Anda di halaman 1dari 109

LAPORAN PROJECT BASED LEARNING (PBL)

SISTEM ENDOKRIN

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 1
Fairuz Adilisty Hunta Dian Novianti
Ahmad Jibran Yuyun Putri N.ID
Bahrudin R. Ibrahim Sri Marlin M. Pakaja
Annisa Mu’minuna Usman Alfina Latief
Indrawati Tahir Jovita Aulyana
Nufadhillah Male Safriany Ikhlasia Kasim
Suci Anggriani Albakir Alyaa Aladawiyah Lalapa
Vidya A. Lasimpala Siti Sarifatul Aini
Nurain Lista Akili

DOSEN PENGAMPUH :
Ns. Ita Sulistiani M. Basir S.Kep.,M.Kep

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2023
PEMBAGIAN TUGAS
No Nama Pembagian kerja
1. Fairuz Adilisty Hunta Konsep Keperawatan Kasus I
2 Ahmad Jibran Seven Jump Kasus II
3. Bahrudin R. Ibrahim Konsep Medis III
4. Annisa Mu’minuna Usman Konsep Keperawatan Kasus III
5. Indrawati Tahir Konsep Medis III
6. Nufadhillah Male Seven Jump Kasus II
7. Suci Anggriani Albakir Konsep Medis I
8. Vidya A. Lasimpala Seven Jump Kasus III
9. Nurain Lista Akili Seven Jump Kasus III
10. Dian Novianti Seven Jump Kasus I
11. Yuyun Putri N.ID Konsep Medis I
12. Sri Marlin M. Pakaja Konsep Medis II
13. Alfina Latief Konsep Keperawatan Kasus III
14. Jovita Aulyana Seven Jump Kasus I
15. Safriany Ikhlasia Kasim Konsep Keperawatan Kasus II
16. Alyaa Aladawiyah Lalapa Konsep Medis II
17. Siti Sarifatul Aini Konsep Keperawatan Kasus II

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah
kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, serta kepada keluarga, sahabat, kerabat
beliau sekalian.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana telah memberikan kami
semua kekuatan dan kelancaran dalam menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah II yang berjudul “Laporan PBL Sistem Endokrin“ dapat selesai sesuai waktu yang telah
kami rencanakan. Tersusunnya makalah ini tidak lepas dari berbagai pihak yang telah
memberikan bantuan secara materil dan moril, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ns. Ita Sulistiani Basir, S. Kep., M. Kep. selaku dosen pendamping Universitas Negeri
Gorontalo.
2. Kedua orang tua yang selalu mensuport dan memeberikan dorongan untuk semangat
kepada penulis.
3. Teman-teman sekalian yang selalu mendukung menyusun dan menyelesaikan makalah
dengan semaksimal mungkin

Makalah ini tentunya jauh dari kata sempurna tapi penulis tentunya bertujuan untuk
menjelaskan atau memaparkan point-point di makalah ini, sesuai dengan pengetahuan yang kami
peroleh, baik dari buku maupun sumber-sumber yang lain. Semoga semuanya memberikan
manfaat bagi kita. Bila ada kesalahan tulisan atau kata-kata di dalam makalah ini, penulis mohon
maaf yang sebesar-besarnya.

Gorontalo, Februari 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

PEMBAGIAN TUGAS ................................................................................................................... i


KATA PENGANTAR .................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................. iii
KASUS 1 (SERING HAUS & SERING LAPAR) ......................................................................... 1
BAB I SEVEN JUMP ................................................................................................................. 1
BAB II KONSEP MEDIS........................................................................................................... 7
BAB III KONSEP KEPERAWATAN ..................................................................................... 18
KASUS II (SERING MERASA PANAS) .................................................................................... 37
BAB I SEVEN JUMP ............................................................................................................... 37
BAB II KONSEP MEDIS......................................................................................................... 44
BAB III KONSEP KEPERAWATAN ..................................................................................... 51
KASUS III (SERING MERASA DINGIN) ................................................................................. 69
BAB I SEVEN JUMP ............................................................................................................... 69
BAB II KONSEP MEDIS......................................................................................................... 76
BAB III KONSEP KEPERAWATAN ..................................................................................... 82
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 101

iii
BAB I
SEVEN JUMP

KASUS I
(SERING HAUS & SERING LAPAR)
Seorang perempuan berusia 65 tahun dirawat di ruang interna karena merasa lemas.
Pasien mengatakan sering BAK pada malam hari, sering merasa haus dan lapar. Turgor kulit
lama Kembali. Dari hasil pengkajian pasien mengatakan beberapa bulan ini pola tidurnya
berubah dan sering terjaga saat tidur. Keluarga pasien mengatakan ibunya sering merasakan
kram dan kesemutan pada bagian telapak kaki. Pasien tidak mengikuti anjuran dokter untuk
menghindari makanan manis, hal ini terlihat dari seringnya dia mengkomsumsi makanan dan
minuman manis. Hasil pemeriksaan GDS : 350 mg/dl, HbA1c = 7,4%, TD : 110/70 mmHg,
frekuensi nadi : 104 x/menit, frekuensi nafas 24x/menit, hasil pemeriksaan ABI 0,8.

1.1 Klasifikasi Istilah Penting


1) Lemas atau Lelah adalah keadaan kekurangan energi. Kelelahan merupakan suatu
bagian dari mekanisme tubuh yang melakukan perlindungan agar tubuh terhindar dari
kerusakan yang lebih parah, dan akan kembali pulih apabila melakukan istirahat.
Sedangkan Lemas, ini akibat karbohidrat yang keluarnya bersama urine maka tubuh
kekurangan kalori (Parmilah, 2022)
2) Turgor kulit turgor kulit merupakan kondisi kulit yang elastisitasnya buruk, karena
adanya faktor kekurangan kadar air sehingga timbul garis-garis halus dan kerut-kerut
pada kulit (Tutik Yuliyanti, 2022)
3) Kram adalah kontraksi yang tidak disengaja dari satu atau lebih otot yang terus
menerus (spastisitas otot) dan tidak rileks. Saat kram, otot tiba-tiba berkontraksi
(memendek), menyebabkan rasa sakit (Detty Afrianty, 2023)
4) Kesemutan sering disebut dengan Paresthesia. Menurut definisi medis adalah sensasi
seperti digelitik (tingling), ditusuk-tusuk (pricking), dan kadang disertai rasa kebas
(numbness). Paresthesia terjadi bila transport axon (bagian dalam serabut saraf)
terganggu, sehingga nutrisi dari saraf pun ikut terganggu. Paresthesia adalah sensasi

1
terbakar atau tusukan, paling umum ketika ada tekanan yang berkelanjutan pada saraf
dan dialami sebagai paresthesia sementara (dr. Endika Rachmawati, 2020)
5) GDS Glukosa Darah Sewaktu (GDS) atau Blood Sugar Sometimes (BSS) adalah
pemeriksaan kadar glukosa pada darah pasien yang tidak puasa dan dan dapat
dilakukan kapan saja. Pemeriksaan GDS sering dilakukan karena selain digunakan
sebagai pemeriksaan penyaring (screening) diabetes, juga dilakukan rutin untuk
memantau kadar glukosa darah pada pasien diabetes. Pemeriksaan glukosa darah
sewaktu dapat dilakukan menggunakan test strip untuk darah kapiler dan
menggunakan fotometer untuk serum atau plasma (Ramadhani, 2019)
6) HbA1c adalah Kadar hemoglobin sel darah merah yang mengikat glukosa sebagai
petunjuk kontrol glikemik pasien diambil pada saat masuk rumah sakit sebelum
melakukan tindakan amputasi untuk pasien yang telah melakukan amputasi dan hasil
pemeriksaan kadar HbA1c terakhir bagi pasien yang belum melakukan tindakan
amputasi ektremitas di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda dan tercatat dalam
rekam medik (Ayu WIra Oktalia, 2021)
7) Pemeriksaan ABI atau Ankle brachial index merupakan pemeriksaan yang sensitif dan
spesifik untuk mendeteksi PAP. ABI merupakan salah satu tindakan non invasif untuk
menilai risiko penyakit vaskular perifer dalam perawatan primer (Annisa Susilo,
2021).

1.2 Kata Problem Kunci


1) Merasa Lemas
2) Turgor Kulit lama kembali
3) GDS : 350 mg/dl
4) HbA1c : 7,4%
5) Frekuensi Nadi : 104 x/menit
6) Hasil Pemeriksaan : ABI 0,8.

2
1.3 Mind Map

Sering lapar dan haus

DIABETES MELLITUS HIPERTIROID


Diabetes mellitus adalah penyakit yang disebabkan Hipertiroid adalah suatu kondisi ketika kelenjar tiroid
tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara melepaskan hormon tiroid secara berlebih dibandingkan
adekuat sehingga kadar glukosa (gula sederhana) di dalam dengan yang dibutuhkan tubuh. Kondisi ini dapat
darah tinggi (Suryati, et al., 2019) mengakibatkan tirotoksikosis, yaitu berbagai bentuk
manifestasi interaksi kelebihan hormon tiroid pada jaringan
Tanda dan gejala tubuh berupa percepatan detak jantung, penurunan berat
- Serangan cepat karena tidak ada insulin yang diproduksi badan, peningkatan nafsu makan, dan kecemasan. (Musoddaq
- Nafsu makan meningkat (polyphagia) karena sel-sel et al., 2022)
kekurangan energi, sinyal bahwa perlu makan banyak. Tanda dan gejala
- Haus meningkat (polydipsia) karena tubuh berusaha - Peningkatan frekuensi denyut jantung.
membuang glukosa - Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, peningkatan
- Urinasi meningkat (polyuria) karena tubuh berusaha kepekaan terhadap Katekolamin.
membuang glukosa - Peningkatan laju metabolisme basal, peningkatan
- Berat badan turun karena glukosa tidak dapat masuk ke pembentukan panas, intoleran terhadap panas, keringat
dalam sel berlebihan.
- Sering infeksi karena bakteri hidup dari kelebihan - Sulit menelan, penurunan berat badan, tetapi peningkatan
glukosa rasa lapar (nafsu makan baik)
- Penyembuhan tertunda lama karena naiknya kadar - Peningkatan frekuensi buang air besar
glukosa di dalam darah menghalangi proses kesembuhan - Gondok (biasanya), yaitu peningkatan ukuran kelenjar
tiroid
- Gangguan reproduksi
- Tidak tahan panas
- Cepat Lelah
- Pembesaran kelenjar tiroid
3
- Mata melotot (exoptalmus). Hal ini terjadi sebagai akibat
Tabel persotiran
NO MASALAH KLINIS DIABETES HIPERTIROID
MELITUS
1. Merasa Lemas √ √

2. Turgor Kulit lama kembali √ √


3. GDS : 350 mg/dl √ -
4. HbA1c : 7,4% √ -
5. Frekuensi Nadi : 104 x/menit √ √
(Takikardi )
6. Hasil Pemeriksaan : ABI 0,8. √ -

1.4 Pertanyaan Penting


1) Mengapa pasien sering bak pada malam hari?
2) Mengapa Turgor kulit pasien lama kembali?
3) Mengapa bisa pasien merasa kram dan kesemutan pada bagian telapak kaki?
4) Mengapa pasien dengan GDS diatas normal bisa mengalami takikardi?
5) Apa yang terjadi jika hasil ABI di bawah normal?

1.5 Jawaban Pertanyaan


1) Karena sel-sel di tubuh tidak dapat menyerap glukosa, ginjal mencoba mengeluarkan
glukosa sebanyak mungkin. Akibatnya, penderita jadi lebih sering kencing daripada
orang normal dan mengeluarkan lebih dari 5 liter air kencing sehari. Ini berlanjut
bahkan di malam hari. Penderita terbangun beberapa kali untuk buang air kecil. Itu
pertanda ginjal berusaha singkirkan semua glukosa ekstra dalam darah
(KEMENKESRI, Kementrian Kesehatan Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan,
2019)
2) Pada panderita diabetes turgor kulit menurun terjadi akibat produksi insulin yang tidak
adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar gula darah tidak dapat
dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak
minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengarui status
kesehatan penderita (Asbath Said, 2021)
4
3) Neuropati diabetik adalah suatu kelainan pada urat saraf akibat dari diabetes melitus
akibat kadar gula dalam darah yang tinggi dapat merusak urat saraf penderita dan
menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, apabila penderita
mengalami trauma kadang-kadang tidak terasa. Kerusakan saraf menyebabkan mati
rasa dan menurunnya kemampuan merasakan sensasi sakit, panas atau dingin. Titik
tekanan, seperti akibat pemakaian sepatu yang terlalu sempit menyebabkan terjadinya
kerusakan saraf yang dapat mengubah cara jalan klien. Kaki depan lebih banyak
menahan berat badan hangat rentan terhadap luka tekan. Dapat disimpulkan bahwa
gejala neuropati meliputi kesemutan, rasa panas, rasa tebal di telapak kaki, kram,
badan sakit semua terutama malam hari (Meidayanti, 2018)
4) Seseorang dengan penyakit kronis, rentan mengalami kecemasan salah satunya adalah
penderita DM. World Health Organization (WHO) (2020) mencatat terdapat 48%
penderita diabetes yang mengalami kecemasan akibat penyakitnya. Hal ini terjadi
karena efek DM dapat menyebabkan produksi epinefrin meningkat, memobilisasi
glukosa, asam lemak, dan asam nukleat yang cenderung menyebabkan rasa lapar dan
kecemasan. Kecemasan bisa memicu aktivasi saraf simpatik yang dapat menyebabkan
terjadinya takikardia (Permata, 2022).
5) Apabila hasil nilai ABI di bawah itu maka terdapat kecurigan seseorang terdapat PAP.
Beberapa pengecualian yaitu pada pasien-pasien diabetes mellitus dengan PAP maka
pembuluh darahnya akan mengalami kalsifikasi sehingga nilai ABI pasien mungkin
akan normal atau tinggi sehingga hasil pemeriksaan menjadi ambigu. Dengan kita
mengenali PAP lebih awal, diharapkan dapat mencegah kerusakan pada pembuluh
darah ekstremitas dan menurunkan angka kematian (KEMENKESRI, 2022)

1.6 Tujuan Pembelajaran Selanjutnya


1) Diharapkan bisa mengerti dan mendalami masalah sistem endokrin
2) Diharapkan bisa menganalisa penyakit yang terdapat pada kasus
3) Untuk mengetahui pemeriksaan selanjutnya dan untuk menegakkan diagnosa dari
kasus yang diberikan
4) Untuk mengetahui apakah adanya penatalaksanaan dari kasus yang diberikan

5
1.7 Informasi Tambahan
Sakitri, G., & Nurkalis, U. (2022). Hubungan Psikoedukasi Tentang Empat Pilar Untuk
Meningkatkan Kepatuhan Pasien Diabetes Mellitus Tipe Ii. Jurnal Penelitian
Perawat Profesional, 4(3), 999–1004. http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/
index.php/JPPP

1.8 Klarifikasi Informasi


Rancangan penelitian ini menggunakan quasi eksperimental dengan one group pre
post test design. Penelitian ini dilakukan Gambirejo. populasi penelitian ini adalah
penderita diabetes mellitus yang tersebar di puskesmas gambirejo. Tehnik Sampling akan
menggunakan purposive sampling. Sampel yang dipilih berdasar kriteria inklusi dan
eksklusi yang ditetapkan. Kriteria inklusi meliputi pasien telah menderita diabetes
mellitus selama lebih dari 6 bulan, jenis diabetes mellitus tipe II, tidak mengalami
komplikasi gagal ginjal, tinggal bersama keluarga dan bersedia menjadi responden.
Kriteria eksklusi adalah pasien penderita DM dengan komplikasi, tidak bersedia menjadi
responden. Sampel penelitian ini sebanyak 23 responden.
Hasil penelitian menunjukkan kelompok usia 51-55 tahun memiliki presentase
tertinggi (47,8%) dan kelompok usia 41-50 tahun memiliki presentase terendah (0%). Hal
ini sesuai dengan Riskesdas (2018) yaitu kelompok usia 55 – 74 tahun memiliki
prevalensi diabetes mellitus tertinggi(Kemenkes RI, 2018). Pada variabel jenis kelamin,
perempuan dengan diabetes mellitus memiliki presentase lebih tinggi (56,6%)
dibandingkan laki-laki dengan diabetes mellitus (43,4%). Perempuan memiliki prevalensi
diabetes mellitus lebih tinggi daripada laki-laki. Perempuan memiliki faktori risiko lebih
tinggi daripada laki-laki karena memiliki peluang peningkatan Body Mass Index (BMI)
lebih besar sehingga dapat menurunkan respon sensitivitas insulin (Sakitri & Nurkalis,
2022)

1.9 Analisa dan Sistesa Informasi


Berdasarkan kasus di atas kelompok kami mengambil dx keperawatan Diabetes
Melitus berdasarkan manifestasi dan gejala yang di alami pasien yaitu Merasa Lemas,
Turgor Kulit lama kembali GDS : 350 mg/dl HbA1c : 7,4% , Frekuensi Nadi : 104
x/menit Hasil Pemeriksaan : ABI 0,8

6
BAB II
KONSEP MEDIS
2.1 Definisi
Diabetes mellitus adalah penyakit yang disebabkan tubuh tidak dapat melepaskan
atau menggunakan insulin secara adekuat sehingga kadar glukosa (gula sederhana) di
dalam darah tinggi (Suryati, et al., 2019). Menurut (Castika & Melati, 2019) diabetes
mellitus (DM) juga merupakan suatu penyakit yang termasuk ke dalam kelompok
penyakit metabolik, di mana karakteristik utamanya yaitu tingginya kadar glukosa dalam
darah (hiperglikemia).
Diabetes mellitus tipe II adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai
dengan kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel-sel beta pankreas
dan/atau gangguan fungsi insulin (resistensi insulin). Diabetes mellitus tipe II merupakan
penyakit yang diakibatkan oleh insensivitas sel terhadap insulin, sehingga terjadinya
hiperglikemia. Diabetes mellitus tipe II sebagai non insulin dependen diabetes mellitus
karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas tetapi dalam jumlah sedikit
menurun atau berada dalam rentang normal..
2.2. Etiologi,
Wirnasari (2019), terdapat etiologi proses terjadinya diabetes mellitus menurut
tipenya diantaranya :
a. Diabetes Mellitus tipe 1
Diabetes Tipe 1 ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pancreas. Kombinasi factor
genetic, imuniologi dan mungkin pula lingkungan (misalnya, infeksi virus)
diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta. Factor-faktor genetic penderita
diabetes tidak mewarisi diabetes tipe 1 itu sendiri : tetapi mewarisi sautu presdiposisi
atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe 1. Kecenderungan genetic
ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucocyte
antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab antigen
transplantasi dan proses imun lainnya. 95% pasien berkulit putih dengan diabetes tipe
1 memperlihatkan tipe HLA yang spesifik (DR 3 atau DR 4). Risiko terjadinya
diabetes tipe 1 meningkat tiga hingga lima kali lipat individu yang memiliki salah
satu dari kedua tipe HLA ini. Risiko tersebut meningkat sampai 10 kali pada individu

7
yng memiliki tipe HLA DR3 maupun DR4 (jika dibandingkan dengan populasi
umum).
Faktor lingkungan, penyelidikan juga sedang dilakukan terhadap kemungkinan
factor-faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta. Sebagai contoh, hasil
penyelidikan yang menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.
b. Diabetes Mellitus tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Factor genetic diperkirakan
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat
factor-faktor risiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe
II, factor tersebut sebagai berikut :
1. Usia (resistensi insulin cenderung menigkat pada usia diatas 65 tahun)
2. Obesitas
3. Riwayat keluarga
4. Kelompok etnik

2.3. Manifestasi klinis


Beberapa gejala umum yang dapat ditimbulkan oleh penyakit DM menurut Randy
dan Margareth (2012) di antaranya:
a. Poliuri (peningkatan produksi urine) Apabila kadar gula darah melebihi nilai ambang
ginjal (> 180 mg/dl), maka gula akan keluar bersama dengan urine. Jika kadarnya
lebih tinggi lagi, maka ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan
sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam
jumlah yang berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak
(poliuri).
b. Polidipsi (sering kali merasa haus dan ingin minum sebanyak- banyaknya)
Karena banyaknya urine yang keluar, tubuh akan kekurangan cairan (dehidrasi).
Untuk mengatasi hal tersebut, maka penderita akan merasakan haus, sehingga
diabetisi selalu ingin minum yang banyak, minuman dingin, manis dan segar.
c. Polifagia (peningkatan nafsu makan) dan kurang tenaga Sejumlah besar kalori hilang
ke dalam air kemih, sehingga penderita mengalami penurunan berat badan, maka dari

8
itu penderita sering kali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan
(polifagia).
Menurut buku Keperawatan Medikal Bedah DeMYSTIFieD ada beberapa tanda-
tanda dan gejala dari diabetes mellitus yaitu:
a. Tipe I
- Serangan cepat karena tidak ada insulin yang diproduksi
- Nafsu makan meningkat (polyphagia) karena sel-sel kekurangan energi, sinyal
bahwa perlu makan banyak.
- Haus meningkat (polydipsia) karena tubuh berusaha membuang glukosa
- Urinasi meningkat (polyuria) karena tubuh berusaha membuang glukosa
- Berat badan turun karena glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel
- Sering infeksi karena bakteri hidup dari kelebihan glukosa
- Penyembuhan tertunda lama karena naiknya kadar glukosa di dalam darah
menghalangi proses kesembuhan
b. Tipe II
1) Serangan lambat karena sedikit insulin diproduksi
2) Haus meningkat (polydipsia) karena tubuh berusaha membuang glukosa
meningkat (polyuria) karena tubuh berusaha
3) Urinasi membuang glukosa
4) Infeksi candida karena bakteri hidup dari kelebihan glukosa
5) Penyembuhan tertunda/lama karena naiknya kadar glukosa di dalam darah
menghalangi proses penyembuhan
c. Gestasional Asimtomatik
Beberapa pasien mungkin mengalami haus yang meningkat (polydipsia) karena tubuh
berusaha membuang glukosa.

2.4.Komplikasi
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang dapat menimbulkan
berbagai macam komplikasi, antara lain :
a. Komplikasi metabolik akut

9
Kompikasi metabolik akut pada penyakit diabetes melitus terdapat tiga macam yang
berhubungan dengan gangguan keseimbangan kadar glukosa darah jangka pendek,
diantaranya:
1) Hipoglikemia
Hipoglikemia (kekurangan glukosa dalam darah) timbul sebagai komplikasi
diabetes yang disebabkan karena pengobatan yang kurang tepat (Smeltzer &
Bare, 2008).
2) Ketoasidosis diabetik
Ketoasidosis diabetik (KAD) disebabkan karena kelebihan kadar glukosa dalam
darah sedangkan kadar insulin dalam tubuh sangat menurun sehingga
mengakibatkan kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia,
asidosis dan ketosis (Soewondo, 2012).
3) Sindrom HHNK (koma hiperglikemia hiperosmolernonketotik)
Sindrom HHNK adalah komplikasi diabetes melitus yang ditandai dengan
hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum lebih dari 600 mg/dl (Price &
Wilson, 2012).
b. Komplikasi metabolik kronik
Komplikasi metabolik kronik pada pasien DM menurut Price & Wilson (2012) dapat
berupa kerusakan pada pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) dan komplikasi pada
pembuluh darah besar (makrovaskuler) diantaranya:
1) Komplikasi pembuluh darah kecil (mikrovaskuler)
Komplikasi pada pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) yaitu :
a) Kerusakan retina mata (Retinopati)
Kerusakan retina mata (Retinopati) adalah suatu mikroangiopati ditandai
dengan kerusakan dan sumbatan pembuluh darah kecil (Pandelaki, 2009).
b) Kerusakan ginjal (Nefropati diabetik)
Kerusakan ginjal pada pasien DM ditandai dengan albuminuria menetap
(>300 mg/24jam atau >200 ih/menit) minimal 2 kali pemeriksaan dalam
kurun waktu 3-6 bulan. Nefropati diabetik merupakan penyebab utama
terjadinya gagal ginjal terminal.
c) Kerusakan syaraf (Neuropati diabetik)

10
Neuropati diabetik merupakan komplikasi yang paling
sering ditemukan pada pasien DM. Neuropati pada DM mengacau pada
sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe saraf (Subekti, 2009).
2) Komplikasi pembuluh darah besar (makrovaskuler)
Komplikasi pada pembuluh darah besar pada pasien diabetes yaitu stroke dan
risiko jantung koroner.
a) Penyakit jantung koroner
Komplikasi penyakit jantung koroner pada pasien DM disebabkan karena
adanya iskemia atau infark miokard yang terkadang tidak disertai dengan
nyeri dada atau disebut dengan SMI (Silent Myocardial Infarction)
(Widiastuti, 2012).
b) Penyakit serebrovaskuler
Pasien DM berisiko 2 kali lipat dibandingkan dengan pasien non-DM untuk
terkena penyakit serebrovaskuler. Gejala yang ditimbulkan menyerupai gejala
pada komplikasi akut DM, seperti adanya keluhan pusing atau vertigo,
gangguan penglihatan, kelemahan dan bicara pelo (Smeltzer & Bare, 2008).
c) Penyakit Ateroskerosis
Pembuluh darah normal memiliki lapisan dalam yang disebut endotelium.
Lapisan dalam pembuluh darah ini membuat sirkulasi darah mengalir lancar.
Untuk mencapai kelancaran ini, endotelium memproduksi Nitrous Oksida
lokal (NO). NO berfungsi untuk melemaskan otot polos di dinding pembuluh
dan mencegah sel-sel darah menempel ke dinding.

2.5.Klasifikasi
American Diabetes Assosiation/World Health Organization mengklasifikasikan 4
macam penyakit diabetes mellitus berdasarkan penyebabnya, yaitu: (Suiraoka, 2012) a.
a. Diabetes Mellitus Tipe 1
Diabetes mellitus tipe 1 disebut juga dengan juvenile diabetes (diabetes usia muda)
namun ternyata diabetes ini juga dapat terjadi pada orang dewasa, maka istilahnya
lebih sering digunakan diabetes mellitus tipe-1 atau Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (IDDM) yaitu suatu tipe diabetes mellitus di mana penderitanya akan
bergantung pada pemberian insulin dari luar (Kurniadi & Nurrahmani, 2014).

11
Faktor penyebab diabetes mellitus tipe-1 adalah infeksi virus atau auto imun
(rusaknya sistem kekebalan tubuh) yang merusak sel-sel penghasil insulin, yaitu sel ẞ
pada pankreas secara menyeluruh. Oleh karena itu, pada tipe ini pankreas sama sekali
tidak dapat menghasilkan insulin sehingga penderitanya harus diberikan insulin dari
luar atau suntikan insulin untuk tetap bertahan hidup (Kumiadi & Nurrahmani, 2014).
b. Diabetes Mellitus Tipe II
Diabetes mellitus tipe 2 adalah gangguan sekresi insulin ataupun gangguan kerja
insulin (resistensi insulin) pada organ target terutama hati dan otot. Awalnya
resistensi insulin masih belum menyebabkan diabetes secara klinis. Pada saat tersebut
sel beta pankreas masih dapat mengkompensasi keadaan ini dan terjadi suatu
hiperinsulinemia dan glukosa darah masih normal atau sedikit meningkat (Soewondo,
2012). 90% dari kasus diabetes adalah diabetes mellitus tipe 2 dengan karakteristik
gangguan sensitivitas insulin dan atau gangguan sekresi insulin. Diabetes mellitus
tipe 2 secara klinis muncul ketika tubuh tidak mampu lagi memproduksi cukup
insulin untuk mengkompensasi peningkatan insulin resisten (Decroli, 2019).

Penderita diabetes mellitus tipe 2 mempunyai risiko penyakit jantung dan pembuluh
darah 2-4 kali lebih tinggi dibandingkan orang tanpa diabetes, mempunyai risiko
hipertensi dan disiplidemia yang lebih tinggi dibandingkan orang normal. Kelainan
pembuluh darah sudah dapat terjadi sebelum diabetesnya terdiagnosis, karena adanya
resistensi insulin pada saat prediabetes (Decroli, 2019).
Dua patofisiologi utama yang mendasari terjadinya kasus diabetes mellitus tipe 2
secara genetik adalah insulin dan defek fungsi sel beta pankreas. Resistensi insulin
merupakan kondisi umum bagi orang-orang dengan berat badan overweight atau
obesitas. Insulin tidak dapat bekerja secara optimal di sel otot, lemak dan hati
sehingga memaksa pankreas mengkompensasi untuk memproduksi insulin lebih
banyak. Ketika produksi insulin oleh sel beta pankreas tidak adekuat guna
mengkompensasi peningkatan resistensi insulin, maka kadar glukosa darah akan
meningkat, pada saatnya akan terjadi hiperglikemia kronik. Hiperglikemia kronik
pada diabetes mellitus tipe 2 semakin merusak sel beta di satu sisi dan memperburuk

12
resistensi insulin di sisi lain, sehingga penyakit diabetes mellitus tipe 2 semakin
progresif (Decroli, 2019).
c. Diabetes Mellitus Gestasional (Diabetes Mellitus pada Kehamilan)
Wanita hamil yang belum pernah mengidap diabetes mellitus, tetapi memiliki angka
gula darah cukup tinggi selama kehamilan dapat dikatakan telah menderita diabetes
gestasional (Suiraoka, 2012).
Diabetes tipe ini merupakan gangguan toleransi glukosa berbagai derajat yang
ditemukan pertama kali pada saat hamil. Biasanya diabetes mellitus gestasional mulai
muncul pada minggu ke-24 kehamilan (6 bulan) dan akan secara umum akan
menghilang sesudah melahirkan. Namun hampir setengah angka kejadiannya diabetes
akan muncul kembali di masa yang akan datang (Kurniadi & Nurrahmani, 2014).
d. Diabetes Mellitus Lainnya
Penyakit diabetes mellitus tipe lainnya dapat berupa diabetes yang spesifik yang
disebabkan oleh berbagai kondisi seperti kelainan gen etik yang spesifik (kerusakan
genetik sel beta pankreas dan kerja insulin), penyakit pada pankreas, gangguan
endokrin lain, infeksi, obat-obatan dan beberapa bentuk lain yang jarang terjadi
(Suiraoka, 2012).

2.6. Prognosis
Membaik:
Prognosis dari DM bergantung pada pola hidup yang dilakukan oleh pasien dalam
mengontrol kadar gula nya. Pasien dengan kontrol glikemik ketat (HbA1c < 7%), tanpa
disertai riwayat gangguan kardiovaskuler, dan juga tidak ada gangguan mikrovaskuler
serta makrovaskuler akan mempunyai harapan hidup lebih lama.
Memburuk:
Jika pasien memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler dan telah menderita
diabetes lama (≥ 15 tahun) akan mempunyai harapan hidup lebih singkat, walaupun telah
melakukan kontrol glikemik ketak sekalipun (Khardori, 2017). DM dapat menyebabkan
mortalitas dan morbiditas karena dapat berkomplikasi pada penyakit kardiovaskuler,
penyakit ginjal, gangguan pembuluh darah perifer, gangguan saraf (neuropati), dan
retinopati. Pengontrolan kadar glikemik merupakan cara efektif untuk pencegahan DM
(Khardori, 2017).

13
2.7. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang utama pada diabetes melitus adalah pemeriksaan kadar
glukosa darah. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan untuk menegakkan diagnosis diabetes
melitus pada seseorang yang mengalami berbagai keluhan yang sesuai seperti tanda
gejala diabetes antara lain (PERKENI, 2019): Keluhan klasik diabetes melitus: sering
berkemih (poliuria), sering merasa haus (polidipsia), sering merasa lapar (polifagia) dan
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain: kelemahan
badan, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada laki-laki, dan pruritus vulva
pada Wanita.
Secara lebih lengkap, berikut adalah penjelasan dari masing-masing jenis
pemeriksaan penunjang pada pasien diabetes melitus:
1. Tes Glukosa Darah Puasa (Gdp)/Fasting Plasma Glucose (Fpg) Tes glukosa plasma
puasa adalah cara termudah dan tercepat untuk mengukur glukosa darah dan
mendiagnosis diabetes. Pasien diminta untuk puasa sebelum tes dengan tidak makan
atau minum apa pun (kecuali air) selama 8 hingga 12 jam sebelum tes. Pasien
didiagnosis menderita diabetes jika kadar glukosa darah Anda 126 mg/dl atau lebih
pada dua tes terpisah (Aekplakorn et al., 2015).
2. Tes Glukosa Darah Acak (Gda)/ Random Blood Glucose Tes glukosa acak mengukur
kadar glukosa dalam darah pada titik tertentu dalam sehari. Sebelum melakukan tes
ini, pasien tidak perlu untuk melakukan puasa, sehingga pemeriksaan ini berguna
untuk orang yang membutuhkan diagnosis cepat, seperti pasien dengan kondisi
hiperglikemia membutuhkan insulin tambahan sebagai keadaan darurat (Wernly,
Lichtenauer, Hoppe, & Jung, 2016).
3. Tes Glukosa darah 2 Jam Post Prandial (Gd2pp)
Tes ini adalah salah satu tes darah untuk memeriksa diabetes. Jika seseorang
menderita diabetes, tubuhnya tidak membuat cukup insulin untuk menjaga glukosa
darah tetap terkendali. Sehingga kadar glukosa darah dalam tubuh akan tinggi, dan
seiring waktu hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius termasuk
komplikasi pada organ jantung, saraf, ginjal, dan kerusakan mata (Galati & Rayfield,
2014).

14
4. Tes HBA1C
Tes hemoglobin Alc (HbA1c) mengukur jumlah glukosa darah (glukosa) yang
melekat pada hemoglobin. Hemoglobin adalah bagian dari sel darah merah yang
membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh. Tes HbA1c menunjukkan jumlah
rata- rata glukosa yang melekat pada hemoglobin selama tiga bulan terakhir
(Association, 2022). Nilai rata-rata tiga bulan dipilih karena merupakan lama sel
darah merah hidup dalam tubuh. Centers for Disease Control (CDC)
merekomendasikan agar orang dewasa di atas usia 45 tahun melakukan tes untuk
mengetahui kondisi diabetes dan atau prediabetes (Petersmann et al., 2019).
5. Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
Tes toleransi glukosa adalah tes laboratorium untuk memeriksa kemampuan tubuh
untuk memindahkan gula dari darah ke jaringan seperti otot dan lemak. Tes ini sering
digunakan untuk mendiagnosis diabetes. Tes toleransi glukosa oral dijadikan sebagai
gold standar dalam diagnosis diabetes (Yuen, Bontempo, Wong, & Russell, 2019)

2.8.Penatalaksanaan
1. Farmakologi
Sarana pengelola farmakologis diabetes dapat berupa:
a. Obat Hipoglikemik Oral
1) Pemicu sekresi insulin :
a) Sulfonilurea merupakan golongan obat yang memiliki mekanisme kerja
untuk menstimulasi sel beta pancreas untuk untuk melepaskan insulin,
menurunkan ambang sekresi insulin dan meningkatkan sekresi insulin
sebagai akibat rangsangan glukosa.
b) Glinid merupakan obat yang mekanisme kerjanya sama dengan
sulfonilurea dengan mensekresi insulin fase pertama.
2) Penambah sensitivitas terhadap insulin:
a) Biguanid, golongan obat ini yang masih dipakai adalah metformin yang
berfungsi untuk menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap
kerja insulin pada tingkat seluler, distal dari reseptor insulin dan efeknya
pada penurunan produksi glukosa hati.

15
b) Tiazolidindion merupakan golongan obat yang bekerja untuk
meningkatkan sensitivitas insulin.
3) Penghambat glukosidase alfa, obat ini memiliki mekanisme keja sebagai
penghambat kerja enzim glukosidase alfa di dalam saluran cerna sehingga
dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia
postpandrial.
4) Incretin mimetic, penghambat DPP-4.
b. Insulin
Sebanyak 20%-25% pasien DM tipe akan memerlukan insulin untuk
mengendalikan kadar gula darahnya. Terutama bagi pasien yang sudah tidak
dapat dikendalikan kadar glukosa darahnya dengan kombinasi sulfonylurea dan
metformin, langkah selanjutnya yang diberikan adalah insulin.
2. Nonfarmakologi
Ada empat komponen dalam penatalaksanaan diabetes mellitus :
a. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan
diabetes. Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk
mencapai tujuan berikut :
1) Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin dan mineral)
2) Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
3) Memenuhi kebutuhan energy
4) Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang
aman dan praktis
5) Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat
b. Latihan
Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena efeknya dapat
menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor risiko kardiovaskuler.
Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan
pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi
darah dan tonus otot juga diperbaiki dengan berolahraga. Latihan dengan cara

16
melawan tahanan (resistance training) dapat meningkatkan lean body mass dan
dengan demikian menambah laju metabolisme istirahat (resting metabolic rate).
Semua efek ini sangat bermanfaat pada diabetes karena dapat menurunkan berat
badan, mengurangi rasa stress dan mempertahankan kesegaran tubuh. Latihan
juga akan mengubah kadar lemak darah yaitu meningkatkan kadar HDL
kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total serta trigliserida. Semua manfaat
ini sangat penting bagi penyandang diabetes mengingat adanya peningkatan risiko
untuk terkena penyakit kardiovaskuler pada diabetes.
c. Terapi
Pada diabetes tipe II, insulin mungkin diperlukan sebagai terapi jangka panjang
untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan obat hipoglikemia oral
tidak berhasil mengontrolnya. Disamping itu, sebagian pasien diabetes tipe II
yang biasanya mengendalikan kadar glukosa darah dengan diet atau dengan obat
oral kadang membutuhkan insulin secara temporer selama mengalami sakit,
infeksi, kehamilan, pembedahan atau beberapa kejadian stress lainnya.
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari (atau bahkan lebih sering
lagi) untuk mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan
pada malam hari. Karena dosis insulin yang diperlukan masing-masing pasien
ditentukan oleh kadar glukosa darah yang akurat sangat penting.
d. Pendidikan Kesehatan
Diabetes mellitus merupakan sakit kronis yang memerlukan perilaku penanganan
mandiri yang khusus seumur hidup. Pasien bukan hanya belajar keterampilan
untuk merawat diri sendiri guna menghindari penurunan atau kenaikan kadar
glukosa darah yang mendadak, tetapi juga harus memiliki perilaku preventif
dalam gaya hidup untuk menghindari komplikasi jangka panjang yang dapat
ditimbulkan dari penyakit diabetes mellitus.

17
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a) Identifikasi kebutuhan dasar yang mengalami gangguan
Kategori dan Subkategori Data Subjektif dan Objektif
Fisiologis Respirasi frekuensi nafas 24x/menit

Sirkulasi -

Nutrisi dan cairan Pasien tidak mengikuti anjuran dokter untuk menghindari
makanan manis, hal ini terlihat dari seringnya dia
mengkomsumsi makanan dan minuman manis.
Eliminasi Pasien mengatakan sering BAK pada malam hari

Aktivitas dan istirahat Hasil pengkajian pasien mengatakan beberapa bulan ini pola
tidurnya berubah dan sering terjaga saat tidur

Neurosensori -

Reproduksi dan -
Seksualitas

Psikologis Nyeri dan Keluarga pasien mengatakan ibunya sering merasakan kram
Kenyamanan dan kesemutan pada bagian telapak kaki

Integritas ego -

Pertumbuhan dan

18
perkembangan

Perilaku Kebersihandiri -

Penyuluhan dan Pasien tidak mengikuti anjuran dokter untuk menghindari


pembelajaran makanan manis

Relasional Interaksi social -

Lingkungan Keamanan dan -


proteksi

19
b.) Pathway

20
3.2 Diagnosis Keperawatan
Data Subjektif dan Objektif Analisis Data MasalahKeperawatan
DS : Diabetes Mellitus Ketidakstabilan Kadar
- Merasa Lemas Glukosa Darah b.d
- Sering merasa lapar dan Hiperglikemia Hiperglikemia Resistensi
haus Insulin d.d Merasa Lemas,
DO : HbA1c & Ureum Sering merasa lapar dan
- GDS meningkat : 350 meningkat haus, GDS meningkat : 350
mg/dl mg/dl, Jumlah urin
- Sering BAK pada Glukosa tidak masuk ke meningkat
malam hari atau dalam sel-sel tubuh
Nocturia (Jumlah urin
meningkat) Sel-sel tubuh tidak
menerima cukup energi

Mudah Lemas

Ketidakstabilan Kadar
Glukosa Darah
DS : Diabetes Mellitus Perfusi Perifer Tidak Efektif
- Kram / Kesemutan pada b.d Hiperglikemia d.d
telapak kaki Hiperglikemia Parastesia, Turgor Kulit
(Parastesia) menurun, ABI 0,8
DO : Dinding Pembuluh Darah
- Turgor Kulit Menurun Melemah
- ABI < 0.9 : 0,8
Asupan O2 dan Nutrisi ke
Sel Saraf Menurun

Kerusakan Sel Saraf

21
Neuropati Diabetikum

Kram dan Kesemutan


(Parastesia)

Perfusi Perifer tidak


Efektif
DS : - Diabetes Mellitus Ketidakpatuhan b.d
DO : ketidakadekuatan
- Perilaku tidak Perubahan status kesehatan pemahaman d.d Perilaku
mengikuti anjuran tidak mengikuti anjuran,
- Tampak tanda/gejala Anjuran untuk Tampak tanda/gejala
penyakit masih ada menghindari makanan penyakit masih ada
manis

Kurangnya pengetahuan

Perilaku tidak mengikuti


anjuran

Ketidakpatuhan
DS : Diabetes Mellitus Gangguan Pola Tidur b.d
- Mengeluh sering terjaga kurang kontrol tidur d.d
- Mengeluh pola tidurnya Hiperglikemia Mengeluh sering terjaga
berubah Mengeluh pola tidurnya
DO : - HbA1c & Ureum berubah
meningkat

Glukosa tidak masuk ke


dalam sel-sel tubuh

22
Ginjal mengeluarkan glu-
kosa sebanyak-banyaknya

Mudah Lemas

Diuresis Osmosis

Nocturia

Kecemasan dan Dehidrasi

Kualitas tidur terganggu

Sering terjaga di malam


hari

Gangguan Pola Tidur

1) Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah b.d Hiperglikemia Resistensi Insulin d.d


Merasa Lemas, Sering merasa lapar dan haus, GDS meningkat : 350 mg/dl, Jumlah
urin meningkat
2) Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d Hiperglikemia d.d Parastesia, Turgor Kulit
menurun, ABI 0,8
3) Ketidakpatuhan b.d ketidakadekuatan pemahaman d.d Perilaku tidak mengikuti
anjuran, Tampak tanda/gejala penyakit masih ada
4) Gangguan Pola Tidur b.d kurang kontrol tidur d.d Mengeluh sering terjaga,
mengeluh pola tidurnya berubah

23
3.3 Rencana Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Luaran Keperawatan
Intervensi Keperawatan (SIKI) Rasional
(SDKI) (SLKI)
1. Ketidakstabilan Kadar Kestabilan Kadar Manajemen Hiperglikemia Manajemen Hiperglikemia
Glukosa Darah Glukosa Darah Tindakan Rasional
berhubungan dengan Observasi Observasi
Hiperglikemia Resistensi Setelah dilakukan - Identifikasi kemungkinan pe- - Untuk menghindari hal-hal
Insulin, ditandai dengan : tindakan keperawatan nyebab hiperglikemia yang dapat menyebabkan
selama 1x24 jam - Identifikasi situasi yang gangguan hiperglikemia
Data Subjektif :
diharapkan Kestabilan menyebabkan kebutuhan insulin - Agar pasien dapat mengetahui
- Merasa Lemas
Glukosa Darah meningkat (mis. Penyakit kebutuhan yang dapat
- Sering merasa lapar dan
meningkat, dengan kambuhan) meningkatkan kadar insulin
haus
kriteria hasil: - Monitor kadar glukosa darah, jika - Untuk mengontrol kadar
1. Lelah/Lesu menurun perlu glukosa darah pasien
Data Objektif :
- GDS meningkat : 350 (5) - Monitor tanda dan gejala - Agar tanda dan gejalanya
mg/dl 2. Rasa lapar menurun
hiperglikemia (mis. Poliuria, dapat segera diatasi
- Sering BAK pada (5)
polidipsia, polifagia, kelemahan, - Untuk mengontrol intake dan
malam hari atau 3. Rasa haus menurun
malaise, pandangan kabur, sakit output cairannya pasien
Nocturia (Jumlah urin (5)
kepala) Terapeutik
meningkat) 4. Kadar glukosa dalam
- Monitor intake dan output cairan - Untuk memenuhi cairan tubuh
darah membaik (5)
Terapeutik pasien
5. Jumlah urine
- Berikan asupan cairan oral - Agar kesehatan pasien tidak

24
membaik (5) - Konsultasi dengan medis jika tanda memburuk
dan gejala hiperglikemia tetap ada - Untuk meminimalkan
atau memburuk kerusakan pada sistem tubuh
- Fasilitasi ambulasi jika ada pasien
hipotensi ortostatik Edukasi
Edukasi - Agar kadar glukosa darah tidak
- Anjurkan menghindari olahraga naik
saat kadar glukosa darah lebih dari - Agar pasien dapat mengetahui
250mg/dL kadar glukosanya
- Anjurkan monitor kadar glukosa - Untuk mengontrol kadar gula
darah secara mandiri darah pasien
- Anjurkan kepatuhan terhadap diet - Agar pasien dapat mengetahui
dan olahraga indikasi dan fungsi dari
- Ajarkan indikasi dan pentingnya pengujian keton, jika perlu
pengujian keton urin, jika perlu - Agar penyakit diabetes pasien
- Ajarkan pengelolaan diabetes (mis. dapat terkontrol
Penggunaan insulin, obat oral, Kolaborasi
monitor asupan cairan, penggantian - Untuk memenuhi kebutuhan
karbohidrat, dan bantuan insulin pasien, jika perlu
profesional kesehatan) - Untuk memenuhi kebutuhan
Kolaborasi cairan pasien, jika perlu
- Kolaborasi pemberian insulin, jika - Untuk memenuhi kebutuhan

25
perlu kalium pasien, jika perlu
- Kolaborasi pemberian cairan IV,
jika perlu
- Kolaborasi pemberian kalium, jika
perlu
2. Perfusi Perifer Tidak Perfusi Perifer Manajemen Sensasi Perifer Manajemen Sensasi Perifer
Efektif berhubungan Tindakan Rasional

dengan Hiperglikemia Setelah dilakukan Observasi Observasi

ditandai dengan : tindakan keperawatan - Identifikasi penyebab perubahan - Untuk penyebab sensasi
selama 1x24 jam sensasi mengetahui perubahan
Data Subjektif : diharapkan Perfusi - Identifikasi penggunaan alat - Untuk mengetahui alat
- Kram / Kesemutan perifer meningkat, pengikat, prosthesis, sepatu, dan prosthesis, penggunaan
pada telapak kaki dengan kriteria hasil: pakaian pengikat, sepatu, dan pakaian
(Parastesia) 1. Parastesia menurun - Periksa perbedaan sensasi tajam - Untuk mengetahui perbedaan
(5) dan tumpul sensasi tajam atau tumpul
Data Objektif : 2. Turgor kulit membaik - Periksa perbedaan sensasi panas - Untuk mengetahui perbedaan
- Turgor Kulit Menurun (5) dan dingin sensasi panas atau dingin
- ABI < 0.9 : 0,8 3. Indeks Ankle-brachial - Periksa kemampuan - Untuk kemampuan mengetahui
membaik (5) mengidentifikasi lokasi dan tekstur mengidentifikasi lokasi dan
benda tekstur benda
- Monitor terjadinya parestesia, jika - Untuk mengetahui terjadinya
perlu parestesia

26
- Monitor perubahan kulit - Untuk mengetahui perubahan
- Monitor adanya tromboflebitis dan kulit
tromboemboli vena - Untuk mengetahui adanya
Teraupetik tromboflebitis dan
- Hindari pemakaian benda-benda tromboemboli vena
yang berlebihan suhunya (terlalu Terapeutik
panas atau dingin) - Agar terhindar dari pemakalan
Edukasi benda benda yang berlebihan
- Anjurkan penggunaan thermometer suhunya (terlalu panas atau
untuk menguji suhu air dingin)
- Anjurkan penggunaan sarung Edukasi
tangan termal saat memasak - Agar pasien mengetahui
- Anjurkan memakai sepatu lembut penggunaan thermometer
dan bertumit rendah untuk menguji suhu air
Kolaborasi - Agar pasien mengetahui
- Kolaborasi pemberian analgesik, penggunaan sarung tangan
jika perlu termal saat memasak
- Kolaborasi pemberian - Agar pasien mengetahui
kortikosteroid, jika Perlu memakai sepatu lembut dan
bertumit rendah
Perawatan Neurovaskuler Kolaborasi
Tindakan - Untuk pemberian analgesic

27
Observasi pada pasien
- Monitor perubahan warna kulit - Untuk pemberian
abnormal (mis pucat, kebiruan, konrtikosteroid pada pasien
keunguan, kehitaman)
- Monitor suhu ekstremitas (mis. Perawatan Neurovaskuler
panas, hangat, dingin) Rasional

- Monitor keterbatasan gerak Observasi


ekstremitas (mis, aktif tanpa nyeri, - Untuk mengetahui perubahan
aktif disertai nyeri, pasif tanpa warna kulit yang abnormal

nyeri, pasif disertai nyeri) - Agar mengetahui ekstremitas

- Monitor perubahan sensasi suhu

ekstemitas (mis, penuh, parsial) - Agar mengetahui keterbatasan

- Monitor adanya pembengkakan gerak ekstremitas

- Monitor perubahan pulsasi - Untuk mengetahui perubahan

ekstremitas (mis, kuat, lemah, tidak sensasi ekstremitas

teraba) - Untuk mengetahui adanya

- Monitor capillary refill time pembengkakan

- Monitor adanya nyeri -Monitor - Agar mengetahui perubahan

tanda-tanda vital pulsasi ekstremitas (

- Monitor adanya tanda-tanda mis,kuat,lemah,tidak teraba)

sindrom kompartemen - Agar mengetahui adanya

Terapeutik capillary Refill time

28
- Elevasikan ekstremitas (tidak - Untuk mengetahui adanya
melebihi level jantung) nyeri
- Pertahankan kesesejajaran (align - Untuk mengetahui tanda-tanda
ment) anatomis ekstremitas vital
Edukasi - Untuk mengetahui adanya
- Jelaskan pentingnya melakukan tanda-tanda sindrom
pemantauan neurovaskuler kompartemen
- Anjurkan menggerakkan Terapeutik
ekstremitas secara rutin - Agar mengetahui elevasikan
- Anjurkan melapor jika menemukan ekstremitas
perubahan abnormal pada - Agar bisa mempertahankan
pemantauan neurovas kesejajaran anatomis
- Ajarkan cara melakukan ekstremitas
pemantauan neurovaskuler Edukasi
- Ajarkan latihan rentang gerak - Agar mengetahui pentingnya
pasif/aktif melakukan pemantauan
neurovaskuler
- Agar bisa secara rutin
menggerakkan ekstremitas
- Agar mengetahui perubahan
abnormal pada pemantauan
neurovaskuler

29
- Agar mengetahui cara
melakukan pemantauan
neurovaskuler
- Agar bisa melakukan rentang
gerak pasif/aktif
3. Ketidakpatuhan Tingkat Kepatuhan Promosi Kesadaran diri Promosi Kesadaran Diri
berhubungan dengan Tindakan Rasional
ketidakadekuatan Setelah dilakukan Observasi Observasi
pemahaman, ditandai tindakan keperawatan - Identifikasi keadaan emosional saat - Untuk mengetahui keadaan
dengan : selama 1x24 jam ini emosional pasien saat ini
diharapkan Tingkat - Identifikasi respons yang - Untuk mengetahui respons
Data Subjektif :- Kepatuhan meningkat, ditunjukkan berbagai situasi pasien di berbagai situasi
dengan kriteria hasil: Terapeutik Terapeutik
Data Objektif : 1. Perilaku menjalankan - Diskusikan nilai-nilai yang - Agar mengetahui nilai-nilai
- Perilaku tidak anjuran membaik (5) berkontribusi terhadap konsep diri yang berkontribusi terhadap
mengikuti anjuran 2. Tanda dan gejala - Diskusikan tentang pikiran, konsep diri
- Tampak tanda/gejala membaik (5) perilaku atau respons terhadap - Agar pasien mengetahui
penyakit masih ada kondisi tentang pikiran, perilaku, atau
- Diskusikan dampak penyakit pada respons terhadap kondisi
konsep diri - Agar pasien mengetahui
- Ungkapkan penyangkalan tentang dampak penyakit pada konsep
kenyataan diri

30
- Motivasi dalam meningkatkan - Agar pasien dapat menerima
kemampuan belajar kenyataan
Edukasi - Agar kemampuan belajar
- Anjurkan mengenali pikiran dan pasien meningkat
perasaan tentang diri Edukasi
- Anjurkan menyadari bahwa setiap - Agar pasien bisa mengenali
orang unik pikiran dan perasaan tentang
- Anjurkan mengungkapkan diri
perasaan (mis. marah atau depresi) - Agar pasien mengetahui
- Anjurkan meminta bantuan orang bahwa setiap orang unik
lain, sesuai kebutuhan - Agar pasien dapat
- Anjurkan mengubah pandangan mengungkapkan perasaan
diri sebagai korban - Agar pasien tidak merasa
- Anjurkan mengidentifikasi kesusahan
perasaan bersalah - Agar pasien dapat mengubah
- Anjurkan mengidentifikasi situasi pandangan diri sebagai korban
yang memicu kecemasan - Agar pasien dapat merasakan
- Anjurkan mengevaluasi kembali perasaan bersalah
persepsi negatif tentang diri - Agar pasien dapat mengetahui
- Anjurkan dalam mengekspresikan situasi yang memicu
diri dengan kelompok sebaya kecemasan
- Ajarkan cara membuat prioritas - Untuk mengetahui evaluasi

31
hidup persepsi negatif pada diri
- Latih kemampuan positif diri yang pasien
dimiliki - Agar pasien dapat
bersosialisasi dengan orang
lain
- Agar pasien mengetahui cara
membuat prioritas hidup
- Agar pasien dapat
mengekspresikan kemampuan
positif yang dimiliki
4. Gangguan Pola Tidur Pola tidur Dukungan Tidur Dukungan Tidur
berhubungan dengan Tindakan Rasional
kurang kontrol tidur, Setelah dilakukan Observasi Observasi
ditandai dengan : tindakan keperawatan - Identifikasi pola aktivitas dan tidur - Untuk mengetahui pola
selama 1x24 jam - Identifikasi faktor pengganggu aktivitas dan tidur
DS : diharapkan pola tidur tidur (fisik dan atau psikologis) - Untuk mengetahui faktor
- Mengeluh sering membaik, dengan kriteria - Identifikasi makanan dan minuman pengganggu tidur (fisik
terjaga hasil: yang mengganggu tidur (mis. kopi, dan/atau psikologis)
- Mengeluh pola 1. Keluhan sering teh. alkohol, makan mendekati - Untuk mengetahui makanan
tidurnya berubah terjaga menurun(5) waktu tidur, minum banyak air dan minuman yang
- 2. Keluhan pola tidur sebelum tidur) mengganggu tidur (mis, kopi,
DO : - berubah menurun(5) - Identifikasi obat tidur yang teh, alkohol, makan mendekati

32
dikonsumsi waktu tidur, minum banyak air
Terapeutik sebelum tidur)
- Modifikasi lingkung-an (mis. - Untuk mengetahui obat tidur
pencahayaan, kebisingan, suhu, yang dikonsumsi
matras, dan tempat tidur) Batasi Terapeutik
waktu tidur siang, jika perlu - Untuk memenuhi tujuan dan
- Fasilitasi menghilangkan sires kebutuhan (mis, pencahayaan,
sebelum tidur kebisingan, suhu, matras, dan
- Tetapkan jadwal tidur rutin tempat tidur)
Lakukan prosedur untuk - Agar tidak sulit tidur saat
meningkatkan kenyamanan (mis. malam hari
pijat, pengaturan posisi, - Agar kualitas tidur lebih baik
- terapi akupresur) - Untuk mengatur waktu tidur
- Sesuaikan jadwal pemberian obat - Untuk meningkatkan
dan/atau tindakan untuk menunjang kenyamanan (mis. pijat,
siklus tidur terjaga pengaturan posisi, terapi
Edukasi akupresur)
- Jelaskan pentingnya tidur cukup - Agar pemberian obat dan/atau
selama sakit tindakan untuk menunjang
- Anjurkan menepati kebiasaan siklus tidur-terjaga sesuai
waktu tidur program pengobatan
- Anjurkan menghindari Edukasi

33
makanan/minuman yang - Untuk mengetahui pentingnya
mengganggu tidur -Anjurkan tidur cukup selama sakit
penggunaan obat tidur yang tidak - Agar waktu tidur teratur
mengandung supresor terhadap - Untuk menghindari makanan
tidur REM minuman yang mengganggu
- Ajarkan faktor-faktor yang tidur
berkontribusi terhadap gangguan - Agar obat tidur yang
pola tidur (mis.psikologis, gaya dikonsumsi sesuai
hidup, sering berubah shift bekerja) - Untuk mengetahui faktor-
- Ajarkan relaksasi otot autogenik faktor yang berkontribusi
atau cara nonfarmakologi lainnya terhadap gangguan pola tidur
(mis. psikologis, gaya hidup,
sering berubah shift bekerja)
- Untuk menurunkan tekanan
darah dan mengurangi nyeri
kepala klien

34
4. Evidance Based Practice
Diagnosa
No. Intervensi Terbaru
Keperawatan
!. Ketidakstabilan Dari penelitian yang dilakukan oleh Nengke Puspita Sari dan Deno
Kadar Glukosa Harmanto. Tahun 2020, dalam jurnal yang berjudul "Pengaruh Terapi
Darah Relaksasi Otot Progresif Terhadap Kadar Glukosa Darah Dan Ankle
Brachial Index Diabetes Melitus II". Dari hasil penelitian di dapatkan
bahwa Pemberian terapi relaksasi otot progresif untuk membantu tubuh
penderira DM menjadi rileks sehingga tubuh akan merespon hormon
endorphin yang membuat hormon stress dan tingkat kadar glukosa darah
menjadi berkurang. (SARI et al., 2020)
2. Perfusi Perifer Dikutip dari Jurnal yang berjudul “Penerapan Senam Kaki pada Pasien
Tidak Efektif Diabetes Mellitus” oleh Suarniati, dkk pada 2021, Gangguan
sensitivitas pada kaki bagi penderita diabetes melitus bisa diatasi
dengan Latihan senam kaki.Latihan senam kaki ini sangat
mempengaruhi untuk menurunkan kadar gula darah dan meningkatkan
sensitivitas kaki pada pasien DM. Dengan latihan senam kaki dapat
memperlancar dan memperbaiki sirkulasi darah, memperkuat otot-otot
kecil dan mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki serta mengatasi
keterbatasan sendi gerak (Suarniati, 2021)
3. Ketidakpatuhan Seperti yang kita ketahui bersama Penyakit DM banyak dikenal orang
sebagai penyakit yang erat kaitannya dengan asupan makanan. Oleh
karena itu, Pengendalian tingkat gula darah normal memerlukan
penatalaksanaan diet DM yang baik dan benar. Motivasi dan dukungan
dari konselor gizi juga diperlukan. Hal ini dapat dilaksanakan dengan
cara edukasi gizi melalui perencanaan pola makan yang baik. Dalam
hal ini diwujudkan Puskesmas Tembok Dukuh dengan mengadakan
kegiatan penyuluhan secara berkala dengan harapan penderita diabetes
mellitus termotivasi tentang pengontrolan diet 3J (Jumlah, Jadwal dan
Jenis) yang dianjurkan sehingga kadar gula darah dapat terkontrol
(Susanti, 2018).

35
4. Gangguan Pola Menurut Handono Fatkhur Rahman, dkk dalam penelitiannya terkait
Tidur Efektivitas Nafas Dalam pada pasien diabetes di Bondowoso tahun
2023, Relaksasi nafas dalam juga dapat mengatasi gangguan pola
tidur pada pasien DM. Hal ini terlihat pada saat setelah dilakukan
intervensi relaksasi nafas dalam pada responden mereka mngatakan
merasakan sesuatu yang berbeda dari sebelumnya yakni secara
perlahan tidur mulai nyenyak, tidak susah tidur, tidak terbangun pada
malam hari kecuali bangun ke kamar kecil, mereka mengatakan
merasa rileks dan bersemangat untuk melakukan aktivitas dan sering
jalan-jalan pagi (Handono Fatkhur Rahman, 2023)

36
BAB I
SEVEN JUMP

KASUS II
(SERING MERASA PANAS)
Pasien laki-laki berusia 42 tahun datang ke RS dengan keluhan lemas dan
cepat lelah.. Pasien juga mengeluhkan sering berkeringat walaupun pada saat tidak
beraktivitas berat ataupun cuaca yang terlalu panas, tangan juga dikatakan selalu
lembab seperti berkeringat. Pasien mengatakan lebih nyaman pada suhu ruangan yang
dingin. Pasien sudah menjalani pengobatan, namun sejak dua bulan terakhir pasien
tidak meminum obatnya, dikarenakan malas dan seringnya lupa. Pasien mengatakan
juga mengalami penurunan berat badan kurang lebih 11 kg selama 1 bulan terkahir.
Penurunan berat badan dari 58 kg menjadi 47 kg dan disertai hilangnya nafsu makan,
dan seringnya merasa mual. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum
tampak sakit sedang, tekanan darah 150/90 mmHg, nadi 124 x/menit, pernapasan 24
x/menit, dan suhu 36,70C, pemeriksaan leher didapatkan pembesaran kelenjar tiroid.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar TSH 0,005 uIU/ml, FT4 7,77 mg/dl,
TB 170 cm. Pasien mengatakan merasa matanya menonjol dan merah sehingga dia
sering membuat ramuan yang diteteskan dimatanya.

