (SPO) Cuci Tangan Terhadap
Kejadian Phlebitis Di Rumah Sakit Graha Husada Bandar Lampung. Holistik
Jurnal Kesehatan

Marfu’ah Siti And Sofiana Liena. 2018. Analisis Tingkat Kepatuhan Hand Hygiene
Perawat dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial. J. Fakultas Kesehatan
Masyarakat.

Moniung, N., 2016. Perilaku Kesehatan dalam Psikologi Kesehatan, edisi kedua.
EGC, Jakarta.

Munandar Imam And Koto Yeni. 2018. Kepatuhan Perawat dalam Pelaksanaan
Standar Operasional Prosedur (SOP) Perawatan Luka dengan Kejadian
48

Infeksi Luka Operasi Post Sectio Caesaria. J. Ilmiah Ilmu Keperawatan


Indonesia. Vol. 8 No. 2

Notoatmodjo, 2014. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta,


Jakarta.

Notoatmojo, S., 2010. Metodologi penelitian kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta.

Nursalam, 2014. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis.


Salemba Medika, Jakarta.

Potter & Perry. (2010) Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses &
Praktek. Edisi 4. Vol 1. Jakarta : EGC

Priandika Angga Satria. 2015. Hubungan Antara Kepatuhan Prosedur Cuci Tangan
Perawat Dan Penggunaan Sarung Tangan Dengan Kejadian Phlebitis Di
Rsud Dr.Soedirman Kabupaten Kebumen. Sekolah Tinngi Ilmu Kesehatan
Muhammadiyah Gombong

Rohani dan Hingawati setio. (2014). Panduan Praktik Keperawatan


Nosokomial.Yogyakarta : PT Citra Parama

Riskesdas, 2018. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar tahun 2018. Badan
Penelit. Dan Pengemb. Kesehat. Kementeri. Kesehat. RI.

Saryono, 2014. Metodologi penelitian keperawatan. UNSOED, Purwokerto.

Saryono, Anggraeni, nani, 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif


Dalam Bidang Kesehatan. Nuha Medika, Jakarta.

Sugiyono, 2014. Metode penelitian kuantitaif, kualitatif dan R&D. Alfabeta,


Bandung.

Susiati, (2015). Keterampilan Keperawatan Dasar, Paket 1, Erlangga Medical


Series, Jakarta
49

Syamsuddin, 2015. Pedoman praktis metodologi penelitian internal (pendekatan


kualitatif, kuantitatif, pengembangan dan mix-method). Wade Group,
Indonesia.

Widyawati, S.N (2016). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai