Anda di halaman 1dari 14

Teori Perkembangan Sosial Emosi Erikson dan Perkembangan Moral Kohlberg

Adhelia Caroline Sufiandi*)3


Bakhrudin All Habsy*)1
Fakultas Ilmu Pendidikan, Prodi
Fakultas Ilmu Pendidikan, Prodi
Bimbingan Konseling
Bimbingan Konseling
Universitas Negeri Surabaya, Indonesia
Universitas Negeri Surabaya, Indonesia
adhelia.23238@mhs.unesa.ac.id
bakhrudinhabsy@unesa.ac.id

Athallah Nadhif Baktiadi*)4 Eka Meylana Asmarani*)4

Fakultas Ilmu Pendidikan, Prodi Fakultas Ilmu Pendidikan, Prodi

Bimbingan Konseling Bimbingan Konseling

Universitas Negeri Surabaya, Indonesia Universitas Negeri Surabaya, Indonesia

Athallah.23096@mhs.unesa.ac.id eka.23241@mhs.unesa.ac.id

Abstrak: Pada penelitian ini, peneliti tertarik untuk memahami teori perkembangan
sosial Erikson dan perkembangan moral Kohlberg. Tujuan dari penelitian ini yaitu
untuk teori perkembangan sosial Erikson dan perkembangan moral Kohlberg. Dalam
penelitiannya, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif melalui studi literatur.
Objek yang diteliti dalam penelitian ini adalah teori perkembangan sosial Erikson dan
perkembangan moral Kohlberg. Hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwasannya
perkembangan setiap manusia yang merupakan suatu tahap yang telah ditetapkan
secara universal dalam kehidupan setiap manusia. Proses yang terjadi dalam setiap
tahap yang telah disusun sangat berpengaruh terhadap “Epigenetic Principle” yang
sudah dewasa/matang..

Kata kunci : Teori, Perkembangan, Erikson, Kohlberg


PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan sosial emosional merupakan proses dimana anak belajar beradaptasi


untuk memahami situasi dan emosi dalam berinteraksi dengan orang-orang di
sekitarnya, mendengarkan, mengamati dan meniru apa yang mereka lihat.

Teori perkembangan moral Kohlberg yang ditemukan oleh psikolog Kohlberg


memperlihatkan bahwa perbuatan moral itu bukan dari hasil sosialisasi atau pelajaran
yang diperoleh dari kebiasaan dan hal-hal lain yang berhungan dari norma
kebudayaan (Sunarto,2013:176)

State of the Art

Saat ini, ada cukup banyak literatur yang membahas tentang teori perkembangan
sosial Erikson dan perkembangan moral Kohlberg. Beberapa studi telah penulis
temukan. Studi pertama yaitu berjudul Perkembangan Moral Menurut Kohlberg dan
Implementasinya Dalam Perspektif Kristen Terhadap Pendidikan Moral Anak di
Sekolah Dasar. Studi ini ditulis oleh Romirio Torang Purba. Terbit di Jurnal Aletheia
Christian Educators Journal, Vol. 3, No. 1, April 2022. Tujuan dari studi ini yaitu
untuk mendeskripsikan perkembangan moral anak menurut Kohlberg dan
implementasinya dalam perspektif Kristen terhadap pendidikan moral anak di sekolah
dasar

Studi kedua yaitu berjudul Perkembangan Sosial Anak Usia Sekolah Dimasa Pandemi
Covid-19 Dengan Pendekatan Teori Erik H. Erikson. Studi ini ditulis oleh Romirio
Tri Mukti Wulandari*1, Zuhrotul Eka Yulis Anggraini2, Resti Utami3. Terbit di
Jurnal MEDICAL JOURNAL OF AL-QODIRI Jurnal Keperawatan dan Kebidanan
Vol. 7, No. 2 Oktober 2022. Tujuan dari studi ini yaitu untuk mengetahui bagaimana
perkembangan anak-anak tersebut dalam hal sosialisasi, kedisiplinan, dan
keterampilan anak

Studi ketiga yaitu berjudul Tahapan Perkembangan Moral Santri Mahasiswa Menurut
Lawrenc Kohlberg. Studi ini ditulis oleh Anata Ikrommullah. Terbit di Jurnal Jurnal
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Th. 28, Nomor 2, Agustus 2015. Tujuan
dari studi ini yaitu untuk mendeskripsikan langkah perkembangan moral santri
pesantren mahasiswa Al-Hikam Malang, analisis tingkat perkembangan moral santri
mahasiswa pesantren Al-Hikam Malang. Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif, peneliti mendeskripsikan hasil tahap perkembangan moral santri
mahasiswa tingkat IV.

Studi keempat yaitu berjudul Psikososial Remaja: Sebuah Sintesa Teori Erick Erikson
Dengan Konsep Islam. Studi ini ditulis oleh Izzatur Rusuli. Terbit di Jurnal Jurnal As-
Salam, Vol. 6 No. 1Januari -Juni2022. Tujuan dari studi ini yaitu untuk mengisi
kekosongan yang ada dimana perkembangan psikososial remaja terutama yang
berkaitan dengan identitas diri berimplikasi terhadap perilaku remaja dalam
kehidupannya. Secara khusus tulisan ini menjawab kebingungan identitas yang
dialami selama masa remaja. Dengan demikian, tulisan ini mencoba
mengkaitkan tahapan perkembangan psikososial remaja menurut Erick H.
Erikson dengan konsep yang ada dalam Islam. Selain itu, tulisan ini juga
mencoba memberikan cara bagaimana remaja menemukan identitasnya.

Studi kelima yaitu berjudul Perkembangan Sosial Emosi Anak Usia Dini. Studi ini
ditulis oleh Nazia Nuril Fuadia. Terbit di Jurnal Jurnal Kediklatan Balai Diklat
Keagamaan JakartaVolume 3 Nomor 1 Tahun 2022. Tujuan dari studi ini yaitu untuk
mendeskripsikan teori perkembangan sosial dan emosi anak.

Studi keenam yaitu berjudul Assesmen Perkembangan Sosio-emosional Anak usia


Dini. Studi ini ditulis oleh Dina Khairiah. Terbit di Jurnal Vol 1 No 2 (2018): Al-
Athfal, Vol. I, No. 2, Juli-Desember, 2018. Tujuan dari studi ini yaitu untuk
mengetahui perkembangan sosio-emosional AUD serta Untuk mengetahui teknik
yang digunakan dalam mengobservasi perkembangan sosio-emosional AUD dan
Untuk mengetahuiAssesmenperkembangan sosio-emosional AUD di TK Annur III
Maguwoharjo.

Studi ketujuh yaitu berjudul Intervensi Teori Perkembangan Moral Lawrence


Kohlberg Dalam Dinamika Pendidikan Karakter. Studi ini ditulis oleh Fatma Laili
Khoirun Nida. Terbit di Jurnal Jurnal Penelitian Pendidikan Islam Vol 8, No 2
(2013) . Tujuan dari studi ini yaitu untuk Memberi gambaran tentang tahap-tahap
perkembangan moral pada individu menurut Kohlberg, sehingga dengan mengacu
pada teori pentahapan perkembangan moral tersebut akan mampu memberi
dukungan dalam mengaktualisasikan pendidikan karakter yang sesuai dengan
kondisi peserta didik

Studi delapan yaitu berjudul Nilai - Nilai Karakter Dalam Film Animasi The Good
Dinosaur dan Relevansinya Terhadap Perkembangan Anak Usia Dini. Studi ini ditulis
oleh Husnil Hafidhoh Husnul, Raden Rachmy Diana. Terbit di Jurnal Vol. 3 No. 2
(2021): Incrementapedia: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini. Tujuan dari studi ini
yaitu untuk memfokuskan pada nilai-nilai karakter yang terkandung dalam film
animasi The Good Dinosaur dan relevansinya terhadap perkembangan anak usia dini

Studi sembilan yaitu berjudul Implementasi Pembiasaan Perilaku dalam Membentuk


Nilai Agama Moral dan Sosial Emosional Anak Kelompok B TK Negeri Pembina
Sedati Sidoarjo. Studi ini ditulis oleh Azizah Azizah. Terbit di Jurnal Jurnal Program
Studi PGRA, Volume 2, Nomor 1, Januari 2016. Tujuan dari studi ini yaitu
mengungkap dan mendeskripsikan mengenai (1) implementasi pembiasaan perilaku
dalam menumbuhkan nilai agama moral dan sosial emosional (2) peran warga sekolah
dalam implementasi pembiasaan perilaku dalam menumbuhkan nilai agama moral dan
sosial emosional (3) kendala dalam implementasi pembiasaan perilaku dalam
menumbuhkan nilai agama moral dan sosial emosional (4) solusi mengatasi kendala
dalam implementasi pembiasaan perilaku dalam menumbuhkan nilai agama moral dan
sosial emosional.

Studi sepuluh yaitu berjudul Pengaruh metode reward dan punishment terhadap
perkembangan moral siswa sekolah dasar. Studi ini ditulis oleh Nayla Rizqiyah,
Triana Lestari. Terbit di Jurnal Vol 5, No. 2 (2021): Edumaspul: Jurnal Pendidikan.
Tujuan dari studi ini yaitu untuk menelusuri fenomena penyimpangan atau perilaku
moral siswa Sekolah Dasar dan bagaimana metode reward and punishment yang
diterapkan oleh guru memberikan pengaruh terhadap perkembangan moral siswa
Sekolah Dasar.

Kebaruan/Gap

Dari sepuluh artikel yang peneliti gunakan sebagai referensi terdapat artikel
yang memiliki kekurangan, yaitu “Studi delapan yaitu berjudul Nilai - Nilai Karakter
Dalam Film Animasi The Good Dinosaur dan Relevansinya Terhadap Perkembangan
Anak Usia Dini. Studi” yang ditulis oleh Husnil Hafidhoh Husnul, Raden Rachmy
Diana. Terbit di Jurnal Vol. 3 No. 2 (2021): Incrementapedia: Jurnal Pendidikan Anak
Usia Dini.. Pembahasan di artikel cukup luas, tidak begitu spesifik membahas tentang
teori perkembangan sosial Erikson dan perkembangan moral Kohlberg. Pada artikel
tersebut juga tidak menjelaskan teori perkembangan sosial Erikson dan perkembangan
moral Kohlberg.

Apakah teori perkembangan sosial Erikson dan perkembangan moral Kohlberg saling
berkaitan satu sama lain pada penerapannya?

Tujuan

Tujuan penulis membuat artikel ini untuk memperdalam pemahaman tentang

Teori perkembangan sosial Erikson dan perkembangan moral Kohlberg dalam


pembelajaran
METODE PENELITIAN

Lokasi

Studi yang membahas tentang Teori perkembangan sosial Erikson dan


perkembangan moral Kohlberg di lakukan di Surabaya.

Responden

Tidak ada responden yang dilibatkan dalam studi satu ini. Sebab, metode yang
digunakan yakni pendekatan kualitatif melalui studi literatur.

Cara Pengolahan Data

Dalam memahami penerapan teori perkembangan sosial Erikson dan


perkembangan moral Kohlberg, studi ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui
studi literatur. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif karena peneliti ingin
memahami tentang teori perkembangan sosial Erikson dan perkembangan moral
Kohlberg. Studi literatur adalah suatu metode penelitian yang dilakukan oleh peneliti
dengan cara mengumpulkan data pustaka, membaca dan mencatat, serta mengelolah
bahan penelitian. Penulis memilih dan menetapkan sumber utama dan pendukung
(jurnal) sebagai sumber data penelitian. Setelah semua data terkumpul, penulis
melakukan analisis data. Setelah itu, penulis membahas dan memaparkan kesimpulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Data Olahan dalam Bentuk Tabel atau Gambar

Tabel 1. 1 Perbedaan teori Erikson dan teori Kohlberg

Topik Erikson Kohlberg


Pengertian Erikson mengembangkan teori Kohlberg menjelaskan
psychosocial development, yaitu bahwa perkembangan
bagaimana kebutuhan individu moral anak terjadi melalui
seseorang (psycho) tergabung 6 tahapan yang di bagi
dengan keperluan dan tuntutan tiga level
masyarakat (social). Erikson
mengajukan 8 tahapan yang harus
kita lewati dalam proses
perkembangan
Perkembangan (1) Tahap Percaya vs dikelompokkan dalam tiga
ketidakpercayaan, (2) Tahap tingkat perkembangan
Otonomi vs rasa malu, (3) Inisiatif yaitu: prakonvensional,
vs rasa bersalah, (4) ketekunan vs konvensional dan
rasa rendah diri, (5) identitad vs pascakonvensional.
kebingungan peran, (6) keintiman
vs isolasi, (7) generativitas vs
stagnasi, (8) integritas vs
keputusasaan
Penerapan Tahapan-tahapan (sensori motorik, Orientasi pada keputusan
praoperasional, konkret, dan suara hati dan pada
operasional formal) ditekankan prinsip-prinsip etis yang
dengan kuat dipilih sendiri, yang
mengacu pada pemaham
logis, menyeluruh,
universalitas dan
konsistensi. Prinsip-
prinsip ini
bersifat abstrak dan etis

Temuan

Erikson terkenal karena upayanya dalam mengembangkan teori tentang tahap


perkembangan manusia yang dirintis oleh Freud. Erikson menyatakan bahwa pertumbuhan
manusia berjalan sesuai prinsip epigenetik yang menyatakan bahwa kepribadian manusia
berjalan menurut delapan tahap.

Teori perkembangan moral Kohlberg terinspirasi dari hasil kerja psikologi Swiss yaitu
Jean Piaget (1896 –1980) tentang perkembangan moral kognitif, selain Piaget, pemikiran –
pemikiran Kohlberg melalui tahap –tahap yang syarat dipengaruhi oleh John Dewey,
Baldwin, dan Emile Durkheim.
Perkembangan Sosial Menurut Erikson

Menurut Erik H. Erikson dalam Morrison (2012: 82) mengembangkan teoriny


a tentang perkembangan psikososial berdasarkan pendapat, bahwa perkembangan sosi
al dan kognitif terjadi bersamaan dan tidak dapat dipisahkan. Menurut Erikson, keprib
adian dan keterampilan sosial anak tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dan se
bagai respons terhadap permintaan, harapan, nilai dalam masyarakat dan institusi sosi
al seperti keluarga, sekolah, dan program pendidikan anak.

Pada teori Erikson tersebut kepribadian dan keterampilan sosial anak tumbuh dan berk
embang di lingkungan sekitar. Pada fase ini anak juga diharapkan dapat menerima dan
menanggapi apa yang keluarga, masyarakat, dan orang disekitar inginkan.

Tahap – Tahapan Perkembangan Sosial Menurut Erickson

Psikolog dan psikoanalis Erik Erikson membagi perkembangan sosial emosi


dalam 8 tahap. Empat tahun pertama berkaitan dengan perkembangan sosial da
n emosi pada usia bayi hingga 12 tahun, dan empat tahun berikutnya pada usia 12 ta
hun hingga dewasa.
a. Tahap perkembangan I: learning trust vs mistrust (bayi – 1,5 tahun)
Tahap pertama merupakan tahap bayi untuk belajar mengenai harapan,
serta bagaimana orang - orang di sekelilingnya memberi tanggapan. Contoh ketika i
a menangis, apakah orangtua akan menanggapi dengan memeluk atau malah me
mberi bentakan. Jika pelukan yang ia terima, maka bayi (balita) akan belajar
bahwa harapannya akan dapat terpenuhi. Dan ini akan membuatnya membangun
rasa aman dan percaya, yang merupakan dasar optimisme.

b. Tahap perkembangan II: learning autonomy vs ashamed (18 bulan - 4 tahun)


Pada tahap ini anak akan belajar menghadapi konflik kemandirian vs ras
a malu. Anak adalah peneliti alami. Saat ia bereksplorasi memuaskan rasa ingin
tahunya, lingkungan, terutama orang tua akan menanggapi dengan dua hal; m
engagumi dan mendorong ia terus bereksplorasi atau malah menertawakan, m
elecehkan, mengkhawatirkan, dan menganggap apa yang dilakukannya menges
alkan. Jika eksplorasinya dianggap mengesalkan, sehingga ia sering mendenga
r kata, "Jangan, nanti jatuh", "Awas bahaya", "Jangan gitu, bikin malu aja," maka ana
k akan tumbuh menjadi anak yang peragu, meletakkan keputusan yang terkait den
gan dirinya pada orang lain, tidak mandiri, pemalu, dan selalu merasa bersalah.

Menurut Erikson, tahap kedua adalah tahap psiko - sosial kritis. Mulanya
mungkin anak akan terlihat seperti pembangkan yang setiap saat selalu memiliki kein
ginan berbeda dengan kita, orang tuanya. Wajar jika pada awal tahap ini, ib
u sering menyebut anak sebagai " the Terrible Twos ". Namun, justru inilah awa
l ia menuju perkembangan psiko - sosial yang lebih matang. Jadi, jika sekarang ib
u sering merasa kesal bila melihat tingkah anak usia 2 tahun, bersabarlah. Ia s
edang belajar mengekspresikan keinginannya serta melihat bagaimana lingkun
gan akan menanggapinya.
c. Tahap perkembangan III: initiative vs guilt (3 - 6 tahun)
Pada tahap ketiga, anak - anak akan belajar untuk menghadapi emosi
ketika maksudnya diterima atau ditolak. Usia 3 - 6 tahun, adalah masa bermai
n untuk anak - anak. Ketika ia bermain, secara naluriah terkadang anak - anak me
ngambil inisiatif untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Ketika dia mengamb
il inisiatif, dia akan belajar apakah lingkungan akan merespons dengan baik, atau bah
kan diabaikan.

Jika sambutan baik yang ia terima, maka anak akan belajar 3 hal, yaitu:
1. Mampu berimajinasi, mengembangkan ketrampilan melalui bermain aktif, termas
uk berfantasi.
2. Mampu bekerjasama bersama teman.
3. Mampu menjadi "pemimpin" dalam permainan, seperti ia menjadi "pengikut" per
mainan.
Sebaliknya, ketika inisiatif selalu ditolak, anak akan selalu merasa takut, sa
ngat tergantung pada kelompok, dan tidak berani mengembangkan pikirannya.
d. Tahap perkembangan IV: Industry vs Inferiority (6 - 12 tahun)
Tahap ini berkembang pada usia sekolah. Di sini, anak akan belajar bag
aimana berkompetensi dalam kelompok, dengan mengembangkan 3 keterampilan s
osial, seperti:
1. Bagaimana mematuhi aturan dan hubungannya dengan persahabatan. Mis
alnya ketika mendapat tugas piket, bagaimana dia akan mengingatkan te
mannya yang terlambat tanpa menimbulkan konflik, berpartisipasi aktif dalam
tugas kelompok, dan sebagainya.
2. Belajar bagaimana bermain dengan struktur dan aturan tertentu. Misalnya,
ketika anak aktif berpartisipasi dalam permainan kasti. Di sana ia akan belaj
ar bagaimana menang dengan tetap berpegang pada aturan dan kerja tim.
3. Belajar bagaimana menguasai mata pelajaran di sekolah dan disiplinkan diri
untuk mempelajari materi. Jika emosi - sosial seorang anak berkembang deng
an baik, percaya dan merasa aman dengan lingkungannya, pandai berinisiatif,
maka ia akan memiliki kompetensi yang unggul dalam lingkungan sosialnya.
Sebaliknya, seorang anak yang ragu - ragu akan selalu merasa tidak aman,
malu, selalu merasa bersalah sampai akhirnya ia menjadi orang yang inferior
(kalah).
e. Tahap perkembangan V : Identity vs Role Confusion (12 – 18 tahun)

Tahap ini adalah tahap ketika seorang anak mencari jati diri mereka . Dalam
tahap ini mereka memegang peranan penting dalam perkembangan identitas diri, oleh
karena itu pada tahap inilah remaja mulai mengeksplorasi kemandiriannya dan menge
mbangkan rasa kemampuan diri sebenarnya. Jika berhasil, ia akan mampu
mempertahankan identitasnya secara konsisten. Bagaimana jika gagal? Seorang
remaja bisa mengalami krisis identitas dan bingung akan masa depan yang ia
inginkan. Selain itu, kegagalan bisa saja menimbulkan keraguan tentang kemampuan
diri sendiri.
f. Tahap perkembangan VI : Intimacy vs Isolation (18 - 40 tahun)
Tahapan ini adalah ketika seseorang membangun hubungan jangka panjang
dengan orang lain. Anda akan mulai mengenal pacaran, pernikahan, membangun
keluarga, dan persahabatan. Ketika hubungan cinta dengan orang lain berhasil, Anda
dapat mengalami cinta dan menikmati keintiman (hubungan yang sangat dekat).
Sementara yang gagal akan merasa terisolasi. Contoh : Bergabung dengan suatu kelo
mpok atau organisasi dapat memberikan rasa memiliki dan koneksi, namun juga dapat
menimbulkan perasaan dikucilkan atau konflik jika individu tidak merasa diterima ata
u dihargai.
g. Tahap Perekembangan VII : Generativitas vs Stagnasi (40 – 65 tahun)
Di tahap dewasa, Anda akan berfokus pada kontribusi kepada masyarakat dan
generasi berikutnya, termasuk membesarkan anak. Seseorang akan merasa puas
mengetahui bahwa dirinya dibutuhkan dalam keluarga, komunitas, ataupun tempat
kerjanya. Bila seseorang gagal memenuhi tahapan ini, maka seseorang akan
merasa unproductive dan akan merasa disconnect dengan masyarakat.
h. Tahap Perkembangan VII : Ego Integrity vs Despair (65 Tahun keatas)
Tahapan ini adalah ketika seseorang melihat kembali kehidupan mereka
sampai saat ini. Bila mereka beerhasil memenuhi tahapan-tahapan sebelumnya,
mereka akan merasa bangga dan puas. Namun, ketidakberhasilan akan berujung pada
penyesalan. Contoh : Seorang lansia yang tidak terhubung dengan anggota keluargany
a selama bertahun -tahun kini dapat mengingat kembali masa itu dengan penyesalan d
an harapan untuk mendapatkan kesempatan kedua. Orang seperti itu mengembangkan
rasa putus asa karena tidak mencapai kepuasan yang diharapkannya.

Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Sosial Anak


1. Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap
berbagai aspek perkembangan individu, termasuk perkembangan sosialnya.
Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif
bagi sosialisasi. Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian
anak lebih banyak. ditentukan oleh keluarga, pola pergaulan, etika berinteraksi
dengan orang lain banyak ditentukan oleh keluarga.
2. Kematangan Pribadi
Untuk dapat bersosilisasi dengan baik diperlukan kematangan fisik dan psikis
sehingga mampu mempertimbangkan proses sosial, memberi dan menerima
nasehat oranglain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional, disamping
itu kematangan dalam berbahasa juga sangat menentukan.
3. Status Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi keluarga dalam
masyarakat. Perilaku individu akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang
telah ditanamkan oleh keluarganya.
4. Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat
pendidikansebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, individu
memberikan warna kehidupan sosial didalam masyarakat dan kehidupan mereka.
5. Kapasitas Mental: Emosi dan Intelegensi
Kemampuan berfikir dapat banyak mempengaruhi banyak hal, seperti
kemampuanbelajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Perkembangan emosi
perpengaruhsekali terhadap perkembangan sosial. Individu yang berkemampuan
intelek tinggi akanberkemampuan berbahasa dengan baik. Oleh karena itu jika
perkembangan ketiganya seimbang maka akan sangat menentukan keberhasilan
perkembangan sosial individutersebut.
6. Faktor pengaruh pengalaman sosial awal
Pengalaman sosial awal sangat menentukan prilaku kepribadian selanjutnya.
Banyaknya pengalaman bahagia yang diperoleh sebelumnya akan
mendoronganakmencari pengalaman semacam itu lagi pada perkembangan sosial
selanjutnya.

Implikasi Pendidikan Teori Erikson


1. Pengertian Tahap Perkembangan: Teori Erikson mengidentifikasi 8 tahap perk
embangan sosial manusia, setiap tahap ditandai dengan konflik atau krisis tertentu
yang harus dinavigasi oleh individu untuk mencapai perkembangan yang sehat. Pe
ndidik dapat menggunakan pengetahuan tentang tahapan perkembangan psikososi
al untuk memenuhi kebutuhan dan tantangan siswanya. Pemahaman ini membantu
dalam mengembangkan pengajaran, memberikan dukungan yang tepat dan lingku
ngan belajar kreatif yang memenuhi kebutuhan siswa pada berbagai tahap perkem
bangan.
2. Membina Pembentukan Identitas : Teori Erikson memberikan penekanan yang
signifikan pada pembentukan identitas, khususnya pada masa remaja. Pendidik da
pat memainkan peran penting dalam mendukung eksplorasi identitas siswa dengan
menciptakan lingkungan kelas yang aman dan inklusif. Mereka dapat memfasilitas
i diskusi, mendorong refleksi diri, dan memberikan kesempatan bagi siswa untuk
mengeksplorasi minat, nilai, dan keyakinan mereka. Dengan mendukung pengemb
angan identitas siswa, pendidik dapat meningkatkan rasa positif terhadap diri send
iri dan meningkatkan keterlibatan dalam pembelajaran.
3. Mendukung Otonomi dan Inisiatif: Menurut teori perkembangan psikososial Er
ikson, anak usia prasekolah melewati tahap otonomi versus rasa malu dan keragua
n. Untuk mendukung otonomi, pendidik dapat menciptakan lingkungan yang mem
ungkinkan pengambilan keputusan, pemecahan masalah, dan eksplorasi mandiri s
esuai usia. Mendorong siswa untuk mengambil inisiatif, membuat pilihan dan bela
jar dari pengalaman mereka menumbuhkan rasa kompetensi dan kepercayaan diri
 Pendidik dapat memberikan kesempatan untuk melakukan kegiatan langsung, me
ndorong kreativitas, dan memungkinkan proyek yang dipimpin siswa untuk menin
gkatkan otonomi dan inisiatif.
4. Memelihara Industri dan Kompetensi: Tahap industri versus inferioritas, yang t
erjadi selama masa kanak-kanak pertengahan, berfokus pada pengembangan komp
etensi dan kepercayaan diri. Pendidik dapat mendukung rasa industri anak-anak de
ngan memberikan harapan yang jelas, memberikan umpan balik yang konstruktif
dan mengakui upaya dan pencapaian mereka. Mempromosikan pola pikir berkemb
ang dan menumbuhkan rasa penguasaan dalam berbagai mata pelajaran dan ketera
mpilan dapat meningkatkan motivasi dan keterlibatan anak dalam belajar.
5. Memfasilitasi Generativitas dan Tujuan: Dalam teori ini, Generativitas versus s
tagnasi adalah tahapan yang terjadi pada masa dewasa. Tahap ini melibatkan foku
s pada kontribusi kepada masyarakat dan meninggalkan warisan positif. Pendidik
dapat memfasilitasi kesempatan bagi pelajar dewasa untuk mengeksplorasi minat
mereka, menyumbangkan pengetahuan dan keahlian mereka dan terlibat dalam ke
giatan pengabdian atau pendampingan masyarakat. Dengan meningkatkan kesadar
an akan tujuan dan memberikan kesempatan untuk memberi kembali, pendidik da
pat mendukung orang dewasa dalam pembelajaran berkelanjutan dan pertumbuha
n pribadi mereka.
6. Mendorong Pembelajaran Seumur Hidup: Teori Erikson menggaris bawahi pe
ntingnya pertumbuhan dan perkembangan yang berkelanjutan sepanjang hidup. Pe
ndidik dapat menumbuhkan budaya belajar sepanjang hayat dengan meningkatkan
rasa ingin tahu, pemikiran kritis dan keterlibatan intelektual. Dengan memberikan
contoh antusiasme untuk belajar, memberikan kesempatan untuk pendidikan berke
lanjutan dan pengembangan profesional, dan mengintegrasikan relevansi dunia ny
ata ke dalam kurikulum, pendidik dapat menanamkan kecintaan terhadap pembela
jaran yang melampaui pendidikan formal.
7. Menyelesaikan Tantangan Perkembangan: Teori Erikson menekankan penyele
saian tantangan atau krisis pembangunan. Pendidik dapat memainkan peran suport
if dalam membantu siswa mengatasi tantangan ini. Dengan menyediakan lingkung
an yang penuh perhatian dan pengasuhan, menawarkan bimbingan dan dukungan,
serta memfasilitasi peluang untuk refleksi diri dan pertumbuhan pribadi, pendidik
dapat membantu siswa mengatasi hambatan dan mengembangkan ketahanan.

Perkembangan Moral Menurut Kohlberg


Perkembangan moral adalah suatu proses perkembangan kepribadian
seseorang yang merupakan anggota masyarakat dalam berhubungan dengan orang
lain, yang berlangsung sejak bayi hingga meninggal. Perkembangan merupakan
suatu proses pembentukan pribadi dalam suatu masyarakat atau biasa disebut
dengan sicial self yang merupakan suatu pembentukan pribadi suatu individu
dalam suatu lingkungan seperti keluarga, masyarakat, banga dan budaya.
Perkembangan sosial juga merupakan perkembangan moral.
Teori perkembangan moral dalam psikologi umum menurut Kohlberg ada 3
tingkatan dan 6 tahap pada masing masing tingkatan terdapat 2 tahap yang
diantaranya yaitu sebagai berikut:
1. Tingkat 1: penalaran prakonvensional
merupakan tingkat paling rendah dalam teori perkembangan moral dalam teori
Kohlberg. Pada tingkat ini anak belum melihatkan internalisasi nilai-nilai moral
penalaran moral yang dikendalikan oleh imbalan atau balasan (hadiah) dan
hukuman eksternal. Dengan kata lain yaitu aturan dikontrol oleh orang lain
(eksternal) dan tingkah laku yang baik mendapatkan hadiah atau imbalan tersebut,
dan bagi tingkah laku yang buruk atau tidak baik akan mendapatkan hukuman.
a) Tahap 1 : orientasi hukuman dan ketaatan
b) Tahap 2 : individualism dan tujuan
2. Tingkat 2: penalaran konvensional
Penalaran konvensional adalah suatu tingkat nternalisasi individual menengah
dimana seseorang akan mentaati standar standar (internal) tertentu, tetapi mereka
tidak mereka tidak mentaati standar standar pada orang lain (eksternal) yaitu
berupa seperti aturan orang tua atau aturan aturan masyarakat.
c) Tahap 3 : norma norma interpersonal
d) Tahap 4: moralitas system sosial
3. Tingkat 3 : penalaran pasca konvensional
Penalaran pasca konvensional adalah pemikiran tingkat tinggi yang mana
moralitas benar benar diinternalisasikan dan tidak didasari pada standar standar
atau batas orang lain.  Seseorang akan mengenal tindakan tindakan moral
alternative, memilih pilihan pilihan dan kemudian akan memutuskaberdasarkan
dari suatu kode.
e) Tahap 5: hak hak masyarakat melawan (vs) hak hak individual atau pribadi.
f) Tahap 6: prinsip prinsip etis universal      

Diskusi dengan Hasil Penelitian Lain

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti kemudian melakukan


diskusi mengenai Teori Perkembangan Sosial Emosi Erikson dan Teori
Perkembangan Moral Kohlbergh dalam Pembelajaran. Jika didiskusikan dengan
penelitian lain, hasil dari studi ini cukup memperbarui temuan-temuan yang ada.
Kami menemukan bahwa teori Erikson dan Kohlberg saling berkaitan satu sama lain.

Simpulan

Melalui hipotesis dan hasil, ditemukannya bahwa perkembangan sosial emosi


memiliki kaitan yang erat dengan perkembangan moral. Ini turut memenuhi tujuan
studi ini, yaitu untuk memperdalam pemahaman tentang penerapan teori
perkembangan sosial emosi Erikson dan teori perkembangan moral Kohlberg dalam
pembelajaran.

Daftar Rujukan

Khoiruddin, M. A. (2018). Perkembangan Anak Ditinjau dari Kemampuan Sosial


Emosional. Tribakti: Jurnal Pemikiran Keislaman, 29(2), 425~438.

Tusyana, E., & Trengginas, R. (2019). Analisis Perkembangan Sosial-Emosional


Tercapai Siswa Usia Dasar.INVENTA: Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar ,3 (1),
18-26.
Berzoff J, et al. (2016). Chapter 5: Psychosocial ego development: The theory of Eri
k Erikson. Inside out and outside in: Psychodynamic clinical theory and psychopatho
logy in contemporary multicultural contexts. Lanham, Maryland: Roman & Littlefiel
d.
Torang Purba, Romirio. (2022).PERKEMBANGAN MORAL MENURUT
KOHLBERG DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PERSPEKTIF KRISTEN
TERHADAP PENDIDIKAN MORAL ANAK DI SEKOLAH DASAR: Aletheia
Christian Educators Journal, Vol. 3, No. 1

Ikrommullah, Anata. (2015). TAHAPAN PERKEMBANGAN MORAL SANTRI


MAHASISWA MENURUT LAWRENCE KOHLBERG: Jurnal Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan, Th. 28, Nomor 2

Rusul, Izzatur. (2022). PSIKOSOSIAL REMAJA: SEBUAH SINTESA TEORI ERICK


ERIKSON DENGAN KONSEP ISLAM: Jurnal As-Salam, Vol. 6 No. 1

Hildayani, Rini. Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta: Universitas Terbuka,


2011.

Jaenudin, Ujam. Psikologi Kepribadian. Bandung: CV Pustaka Setia, 2012.

Susanto, Ahmad. Perkembangan anak usia dini: pengantar dalam berbagai


aspeknya. Ed.1. Jakarta: Kencana, 2011

Wiyani, Novan Ardy. Mengelola Dan Mengembangkan Kecerdasan Sosial


Dan Emosi Anak Usia Dini. Yog: Ar-Ruzz Media, 2014.

Sacco RG. (2013). Re-envisaging the eight developmental stages of Erik Erikson: The
Fibonacci Life-Chart Method (FLCM).

Apriastuti, Dwi Anita.Vol. 4 No. 1 Edisi Juni 2013. Analisis Tingkat Pendidikan Dan
Polaasuh Orang Tua Dengan Perkembangan Anak Usia 48-60 Bulan Tahun 2013.
Jurnal Ilmiah Kebidanan.

Wahyuni, S., Syukri, M., dan Miranda, D. 2015. Peningkatan Perkembangan Sosial

Emosional melalui Pemberian Tugas Kelompok pada Anak Usia 5-6 Tahun.

Putra, Nusa dan Ninin Dwilestari. 2013. Penelitian Kualitatif Pendidikan Anak Usia
Dini. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Mansur. 2005. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Mayar, Farida. 2013. Perkembangan Sosial Anak Usia Dini sebagai Bibit untuk Masa

Depan Bangsa. Jurnal Al-Ta’lim. Vol. 1 (6), hlm 459-464.


Efendi, Anwar. 2006. Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak melalui
Kebiasaan Bercerita (Dongeng). Jurnal Pemikiran Alternatif Kependidikan (Insania).
Vol. 11(3), hlm 328-336

Desiningrum, Dinie Ratri. 2012. Psikologi Perkembangan I. Semarang: Universitas

Diponegoro.

Anda mungkin juga menyukai