A. KLARIFIKASI ISTILAH PENTING


1. Lemas
Lemas adalah tidak bertenaga karena kurangnya asupan nutrisi yang cukup. Letih
adalah suatu keadaan dimana organ tubuh merasakan ketidaknyamaan dalam
melakukan aktifitas yang bisa disebabkan oleh suatu pekerjaan. (Arieanie, 2014)
2. Tekanan Darah
Tekanan darah adalah tenaga yang terdapat pada dinding arteri saat darah dialirkan.
Tenaga ini mempertahankan aliran darah dalam arteri agar tetap lancar. Ratarata
tekanan darah normal biasanya 120/80) dan diukur dalam satuan milimeter air raksa
(mmHg). (Setiawan, 2017)
3. Denyut Nadi

37
Denyut nadi adalah jumlah waktu jantung berkontraksi, biasanya dinyatakan dalam
jangka waktu yang 1 menit dan dilaporkan sebagai denyut per menit (bpm). (Husnul
& Nida, 2021)
4. Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid merupakan organ endokrin yang terletak di leher manusia. Fungsinya
mengeluarkan hormon tiroid. Antara hormon yang terpenting ialah Thyroxine (T4)
dan Triiodothyronine (T3). Hormon hormone ini mengawal metabolism (pengeluaran
tenaga) manusia. (Arianti et al., 2021)
5. TSH dan FT4
Kadar TSH dan kadar free thyroxine (T4). Nilai nommal TSH dan fT4 tergantung
dari reagen atau kit yang digunakan." Jika fungsi kelenjar tiroid terganggu akan
terjadi disfungsi tiroid (hipotiroid dan hipertiroid) yang biasanya ditandai dengan
kadar TSH dan fT4 yang lebih tinggi atau lebih rendah dari normal. (Harfana et al.,
2021)

B. KATA/PROBLEM KUNCI
1. Sering berkeringat
2. Penurunan Berat Badan
3. Mual
4. Tekanan darah 150/90 mmHg
5. Nadi 124 x/menit
6. TSH 0,005 uIU/ml
7. FT4 7,77 mg/dl
8. Mata menonjol

38
C. MIND MAP
Sering Berkeringat

Hipertiroid Graves disease Strauma


Hipertiroid adalah suatu kondisi ketika kelenjar Graves’ disease adalah suatu kelainan Struma adalah pembesaran kelenjar gondok yang
autoimun, adanya thyroid stimulating disebabkan oleh penambahan jaringan kelenjar gondok
tiroid melepaskan hormon tiroid secara berlebih
yang menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah banyak
dibandingkan dengan yang dibutuhkan tubuh. immunoglobulin (TSI), atau bisa disebut
sehingga menimbulkan keluhan seperti berdebar- debar.
Etiologi Hipertiroidisme dapat terjadi akibat dengan thyroid stimulating antibody (TSAb)
disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus. keringat, gemetaran, bicara jadi gagap, mencret, berat
yang disekresikan di kelenjar tiroid berikatan badan menurun, mata membesar, penyakit ini dinamakan
Peningkatan TSH akibat malfungsi kelenjar tiroid akan dengan reseptor thyroid stimulating hormone
disertaipenurunan TSH dan TRF karena umpan balik hipertiroid (Amin huda, 2016).
negatif TH terhadap pelepasan keduanya. Hipertiroidisme
(TSH) di kelenjar tiroid. Etiologi Struma disebabkan oleh gangguan sintesis
akibat rnalfungsi hipofisis memberikan gambaran kadar hormone tiroid yang menginduksi mekanisme kompensasi
TH dan TSH yang finggi. TRF akan Tendah karena uinpan Etiologi timbulnya penyakit grave’s terhadap kadar TSH serum, sehingga akibatnya
balik negatif dari HT dan TSH. Hipertiroidisme akibat masih belum diketahui secara pasti, namun menyebabkan hipertrofi dan hyperplasia selfolikel tiroid
malfungsi hipotalamus akan memperlihatkan HT yang terdapat beberapa faktor yang berhubungan dan pada akhirnya menyebabkan pembesaran kelenjar
finggi disertai TSH dan TRH yang berlebihan. dengan peningkatan angka kejadiannya seperti tiroid. Efek biosintetik. defisiensi iodin penyakit otoimun
Manifestasi klinis dari hipertiroid adalah : pada seorang perokok. dan penyakit nodular juga dapat menyebabkan struma
1) Peningkatan frekuensi denyut jantung. walaupun dengan mekanisme yang berbeda. Bentuk
2) Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, goitrous tiroiditis hashimoto terjadi karena defek yang
peningkatan kepekaan terhadap Katekolamin. Manifestasi Klinis didapat pada hormone sintesis, yang mengarah ke
3) Peningkatan laju metabolisme basal, peningkatan Hampir keseluruhan pasien Graves’ disease peningkatan kadar TSH dan konsuekensinya efek
pembentukan panas, intoleran terhadap panas, memiliki gejala klasik hipertiroidisme. Gejala pertumbuhan (Tampatty, 2019)
keringat berlebihan. orbitopati atau demaopati juga ditemukan, tapi Manifestasi Klinis strauma
4) Sulit menelan, penurunan berat badan, tetapi tidak berdiri sendiri tanpa gejala klasik  Pembengkakan dileher , tepatnya dibawah
peningkatan rasa lapar (nafsu makan baik) hipertiroidisme. Gejala umum yang muncul
5) Peningkatan frekuensi buang air besar jakun
pada pasien diusia muda seperti intoleransi
6) Gondok (biasanya), yaitu peningkatan ukuran
suhu, berkeringat, kelelahan, berkurangnya  Perasaan kaku atau menganjal ditenggorakan
kelenjar tiroid
7) Gangguan reproduksi berat badan, palpitasi hingga tremor. Pada  Suara serak
8) Tidak taahan panas pasien usia tua gejala akan kabur dan tidak  Batuk
9) Cepat Lelah spesifik, seperti kelelahan atau
39 penurunan berat  Sulit menelan
10) Pembesaran kelenjar tiroid badan. Disertai dengan gejala ekstratiroidal
11) Mata melotot (exoptalmus)  Sulit bernapas
seperti oftalmopati, dermopatibahkan
 Penurunan berat badan

Tabel persotiran
NO MANIFESTASI KLINIS HIPERTIROID GRAVES DISEASE STRAUMA
1. Sering Berkeringat   

2. Penurunan Berat Badan   

3. Mual   

4. Tekanan darah Meningkat   


150/90 mmHg
5. Frekuensi Nadi Meningkat   
124X/Menit
6. TSH 0,005 uIU/ml   
7. FT4 7,77 mg/dl   
8. Mata menonjol dan merah   

D. PERTANYAAN-PERTANYAAN PENTING
1. Mengapa pasien mengeluh sering berkeringat walaupun pada saat tidak beraktivitas
berat ataupun cuaca yang terlalu panas?
2. Mengapa mata pasien menonjol dan merah?
3. Mengapa pasien mengalami penurunan berat bedan ?

E. JAWABAN PERTANYAAN
1. Berkeringat merupakan cara tubuh untuk menjaga suhunya serta mengeluarkan sisa-
sisa metabolisme, namun beberapa orang memiliki jumlah produksi keringat lebih
banyak dibanding orang pada umumnya, keringat berlebihan disebut dengan
hyperhidrosis. Berkeringat merupakan hal yang wajar dialami semua orang, bagi
sebagian orang berkeringat yang berlebih dapat menyebabkan perasaan malu, selain
itu berkeringat berlebih pada lokasi tertentu seperti telapak tangan, telapak kaki dan
anggota tubuh lain dapat dapat menyebabkan rasa tidak nyaman.(Nurafifah et al.,
2019)
2. Penyakit Graves ini selain mempengaruhi kelenjar tiroid juga mempengaruhi mata,
karena sel T sitotoksik mengenali antigen fibroblast-tiroid di mata akibat

40
hipersensitivitas sehingga memicu sel T sitotoksik menghasilkan antibodi sitotoksik,
yang mengakibatkan inflamasi fibroblast orbital dan extraokular otot mata yang
berakibat bola mata menjadi terlalu menonjol keluar yang disebut exophtalmus.
(Manurung, 2020)
3. Pada pasien hipertiroid secara fisik mengalami penurunan berat badan dan tampak
kurus karena hal ini disebabkan peningkatan metabolisme jaringan dimana simpanan
glukosa beserta glukosa yang baru diabsorbsi digunakan untuk menghasilkan energi
yang akibatnya terjadi pengurangan massa otot. Hal ini juga terjadi pada jaringan
adiposa lemak yang juga mengalami lipolisis dimana simpanan lemak juga akan
dimetabolisme untuk menghasilkan energi. Dan bila simpanan glukosa dan lemak ini
berkurang maka tubuh akan memetabolisme protein yang tersimpan di dalam otot
sehingga massa otot akan semakin berkurang. Sehingga pada otot akan terjadi
kelemahan dan kelelahan yang tidak dapat dihubungkan dengan bukti penyakit secara
objektif.(PAMUNGKAS, 2012)

F. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Diharapkan bisa mengerti dan mendalami masalah Hipertiroid
2. Diharapkan bisa menganalisa penyakit yang terdapat pada kasus
3. Untuk mengetahui pemeriksaan selanjutnya dan untuk menegakkan diagnosa dari
kasus yang diberikan
4. Untuk mengetahui apakah adanya penatalaksanaan dari kasus yang diberikan

G. INFORMASI TAMBAHAN
Dharri, E. N. (2018). Karya Tulis Ilmiah: Asuhan Keperawatan Hipertiroid Pada Ny.
N di Ruang Penyakit Dalam Wanita Tulip III C Rumah Sakit Umum Daerah Ulin
Banjarmasin. Universitas Muhammadiyah Banjarmasin.

H. KLARIFIKASI INFORMASI
Menurut Nixson (2020), tujuan pengobatan hipertiroid adalah produksi hormon (obat
anti tiroid) atau merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi sub total)
1. Obat antitiroid
Digunakan dengan indikasi :

41
 Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap pada
pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirrotoksikosis.
 Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau sesudah
pengobatan pada pasien yang mendapat yodium radioaktif.
 Persiapan tiroidektomi
 Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia Pasien dengan krisis tiroid Obat-
obatan ini umumnya diberikan sekitar 18 - 24 bulan. Pada pasien hamil biasanya
diberikan propil tiourasil dengan dosis serendah mungkin yaitu 200 mg/hari atau
lebih lagi. Pada masa laktasi juga diberikan propiltiourasil karena hanya sedikit
sekali yang keluar dari air susu ibu, oasis yang dipakai 100-500 mg tiap 8 jam.
2. Pengobatan dengan yodium radioaktif Indikasi pengobatan dengan yodium radiaktif
diberikan pada:
 Pasien umur 35 tahun atau lebih
 Hipertiroid yang kambuh sesudah di operasi
 Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid
 Tidak mampu atau tidak mau pengobatan dengan obat antitiroid
 Adenoma toksik, goiter multinodular toksik
3. Operasi Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroid. Indikasi operasi
adalah :
 Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat
antitiroid
 Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis besar
 Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif.
 Adenoma toksik atau strauma multinodular toksik
 Pada penyakit graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul Sebelum
operasi biasanya pasien diberi obat antitiroid sampai eutitiroid sampai eutiroid
kemudian diberi cairan kalium yodida 100-200 mg/hari atau cairan lugol 10-14
tetes/ hari selama 10 hari sebelum dioperasi untuk mengurangi vaskularisasi pada
kelenjar tiroid.
4. Pengobatan tambahan

42
 Sekat ẞ-adrenergik Obat ini diberikan untuk mengurangi gejala dan tanda
hipertiroid. Dosis diberikan 40-200 mg/hari yang dibagi atas 4 dosis. Pada orang
lanjut usia diberik 10 mg/6 jam.
 Yodium terutama digunakan untuk persiapan operasi. Sesudah pengobatan
dengan yodium radiaktif dan pada krisis tiroid. Biasanya diberikan pada dosis
100-300 mg/hari.
 Ipodat kerjanya lebih cepat dan sangat baik digunakan pada keadaan akut seperti
krisis tiroid kerja padat adalah menurunkan konversi T4 menjadi T3 diperifer,
mengurangi sintesis hormon tiroid, serta mengurangi pengeluaran hormon dari
tiroid.
 Litium mempunyai daya kerja seperti yodium, namun tidak jelas keuntungannya
dibandingkan dengan yodium. Litium dapat digunakan pada pasien dengan krisis
tiroid alergi terhadap yodium.

I. ANALISA DAN SINTESA INFORMASI


Berdasarkan kasus di atas kelompok kami mengambil dx keperawatan Hipertiroid
berdasarkan manifestasi dan gejala yang di alami pasien yaitu Sering berkeringat,
Penurunan Berat Badan, Mual, Tekanan darah 150/90 mmHg, Nadi 124 x/menit, TSH
0,005 uIU/ml, FT4 7,77 mg/dl, Mata menonjol

43
BAB II
KONSEP MEDIS
a. Definisi
Hipertiroid adalah suatu kondisi ketika kelenjar tiroid melepaskan hormon
tiroid secara berlebih dibandingkan dengan yang dibutuhkan tubuh. Kondisi ini
dapat mengakibatkan tirotoksikosis, yaitu berbagai bentuk manifestasi interaksi
kelebihan hormon tiroid pada jaringan tubuh berupa percepatan detak jantung,
penurunan berat badan, peningkatan nafsu makan, dan kecemasan. (Musoddaq et
al., 2022)
Hipertiroidisme adalah Suatu sindrom yang disebabkan oleh peninggian
produsi hormon tiroid yang disebabkan antara lain karena autoimun pada penyakit
graves, hiperplasia, genetik, neoplastik atau karena penyakit sistemik akut. Faktor
pencetusnya adalah keadaan yang menegangkan seperti operasi, infeksi, trauma,
penyakit akut kardiovaskuler. (Silvia Dewi et al., 2023)
b. Etiologi
Hipertiroidisme dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau
hipotalamus. Peningkatan TSH akibat malfungsi kelenjar tiroid akan disertai
penurunan TSH dan TRF karena umpan balik negatif TH terhadap pelepasan
keduanya. Hipertiroidisme akibat rnalfungsi hipofisis memberikan gambaran
kadar TH dan TSH yang finggi. TRF akan Tendah karena uinpan balik negatif
dari HT dan TSH. Hipertiroidisme akibat malfungsi hipotalamus akan
memperlihatkan HT yang finggi disertai TSH dan TRH yang berlebihan.
(Manurung, 2020)
Beberapa penyakit yang menyebabkan Hipertiroid yaitu :
1) Penyakit Graves Penyakit ini disebabkan oleh kelenjar tiroid yang oberaktif
dan merupakan penyebab hipertiroid yang paling sering dijumpai. Penyakit ini
biasanya turunan. Wanita 5 kali lebih sering daripada pria. Di duga
penyebabnya adalah penyakit autonoium, dimana antibodi yang ditemukan
dalam peredaran darah yaitu tyroid stimulating. Immunogirobulin (TSI
antibodies), Thyroid peroksidase antibodies (TPO) dan TSH receptor
antibodies (TRAB). Pencetus kelainan ini adalah stres, merokok, radiasi,

44
kelainan mata dan kulit, penglihatan kabur, sensitif terhadap sinar, terasa
seperti ada pasir di mata, mata dapat menonjol keluar hingga double vision.
Penyakit mata ini sering berjalan sendiri dan tidak tergantung pada tinggi
rendahnya hormon teorid. Gangguan kulit menyebabkan kulit jadi merah,
kehilangan rasa sakit, serta berkeringat banyak.
2) Toxic Nodular Goiter Benjolan eher akibat pembesaran tiroid yang berbentuk
biji padat, bisa satu atau banyak. Kata toxic berarti hipertiroid, sedangkan
nodule atau biji itu tidak terkontrol oleh TSH sehingga memproduksi hormon
tiroid yang berlebihan.
3) Minum obat Hormon Tiroid berlebihan Keadaan demikian tidak jarang terjadi,
karena periksa laboratorium dan kontrol ke dokter yang tidak teratur. Sehingga
pasien terus minum obat tiroid, ada pula orang yang minum hormon tiroid
dengan tujuan menurunkan badan hingga timbul efek samping.
4) Produksi TSH yang Abnormal Produksi TSH kelenjar hipofisis dapat
memproduksi TSH berlebihan, sehingga merangsang tiroid mengeluarkan T3
dan T4 yang banyak.
5) Tiroiditis (Radang kelenjar Tiroid) Tiroiditis sering terjadi pada ibu setelah
melahirkan, disebut tiroiditis pasca persalinan, dimana pada fase awal timbul
keluhan hipertiorid, 2-3 bulan kemudian keluar gejala hpotiroid.
6) Konsumsi Yoidum Berlebihan Bila konsumsi berlebihan bisa menimbulkan
hipertiroid, kelainan ini biasanya timbul apabila sebelumnya si pasien
memang sudah ada kelainan kelenjar tiroid.
c. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari hipertiroid adalah :
- Peningkatan frekuensi denyut jantung.
- Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, peningkatan kepekaan terhadap
Katekolamin.
- Peningkatan laju metabolisme basal, peningkatan pembentukan panas,
intoleran terhadap panas, keringat berlebihan.
- Sulit menelan, penurunan berat badan, tetapi peningkatan rasa lapar (nafsu
makan baik)

45
- Peningkatan frekuensi buang air besar
- Gondok (biasanya), yaitu peningkatan ukuran kelenjar tiroid
- Gangguan reproduksi
- Tidak taahan panas
- Cepat Lelah
- Pembesaran kelenjar tiroid
- Mata melotot (exoptalmus). Hal ini terjadi sebagai akibat penimbunan zat
dalam orbit mata. (Yanti & Leniwita, 2019)
d. Patofisiologi
Penyebab hipertiroidisme biasanya adalah penyakit graves, goiter toksika,
dan tiroiditis. Pada kebanyakan penderita hipertiroidisme, kelenjar tiroid
membesar dua sampai tiga kali dari ukuran normalnya, disertai dengan banyak
hiperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel folikel ke dalam folikel, sehingga jumlah
sel-sel ini lebih meningkat beberapa kali dibandingkan dengan pembesaran
kelenjar. Juga, setiap sel meningkatkan kecepatan sekresinya beberapa kali lipat
dengan kecepatan 5-15 kali lebih besar daripada normal
Pada hipertiroidisme, kosentrasi TSH plasma menurun, karena ada sesuatu
yang “menyerupai” TSH, Biasanya bahan – bahan ini adalah antibodi
immunoglobulin yang disebut TSI (Thyroid Stimulating Immunoglobulin), yang
berikatan dengan reseptor membran yang sama dengan reseptor yang mengikat
TSH. Bahan – bahan tersebut merangsang aktivasi cAMP dalam sel, dengan hasil
akhirnya adalah hipertiroidisme. Karena itu pada pasien hipertiroidisme
kosentrasi TSH menurun, sedangkan konsentrasi TSI meningkat. Bahan ini
mempunyai efek perangsangan yang panjang pada kelenjar tiroid, yakni selama
12 jam, berbeda dengan efek TSH yang hanya berlangsung satu jam. Tingginya
sekresi hormon tiroid yang disebabkan oleh TSI selanjutnya juga menekan
pembentukan TSH oleh kelenjar hipofisis anterior.
Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid “dipaksa” mensekresikan hormon
hingga diluar batas, sehingga untuk memenuhi pesanan tersebut, sel-sel sekretori
kelenjar tiroid membesar. Gejala klinis pasien yang sering berkeringat dan suka
hawa dingin termasuk akibat dari sifat hormon tiroid yang kalorigenik, akibat

46
peningkatan laju metabolisme tubuh yang diatas normal. Bahkan akibat proses
metabolisme yang menyimpang ini, terkadang penderita hipertiroidisme
mengalami kesulitan tidur. Efek pada kepekaan sinaps saraf yang mengandung
tonus otot sebagai akibat dari hipertiroidisme ini menyebabkan terjadinya tremor
otot yang halus dengan frekuensi 10-15 kali perdetik, sehingga penderita
mengalami gemetar tangan yang abnormal. Nadi yang takikardi atau diatas
normal juga merupakan salah satu efek hormon tiroid pada sistem kardiovaskuler.
Eksopthalmus yang terjadi merupakan reaksi inflamasi autoimun yang mengenai
daerah jaringan periorbital dan otot-otot ekstraokuler, akibatnya bola mata
terdesak keluar. (Yanti & Leniwita, 2019)

e. Prognosis
Walaupun jarang, Genes' disease dapat membaik secara spontan, khususnya
jika sifatnya ringan ataupun subklinis. Penyakit ini, bila terjadi pada awal
kehamilan maka didapatkan 30% kemungkinan untuk mengalami remisi spontan
pada trimester ketiga. Komplikasi pada jantung, mata maupun psikis penderita
dapa menetap walaupun telah mendapatkan terapi. Hipoparatiroid permanen dan
kelumpuhan pita suara merupakan risiko dari tiroidektomi. Kekambuhan
merupakan hal yang umum pada penderita yang mendapatkan terapi obat anti-
tiroid, terapi 1 dosis rendah ataupun. tiroidektomi subtotal. Dengan terapi adekuat
dan follow-up jangka panjang umumnya memberikan hasil yang baik. Hipotiroid
pasca terapi sering terjadi, umumnya beberapa bulan sampai dengan beberapa
tahun setelah penderita menjalani radioterapi ataupun tiroidektomi subtotal.
Exopthalmus berat memiliki prognosis yang buruk kecuali dilakukan pengobatan
secara agresif. (Press, n.d.)

47
f. Klasifikasi
Menurut Yanti Anggraini, dkk (2019), klasifikasi dapat dibedakan berdasarkan
penyebabnya terbagi menjadi 2, yaitu :
1) Hipertiroid Primer : Terjadinya hipertiroid karena berasal dari kelenjar tiroid
itu sendiri, contohnya :
a) Penyakit grave
b) Functioning adenoma
c) Toxic multinodular goiter
d) Tiroiditis
2) Hipertiroid Sekunder : Jika penyebab hipertiroid berasal dari luar kelenjar
tiroid, contohnya :
a) Tumor hipofisis.
b) Pemberian hormone tiroid dalam jumlah besar.
c) Pemasukan iodium berlebihan. (Yanti & Leniwita, 2019)
g. Komplikasi
Hipertiroidisme yang tidak diobati atau tidak dikelola dengan baik dapat
menyebabkan komplikasi serius, terutama yang berkaitan dengan jantung, yaitu :
1) Aritmia (detak jantung abnormal, seperti atrial fibrilasi).
2) Dilatasi jantung (peningkatan ukuran rongga jantung yang sebenarnya menipis
otot jantung) dan gagal jantung kongestif.
3) Serangan jantung mendadak.
4) Hipertensi
Jika hipertiroid tidak diobati, akan mengalami resiko terkena osteoporosis.
secara bertahap akan kehilangan kepadatan mineral tulang karena hipertiroidisme
yang tidak terkontrol dapat menyebabkan tubuh untuk menarik kalsium dan fosfat
dari tulang dan mengeluarkan terlalu banyak kalsium dan fosfor (melalui urine
dan feses). (Silvia Dewi et al., 2023)
h. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada hipertiroid adalah pemeriksaan
kadar hormone tiroid, deteksi autoantibody, dan scintigraphy. Pemeriksaan awal

48
dilakukan adalah pemeriksaan kadar tiroid stimulating hormone (TSH), free
thyroxine (FT4) dengan free triodothyronine (FT3). (Debby Silvia Dewi, 2023)
Test penunjang lainnya :
1) CT Scan tiroid
Mengetahui posisi, ukuran dan fungsi kelenjar tiroid. Iodine radioaktif (RAI)
diberikan secara oral kemudian diukur pengambilan iodine oleh kelenjar
tiroid. Normalnya tiroid akan mengambil iodine 5-35% dari dosis yang
diberikan setelah 24 jam, pada pasien hipertiroid akan meningkat.
2) USG, untuk mengetahui ukuran dan komposisi dari kelenjar tiroid apakah
massa atau nodule.
3) ECG untuk menilai kerja jantung, mengetahui adanya takhikardia, atrial
fibrilasi dan perubahan gelombang P dan T. (Yanti & Leniwita, 2019)
i. Penatalaksanaan
Ada beberapa cara untuk mengobati hipertiroid semuanya bergantung pada
usia, kondisi fisik, penyebab yang mendasari hipertiroid. Berikut merupakan
berbagai pengobatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi hipertiroid.
1) Yodium radioaktif
Kelenjar tiroid akan menyerap yodium radioaktif, yang kemudian akan
menyusutkan kelenjar. Pengobatan ini bisa membuat aktivitas tiroid. menjadi
lambat hingga tidak cukup aktif (hipotiroid).
2) Obat-obatan
Obat-obatan dapat mencegah produksi hormon tiroid yang berlebihan
sehingga gejala hipertiroid akan berkurang secara bertahan. Jenis obat yang
digunakan antara lain methimazole (tapazole) dan propylthiouracil.
3) Beta blocker
Pengobatan ini biasanya digunakan untuk mengatasi tekanan darah tinggi dan
memengaruhi kadar tiroid. Namun, obat ini bisa mengurangi gejala
hipertiroidisme seperti tremor, denyut jantung yang cepat, dan jantung
berdebar.
4) Operasi pengangkatan tiroid (tiroidektomi)

49
Operasi pengangkatan tiroid yang dapat dipilih jika anda sedang hamil, anda
tidak bisa menjalani terapi yodium radioaktif, atau obat anti tiroid tidak
bekerja dengan baik. Dalam operasi tiroid, dokter akan mengangkat sebagai
sebagian besar kelenjar tiroid. Risiko dari operasi ini adalah kerusakan pada
pita suara dan kelenjar paratiroid. (Silvia Dewi et al., 2023)

50
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identifikasi kebutuhan dasar yang mengalami gangguan
Kategori dan Subkategori Data Subjektif dan Objektif
Fisiologis Respirasi Pernapasan 24 x/menit
Sirkulasi Tekanan darah 150/90 mmHg
Nadi 124 x/menit
Nutrisi dan cairan Mengalami penurunan berat badan kurang lebih 11 kg selama
1 bulan terakhir
Penurunan berat badan dari 58 kg menjadi 47 kg dan disertai
hilangnya nafsu makan, dan seringnya merasa mual
Eliminasi
Aktivitas dan istirahat Pasien mengeluh lemas dan cepat lelah
Neurosensori
Reproduksi dan
Seksualitas
Psikologis Nyeri dan
Kenyamanan
Integritas ego
Pertumbuhan dan
perkembangan
Perilaku Kebersihan diri
Penyuluhan dan Pasien sudah menjalani pengobatan, namun sejak dua bulan
pembelajaran terakhir pasien tidak meminum obatnya, dikarenakan malas
dan seringnya lupa.
Relasional Interaksi social
Lingkungan Keamanan dan Pasien mengatakan lebih nyaman pada suhu ruangan yang
proteksi dingin.
Pasien mengatakan merasa matanya menonjol dan merah

51
b. Pathway

52
2. Diagnosa Keperawatan
No. Data Subjektif dan Objektif Analisis Data Masalah Keperawatan
1. Subjektif : Hipertiroid Intoleransi aktivitas b/d kelemahan d/d
1. Mengeluh lemas dan cepat lelah mengeluh lemas dan cepat lelah
Objektif : Peningkatan kadar hormon tiroid dalam

1. Nadi 124 x/menit sirkulasi peredaran darah

2. Tekanan darah 150/90 mmHg


Mengalami hipermetabolisme dan
3. TSH 0,005 uIU/ml
aktivitas simpatis berlebihan
4. FT4 7,77mg/dl

Memaksa jantung bekerja dengan cepat

Berpeluang mencetus terjadinya aritmia


jantung

Implus listrik dijantung tidak bekerja


secara normal

Takikardia

Mengeluh lemas dan cepat lelah

Intoleransi Aktivitas

53
2. Objektif : Hipertiroid Defisit nutrisi b/d peningkatan
1. BB Menurun dari 58kg menjadi 47kg (Berat kebutuhan metabolisme d/d berat badan
badan menurun minimal 10% dibawah rentan Peningkatan kadar hormon tiroid dalam menurun, nafsu makan menurun
ideal ) sirkulasi peredaran darah
Subjektif :
1. Pasien Mengatakan Nafsu makan Menurun Mengalami hipermetabolisme dan
(Nafsu makan menurun) aktivitas simpatis berlebihan

Memaksa jantung bekerja dengan cepat

Berpeluang mencetus terjadinya aritmia


jantung

Implus listrik dijantung tidak bekerja


secara normal

Takikardia

Peningkatan penggunaan energi tidak


seimbang

Merangsang hipotalamus

Nafsu makan menurun

54
Suplai makan tidak memenuhi dari
kebutuhan

Berat badan menurun

Defisit Nutrisi
3. Subjektif :- Hipertiroid Manajemen Kesehatan Tidak Efektif
Objektif : b/d Konflik pengambilan keputusan b/b
Sejak 2 bulan terakhir pasien tidak meminum Sudah menjalani pengobatan yang lama pasien malas dan sering lupa untuk
obatnya karena malas dan sering lupa (Aktivitas meminum obatnya
hidup sehari-hari tidak efektif untuk memenuhi Pasien merasa malas dan sering lupa
tujuan kesehatan) untuk meminum obat

Pasien tidak minum obat selama dua


bulan

Manajemen Kesehatan Tidak Efektif


4. Subjektif :- Hipertiroid Defisit Pengetahuan Tentang
Objektif : (Spesifik) b/d kurang terpapar Informasi
Pasien Merasakan matanya menonjol dan merah Peningkatan kadar hormon tiroid dalam d/d Pasien Membuat ramuan sendiri
, sehingga pasien membuat ramuan untuk sirkulasi peredaran darah untuk diteteskan pada eksoftamus
diteteskan di matanya (Menunjukan Perilaku

55
tidak sesuai anjuran) Mengalami hipermetabolisme dan
aktivitas simpatis berlebihan

Dapat menyebabkan adanya perubahan


pada jaringan retro orbital (belakang bola
mata)

Sehingga kelopak mata relatif lambat


terhadap bola mata

Eksoftalmus

Pasien membuat ramuan untuk tets


matanya

Defisit Pengetahuan

56
C. Intervensi Keperawatan
NO SDKI SLKI SIKI RASIONAL
1. Intorenasi Aktivitas (D.0056) Toleransi Aktivitas (L.05047) Manajemen Energi (I.05178) Manajemen Energi
Kategori : Fisiologis Setelah dilakukan tindakan Tindakan Observasi

Subkategori : Aktivitas dan Istirahat keperawatan selama 1x24 jam maka Observasi  Agar perawat
toleransi aktivitas meningkat. Dengan - Identifikasi gangguan fungsi tubuh mengetahui gangguan
kriteria hasil : yang mengakibatkan kelelahan fungsi tubuh yang
Definisi
1. Keluhan lelah menurun (5) - Monitor kelelahan fisik dan mengakibatkan
Ketidakcukupan energy untuk
2. Dipsnea saat aktivitas menurun emosional
melakukan aktivitas sehari-hari kelelahan pada pasien
(5) - Monitor pola dan jam tidur  Agar perawat dapat
3. Dipsnea setelah aktivitas - Monitor lokasi dan
Penyebab mengetahui kelelahan
menurun (5) ketidaknyamanan selama
1. Kelemahan fisik dan emosional
4. Frekuensi Nadi membaik (5) melakukan aktivitas pada pasien
Terapeutik  Agar perawat dapat
Gejala dan Tanda Mayor
- Sediakan lingkungan nyaman dan
Subjektif : mengetahui pola dan
rendah stimulus (mis. cahaya,
1. Mengeluh lelah jam tidur pasien
suara, kunjungan)
Objektif :  Agar perawat dapat
1. Frekuensi Jantung meningat - Lakukan latihan rentang gerak
mengetahui lokasi dan
>20% dari kondisi sebelumnya pasif dan/atau aktif
ketidaknyamanan
(Takikardia 124 X/M) - Berikan aktivitas distraksi yang
pasien selama
Gejala dan Tanda Minor menenangkan

57
Subjektif - Fasilitasi duduk di sisi tempat melakukan aktivitas
1. Merasa lemah tidur, jika tidak dapat berpindah
Terapeutik
Objektif atau berjalan
 Agar membuat pasien
1. Tekanan darah berubah 20% Edukasi
merasa lebih aman
dari kondisi istirahat (150/90 - Anjurkan tirah baring Anjurkan
terhadap lingkungannya
mmHg) melakukan aktivtas secara bertahap
 Untuk membuat pasien
- Anjurkan menghubungi perawat
sering melakukan
jika tanda dan gejala kelelahan
aktivitas fisik
tidak berkurang
 Untuk mempercepat
- Ajarkan strategi koping untuk
proses pemulihan pada
mengurangi kelelahan
pasien
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang  Agar membuat tubuh

cara meningkatkan asupan pasien tidak kram yang

makanan. disebabkan berbaring


terlalu lama

Edukasi
 Agar membuat pasien
mengetahui dapat
melakukan aktivitasnya
diatas tempat tidur

58
 Agar membuat pasien
dapat melakukan
aktivitas fisik lebih
efektif
 Agar pada saat tanda
dan gejala tidak
berkurang pasien dapat
segera menghubungi
perawat
 Agar pasien dapat
menyesuaikan diri

Kolaborasi
 Agar pasien
mengetahui cara
meningkatkan asupan
makananan

2. Defisit Nutrisi (D.0019) Status Nutrisi (L.03030) Manajemen Nutrisi (I.03119) Manajemen nutrisi
Kategori : Fisiologis Setelah dilakukan tindakan Observasi Observasi

59
Subkategori : Nutrisi dan Cairan keperawatan selama 1x24 jam maka - Identifikasi status nutrisi  Membantu mengetahui
status nutrisi membaik. Dengan - Identifikasi alergi dan intoleransi tanda dan
kriteria hasil :
Definisi : makanan  gejala nutrisi kurang
Asupan Nutrisi tidak cukup untuk 1. Porsi makan yang dihabiskan - Identifikasi makanan yang disukai dari
meningkat (5)
memenuhi kebutuhan metabolism. - Identifikasi kebutuhan kalori dan  kebutuhan tubuh
2. Berat badan membaik (5) jenis nutrien  Agar mengetahui alergi
Penyebab : 3. Indeks masaa tubuh (IMT) - Identifikasi perlunya penggunaan dan
1. Peningkatan kebutuhan membaik (5) selang nasogastrik  intoleransi makanan
metabolism - Monitor asupan makanan pasien
Gejala dan Tanda Mayor - Monitor berat badan  Agar mengetahui
Subjektif - Monitor hasil pemeriksaan makanan yang
- laboratorium  disukai
Objektif Terapeutik
 Agar mengetahui
1. Berat badan menurun minimal - Lakukan oral hygiene sebelum
berapa kebutuhan kalori
10% dibawah rentan ideal makan, jika perlu
dan jenis nutrient yang
- Fasilitasi menentukan pedoman
baik untuk pasien
Gejala dan Tanda Minor diet (mis: piramida makanan)
 Agar mengetahui
Subjektif - Sajikan makanan secara menarik
seberapa selang asupan
1. Nafsu makan menurun dan suhu yang sesuai
perlunya pengunaan
Objektif - Berikan makanan tinggi serat untuk
nasogastrik
- mencegah konstipasi
 Untuk mengetahui

60
- Berikan makanan tinggi kalori dan makanan
tinggi protein  Untuk mengetahui berat
- Berikan suplemen makanan, jika badan
perlu  Untuk mengetahui hasil
- Hentikan pemberian makan melalui pemeriksaan
selang nasogastik jika asupan oral laboratorium
dapat ditoleransi
Terapeutik
Edukasi
 Agar pasien bisa
- Ajarkan posisi duduk, jika mampu
melakukan oral hygiene
- Ajarkan diet yang diprogramkan
sebelum makan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi  Agar pasien hidup lebih

sebelum makan (mis: Pereda nyeri, sehat dengan pedoman

antiemetik), jika perlu makanan

- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk  Menyediakan makanan

menentukan jumlah kalori dan dengan tampilan unik

jenis nutrien yang dibutuhkan, jika dengan suhu yang

perlu sesuai
 Memberikan makanan
yang tinggi serat untuk
mencegah kosntipasi
 Memberikan makanan

61
yanggi kalori dan tinggi
protein
 Memberikan suplemen
makanan
 Menghentikan
pemberian makanan
melalui selang
nasogastrik jika asupan
oral dapat ditoleransi

Edukasi
 Menganjurkan posisi
duduk,jika mampu
 Untuk memastikan diet
yang sesuai dengan
pasien

Kolaborasi
 Untuk mengurangi
gejala pasien
 Agar pasien
mendapatkan asupan

62
gizi yang sesuai untuk
mempercepat
penyembuhan

3. Manajemen Kesehatan Tidak Efektif Tingkat Kepatuhan (L.12110) Edukasi Program Pengobatan (I.12441) Edukasi Program Kesehatan
(D.0116) Setelah dilakukan tindakan Observasi
Kategori: Perilaku keperawatan selama 1x24 jam maka Tindakan  Untuk mengetahui
Subkategori: Penyuluhan dan status nutrisi membaik. Dengan Observasi pengetahuan klien atau
pembelajaran kriteria hasil :  Identifikasi pengetahuan tentang keluarga tentang
1. Perilaku mengikuti program pengobatan yang direkomendasikan pengobatan yang
Definisi perawatan/pengobatan  Identifikasi pengunaan pengobatan direkomendasikan
Pola Pengaturan dan pengintegrasian Membaik (5) tradisonal dan kemungkinan efek  Untuk mengetahui
penanganan masalah Kesehatan kedalam terhadap pengobatan bagaimana penggunaan
2. Perilaku menjalankan
kebiasaan hidup sehari-hari tidak pengobatan tradisional
anjuran Membaik (5) Terapeutik
memuaskan untuk mencapai status dan kemungkinan efek
3. Tanda dan gejala Penyakit  Fasilitasi informasi tertulis atau
Kesehatan yang diharapkan terhadap pengobatan
Membaik (5) gambar untu meningkatkan
pemahaman
Penyebab
 Berikan dukungan untuk menjalani Terapeutik
1. Kurang terpapar informasi
program pengobatan dengan baik  Untuk membantu klien
dan benar meningkatkan
Gejala dan Tanda Mayor :  Libatkan keluarga untuk pemahaman terkait
Subjektif : memberikan dukungan pasien pengobatan
1. Mengungkapkan kesulitan dalam  Agar klien merasa lebih

63
menjalani program perawatan/pengobtan selama pengobatan baik dalam menjalani
Objektif : pengobatan
Edukasi
1. Aktivitas hidup sehari-hari tidak efektif  Peran keluarga penting
 Jelaskan manfaat dan efek samping
untuk memenuhi tujuan Kesehatan dalam penyembuhan klien
pengobatan
Gejala dan Tanda Minor:
 Informasikan fasilitas kesehatan Edukasi
Subjektif:-
yang dapat digunakan selama  Agar klien mengetahui
Objektif:-
pengobatan manfaat dan efek samping
 Anjurkan memonitor pengobatan
perkembangan keefektifan  Agar klien mendapatkan
pengobatan fasilitas dalam
 Anjurkan mengonsumsi obat sesuai pengobatan
indikasi  Agar dapat mengetahui
 Anjurkan bertanya jika ada sesuatu perkembangan
yang tidak dimengerti sebelum dan keefektifan pengobatan
sesudah mengobatan dilakukan  Agar tidak terjadi
 Ajarkan kemampuan untuk kesalahan dalam
melakukan pengobatan mandiri mengkonsumsi obat
(self-medication)  Agar klien mengerti
tentang pengobatan yang
akan dilakukan
 Agar klien dapat
melakukan pengobatan

64
mandiri

4. Defisit Pengetahuan tentang Tingkat Pengetahuan L.1211 Edukasi Kesehatan (I.12383) Edukasi Kesehatan
(Spesifikkan) (D.0111) Setelah dilakukan tindakan Tindakan Observasi
Kategori: Perilaku keperawatan selama 1x24 jam maka Observasi  Untuk mengidentifikasi
Subkategori: Penyuluhan status nutrisi membaik. Dengan  Identifikasi kesiapan dan kesiapan dan kemampuan
kriteria hasil : kemampuan menerima informasi klien dalam menerima
Definisi 1. Presepsi yang keliru informasi
 Identifikasi faktor-fator yang
Ketiadaan atau kurangnya informasi terhadap masalah  Untuk mengidentifikasi
dapat meningkatkan dan
kognitif yang berkaitan dengan topik Menurunan (5) faktor-faktor yang dapat
menurunkan motivasi
tertentu. meningkatkan dan
perilakuhidup bersih dan sehat
Penyebab menurunkan motivasi
1. Kekeliruan mengikuti anjuran Terapeutik perilaku hidup bersih dan
2. Kurang terpapar informasi  Sediakan materi dan media sehat
3. Kurang mampu mengingat
Pendidikan Kesehatan Terapeutik
 Jadwalkan Pendidikan  Agar menambah
Gejala dan Tanda Mayor
Kesehatan sesuai kesepakatan pengetahuan klien tentang
Subjektif
1. Menunjukan Perilaku tidak sesuai
 Berikan kesempatan untuk pendidikan kesehatan
bertanya  Agar pendidikan
anjuran
kesehatan terlaksana
2. Menunjukan Presepsi yang keliru
Edukasi
dengan baik
terhadap masalah
 Jelaskan faktor resiko yang
Gejala dan Tanda Minor Edukasi
dapat mempengaruhi Kesehatan
Subjektif :-

65
Objektif:-  Ajarkan perilaku hidup bersih  Agar klien bisa bertanya
dan sehat apa yang tidak diketahui

 Ajarkan strategi yang dapat  Untuk mengetahui bahwa


faktor resiko dapat
digunakan untuk meningkatkan
mempengaruhi kesehatan
perilaku hidup bersih dan sehat
 Agar klien hidup bersih
dan sehat
 Agar klien mengetahui
strategi yang dapat
digunakan untuk
meningkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat

66
Evidence Based Practice

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN EVIDENCE BASED PRACTICE


1 Intoleransi aktivitas b/d kelemahan d/d Hasil penelitian intervensi yang dapat diberikan pada pasien hipertiroid terapi penggunaan
mengeluh lemas dan cepat lelah propanolol (20-40 mg setiap 6 jam ) bertujuan untuk menurunkan gejala-gejala hipertiroidisme
yang diakibatkan peningkatan kerja dari β-adrenergic seperti palpitasi dan tremor. Propanolol
juga dikatakan dapat menurunkan perubahan T4 ke T3 di jaringan perifer sehingga dapat
menurunkan jumlah hormone yang dalam bentuk aktif(Srikandi (Widyawigata et al., 2019)
2 Defisit nutrisi b/d peningkatan kebutuhan Hasil penelitian intervensi yang dapat diberikan pada pasien hipertiroid, tahapan awal dalam
metabolisme d/d berat badan menurun, nafsu menangani hipertiroid adalah dengan mengusahakan pasien menjadi eutiroid melalui obat
makan menurun antitiroid. Setelah itu terdapat tiga pilihan terapi definitif yaitu dengan melanjutkan pengobatan
antitiroid, radioactive iodine (RAI) dan tiroidektomi. Meskipun begitu,. menemukan bahwa
pasien yang diterapi dengan tiroidektomi mengalami peningkatan berat badan dibandingkan
dengan pasien yang diterapi dengan pengobatan antitiroid lainnya. Berdasarkan hal tersebut,
maka penelitian mengenai perbandingan IMT (Indeks massa tubuh) pada pasien hipertiroid
yang dilakukan tiroidektomi pra dan pascaoperasi perlu dilakukan untuk mengetahui perbedaan
status IMT pada pasien hipertiroid pada periode pra- dan pascaoperasi tiroidektomi sehingga
dapat dijadikan pertimbangan dalamditerapi dengan pengobatan antitiroid lainnya. Berdasarkan
hal tersebut, maka penelitian mengenai perbandingan IMT (Indeks massa tubuh) pada pasien
hipertiroid yang dilakukan tiroidektomi pra danpascaoperasi perlu dilakukan untuk mengetahui
perbedaan status IMT pada pasien hipertiroid pada periode pra- dan pascaoperasi tiroidektomi
sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam penenentuan jenis terapi definitive yang sesuai
dengan kondisi pasien(penenentuan jenis terapi definitive yang sesuai dengan kondisi pasien

67
(Srikandi, 2020)
3 Manajemen Kesehatan Tidak Efektif b/d Pasien dengan peningkatan kadar hormon tiroid (hipertiroid) yang tidak diobati akan berisiko
Konflik pengambilan keputusan b/b pasien menurunnya kualitas hidup, atrial fibrilation dan osteoporosis. Oleh karena itu diperlukan terapi
malas dan sering lupa untuk meminum obatnya untuk mengontrol kadar hormon tiroid pada batasan normal dan meminimalkan gejala dari
hipertiroid. Terapi yang diberikan adalah pemberian obat antitiroid, iodin radioaktif dan
tiroidektomi (pengangkatan kelenjar tiroid) yang disesuaikan dengan jenis dan tingkat
keparahan hipertiroid, usia pasien serta pilihan pasien. (Juwita et al., 2018)
4 Defisit Pengetahuan Tentang (Spesifik) b/d Pada pasien hipertiroid dengan oftalmopati Grave ataupun terdapat faktor resiko terjadinya
kurang terpapar Informasi d/d Pasien Membuat oftalmopati, maka harus dilakukan tindakan untuk mencapai keadaan
ramuan sendiri untuk diteteskan pada eutiroid secepatnya. Terapi dengan steroid digunakan pada pasien dengan inflamasi berat
eksoftamus ataupun adanya neuropati optik akibat kompresi. Steroid dapat menurukan produksi
mukopolisakarida oleh fibroblas. Steroid diberikan melalui intravena secara pulse therapy (mis.
Metilprednisolone 1 g 2 hari sekali selama 3-6 kali pemberian). Radiasi orbita dilakukan pada
pasien dengan gejala sedang hingga berat, adanya diplopia, dan kehilangan penglihatan.
Pembedahan dilakukan selama masa penyakit tenang, kecuali bila terdapat neuropati optik
kompresi ataupun adanya pajanan kornea yang berat.(Hasibuan et al., 2018)

68
BAB I
SEVEN JUMP

KASUS III
(SERING MERASA DINGIN)
Seorang perempuan berusia 68 tahun dirawat di ruang interna karena lemah. Hasil
pengkajian pasien mengeluh lelah dah lelahnya tidak hilang meskipun sudah istirahat,
kurang bertenaga dan sulit melakukan aktivitas sehari-hari. Pasien juga mengatakan sulit
bab lebih dari 5 hari, dan merasa kedinginan sehingga selalu menggunakan selimut
walaupun suhu ruangan normal tanpa ac. Pasien mengatakan rambutnya banyak yang
rontok. Saat di ruangan pasien menolak dibesuk oleh keluarga dan teman – temannya
karena merasa tidak nyaman dengan keadaannya. Hasil pemeriksaan palpasi kelenjar tiroid
teraba membesar. TD : 130/90 mmHg, N : 92x/mnt, RR : 22x/mnt, SB : 37,5 oC. IMT : 30
kg/m2. TSH : 8 uU/ml, T3 : 50 ng/dl. T4: 2,4 ug/dl.

1.1 Klarifikasi Istilah-Istilah Penting


1) Kelenjar tiroid
Kelenjar tiroid adalah salah satu kelenjar endokrin terbesar pada tubuh manusia.
Kelenjar . kelenjar tiroid adalah kelenjar mirip kupu-kupu yang terletak di depan
leher pada trakea tepat di bawah laring (Tortora dan Derricson, 2011). Kelenjar
tiroid ini berfungsi untuk mengatur kecepatan tubuh membakar energi,membuat
protein, dan mengatur sensitivitas tubuh terhadap hormon (Sudaryatmi et al., 2020).
2) TSH
TSH adalah hormon peptida yang diproduksi di kelenjar pituitari anterior, yang
berada di bawah pengaruh thyrotropin-releasing hormone (TRH), diproduksi di
hipotalamus, dan hormon tiroid ( umpan balik negatif)(Suharto & Nuseskasatmata,
2020).
3) T3,T4
T4 (Tiroksin) adalah hormon utama yang disekresikan oleh kelenjar tiroid yang
kemudian di ubah menjadi T3 (Triiodotironin) oleh sel target. Sebagian besar
hormon tiroid terikat ke protein transpor dalam darah, sangat sedikit yang tidak

69
terikat atau bebas dan T3 kurang terikat ke protein transpor daripada T4 (Arianto et
al., 2022).

1.2 Kata Problem Kunci


1) Kelenjer tiroid mebesar
2) TSH : 8 uU/ml,
3) T3 : 50 ng/dl.
4) T4: 2,4 ug/dl.
5) Rambut rontok
6) Susah BAB lebih dari 5 hari
7) Merasa kedinginan walau di suhu normal
8) Merasa lelah

70
1.3 Mind Map

Sering merasa dingin

HIPOTIROID STRUMA LIMFONODUM


Hopotiroid adalah penyakit yang terjadi karena kurangnya Struma limfonodum adalah pembesaran kelenjar gondok
hormon tiroksin yang diproduksi dari kelenjar tiroid (penyakit gondok) akibat penambahan jaringan kelenjar
(sherwood, 2010). Hipotiroid meyebabkan beberapa kelainan gondok, yang menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah
tubuh karena hormon dari kelenjar tiroid ini bertugas mengatur banyak sehingga menimbulkan pembengkakan. Penyebab
metabolisme dalam tubuh. paling banyakdari struma nontoksik adalah kekurangan
Tanda dan gejala yodium (Medika, 2022)
- Mudah lelah Tanda dan gejala
- Tidak tahan dingin - Merasa gugup
- Rambut rontok - Denyut jantung cepat
- Pembengkakan pada kelenjar tiroid - Berat badan turun secara tiba tiba
(Dewi et al., 2023) Adanya tonjolan kecil (Nguru, 2020)
-

71
Tabel Persortiran
NO MASALAH KLINIS HIPOTIROID STRUMA
LIMFONODUM

1. Kelenjar tiroid mebesar √ √


2. TSH : 8 uU/ml, √ -
3. T3 : 50 ng/dl. √ -
4. T4: 2,4 ug/dl. √ -
5. Rambut rontok √ √
6. Susah BAB lebih dari 5 √ -
hari
7 Merasa kedinginan walau √ √
di suhu normal
8. Merasa lelah √ √

1.4 Pertanyaan-Pertanyaan Penting


1) Mengapa klien mengeluh lelah walaupun sudah istirahat??
2) Mengapa klien kesulitan BAB selama 5 hari??
3) Mengapa klien merasa kedinginan walapun berada d suhu ruangan normal tanpa ac?
4) Apa yang menyebabkan rambut klien rontok?
5) Mengapa klien merasa tidak nyaman ketika dibesuk keluarga dan teman2nya??
6) Apa yang menyebabkan IMT klien berada di atas rentang normal

1.5 Jawaban Pertanyaan


1) Keluhan sangat mudah lelah, pada hipotiroid disebabkan oleh penurunan
metabolisme oksidatif mitokondria, yang tercermin dari peningkatan rasio anorganik
fosfat untuk ATP dalam otot saat istirahat dan penurunan tajam dalam fosfokreatin
dalam otot yang aktif. Pengurangan kalsium ATPase juga akan muncul untuk
menjelaskan salah satu manifestasi klinis yang paling jelas dari hipotiroidisme, yaitu:
relaksasi yang lambat dari refleks tendon dalam, mialgia, kelemahan otot, kekakuan,
kram, kelelahan, arthralgias,kekakuan sendi, efusi sendi dan tulang, pseudogout,
serta carpal tunnel syndrome (Wiersinga, 2010).(Mutalazimah et al., 2017)
2) Hipotiroid adalah kelainan fungsi kelenjar tiroid yang ditandai dengan kurangnya
produksi hormone tiroid yaitu triiodotironin (T3) dan tiroksin (T4) yang diproduksi

72
kelenjar tiroid. Iodium merupakan mikronutrien yang menjadi bahan baku utama
dalam pembentukan hormon tiroid. Kekurangan maupun kelebihan asupan iodium
merupakan salah satu etiologi hipotiroidisme. Kekurangan hormon tiroid ini dapat
memperlambat fungsi organ salah satu usus, kontraksi otot usus melambat dan
peristaltik usus melambat sehingga penderita mengalami konstipasi, sehingganya
pada klien kasus ini mengalami BAB selama 5 hari (Adnan, 2021).
3) Jika tiroid membesar, trakea akan mengalami penyempitan dan mengakibatkan
adanya kendala dalam respirasi, esophagus menjadi berat karena tertekan sehingga
mengakibatkan gangguan menelan. Peningkatan ini menjadi menjadikan jantung
berdebar, merasa cemas , keluar keringat, tidak sanggup dengan kedinginan, dan
cepat merasa kelelahan (Liana, 2021).
4) Hipertiroidisme dan hipotiroidisme menyebabkan kerontokan rambut difus pada
sekitar 50% dan 33% pasien, masing-masing, seperti halnya hipotiroidisme yang
diinduksi obat. Hal ini diyakini bahwa hipotiroidisme menghambat pembelahan sel
baik di epidermis dan di pelengkap kulit. Dalam proporsi pasien, penghambatan
mitosis ini menginduksi katagen dan menunda masuknya kembali rambut telogen ke
anagen (Audia Arsiazi, 2022).
5) Hipotiroid karena defisiensi yodium menyebabkan goiter, karena pengambilan
mutlak yodida berkurang dan kadar yodium dalam tiroid menurun. Di bawah tingkat
kritis asupan yodium tersebut, terjadi peningkatan clearance iodida, untuk
mempertahankan penyeprapan yodida absolut normal oleh tiroid. Konsekuensi agar
kadar yodium organik tiroid tetap dalam batas normal, adalah timbulnya goiter.
Goiter ini akan menyebabkan pembengkakan atau pembesaran kelenjar pada daerah
leher sehingga membuat penderita hipotiroid merasa tidak nyaman dengan
keadaannya (Mutalazimah et al., 2017).
6) Terdapat hubungan antara kadar TSH dan fT4 dengan nilai IMT pasien. Semakin
tinggi kadar TSH maka semakin tinggi pula nilai IMTpasien, begitu juga sebaliknya,
serta semakin tinggi kadar fT4 maka nilai IMT pasien semakin rendah, dan
sebaliknya.(Harfana et al., 2021)

73
1.6 Tujuan Pembelajaran
1) Diharapkan bisa mengerti dan mendalami masalah sistem endokrin
2) Diharapkan bisa menganalisa penyakit yang terdapat pada kasus
3) Untuk mengetahui pemeriksaan selanjutnya dan untuk menegakkan diagnosa dari
kasus yang diberikan
4) Untuk mengetahui apakah adanya penatalaksanaan dari kasus yang diberikan

1.7 Informasi Tambahan


Dewi, D. S., Jaata, R. F. J., Asman, A., Purbasary, E. K., Nadrati, H. K. B., Febriyanti,
E., Aty, Y. M. V. B., Suprayitna, M., Yusniawati, Y. N. P., & Rohmawati, D. L.
(2023). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Endokrin. Media
Sains Indonesia. https://books.google.co.id/books?id=YDunEAAAQBAJ

1.8 Klarifikasi Informasi


Penatalaksanaan dalam pengobatan hipotiroid ditujukan agar kadar TSH
mencapai normal dan mencapaiperubahan gejala fisik maupun mental.
a. Terapi pengganti hormon Terapi pengganti hormon (thyroid hormone replacement)
dengan memberikan hormon tiroid eksogen berupa levotiroksin (yaitu sintetik dari
tiroksin/T) sebagai support atau pengganti hormon tiroid endogen. Pemberian terapi
pengganti hormon diindikasikan pada pasien hipotiroid primer, sekunder, tersier
dengan kadar TSH >10 mU/L pada.
b. Tindakan Pembedahan (Tiroidektomi)
Pengangkatan kelenjar tiroid (tiroidektomi) diindikasikan pada pasien hipotiroid yang
menolak pengobatan yodium radioaktif dan yang tidak dapat diterapi dengan obat
anti tiroid. Tiroidektomi biasanya dilakukan pada pasien dengan tirotoksikosis yang
tidak responsif dengan terapi obat-obatan, tumor jinak dan ganas kelenjar tiroid,
adanya penekanan akibat tonjolan tiroid serta benjolan tiroid yang dianggap
mengganggu penampilan
c. Yodium Radioaktif/radioiodine Yodium radioaktif/radioiodine dilakukan dengan
pemberian radiasi pada kelenjar tiroid dengan dosis tinggi hingga menghasilkan
ablasi jaringan. Pemberian yodium radioaktif/radioiodine dapat mengurangi gondok
+ 50%.
d. Hipotiroid Berat dan Koma Miksedema

74
Penatalaksanaan meliputi perawatan terhadap fungsi vital seperti pemberian O₂,
terapi cairan harus berhati-hati dikarenakan bahaya intoksikasi air, penggunaan panas
dari luar seperti bantal pemanas dihindari dikarenakan dapat terjadi peningkatan
kebutuhan O2 dan kolaps vascular, terapi glukosa infus bila ada kondisi
hipoglikemia. Apabila pasien mengalami koma diterapi dengan infus hormon tiroid
(synthroid) hingga pasien sadar.

1.9 Analisa & Sintesis Informasi


Berdasarkan kasus di atas kelompok kami mengambil dx keperawatan hipotiroid
berdasarkan manifestasi dan gejala yang di alami pasien yaitu lelah, sulit BAB, merasa
dingin, rambut rontok, IMT : 30 kg/m2. TSH : 8 uU/ml, T3 : 50 ng/dl. T4: 2,4 ug/dl.

75
BAB II
KONSEP MEDIS
2.1 Definisi
Menurut American Thyroid Association dan American Association of Clinical
Endocrinologists, hipertiroidisme didefinisikan sebagai kondisi berupapeningkatan kadar
hormon tiroid yang disintesis dan disekresikan oleh kelenjar tiroid melebihi normal
(Bahn et al, 2011).
Hipotiroid , atau kelenjar tiroid yang kurang aktif, terjadi apabila kelenjar tiroid
tidak menghasilkan hormon tiroid yang cukup. Artinya sel tubuh tidak mendapatkan
hormon tiroid yang cukup untuk bekerja dengan baik dan metabolisme tubuh pun
melambat (Kemenkes 2018)
Hipotiroidisme artinya kekurangan hormon tiroid, yaitu hormon yang dikeluarkan
oleh kelenjar tiroid atau kelenjar gondok. Hipotiroidisme (miksedema) adalah sindroma
klinik yang terjadi akibat kadar T3 dan T4 dalam sirkulasi tidak adekuat. Laju
metabolisme akan menurunkan dan mukopolisakarida tertimbun dalam jaringan ikat
dermis sehingga tampak gambaran wajah miksedema yang khas(Yanti & Leniwita,
2019).
Apabila hipotiroidisme terjadi pada anak bayi yang baru lahir, akan menimbulkan
kegagalan pertumbuhan fisik dam mental, yang sering bersifat ireversibel; keaddan ini
disebut kretinisme. Kretinisme dapat timbul endemik pada suatu daerah geografik yang
dietnya kekurangan yodium yang berguna untuk sintesis hormon tiroid. Kasus sporadis
dapat timbul akibat kelainan kongenital berupa tidak terdapatnya jaringan tiroid, atau
defek enzim yang menghambat sintesis hormon . Hipotiroidisme adalah kumpulan
sindroma yang disebabkan oleh konsentrasi hormon tiroid yang rendah sehingga
mengakibatkan penurunan laju metabolisme tubuh secara umum. Kejadian
hipotiroidisme sangat bervariasi , dipengaruhi oleh faktor geografik dan lingkungan
seperti asupan iodium dan goitrogen, predisposisi genetik dan usia(Yanti & Leniwita,
2019).

2.2 Etiologi
Berikut etiologi/penyebab dari hipotiroid :
1) Hipotiroid Primer (gangguan terjadi pada kelenjar tiroid itu sendiri)

76
a. Penyakit autoimun kronis = Sistem kekebalan tubuh menyerang kelenjar tiroid..
b. Terapi Radioiodin Terapi ini bertujuan untuk menghancurkan sel kelenjar tiroid.
Beberapa penyakit yang menggunakan terapi radioiodine yaitu penyakit graves,
goiter noduler, kanker sekitar kepala dan leher .4,5,6
c. Tiroidektomi Merupakan tindakan pengangkatan sebagian atau seluruh kelenjar
tiroid.
d. Kelebihan asupan iodium Asupan iodium yang melebihi kebutuhan dapat
meningkatkan angka kejadian hipotiroid subklini7s dan autoimun tiroiditis
e. Kekurangan asupan iodium Iodium adalah komponen penting dari sintesis
hormone tiroid.
f. Hipotiroid kongenital/bawaan sejak lahir Keadaan menurun atau tidak
berfungsinya kelenjar tiroid yang didapat sejak lahir karena kelainan anatomi
atau gangguan metabolisme pembentukan hormone tiroid atau defisiensi iodium
g. Obat – obatan Beberapa obat seperti amiodarone, lithium, tyrosine kinase
inhibitors, obat anti epilepsi dapat menyebabkan perubahan pada tes fungsi
tiroid, melalui mekanisme penghambatan aktivitas 5-deiodinase yang
mengakibatkan penurunan perubahan T3 dan T4.
2) Hipotiroid sekunder = disebabkan oleh gangguan atau keruskan pada kelenjar
pituitary otak yang mengawasi kerja kelenjar tiroid.
3) Hipotiroid tersier = disebabkan oleh adaanya gangguan atau kerusakan di
hypothalamus sehingga akan mempengaruhi produksi TRH.
4) Hipotiroid perifer = muncul karena adanya resistensi jaringan perifer terhadap aksi
hormone tiroid(Adnan, 2021).

2.3 Prognosis
Hipotiroid bergantung pada penyebabnya, ada yang dapat sembuh sempurna dan
ada pula yang hanya bisa dikontrol dengan obat-obatan secara rutin dalam jangka waktu
lama bahkan seumur hidup agar tetap stabil / tidak memburuk. (Velika Devina, 2022)
Hipotiroid pada ibu hamil dapat meningkatkan risiko prognosis janin yang buruk
termasuk lahir meninggal, aborsi spontan,anomali kongenital, retardasi mental, tuli, kaku
displegia dan kretinisme(Yuanita Syaiful & Lilis Fatmawati, n.d.)

77
2.4 Manifestasi Klinis
Gejala hipotiroid secara umum yaitu kelelahan, sering mengantuk, pelupa,
kesulitan belajar, kulit kering dan gatal, rambut dan kuku yang rapuh. wajah bengkak,
konstipasi, nyeri otot, penambahan berat badan, anemia, hilangnya libido. menstruasi
yang banyak, peningkatan frekuensi keguguran pada wanita yang hamil. Jika tidak
diobati. hipotioid dapat menyebabkan suara serak, bengkak di wajah, alis hilang atau
tipis, denyut jantung lambat, gangguan pendengaran, dan anemia. Pada hipotiroid yang
berat dapat terjadi koma mixedema yang disertai kejang (ataksi serebral), penurunan
pendengaran, suara yang berat dan serak, dan gerakan yang sangat lambat.
Adapun tanda dan gejala hipotiroid menurut (Manaf et al., 2018)yakni sebagai
berikut
Tanda:
- Lambat bergerak
- Lambat berbicara
- Kulit kering dan kasar
- Ujung ekstremitas yang dingin
- Bengkak pada wajah, kaki dan tangan (mixedema)
- Botak
- Bradikardi
- Edema non piting
- Hiporefleksi
- Relaksasi tendon terlambat
- Sindrom carpal tunel
- Efusi rongga tubuh
Gejala:
- Merasa lelah
- Tidak tahan suhu dingin
- Rambut rontok
- Kulit kering
- Sulit berkonsentrasi, cepat lupa dan kadang disertai gangguan mental
- Depresi
- Konstipasi

78
- Berat badan bertambah dengan nafsu makan yang berkurang
- Suara yang memberat
- Sesak nafas
- Menoragi
- Parestesi
- Atralgia
- Gangguan Pendengaran

2.5 Klasifikasi
Hipotiroidisme dapat diklasifikasikan sebagai
1) Hipotiroidisme primer (karena defisiensi hormon tiroid),
2) Hipotiroidisme sekunder (karena defisiensi TSH),
3) Hipotiroidisme tersier (karena defisiensi hormon pelepas tirotropin),
4) Hipotiroidisme perifer (ekstra-tiroid;).
5) Hipotiroidisme sentral (termasuk hipotiroidisme sekunder dan tersier) dan
hipotiroidisme perifer jarang terjadi dan terjadi kurang dari 1% kasus. (Chaker et
al, 2017)

2.6 Komplikasi
1) Koma miksedema
Koma miksedema adalah stadium akhir dari hipotiroidisme yang tidak diobati.
Ditandai oleh kelemahan progresif, stupor, hipotermia, hipoventilasi, hipoglisemia,
hiponatremia, intoksikasi air, syok dan meninggal. Walaupun jarang, ini dapat terjadi
lebih sering dalam masa mendatang, dihubungkan dengan peningkatan penggunaan
radioiodin untuk terapi penyakit Graves, dengan akibat hipotiroidisme permanen.
Karena ini paling sering pada pasien-pasien tua dengan adanya dasar penyakit paru
dan pembuluh darah, mortalitasnya sangat tinggi.Pasien (atau seorang anggota
keluarga bila pasien koma) mungkin ingat akan penyakit tiroid terdahulu, terapi
radioiodin, atau tiroidektomi: Anamnesis menunjukkan awitan bertahap dari letargi
terus berlanjut menjadi stupor atau koma(Yanti & Leniwita, 2019).
2) Miksedema dan Penyakit Jantung Dahulu
Terapi pasien dengan miksedema dan penyakit jantung, khususnya penyakit arteri
koronaria, sangat sukar karena penggantian levotiroksin seringkali dihubungkan

79
dengan eksaserbasi angina, gagal jantung, infark miokard. Namun karena sudah ada
angioplasty koronaria dan bypass arteri koronaria, pasien dengan miksedema dan
penyakit arteri koronaria dapat diterapi secara operatif dan terapi penggantian
tiroksin yang lebih cepat dapat ditolerir(Yanti & Leniwita, 2019).
3) Hipotiroidisme dan Penyakit Neuropsikiatrik
Hipotiroidisme sering disertai depresi, yang mungkin cukup parah. Lebih jarang
lagi, pasien dapat mengalami kebingungan, paranoid, atau bahkan maniak
("myxedema madness"). Skrining perawatan psikiatrik dengan FT4 dan TSH adalah
cara efisien untuk menemukan pasien-pasien ini, yang mana seringkali memberikan
respons terhadap terapi tunggal levotrioksin atau dikombinasi dengan obat-obat
psikofarmakologik. Efektivitas terapi pada pasien hipotiroid yang terganggu
meningkatkan hipotesis bahwa penambahan T3 atau T4 pada regimen
psikoterapeutik untuk pasien depresi, mungkin membantu pasien tanpa
memperlihatkan penyakit tiroid. Penelitian lebih jauh harus dilakukan untuk
menegakkan konsep ini sebagai terapi standar(Yanti & Leniwita, 2019)
4) Gangguan Jantung
Pada kondisi hipotiroid dapat meningkatkan kolesterol dan tekanan darah,
mempengaruhi kontraksi jantung, dan mengakibatkan efusi perikardium sehingga
jantung bekerja lebih keras untuk melakukan fungsinya dalam memompa darah
(Debby Silvia Dewi, dkk, 2023)
5) Infertilitas
Kadar hormone tiroid yang terlalu rendah akan berdampak pada proses terjadinya
ovulasi sehingga mengakibatkan perempuan sulit hamil. Pengobatan dengan
pengganti hormon tidak bisa dipastikan perempuan akan fertile kembali(Debby
Silvia Dewi, dkk, 2023).
6) Persarafan
Penyakit hipotiroid dapat mengakibatkan kondisi depresi dan demensia(Debby
Silvia Dewi, dkk, 2023)

80
2.7 Penatalaksanaan
Tujuan primer penatalaksanaan hipotiroidisme adalah memulihkan metabolisme
pasien kembali kepada keadaan metabolic normal dengan cara mengganti hormon yang
hilang dengan sodium levo-thyroxine(Yanti & Leniwita, 2019).
1) Pemantauan TTV dan tingkat kognitif
2) Diit makan seimbang
3) Kegiatan /aktivitas perlu diatur agar pasien tidak kelelahan kemudian kegiatan
ditingkatkan secara bertahap
4) Pembedahan/ tiroidektomi dilakukan apabila pembesaran kelenjar tiroid besar dan
menekan jaringan sekitar. Tekanan pada trakea dan esofagus dapat mengakibatkan
inspirasi stridor dan disfagia. Tekanan pada laring dapat mengakibatkan suara serak

2.8 Pemeriksaan penujang


Pemeriksaan laboratorium utama pada hipotiroid meliputi pemeriksaan kadar
TSH, T,, dan T di dalam darah. TSH sebagai indikator terhadap adanya kelainan tiroid.
Peningkatan hormon tiroid mengakibatkan adanya umpan balik negatif pada kelenjar
pituitary sehingga kadar TSH menurun. Jadi, perlunya dilakukan pemeriksaan(Debby
Silvia Dewi, dkk, 2023)

81
BAB III
KONSEP ASKEP
3.1 Pengkajian
1) Identifikasi kebutuhan dasar yang mengalami gangguan

Kategori dan Subkategori Data subjektif dan Data


Objektif
Fisiologis Respirasi 22X/ Meni

Sirkulasi TD : 130/90 mmHg,


N : 92x/mnt

Nutrisi dan cairan IMT : 30 kg/m2

Eliminasi BAB lebih dari 5 hari


.
Aktivitas dan Pasien mengeluh lelah dah lelahnya tidak hilang
istirahat meskipun sudah istirahat, kurang bertenaga dan
sulit melakukan aktivitas sehari-hari

Psikologis Neurosensori -

Reproduksi dan -
seksualitas
Nyeri dan Hasil pemeriksaan palpasi kelenjar tiroid teraba
Kenyamanan membesar

Integritas Ego -
Pertumbuhan dan --
perkembangan
Perilaku Kebersihan diri -

Penyuluhan dan -,
pembelajaran

82
Relasional Interaksi sosial Pasien menolak dibesuk oleh keluarga dan teman –
temannya karena merasa tidak nyaman dengan
keadaannya

Lingkungan Keamanan dan -


Proteksi

83
2) Pathway

3.2 Diagnosa keperawatan


Data Subjektif dan Analisis data Masalah keperawatan
Objektif
DS : HIPOTIROID Keletihan b.d kondisi
- Pasien mengeluh lelah
fisiologis d.d mengeluh
dah lelahnya tidak
BMR menurun lelah, kurang bertenaga
hilang meskipun sudah
dan sulit melakukan
istirahat
Laju metabolisme aktivitas sehari-hari

84
- Kurang bertenaga menurun
- Sulit melakukan
aktivitas sehari-hari Kurangnya produksi
energi
DO : -

Proses oksidasi anaerob

Asam laktat menumpuk

Penurunan pH tubuh

Kinerja fisik terganggu

Dx. Keletihan
DS : HIPOTIROID Konstipasi b.d penurunan
- Pasien juga
motilitas gastrointestinal
mengatakan sulit bab
Kadar tiroksin menurun d.d sulit bab lebih dari 5
lebih dari 5 hari
hari
DO : -
Memperlambat fungsi
organ, salah satunya usus

Kontraksi otot usus


melemah

Peristaltik usus melambat

Sulit BAB

Dx. Konstipasi
DS : Hipotiroid Isolasi sosial b.d
- Pasien menolak perubahan penampilan
dibesuk oleh keluarga Kadar tiroksin menurun fisik d.d menolak dibesuk

85
dan teman – temannya karena merasa tdk nyaman
karena merasa tidak dengan keadannya
Ketidakseimbangan
nyaman dengan hormon
keadaannya
Kerontokan rambut
DO : -
Merasa kurang nyaman
dengan keadaanya

Isolasi sosial
DS : - HIPOTIROID Obesitas b.d penggunaan
energi kurang dari asupan
DO :
- IMT : 30 BMR menurun d.d IMT 30kg/m2

Laju metabolisme
menurun

Tubuh sulit memproduksi


makanan

Tubuh menyimpan lapisan


lemak lebih banyak

Berat badan bertambah

Dx. Obesitas

1) Keletihan b.d kondisi fisiologis d.d mengeluh lelah, kurang bertenaga dan sulit
melakukan aktivitas sehari-hari
2) Konstipasi b.d penurunan motilitas gastrointestinal d.d sulit bab lebih dari 5 hari
3) Isolasi sosial b.d perubahan penampilan fisik d.d menolak dibesuk karena merasa
tdk nyaman dengan keadannya
4) Obesitas b.d penggunaan energi kurang dari asupan d.d IMT 30kg/m2

86
3.3 Intervensi keperawatan
No. Diagnosa Luaran Keperawatan
Intervensi Keperawatan (SIKI) Rasional
Keperawatan (SDKI) (SLKI)
1. Keletihan berhubungan Tingkat Keletihan Manajemen Energi Manajemen Energi
dengan kondisi Tindakan Rasional
Setelah dilakukan
fisiologis, di tandai Observasi Observasi
intervensi keperawatan
dengan : - Identifikasi gangguan fungsi - Untuk dapat mengidentifikasi
selama 1 x 24 jam di
tubuh yang mengakibatkan gangguan fungsi tubuh yang
harapkan Tingkat keletihan
Data Subjektif :
kelelahan mengakibatkan kelelahan
- Pasien mengeluh menurun , dengan kriteria
- Monitor kelelahan fisik dan - untuk memonitoring kelelahan fisik
lelah dah lelahnya hasil :
emosional Monitor pola dan jam dan emosional Monitor pola dan
tidak hilang 1. Kemampuan melakukan
tidur jam tidur
meskipun sudah aktivitas rutin meningkat
- Monitor lokasi dan - untuk dapat Memonitor lokasi dan
istirahat (5)
ketidaknyamanan selama ketidaknyamanan selama
- Kurang bertenaga 2. Verbalisasi lelah lesu
melakukan aktivitas melakukan aktivitas
- Sulit melakukan menurun (5)
Terapeutik Terapeutik
aktivitas sehari-hari
- Sediakan lingkungan nyaman - Untuk dapat Meyediakan
-
dan rendah stimulus (mis. lingkungan nyaman dan rendah
Data Objektif : -
cahaya, suara, kunjungan stimulus (mis. cahaya, suara,
- Lakukan latihan rentang gerak kunjungan)
pasif dan/atau aktif - Untuk dapat Melakukan latihan
- Berikan aktivitas distraksi yang rentang gerak pasif dan/atau aktif
menenangkan - Untuk dapat Memberikan aktivitas

87
- Fasilitasi duduk di sisi tempat distraksi yang menenangkan
tidur, jika tidak dapat berpindah - Untuk dapat Memfasilitasi duduk
atau berjalan di sisi tempat tidur, jika tidak dapat
Edukasi berpindah atau berjalan
- Anjurkan tirah baring
Edukasi
- Anjurkan melakukan aktivitas
- Untuk dapat menganjurkan tirah
secara bertahap
baring
- Anjurkan menghubungi
- Untuk dapat meganjurkan
perawat jika tanda dan gejala
melakukan aktivitas secara
kelelahan tidak berkurang
bertahap
- Ajarkan strategi koping untuk
- Untuk dapat Meganjurkan
mengurangi kelelahan
menghubungi perawat jika tanda
Kolaborasi
dan gejala kelelahan tidak
- Kolaborasi dengan ahli gizi
berkurang
tentang cara meningkatkan
- Untuk dapat mengajarkan strategi
asupan makanan.
koping untuk mengurangi
kelelahan
Terapi Aktivitas
Kolaborasi
Tindakan
- Untuk dapat meningkatkan asupan
Observasi
makanan.
- identifikasi defisit tingkat
aktivitas
Terapi Aktivitas
- Identifikasi kemampuan

88
berpartisipasi dalam aktivitas Rasional
tertentu Observasi
- Identifikasi sumber daya untuk - Untuk mengidentifikasi defisit
aktivitas yang diinginkan tingkat aktivitas
- identifikasi strategi - Untuk Mengidentifikasi
meningkatkan partisipasi dalam kemampuan berpartisipasi dalam
aktivitas aktivitas tertentu
- identifikasi makna aktivitas - Untuk mengidentifikasi sumber
rutin (mis, bekerja) dan waktu daya untuk aktivitas yang
luang diinginkan
- Monitor respons emosional, - Untuk mengidentifikasi strategi
fisik, sosial, dan spiritual meningkatkan partisipasi dalam
terhadap aktivitas aktivitas
Terapeutik - Untuk mengidentifikasi makna
- Fasilitasi fokus pada aktivitas rutin (mis, bekerja) dan
kemampuan, bukan defisit yang waktu luang Monitor respons
dialami Sepakati komitmen emosional, fisik, sosial, dan
untuk meningkatkan frekuensi spiritual terhadap aktivitas
dan rentang aktivitas Terapeutik
- Fasilitasi memilih aktivitas dan - Untuk memfasilitasi fokus pada
tetapkan tujuan aktivitas yang kemampuan, bukan defisit yang
konsisten sesuai kemampuan dialami Sepakati komitmen untuk

89
fisik, psikologis, dan sosial meningkatkan frekuensi dan
- Koordinasikan pemilihan rentang aktivitas
aktivitas sesuai usia Fasilitasi - Untuk memfasilitasi memilih
makna aktivitas yang dipilih aktivitas dan tetapkan tujuan
- Fasilitasi transportasi untuk aktivitas yang konsisten sesuai
menghadiri aktivitas, jika sesuai kemampuan fisik, psikologis, dan
- Fasilitasi pasien dan keluarga sosial
dalam menyesuaikan - untuk mengkoordinasikan
lingkungan untuk pemilihan aktivitas sesuai usia
mengakomodasi aktivitas yang Fasilitasi makna aktivitas yang
dipilih dipilih
- Fasilitasi aktivitas fisik rutin - Untuk memfasilitasi transportasi
(mis. ambulasi, mobilisasi, dan untuk menghadiri aktivitas, jika
perawatan diri), sesuai sesuai
kebutuhan - Untuk memfasilitasi pasien dan
- Fasilitasi aktivitas pengganti keluarga dalam menyesuaikan
saat mengalami keterbatasan lingkungan untuk mengakomodasi
waktu, energi, atau gerak aktivitas yang dipilih
- Fasilitasi aktivitas motorik kasar - Untuk memfasilitasi aktivitas fisik
untuk pasien hiperaktif rutin (mis. ambulasi, mobilisasi,
- Tingkatkan aktivitas fisik untuk dan perawatan diri), sesuai
memelihara berat badan, jika kebutuhan

90
sesuai - Untuk memfasilitasi aktivitas
- Fasilitasi aktivitas motorik pengganti saat mengalami
untuk merelaksasi otot keterbatasan waktu, energi, atau
- Fasilitasi aktivitas dengan gerak
komponen memori implisit dan - Untuk memfasilitasi aktivitas
emosional (mis, kegiatan motorik kasar untuk pasien
Keagamaan khusus) untuk hiperaktif
pasien demensia, jika sesuai - Untuk meningkatkan aktivitas fisik
- Libatkan dalam permainan untuk memelihara berat badan, jika
kelompok yang tidak kompetitif, sesuai
terstruktur, dan aktif - Untuk memfasilitasi aktivitas
- Tingkatkan keterlibatan dalam motorik untuk merelaksasi otot
aktivitas rekreasi dan - Untuk memfasilitasi aktivitas
diversifikasi untuk menurunkan dengan komponen memori implisit
kecemasan (mis, vocal group, dan emosional (mis, kegiatan
bola voli, tenis meja, jogging, Keagamaan khusus) untuk pasien
berenang, tugas sederhana, demensia, jika sesuai
permainan sederhana, tugas - Untuk melibatkan dalam
rutin, tugas rumah tangga, permainan kelompok yang tidak
perawatan diri, dan teka-teki dan kompetitif, terstruktur, dan aktif
kartu) Libatkan keluarga dalam - Untuk meningkatkan keterlibatan
aktivitas, jika perlu dalam aktivitas rekreasi dan

91
- Fasilitasi mengembangkan diversifikasi untuk menurunkan
motivasi dan penguatan diri kecemasan (mis, vocal group, bola
- Fasilitasi pasien dan keluarga voli, tenis meja, jogging, berenang,
memantau kemajuannya sendiri tugas sederhana, permainan
untuk mencapai tujuan sederhana, tugas rutin, tugas rumah
- Jadwalkan aktivitas dalam tangga, perawatan diri, dan teka-
rutinitas sehari-hari teki dan kartu) Libatkan keluarga
- Berikan penguatan positif atas dalam aktivitas, jika perlu
partisipasi dalan aktivitas - Untuk memfasilitasi
Edukasi mengembangkan motivasi dan
- Jelaskan metode aktivitas fisik penguatan diri
sehari-hari, jika perlu -Ajarkan - Fasilitasi pasien dan keluarga
cara melakukan aktivitas yang memantau kemajuannya sendiri
dipilih untuk mencapai tujuan
- Anjurkan melakukan aktivitas - Untuk menjadwalkan aktivitas
fisik, sosial, spiritual, kesehatan dalam rutinitas sehari-hari
dan kognitif dalam menjaga - Untuk dapat memberikan
fungsi dan penguatan positif atas partisipasi
- Anjurkan terlibat dalam dalan aktivitas
aktivitas kelompok atau terapi, Edukasi
jika sesuai - Untuk dapat menjelaskan metode
- Anjurkan keluarga untuk aktivitas fisik sehari-hari, jika perlu

92
memberikan penguatan positif - Agar dapat melakukan aktivitas
atas partisipasi aktivitas yang dipilih
Kolaborasi - Agar dapat melakukan aktivitas
- Kolaborasi dengan terapis fisik, sosial, spiritual, kesehatan
okipasi dalam merencanakan dan kognitif dalam menjaga fungsi
dan memonitor program dan
aktifitas, jika sesuai - Agar dapat terlibat dalam aktivitas
- Rujuk pada pusat atau program kelompok atau terapi, jika sesuai
aktivitas komunitas, jika perlu - Anjurkan keluarga untuk
memberikan penguatan positif atas
partisipasi aktivitas
Kolaborasi
- Untuk dapat mengkolaborasi
dengan terapis okipasi dalam
merencanakan dan memonitor
program aktifitas, jika sesuai
- Untuk dapat merujuk pada pusat
atau program aktivitas komunitas,
jika perlu
2. Konstipasi Eliminasi Fekal Manajemen Eliminasi Fekal Manajemen Eliminasi Fekal
berhubungan dengan Tindakan Rasional
Setelah dilakukan
penurunan motilitas Observasi Observasi
intervensi keperawatan

93
gastrointestinal, di selama 1 x 24 jam di - Identifikasi masalah usus dan - Untuk mengidentifikasi masalah
tandai dengan : harapkan Eliminasi Fekal penggunaan obat pencahar usus dan penggunaan obat
membaik , dengan kriteria - Identifikasi pengobatan yang pencahar
Data Subjektif : hasil : berefek pada kondisi - Untuk mengidentifikasi
- Sulit BAB
1. Keluhan defekasi lama gastrointestinal pengobatan yang berefek pada
selama 5 hari
Data Objektif : dan suli menurun (5) - Monitor buang air besar (mis. kondisi gastrointestinal
2. Peristaltik usus warna, frekuensi, konsistensi, - Untuk memonitoring buang air
membaik (5) volume) besar (mis. warna, frekuensi,
- Monitor tanda dan gejala diare, konsistensi, volume)
konstipasi, atau impaksi - Untuk memonitoring tanda dan
Terapeutik gejala diare, konstipasi, atau
- Berikan air hangat setelah impaksi
makan Terapeutik
- Jadwalkan waktu defekasi - Agar bisa meningkatkan kerja usus
bersama pasien Sediakan - Agar terjadwalkan waktu defekasi
makanan tinggi serat bersama pasien Sediakan makanan
Edukasi tinggi serat
- Jelaskan jenis makanan yang Edukasi
membantu meningkatkan - Agar klien mengerti jenis makanan
keteraturan peristaltik usus yang membantu meningkatkan
- Anjurkan mencatat warna, keteraturan peristaltik usus
frekuensi, konsistensi, volume - Agar dapat mengethui mencatat

94
feses warna, frekuensi, konsistensi,
- Anjurkan meningkatkan volume feses
aktifitas fisik, sesuai toleransi - Agar dapat meningkatkan aktifitas
- Anjurkan pengurangan asupan fisik, sesuai toleransi
makanan yang meningkatkan - Agar dapat mengurangi asupan
pembentukan gas makanan yang meningkatkan
- Anjurkan mengkonsumsi pembentukan gas
makanan yang mengandung - Agar dapat mengkonsumsi
tinggi serat makanan yang mengandung tinggi
- Anjurkan meningkatkan asupan serat
cairan, jika tidak ada - Agar dapat meningkatkan asupan
kontraindikasi cairan, jika tidak ada kontraindikasi
Kolaborasi Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat - Agar dapat di berikan obat
supositoria anal, jika perlu. supositoria anal, jika perlu.
3. Isolasi sosial Keterlibatan Sosial Promosi Sosialisasi Promosi Sosialisasi
berhubungan dengan Tindakan Rasional
Setelah dilakukan
perubahan penampilan Observasi Observasi
intervensi keperawatan
fisik, di tandai dengan : - Identifikasi kemampuan - Agar dapat mengidentifikasi
selama 1 x 24 jam di
melakukan interaksi dengan kemampuan melakukan interaksi
harapkan Keterlibatan
Data Subjektif : orang lain dengan orang lain
Sosial meningkat , dengan
- Pasien menolak - Identifikasi hambatan - agar dapat mengidentifikasi apa

95
dibesuk oleh kriteria hasil : melakukan interaksi dengan saja hambatan melakukan interaksi
keluarga dan teman 1. Minat interaksi teman orang lain dengan orang lain
- temannya karena meningkat (5) Terapeutik Terapeutik
merasa tidak 2. Perilaku menarik diri - Motivasi meningkatkan - Untuk Memotivasi meningkatkan
nyaman dengan menurun (5) keterlibatan dalam suatu keterlibatan dalam suatu hubungan
keadaannya hubungan - untuk memotivasi kesabaran dalam
- Motivasi kesabaran dalam mengembangkan suatu hubungan
Data Objektif : - mengembangkan suatu - untuk memotivasi berpartisipasi
hubungan dalam aktivitas baru dan kegiatan
- Motivasi berpartisipasi dalam kelompok
aktivitas baru dan kegiatan - untuk memotivasi berinteraksi di
kelompok luar lingkungan (mis. jalan-jalan,
- Motivasi berinteraksi di luar ke toko buku)
lingkungan (mis. jalan-jalan, ke - untuk mengetahui kekuatan dan
toko buku) keterbatasan dalam berkomunikasi
- Diskusikan kekuatan dan dengan orang lain
keterbatasan dalam - Untuk mengetahui perencanaan
berkomunikasi dengan orang kegiatan di masa depan
lain - Untuk memberikan umpan balik
- Diskusikan perencanaan positif dalam perawatan diri
kegiatan di masa depan - Untuk memberikan umpan balik
- Berikan umpan balik positif positif pada setiap peningkatan

96
dalam perawatan diri kemampuan
- Berikan umpan balik positif Edukasi
pada setiap peningkatan - Agar klien bisa berinterakasi
kemampuan dengan orang lain secara bertahap
Edukasi - Agar klien bisa ikut serta kegiatan
- Anjurkan berinterakasi dengan sosial dan kemasyarakatan
orang lain secara bertahap - agar klien dapat berbagi
- Anjurkan ikut serta kegiatan pengalaman dengan orang lain
sosial dan kemasyarakatan - Agar klien dapat meningkatkan
- Anjurkan berbagi pengalaman kejujuran diri dan menghormati
dengan orang lain hak orang lain
- Anjurkan meningkatkan - untuk membantu klien dengan
kejujuran diri dan menghormati penggunaan alat bantu (mis.
hak orang lain kacamata dan alat bantu dengar)
- Anjurkan penggunaan alat bantu - agar klien dapat meningkatkan
(mis. kacamata dan alat bantu keterampilan komunikasi
dengar) - Untuk melatih mengekspresikan
- Anjurkan membuat perencanaan marah dengan tepat
kelompok kecil untuk kegiatan
khusus Latih bermain peran
untuk meningkatkan
keterampilan komunikasi

97
- Latih mengekspresikan marah
dengan tepat
4. Obesitas berhubungan Berat Badan Edukasi Berat Badan Efektif Edukasi Berat badan Efektif
dengan penggunaan Setelah dilakukan Tindakan Rasional
energi kurang dari intervensi keperawatan Observasi Observasi
asupan, di tandai selama 1 x 24 jam di - Identifikasi kesiapan dan - Untuk mengetahui kesiapan dan
dengan : harapkan Berat badan kemampuan menerima kemampuan klien menerima
membaik , dengan kriteria informasi informasi
Data Subjektif : - hasil : Terapeutik Terapeutik
1. Indeks Massa Tubuh - Sediakan materi dan media - Untuk memfasilitas pemberian
Data Objektif : membaik (5) edukasi edukasi
- IMT : 30 - Jadwalkan pendidikan kesehatan - Agar terjalin kesepakatan sesuai
sesuai kesepakatan dengan keinginan klien
- Beri kesempatan pada keluarga - Agar keluarga mendapat
untuk bertanya kesempatan untuk bertanya
Edukasi Edukasi
- Jelaskan hubungan asupan - Agar klien mengetahui hubungan
makanan, latihan, peningkatan asupan makanan, latihan,
dan penurunan berat badan peningkatan dan penurunan berat
- Jelaskan kondisi medis yang badan
dapat mempengaruhi berat - Agar klien dapat mengetahui
badan kondisi medis yang dapat

98
- Jelaskan risiko kondisi mempengaruhi berat badan
kegemukan (overweight) dan - Agar klien mengetahui risiko
kurus (underweight) kondisi kegemukan (overweight)
- Jelaskan kebiasaan, tradisi dan dan kurus (underweight)
budaya, serta faktor genetik - Agar klien mengetahui kebiasaan,
yang mempengaruhi berat badan tradisi dan budaya, serta faktor
- Ajarkan cara mengelola berat genetik yang mempengaruhi berat
badan secara efektif badan
- Agar klien mengetahui cara
mengelola berat badan secara
efektif.

3.4 Intervensi Terbaru (Evidance Based Practice)


No Diagnosa keperawatan Intervensi Terbaru
(Evidance Based Practice)
1. Keletihan b.d kondisi fisiologis d.d Dari penelitian yang dilakukan oleh Pramudji Hastuti, Untung Supriadi
mengeluh lelah, kurang bertenaga dan sulit Widodo, dkk, 2018 dalam jornal of community empowerment for health
melakukan aktivitas sehari-hari yang berjudul “Status mineral dan hormon tiroid pada penderita
hipotiroidisme” dari hasil penelitian tersebut di dapatkan bahwa
1. Bagi penderita hipotirodisme terutama di daerah gondok endemik
selain mengonsumsi cukup iodium, juga perlu mengonsumsi
mineral secara seimbang untuk memperbaiki fungsi tiroidnya.
Selain itu juga sangat disarankan untuk tidak mengonsumsi bahan
makanan yang memiliki banyak senyawa goitrogenik.
2. Konstipasi b.d penurunan motilitas Dari penelitian yang dilakukan oleh Nunung Sri Mulyani, Wiqayatun
gastrointestinal d.d sulit bab lebih dari 5 Khazanah, dan Suci Febrianti. Tahun 2019 dalam jurnal majalah
hari kesehatan masyarakat Aceh yang berjudul "Asupan serat dan air sebgai

99
faktor resiko konstipasi di kota Banda Aceh". Dari hasil penelitian
tersebut di dapatkan bahwa :
1. Anjurkan pasien mengkonsumsi asupan serat dan air
3. Isolasi sosial b.d perubahan penampilan Dari penelitian yang di lakukan oleh Alfiyah Nur Azijah dan Arni Nur
fisik d.d menolak dibesuk karena merasa Rahmawati Tahun 2022 dalam jurnal inovasi penelitian yang berjudul
tdk nyaman dengan keadannya "Asuhan keperawatan penerapan komunikasi terapeutik pada klien
isolasi sosial" Dari hasil penelitian tersebut di dapatkan bahwa :
1. Menerapkan komunikasi terapeutik, apabila hubungaN terapeutik
antra perawat dan klien sudaj tercapai, klien bisa berlatih
bagaiman mencari kepuasan dalam berbungan dengan orang lain
4. Obesitas b.d penggunaan energi kurang Dari penelitian yang di lakukan oleh Miftahul Adnan Tahub 2021 dalam
dari asupan d.d IMT 30kg/m2 joernal of nutrition and health yang berjudul "Asuhan Gizi pada
Hipotiroid" Dari hasil penelitian tersebut di dapatkan bahwa
1. Memenuhi kebutuhan gizi mikro terutama mineral iodium dan
selenium untuk meningkatkan produksi hormone tiroid
2. Membantu menurunkan berat badan, melancarkan BAB dan
menurunkan kolestrol

100
DAFTAR PUSTAKA
Annisa Susilo, D. L. (2021). Hubugan Indeks Massa Tubuh (IMT) dan Ankle Brchial Indeks
(ABI) pada Lansia Hipertensi. Litterature Review , 613-624.
Asbath Said, A. D. (2021). Deteksi Dini Peripheral Artery Disease melalui Pemeriksaan Ankle
Brachial Index pada Kelompok Prolanis di Puskesmas Posia. Jurnal Penelitian , 11-19.
Ayu WIra Oktalia, Y. R. (2021). Hubungan antara Penyakit Arteri Perifer dan Kadar HbA1c
dengan Tindakan Amputasi Ekstremitas pada Pasien Ulkus Kaki Diabetik di RSUD
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Jurnal Sains dan Kesehatan , 715-721.
Detty Afrianty, W. W. (2023). Buku Ajar Asuhan Kehamilan S1 Kebidanan Jilid I. Jakarta:
Mahakarya Citra Utama.
dr. Endika Rachmawati, d. (2020). Fit and Fun Remaja 2 : Kumpulan Konsultasi Kesehatan
Remaja. Karaganyar: INTERA.
Handono Fatkhur Rahman, V. A. (2023). 2023. Pustaka Kesehatan , 1-9.
KEMENKESRI. (2019, April 29). Kementrian Kesehatan Direktorat Jenderal Pelayanan
Kesehatan. Retrieved Februari 16, 2023, from Tanda dan Gejala Diabetes:
https://p2ptm.kemkes.go.id/tag/tanda-dan-gejala-
diabetes#:~:text=Karena%20sel%2Dsel%20di%20tubuh,berlanjut%20bahkan%20di%20
malam%20hari
KEMENKESRI. (2022, Desember 14). Kementrian Kesehatan Direktorat Jenderal Pelayanan
Kesehatan. Retrieved February 16, 2023, from Pemeriksaan Ankle-Brachial-Indeks:
https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/1925/pemeriksaan-ankle-brachial-indeks-
abi#:~:text=Apabila%20hasil%20nilai%20ABI%20di,sehingga%20hasil%20pemeriksaan
%20menjadi%20ambigu
Meidayanti. (2018, April 17). Repository Poltekkes Denpasar. Retrieved Februari 16, 2023, from
Konsep Penyakit Ulkus: http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/542/3/BAB%20II.pdf
Parmilah, A. M. (2022). Studi Kasus Upaya Penyelesaian Masalah Defisit Pengetahuan tentang
Program Diet Hipertensi melalui Tindakan Edukasi Diet. Jurnal Keperawatan Karya
Bakti , 1-9.

101
Permata, P. (2022). Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kecemasan Penderita Diabetes
Militus Tipe 2 Puskesmas Tamalanrea Jaya Kota Makassar. Universitas Hasanuddin , 5-
9.
Ramadhani, Q. A. (2019). Perbedaan Hasil Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah Sewaktu
Menggunakan Serum dan Plasma EDTA Tahun 2019. KTI Mahasiswa , 1-30.
Suarniati, F. H. (2021). Penerapan Senam Kaki Pada Pasien Diabetes Melitus. Alauddin
Scientific Journal of Nursing , 32-40.
Susanti, D. N. (2018). Hubungan Pola Makan dengan Kadar Gula Darah pada Penderita Diabetes
Mellitus. Jurnal Kesehatan Vokasional , 1-6.
Tutik Yuliyanti, M. L. (2022). Pemberian Diet Rebusan Kelor dengan Masalah
Ketidakseimbangan Nutrisi pada LAnsia Diabetes Mellitus. Jurnal Ilmu Kesehatan
Bhakti Setya Medika , 70-77.

Adnan, M. (2021). ASUHAN GIZI PADA HIPOTIROID Nutritional Care On Hypothyroid


Miftahul Adnan Universitas Muhammadiyah Semarang. 9(1), 19–24.
Arianto, S., Sari, A. W., Akbar, H., Sulistiawati, F., Sylvia, D., Komara, N. K., Luthfiyah, S.,
Radhina, A., Sari, M. P., & Belanita, P. M. (2022). Teori dan Aplikasi Biomedik Dasar.
Yayasan Penerbit Muhammad Zaini.
Audia Arsiazi, B. A. (2022). PATHOGENESIS, DIAGNOSIS, AND MANAGEMENT OF
TELOGEN. Jurnal Ilmiah Kesehatan Media Husada, 11(1), 44–55.
https://doi.org/10.33475/jikmh.v11i1.285
Dewi, D. S., Jaata, R. F. J., Asman, A., Purbasary, E. K., Nadrati, H. K. B., Febriyanti, E., Aty,
Y. M. V. B., Suprayitna, M., Yusniawati, Y. N. P., & Rohmawati, D. L. (2023). Asuhan
Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Endokrin. Media Sains Indonesia.
Harfana, C., Rosidi, A., Ulvie, Y. N. S., & Sulistiani, R. P. (2021). TSH DAN fT4 DENGAN
INDEKS MASSA TUBUH (IMT) PADA PASIEN DEWASA: STUDI CROSS-
SECTIONAL DI KLINIK LITBANGKES MAGELANG. Media Gizi Mikro Indonesia,
13(1), 11–24. https://doi.org/10.22435/mgmi.v13i1.4841
Liana, A. (2021). Asuhan Keperawatan pada Ny. J dengan Post OPP Thyroiddectomy di Rumah
Sakit Islam Sultan Agung Semarang di Bangsal Baitussalam 2.
Manaf, A., Zasra, R., Kam, A., Fardila, F., Ihsani, A., & Nurdin, R. (2018). Improving Health

102
Care Providers Competences In Internal Medicina In JKN Era. In Pib Xvii Ipd 2018 (pp.
137–145). website: http://www.kemkes.go.id
Medika, T. K. B. (2022). Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter. Bumi Medika.
Mutalazimah, M., Mulyono, B., Murti, B., & Azwar, S. (2017). Kajian Patofisiologis Gejala
Klinis dan Psikososial Sebagai Dampak Gangguan Fungsi Tiroid pada Wanita Usia
Produktif. Jurnal Kesehatan, 6(1), 1–14. https://doi.org/10.23917/jk.v6i1.5506
Nair, M., & Peate, I. (2022). Dasar-Dasar Patofisiologi Terapan Edisi Kedua: Pandung Penting
untuk Mahasiswa Keperawatan dan Kesehatan. Bumi Medika.
Nguru, I. A. K. (2020). Asuhan Keperawatan Dengan Intervensi Neck Stretching Exercise Pada
Pasien Dengan Struma Nodusa Non Toksik (Snnt) Post Tiroidektomi Hari Ke 1 Di Ruang
Rawat Inap Lantai 5 Bedah Rspad Gatot Soebroto. Esa Unggul, 5–24.
Sudaryatmi, N., Masrochah, S., & Rasyid, R. (2020). Teknik Pemeriksaan Kedokteran Nuklir
Sidik Tiroid Di Instalasi Radiologi Rsup Dr. Kariadi Semarang. Jurnal Imejing Diagnostik
(JImeD), 6(1), 44–46. https://doi.org/10.31983/jimed.v6i1.5567
Suharto, I. P. S., & Nuseskasatmata, S. E. (2020). Fisiologi Sistem Endokrin. UNIK Press.
Yanti, A., & Leniwita, H. (2019). Modul Keperawatan Medikal Bedah II. Keperawatan, 1–323.
http://repository.uki.ac.id/2750/1/fmodulKMB2.pdf
Yuanita Syaiful, S. K. N. M. K., & Lilis Fatmawati, S. S. T. M. K. (n.d.). Asuhan Keperawatan
Kehamilan. Jakad Media Publishing.
https://books.google.co.id/books?id=D9%5C_YDwAAQBAJ

Arianti, K. Y., Prihandhani, S., & Hakim, N. R. (2021). Hubungan Dukungan Keluarga dengan
Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Thyroidektomy di Klinik Bedah RSD Mangusada
Kabupaten Badung. Jurnal Nursing Update, 12(1), 22–34.
Arieanie, M. N. (2014). Hubungan Gizi Seimbang Dengan 4l (Lemas, Letih, Lesu, Lelah) Pada
Pekerja Industri Batik Tradisional Sragen. UNS Institutional Repository, 12.
Debby Silvia Dewi, R. F. (2023). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Endokrin. Padang: Media Sains Indonesia.
Harfana, C., Rosidi, A., Ulvie, Y. N. S., & Sulistiani, R. P. (2021). TSH DAN FT4 DENGAN
INDEKS MASSA TUBUH (IMT) PADA PASIEN DEWASA: STUDI CROSS-
SECTIONAL DI KLINIK LITBANGKES MAGELANG. Media Gizi Mikro Indonesia,
13(1), 12. https://doi.org/10.22435/mgmi.v13i1.4841

103
Hasibuan, N. C., Yusran, M., Himayani, R., Kedokteran, F., Lampung, U., Ilmu, B., Mata, K.,
Kedokteran, F., & Lampung, U. (2018). Penatalaksanaan Thyroid Eye Disease pada Laki-
Laki Usia 51 Tahun Thyroid Eye Disease Management on A 51 Years Old Man. 7, 3–7.
Husnul, D., & Nida, K. (2021). Hubungan Denyut Nadi Dengan Daya Tahan Kardiovaskular
Ditinjau Dari Indeks Massa Tubuh. Jurnal Sport Science, 11(1), 1.
https://doi.org/10.17977/um057v11i1p1-6
Juwita, D. A., Suhatri, & Hestia, R. (2018). Evaluasi Penggunaan Obat Antitiroid Pada Pasien
Hipertiroid di RSUP Dr. M. Djamil Padang, Indonesia (Antityroid drug use evaluation on
hyperthyroid patients in Dr. M. Djamil Hospital Padang, Indonesia) - Penelusuran Google.
Jurnal Sains Farmasi & Klinis, 5(1), 49–54.
Manurung, N. (2020). Modul Sistem Endokrin Part 1. Jawa Barat: Guepedia.
Musoddaq, M. A., Hidayat, T., & Samsudin, M. (2022). The Relationship between Stress Level
and Hyperthyroid Incidence in Women of Childbearing Age. Mgmi, 14(1), 11–22.
Nurafifah, A., Bashirah, D., Sabila, R., & Indrayani, S. (2019). Keringat Berlebih? Atasi dengan
Terapi Iontophoresis. Farmasetika, 3(2), 27.
https://doi.org/10.24198/farmasetika.v3i2.21619
PAMUNGKAS, R. A. B. (2012). GAMBARAN KELAINAN KATUP JANTUNG PADA
PASIEN HIPERTIROID YANG DIEVALUASI DENGAN METODE
EKOKARDIOGRAFI DI RSUP. Dr. KARIADI SEMARANG. Karya Tulis Ilmiah, Cd.
Permana, M. A. Y., Adhy, W. P., Mappapa, N. K., & Patola, I. A. (2020). Graves Disease
dengan Gangguan Irama Jantung Graves Disease with Heart Rhythm Disorders. Medula,
10(2), 292–296.
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik.
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan.
Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Press, A. U. (n.d.). Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Rumah Sakit Pendidikan Dr. Soetomo Surabaya (A. Tjokoprawiro, P. Boedi Setiawan, D.
Santoso, G. Soegiarto, & L. Diah Rahmawati (eds.); 2nd ed.). Airlangga University Press.

104
Setiawan, B. (2017). Pengaruh Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) Terhadap
Tekanan Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe Iidi Puskesmas Banjardawa. Journal of
Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
http://repository.unimus.ac.id/528/3/BAB II.pdf
Silvia Dewi, D., Febrianti, R., Jaata, J., & Asman, A. (2023). Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Endokrin (M. Martini (ed.)). Media Sains Indonesia.
Srikandi, P. R. (2020). Hipertiroidismee Graves Disease:Case Report. Jurnal Kedokteran
RAFLESIA, 6(1), 30–35. https://doi.org/10.33369/juke.v6i1.10986
Widyawigata, R. Z. G., Prajoko, Y. W., Mahati, E., & Adrianto, A. A. (2019). Tiroidektomi
Meningkatkan Imt ( Indeks Massa Tubuh ) Pada Pasien Hipertiroid Di Rsup Dr. Kariadi
Semarang. Diponegoro Medical Journal (Jurnal Kedokteran Diponegoro), 8(4), 1225–
1235.
Yanti, A., & Leniwita, H. (2019). Modul Keperawatan Medikal Bedah II. Universitas Kristen
Indonesia: Program Studi Diploma Tiga Keperawatan Fakultas Vokasi., 46–47.
http://repository.uki.ac.id/2750/1/fmodulKMB2.pdf

105

Anda mungkin juga menyukai